Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENELITIAN

PLASMA 2009

Peran Serta Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa

Disusun oleh: Agnestasia Andreas Caroline

Jakarta 2009 i

KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis ingin menghanturkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena tanpa kehendak-Nya, penulis tidak dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dalam rangka mengikuti PLASMA 2009 Researching My City for a Better Future yang diselenggarakan oleh UPM Unika Atma Jaya, sebagai ajang pengembangan kreativitas dan pengembangan remaja Indonesia khususnya remaja Kota Jakarta. Laporan yang berjudul Peran Serta Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa ini membahas tentang pelestarian kebudayaan Tionghoa di Jakarta khususnya di daerah Petak Sembilan. Secara umum, manfaat penulisan ini ditujukan demi perkembangan kebudayaan Tionghoa di Jakarta. Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari doa, bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Agustinus Dwiyono, selaku kepala SMA Tarsisius I. 2. Ir. Ruswanto Hadi S., selaku pembimbing materi. 3. Dra. Susana Dewi Ambarwati dan Erry Pusvita Ningrum, selaku pembimbing teknis. 4. Orang tua yang turut mendukung secara moral maupun materi. 5. Rekan-rekan, para panitia, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat menambah wawasan dan cakrawala berpikir bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Apabila terdapat kesalahan dalam laporan ini penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Semoga laporan ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan Selamat Membaca. Jakarta, Maret 2009

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 4.1. 4.2. Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penyajian Gambaran Masuknya Masyarakat Tionghoa di Indonesia Gambaran Umum Daerah Petak Sembilan Sistem Kepercayaan Sistem Kekerabatan Kesenian Perayaan Bangunan Cina Kuno Kerangka Berpikir Hipotesis Jenis Penelitian Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode dan Teknik Penarikan Sampel Populasi dan Sampel Waktu dan Tempat Penelitian Teknik Analisis Data Peninggalan Berciri Etnis Tionghoa Dalam Tradisi dan Seni Arsitektur di Daerah Petak Sembilan Peran Aktif Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa BAB V PENUTUP 5.1. 5.2. Kesimpulan Saran 22 22 23 i 20 15 1 1 1 1 2 3 7 7 8 9 10 11 11 12 13 13 13 13 14 14 i ii iii v

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

24

DAFTAR TABEL TABEL 1. SISTEM KEKERABATAN TABEL 2. KESENIAN TABEL 3. SENI RUPA TABEL 4. SENI SASTRA TABEL 5. SENI TARI TABEL 6. PERAYAAN TABEL 7. PERAN AKTIF MASYARAKAT PETAK SEMBILAN TABEL 8. JENIS KELAMIN RESPONDEN TABEL 9. USIA RESPONDEN TABEL 10. PENDIDIKAN RESPONDEN 15 16 17 17 18 19 20 23 23 23

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan Tionghoa merupakan salah satu aset yang dimiliki daerah Petak Sembilan. Kebudayaan tersebut telah datang ke daerah Petak Sembilan dan memperkaya kebudayaan daerah Petak Sembilan. Meskipun begitu, seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan tersebut sudah mulai menghilang. Ini terbukti dari semakin berkurangnya kebudayaan-kebudayaan tersebut. Apalagi kebudayaan Tionghoa sempat menghilang karena Instruksi Presiden Nomor 14, tahun 1967, yang membatasi penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa, contohnya, perayaan tahun baru Imlek tidak diperbolehkan pada saat itu. Oleh karena itu, orang yang merayakan tahun baru Imlek mulai berkurang. Padahal, kebudayaan Tionghoa dapat menjadi salah satu daya tarik daerah Petak Sembilan karena kebudayaan tersebut sudah bercampur dengan kebudayaan setempat sehingga menjadi kebudayaan yang unik. Meskipun begitu, terbilang sedikit orang yang melestarikan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai kebudayaan Tionghoa pada masyarakat di daerah Petak Sembilan. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 Peninggalan yang memiliki ciri etnis Tionghoa apa sajakah yang terdapat di daerah Petak Sembilan? Bagaimana masyarakat Petak Sembilan berperan aktif dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 1.3.2 Mendeskripsikan peninggalan yang memiliki ciri etnis Tionghoa di daerah Petak Sembilan. Mendeskripsikan masyarakat Petak Sembilan yang aktif dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Sebagai gambaran atau tolak ukur mengenai kebudayaan Tionghoa di daerah Petak Sembilan. 1.4.2. Sebagai gambaran atau tolak ukur mengenai upaya pelestarian kebudayaan Tionghoa di daerah Petak Sembilan. 1.4.3. Sebagai gambaran atau tolak ukur mengenai tingkat kepedulian masyarakat Petak Sembilan terhadap kebudayaan Tionghoa. i

1.4.4. Sebagai wahana pembelajaran pembuatan karya ilmiah bagi peneliti sendiri. 1.5. Sistematika Penyajian Bab I Pendahuluan, meliputi (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, dan (5) Sistematika Penyajian. Bab II Kajian Pustaka, meliputi (1) Gambaran Masuknya Masyarakat Tionghoa di Indonesia, (2) Gambaran Umum Daerah Petak Sembilan, (3) Sistem Kepercayaan, (4) Sistem Kekerabatan, (5) Kesenian, antara lain mencakup (a) Seni Rupa, (b) Seni Suara, (c) Seni Sastra, dan (d) Seni Tari, (6) Perayaan, antara lain mencakup (a) Festival Hantu, (b) Duanwu Jie, (c) Festival Qingming, (d) Festival Lampion, (e) Tahun Baru Imlek, dan (f) Cap Go Meh, (7) Bangunan Cina Kuno, (8) Kerangka Berpikir, dan (9) Hipotesis. Bab III Metode Penelitian, meliputi (1) Jenis Penelitian, (2) Metode dan Teknik Pengumpulan Data, (3) Metode dan Teknik Penarikan Sampel, (4) Populasi dan Sampel, (5) Waktu dan Tempat Penelitian, dan (6) Teknik Analisis Data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi (1) Peninggalan Berciri Etnis Tionghoa Dalam Tradisi dan Seni Arsitektur di Daerah Petak Sembilan, antara lain mencakup (a) Sistem Kepercayaan, (b) Sistem Kekerabatan, (c) Kesenian, (d) Perayaan, dan (e) Seni Arsitektur dan (2) Peran Aktif Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa. Bab V Penutup, meliputi (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Masuknya Masyarakat Tionghoa di Indonesia Masa-Masa Awal Orang dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara. Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jnabhadra. Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok. Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang". Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan kultur Tionghoa. Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, di masa

daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa. Era Kolonial Di masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa diantara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia. Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta. Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfong berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX. Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pembantaian di Batavia tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda. Kebangkitan nasionalisme di Hindia Belanda tidak terlepas dari perkembangan yang terjadi pada komunitas Tionghoa. Tanggal 17 Maret 1900 terbentuk di Batavia Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang mendirikan sekolahsekolah (jumlahnya 54 buah tahun 1908 dan mencapai 450 sekolah tahun 1934). Inisiatif ini diikuti oleh etnis lain, seperti keturunan Arab yang mendirikan Djamiat-ul Chair meniru model THHK. Pada gilirannya hal ini menyadarkan priyayi Jawa tentang pentingnya pendidikan bagi generasi muda sehingga dibentuklah Budi Utomo. Target pemerintah kolonial untuk mencegah interaksi pribumi dengan etnis Tionghoa melalui aturan passenstelsel dan Wijkenstelsel itu ternyata menciptakan konsentrasi kegiatan ekonomi orang Tionghoa di perkotaan. Ketika perekonomian dunia beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa paling siap berusaha dengan spesialisasi usaha makanan-minuman, jamu, peralatan rumah tangga, bahan bangunan, pemintalan, batik, kretek dan transportasi. Tahun 1909 di Buitenzorg (Bogor) Sarekat Dagang Islamiyah didirikan oleh RA Tirtoadisuryo mengikuti model Siang Hwee (kamar dagang orang Tionghoa) yang dibentuk tahun 1906 di Batavia. Bahkan pembentukan Sarekat Islam (SI) di Surakarta tidak terlepas dari pengaruh i

asosiasi yang lebih dulu dibuat oleh warga Tionghoa. Pendiri SI, Haji Samanhudi, pada mulanya adalah anggota Kong Sing, organisasi paguyuban tolong-menolong orang Tionghoa di Surakarta. Samanhudi juga kemudian membentuk Rekso Rumekso yaitu Kong Sing-nya orang Jawa. Pemerintah kolonial Belanda makin kuatir karena Sun Yat Sen memproklamasikan Republik China, Januari 1912. Organisasi Tionghoa yang pada mulanya berkecimpung dalam bidang sosial-budaya mulai mengarah kepada politik. Tujuannya menghapuskan perlakukan diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda dalam bidang pendidikan, hukum/peradilan, status sipil, beban pajak, hambatan bergerak dan bertempat tinggal. Dalam rangka pelaksanaan Politik Etis, pemerintah kolonial berusaha memajukan pendidikan, namun warga Tionghoa tidak diikutkan dalam program tersebut. Padahal orang Tionghoa membayar pajak ganda (pajak penghasilan dan pajak kekayaan). Pajak penghasilan diwajibkan kepada warga pribumi yang bukan petani. Pajak kekayaan (rumah, kuda, kereta, kendaraan bermotor dan peralatan rumah tangga) dikenakan hanya bagi Orang Eropa dan Timur Asing (termasuk orang etnis Tionghoa). Hambatan untuk bergerak dikenakan bagi warga Tionghoa dengan adanya passenstelsel. Pada waktu terjadinya Sumpah Pemuda, ada beberapa nama dari kelompok Tionghoa sempat hadir, antara lain Kwee Tiam Hong dan tiga pemuda Tionghoa lainnya. Sin Po sebagai koran Melayu Tionghoa juga sangat banyak memberikan sumbangan dalam menyebarkan informasi yang bersifat nasionalis. Pada 1920-an itu, harian Sin Po memelopori penggunaan kata Indonesia bumiputera sebagai pengganti kata Belanda inlander di semua penerbitannya. Langkah ini kemudian diikuti oleh banyak harian lain. Sebagai balas budi, semua pers lokal kemudian mengganti kata "Tjina" dengan kata Tionghoa. Pada 1931 Liem Koen Hian mendirikan PTI, Partai Tionghoa Indonesia (dan bukan Partai Tjina Indonesia). Pada masa revolusi tahun 1945-an, Mayor John Lie yang menyelundupkan barang-barang ke Singapura untuk kepentingan pembiayaan Republik. Rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, dekat Karawang, diambil-alih oleh Tentara Pembela Tanah Air (PETA), kemudian penghuninya dipindahkan agar Bung Karno dan Bung Hatta dapat beristirahat setelah "disingkirkan" dari Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945. Di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang merumuskan UUD'45 terdapat 4 orang Tionghoa yaitu; Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, dan di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terdapat 1 orang Tionghoa yaitu Drs.Yap Tjwan Bing. Liem Koen Hian yang meninggal dalam status sebagai warganegara asing, sesungguhnya ikut merancang UUD 1945. Lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh W.R. Supratman, pun pertama kali dipublikasikan oleh Koran Sin Po. i

