Masyarakat di dalamnya
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021-2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Y.A. Artha, Antariksa, dan S. Hariyani, “Studi Pelestarian Bangunan Kuno di Kawasan
Kampung Kuno Peneleh Surabaya” dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik, Vol. 18, No. 1, April 2006.
Hlm. 86-94.
2
Lengkong Sanggar Ginaris, “Pergeseran Letak Pemakaman Belanda di Kota Surabaya dari Abad
18 Hingga Awal Abad 20” dalam Berkala Arkeologi, Vol. 39, No. 2, November 2019, Hlm. 183-
200.
membuat kampung ini memiliki unsur sebuah kampung bersejarah yang
suasananya nyaman dan tentram.
3
Syah Irza Raya, Tamara Adriani Salim, “Khazanah Arsip sebagai Koleksi Museum: Studi Kasus
Arsip Makam Belanda Peneleh di Museum Siola Surabaya”, Jurnal Kearsipan ANRI Vol. 14 No. 2
Desember 2019, hlm. 81
4
Eka Nurul Farida, “Heterotopia: Interelasi Ruang Makam dan Kampung Peneleh, 1936-1979,
Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2019, hlm. 49
yang dimana ruang sakralnya diambil alih untuk menjadi pemukiman
penduduk.
5
Lengkong Sanggar Ginaris, Op. Cit, hlm. 191
6
Stivani Ayuning Suwarian, “Analisis Pola Permukiman Kampung Peneleh Surabaya”, Arcade
Vol. 4 No. 1 Maret 2020, hlm. 52
7
Lengkong Sanggar Ginaris, Op. Cit, hlm. 196
lingkungan perkotaan. Terdapat beberapa kasus pencurian yang terjadi dalam
Makam Belanda Peneleh dan belum diketahui secara pasti apa motif dibalik
tindakan ini. Apakah himpitan ekonomi menjadi pendorong terjadinya
pencurian ataukah dikarenakan wilayah makam yang ditinggalkan sehingga
penduduk kampung setempat merasa bebas dan leluasa menguasai wilayah
makam Peneleh.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi makam modern Belanda Peneleh pada rentang
tahun 1930 hingga 1960 an?
2. Bagaimana kasus kriminalitas yang terjadi di kompleks pemakaman
Belanda Peneleh dalam kurun waktu 1945 hingga 1960-an?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana kondisi makam modern Belanda Peneleh
pada rentang tahun 1930 hingga 1960 an.
2. Mengetahui kasus kriminalitas yang sempat terjadi di kompleks
pemakaman Belanda Peneleh dalam kurun waktu 1944 hingga 1960
an
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
serta keterampilan baru dalam penulisan karya ilmiah
2. Untuk dosen, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan
pembelajaran serta pemenuhan tugas kami.
3. Untuk mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
dalam memahami aspek historis dari adanya kompleks
perkampungan di wilayah makam modern Belanda Peneleh.
4. Untuk perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu dan juga kualitas pembelajaran dari perguruan
tinggi tersebut.
E. Ruang Lingkup
8
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 2013).
9
Nina Herlina, Metode Sejarah, (Bandung : Satya Historika, 2008)
kategori apa saja yang dapat berkaitan atau masuk dalam lingkup ilmu
sejarah yaitu Buku Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah oleh
Sartono Kartodirdjo. Buku ini secara garis besar memiliki empat bab, yaitu
bab 1 yang berjudul “konsep dan perspektif sejarah”, bab 2 yang berjudul
“rekonstruksi sejarah”, bab 3 yang berjudul “sejarah dan ilmu sosial”, dan
bab terakhir yang berjudul “kategori penulisan sejarah”. Buku ini berfokus
pada peranan ilmu-ilmu sosial dalam hal mengungkapkan berbagai fakta
sejarah berbagai peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. bermula dari
dibangunnya konsep sejarah, berdirinya suatu perspektif sejarah,
perekonstruksian kembali berbagai peristiwa yang telah terjadi di masa
lampau menjadi suatu runtutan kisah yang memiliki arti, hingga pada
keterkaitan antara ilmu-ilmu sosial dengan sejarah hingga lahirlah tulisan
dengan kategori-kategori tertentu.
