Akulturasi: proses bercampurnya dua budaya atau lebih membentuk budaya baru
dan mengandung kepribadian kebudayaan yang berbaur tersebut.
Asimilasi: proses sosiobudaya masuknya seseorang yang berasal dari satu
kebudayaan ke dalam kebudayaan dominan
Buddha: adalah sebuah sistem religi (agama) yang dibawa oleh Sidharta Gautama
dari India, yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Cheng beng: ziarah kubur orang tua
Chuat guek pa: dibukanya pintu nereraka
Dao: adalah satu sistem religi, yang berpusat dari keberadaan Dao di dunia ini.
Ajaran ini sering juga disebut dengan Tao atau Taoisme.
Etnik: kelompok manusia yang dipandang sebagai keturunan yang sama,
memiliki bahsa yang sama, dan hidup pada wilayah budayanya.
Gong Xi Fat Cai: ucapan yang berarti selamat dan sukses saat Imlek.
Huaqiao: China perantauan
Huaren: Tionghoa sebagai etnik
Huen tong: surge
King ang: guci
Konghucu (Konfusius): adalah sebuah sistem religi yang berasal dari ajaran-
ajaran religi dan filsafat Konfusius atau Kon Fu Tse.
Kuomintang: Partai Nasionalis China
Masyarakat: kesatuan hidup manusia, yang memiliki berbagai tujuan social dan
kebudayaan yang sama.
Migrasi: proses perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain secara
permanen
Paisin: adalah aktivitas sembahyang pada umumnya yang dilakukan umat Tao,
Buddha, dan Konghucu, biasanya memohon dan menanyakan
sesuatu kepada Tuhan/Dewa-Dewi, nenek moyang di Alam Baka,
atau makhluk-makhluk gaib lainnya.
Puak Poi: sebuah artefak religi pada masyarakat Tionghoa yang lazim digunakan
sebagai sarana komunikasi baik terhadap Alam Langit maupun Alam
Baka, biasanya menanyakan dan mengharapkan sesuatu melalui
petanda jawabannya, yaitu tiga jawaban: sengpoi, jipoi, dan kampoi.
San chiao wei yi: Tiga agama yaitu Tao, Budha, dan Konfutse adalah satu
Se shio: nama-nama binaatang untuk tahun China
She: nama keluarga yang ditarik secara patrilineal
Sia hwe: kamar dagang Tionghoa
Tang cek: musim salju
Tenglang: dari kata Tangren, laki-laki dari Dinasti Tang
Tengsua: dari kata Tangsan, Gunung Timur, Tionghoa perantauan
Tiong chiu: bulan 8 hari 15 penyembahan Dewi Bulan
Tionghoa: orang-orang yang berasal dari Tiongkok (Kerajaan Langit)
Tuan yang: hari raya bulan 5 menghormati penyair Chin Yen
Tui lien: kain merah saat Imlek.
Waiji Huaren: orang Tionghoa berkewarganegaraan asing
Agama: Buddha.
Umur: 68 tahun.
Agama: Buddha
tersebut.
Umur: 75 tahun.
(1) Juli
(2) Candra
(3) Fitri
(4) Nita
(5) Fani
11. Bagaimana cara Anda agar fungsi dan makna Puak poi dapat lebih
Anderson, John, 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Singapura:
Oxford University Press.
Bangun, Payung, 1981. Kebudayaan Batak & Pariwisata IV. Medan: Yayasan
Kebudayaan Batak.
Bascom, William R., 1965. “The Forms of Folklore: Prose Narratives.” Journal of
American Folklore. Volume 78, nomor 307, Januari-Maret 1965.
Castles, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency: Tapanuli 1915-
1940. Yale: Yale University. Disertasi Doktoral.
Damanik, Jahutar, 1974. Jalannya Hukum Adat Simalungun. Medan: P.D. Aslan.
Danandjaja, Djames, 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-
lain. Jakarta: Grafiti Pers.
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative
Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.
Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Versi Elektronik Luar Jaringan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kwek, J.S., 2006. Mitologi China Dan Kisah Alkitab. Medan: Penerbit Andi.
Malinowski, 1948 Man and His Works: The Science of Cultural Anthropo-
logy. New York: Knopf.
Ong Hok Kam, 2005. Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa. Jakarta: Komunitas
Bambu
Sangti, Batara [Ompu Buntilan], 1977. Sejarah Kebudayaan Batak. Balige: Karl
Sianipar.
Silviana, Yoan, 2012. Fungsi dan Makna Penyambutan Imlek pada Masyarakat
Tionghoa di Pematangsiantar. Medan: Skripsi Sarjana Program Studi Sastra
China FIB USU.
Sinar, Tengku Luckman, 1988. Sejarah Deli Serdang. Lubuk Pakam: Badan
Penerbit Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang.
Suryadinata, Leo, 1992. Pribumi Indonesians: The Chinese Minorities and China
A Study of Perceptions and Politics. Singapore: Heinemann Asia.
Suryanto, Pdt. Markus T., 1996. Mengenal Adat Istiadat Tionghoa. Jakarta:
Pelkrindo (Pelayanan Literatur Kristen Indonesia).
Wang Gungwu, 1981. Community and Nation: Essays on Southeast Asia and the
Chinese. Kuala Lumpur: Heinemann.
Wilton, Syeelwem S., 2014. Struktur dan Makna upacara Cheng Beng bagi
Masyarakat Tionghoa di Berastagi. Skripsi Saraja Sastra China, Fakultas
Ilmu Budaya USU Medan.
Tambunan, Netor Rico, 1996. “Dr. I.L. Nommensen: Missionaris Besar, Penguakl
Kegelapan Tanah Batak,” dalam Kartini, nomor 601. Desember 1996.
Takari, Muhammad, 1997. Struktur Musik Tua Pi Ciu yang Dipergunakan oleh
Masyarakat Tionghoa di Kota Medan pada Upacara Tiau Sang. (Laporan
Penelitian) Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial.
b. Internet
www.baiduwenhua.cn
http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia#masa-masaawal
http:/etnis_Tionghoa_reformasi
www.wikipedia.com
www.sumut.go.id.
www.google.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu#Intisari_ajaran_Khong_Hu_Cu
http://www.g-excess.com/136/pengertian-agama-konghucu/
http://misi.sabda.org/konfusianisme
(https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=qRGzVb2oLJWPuATulp DoCQ#q
= definisi+ilmu+bahasa).
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu frase penelitian kualitatif di Kota
fungsi dan makna tradisi puak poi dalam etnik Tionghoa di kota Siantar melalui
individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi
adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala yang lain dalam
masyarakat. Dalam hal ini mungkin telah ada hipotesis-hipotesis, mungkin juga
bersangkutan (Koentjaningrat,1991:29).
bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau
dan menganalisis suatu keadaan atau status fenomena secara sistematis dan akurat
mengenai fakta dari fungsi dan makna dari tradisi puak poi pada masyarakat
dengan penelitian kualitatif adalah adalah suatu metode yang telah lama
kebudayaannya. Dalam disiplin ilmu antropologi, dalam periode yang sama, para
istiadat dan kebudayaan di luar kebudayaan sang peneliti, artinya studi lintas
disiplin, lapangan kajian, dan bidang kajian. Peristilahan yang digunakan dalam
pendekatan penelitian ini juga melibatkan seperangkat konsep dan asumsi yang
itu menurut keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang
kajian pada saat yang sama. Penelitian ini menggunakan multiparadigmatik. Para
pendukung metode ini sangat peka terhadap nilai-nilai yang dianut masyarakat
mendukung perspektif alamiah atau seperti apa adanya. Begitu juga dengan
kualitatif ini inheren dengan politik yang dibentuk oleh berbagai posisi etika dan
politik.
Dalam rangka penelitian terhadap fungsi dan makna tradisi puak poi pada
penulis pergunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan cara mengkaji kegiatan
berdasarkan etika penelitian yang didasari oleh multidisiplin ilmu. Dalam hal ini
Di dalam setiap penelitian, data menjadi patokan yang sangat penting bagi
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang dipakai pada upacara
diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
Profesi : Wiraswasta
disebut narasumber kunci (key informant) adalah seorang pemberi data yang
penelitian. Data yang diperoleh informan kunci inilah yang menjadi bahan kajian
Percetakan : Gramedia
adalah dengan cara mengamati langsung proses paisin dan pelemparan puak poi.
makalah, buku, jurnal, dan sebagainya serta sumber-sumber dari internet seperti
Penulis datang dan bertanya langsung tentang religi tradisional ini. Kemudian
sang informan menjelaskan secara keseluruhan tentang religi tradisonal ini. Dari
Tionghoa.
Bapak Aliang yang merupakan salah satu keturunan etnik Tionghoa. Secara
penelitian penulis. Akan tetapi penulis mendapatkan data yang sangat sedikit dari
dengan Bapak Akiong, salah seorang pengurus vihara, pemilik kelenteng dan
senang hati menceritakan religi-religi tersebut, dan mereka sangat senang saat
Khas Tionghoa adalah kebudayaan yang sangat tua, dan hingga kini masih banyak
3.3.1 Observasi
data salah satu teknik yang cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan
secara langsung/observasi terhadap subyek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat
umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, teknik
pada keluarga etnik Tionghoa, Pemuka Adat, Kelenteng dan Vihara yang ada
informan kunci yaitu orang yang banyak mengetahui dan mengerti tentang Tradisi
Puak poi.
pedoman yang berisikan garis besar pokok masalah yang ingin penulis
peroleh informasinya.
pemuka adat.
berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan.
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna
melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari
hasil wawancara. Sumber bacaan atau literatur ini dapat berasal dari penelitian
yang telah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber
bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa
pertanyaan.
tulisan ini, serta mendapatkan informasi tentang tradisi puak poi pada
penelitian.
data yang di analisis yang menngunakan teori semiotik adalah data yang
Mengkaji puak poi sebagai sebuah artefak budaya, jelas tidak dapat
artefak ini. Kemudian membahas puak poi ini tidak cukup hanya pada benda itu
sendiri, tetapi lebih jauh dalam konteks upacara sembahyang yang lazim disebut
paisin. Secara lebih luas lagi, mengkaji puak poi dalam rangka paisin ini, tidak
dapat dilepaskan dari latar belakang sistem religi yang mendasarinya, terutama
Pada Bab IV ini dikaji mengenai gambaran umum sistem religi [agama]
masyarakat Tionghoa yang berkaitan erat dengan keberadaan puak poi ini, yaitu:
Konghucu, Tao, dan Buddha. Kemudian mendeskripsikan ketiga sistem religi ini
seluruh dunia, atau tidak banyak perbedaan terapannya, terutama dalam konteks
Hal ini penulis lakukan untuk dapat memetakan keberadaan fungsi dan
makna puak poi baik secara luas dalam konteks kebudayaan Tionghoa di seluruh
dunia, maupun secara rinci dan detil khusus masyarakat Tionghoa di sebuah kota
dari kawasan setempat, yaitu daratan China maupun dari luar, terutama India
kebajikan untuk hidup di dunia ini, dan menyembah kepada Tuhan (Thien).
Mereka harus berbuat baik kepada semua manusia dan makhluk di dunia ini.
Karena sejarah dan asal-usul tempat yang sama ini, maka banyak
ditemukan kesamaan antara agama Buddha dan Hindu. Bahkan, jika seseorang
1
Salah satu cabang antropologi yang dapat memberikan gambaran tentang adanya aktivitas
religi pada manusia purba adalah ilmu prehistori atau arkeologi. Melalui penemuan bukti-bukti
ilmu tersebut, ternyata Homo Neanderthal yang pernah hidup di Eropa kira-kira 500.000 tahun
yang lalu ditemukan posisi telentang seperti dimakamkan. Petunjuk ini membuktikan bahwa
makluk tersebut bukan mati seperti binatang. Bahkan di sekitar tubuhnya ditemukan benda-benda
artefak yang secara sengaja diletakan kedalam kuburnya. Hal ini menunjukan bahwa pada manusia
purba telah ditemukan dasar-dasar aktivitas religi. Penguburan manusia berkaitan dengan adanya
keyakinan bahwa akan ada kehidupan setelah kematian. Ada semacam keyakinan, adanya
kehidupan di alam baka (alam kubur). Pada perkembangannya, antropologi berusaha mengungkap
latar belakang mengapa manusia percaya pada kekuatan supranatural? Mengapa pula manusia
melakukan aktivitas-aktivitas yang beraneka ragam untuk melakukan dan mencari hubungan
dengan kekuatan supranatural? Mengapa masyarakat yang satu dengan lainnya memiliki sistem
religi yang berbeda-beda? Bagaimana pula sistem religi mengalami perubahan? Melalui
pertanyaan-pertanyaan tersebut, para antropolog mencoba mengamati berbagai sisrem religi yang
ada dimuka bumi ini dan kemudian mengklarifikasi ke dalam beberapa konsep. Beberapa jawaban
atas pertanyaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (a) Kelakuan manusia yang bersifat religi
itu terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa; (b) Kelakuan manusia yang
bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui adanya banyak gejalah yang tidak dapat
dijelaskan dengan akalnya; (c) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud
untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia. (d) Kelakuan
manusia yang bersifat religi itu terjadi karena ada kejadian luar biasa dalam hidupnya dan alam
sekelilingnya; (e) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena adanya suatu getaran
atau emosi yang timbul dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa persatuan sebagai
warga masyarakat; (f) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu karena manusia mendapat suatu
firman dari tuhan (Koentjaraningrat, 1980).
Monyet dalam mitologi China kuno adalah memiliki hubungan persamaan dengan
Selanjutnya, suatu penelitian atas ajaran sistem religi yang disebut Dao
menunjukkan bahwa ajaran itu tidak dimulai sebagai suatu agama, tetapi sebagai
suatu sistem pemikiran filosofis. Begitu juga dengan agama Konghucu. Pada
dasarnya, sistem religi yang awal kali menguasai orang-orang Tionghoa adalah
sistem religi rakyat atau suku. Setiap suku menyembah Dewa-dewa yang berasal
dari provinsi, kota, ataupun desa mereka sendiri. Dewa-dewa ini menjadi lebih
4.1.1 Konghucu
Penemu dari sistem religi ini adalah Kung Fu Tze (551-479 BC) atau
yang sering dikaitkan dengan sistem religi Konghucu adalah: “Jika kita tidak
dasarnya adalah seorang humanis yang percaya akan kecakapan dan kemampuan
abad ke-16 ia belum dikenal orang di belahan dunia Barat, yaitu ketika namanya
dilatinkan menjadi Konfucius. Namun kita tidak pernah dapat berharap seperti apa
sebenarnya Khong Hu Cu itu dan apa saja yang terkandung dalam ajarannya.