Dalam perjuangan fisik ada beberapa pejuang dari kalangan Tionghoa, namun nama mereka tidak banyak dicatat dan diberitakan. Salah seorang yang dikenali ialah Tony Wen, yaitu orang yang terlibat dalam penurunan bendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya. Pasca Kemerdekaan Sejarah politik diskriminatif terhadap etnis Tionghoa terus berlangsung pada era Orde Lama dan Orde Baru. Kerusuhan-kerusuhan yang menimpa etnis Tionghoa antara lain pembunuhan massal di Jawa 1946-1948, peristiwa rasialis 10 Mei 1963 di Bandung, 5 Agustus 1973 di Jakarta, Malari 1974 di Jakarta dan Kerusuhan Mei 1998 di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Solo. Pada Orde Lama keluar Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah di luar ibukota provinsi dan kabupaten. Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadap distribusi barang dan pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965. Selama Orde Baru juga terdapat penerapan ketentuan tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang utamanya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi penerapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNI yang "masih dipertanyakan". Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan didepan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, misalnya, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-Wahid Hasyim menggunakan aksara Tionghoa dalam selebaran kampanyenya untuk menarik minat warga Tionghoa.

2.2.

Gambaran Umum Daerah Petak Sembilan Petak Sembilan terletak di Kelurahan Glodok RW. 01 dan RW. 02, Jakarta Barat. Jumlah penduduk Kelurahan Glodok pada bulan Januari tahun 2009 tercatat sebanyak 10.972, dengan keterangan 5.458 laki-laki dan 5.514 perempuan. Komunitas Petak Sembilan khususnya adalah masyarakat asli keturunan Tionghoa. Petak Sembilan dapat dikatakan sebagai salah satu pusat tempat tinggal masyarakat etnis Tionghoa di Jakarta. Di sana terdapat tempattempat ibadah agama Budha, contohnya Vihara Jin De Yuan dan Vihara Toasebio. Sebagai tempat komunitas keturunan Tionghoa, di daerah Petak Sembilan juga tersedia berbagai macam makanan asli Tionghoa dan barang-barang yang berkaitan dengan agama Budha, dan yang pastinya daerah Petak Sembilan menyediakan peralatan sembahyang agama Budha. Daerah Petak Sembilan sangat ramai dikunjungi terutama menjelang tahun baru Imlek. Di daerah Petak Sembilan juga terdapat banyak pedagang kaki lima yang menjual kue kering maupun kue basah yang berasal dari Cina, contohnya kue bulan dan kue keranjang.

2.3.

Sistem Kepercayaan Dahulu sebagian besar masyarakat Tionghoa menganut agama Budha tetapi sekarang sudah banyak juga keturunan Tionghoa yang menganut agama lain. Mereka berdoa dengan menggunakan hio (batangan seperti lidi tetapi ukurannya lebih besar dan pada umumnya berwarna merah). Sebelum mereka berdoa, mereka terlebih dahulu membakar ujung hio tersebut. Setelah api menyala pada hio tersebut, hio dikibas-kibaskan agar api padam. Hio tersebut mereka bawa ke setiap tempat abu yang disediakan mewakili salah satu dewa. Cara berdoa seperti ini disebut pay sin oleh orang Tionghoa. Biasanya mereka datang ke vihara untuk melakukan pay sin kepada dewa-dewa dan para leluhur yang mereka yakini. Berdasarkan sistem penanggalan Imlek, masyarakat mengenal 12 macam shio. Shio adalah zodiak Tionghoa yang memakai hewan-hewan untuk melambangkan tahun, bulan dan waktu dalam astrologi Tionghoa. Setiap individu diasosiasikan dengan satu shio sesuai dengan tanggal kelahirannya. Dua belas shio digabung dengan lima elemen membentuk periode 60 tahunan. Seorang individu tidak saja memiliki satu shio tetapi tiga zodiak shio. Masing-masing adalah shio tahun, shio bulan dan shio waktu. Kombinasi dari 5 elemen, 12 shio tahun, 12 shio bulan dan 12 shio waktu tersebut menghasilkan 8640 kombinasi. Menurut astrologi Tionghoa, shio bulan menentukan kehidupan asmara seseorang. Zodiak shio juga digunakan untuk mengidentifikasi waktu. Setiap zodiak berkaitan dengan satu bagian waktu, yaitu setiap bagian waktu terdiri dari dua jam. i

Kepercayaan tradisional Tionghoa ialah tradisi kepercayaan rakyat yang dipercayai oleh kebanyakan bangsa Tionghoa dari suku Han. Kepercayaan ini tidak mempunyai kitab suci resmi dan sering merupakan sinkretisme antara beberapa kepercayaan atau filsafat antara lain Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme. Kepercayaan tradisional Tionghoa ini juga mengutamakan lokalisme seperti dapat dilihat pada penghormatan pada datuk di kalangan Tionghoa di Sumatera sebagai pengaruh dari kebudayaan Melayu. Secara umum, kepercayaan tradisional Tionghoa mementingkan ritual penghormatan, yaitu penghormatan leluhur dan penghormatan dewa-dewi. Dalam penghormatan leluhur, penghormatan kepada nenek moyang merupakan intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa. Ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk leluhur jauh. Sedangkan dalam penghormatan dewa-dewi, dewa-dewi dalam kepercayaan tradisional Tionghoa tak terhitung jumlahnya, ini tergantung kepada popularitas sang dewa atau dewi. Mayoritas dewa atau dewi yang populer adalah dewa-dewi yang merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal mereka karena jasa yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup. 2.4. Sistem Kekerabatan Golongan Tionghoa menganut sistem kekerabatan patrilineal dan patrilokal. Dalam sistem patrilineal, golongan Tionghoa menarik garis keturunan dari pihak ayah dan mewariskan keluarga kepada anak laki-laki pertama. Mereka akan memakai marga sang ayah dan tidak dipengaruhi oleh keluarga ibu. Sedangkan dalam sistem patrilokal, peranan anak laki-laki pertama di keluarga Tionghoa sangat penting karena selain sebagai pewaris keluarga, mereka juga diwajibkan membawa abu atau papan nama orang tuanya ketika meninggal. Dalam hal pernikahan, bentuk pernikahan yang dianggap tidak pantas adalah perkawinan satu marga. Para adik perempuan tidak boleh mendahului kakak lakilakinya yang belum menikah. Sedangkan adik laki-laki boleh mendahului kakak perempuannya untuk menikah. Sama halnya dengan suku lain, terdapat sistem lamaran yang tergantung dengan kesepakatan kedua keluarga. Selain itu, juga terdapat mas kawin sebagai pengganti keluarga.