10
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka, 1992).
jurnal yang pertama yaitu Dinamika Multikultural Masyarakat Kota
Surabaya oleh Soedarso, Muchammad Nurif, Sutikno, dan Windiani, Jurnal
ini membahas mengenai bagaimana kehidupan multikultural kota Surabaya
terutama wilayah kampung, penelitian meliputi persoalan etnis, agama, dan
tingkat kesejahteraan warga yang hidup bersama dalam satu daerah tersebut,
hasil penelitian menunjukkan bahwa warga hidup dengan rukun dan damai
di dalamnya, kesediaan menerima, saling percaya, berbagi dan hidup
berdampingan merupakan modal kultural untuk menguatkan kehidupan
multikulturalisme11.
11
Soedarso, dkk, “Dinamika Multikultural Masyarakat Kota Surabaya” dalam Sosial Humaniora
Vol. 6 No. 1, Juni 2013
sarana dan prasarana. Selain itu juga ada identifikasi mengenai lingkungan
dan tingkat kekumuhan. Lingkungan dan tingkat kekumuhan sangat
mempengaruhi bagaimana keadaan dan aktivitas kawasan sekitar12.
12
Raisya Nusyahbani dan Bitta Pigawati, “Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman Kumuh Di
Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung Gandekan Semarang)” dalam Jurnal Teknik PWK Vol 4
(2), 2005
13
Samidi, “Surabaya sebagai Kota Kolonial Modern pada Akhir Abad ke-19: Industri,
Transportasi, Pemukiman, dan Kemajemukan Masyarakat” dalam Mozaik Humaniora, Vol. 17(1),
2017.
14
Eka Nurul Farida, “Heterotopia: Interelasi Ruang Makam dan Kampung Peneleh dengan
mengambil rentang tahun 1936-1979”, Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga,
2019.
penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
G. Kerangka Konsep
137.
17 Indah Sri Utami, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi (Yogyakarta: Thafa Media, 2012),
hlm. 23.
mempunyai arti sebuah Tindakan yang telah dilarang oleh negara karena
bersifat merugikan, negara bereaksi dengan memberikan hukuman sebagai
suatu upaya pencegahan serta pemberantasan18.
H. Metode
1. Pemilihan Topik
2. Heuristik
18 M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 11-12
19
Kuntowijoyo, Op.cit, hlm. 90.
sejarah20. Pada tahap ini penulis harus terlebih dahulu mengetahui
klasifikasi dari sumber sejarah sehingga akan memudahkannya
dalam melakukan penelusuran sumber. Berdasarkan bahannya,
sumber sejarah terbagi menjadi dua jenis yaitu sumber tertulis
(dokumen) serta sumber tidak tertulis (artefact). Untuk sumber
tertulis dapat berupa surat-surat, kontrak kerja, dan sebagainya,
sedangkan untuk sumber tidak tertulis dapat berupa bangunan dan
alat-alat. Kemudian berdasarkan sifatnya sumber sejarah terbagi
menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer
merupakan sumber yang dapat kita peroleh dari pelaku sejarah
maupun para saksi yang terlibat secara langsung pada peristiwa
tersebut, diantaranya yaitu arsip, dokumen-dokumen, surat kabar,
dan sebagainya. Sedangkan sumber sekunder merupakan kesaksian
dari siapapun, namun yang bukan sebagai pelaku utama dari
peristiwa tersebut. Sumber sekunder dapat berupa biografi, ulasan
literatur, artikel ilmiah, dan sebagainya.
3. Verifikasi
20
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 86.
4. Interpretasi
5. Historiografi
I. Sistematika Penulisan
21
S. Rochmat, Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009), hlm. 150.
Pada bab pertama penelitian ini, berisi pendahuluan yang meliputi
latar belakang permasalahan untuk memberikan gambaran umum mengenai
masalah ini dan mengapa penelitian ini dilakukan. Dilanjutkan dengan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat. Selain itu dijelaskan pula mengenai
batasan ruang lingkup pembahasan, tinjauan pustaka, kerangka konseptual,
metode penelitian yang digunakan dan yang terakhir sistematika penulisan
hasil penelitian.