China adalah sebuah Negara yang memiliki sejarah cukup panjang, yang
konon dimulai sekitar tahun 2.700 S.M. China memiliki tiga agama besar yaitu
Tsing (Buku Puji-pujian), dan Shu Ching (Buku Sejarah). Memberi kesan bahwa
bangsa China purba menganut faham monoteis, yaitu percaya pada satu Tuhan,
nama yang diberikan untuk Tuhan mereka adalah Shang-Ti (Penguasa Tertinggi),
pada satu Tuhan menjadi kacau karena bangsa China mulai mempercayai roh-roh
halus dan roh-roh nenek moyang, yang semuanya itu mereka puja dalam upacara-
upacara pengorbanan. Kira-kira pada abad VI S.M., kehidupan serta moral bangsa
Dalam situasi seperti ini lahirlah Konfusius, atau Kong Hu Tzu atau Kong
sebagai guru pertama oleh orang-orang China. Hal ini tidak berarti bahwa
sebelum Konfusius tidak ada guru di China, melainkan merupakan pengakuan dari
bangsa China bahwa Konfusius berada pada tingkat paling atas dari semua guru
tersebut.
dengan nama pendiri agama ini yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Ada yang
ajaran tentang nilai-nilai (etika) saja, karena Kung Fu Tzu sendiri menghindarkan
diri untuk berbicara tentang alam gaib. Akan tetapi R.E. Hume dalam bukunya
edisi 1950 menjelaskan bahwa sistem ajaran Kung Fu Tzu itu mengenal
pemujaan terhadap arwah nenek moyang, juga mengajarkan tata tertib kebaktian.
bahwa sifat kita pada dasarnya adalah baik. Jika dipikirkan hal-hal yang benar,
maka seseorang tersebut akan melakukan tindakan yang baik dan diselamatkan.
Karena itu, penekanan sistem religi ini adalah pada pendidikan di masa lalu, dan
di dunia ini. Adapun inti ajaran dari sistem religi ini adalah empat kebijakan
utama dan lima hubungan utama. Empat kebijakan utama itu adalah: (1) taat
kepada pemimpin atau negara; (2) sayang kepada orang tua; (3) baik kepada
sesama; dan (4) setia kepada teman. Selanjutnya konsep lima hubungan utama itu
adalah: (i) antara pemimpin (negara) dan warga negara; (ii) antara ayah dan anak;
(iii) antara suami dan istri; (iv) antara kakak dan adik, dan (v) antara teman.
Ajaran sistem religi Konfusius mengenai empat kebijakan utama dan lima
Penemu sistem religi Dao yang dikenal addalah Lao Tze (604-524 S.M.)
dan Zhuang Tze (369-286 S.M.). Lao Tze mendirikan aliran filosofis dari
pemikiran ini difokuskan pada dimensi sosial kehidupan, yaitu percaya bahwa
itu, senioritas sangat dihargai, dan orang tua dihormati karena banyaknya
Sistem religi Dao mempercayai bahwa semua bagian dari kosmos adalah
milik satu organik yang menyeluruh (yaitu Dao). Dengan demikian, kerukunan
(harmoni) dan keteraturan harus dipelihara setiap saat di dalam jiwa individu, di
dalam setiap aspek kehidupan sosial dan di dalam seluruh kosmos, agar semua
Dao dianggap sebagai sumber utama dan sifat dasar semua ciptaan. Hal itu
tidak dapat dinamai, dijelaskan, dan diajarkan. Praktisi dari Shen percaya bahwa
dunia roh yang kuat dan nyata dipenuhi oleh roh-roh yang perilakunya dibentuk
Ajaran Dao itu mencakup roh di surga, roh di bumi, Dewa-dewa pada rumah
tangga, Dewa-dewa di kuil, dan roh-roh baik dan jahat. Kepercayaan seperti ini
Tabel 4.2:
Agama Buddha dimulai dari India dan menyebar ke seluruh China sekitar
seorang pangeran, yang pada saat lahir diramalkan akan menjadi penyelamat
dunia. Ayahnya, sang raja, karena takut ramalan itu benar, sengaja mengasingkan
pencerahan mengenai kehidupan dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan.
Adapun inti ajaran agama Buddha ini adalah sebagai berikut. Buddha
dua narasumber penulis, yaitu Pak Susanto Wijaya dan Pak Aliang (selama kurun
waktu 2014) .
manusia menjadi baik atau jahat bukan karena kasta atau status sosial, bukan
pula karena percaya atau menganut suatu ajaran agama. Seseorang baik atau
jahat karena perbuatannya. Dengan berbuat jahat, seseorang menjadi jahat, dan
dengan berbuat baik, seseorang menjadi baik. Setiap orang, apakah ia raja,
orang miskin atau pun orang kaya, dapat masuk surga atau neraka, atau
mencapai Nirvana, dan hal itu bukan karena kelas atau pun kepercayaannya.
umatnya untuk memancarkan metta (kasih sayang dan cinta kasih) kepada
dipancarkan kepada semua hewan termasuk yang terkecil seperti serangga. Hal
ini berbeda dengan beberapa agama lain yang mengajarkan bahwa hewan
3. Dalam ajaran Buddha, tidak seorang pun diperintahkan untuk percaya Sang
cermat dan teliti apa yang Kukatakan.” Hal ini pun berbeda dengan agama lain
“Jadikanlah dirimu pelindung bagi dirimu sendiri. Siapa lagi yang menjadi
pelindungmu? Bagi orang yang telah berlatih dengan sempurna, maka dia
bahasa Inggris, “God helps those who help themselves,” maksudnya Tuhan
menolong mereka yang menolong dirinya sendiri. Inilah ajaran Buddha yang
Pilihan untuk mengikuti jalan-Nya atau tidak, tergantung pada orang yang
bersangkutan. Hal ini pula yang membedakan dengan agama lain yang percaya
orang melakukan segala jenis dosa, jika dia memuja, berdoa, dan menghormati
tersebut. Hal ini membuat orang menjadi terdorong untuk tidak peduli, sebesar
apapun dosanya, jika dia memuja Tuhan, dia akan diampuni. Karena ini
pulalah, dia akan terbiasa menunggu bantuan orang lain daripada berusaha
5. Agama Buddha adalah agama yang suci. Yang dimaksudkan di sini adalah
sekarang, lebih dari 2500 tahun –agama Buddha tidak pernah menyebabkan
senjata dan kekerasan. Di lain pihak, banyak pemimpin agama yang sekaligus
juga menjadi raja dari kerajaannya, dan pada saat yang sama menjadi diktator
dari agamanya. Meskipun ada beberapa agama yang tidak disebarkan melalui
antar agama. Hal ini menyebabkan agama tersebut tidak dapat dianggap
6. Agama Buddha adalah agama yang damai dan tanpa monopoli kedudukan.
untuk menaklukkan orang lain akan merasakan kedamaian.” Pada saat yang
sejati. Tetapi seseorang yang hanya menaklukkan seorang saja yaitu dirinya
menjadi umat Buddha, maka diharapkan manusia akan beroleh perdamaian dan
sebagai sahabat atau saudara dalam kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian.
Beliau juga mengajarkan semua umat Buddha untuk tidak menjadi musuh
orang-orang tak seagama atau pun menganggap mereka sebagai orang yang
berdosa. Beliau mengatakan bahwa siapa saja yang hidup dengan benar, tak
peduli agama apapun yang dianutnya, mempunyai harapan yang sama untuk
kebahagiaan.
Dalam agama Buddha, setiap orang memiliki hak yang sama untuk
mencapai kedudukan yang tinggi. Dengan kata lain, setiap orang dapat
mencapai Kebuddhaan. Dalam agama lain, tiada siapapun dapat menjadi Tuhan
Seseorang takkan pernah mencapai tingkat yang sama dengan Tuhan. Bahkan
bahwa segala sesuatu muncul dari suatu sebab. Tiada suatu apapun yang
ketidakberuntungan kita sendiri. Tidak ada Tuhan atau siapapun yang dapat
melakukannya untuk kita. Oleh karena itu, kita harus mencari keberuntungan
hanya akan berbuat kebaikan dan berusaha menghindari pikiran dan perbuatan
jahat.
Prinsip-prinsip sebab dan akibat, suatu kondisi yang pada mulanya sebagai
akibat akan menjadi sebab dari kondisi yang lain, dan seterusnya seperti mata
rantai. Prinsip ini sejalan dengan pengetahuan modern yang membuat agama
2
Agama Buddha ini pun pernah menyebar luas ke Nusantara. Pada akhir abad ke-5, seorang
biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah
sekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke
Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan
Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota
Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala
itu Buddha Vajrayana). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan
perjalanannya ke India. Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan
raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai
monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di
bagian awal abad ke-9. Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam
kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatera, Pulau
Jawa, dan Semenanjung Malaya.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha
Pematangsiantar
Budha di Kota Pematangsiantar, secara dasar mengacu kepada sistem religi yang
ada di era China Kuno. Ketiga-tiga umat yang menganut sistem religi yang telah
diuraikan di atas, yaitu Tao (Dao), Konghucu, dan Buddha dalam konteks
berkomunikasi, terutama untuk bertanya kepada Tuhan, Dewa, roh leluhur, atau
Hal ini menarik bahwa ketiga sistem religi tersebut pada prinsipnya
memeliki persamaan dalam memandang alam ini, yaitu selain adanya dunia kasat
leluhur, makhluk gaib, dan tentu saja Tuhan itu sendiri. Dalam membina
dengan puak poi. Demikian pula yang terjadi di dalam masyarakat Tionghoa
Hari raya dan upacara bagi masyarakat Tionghoa telah menjadi adat
kebiasaan secara turun temurun. Dalam setahun, yang teramai adalah upacara
Imlek di bulan satu China. Di samping itu hari raya yang disertai upacara lainnya
adalah chang beng di bulan ketiga, tuan yang ciek di bulan kelima, chit guek pua
di bulan ketujuh, tiong chiu di bulan kedelapan, dan tang cek di bulan kesebelas.
Dalam konteks menentukan hari-hari raya ini baik secara kultural maupun religi,
sistem penanggalan China. Dalam sub bab ini dideskripsikan beberapa hari raya
dan upacara yang lazim dilakukan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia,
Yang pertama adalah hari raya dan upacara Cheng Beng adalah hari untuk
Tionghoa ini kemudian membersihkan kuburan orang tua dan leleuhurnya dan
ekonomi yang lebih dari orang kebanyakan, biasanya mereka meminta bantuan
kesempatan pada bulan tiga ini untuk melakukan upacara mengambil dan
dipasang tenda supaya kerangka tidak menghadap ke langit. Setelah itu satu
persatu dari tulang belulang tersebut dibersihkan dan dicuci dengan samsu putih,
kemudian dikeringkan dan disusun dengan rapi lalu dimasukkan ke dalam king
sebelumnya.
Makna kultural dan religius dari pemindahan tulang belulang leluhur ini
pengamatan penulis pada hari raya Cheng Beng ini banyak yang mengunjungi
sana yang dipandang sebagai kampung halaman mereka juga. Mereka umumnya
3
Upacara pemindahan tulang-tulang mayat dari satu kubur ke kubur baru yang dipandang
lebih baik dari sudut tempat kubur, kualitas kubur, atau tahapan religius yang harus dilakukan,
tampaknya menjadi sebuah fenomena konsep sistem religi dan kebudayaan di seluruh dunia.
Seperti terurai di atas, orang-orang Tionghoa juga selalu melakukan pemindahan tulang belulang
leluhurnya terutama pada masa hari raya Cheng Beng ini. Demikian pula dalam kebudayaan Batak
Toba, mereka sejak awal melakukabn pemindahan tulang belulang para leluhurnya dari kuburan
lama ke kuburan baru. Peristiwa seperti ini disebut dengan mangongkal holi [baca: ma.ngok.kal
ho.li]. Sampai sekarang walaupun masyarakat Batak Toba sebahagian besar telah menganut agama
Kristen (Protestan dan Katolik), mereka juga melakukan upacar mangongkal holi ini. Demikian
pula masyarakat Karo di Sumatera Utara juga melakukan upacara yang sedemikian rupa ini.
Mereka menyebutnya dengan ngampeken tulan-tulan [ngam.pé.kén tu.lan-tu.lan]. Demikian pula
yang terjadi di dalam kebudayaan masyarakat Toraja di Sulawesi, dan berbagai kelompok etnik di
Nusantara ini atau dunia secara umum.
Kemudian hari raya dan upacara yang kedua adalah Tuan Yang, hari tuan
yang yang dilaksanakan pada bulan kelima ini adalah hari makan bak cang. Ini
dilaksanakan untuk memperingati seorang penyair dari China yang bernama Chi
Yen. Menurut sejarah China kuno, pada zaman perang tahun 403 sebelum Masehi
pada masa pemerintahan Raja Cou hiduplah seorang penyair bernama Chi Yen.
Beliau adalah seorang yang sangat dihormati dalam kalangan rakyat karena
sangat menjunjung tinggi raja dan negara. Akibatnya raja sendiri merasa terancam
Chi Yen tidak merasa putus asa, berikutnya beliau membuat syair-syair yang
ditujukan kepada raja dengan menyatakan bahwa beliau tidak merasa bersalah.
Sang raja tidak memperdulikan hal tersebut, sehingga akhirnya Chi Yen
putus asa dan melakukan bunuh diri, dengan cara mengikatkan sebuah batu besar
pada tubuhnya kemudian terjun ke sungai Yang Lo. Rakyat yang mengetahui hal
tersebut kemudian membuat kue yang terbuat dari tepung terigu yang dalamnya
diisi dengan daging (babi, lembu, atau kerbau). Kue ini disebut dengan bak cang.
tersebut tidak memakan tubuh Chi Yen melainkan memakan bak cang tersebut.
Tionghoa juga membuat perahu dengan lambang kepala naga dan membawa
genderang yang disebut ku. Selepas itu, sesampainya mereka di sungai, mereka
(kui) yang ada dalam sungai tersebut jangan mendekati mayat Chi Yen yang tidak
mayat Chi Yen sebagai pahlawan, tidak ditemukan oleh raja yang haus kekuasaan
tersebut, melalui pertolongan setan sehingga selamat menuju alam rohnya, dengan
Biasanya setiap tahun tepat pada bulan kelima hari tersebut diperingati dan
cang saja. Memakan bak cang ini berarti memperingati kepahlawanan Chi Yen.
Hari raya dan upacara berikutnya, yang ketiga, adalah Chit Guek Pua.
Dalam sistem kosmologi dan folklor China konon bulan tujuh adalah merupakan
hari kegelapan bagi masyarakat Tionghoa. Hari pertama bulan tujuh adalah
tersebut, masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha dan Konghucu (atau juga
bambu yang tinggi, yang bertujuan untuk memanggil dan mengumpulkan arwah-
Sampai kemudian pada hari yang kelima belas (chit guek pua) adalah
Hari ketiga puluh merupakan hari penutupan pintu neraka. Bagi arwah
yang belum dapat pulang ke surga (thien tong), maka harus pulang kembali ke
Selanjutnya adalah hari raya dan upacara Tiong Chiu, yang dilaksanakan
pada setiap bulan delapan hari kelima belas (pada saat bulan purnama). Pada hari
tersebut di setiap rumah disediakan kue yang bernama tiong chiu pia yang
yang dibentuk dalam rupa binatang seperti ayam, kelinci, naga, dan sebagainya.
Pada malam itu merupakan suatu peringatan bagi rakyat China yaitu pada
zaman dahulu, sekitar tahun 206 Sebelum Masehi, Negeri China diserang oleh
Mongolia 4 (negeri tetangga China). Setiap hari rakyat China disiksa oleh pasukan
4
Mongolia (bahasa Mongol: Монгол Улс) adalah sebuah negara yang terkurung daratan di
Asia Timur; berbatasan dengan Rusia di sebelah utara, dan Republik Rakyat Tiongkok di selatan.