2.5.

Kesenian 2.5.1. Seni Rupa Beberapa seni rupa yang berasal dari Cina dan terus dikembangkan oleh etnis Tionghoa, yaitu seni lukis, seni tembikar dan pembuatan guci. Dalam seni lukis, menggunakan tinta hitam dengan kuas Cina untuk melukis. Seni tembikar masih dibuat dan dikembangkan oleh masyarakat Tionghoa sehingga membawa sedikit perkembangan tembikar keramik di Indonesia. Seni pembuatan guci juga masih dibuat dan dikembangkan, salah satunya di daerah Kalimantan Barat. 2.5.2. Seni Suara Masih banyak masyarakat Tionghoa yang masih dapat menyanyikan lagu-lagu yang bercirikan seni suara Cina. Beberapa alat musik yang mereka gunakan adalah saluang (alat musik tiup), rabab (alat musik gesek), talempong (alat musik pukul berupa gong), kecapi (alat musik petik), seruling (alat musik tiup), dan harpa (alat musik petik). 2.5.3. Seni Sastra Masyarakat Tionghoa mengenal 2 macam ajaran sastra, yaitu ajaran Taoisme dan ajaran Kong Hu Cu. Taoisme berasal dari kata Dao yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian ke semua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam ke semua benda hidup dan kebendaan adalah De. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asas alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air dan abadi. Keabadian manusia ditunjukkan apabila seseorang mencapai kesadaran Dao dan akan untuk menjadi mencapai dewa. Penganut Dao Taoisme dan juga mempraktekkan Dao kesadaran

mendewakan. Sedangkan ajaran Kong Hu Cu adalah ajaran tentang menghormati yang lebih tua untuk keharmonisan keluarga. 2.5.4. Seni Tari Seni tari yang terkenal adalah Barongsai, tari naga dan opera Beijing. Barongsai merupakan seni tari dimana terdapat dua orang memakai kostum singa dan berusaha mencapai Cu (makanannya) serta mengejar angpao (kantong merah yang berisi uang). Sedangkan tari naga atau yang biasa disebut dengan liong, merupakan seni tari yang menceritakan tentang seekor naga yang berusaha mengejar bola api dan dikendalikan beberapa orang untuk menggerakkan naga tersebut yang terbuat dari kain dan menari meliukliuk mengejar bola api yang dibawa oleh seorang pemain lain. Dan opera Beijing merupakan bagian dari kelompok bahasa Sino-Tibet. Meskipun i

kebanyakan masyarakat Tionghoa menganggap berbagai varian bahasa Tionghoa lisan sebagai satu bahasa, variasi dalam bahasa-bahasa lisan tersebut sebanding dengan variasi-variasi yang ada dalam bahasa Roman; bahasa tertulisnya juga telah berubah bentuk seiring dengan perjalanan waktu, meski lebih lambat dibandingkan dengan bentuk lisannya, dan oleh sebab itu mampu melebihi variasi-variasi dalam bentuk lisannya. 2.6. Perayaan 2.6.1. Festival Hantu Sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa. Etnis Tionghoa percaya bahwa saat festival ini berlangsung, para arwah leluhur akan turun ke bumi. Festival ini juga sering disebut Festival Tionggoan. 2.6.2. Duanwu Jie Dikenal juga dengan sebutan Festival Pachuan (mendayung perahu) di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. 2.6.3. Festival Qingming (Ceng Beng) Merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah ke kuburan sesuai dengan ajaran Kong Hu Cu. Ceng Beng dianggap sama pentingnya dengan upacara sembahyang peringatan hari wafat orang tua dan leluhur. 2.6.4. Festival Lampion Merupakan festival dengan hiasan lentera yang dirayakan setiap tahunnya pada hari ke-15 bulan pertama kalender Tionghoa yang menandai berakhirnya perayaan tahun baru Imlek. Festival ini biasanya dirayakan secara luas di Taiwan, Hongkong dan sebagian besar daerah di Tiongkok. 2.6.5. Tahun Baru Imlek Tahun baru Imlek merupakan hari raya tradisional Tionghoa. Tahun baru Imlek dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, yang jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin. Namun, jika ada bulan kabisat kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Contohnya, pada tahun 2005 hal ini terjadi dan baru akan terjadi lagi pada tahun 2033. Hari raya ini juga dikenal sebagai Chun1jie2 (Festival Musim Semi). Imlek dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Imlek merupakan hari raya terpenting bagi bangsa Tionghoa, bahkan di Asia Timur seperti Korea dan Vietnam memiliki hari raya yang jatuh pada hari yang sama. i