Pada bab kelima berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran. Kesimpulan bertujuan untuk meringkas secara keseluruhan dari hasil
penelitian ini, agar dapat digunakan sebaik-baiknya oleh peneliti
selanjutnya
BAB II
Surabaya berkembang menjadi kota utama di Indonesia sejak awal abad ke-
20. Penerapan Surabaya sebagai kota utama tersebut tidak terlepas dari adanya
berbagai peranan baik peranan dalam bidang politik, ekonomi, hingga sosial. Dalam
bidang politik peranannya dapat dilihat dari penerapan kota Surabaya menjadi kota
otonom atau gemeente pada tahun 1906. Dalam bidang ekonomi peranannya dapat
dilihat dari bagaimana kota Surabaya menjadi pusat industri serta perdagangan
utama di wilayah Jawa bagian timur. Selanjutnya dalam bidang sosial dapat dilihat
dari jenis penduduknya yang heterogen22. Etnis Jawa merupakan penghuni terbesar
dari kota Surabaya, kemudian terdapat juga etnis lain seperti Tionghoa, orang-orang
Eropa, Arab, atau Timur Asing. . Berdasarkan hasil sensus pada 7 Oktober 1930
mengenai pertambahan penduduk Jawa dan Madura sejak November 1920, jumlah
total masyarakat Surabaya mencapai 945.386 jiwa. Jumlah tersebut
diklasifikasikan dengan kategori orang Eropa sebanyak 27.364 jiwa, penduduk
pribumi sebanyak 870.214 jiwa, dan orang-orang Timur sebanyak 47.806 jiwa.
Jumlah Penduduk
Wilayah Total
Eropa Pribumi Orang Timur
Ponorogo 256 761.665 1.697 763.618
Madioen 3.052 1.126.395 7.444 1.136.891
Bodjonegoro 506 1.086.596 10.951 1.098.053
Grissee 261 875.849 5.175 881.258
Modjokerto 3.005 890.676 11.359 905.040
Soerabaja 27.364 870.214 47.806 945.386
West-Madoera 405 972.906 2.661 975.972
Oost-Madoera 638 877.363 4.548 882.549
Kediri 3.513 1.148.312 13.929 1.165.754
Blitar 2.439 1.290.137 11.859 1.304.435
Malang 10.412 1.110.297 15.230 1.135.939
Pasoeroean 3.140 644.743 9.721 657.604
Probolinggo 2.934 934.249 10.100 947.283
Bondowoso 1.412 669.703 7.941 679.056
Djember 3.881 1.381.898 17.912 1.403.691
TOTAL 14.882.556
Tabel 1 Jumlah Penduduk Jawa Timur Tahun 1930 berdasarkan Syrata Sosial
22
Purnawan Basundoro, “Penduduk dan Hubungan Antaretnis di Kota Surabaya Pada
Masa Kolonial” dalam Paramita, Vol. 22(1), Januari 2012, hlm. 1.
Sebagian besar penduduk bumiputera di Surabaya merupakan orang Jawa
dan orang Madura. Banyak pula penduduk Surabaya yang merupakan pendatang,
salah satu alasan mereka untuk merantau ke Surabaya adalah untuk mengadu
nasibnya menjadi lebih baik dalam hal ekonomi. Kuntowijoyo (2002) pernah
mengatakan kalau tradisi perantauan orang-orang Madura ini sudah berlangsun
cukup lama. Sebagian besar penduduk Madura yang memilih untuk mengadu
nasibnya di Surabaya adalah penduduk wilayah Bangkalan.
Seperti yang terdapat pada tabel di atas, populasi penduduk Surabaya terdiri
dari beberapa kelompok utama yang diantaranya yaitu orang-orang Pribumi, orang
Eropa, Orang Arab dan orang Cina. Orang-orang Arab dan Cina termasuk kedalam
kelompok Timur Asing yang untuk pendatangnya sendiri terdapat juga orang-orang
yang berasal dari Jepang dan India. Hal tersebut merupakan pengaruh dari peranan
kota Surabaya sebagai salah satu pusat perdangan juga pelabuhan di Nusantara.
Adanya urbanisasi di Surabaya yang terjadi pada awal abad ke-20 juga terjadi
didorong oleh adanya industrialisasi. Migrasi ini menimbulkan lonjakan
pertambahan penduduk sebesar dua kali lipat. Bebagai bukti sejarah menunjuukkan
bahwa Surabaya memiliki berbagai kampung dan bangunan-bangunan kuno.