Mongolia merupakan pusat Kekaisaran Mongol pada abad ke-13, tetapi dikuasai oleh Dinasti Qing
sejak akhir abad ke-17 hingga sebuah pemerintah merdeka dibentuk dengan bantuan Uni Soviet
pada 1921. Namun demikian, kemerdekaan Mongolia tidak diakui China sampai tahun 1949.
Setelah Partai Komunis menguasai China daratan, China akhirnya mengakui kemerdekaan
Mongolia. Setelah keruntuhan Uni Soviet, Mongolia menganut aliran demokrasi. Sebahagian besar
wilayah Mongolia memiliki tanah yang gersang, kebanyakan wilayah berupa padang rumput
dengan pegunungan di bagian barat dan utara dan Gurun Gobi di selatan. Mayoritas penduduknya
beretnik Mongol yang menganut agama Buddha Tibet (Lamaistik) dengan kehidupan nomaden.
Sejarahnya sebagai berikut. (a) Periode Bangsa Hunnu, bangsa ini menjadi terkenal di bawah
kepemimpinan Modun Khaan dari Dinasti Tiongkok yang mengontrol jalur perdagangan di daerah
Turkistan. Kemudian kehancuran menimpa peradaban Hunnu bersamaan dengan kehancuran
dinasti Hundi Tiongkok. (b) Periode Bangsa Cian-bi. penduduk bangsa Hunnu bergabung ke
wilayah bangsa Cian-bi (136-181 Masehi). Cian-bi menjadi bangsa yang kuat dan memperluas
wilayah dan membagi tiga bagian hingga ke timur sampai ke Korea di bawah kepemimpinan
Tanishikuai. Sampai era kepemimpinan Kabinen, bangsa Cian-bi mengalami banyak perebutan
wilayah. Tahun 235, Kabinen tewas dan bangsa Cian-bi mengalami kehancuran. (c) Periode
Bangsa Jujan, yang dibangun oleh penduduk sisa bangsa Cian-bi, bangsa Jujan yang berpusat di
pegunungan Khangai berkembang pada abad ke-5. (d) Periode Bangsa Tukish, yang dibangun dari
pecahan Kerajaan Jujan memperluas wilayahnya hingga ke semenanjung Korea dan Tiongkok.
Penduduk dari bangsa Uyghur ikut bergabung pada 745 M. Bangsa Tukish menjadi bangsa yang
kuat di Mongolia. (e) Periode Bangsa Uighur yang lahir dari bagian bangsa Tukish. Pada periode
745 M, Uighur mengontrol jalur perdagangan dari China hingga ke kawasan timur Asia. (f)
Periode Bangsa Kitan, abad X-XII, Mongolia dikuasai Kitan yang berpusat di Sungai Liao,
pegunungan Khyangan dan menguasai wilayah Mongolia pada tahun 924 Masehi. Pada 936 M,
bangsa Kitan menguasai wilayah Bahain dan 16 wilayah Tiongkok utara. Tahun 1120, bangsa
Kitan hancur. (g) Periode Mongol, abad XII, Mongolia dikuasai oleh Kerajaan Mongol yang
menduduki tiga sungai dan pegunungan Altai hingga sungai Selenge. Kerajaan ini dipimpin oleh
Khabula Khaan (Kubilai Khan). Cucunya yang bernama Yesugei mendirikan Kerajaan Mongol
Khanlig. Yesudei wafat tahun 1170 dan Kerajaan Mongol terbagi menjadi beberapa bagian.
Anaknya yang bernama Temujin menguasai tampuk kepemimpinan Mongol. Dalam masa
kepemimpinannya, Kerajaan Mongol Khanlig menjadi bagian negara yang disegani.
Mongolia terkenal di abad ke-13 di bawah kepemimpinan Genghis Khan karena berhasil
menaklukkan berbagai kerajaan di Eurasia. Setelah kematian Genghis Khan, Mongolia dibagi
rumah tangga hanya boleh menggunakan sebuah pisau belati untuk keperluan
jalan menyelipkan surat ke dalam kue Tiong Chiu yang berisikan tulisan China
yang artinya kira-kira sebagai berikut: “ Mulai dari saat ini diharapkan pada
seluruh rakyat untuk membuat senjata tajam dan tepat pada tanggal 15 bulan
delapan jam 24.00 tepat pada saat kentongan dibunyikan maka secara serentak
adanya lampion yang digantungkan di depan rumah. Pada malam itu juga, mereka
berhasil mengusir penjajah Mongolia tersebut. Oleh karena itulah maka pada
setiap tahun diperingati dan juga sebagai ucapan terima kasih kepada dewi bulan
Berikutnya adalah hari raya dan upacara Tang Cek, biasanya dilaksanakan
pada setiap bulan sebelas. Tang berarti musim salju, cek adalah tiba. Hari Tang
Cek berarti musim salju telah tiba. Setiap penghuni rumah harus membuat yi
(cenil), yang terbuat dari tepung tapioka, dimasak dan dicampur dengan air gula
menjadi beberapa negara bagian yang kuat dan terpecah pada abad ke-14. Semua negara bagian
kemudian bersatu kembali ke Mongolia awal dan berada di bawah pemerintahan Tiongkok. Pada
1921, atas bantuan Uni Soviet (telah bubar), Mongolia merdeka dari Tiongkok. Sebuah
pemerintahan komunis dibentuk pada 1924. Pada era 1990-an, Partai Revolusioner Rakyat
Mongolia (MPRP) mengalahkan Koalisi Uni Demokratik (DUC). Ini merupakan kumpulan dari
berbagai partai beraliran demokratis. Koalisi DUC mengalahkan MPRP pada pemilu tahun 1996.
Pada Pemilu tahun 2000, parlemen Mongolia dikuasai oleh MPRP. Pada pemilu 2004, DUC dan
MPRP membentuk koalisi pemerintahan. Pada 11 Januari 2005, sepuluh menteri di pemerintahan
koliasi mengundurkan diri dan dalam kondisi krisis. Ada 18 menteri di dalam pemerintahan koalisi
antara MPRP (yang sebelumnya bernama Partai Komunis) dan Partai Demokratik yang merupakan
payung politik mantan Perdana Menteri Tsakhia Elbegdorj. Partai Demokratik hanya mempunyai
25 anggota di parlemen (disunting dari wikipedia.org).
Perayaan Tang Cek ini, adalah sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas
bertambahnya usia.
(memandang dengan kagum dan hormat) atau menganggap sesuatu itu keramat.
Bagi orang Tionghoa, hal ini sehubungan dengan kepercayaan animistis mereka
akan arwah dan keragaman dewa. Sampai pada batasan di mana tidak terdapat
pembedaan yang jelas saat harus membedakan antara Shen (para Dewa, mereka
yang hidup abadi, dan hantu), dan kui (hantu-hantu kelaparan dan arwah-arwah
Konghucu mengenai darma bakti. Dewasa ini, teori dasar ini, dalam banyak hal,
telah digantkan oleh kepercayaan Buddha dan Tao dalam hal reinkarnasi dan Dao
krama dan ketaatan pelaksanaan upacara dengan cara dan waktu yang tepat) harus
dijalankan. Hal ini termasuk tata krama yang sejalan dengan kehendak leluhur
kita, yang mengatur kehidupan rumah tangga keturunannya. Kelima bagian dari
hubungan sosial yang diajarkan Konghucu adalah: penguasa kepada materi; ayah
kepada putra; suami kepada istri; kakak lelaki kepada adik lelaki; dan teman
kepada teman.
Perayaan-perayaan berikut ini, yakni Qing Ming Jie, Zhong Yuan Jie dan
Chong Yang Jie, secara khusus dilakukan untuk mengenang mereka yang telah
meninggal dan sebagai pemujaan kepada nenek moyang. Aktivitas upacara ini
adalah menjaga hubungan antara Alam Dunia (manusia) dengan Alam Baka.
Qing Ming Jie biasa dilakukan pada musim semi, ketika tumbuh-
tumbuham berbunga kembali setelah musim dingin berlalu, di bulan April, dan
berhubungan dengan berakhirnya bulan kedua atau permulaan bulan ketiga pada
kalender lunar China. Qing Ming Jie adalah waktu di mana etnis Tionghoa
kuburan, atau tempat penyimpanan abu jenazah (untuk mereka yang dikremasi)
dan kuil-kuil (di mana saat ini banyak yang menyimpan abu/batu nisan dari
kontribusi dari nenek moyang. Persembahan makanan, dupa, puak poi dan uang
Zhong Yuan Jie ini biasanya dirayakan sekitar bulan Agustus, sepanjang
bulan ketujuh, dan dikenal sebagai Perayaan Hantu yang Lapar. Perayaan ini
yang menyedihkan dari jiwa-jiwa yang tidak diperhatikan oleh orang yang masih
hidup. Secara khusus, perayaan ini didedikasikan untuk kui (hantu yang lapar)
bulan ini.
ketujuh, untuk memperbolehkan kui (roh-roh yang tidak diperhatikan atau roh-roh
yang sedang dalam masa hukuman dan dikunci di neraka) menjelajahi bumi,
adalah ketika pintu dibuka, kui ini akan keluar untuk mencari makanan dan jika
dan mengambilnya sendiri. Takut akan kunjungan ini, orang biasanya cepat-cepat
lapar.
Chong Yang Jie, yang juga dikenal sebagai Perayaan Ganda Bulan
Kesembilan, biasanya dirayakan disekitar bulan Oktober, dari hari pertama sampai
hari kesembilan di bulan kesembilan. Chong Yang Jie awalnya dilakukan untuk
merayakan musim gugur, sebelum musim dingin tiba, di mana orang-orang untuk
terakhir kalinya mengunjungi kuburan orang yang dikasihi yang telah meninggal.
Mereka akan membuat persembahan makanan dan pakaian musim dingin untuk
mereka yang telah meninggal untuk melindungi mereka dari kelaparan dan
Dewa Kaisar). Para pemuja Jiu Huan Da Di akan pergi ke tepi laut pada hari
kursi tandu berwarna kuning. Warna kuning melambangkan ratapan atas kaisar
Chong Zhen, kaisar terakhir dari Dinasti Ming yang digulingkan oleh orang-orang
para pemuja akan mengantarkan mereka kembali ke pantai, pada hari yang
perayaan, setelah berpuasa selama sebulan sebelum perayaan dimulai. Tidak ada
pengikut yang boleh yang membunuh mahluk hidup apapun selama perayaan;
ruangan atau sudut dari rumah tersebut akan disediakan untuk altar keluarga. Di
atas altar ini diletakkan papan-papan nama leluhur (biasanya yang mempunyai
pertalian keluarga langsung seperti orang tua dan kakek-nenek; papan nama para
leluhur terdahulu biasanya disimpan di klenteng). Tempat dupa, dua batang lilin
dan puak poi. Beberapa makanan dan buah-buahan juga dapat ditinggalkan di atas
altar.
ditemukan di atas altar. Persembahan dupa harian diletakkan di atas altar ini
disertai dengan persembahan dan doa-doa khusus setiap tanggal 1 dan 15, dan hari
5
Vegetarian adalah istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan orang-orang di dunia
ini yang tidak memakan daging, karena alasan-alasan kemanusiaan atau makhluk secara universal
dan juga kesehatan. Mereka tidak memakan daging-daging semua hewan, bahkan ada juga yang
tidka makan telur sebagai asal untuk tumbuh menjadi berbagai unggas. Mereka para vegetarian ini
ada yang berasal dari agama Buddha, Konfusius, Hindu, bahkan Kristen (terutama aliran Advent).
Altar Keluarga
Puak poi adalah salah satu benda yang sering dijadikan simbol di dalam
upacara paisin orang-orang Tionghoa. Puak poi tersebut juga merupakan salah
satu sarana komunikasi di dalam paisin karena sebagian besar budaya China
berdasarkan tanggapan bahwa wujudnya sebuah dunia roh. Puak poi juga menjadi
sarana bertanya kepada Dewa buat mengobati orang yang sedang sakit, dengan
obat apa orang tersebut disembuhkan. Puak poi ini juga adalah ekspresi budaya
rakyat, yang dapat dijadikan sarana bertanya untuk berbagai hal, yang tidak dapat
dijawab oleh manusia pada umumnya. Di dalam semua yang berkaitan dengan
puak poi, terkandung unsur mitos, agama, dan fenomena sosial dan budaya yang
Puak poi juga memiliki arti sebagai berikut: puak adalah meminta
petunjuk dengan melemparkan; sedangkan poi memiliki arti jadi atau terjadilah.
China telah ada sejak ribuan tahun lalu yang digunakan sebagai petunjuk
mengenai apapun kehidupan mereka. Puak poi merupakan salah satu benda dan
sarana yang digunakan untuk menanyakan hal yang ingin ditanyakan pada dewa
atau leluhur yang telah diwariskan oleh nenek moyang yang dilestarikan sampai
saat ini. Menurut pengamatan dan pengalaman penulis puak poi ini dijumpai pada
Puak poi terbuat dari dua potong batang bambu, masing-masing berbentuk
setengah lingkaran. Pada masa sekarang boleh dibuat dari bahan kayu (apa saja
jenisnya). Zaman dahulu puak poi berwarna seperti warna asli pada bambu
sedangkan pada saat sekarang ini puak poi telah terbuat dari kayu yang
penggunaan puak poi dalam setiap upacara paisin di dalam kehidupan mereka.
Semua ini menjadi satu kesatuan dalam konteks memenuhi fungsi untuk menjaga
6
Multikulturalisme adalah sebuah terminologi dalam ilmu-ilmu sosiobudaya yang acapkali
digunakan sejak dasawarsa 1970-an. Istilah ini lazim digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang keanekaragaman hidup manusia di dunia ini, atau kebijakan kebudayaan yang
menekankan perhatian kepada penerimaan terhadap realitas keanekaragaman budaya
(multikultural) yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Keanekaragaman ini menyangkut:
nilainilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme pada
dasarnya adalah gagasan yang diaplikasikan ke dalam berbagai kebijakan budaya, berdasar kepada
penerimaan terhadap realitas aneka agama, pluralitas, dan multikultural dalam kehidupan
masyarakat di dunia ini. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
54’00” Lintang Utara dan 99°06’-99 01’ Bujur Timur. Kota ini terletak pada
iklim tropis dengan suhu minimum antara 23,2-24,1 Celcius dan suhu maksimum
berkisar antara 30,6-34,1 Celcius. Selain itu, karena letaknya hanya 400 di atas
permukaan laut maka suhu di daerah ini umumnya tidak terlalu dingin (BPS
Pematangsiantar, 2015)
jiwa, dengan rumah tangga sebanyak 55.656 rumah tangga. Dengan luas wilayah
kira-kira 3.100 jiwa perkilometer persegi. Sebagian besar penduduk hidup sebagai
18 pegawai, karyawan, pedagang dan wiraswasta, dan hanya sebagian kecil yang
Pematangsiantar adalah kota yang majemuk, baik dalam hal suku maupun
agama. Meskipun kota ini dikelilingi Kabupaten Simalungun, namun data statistik
Batak Toba (Tapanuli) sebanyak 47,4 persen, disusul oleh suku Jawa diurutan
kedua sebanyak 25,5 persen, kemudian Simalungun 6,6 persen diurutan ketiga.