2.6.6. Cap Go Meh Melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir masa perayaan Imlek bagi komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal di luar Tiongkok. Istilah ini berasal dari dialek Hokkian dan secara harafiah berarti malam kelima belas dari bulan pertama. 2.7. Bangunan Cina Kuno Di Jakarta, masih tertinggal banyak bangunan Cina kuno yang sudah tidak dilestarikan lagi, seperti yang terdapat di daerah Pejagalan. Bangunan-bangunan tersebut sudah berubah menjadi toko maupun tempat tinggal. Selain pejagalan, bangunan Cina kuno juga terdapat di Glodok, Petak Sembilan, Petak Beroe Petekoan, Kali Besar, Pintu Kecil, Jelangkeng, dan juga Angke. Khusus di daerah Petak Sembilan, masih terdapat banyak bangunan berasitektur Cina kuno yang dilestarikan. Bangunan yang paling terkenal adalah Vihara Jin De Yuan. Kelenteng ini merupakan salah satu vihara tertua di Jakarta. Selain itu, di daerah ini juga terdapat bangunan-bangunan tua yang sudah beralih fungsi menjadi toko sekaligus tempat tinggal. Semua bangunan tersebut mempunyai ciri khas yang sama, yakni warna merah mendominasi bangunan, bentuk atapnya yang selalu melancip pada ujungujungnya dan ukiran-ukiran yang berbentuk naga. 2.8. Kerangka Berpikir Masyarakat Indonesia

Masyarakat Tionghoa di Daerah Petak Sembilan

Tradisi

Bangunan Cina Kuno

Upaya Pelestarian

Sistem Kepercayaan

Sistem Kekerabatan

Kesenian

Perayaan

Objek penelitian berupa masyarakat Tionghoa di daerah Petak Sembilan dipisah menjadi tiga bagian, yaitu tradisi, bangunan Cina kuno dan kepercayaan, sistem kekerabatan, kesenian dan perayaan. Selain itu juga, tingkat kepedulian mempunyai hubungan dengan pelestarian kebudayaan Tionghoa. Hal ini dapat tercerminkan dengan apabila variabel tidak terpenuhi, kepedulian terhadap kebudayaan Tionghoa, maka kebudayaan Tionghoa akan semakin menghilang. 2.9. Hipotesis 2.9.1. Daerah Petak Sembilan memiliki peninggalan berciri etnis Tionghoa dalam tradisi dan seni arsitektur. 2.9.2. Ada peran aktif masyarakat Petak Sembilan dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa. upaya pelestarian. Sistem tradisi sendiri terbagi kembali menjadi empat bagian, yaitu sistem

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan pelestarian kebudayaan Tionghoa oleh masyarakat Petak Sembilan. Metode yang digunakan di dalam penelitian adalah metode survei. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan cara kuesioner dan wawancara kepada responden secara langsung. 3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 3.2.1. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan adalah metode sampel, yaitu meneliti sebagian dari populasi yang ada. 3.2.2. Teknik Pengumpulan Data Dalam laporan ini digunakan teknik pengumpulan data berupa: 1. Kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada responden. 2. Wawancara dengan cara survei langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi. 3.3. Metode dan Teknik Penarikan Sampel Metode penarikan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling (sampel tak berpeluang), yaitu sampel ditarik tanpa pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sedangkan teknik yang digunakan dalam menarik sampel adalah quota sampling, yaitu sampel diperoleh berdasarkan jumlah yang telah ditentukan serta menggunakan purposive accidental sampling, yaitu sampel diperoleh dengan penentuan jumlah, dengan pertimbangan tertentu dan dilakukan secara eksidental. 3.4. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Petak Sembilan. Sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah berjumlah 50 orang.

3.5.

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Petak Sembilan, Kelurahan Glodok RW. 01 dan RW. 02, Jakarta Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari tanggal 31 Januari 2009 s/d 5 April 2009. Dapat dilihat tabel uraian kegiatan berikut: No. Uraian Kegiatan 1. Pelatihan Kegiatan 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pemilihan dan Rumusan Masalah Menyusun Desain Penelitian Penulisan Proposal Penelitian Penyusunan Kuesioner Pengumpulan Data Pengolahan Data Penulisan Laporan Penelitian Tanggal Pelaksanaan 31 Januari 2009 7 Februari 2009 10 Februari 2009 21-26 Februari 2009 13 Maret 2009 15-19 Maret 2009 20-22 Maret 2009 24 Maret - 5 April 2009

3.6.

Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul akan diolah secara kuantitatif melalui editing, coding dan tabulasi persentase sehingga dihasilkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang ada. Untuk mendeskripsikan fenomena digunakan rumus persentase sebagai berikut:

P=
P = Persentase

f 100% N
N = Jumlah Responden

f = Frekuensi

BAB IV i

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Peninggalan Berciri Etnis Tionghoa Dalam Tradisi dan Seni Arsitektur di Daerah Petak Sembilan 4.1.1. Sistem Kepercayaan Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan masih berdoa dengan menggunakan hio. Padahal 53% masyarakat Petak Sembilan sudah berganti agama dari agama Budha. Selain itu, mayoritas masyarakat Petak Sembilan pun masih percaya akan shio. Masyarakat Petak Sembilan juga masih melakukan penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kepercayaan Tionghoa masih dianut di daerah Petak Sembilan. 4.1.2. Sistem Kekerabatan Data primer mengenai sistem kekerabatan patrilineal dan patrilokal yang dianut oleh masyarakat Petak Sembilan dijelaskan dengan tabel di bawah ini. Tabel 1 Sistem Kekerabatan No. 1. 2. Pilihan Jawaban Sistem Kekerabatan Patrilineal Iya Tidak Jumlah Sistem Kekerabatan Patrilokal 1. 2. Iya Tidak Jumlah Frekuensi 39 11 50 26 24 50 Persentase (%) 78 22 100 52 48 100