Dalam berita ini disebutkan bahwa terdapat laporan akan adanya penangkapan atas
kasus penyelundupan opium yang berasal dari Thailand oleh seorang Cina di
Peneleh. Selanjutnya pada masa Jepang berkuasa, kondisi lingkungan serta
Kesehatan warga kampung menjadi perhatian mereka. Hal tersebut tidak lain
karena mereka tidak ingin para warga menambah permasalahan mereka dengan
menularkan penyakit-penyakit, sehingga dilakukan program vaksinasi pada tahun
1942.
BAB III
PEMBAHASAN
31Interview Totok Wijayanto 27 November 2021. Mp3. Ketua LPMK Kelurahan Peneleh,
Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.
Belanda Peneleh. Terdapat berbagai pandangan dari penduduk dan penjaga
makam akan kebebasan akses. Dimana penduduk beranggapan mudahnya
akses dan seolah – olah diperbolehkan membuat penduduk dengan enaknya
memasukin area makam. Berbeda dengan penjaga makam yang seakan
kewalahan dengan penduduk yang meskipun sudah diingatkan tetapi masih
melakukan hal yang sama berulang kali.
33
Dinna Oktavianasari, “Kriminalitas di Surabaya pada Penghujung Akhir Orde Baru 1995-1998”
dalam Avatara, Vol. 4 (2) Juli 2016, hlm. 538
dijelaskan secara rinci dan juga kronologis proses pencurian tersebut memuat
mengenai bagaimana pelaku melakukan pencurian dan peralatan apa saja yang
digunakan, pelaku dari pencurian pada tahun 1930-an merupakan warga kulit
putih atau warga Eropa, tidak dijelaskan secara rinci motif dibalik pencurian
tersebut namun dari beberapa surat kabar pencurian dilatar belakangi himpitan
ekonomi dan miskinnya pelaku pencurian.
34
“De Gestolen Grafvazen Landrechter veroordeelde Man en Vrouw ieder tot drie Maanden.” Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, No. 293, 21 Desember 1937.
porselen dari beberapa makam di pemakaman Peneleh dan Kembang
Kuning, vas-vas ini dilacak keberadaannya dan ditemukan ditempat
pegadaian hal ini dikuatkan dengan bukti masih adanya bill of lading yang
terlampir. Jumlah yang diambil memang tidak besar namun yang menjadi
perhatian adalah siapa yang melakukan pencurian tersebut, mereka adalah
pasangan dengan dua anak yang mana kedua anak ini berasal dari
hubungan yang tidak sah antara wanita itu dengan pria lain.
Kedua anak ini dibawa kesemacam yayasan Den Bosco namun
kemudian diambil kembali oleh ibunya dengan dalih ingin mengajak
berjalan-jalan akan tetapi anak-anak ini tidak dikembalikan ke para suster
sehingga polisi ikut turun tangan dan mencarinya. Pelaku pencurian ini
dapat dikatakan sangat miskin karena mereka didukung oleh poor relief
yang mendapatkan upah 15 Gulden sebulan, mereka juga rutin
mendapatkan beras dan sumbangan pakaian dri Clothing Fund, namun
sayangnya pakaian yang diberi malah dijual tapi tetap saja mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhannya, dengan alasan tersebut mereka merampok
kuburan.
Mereka membawa tas anyaman penuh bunga, membawa kereta,
dan ditemani anak-anak pada awalnya mereka berlutut di dekat kuburan,
menaburkan bunga diatas makam dan seakan-akan berdoa dengan khidmat
tetapi sementara itu mereka menaruh vas-vas kedalam kotak atau tas yang
dibawanya, diduga tas yang digunakan adalah tas yang memang dibeli
khusus dan dipergunakan untuk melakukan pencurian di makam. Pada saat
pengintrogasian pria ini berusaha untuk menutupi kebenaran, berbohong,
dan memutar balikkan fakta namun akhirnya dia mengakui semua
kejahatannya akan tetapi istrinya masih tidak mau untuk mengakuinya dan
bersikeras bahwa dia tidak terlibat dalam pencurian tersebut. Hakim
memberikan kesempatan pada wanita itu untuk jujur dan mengakui
kejahatannya namun tetap saja mengelak. Dan diputuskan bahwa pasangan
tersebut harus dipenjara selama tiga bulan karena terlibat dalam kasus
pencurian ringan.