Selebihnya adalah Mandailing dan Angkola 5,6 persen, Tionghoa 3,7 persen,
Minangkabau 2,4 persen, dan Karo 1,7 persen. Sisanya adalah Melayu , Pakpak,
Aceh dan sebagainya. Agama yang dianut pun beraneka ragam. Mayoritas adalah
Kristen Protestan sebanyak 44,4 persen, disusul oleh Islam 43,6 persen, Katolik 5
persen, Buddha 3,2 persen, sisanya adalah Hindu, Konghucu, dan lain-lain (BPS
sebagai berikut.
Tabel 4.3
bagian dari kebudayaan etnik Simalungun. Secara umum, etnik Simalungun ini
Simalungun bahwa istilah simalungun berasal dari pokok kata lungun yang artinya
sunyi atau sepi. Ditambah awalan kata ma menjadi malungun yang berarti suatu
keadaan yang sunyi. Kemudian ditambah lagi awalan kata si yaitu sebuah sebutan
dan getah. Masyarakat Jawa datang ke daerah ini sejak abad ke-19, yang
Daerah Kabupaten Simalungun, yang umumnya dihuni oleh etnik Simalungun dan
Jawa.
berdiri sebuah kerajaan, yang disebut Kerajaan Nagur dipimpin seorang raja yang
Raya, karena daerah Simalungun ini terletak di Timur Danau Toba (M.D. Purba,
Kerajaan ini terdiri dari: (1) Kerajaan Dolok Silou dan (2) Kerajaan Panei masing-
masing dengan rajanya bermarga Purba; (3) Kerajaan Siantar yang rajanya
bermarga Damanik; dan (4) Kerajaan Tanah Jawa yang rajanya bermarga Sinaga.
dengan Sipajuh Begu-begu atau Parbegu. Sipajuh Begu-begu adalah orang yang
mengerjakan sesuatu. Selanjutnya begu dapat diartikan sebagai roh orang yang
telah meinggal dunia. Selain itu boleh pula berarti harimau. Sipajuh Begu-begu
atau seseorang yang mengerjakan penyembahan kepada begu. Kini istilah ini
selalu juga dikaitkan dengan begu ganjang, yang dapat diertikan sebagi roh-roh
yang dapat disuruh untuk mencelakai orang lain, yang digambarkan sebagai roh
yang panjang dan besar. Pada masa kini hanya sebahagian kecil saja dari etnik
Simalungun yang masih menganut religi ini. Sebagian besar telah menganut
agama Kristen (terutama Protestan) dan Islam. Sebelum masuknya agama Kristen
mempercayai kekuatan di jagad raya ini berupa roh-roh yang dapat mengatur
keberadaan hidup manusia. Untuk mendapatkan tingkat hidup yang baik, maka
mereka harus mengadakan hubungan baik dengan roh-roh ini. Salah stunya
jenis, yaitu: tondui, begu, simagot, dan sahala. Tondui adalah roh seseorang, yang
telah meninggal dunia dan mengembara di alam semesta ini dan mau mengganggu
kehidupan manusia. Manakala simagot adalah roh manusia yang telah meninggal
kepentingan keturunannya jika dipuja dan dihormati secara baik. Sahala adalah
terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya. Anggota kerabat satu ayah disebut
istilah tolu sahundulan lima saodoran (“kedudukan yang tiga barisan yang lima”),
terdiri dari: tondong (pihak pemberi isteri), sanina (pihak satu marga) dan anak
boru (pihak pengambil isteri). Ditambah dua kelompok lagi yaitu tondong ni
tondong (tondong dari pihak pemberi isteri) dan boru ni boru (boru dari
pengambil isteri). Pada setiap upacara adat dan pelaksanaan horja (pesta), semua
Religi selain agama Kristen dan Islam, dan masih ada pengikutnya sampai
kini, yang dianut oleh sebahagian masyarakat Batak Toba adalah Parmalim,
Raja Batak, karena religi ini diyakini oleh sebagian besar orang Batak Toba,
gerakan keagamaan dan politik, yaitu Parmalim; dan sebagai gerakan ekstrimis
berani mati, yaitu Parhudamdam (Sangti, 1977:79). Setelah perang Lumban Gorat
Balige pada tahun 1883, seorang keperayaan Raja Si Singamangaraja XII yang
Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824. Kedua pendeta ini mencoba
Kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba. Kemudian tahun
1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat, mengirimkan dua orang pendeta,
yaitu Munson dan Lymann. Kedua misionaris ini dibunuh oleh penduduk di
Juli 1834. Tahun 1849, Kongsi Bibel Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N.
van der Tuuk untuk meneliti budaya Batak. Ia menyusun Kamus Batak-Belanda,
Tanah Batak melalui budaya. Tahun 1859, Jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh
para pendeta dari Rheinische Mission Gesellschaft (RMG), pada masa sekarang
sampai saat ini berjalan lambat. Kemudian tahun 1862 datanglah pendeta RMG,
yang kemudian diterima oleh masyarakat Batak Toba, yaitu Dr. Ingwer Ludwig
Sampai dekade-dekade awal abad kedua puluh, sebagian besar etnik Batak Toba
masyarakat Batak Toba merupakan hal yang rumit, karena erat sekali
dirinya sebagai keturunan Si Raja Batak, yang kalau diurutkan juga sebagai
7
Mite adalah bagian dari folklor (cerita rakyat). Dari semua bentuk atau genre folklor,
yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Mengikut William R.
Bascom, cerita prosa rakyat dapat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: (1) mite
(myth), (2) legenda (legend) dan (3) dongeng (folktale). Mite adalah cerita prosa rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh pemilik cerita. Mite ditokohi para dewa atau
makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita
kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-
ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap
suci—namun legenda ditokohi oleh manusia, meski kadangkala memiliki sifat-sifat luar biasa, dan
sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di duania seperti yang kita
kenal sekarang, waktu terjadinya belum begitu lama. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak
dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita, tidak terikat oleh waktu dan ruang. Lihat
William R. Bascom (1965). Parafrase pengertian tiga bentuk cerita rakyat ini lihat Djames
Danandjaja (1984:50-51).
satu hal yang sangat penting. Sedemikian pentingnya, sehingga dalam kehidupan
Sejauh ini tidak ada orang Batak Toba tanpa marga. Melalui marga orang-orang
merupakan salah satu aspek mendasar dalam dalihan na tolu, yang selalu
diterjemahkan sebagai tungku nan tiga, yaitu sebuah ungkapan yang menyatakan
berarti tungku yang terdiri dari tiga buah batu, yang digunakan untuk memasak.
Konsep tersebut diterapkan pada sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba
yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: (1) dongan sabutuha (teman semarga); (2) hula-
hula (keluarga dari pihak istri); (3) boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).
konsep: (1) molo naeng ho sangap, manat mardongan tubu, artinya jika kamu
ingin menjadi orang terhormat, hati-hatilah dan cermat dalam bergaul dengan
marhula-hula, artinya jika ingin keturunan banyak hormatilah hula-hula dan (3)
molo naeng namora, elek ma ho marboru, artinya kalau ingin kaya, baik-baiklah
kepada boru. Demikian secara umum keberadaan etnik Batak Toba, termasuk
Berikutnya etnik Jawa adalah etnik mayoritas yang ada di Sumatera Utara.
Sejak berabad lalu mereka melakukan migrasi ke kawasan ini. Perpindahan orang-
bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Walaupun demikian ada daerah-daerah yang
secara kolektif sering disebut daerah Kejawen. Sebelum ada perubahan status
wilayah seperti sekarang ini daerah itu meliputi Banyumas Kedu, Yogyakarta,
Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di tuar tersebut dinamakan daerah
berbagai daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat variasi dan perbedaan-
perbedaan mengenai berbagai istilah teknis, dialek, bahasa, dan lain sebagainya.
Namun kalau diteliti lebih jauh hal-hal itu masih merupakan suatu pola atau satu
Agama yang dianut mayoritas orang Jawa adalah agama Islam, kemudian
agama Kristen Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha. Orang santri adalah mereka
yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran Islam. Sedangkan orang
Islam Kejawen biasanya tidak menjalankan shalat, puasa, dan tidak bercita-cita
naik haji, tetapi mereka mengakui ajarn-ajaran agama Islam pada umumnya.
Orang Jawa mempunyai kepercayaan adanya suatu kekuatan yang melebihi segala
kekuatan di mana saja yang pernah mereka kenal, yakni kesakten, kemudian
arwah atau roh le1uhur dan mahluk-mahluk halus seperti memedi, lelembut, tuyul,
berselarnatan, dan bersaji. Kedua cara terakhir ini kerap kali dijalankan oleh
sehari-hari.
dengan pihak Kerajaan Jawa. Begitu juga Kerajaan Malaka. Kampung Jawa di
pemukiman orang Jawa kira-kira 500 orang yang disebut Kota Jawa (Luckman
Sinar, 1985:6), dan daerah Asahan sekitar Pasir Putih dikatakan sebagai
(Anderson, 1971:136).
berlangsung pada abad kedelapan atau kedau belas sebelum Masehi. Dengan
melihat ciri-ciri khas bentuk fisik dan temperamennya, maka nenek moyang
kemerdekaan, banyak orang Toba yang merantau dan menetap di daerah ini,
yang sampai sekarang bertambah terus jumlahnya. Selain orang Toba, terdapat
juga orang Minangkabau yang datang dari Sumatera Barat dan umumnya
tumpuan"). Sistem kekerabatan ini terdiri dari tiga unsur fungsional yang
dengan lainnya yang berupa ikatan darah (genealogis) dan ikatan perkawinan.
Ketiga kelompok tersebut adalah: (1) mora, (2) kahanggi, dan (3) anak boru.
Mora adalah kelompok kerabat yang memberi anak perempuan atau pihak
pemberi isteri. Kahanggi yaitu kelompok keluarga yang mempunyai satu garis
keturunan yang sama atau disebut juga keluarga semarga. Anak boru yang
Harahap, 1986:12).
Selain itu ada sistem sosial berdasarkan garis keturunan yang disebut
marga Lubis dan Nasution merupakan marga yang paling banyak jumlah
terbesarnya.
berbagai kebudayaan, yaitu kota multikultural, seperti juga halnya Kota Jakarta,
puak poi.
Dari Tabel 4.3 dan bagan 4.1 seperti terlihat di atas, maka masyarakat
pastilah lebih kecil lagi. Dengan komposisi yang demikian, maka orang-orang
dan Katolik adalah etnik Batak Toba dan Simalungun. Sementara itu, agama Islam
mayoritas dianut oleh suku Jawa, Mandailing, Melayu, Aceh, dan lainnya. Orang-
dan Konghucu, dan juga Protestan dan Katolik. Orang Tionghoa yang beragama
(yang terkenal salah satu di antaranya adalah kopi tiam Sedap, dan juga roti ganda
Tionghoa ini ada juga yang berusaha sebagai penanam sayur-mayur, yang selalu
kota Pematangsiantar adalah kota terbesar kedua setelah kota Medan, tidak hanya
dalam hal penduduk tetapi juga dalam hal industri. Sektor industri merupakan
kegiatan ekonomi.
yang menyerap tenaga kerja lebuh dari 4.600 orang. Pada tahun 2006 industri
besar dan sedang menghasilkan nilai produksi sebesar Rp. 2,59 triliun, dan
memberikan nilai tambah sebesar Rp 1,2 triliun. Hasil industri antara lain dalah
rokok putih filter dan non filter serta tepung tapioka. Salah satu pabrik rokok
terkenal di Sumatera Utara terdapat di Kota ini yaitu Pabrik Rokok Sumatera
merupakan daerah Kerajaan Siantar yang berpola sistem politik etnik Simalungun,
yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dinasti keturunan marga
Kota Pematangsiantar
717 Kota Siantar berubah menjadi Gemeente yang punya Dewan Kota. Pada masa
Reformasi. 8
8
Reformasi merupakan suatu perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu
masa. Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden
Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden B.J. Habibie. Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu
menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi
Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya.
Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari
dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Setelah itu kepemimpinan Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, kemudianm
Megawati Sukarnoputri, Soesilo Bambang Yoedhoyono, dan kini 2015-2019 dipimpin oleh Joko
Widodo.
Gambar 4.4:
DI PEMATANGSIANTAR
Bab V ini berisi analisis fungsi dan makna puak poi dalam konteks
bagian, yaitu (1) analisis fungsi dan (2) analisis makna puak poi. Namun
5.1 Fungsi
Puak poi telah merupakan benda wajib yang ada di setiap kelenteng,
paisin. Hal ini dikarenakan mereka masih mempercayai fungsi dari puak poi
Jadi, di dalam kebudayaan Tionghoa, puak poi memiliki peranan yang sangat
penting dalam konteks menjalankan ritual paisin. Puak poi mempunyai beberapa
Pematangsiantar.
kaya akan simbol. Simbol telah digunakan dalam kebudayaan Tionghoa sejak
yang masih bertahan sampai saat ini. Masyarakat Tionghoa begitu menghargai
kebudayaan mereka yang secara turun temurun telah mereka yakini. Orang-orang
Tionghoa sampai saat ini masih menganggap bahwa simbol-simbol yang ada di
dalam kehidupan mereka masih sangat berfungsi bagi kehidupan mereka. Etnis
masing. Hal ini sesuai dengan landasan teori fungsionalisme Malinowski yang
Simbol dan kebudayaan Tiongkok hampir selalu ada pada acara ataupun
upacara paisin. Adapun simbol dalam upacara tersebut adalah benda yang sering
dijadikan sebagai simbol dari kebudayaan itu sendiri seperti dupa, lilin, dan puak
poi.
mempercayai fungsi dari puak poi tersebut. Menurut mereka puak poi merupakan
peninggalan dari leluhur mereka yang harus tetap dijaga dan dilestarikan agar
tidak terkikis oleh budaya yang lain dan sering ditemukan dalam upacara paisin.
peracaya dan meyakini puak poi tersebut dan selalu menggunakannya pada saat
upacara paisin. Dia mengaku bahwa menggunakan puak poi merupakan tradisi
turun-temurun yang diwariskan oleh para nenek moyang mereka dalam kehidupan
kunci, disertai dengan kajian fungsional secara budaya terdapat fungsi-fungsi dari
hidupnya.
waktu.
tiga alam yaitu: Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka, maka untuk
seperti bhiksu atau dukun. Komunikasi melalui medium manusia yang menguasai
kebaikan hidup di dunia ini, seperti rezeki, jodoh, nasib baik, pekerjaan, dan hal-
hal sejenis. Dalam situasi yang sedemikian rupa komunikasi ini tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam sistem religi masyarakat Tionghoa digunakan pula
komunikasi antara manusia dengan Alam Langit dan Alam Baka tersebut, yaitu
dengan Tuhan/Dewa atau roh nenek moyang, maka puak poi memiliki fungsi
utama di sini. Puak poi dalam hal ini merupakan jawaban dari Tuhan/ Dewa atau
diajukan oleh para pelaksana paisin ini, berkisar pada seputar bagaimana
mengatasi permasalahan hidup. Demikian pula para manusia yang bertanya ini
leluhurnya di Alam Baka sana. Dapat juga mereka memohon petunjuk dari para
kemudian dijawab melalui media puak poi ini. Jadi fungsi komunikasi puak poi
ini dapat diklasifikasikan kepada dua komunikasi timbal balik (dua arah):
1. Komunikasi manusia dengan Alam Langit, dalam hal ini Tuhan dan
Dewa-Dewa.