Berdasarkan tabel di atas, 78% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih menganut sistem kekerabatan patrilineal dan 52% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih menganut sistem kekerabatan patrilokal. Sedangkan 22% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan sudah tidak menganut sistem kekerabatan patrilineal dan 48% masyarakat Petak Sembilan menyatakan sudah tidak menganut sistem kekerabatan patrilokal. Mayoritas masyarakat Petak Sembilan masih menganut sistem kekerabatan patrilineal dan patrilokal. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kekerabatan Tionghoa masih dianut di daerah Petak Sembilan. 4.1.3. Kesenian i

Data primer mengenai kesenian yang masih dilestarikan oleh masyarakat Petak Sembilan dijelaskan dengan tabel di bawah ini. Tabel 2 Kesenian No. Seni Rupa 1. 2. Iya Tidak Jumlah Seni Suara 1. 2. Iya Tidak Jumlah Seni Sastra 1. 2. Iya Tidak Jumlah Seni Tari 1. 2. Iya Tidak Jumlah 46 4 50 92 8 100 45 5 50 90 10 100 38 12 50 76 24 100 43 7 50 86 14 100 Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Berdasarkan tabel di atas, 86% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni rupa Tionghoa masih dilestarikan, 76% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni suara Tionghoa masih dilestarikan, 90% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni sastra Tionghoa masih dilestarikan, dan 92% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni tari Tionghoa masih dilestarikan. Sedangkan 14% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni rupa Tionghoa sudah tidak ada, 24% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni suara Tionghoa sudah tidak ada, 10% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni sastra Tionghoa sudah tidak ada, dan 8% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni tari Tionghoa sudah tidak ada. Mayoritas masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih melestarikan kesenian Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian Tionghoa masih ada di daerah Petak Sembilan. Dari hasil kuesioner didapatkan data primer mengenai seni rupa Tionghoa sebagai berikut: Tabel 3 Seni Rupa i

No. Pilihan Jawaban 1. Seni Lukis 2. 3. 4. Seni Tembikar Pembuatan Guci Lain-Lain

Frekuensi 39 23 35 7

Persentase (%) 78 46 70 14

Berdasarkan tabel di atas, 78% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui seni lukis Tionghoa, 46% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui seni tembikar Tionghoa, 70% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui pembuatan guci Tionghoa, dan 14% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui lain-lain. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki cukup pengetahuan mengenai seni rupa Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Petak Sembilan masih memiliki potensi untuk melestarikan seni rupa tersebut. Berdasarkan tabel 2, 76% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni suara Tionghoa masih dilestarikan, dan 24% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni suara Tionghoa sudah tidak ada. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan masih melestarikan seni suara Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa seni suara Tionghoa masih ada di daerah Petak Sembilan. Dari hasil kuesioner didapatkan data primer mengenai seni sastra Tionghoa sebagai berikut:

Tabel 4 Seni Sastra No. Pilihan Jawaban 1. Ajaran Taoisme 2. 3. Ajaran Kong Hu Cu Lain-Lain Frekuensi 31 44 5 Persentase (%) 62 88 10

Berdasarkan tabel di atas, 62% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih menganut/mengetahui ajaran Taoisme, 88% masyarakat i

Petak Sembilan menyatakan masih menganut/mengetahui ajaran Kong Hu Cu, dan 10% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih menganut/mengetahui lain-lain. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki pengetahuan mengenai seni sastra Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Petak Sembilan peduli akan seni sastra Tionghoa. Dari hasil kuesioner didapatkan data primer mengenai seni tari Tionghoa sebagai berikut: Tabel 5 Seni Tari No. Pilihan Jawaban 1. Barongsai 2. 3. 4. Tari Naga (Liong) Opera Beijing Lain-Lain Frekuensi 50 48 11 1 Persentase (%) 100 96 22 2

Berdasarkan tabel di atas, 100% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih mengetahui Barongsai, 96% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih mengetahui tari naga (liong), 22% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih mengetahui opera Beijing, dan 2% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih mengetahui lain-lain. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki pengetahuan mengenai seni tari Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Petak Sembilan masih memiliki potensi untuk melestarikan seni tari tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan mengetahui kesenian Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian Tionghoa masih ada di daerah Petak Sembilan. 4.1.4. Perayaan Data primer mengenai perayaan yang masih dirayakan oleh masyarakat Petak Sembilan dijelaskan dengan tabel di bawah ini. Tabel 6 Perayaan No. Pilihan Jawaban 1. Festival Hantu (Tionggoan) 2. 3. Duanwu Jie (Pachuan) Festival Qingming (Ceng Beng) Frekuensi 30 32 44 Persentase (%) 60 64 88 i

4. 5. 6. 7.

Festival Lampion Tahun Baru Imlek Cap Go Meh Lain-Lain

24 50 48 6

48 100 96 12

Berdasarkan tabel di atas, 60% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan festival hantu (Tionggoan), 64% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan Duanwu Jie (Pachuan), 88% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan festival Qingming (Ceng Beng), 48% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan festival lampion, 100% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan tahun baru Imlek, 96% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan Cap Go Meh, dan 12% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan lain-lain. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki pengetahuan mengenai perayaan Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa perayaan Tionghoa masih dirayakan di daerah Petak Sembilan. 4.1.5. Seni Arsitektur Berdasarkan hasil survei, di daerah Petak Sembilan masih terdapat bangunan-bangunan berasitektur Cina kuno. Beberapa bangunan tersebut yaitu Vihara Jindeyuan, Vihara Toasebio, Gereja St. Maria de Fatima, Toko Tiga, toko-toko serta kedai yang masih berasitektur Cina kuno, dan juga rumah-rumah kuno. Vihara Jindeyuan merupakan salah satu vihara tertua di Jakarta dan juga merupakan vihara terbesar di daerah Petak Sembilan. Vihara Toasebio merupakan salah satu vihara tertua di daerah Petak Sembilan. Gereja St. Maria de Fatima masih menggunakan bahasa Mandarin pada saat perayaan Ekaristi. Bangunan gereja ini merupakan bekas rumah seorang Kapitan Cina, sehingga bangunan gereja ini berasitektur Cina kuno. Di daerah Petak Sembilan juga terdapat toko-toko makanan serta kedai kopi yang masih kental akan nuansa Cina kuno. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki pengetahuan mengenai seni arsitektur Cina kuno. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Petak Sembilan peduli akan seni arsitektur Cina kuno. 4.2. Peran Aktif Tionghoa i Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan

Data primer mengenai peran aktif masyarakat Petak Sembilan dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa dijelaskan dengan tabel di bawah ini. Tabel 7 Peran Aktif Masyarakat Petak Sembilan No. Pilihan Jawaban 1. Ikut merayakan kebudayaan Tionghoa 2. Menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa 3. 4. 5. Terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa Mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa Lain-lain 2 4 23 46 8 16 Frekuensi 47 11 Persentase (%) 94 22

Berdasarkan tabel di atas, 94% masyarakat Petak Sembilan menyatakan ikut merayakan kebudayaan Tionghoa, 22% masyarakat Petak Sembilan menyatakan menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa, 16% masyarakat Petak Sembilan menyatakan terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa, 46% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa, dan 4% masyarakat Petak Sembilan menyatakan lain-lain. Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan berperan aktif dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa dengan cara ikut merayakan kebudayaan tersebut dan juga mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa agar kebudayaan Tionghoa dapat terus dilestarikan oleh anak-cucu mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Petak Sembilan sadar akan pentingnya kebudayaan Tionghoa. Kebudayaan tersebut dapat menjadi salah satu aset berharga yang berguna untuk pembangunan kota Jakarta karena kebudayaan Tionghoa dapat menjadi daya tarik yang khusus bagi kota Jakarta dan juga akan terus memperkaya kebudayaan Jakarta.

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1. Sistem kepercayaan Tionghoa masih bertahan/ada di daerah Petak Sembilan. 5.1.2. Sistem kekerabatan Tionghoa masih bertahan/ada di daerah Petak Sembilan. 5.1.3. Kesenian Tionghoa masih bertahan/ada di daerah Petak Sembilan. 5.1.4. Perayaan Tionghoa masih dirayakan di daerah Petak Sembilan. 5.1.5. Masyarakat Petak Sembilan peduli akan seni arsitektur Cina kuno. i

5.1.6. Mayoritas masyarakat Petak Sembilan berperan aktif dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain: 5.2. Saran 5.2.1. Perlunya suatu pemetaan ulang kebudayaan Tionghoa agar masyarakat luas khususnya etnis Tionghoa dapat benar-benar memahami identitas kebudayaan Tionghoa yang sesungguhnya. 5.2.2. Kebudayaan Tionghoa harus disosialisasikan secara luas kepada masyarakat Jakarta agar masyarakat Jakarta ikut melestarikan kebudayaan tersebut karena kebudayaan Tionghoa yang ada sebenarnya adalah kebudayaan asli Jakarta. 5.2.3. Sebaiknya masyarakat Petak Sembilan lebih meningkatkan kepedulian akan kebudayaan Tionghoa agar kebudayaan Tionghoa tidak punah. Ikut merayakan kebudayaan Tionghoa. Mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa. Menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa. Terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa. Lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA Alamsah, Genisye. 2007. Tentang Kebudayaan Suku: Batak, Dayak, Sunda, Tiong Hua. Jakarta. Driartanti, Fransiska. 2006. Pedoman Praktis Penulisan Karya Tulis untuk SLTP. Jakarta: Paramitha Creasindo. Edo, Calvin. 2007. Mengenal dan Mempelajari Kebudayaan: Suku Bali, Suku Batak, Suku Jawa, Suku Tionghoa. Jakarta. Patrick. 2007. Mengenal dan Mempelajari Kebudayaan: Suku Jawa, Suku Bali, Suku Tionghoa, Suku Sumbawa. Jakarta. Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. i

Yorensin, Dion. 2004. Hubungan Tingkat Pendapatan Petani dengan Kepedulian Kesehatan di Kabupaten Kutai, Kartanegara. Tenggarong. /http://id.wikipedia.org/ /http://www.tionghoa.com/

LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN TABEL HASIL PENELITIAN Tabel 8 Jenis Kelamin Responden No. 1. 2. Pilihan Jawaban Laki-Laki Perempuan Jumlah Tabel 9 Usia Responden No. 1. Pilihan Jawaban (Tahun) 11-20 Frekuensi 9 Persentase (%) 18 i Frekuensi 28 22 50 Persentase (%) 56 44 100

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 Jumlah Tabel 10

4 5 13 12 5 0 2 50

8 10 26 24 10 0 4 100

Pendidikan Responden No. 1. SD 2. 3. 4. 5. SMP SMA Diploma Sarjana (S1) Jumlah Pilihan Jawaban Frekuensi 3 16 20 6 5 50 Persentase (%) 6 32 40 12 10 100

PETA WILAYAH KELURAHAN GLODOK

KUESIONER 1. Menurut anda, apakah kebudayaan Tionghoa yang ada di daerah Petak Sembilan merupakan kebudayaan asli Jakarta? Berikan alasan! a. Iya b. Tidak Alasan: 2. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan sistem kepercayaan Tionghoa?

3. Apakah dalam keluarga anda masih menganut sistem kekerabatan patrilineal? a. Iya b. Tidak 4. Apakah dalam keluarga anda masih menganut sistem kekeraatan patrilokal? a. Iya b. Tidak 5. Seni rupa Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu) i

a. b. c. d.