Hingga kisaran tahun 1939 masih banyak terdapat kasus pencurian
pada makam, pencurian ini dianggap sebagai kasus yang serius. Tidak
hanya di makam peneleh namun juga di makam eropa Kembang Kuning
seperti dalam surat kabar terbitan Soerabaijasch handelsblad pada 19
Januari 1939. Didalam berita dijelaskan bahwa terdapat 4 kasus
perampokan vas dalam waktu 5 hari dengan total lebih dari 10 vas
menghilang dari batu nisan yang berbeda35. Kepolisian sudah mengambil
langkah khusus untuk memerangi pencurian tersebut namun tetap saja
pencurian masih saja berlangsung, hal ini dikarenakan kurangnya
keamanan area makam yang sangat luas selain itu pagar penghalang
terhitung sangat rendah sehingga pencuri dapat dengan mudah merangkak
di atas kawat berduri dengan jarahan mereka di mana-mana.
Pada makam Belanda Peneleh pencurian pada tahun 1960-an juga
masih terjadi. Pencuri-pencuri tersebut berasal dari penduduk kampung
sekitar, barang-barang yang kerap dicuri adalah material makam seperti
atap seng, marmer, guci-guci, dan pot yang memiliki logo VOC,
dikarenakan terus-menerus dicuri hingga saat ini peninggalannya sudah
tidak tersisa, dahulunya sudah pernah dilakukan upaya penyimpanan pada
gudang makam dibagian belakang namun tetap saja dibobol dan kembali
dicuri hingga hanya meninggalkan alat pengusung mayat. Pencurian pada
saat itu tidak sampai ke ranah hukum dikarenakan penjaga makam
setempat tidak didengar dan mungkin kalah oleh massa penduduk yang
lebih banyak sehingga penjaga makam memilih diam36.
Akan tetapi tidak dapat dikatakan bahwa seluruhnya merupakan
perbuatan penduduk sekitar makam karena pada faktanya terdapat
pemulung-pemulung yang memasuki area makam dan kemudian mencuri
bagian atap makam yang terbuat dari material seng, menurut keterangan
penjaga makam seng yang dipergunakan pada makam merupakan seng
dengan kualitas yang lebih unggul dari jenis seng jaman sekarang
kualitasnya yang bagus membuat seng ini mampu bertahan hingga
35
“NOGMAALS DE KERKHOF DIEFSTALLEN. Kwaad wordt steeds ernstiger.” Soerabaijasch
handelsblad , No. 16, 19 Januari 1939.
36
Interview Matmuri 27 November 2021. Mp3
sekarang jelasnya para orang Belanda dulu sangat memperhatikan material
yang digunakan mereka juga memperhitungkan usia dan keawetan barang,
berat seng tersebut bahkan hampir 8 Kg per-satu lembar seng, jika
diperhitungkan akan sangat untung jika dijual37.
Pencurian-pencurian yang terjadi di makam Belanda Peneleh
bermotif karena kemiskinan yang menghimpit sehingga mengharuskan
para pencuri tersebut melakukan tindak kriminalitas motif ini tercermin
pada kasus sekitar tahun 1930-an, selain itu keamanan tempat juga masih
perlu ditingkatkan meskipun pada makam Belanda Peneleh hanya melalui
satu jalur masuk namun masih memungkinkan untuk memasukinya tanpa
izin seperti adanya pemulung ataupun anak-anak kampung peneleh yang
datang untuk bermain. Berbagai upaya sudah dilakukan dari pemerintah
Surabaya seperti melakukan pelaporan tamu pada penjaga makam Peneleh
guna untuk mengurangi kasus pencurian, selain itu perlu adanya andil
pemerintah kota dalam upaya keamanan karena makam ini sudah dialihkan
kepada pemerintah kota Surabaya dan dijadikan sebagai tempat cagar
budaya.