2. Komunikasi manusia dengan Alam Baka, dalam hal ini para leluhur yang
telah meninggalkan dunia dan hidup di Alam Baka, atau makhluk gaib
lainnya.
5.1.1.2 Fungsi Puak Poi sebagai Sarana Komunikasi dengan Tuhan dan
Dewa
Tionghoa, terutama dari ajuaran Tao, Konghucu, dan Buddha, bahwa terdapat tiga
alam, yaitu: ALam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka. Orang-orang Tionghoa
ini mempercayai bahwa di Alam Langit terdapat tempat tinggal Thien dan juga
para Dewa dan Dewi. Tuhan adalah sebagai pencipta seluruh alam tersebut dan ia
Maha Kuasa. Jika manusia mengalami berbagai persoalamn hidup, atau ingin
kepada Yang Maha Kuasa ini yaitu Thien. Oleh karena itu dilakukanlah upacara
bertanya tentang masalah hidupnya ini, baik itu mengenai rezeki, jodoh,
Tuhan tersebut dijawab melalui puak poi, dengan kemungkinan adalah tiga
(penyampai pesan awal). Pelaku paisin ini meminta kepada Tuhan melalui pesan-
tersebut didukung oleh peralatan upacara seperti: dupa, hio, asap hio, dan yang
Setersunya pesan atau message ini disampikan kepada Tuhan, yang dalam
pertanyaan dan sekaligus permintaan pelaku paisin tadi adalah hak Tuhan secara
absolut, apakah Ia jawab ya, digantung, atau tidak. Apakah permintaan dikabulkan
atau ditolak. Dalam hal ini puak poi menjadi sarana penting dalam konteks
Konghucu (dan Tao) serta Buddha mempercayai berbagai Dewa dan Dewi.
Umumnya para Dewa dan Dewi ini memiliki sifat dan kemampuan khusus dalam
menggunakan media puak poi ini, selalu bertanya dan memohon petunjuk kepada
para Dewa sesuai dengan sifat dan kemampuan khususnya. Sepertrti telah
menujukan pertanyaan dan petunjuk kepada Dewa Hok Tek Ceng Sin dan Dewa
bertanya dan petunjuk dari Dewa Kemakmuran. Atau berbagai masalah kehidupan
yang universal seperti mohon kebijaksanaan dan cinta kasih (welas asih) di dalam
hidup mereka memohon kepada Dewi Kwan Im, dan lain-lainnya. Fungsi puak
poi sebagai saran komunikasi kepada Tuhan dan para dewa ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
ALAM LANGIT
komunikan
Thien
Dewa-Dewi Kwan
Im, Hok Tek Ceng
Sin,Dewa
Kemakmuran, dll
komunikasi
Orang yang
melakukan komunikator
paisin
KEBUDAYAAN
TIONGHOA
ALAM DUNIA
ALAM BAKA
Dalam hal komunikasi ini, maka salah satu fungsi puak poi lainnya adalah
sebagai sarana komunikasi dengan para leluhur yang berada di Alam Baka. Dalam
proses komunikasi yang seperti ini, maka orang yang melaksanakan paisin
bertanya kepada para leluhur tentang berbagai hal. Di antara pertanyaan itu adalah
tentang kabar leluhur di Alam Baka. Atau dapat juga bertanya tentang bagaimana
asap hio, jumlah hio, dan puak poi adalah benda-benda pendukung komunikasi.
Selanjutnya leluhur atau para leluhur di Alam Baka sana dipandang sebagai
atau permohonan petunjuk dari kerabatnya yang ada di dunia. Berikut ini adalah
gambaran fungsi puak poi sebagai sarana komunikasi dengan para leluhur.
Para Leluhur
ALAM LANGIT
Thien
Dewa-Dewi Kwan
Im, Hok Tek Ceng
Sin,Dewa
Kemakmuran, dll
ALAM BAKA
ALAM DUNIA
pertanyaan dan pesan
mohon petunjuk komunikasi
JAWABAN
DAN PETUNJUK komunikasi bertanya Para leluhur
peralatan komunikasi
Orang yang
melakukan komunikator
paisin
KEBUDAYAAN
TIONGHOA
Seterusnya fungsi puak poi lebih jauh selepas sebagai media komunikasi,
manusia di dalam menjalani kehidupannya di muka dunia ini. Siapa saja manusia
dan di mana saja dia berada, di dalam rangka menjalani kehidupannya, manusia
petunjuk dari Tuhan atau makhluk-makhluk yang dipandang lebih berkuasa dari
Dalam hal ini puak poi jika dipandang dari sudut kebudayaan yang lebih
manusia di dunia ini. Permasalah mengenai apa yang harus diperbuatnya di dunia
ini, dapat meminta tolong kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (Thien). Untuk
pertanyaan dan petunjuk kepada Dewa Hok Tek Ceng Sin dan Dewa Cai Sen.
sehingga dia masuk ke dalam kategori oranmg miskin selama ini, dia dapat
memohon rezeki yang lebih baik dari Dewa Kemakmuran. Begitu pula untuk
kebijaksanaan dan cinta kasih (welas asih) di dalam hidup, mereka memohon
solusi jawaban terhadap permasalahan hidup ini. Salah satu medianya adalah puak
poi. Dengan demikian, puak poi ini menyumbang kepada konsistensi internal
Fungsi puak poi yang digunakan dalam upacara paisin dalam rangka
berkaitan dengan kosmologi Tionghoa, dikenal tiga alam ciptaan Thien yaitu
Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka. Alam Langit adalah tempat
bersemayamnya Tuhan Yang Maha Kuasa (Thien), juga para Dewa dan Dewi
Selain itu terdapat pula Alam Baka. Alam ini dipercayai oleh orang-orang
Tionghoa terutama yang menganut sistem religi Konghucu, Tao, dan Buddha
sebagai tempat leluhur yang telah meninggalkan dunia ini, termasuk juga
makhluk-makhluk gaib. Baik Alam Langit, Alam Dunia, mapun Alam Baka,
memiliki ciri-ciri dan sifat yang hampir sama, yaitu dihuni oleh masyarakat yang
percaya adanya hubungan antara ketiga alam ini. Jikalau terjadi kerusakan di salah
karena itu, untuk menjaga harmoni kosmos, diperlukan hubungan yang baik
antara tiga alam ini. Salah satu penyumbang harmoni atau keseimbangan alam itu
tersebut, yang pada saatnya menjaga harmoni hubungan. Dengan demikian alam
ini berjalan pada perjalanan yang telah diatur oleh Thien, dan harmonilah
Karena dalam membersihkan altar tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Hal
ini dikarenakan masyarakat Tionghoa mempercayai dewa yang ada di altar atau
papan nama leluhur yang berada di altar hidup. Kegiatan ini juga dapat dipandang
sistem religi masyarajat Tionghoa, terutama sistem religi Konghucu, Tao, dan
Ketiga agama ini memiliki konsep yang “sama” tentang Tuhan. Dalam
ajaran Konghucu segala sesuatu yang ada di Alam Dunia, Alam Langit, dan Alam
Baka adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian pula ajaran Tao (Dao)
bahwa pusat dari alam ini yang terdiri dari Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam
Baka adalah Dao atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Di dalam ajaran agama Buddha
dijelaskan bahwa Tuhan itu adalah yang mutlak adanya, Tuhan tidak bermula dan
tidak berakhir, Tuhan yang mengatur semua yang diciptakan. Tuhan memeliki
keteraturan alam. Manusia hanya salah satu makhluk saja di dunia ini, yang wajib
melakukan harmonisasi dengan semua makhluk, baik itu alam sekitar, makhluk
hidup lainnya (hewan dan tumbuhan), begitu juga dengan makhluk-makhluk gaib,
Di dalam aktivitas paisin yang menggunakan puak poi ini juga tersirat
dilahirkan kembali ke dunia, dia berada di Alam Baka. Dalam keadaan yang
hubungan kekerabatannya melalui puak poi dan paisin. Melalui aktivitas dan
patrilineal adalah cara menarik garis keturunan yang berasal dari pihak ayah.
Sebaliknya masyarakat atau kelompok etnik yang menarik garis keturunan dari
pihak ibu, secara antropologis lazim disebut dengan matrilineal. Kalau menarik
patrialineal (patriachart). Dalam hal ini mereka memiliki marga (klen) tertentu
sangat menghargai diri, keluarga inti, keluarga besar, dan keturunannya. Mereka
memiliki marga-marga seperti Lim, Lee, Tung, Tong, Tan, Han, dan lain-lain.
Melalui penggunaan puak poi yang dilakukan melalui aktiivitas paisin ini,
dan kekerabatan. Dengan cara bertanya kepada para leluhur yang dipercayai hidup
di Alam Baka, maka seseorang yang melakukan paisin melalui artefak puak poi
rupa yang dapat dihubungi melalui puak poi. Selanjutnya setelah menyadari akan
garis keturunan ini, maka nilai-nilai internal yang ia serap adalah perlunya
keluarga dan kerabat yang besar ini dipercaya akan dapat mengatasi semua
permasalahan hidup, baik di dunia maupun alam baka. Demikian salah satu fungsi
penting dalam konteks manusia menjalani sejarah hidupnya. Namun di sisi lain
perubahan juga tidak dapat ditolak, karena perubahan itu memang menjadi sifat
puak poi ini, salah satu fungsinya adalah menjaga kontinuitas kebudayaan dalam
kepada Alam Langit dan Alam Baka dengan Alam Dunia, maka secara alamiah
karena artefak dan kegiatan ini adalah sebagai penciri utama identitas orang-orang
Tionghoa.
ditentang, tetapi adalah bagaimana secara arif dan bijaksana mengelola perubahan
jelas adalah puak poi itu sendiri pun matrialnya berubah, dari bambu menjadi
berkembang dapat juga menggunakan kayu. Dari bambu dengan warna alamiah
dengn kayu yang seluruh permukaannya dicat merah juga adalah menandakan
perubahan.
menikah dengan bukan orang Tionghoa, dapat saja orang Batak Toba,
Protestan, Katolik, atau Islam, namun terus mengekalkan berbagai ide, aktivitas,
maupun artefak berciri Tionghoa. Misalnya dalam perayaan Imlek, semua warga
Tionghoa dari sistem religi atau agama apa saja pastilah terlibat. Demikian
pandangan penulis dalam mengkaji salah satu fungsi puak poi sebagai menjaga
masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar itu dapat dilihat pada bagan berikut ini.
FUNGSI-FUNGSI
Puak Poi
Aktivitas
Paisin
Setelah menganalisis fungsi puak poi, maka berikut kita akan membahas
tentang makna puak poi secara semiotik, di dalam konteks upacara paisin pada
menjadi nyata setelah dipraktikkan di dalam aktivitas paisin, dan dapat dikaji
melalui artefak yang digunakan yaitu puak poi. Jadi ada hubungan yang
berkesinambungan antara gagasan budaya yang berkaitan dengan puak poi ini,
dengan aktivitas paisin, dan artefak puak poi itu sendiri. Untuk itu perlu dikaji
paisin dijadikan sebagai simbol dari kebudayaan mereka. Bagi etnik Tionghoa
pada masa itu benda-benda yang dijadikan sebagai simbol tersebut memiliki
makna tersendiri dalam menjalankan ritual paisin. Puak poi dijadikan sebagai
salah satu benda yang dijadikan sebagai simbol penanda dalam ritual paisin.
Secara etimologis atau harfiah, puak poi juga memiliki arti sebagai
Jadi secara etimologis puak poi bermakna meminta petunjuk dengan cara
melemparkan benda yang disebut puak poi dan kemudian petunjuk tersebut
penulis) puak poi dalam budaya China telah ada sejak ribuan tahun lalu yang
merupakan salah satu benda dan sarana yang digunakan untuk menanyakan hal
yang ingin ditanyakan pada para Dewa atau roh leluhur, yang telah diwariskan
oleh nenek moyang dan perlu dilestarikan. Menurut pengamatan dan pengalaman
penulis puak poi ini dijumpai pada sebahagian besar upacara paisin masyarakat
Tionghoa.
Puak poi adalah salah satu benda yang sering dijadikan simbol di dalam
upacara paisin orang-orang Tionghoa. Puak poi tersebut juga merupakan salah
satu sarana komunikasi di dalam paisin karena sebagian besar budaya China
berdasarkan tanggapan bahwa wujudnya sebuah dunia roh. Puak poi juga menjadi
sarana bertanya kepada Dewa buat mengobati orang yang sedang sakit, dengan
obat apa orang tersebut disembuhkan. Puak poi ini juga adalah ekspresi budaya
rakyat, yang dapat dijadikan sarana bertanya untuk berbagai hal, yang tidak dapat
dijawab oleh manusia pada umumnya. Di dalam semua yang berkaitan dengan
puak poi, terkandung unsur mitos, agama, dan fenomena sosial dan budaya yang
Puak poi pada masyarakat Tionghoa sangat berperan penting sebagai salah
satu peninggalan kebudayaan yang masih terjaga hingga saat ini. Puak poi
merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi yang mudah
peninggalan para nenek moyang secara turun temurun yang sampai saat ini masih
Menurut pendapat Bapak Aliang, yang hampir memiliki pendapat yang sama
bahwa puak poi merupakan salah satu benda yang dijadikan sebagai penanda
Dari hasil penelitian terhadap kedua informan yang telah penulis wawancarai
tentang makna puak poi adalah keduuanya memiliki pendapat yang hampir sama
dan mereka percaya terhadap puak poi tersebut. Mereka berpendapat bahwa puak
poi dapat membantu mereka untuk berkomunikasi kepada dewa dan leluhur serta
dapat membantu memecahkan masalah mereka dengan bertanya kepada dewa atau
leluhur melalui media puak poi tersebut. Oleh sebab itu, etnis Tionghoa di
Bila kita melihat puak poi pasti kita langsung mengetahui bahwa puak poi adalah
salah satu peninggalan kebudayaan Tionghoa, karena puak poi identik dengan
dalam upacara paisin dan kebudayaan Tionghoa dan diibaratkan sebagai identitas
masyarakat Tionghoa.
Puak poi juga memiliki arti di mana puak berarti meminta petunjuk
dengan melemparkan dan poi jadi. Dengan demikian puak poi ini adalah medium
kemudian memberikan jawabannya, yang dapat dilihat dari posisi puak poi
menyentuh lantai atau bidang sentuh lainnya. (a) Kemungkinan pertama adalah
terbuka satu atau tertutup satu. Kemungkinan ini juga ada dua. Katakanlah puak
poi sebelah kiri (kr) dan kanan (kn) dilepmarkan ke atas secara bersamaan, maka
kemungkinan adalah terbuka kiri tertutup kanan sebesar 50 % dan begitu juga
terbuka kanan dan tertutup kiri sebesar 50 % dari sejumlah x lemparan yang
Adapun arti jawaban atau makna dari puak poi tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Sengpoi (terbuka satu dan tertutup satu), seng yang berasal dari bahasa
Hokkien yang berarti baik atau bagus menandakan pertanda baik atau sebagai
jawaban, ”Ya” dari Tuhan, Dewa, atau dari para leluhur terhadap pertanyaan
yang diajukan. Biasanya jika dalam sekali meminta dan melempar langsung
tersebut hanya cukup sekali saja menanyakan apa yang ingin ditanyakannya.