Seni lukis Seni tembikar Pembuatan guci Lain-lain:

6. Apakah seni rupa Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan? a. Iya b. Tidak Alasan: 7. Apakah seni suara Tionghoa ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan? a. Iya b. Tidak Alasan: 8. Seni sastra Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu) a. Ajaran Taoisme b. Ajaran Kong Hu Cu c. Lain-lain: 9. Apakah seni sastra Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan? a. Iya b. Tidak Alasan: 10. Seni tari Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu) a. Barongsai b. Tari naga (Liong) c. Opera Beijing d. Lain-lain: 11. Apakah seni tari Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan? a. Iya b. Tidak Alasan: 12. Perayaan Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu) a. Festival hantu (Tionggoan) b. Duanwu Jie (Pachuan) c. Festival Qingming (Ceng Beng) d. Festival lampion e. Tahun baru Imlek f. Cap Go Meh g. Lain-lain: 13. Apakah perayaan Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan? a. Iya b. Tidak Alasan: 14. Peninggalan seni arsitektur Tionghoa apa sajakah yang ada di daerah Petak Sembilan? i

15. Seberapa besar peran anda dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa di daerah Petak Sembilan? a. Sangat berperan b. Cukup berperan c. Kurang berperan d. Tidak berperan 16. Upaya apa saja yang telah anda lakukan untuk melestarikan kebudayaan Tionghoa di daerah Petak Sembilan? a. Ikut merayakan kebudayaan Tionghoa b. Menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa c. Terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa d. Mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa e. Lain-lain:

WORKSHEET DASAR

No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9

A B C 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 5 5 4 6 4 5 5 6 4 3 1 4 2 3 2 3 3 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1

3 4 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2

5 1,3 1,4 1 1,4

6 1 1 1 1 1 1 2 1 2

7 1 2 1 1 1 2 1 1 2

8 2 2 1,2 1,2 ,3 1,2 1 1,2 2 1,2

9 1 1 1 1 1 2 1 1 1

10 1,2,3 1,2,3 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1,2 1,2,3 1,2

11 1 1 1 1 1 1 1 1 1

12 2,3,4, 5,6 2,3,4, 5,6,7 1,2,3, 4,5,6 1,2,3, 4,5,6 1,2,3, 5,6 3,4,5, 6 1,2,3, 5,6 1,3,5, 6 2,3,4,

13 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15 1 1 2 1 3 1 1 3 3

16 1 1,2 1 1,3 1 1,2, 4 1,3 1,3, 5 1 i

1,2, 3 1,2, 1 1 3 1 1 1 1 2 2 1 3 1

,3 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 8 5 3 4 4 6 6 5 4 5 5 2 5 5 5 1 4 3 4 1 4 1 1 4 4 2 3 2 1 6 2 3 5 3 1 3 3 2 2 3 3 3 1 3 3 2 2 4 2 5 4 2 2 5 3 5 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1,4 1,4 3 1,2, 3 1,2, 3 1,2, 3 3,4 3 1,2, 4 4 1 1,2, 3 1 1,2, 3 1,2, 3 1 1,2, 3 1,2, 3 1,2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2,3 2,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1 2 1,2 2 1,2 2 1,2 1,2 2 1,2 2 2 1,2 2 2 1,2 1,2 1,2 1,2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1,2 1,2 1,2,4 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1 1,2 1,2 1 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1

3 1,2, 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 3 1 1,2, 3 1,2, 3 1,2, 3 1,2, 3 2,3 3 1,2, 3

5,6 1,2,3, 5,6,7 1,2,3, 5,6,7 1,2,3, 5,6 1,2,3, 4,5,6 1,2,3, 4,5,6 1,2,3, 4,5,6 3,5,6 3,4,5 1,2,3, 5,6 3,4,5, 6,7 2,3,4, 5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 5,6 3,5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 4,5,6 3,5,6 1,2,3, 5,6 3,4,5, 6 2,3,4, 5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 5,6 1,2,3, 4,5,6 1,2,3, 5,6 5,6 1,4,5, 6 4,5,6

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 2 3 2 1 3 3 3 2 1 3 3 1 3 3 2 2 1 1 2 2 3 2 2 2 3 2 4 3 3

1,4 1,4 1 1,4 1,4 1 2 1 1,4 3 1,2, 4 1,4 1,3, 4 1,4 1,4 1,4 1,2, 3,4 1,4 1,2, 3,4 1 1,4 1 4 1,2, 4 1,4 1,2, 3 1,2, 4 1 1 1,4 i

40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2

4 3 8 5 1 4 3 2 1 1 1

3 4 2 3 3 4 5 4 2 2 2

2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2

1,2, 3 1,2, 1 2 3 1 2 3 1,2, 2 2 3 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1,3 1,3

2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2

1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 2

1,2 1 2 1,2 2 1,2 1,2 2 1,2 1 3

2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2

1,2,3 1,2 1,2 1,2 1,2,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2

1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2

2,3,5, 6 3,4,5, 6,7 5 1,2,3, 4,5,6 1,2,3, 4,5,6, 7 3,4,5, 6 1,2,3, 4,5,6 1,5,6 3,5,6 1,3,4, 5,6 4,5,6

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 3 4 4 2 3 2 4 3 2 3

1,2 1 1 1 1,4 1 1,4 1 1,2 1,5 1

1,2, 3 1 2 1,3 1,3 3

CODING A. Jenis Kelamin No. 1. 2. B. Usia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. C. Pendidikan i Usia (Tahun) 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Kode 1 2

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana (S1)

Kode 1 2 3 4 5

Anda mungkin juga menyukai