37
Interview Adi 4 Desember 2021. Mp3
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah memaparkan materi mengenai kondisi makam, kampung,
dan problematika yang ada di Peneleh pada tahun 1930 hingga 1960 an, penulis
akan menarik kesimpulan. Surabaya merupakan salah satu kota multi etnis
dimana di dalamnya terdapat berbagai suku atau ras, diantaranya orang Eropa,
orang Pribumi, orang Arab, hingga orang Cina. Pada awal abad ke-20 terjadi
migrasi besar-besaran di Surabaya yang diakibatkan oleh adanya
industrialisasi. Migrasi tersebut menyebabkan terjadinya lonjakan penduduk di
Surabaya. Hal tersebut tentunya membuat berbagai lahan kosong lambat laun
berubah menjadi pemukiman penduduk. Tidak terkecuali makam Belanda
Peneleh yang pada tahun 1950 an memutuskan untuk ditutup karena lahannya
yang sudah penuh oleh pemukiman penduduk.
Terdapat banyak problematika sejak Komplek Makam Belanda
Peneleh resmi dibuka. Pada tahun pertama di buka Komplek Makam Belanda
Peneleh sudah disemayamkan sekitar 3.000 jasad orang – orang Belanda. Hal
ini diakibatkan adanya wabah malaria yang merajalela dan pada waktu itu obat
anti malaria belum diketemukan. Selain adanya wabah, perubahan iklim yang
dirasakan orang – orang Eropa di Indonesia juga menjadi alasan banyak orang
Belanda meninggal. Di waktu yang bersamaan terbentuklah pemukiman
penduduk disekitar area makam membuat Pemerintah Kolonial Belanda
mengurungkan niat untuk memperluas area pemakaman. Kondisi area
pemakaman dalam kurun waktu tahun 1930 hingga 1960 – an terbilang cukup
terawat dan rapi. Pusara – pusara di bangun sedemikian rupa sesuai dengan
jabatan dan pangkat yang miliki orang yang disemayamkan. Namun, karena
sempat terjadi pergantian juru kunci makam membuat Komplek Pemakaman
Belanda Peneleh mudah di akses oleh umum atau masyarakat sekitar makam
Peneleh. Banyak penduduk sektiar yang melepaskan unggas dan hewan –
hewan ternak mereka ke area sekitar makam untuk makan rumput. Dan banyak
pula anak – anak atau pemuda yang bermain bola di lapangan sekitar makam.
Hal ini membuat pemerintah kota memutuskan untuk mengganti pembatas
kawat dengan tembok beton. Dan memperketat akses masuk ke dalam area
makam.
Keterbukaan akses makam Belanda Peneleh sebelum dipagar
memungkinkan adanya tindak kriminalitas. Pada paruh waktu 1930-an ketika
makam masih beroperasi terdapat kasus pencurian yang menyita perhatian
hingga dimuat dalam beberapa surat kabar Hindia Belanda pada masa itu.
Pencurian tersebut menggasak vas-vas pada makam yang tidak lain pelakunya
adalah dari warga Eropa, dengan berpura-pura berdoa dan menaburkan bunga
mereka tanpa malu memasukkan vas-vas makam kedalam koper yang sudah
dibawanya. Motif dari pencurian tersebut adalah himpitan kemiskinan yang
dirasakan oleh pasangan suami istri tersebut meskipun nilai jualnya tidak
begitu besar namun mereka melakukannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tindak kriminal pencurian ini masih lestari hingga beberapa
generasi penjaga makam namun pelaku pencurian sudah berubah yang dulunya
orang Eropa sendiri berubah menjadi penduduk sekitaran kampung peneleh
dan juga para pemulung liar yang memasuki makam mereka mencuri material
kuburan seperti seng. marmer, vas, pot, dan guci makam hingga tak bersisa.
Para penjaga makam yang mengetahuinya sudah berusaha menegur
dan ingin melaporkan kepada pihak berwajib namun dikarenakan banyaknya
massa penduduk para penjaga memilih diam dan tidak melaporkannya. Upaya
untuk menanggulangi pencurian sudah dilakukan seperti melakukan
penyimpanan barang dalam gudang makam namun tetap saja masih terjadi
pembobolan dan menyebabkan hilangnya barang-barang tersebut, selain itu
upaya keamanan juga dilakukan seperti selalu melakukan pelaporan apabila
saat ada tamu yang datang, sehingga keamanan haruslah menjadi prioritas
utama yang harus dilakukan guna untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan catatan tindak pencurian di makam Belanda Peneleh Surabaya.