Sengpoi
Bagan Sengpoi
2. Jiupoi (keduanya terbuka), jiu yang berasal dari bahasa Hokkien yang artinya
tertawa mendadakan Tuhan, Sang Dewa, atau para leluhur merasa lucu dan masih
Biasanya orang yang menggunakan puak poi tersebut jika mendapatkan jawaban
jiupoi akan mengulangi kembali dengan jedah waktu 3-5 menit kemudian.
Normanya secara religius hanya boleh dilakukan sebanyak 3 kali saja, sekali dan
diulang 2 kali.
Jiupoi
Bagan Jiupoi
3. Kampoi (keduanya tertutup), kam yang berasal dari bahasa Hokkien yang
berarti tutup atau tertutup merupakan suatu pertanda tidak baik atau buruk dan
jawaban tidak dari Tuhan, Dewa, ataupun para leluhur. Biasanya jika terjadi
kampoi, Tuhan/Dewa atau leluhur sedang dalam keadaan marah dan tidak mau
menit kemudian. Dalam hal ini penanya yang disertai dengan upacara paisin
jika tidak mendapatkan jawaban, maka orang yang menggunakan puak poi
tersebut akan kembali di lain waktu atau bahkan tidak akan kembali lagi
menanyakan hal yang sama. Dalam realitias religi, sejauh yang penulis amati,
Kampoi
Bagan 5.7:
Bagan Kampoi
Tuhan/Dewa dan roh-roh leluhur ini, secara pasti dapat dikategorikan sebagai
indeks. Dalam kajian-kajian semiotik yang dimaksud dengan indeks itu adalah
suatu kejadian yang sebenarnya diakibatkan oleh sebuah kejadian awal. Dalam hal
ini contoh yang menarik dari kajian semiotik yang termasuk kepada indeks adalah
adanya asap karena adanya api. Atau dalam kalimat lain terjadinya asap karena
adanya sumber api. Tidak mungkin asap itu muncul atau eksis sendiri tanpa
adanya api.
Dalam hal sepasang puak poi yang dilempar dan kemudian mendarat pada
bidang tertentu ini, maka itu hanyalah indeks dari jawaban Tuhan/Dewa atau para
melalui upacara paisin. Jawaban indeksikal ini sifatnya adalah tertutup. Artinya
hanya ada tiga jawaban saja dari Tuhan/Dewa (di Alam Langit) atau para roh
DATA ANALISIS
Teks yang menjadi bahan kajian ini, dipilih dalam konteks upacara
yaitu menanya rezeki, jodoh, pengobatan, kerja, kelulusan, proses pendidikan, dan
komunikasi verbal, sebagai berikut: “Akong dan ama, ini Juli datang ingin
menanyakan bagaimana rezeki saya dalam pekerjaan saya akhir-akhir ini. Ingin
bertanya apakah lancar-lancar saja atau terhambat, karena adanya halangan yang
datang? Kalau rezeki saya bagus, saya mohon puak poi yang saya lemparkan ini
rezekinya. Beliau berkomunikasi kepada akong dan amanya. Akong dan ama ini
dipercayai Juli hidup di alam lain, namun masih dapat berkomunikasi dengan
alam manusia. Jawaban tersebut pun dimaknai sebagai sebuah kebenaran bagi
pelaku ini.
adalah Chandra (laki-laki) umur 35 tahun, dengan alamat di Jalan Sriwijaya, Kota
Dewa (Zhu) adalah sebagai berikut: “Zhu wa ai mui,wa e jodoh ancua? Wa lao
liao boi kek hun. Wa u kin kak cabo. I ane sui. Tapi wa ane kia ai kong kak i wa
ane gien kak i loh. Zhu bantu wa lah. Kak wa buka i e mata hati. Mai ho wa
jawaban yang bo pasti. Tolong co sengpoi mai co kampoi lah. Kamsia Zhu.”
[artinya: Dewa saya mau bertanya, bagaimana jodoh saya? Saya telah tua tapi
masih belum menikah. Saya ada dekat dengan seorang wanita. Dia sangat cantik.
Tapi saya sangat takut mengatakan kepadanya kalau saya sangat suka dia. Dewa
bantu saya. Tolong bantu saya membuka mata hatinya. Jangan berikan saya
jawaban yang tidak pasti. Tolong berikan sengpoi jangan buat kampoi. Terima
berusia relatif tua. Secara manusiawi setiap orang yang berusia tua dan belum
menikah, maka risau hati dan gundah gulana bagaimana nasibnya. Untuk itu ia
bertanya kepada Dewa yang memang mengetahui nasibnya ini. Dari teks bahasa
tersebut nampak bahwa yang menjadi pilihannya adalah wanita yang cantik.
petunjuk serta jawaban Dewa. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks
pertanyaan ini.
adalah seorang tabib bernama lai an (laki-laki) umur 58 tahun , dengan alamat di
Jalan Mataram II, Kota Pematangsiantar. Adapun pertanyaan verbal beliau adalah:
“Dewa ini saya punya pasien yang sedang sakit kanker dan datang berobat dengan
saya dengan cara pengobatan tradisional dan di dukung dengan doa. Dewa saya
mau memberikan obat yang telah saya racik. Jika memang pasien saya akan
segera sembuh jika menjalani pengobatan dengan saya, berikan sekali sengpoi.
Dari teks pertanyaan kepada Dewa tersebut, tampak bahwa beliau tidak
mau sembarangan dalam memilih obat untuk pasiennya dan berusaha untuk
menyembuhkan pasien yang datang kepada beliau untuk berobat. Untuk itu beliau
bertanya kepada Dewa yang dapat membrikan jawaban atas pertanyaan beliau.
Untuk mengatasi ini beliau melakukan upacara paisin dan memohon petunjuk
pertanyaan ini.
li? Wa e cokang apa bo? Kalau papa setuju wa cokang khi napeng, ho wa sengpoi
[“Pa, besok saya mau melamar pekerjaan. Saya telah membuat persiapan.
Pendapat papa bagaimana? Saya dapat kerja atau tidak? Kalau papa setuju saya
kerja disana, kasih saya sengpoi. Terima kasih pa.”] Jawabannya adalah: kampoi
Dari teks pertanyaan tersebut bahwa beliau sangat berhati-hati dalam memilih
pekerjaan dan berusaha meminta saran dari orang tuanya yang telah tiada.
adalah Nita, Umur 22 tahun dengan alamat di jalan Tanah Jawa Kota
“Kwain im, apakah saya akan lulus dalam ujian kali ini? Saya telah belajar dengan
giat dan selalu mengulang pelajaran yang akan diujiankan. Apakah saya juga akan
mendapatkan nilai yang bagus di ujian kali ini? Berikan saya jawaban dewi.”
dengan cara menanyakan sesuatu yang mengganjal hatinya kepada Kwain im.
(f) Menanyakan proses pendidikan. Pelaku upacara paisin ini adalah Fitri,
“Dewa, tahun ini saya telah mulai belajar di perguruan tinggi dan pasti ini jenjang
yang lebih susah dibandingkan yang sebelumnya. Dewa , apakah saya dapat
mengikuti pelajaran yang akan datang? Dan apakah saya akan mendapatkan nilai
Dari teks pertanyaan tersebut dapat diketahui bahwa pelaku sangat ingin
mengetahui apakah dia dapat mengikuti pelajaran di perguruan tinggi atau tidak.
ini Fani, umur 15 tahun dengan alamat di jalan Mataram I Kota Pematangsiantar.
Dari teks tersebut dapat diketahui bahwa anak tersebut meminta izin untuk
membersihkan altar sembahyang dari leluhurnya yang telah tiada agar tidak
6.1 Simpulan
Setelah diuraikan secara rinci dari Bab I sampai Bab V, maka pada Bab VI
ini, penulis memaparkan simpulan dari penelitian yang ditulis dalam bentuk
skripsi sarjana ini. Simpulan yang dibuat adalah untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan pada pokok masalah, yaitu: (1) bagaimana fungsi puak poi pada upacara
bagaimana makna puak poi pada upacara paisin di dalam kebudayaan masyarakat
Tionghoa di Pematangsiantar.
yang telah turun-temurun diyakini. Salah satunya penggunaan puak poi dalam
dalam kebudayaan Tionghoa yang sering mereka gunakan bukan hanya sebagai
penanda identitas mereka sebagai orang Tionghoa, tetapi puak poi mempunyai
penelitian ini, untuk mengkaji fungsi puak poi digunakan terori fungsionalisme
wawancara terhadap informan dapat diketahui bahwa puak poi yang ada di dalam
berikut.
masih digunakan dalam kehidupan hingga saat ini. Hal ini sesuai dengan teori
kebudayaan yang bermanfaat bagi masyarakat, maka ia akan dapat bertahan dalam
ruang dan waktu, yang diekspresikan dalam pola kelakuan yang telah menjadi
kebiasaan.
Selain memiliki fungsi, puak poi juga memiliki makna dalam kehidupan
berikut.
1. Secara etimologis atau harfiah, puak poi memiliki arti sebagai berikut. Istilah
ini didukung oleh dua kata yaitu: puak yang maknanya adalah meminta
petunjuk dengan melemparkan; poi memiliki makna jadi atau terjadilah. Jadi
melemparkan benda yang disebut puak poi dan kemudian petunjuk tersebut
3. Makna dari puak poi adalah sebagai penanda yang digunakan dalam kehidupan
4. Puak poi memiliki makna dalam bentuk tiga penanda (signified) jawaban dari
Tuhan/para dewa atau leluhur atas apa yang ditanyakan. Sengpoi yang
merupakan jawaban iya atau baik, jiupoi yang merupakan jawaban yang masih
ragu belum adanya kepastian dan kampoi merupakan jawaban yang mendakan
tidak. Hal inilah yang masih menjadikan puak poi tersebut sebagai alat
dari tiga panandaan tersebut yang masih diyakini oleh masyarakat Tionghoa di
Pematangsiantar.
kehidupan yang diinginkan oleh para pelaksana upacara paisin ini. Adapun
maknanya. Semua fungsi dan makna baik secara budaya, sosial, dan religi ini
kebutuhan hidup berupa material dan spiritual orang-orang Tionghoa. Semua ini
kebudayaan yang telah dibangun selama berabad-abad, yaitu apa yang disebut
paling luas adalah untuk mencapai harmoni sosial, kebudayaan, dan kosmik
(alam).
6.2 Saran
dimanfaatkan dalam kehidupan kita sekarang ini. Generasi muda sekarang ini
telah mulai tidak begitu memahami dan memperhatikan nilai-nilai budaya yang
terkandung di dalam berbagai simbol peninggalan leluhur, baik itu simbol dalam
artefak, perbuatan atau prilaku, apalagi simbol dalam bentuk gagasan. Melalui
budaya yang dikandung dalam puak poi tersebut di dalam konteks upacara paisin,
ditampilkan dan dilestarikan agar masyarakat biasa dapat mengerti dan memahami
maksud dan tujuan dari setiap kebudayaan yang ada pada masyarakat Tionghoa.
dalam Pancasila, yaitu walau berbeda-beda tetapi tetap satu juga (bhinneka
dan lain-lainnya. Oleh karena itu penelitian kebudayaan seperti ini diperlukan
Dengan cara penelitian keilmuan secara mendalam dan holistik, disertai cita-cita
dan sikap dalam bingkai integrasi budaya tentu saja akan memberikan kekuatan
Pematangsiantar tidak dapat dipisahkan dari leluhurnya, apakah itu mereka yang
berasal dari Tiongkok Selatan maupun Tiongkok Utara, mereka menyadari adanya
kesadaran genealogis ini. Oleh karena itu tetap diperlukan kajian-kajian secara
Tionghoa yang ada di Pematangsiantar ini juga menjadi bahagian yang tidak
Utara, dan Indonesia. Orientasi berikutnya adalah dalam konteks Asia Tenggara
masyarakat seluruh dunia. Bukan seperti yang terlihat selama ini, orang-orang
primbon (KBBI, 2003:912). Dalam skripsi sarjana ini, yang dimaksud tinjauan
mempelajari pokok masalah seperti atau yang dekat secara tematik maupun
keilmuan dengan yang penulis lakukan ini oleh para penulis terdahulu, baik
berupa skripsi sarjana dan makalah. Pustaka yang penulis maksudkan di dalam
skripsi ini adalah berupa buku-buku atau kitab yang berkaitan pokok masalah
yang penulis kerjakan, yaitu mencakup: puak poi, paisin, kebudayaan Tionghoa,
lain-lainnya. Hasil yang penulis peroleh dalam tinjauan pustaka ini adalah sebagai
berikut.
China, Fakultas Ilmu Bidaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU), tahun
2012, yang berjudul Fungsi dan Makna Penyembahan Leluhur pada Masyarakat
dahulu hingga kini masih melestarikan upacara penyembahan leluhur dan mereka
Syeelwem Wilton S., yang juga menulis skripsi sarjana pada Program
Studi Sastra China, FIB USU, pada tahun 2014, yang bertajuk Struktur dan
penelitian ini Syeelwem menjelaskan tentang struktur dan makna paisin sebagai
perilaku dan ideologi keagamaan masyarakat Tionghoa, dengan studi kasus yang
ada di Kota berastagi, di dalam wilayah budaya Karo Gugung. Skripsi sarjana ini
menjadi bahan pustaka untuk kajian penulis dalam mengkaji ritual paisin pada
Sebuah skripsi sarjana, yang ditulis oleh Yudhistira Siahaan pada tahun
2012 bertajuk Kajian Musikal dan Pertunjukan Barongsai dalam Perayaan Cap
Cemara Asri Medan. Di dalam skripsi ini dianalisis pertunjukan barongsai dan
dalamnya juga terkandung komunikasi kepada Alam Langit dan Alam Baka
dalam sistem kepercayaan Buddha, Tao, dan Konfusius. Skripsi ini menjadi salah
satu bahan pustaka penulis dalam mengkaji fungsi dan makna puak poi dalam
Sang, dilakukan oleh Muhammad Takari yang didanai oleh Yayasan Ilmu-ilmu
Sosial dan The Toyota Foundation pada tahun 1997. Penelitian ini fokus mengkaji
yang beragama Buddha. Bahwa upacara kematian itu adalah bagian dari
untuk mengkaji puak poi dalam ritual paisin di dalam kebudayaan masyarakat
Pematangsiantar.
Departemen Sastra China FIB USU. Tajuk skripsinya adalah Fungsi dan Makna
skripsi ini dibahas secara detil tentang hari raya Imlek dalam kebudayaan
baru China ini, seperti: lampion, kue keranjang, ikan, ayam, bakmi, dan lain-
lainnya. Skripsi ini menjadi bahan pustaka penulis dalam mengkaji puak poi di
Daniel Tong, seorang penulis budaya Tionghoa, pada tahun 2010, menulis
sebuah buku yang bertajuk Tradisi dan Kepercayaan China. Tong di dalam buku
ini menjelaskan berbagai tradisi upacara dalam kebudayaan China, seperti Imlek,
halaman, klen dan kekerabatan, perkawinan, kepercayaan, dan lain-lain. Buku ini
umumnya.
menulis buku yang berjudul Manusia dan Kebudayaan. Satu hal yang menarik
dalam konteks penelitian ini, di dalam buku ini dijelaskan bahwa kebudayaan
sangat berkaitan erat dengan tradisi dan bahasa. Melalui buku ini penulis melihat
bahwa manusia umumnya memiliki tradisi dan bahasa dalam kebudayaannya yang
Kota Pematangsiantar.
2000, menulis sebuah buku yang berjudul Kebudayaan China. Di dalam buku ini
ritual. Buku ini menjadi bahan pustaka penulis dalam rangka penelitian puak poi
ini.
2.2 Konsep
gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa,
yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Menurut Melly
menentukan empiris. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan
istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa
yanag akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan
tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, konsep yang penulis jelaskan adalah: (1)
Tionghoa.
2.2.1 Kebudayaan
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
(2) Historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyara-
katan,
(3) Normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan
tingkah laku,
(5) Struktural, yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang
masyarakat itu sendiri. Istilah ini disebut dengan cultural determinism. Herskovist
berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari diri manusia, sehingga banyak orang cenderung
adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
sosiobudaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia (Mulyana
bersangkutan dengan totalitas perilaku budaya dan, kedua, dia percaya bahwa
Columbia University.
ditemukan dalam tulisannya Man and His Work (1948), direvisi dan diringkas
bersifat inklusif (meluas dan universal), untuk itu perlu memahami perilaku dan
budaya, sejarah juga penting dalam mengkaji ide perubahan budaya. Akulturasi,
reinterpretasi, retensi, dan sinkretisme adalah konsep yang dia kemukakan dalam
untuk semua pembelajaran budaya dan meminta perhatian pada pengaruh budaya
pada persepsi. Dia merasa bahwa penting untuk membedakan antara istilah
"absolut" yang bervariasi dari budaya yang satu ke budaya yang lain, dan istilah
menyimpulkan bahwa tidak ada kriteria mutlak nilai atau moral, atau bahkan,
psikologis untuk waktu atau ruang, dalam konteks nilai-nilai universal dalam
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
yang berbudaya, berupa perilaku benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain,
kehidupan bermasyarakat.
menurut adat atau agama, 4. perbuatan yang dilakukan atau diadakan sehubungan
dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
budaya yang berarti lingkaran hidup mulai saat kelahiran, kematian, dan alam
setelah kematian. Melukiskan siklus hidup dari warga yang dianggap warga rata-
rata, merupakan salah satu cara yang dapat mengungkapkan banyak keterangan
yang bersifat sosial. Banyak sekali peradatan dan upacara perayaan ini, yang
masih tetap dilakukan oleh masyarakat Tionghoa menurut waktu yang ditentukan.
masih tetap teguh melaksanakan tradisinya. Menurut Lina Wang dalam majalah
banyak tentang peradatan Tionghoa, dalam berbagai hal warna merah sangat
Dalam penelitian ini warna merah juga digunakan pada puak poi yang terbuat dari
kayu.
2.2.3 Paisin
Paisin adalah sebuah konsep religi orang-orang Tionghoa, baik itu yang
dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sembahyang. Istilah ini berasal dari
bahasa etnik Hokkian. Paisin dapat dimaknai sebagai sembahyang, sebagai sarana
komunikasi manusia kepada Tuhan (Thien), juga Dewa dan Dewi, termasuk juga
keturunan di dunia ini. Intinya melalui paisin manusia berdoa dan memohon
petunjuk kepada Tuhan dan para Dewa yang ada di Alam Langit dan leluhur yang
dalamnya ada pelaku upacara yaitu orang yang melaksanakan paisin dengan
berbagai tujuan, harapan dan doa. Selain itu, ada waktu upacara, yang dilakukan
pada waktu-waktu tertentu, apakah dalam berbagai hari raya atau dalam konteks
ketika manusia memerlukan petunjuk dari Tuhan, para Dewa, maupun leluhur di
Alam Baka. Paisin ini juga dilakukan di tempat tertentu seperti altar keluarga,
vihara, kelenteng, dan lain-lain. Dengan demikian, paisin dapat dimaknai sebagai
suatu getaran jiwa yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan. Emosi
keagamaan ini biasanya dialami setiap manusia, walaupun getaran emosi itu
bersifat religi.
dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur yang lain yaitu: sistem keyakinan,
sistem upacara keagamaan, dan suatu umat yang menganut religi itu.
Sejarah penggunaan puak poi dengan prinsip Yin Yang dan Sheng telah
ada tercatat sejak zaman Musim Semi dan Gugur, yaitu kira-kira 600-an Seb. M.
Tentunya dengan metode dan konsep yang berbeda, yaitu mereka menggunakan
batang-batang bambu untuk menyusun garis Yang dan garis Yin dan konsepnya
adalah mencari tahu atau memprediksi keadaan atau situasi dengan membaca
Puak poi dalam ilmu metafisik Tiongkok, termasuk bagian dari budaya.
Bukan hanya sebagai alat atau sarana berkomunikasi dengan Dewa dan leluhur
tetapi juga lebih ke arah membaca tanda alam yang berkaitan dengan
kepada Tuhan atau para Dewa. Puak poi itu tidak hanya untuk ciam si
(pembakaran dupa dan aktivitas paisin) tetapi juga berkaitan dengan kegiatan
kepada Dewa atau roh leluhur. Jawaban Tuhan atau Dewa dan leluhur melalui
puak poi itu adalah dimanifestasikan pada bagian terbuka dan bagian tertutup,
sama seperti koin memiliki dua bagian, sisi muka dan sisi belakang yang terdiri
Puak poi terbuat dari dua potong bambu, masing-masing berbentuk setengah
lingkaran. Masing-masing memiliki dua sisi, yaitu sisi tertutup dan sisi terbuka.
Pada masa sekarang puak poi boleh dibuat dari bahan kayu (apa saja jenisnya).
Zaman dahulu puak poi warnanya berasal dari warna asli pada bambu, sedangkan
pada saat sekarang ini puak poi dapat juga dibuat dari kayu yang keseluruhan
merah dan kuning juga adalah sebagai indeks dari kebudayaan China pada
Tionghoa, terutama pada saat-saat upacara adat atau agama mereka, seperti:
bertanya, dapat secara berkata seperti bahasa biasa sehari-hari, atau berbisik-bisik,
dan juga di dalam kalbu saja. Dari hasil penelitian lapangan, bahasa yang
Tuhan/ Dewa atau leluhur yang hidup di Alam Baka, umumnya menggunakan
(sebagai suku yang paling banyak jumlahnya di antara suku-suku lainnya pada
masyarakat Tionghoa di daerah ini). Setelah itu puak poi diasapi oleh asap yang
DIPEROLEH JAWABAN
Jiupoi
Sengpoi ( jawaban antara ya Kampoi
( jawaban ya ) dan tidak ) ( jawaban tidak )
DUPA
hio, altar, sesajian, dll
Bertanya kepada
Bertanya kepada Thien /
leluhur di Alam Baka
Dewa di Alam Langit
atau makhluk gaib
ORANG-ORANG TIONGHOA
(Tao, Konghucu, Buddha)
KEBUDAYAAN TIONGHOA
adalah indeks jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan pada upacara paisin
tersebut. Jawaban hanya tiga saja, yaitu: (a) sengpoi, (b) jiupoi, dan (j) kampoi.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, sengpoi adalah jawaban ya, kemudian jiupoi
belum ada jawaban, dan kampoi adalah penolakan. Untuk merespons jawaban
kedua dan ketiga, dapat diulang dua kali lagi dengan masa jedah 3 sampai 5
menit. Demikian kronologi paisin dalam konteks penggunaan puak poi ini.
makna mengenai pembakaran dupa, hio, jumlah hio, warna hio, tata cara atau
aturan paisin, cara penghormatan kepada Tuhan, Dewa, dan para leluhur, arti pai,
Hio artinya harum. Namun istilah hio ini sendiri mencakup keseluruhan
dupa, yaitu bahan pembakar yang dapat mengeluarkan asap yang berbau
sedap/harum. Dupa yang dikenal pada zaman Nabi Khonghucu berwujud bubuk
a. Jalan Suci itu berasal dari kesatuan hatiku ( Too Yu Siem Hap ), hatiku dibawa
meditasi.
mengirimkan doa kita melalui wewangian/ asap yang terus menjunjung tinggi
Tata cara sembayang rakyat atau paisin atau juga minjian xinyang, dalam
peradaban masyarakat Tionghoa biasanya dibagi ke dalam 3 tata cara, yaitu cara
(b) Susunan meja sembayang secara umum: teh, air putih, arak (ciri Taoisme
dan Konfusianisme), lambang Taiji Yinyang, air putih lambang taichi, teh
(c) Lima macam buah atau lima warna, lambang lima unsur. Kalau agama
(d) Tiga batang hio lambang San Cai/ Sanguan/ Taiji Liangyi, Triratna, dan
Sanqing.
(e) Satu batang hio lambang Taiyi dalamm konsep religi Taoisme.
Cara penghormatan kepada Tuhan, Dewa, atau para leluhur adalah sebagai
berikut.
(1) Kepalan yang membentuk delapan kebajikan dan orang tua, cara
Konghucu.
(a) Pai pertama membalas jasa Alam Langit dan Bumi (yi bai baoda tiandi
en),
(b) Pai kedua membalas jasa orang tua (er zhai bai baodao fumu en),
(c) Pai ketiga membalas jasa para guru (san bai baodao enshi en).
Menurut kedua informan kunci penulis, secara umum, jumlah hio ganjil
adalah untuk Dewa, Tuhan, tokoh yang berjasa untuk masyarakat luas, dan
mahluk suci lainnya. Ganjil dalam metafisika Tiongkok adalah lambang dari
unsur Yang atau positif. Yang berjumlah genap adalah untuk leluhur, arwah yang
Menancapkan hio dengan tangan kiri juga artinya kita akan selalu menancapkan
melangkah dengan kaki kiri akan membuat rezeki melimpah. Sebaliknya, jika
dimulai dengan langkah kaki kanan adalah mengacaukan tatanan alam semesta
(a) Satu batang hio biasanya ditujukan dalam konteks berkomunikasi dengan
Kauw Siu Thao, Para Dewa-Dewi di rumah untuk hari biasa, kecuali Ce It
(b) Tiga batang hio umumnya untuk Pai Thien (Ti Kong) dan para Dewa-
Dewi.
(c) Lima batang hio biasanya untuk usaha atau perniagaan (oleh karena itu
khusus untuk Dewa Hok Tek Ceng Sin dan Dewa Cai Sen).
(e) Tujuh batang hio biasanya untuk mohon khusus dan juga untuk sesuatu hal
(f) Delapan batang hio biasanya dalam hal ini bila berbagai kesialan di dalam
Dewa-Dewi (paling baik kalau melakukan paisin ini pada jam 9 malam di
rumah).
(h) Dua belas batang hio sebagai ikon agar semua makluk dapat kebahagiaan.
(i) Tiga puluh enam batang hio sebagai simbol kesuksesan dan keharmonisan.
(j) Seratus delapan batang hio bila terdesak oleh keadaan atau ada permintaan
khusus sekali.
(1) Usahakan saat menancapkan hio membentuk pola berjejer seperti kipas.
(3) Khusus untuk 7 batang hio hanya digunakan bila terpaksa saja (keadaan
terdesak).
(4) Khusus menggunakan 108 batang hio merah untuk sembahyang kepada
permohonan. Berdoa harus dengan hati yang tulus pada Thien. Setiap
kunci, tulis nama, umur, shio dan alamat permohonan lalu dibakar di
Umumnya dalam sistem religi Tao, lima batang hio melambangkan lima
arah. Tujuh batang melambangkan tujuh bintang utara. Dua belas batang
melambangkan dua belas satuan waktu bumi. Ini semua berkaitan dengan ritual
yang ditujukan untuk kasus-kasus khusus. Dua belas batang hio untuk permintaan
dan sunyi. Jam 12 malam dilakukan sembahyang (paisin) ini berkaitan dengan
pergantian qi alam semesta, saat itu unsur Yang menguat dan unsur Yin melemah
dan dalam satuan pengertian zi pada 12 cabang bumi adalah mulainya sesuatu
tersembunyi, seperti mengapa harus menaruh hio di antara ke dua alis, kenapa
harus diletakkan di tengah dada dan sebagainya. Arti meletakkan hio di tengah
dada adalah menyalakan hio hati dan api hio hati itu harus selalu dijaga, artinya
adalah kita harus melakukan kebajikan dan biarlah kebajikan kita itu bagaikan
asap hio yang harum dan memberikan kebahagian kepada sekitar kita. Untuk
posisi di antara dua alis, ini berkaitan dengan titik jalan darah. Namun demikian,
Mandarin mereka disebut Tangren. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang
Tionghoa Indonesia mayoritas berasal dari China Selatan yang menyebut diri
mereka dengan orang Tang, sementara orang China Utara menyebut diri mereka
ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali
perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari China ke Nusantara dan
sebaliknya.
raan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional
Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori
hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu
dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang
Untuk mengkaji fungsi dan makna dari tradisi puak poi, peneliti
fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang
seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya adalah guru besar dalam
pendidikan yang kelak memberikannya suatu karier akademik juga. Tahun 1908
Malinowski lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dri Universitas Cracow. Yang
menarik, selama studinya Malinowski gemar membaca buku mengenai folkor dan
fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan
mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang telah menjadi kebiasaan, setiap
kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu
kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para
kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga
Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial
untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikan
dalam kebudayaan Tionghoa, dapat dianggap sebagai bahagian dari struktur sosial
masyarakatnya. Puak poi pada upacara paisin dalam budaya Tionghoa ini adalah
salah satu artefak dan sekaligus sebahagian aktivitas yang dapat menyumbang
kepada keseluruhan aktivitas masyarakat, yang pada masanya akan berfungsi bagi
lainnya.
semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semiotik berasal dari bahasa
Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra
dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan
istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Baik semiotik atau semiologi sering
2008:64)
beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.”
lain, Barthes kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama dapat saja
antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda
yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai
suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan,
baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian
menjadi mitos.
mencakup: (a) puak poi itu sendiri, (b) benda-benda upacara di dalam aktivitas
paisin (sembahyang) seperti: dupa, hio (warna, jumlah, asap), (c) “jawaban” dari
hasil lemparan puak poi, (d) altar, dan lain-lainnya. Selain itu juga, penulis
mengkaji makna-makna teks (bahasa) yang ditanyakan oleh para penanya dalam
upacara paisin ini melalui media puak poi. Makna yang dikaji adalah mencakup
PENDAHULUAN
Melihat keberadaan manusia di dunia ini, maka kita akan dapat menemukan
berbagai keberadaannya yang kompleks. Mulai dari ia adalah makhluk hidup, tetapi
tidak dikategorikan sebagai hewan atau tumbuhan, sampai ia adalah makhluk yang
khas, yang dianugerahi Tuhan akal, pikiran, dan perasaan. Manusia terdiri dari unsur
fisik dan juga roh. Manusia merupakan makhluk yang semestinya menjadi pemimpin di
ekonomis yang sering disebut sebagai mata pencaharian. Dalam hal ini, manusia
memberdayakan alam sekitarnya. Dalam konteks tersebut ia berdoa kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa untuk memberikan rezeki, keberhasilan dalam hidup, memiliki keturunan
yang berguna bagi sesamanya, dan aspek-aspek lain, yang diekspresikan di dalam
sistem religi atau agama yang dianutnya. Manusia juga belajar dari sesama mereka dan
juga dari alam, dan membentuk sistem pendidikan. Selanjutnya manusia adalah
makhluk sosial yang membentuk ikatan-ikatan dan integrasi yang terwujud dalam
menggunakan ujaran-ujaran dengan sistem tertentu yang lazim disebut dengan bahasa.