4.2 Saran
Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi para pembaca mengenai sejarah lokal di kota Surabaya yang terkait
dengan masyarakat dan kriminalitas. Tulisan ini juga senantiasa diharapkan
dapat memberikan pelajaran untuk pembaca akan betapa tercelanya tindak
kriminalitas yang ada. Tuntutan ekonomi bukanlah hal yang selayaknya dapat
dijadikan alasan untuk melakukan tindak kriminalitas.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Faber, G. V. (1936). Nieuw Soerabaia. De Geschiedenis Van Indie's Voornaamste
Koopstad In De Eerste Kwarteeuw Sedert Hare Instelling, 1906-1931.
Soerabaia: Van Ingen.
Herlina, N. (2008). Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.
Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Kuntowijoyo. (2003). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Nijhof, M. (1930). Statistische Berichten der Gemeente Soerabaja Jan/Juni 1930.
Soerabaja: Bureau van Statistiek.
Rochmat, S. (2009). Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
JURNAL
Artha, Y., Antariksa, & Hariyani, S. (2006). Studi Pelestarian Bangunan Kuno di
Kawasan Kampung Kuno Peneleh Surabaya. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik,
18(1), 86-94.
Basundoro, P. (2012). Penduduk dan Hubungan Antaretnis di Kota Surabaya Pada
Masa Kolonial. Paramita, 22(1), 1-13.
Ginaris, L. S. (2019). Pergeseran Letak Pemakaman Belanda di Kota Surabaya dari
Abad 18 Hingga Awal Abad 20. Berkala Arkeologi, 39(2), 183-200.
Nusyahbani, R., & Pigawati, B. (2005). Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman
Kumuh Di Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung Gandekan Semarang).
Jurnal Teknik PWK, 4(2), 267-281.
Oktavianasari, D. (2016). Kriminalitas di Surabaya pada Penghujung Akhir Orde
Baru 1995-1998. Avatara, 4(2), 533-547.
Raya, S. I., & Salim, T. A. (2019). Khazanah Arsip sebagai Koleksi Museum: Studi
Kasus Arsip Makam Belanda Peneleh di Museum Siola Surabaya. Jurnal
Kearsipan ANRI, 14(2), 80-90.
Samidi. (2017). Surabaya sebagai Kota Kolonial Modern pada Akhir Abad ke-19:
Industri, Transportasi, Pemukiman, dan Kemajemukan Masyarakat. Mozaik
Humaniora, 17(1), 157-180.
Soedarso, Nurif, M., Sutikno, & Windiani. (2013). Dinamika Multikultural
Masyarakat Kota Surabaya. Sosial Humaniora, 6(1), 62-75.
Suwarian, S. A. (2020). Analisis Pola Pemukiman Kampung Peneleh Surabaya”
dalam Jurnal Arsitektur Arcade. Jurnal Arsitektur Arcade, 4(1), 52-56.
Versnel, H. (2012). Peneleh, A Second Life To An Old Dutch Cemetery.
Architecture & Environment, 11(1), 101-106.
SURAT KABAR
Bataviaasch nieuwsblad, 26 November 1937.
De avondpost, 12 Desember 1937.
De Indische Courant Oost-Java Editie, 1 Mei 1925
De Indische Courant, 5 Juni 1935
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26 November 1937, 21
Desember 1937.
Soerabaijasch handelsblad, 19 Januari 1939.
Data Narasumber Wawancara
Nama : Moch. Machmud Arifin
Umur : 47 tahun
Status : Mantan Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) kampung
Lawang Seketeng, dan mantan wakil RW Lawang Seketeng, Peneleh, Kec.
Genteng, Kota Surabaya
Nama : Matmuri
Umur : 62 tahun
Status : Pensiunan Puskesmas Peneleh (juga anak tertua seorang dari penjaga
makam belanda Peneleh tahun 1900 an)
Nama : Yadi
Umur : 50 tahun
Status : Penduduk asli pemukiman sekitar Makam Belanda Peneleh.
Lampiran