yaitu berupa: gagasan, kegiatan, dan benda-benda. Misalnya di dalam sistem organisasi
selalu bekerjasama dalam bekerja terutama kerja komunal. Konsep ini kemudian
diterapkan dalam berbagai aktivitas seperti membuat jalan raya bersama, bekerja di
ladang bersama-sama secara bergiliran, dan lainnya. Konsep dan kegiatan dalam
kerangka gotong royong ini akan menghasilkan benda-benda atau artefak seperti
kentongan untuk berkumpul, balai desa tempat rapat dan musyawarah, peralatan-
peralatan pertanian (cangkul, sabit, tajak), alat-alat nelayan (jaring, perahu, jala, pukat,
sondong), dan masih banyak lagi yang lainnya. Dalam situasi yang demikianlah
Kata budaya atau kebudayaan 1 dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau
akal), yang lazim diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Dapat diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam
kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur
rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur
1
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat “perbedaan kecil” (nuansa) antara
istilah budaya dan kebudayaan. Kata budaya (bu.da.ya) n. 1. pikiran, akal budi; 2. adat istiadat; 3.
sesuatu mengenai kebudayaan yang telah berkembang (beradab, maju); 4. sesuatu yang menjadi
kebiasaan yang telah sukar diubah. Di sisi lain, kebudayaan (ke.bu.da.ya.an), n. 1. hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2. dalam ilmu
antropologi adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Hal ini berkaitan erat dengan adanya
respon masyarakat terhadap budaya yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu,
sehingga akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa (etnik) 2 yang sangat kaya dengan
beraneka ragam budaya yang menjadi bagian dari suku bangsa atau subsuku bangsa
majemuk pula, karena salah satu fungsi kebudayaan bagi masyarakat adalah sebagai
sumber nilai yang menjadi objek orientasinya (Bangun, 1981:12). Termasuk masyarakat
Tenglang (Hokkian), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka), Khek, Kwong Fu,
dan lain-lain. Orang-orang Hokkian adalah salah satu pendukung masyarakat Tionghoa
"orang Tang") atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tradisional: 華人 ; Hanzi Sederhana :
华人) . Disebut Tangren dikarenakan sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa
di Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok selatan yang menyebut diri mereka
sebagai orang Tang, sementara orang Tiongkok utara menyebut diri mereka sebagai
orang Han (Hanzi: 漢 人 , Hanyu Pinyin: Hanren, "orang Han"). Tionghoa atau
Tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Tionghoa di
Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam
sendiri, yang selalu berhubungan dengan simbol keberuntungan yang sangat kaya dan
3
Orang-orang Tionghoa yang terdapat di Indonesia dapat dikategorikan sebagai sebuah
masyarakat yang memiliki asal-usul yang sama, yakni dari daratan Tiongkok, yang kini
membentuk negara bangsa yang disebut dengan awalnya Republik Takyat China kini menjadi
Republik Rakyat Tiongkok. Mereka ini terdiri dari berbagai suku bangsa, yang memiliki
kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Namun mereka dapat disebuit sebagai orang-orang
Tionghoa. Masyarakat yang dimaksud di dalam skripsi ini adalah sesuai dengan definisi dari
Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama
(1990:146-147). Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin
dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), yang merumuskan bahwa masyarakat atau society
adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are
operative." Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi kita,
unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam definisi
kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.”
Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita
muat dalam definisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu
bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat
Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh di atas.
selama ribuan tahun dalam sejarahnya. Simbol-simbol keberuntungan itu oleh orang
materialnya dapat seperti dupa, kertas paisin, bahkan puak poi digunakan dalam upacara
Orang-orang Tionghoa, sejak awal nenek moyang mereka ada di daratan China,
mereka tetap memegang teguh kepercayaan tradisional ini namun dengan polarisasi
sosial dan budaya yang berbeda-beda, terutama ketika orang tersebut manganut agama-
agama di luar Konghucu, Buddha, dan Tao. Dalam kepercayaan tradisional ini dikenal
konsep tiga alam sebagai inti dari kepercayaan tradisional Tionghoa. Leluhur orang
Tionghoa percaya bahwa, tiga alam ini mempunyai peranannya masing-masing dalam
menjaga keseimbangan alam semesta. Ketiga alam tersebut tidak dapat dipisahkan dan
berdiri sendiri tanpa kedua alam lainnya. Ketiga alam ini terdiri atas:(1) Alam Langit,
kehidupan setelah meninggal, yaitu di Alam Baka, lebih kurang sama dengan kehidupan
dengan konsep dan kepercayaan terhadap reinkarnasi dalam agama Buddha. Ini
ditandai dengan kepercayaan roh yang hidup di Alam Baka dan akan terlahir kembali ke
dunia sebagai manusia atau makhluk apapun, tetapi mereka lupa dengan kehidupan
manusia hanya akan terlahir kembali sebagai manusia dan tidak sebagai makhluk
lainnya. Tiga alam ini mempunyai hubungan antar satu sama lain dan dapat berinteraksi
(Reny, 2012).
Di dalam agama Buddha, istilah reinkarnasi (diserap dari bahasa Latin untuk
memaknai sebagai "lahir kembali" atau "kelahiran semula") atau t(um)itis (bahasa Jawa)
yang merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan
kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik
sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut
yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil perbuatannya terdahulu.
Terdapat dua aliran utama reinkarnasi ini. Pertama, mereka yang mempercayai
bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. Kedua, mereka yang mempercayai
bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan
kebaikan yang mencukupi, atau apabila mendapat kesadaran agung (nirvana) atau
pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari dukha. Selama jiwa terikat pada
hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu
duka. Dalam ajaran Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia
kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi jika
tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya
Masa roh manusia di Alam Baka ketika dalam proses reinkarnasi juga dapat
berkomunikasi itu adalah sembahyang (paisin) dan juga melalui artefak kultural yang
pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk
leluhur jauh. Leluhur orang Tionghoa sebelum mengenal agama dan filsafat, telah
kemudian menjadi titik tolak dan dasar dari kepercayaan tradisional Tionghoa yang
muncul lebih dahulu ada, dibandingkan daripada semua agama yang ada di Tiongkok.
manusia setelah meninggal akan menuju ke Alam Baka, namun bagi manusia yang
dianggap mempunyai kontribusi dan jasa besar bagi masyarakat mendapat pengecualian
untuk berdomisili di Alam Langit. Alam Langit dan Alam Baka, juga dipercaya
manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas (kim cua) dan uang perak (gin cua)
diciptakan. Uang emas adalah diperuntukkan bagi Dewa dan Dewi di Alam Langit.
Uang perak diperuntukkan bagi roh manusia di Alam Baka. Uang perak juga
diperuntukkan bagi roh manusia yang gentanyangan di alam manusia (hantu). Dalam
konteks komunikasi kepada Dewa dan Dewi serta roh-roh nenek moyang di Alam Baka
tersebut, masyarakat Tionghoa (terutama yang beragama Buddha, Tao, dan Konfusius)
Buddha, dan Tao juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ajaran kepercayaan terhadap
Dao. Ajaran dari sistem kosmologi mengenai Dao adalah mempercayai bahwa semua
bagian dari kosmos adalah milik satu organik yang menyeluruh (Dao). Dengan
demikian, kerukunan (harmoni) dan keteraturan harus dipelihara setiap saat di dalam
jiwa individu, di dalam setiap aspek kehidupan sosial dan di dalam seluruh kosmos agar
semua ciptaan hidup dan berfungsi secara sempurna. Semua yang ada, termasuk
manusia, berasal dari Dao dan masing-masing mempunyai tempat yang tepat di
dalamnya. Inti dari Dao adalah mengajarkan bahwa ketidakharmonisan batin kita
dengan Dao adalah bahan penting yang hilang dari agama dan kehidupan yang benar.
Untuk menjalani kehidupan yang baik dan berdamai dengan alam semesta, seseorang
Dao dianggap sebagai sumber utama dan sifat dasar semua ciptaan. Segala
sesuatu adalah hasil dari Dao dan segala sesuatu menuju kepada Dao. Setiap mahluk
hidup atau benda memiliki Dao di dalamnya dan merupakan bagian dari Dao. Hal ini
berhubungan dengan Dao. Oleh karena itu, seseorang tidak dapat melawan aliran
harmonis dari alam. Jika seseaorang melakukannya akan menciptakan chaos di dalam
Begitu juga dengan puak poi di mana dipercayai bahwa artefak ritual ini
antara manusia dengan Tuhan, Dewa dan Dewi, roh-roh leluhur, makhluk gaib, dan
lainnya. Manusia hanya dapat berkomunikasi dengan unsur-unsur tersebut melalui puak
poi. Itu sebabnnya di dalam setiap ritual masyarakat Tionghoa yang berhubungan
dengan komunikasi kepada Tuhan, Dewa dan Dewi, roh-roh leluhur, makhluk gaib,
selalu ditemukan puak poi sebagai media perantara. Keseluruhan ritual ini lazim disebut
sebagai paisin.
hubungan dengan Tuhan (Thien), Dewa, Dewi, roh-roh nenek moyang, atau kekuatan
gaib yang dipuja, dengan melakukan kegiatan yang disengaja. Paisin dapat dilakukan
secara bersama-sama atau perseorangan. Dalam beberapa tradisi agama yang dianut
kredo, atau ucapan spontan dari orang yang berdoa (www.wikipedia.com Tradisi
Masyarakat Tionghoa).
Agama Buddha juga selalu menggunakan ritual paisin. Kegiatan berpaisin ini
ada yang mengaturnya dengan cara dapat dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja.
dan urutan. Ada juga yang menerapkan aturan ketat mengenai apa saja yang harus
disediakan, misalnya benda persembahan (sesaji), serta kapan ritual itu harus dilakukan.
Puak poi adalah salah satu benda yang sering dijadikan tanda jawaban dari
Tuhan, Dewa, Dewi, roh-roh nenek moyang, dan makhluk alam gaib di dalam upacara
paisin. Puak poi juga menjadi sarana bertanya kepada Tuhan dan Dewa untuk
mengobati orang yang sedang sakit, dengan obat apa ia disembuhkan. Dengan
demikian, secara umum, puak poi ini juga adalah ekspresi budaya rakyat, yang dapat
dijadikan sarana bertanya untuk berbagai hal kepada Tuhan/Dewa, roh leluhur, dan
mahkluk gaib, yang tidak dapat dijawab oleh manusia pada umumnya. Di dalam semua
Secara harfiah puak poi juga memiliki arti sebagai berikut: puak adalah meminta
petunjuk dengan melemparkan; sedangkan poi memiliki arti jadi atau terjadilah.
Menurut penjelasan Susanto Wijaya (informan penulis) puak poi dalam budaya China
telah ada sejak ribuan tahun lalu yang digunakan sebagai petunjuk mengenai apapun
kehidupan mereka. Puak poi merupakan salah satu benda dan sarana yang digunakan
untuk menanyakan hal yang ingin ditanyakan pada para Dewa atau roh leluhur, yang
telah diwariskan oleh nenek moyang dan perlu dilestarikan. Menurut pengamatan dan
pengalaman penulis puak poi ini dijumpai pada sebahagian besar upacara paisin
masyarakat Tionghoa.
Puak poi terbuat dari dua potong batang bambu, masing-masing berbentuk
setengah lingkaran. Kedua puak poi ini, sisi satunya cembung dan sisi satunya cekung.
puak poi berwarna seperti warna asli bambu, sedangkan pada saat sekarang ini puak poi
sebahagian besar terbuat dari kayu yang keseluruhan permukaan luarnya dicat warna
merah. Dalam kebudayaan Tionghoa, warna merah merupakan simbol keagungan atau
kehokian.
Adapun cara menggunakan puak poi dalam konteks upacara paisin tersebut
dahulu puak poi tersebut diasapi terlebih dahulu pada hio pada dupa yang telah dibakar,
sehingga ujungnya mengeluarkan asap. Kemudian puak poi tersebut diputar kedua
telapak tangan orang yang melakukan ritual paisin, mengelilingi hio dari arah kiri ke
kanan kemudian orang tersebut melemparkan puak poi ke lantai. Kegiatan ritual
menggunakan puak poi seperti itu juga dilakukan oleh masyarakat Tionghoa di
Pematangsiantar.
orang-orang Tionghoa. Mereka ini ada yang beragama Buddha, Konghucu, Kristen,
Islam, dan lainnya. Umumnya yang beragama Buddha, Konghucu (yang bersatu dengan
Tao) masih menjalankan ritual paisin secara rutin dan masih memegang kepercayaan
terhadap para leluhur dan Dewa. Masyarakat Tionghoa di kota ini ada yang percaya
fungsi dan makna dari puak poi tersebut. Mereka percaya bahwa puak poi tersebut
merupakan sarana komunikasi kepada Tuhan, Dewa dan roh leluhur yang dapat
memberikan petunjuk atas apa yang ingin ditanyakan seseorang pada saat paisin.
saat Ceng Beng. Pada saat Ceng Beng ini seluruh masyarakat Tionghoa akan ziarah ke
makam dan banyak sesajian yang disediakan. Biasanya puak poi juga digunakan untuk
menanyakan apakah para roh leluhur telah datang untuk makan, telah selesai makan,
dan telah mengizinkan para keluarga yang berziarah untuk pulang kembali ke rumahnya
masing-masing. Puak poi dalam konteks ini menjadi media perantara untuk
menfasilitasi komunikasi antara manusia dengan arwah leluhur. Dipercayai bahwa roh
leluhur akan menjawab melalui puak poi melalui tanda-tanda pada hasil lemparan di
depan kuburan ataupun meja persembahan yang telah dipenuhi oleh berbagai jenis
sesajian.
Keberadaan puak poi dalam upacara paisin, seperti diurai di atas sangat relevan
dikaji dari sisi ilmu budaya dan linguistik sekaligus sebagai ilmu yang penulis pelajari
dalam beberapa tahun belakangan ini. Untuk itu perlu dijabarkan sekilas mengenai dua
dan budaya yang dihasilkan oleh manusia tersebut. Antropologi budaya membantu kita
memahami berbagai adat dan tingkah laku yang dianut oleh masyarakat yang berbeda.
Bidang ini berkaitan dengan kajian budaya yang berhubungan dengan struktur sosial,
agama, politik, dan berbagai faktor lainnya. Ruang lingkup bidang antropologi sangat
luas. Berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan tercermin dalam adat,
tingkah laku (prilaku), dan bahasa. Berbagai perubahan ini secara bersama-sama
budaya.
manusia. Antropologi budaya mempelajari fakta tentang pengaruh politik, ekonomi, dan
faktor-faktor lain, dari budaya lokal yang terdapat di suatu daerah tertentu. Para
ilmuwan yang bekerja di bidang ini, dikenal sebagai antropolog budaya. Fakta dan data
dimulai pada abad ke-19. Antropologi budaya mulai berkembang dengan bantuan upaya
yang dilakukan oleh ilmuwan antropologi Edward Tylor, J.G Frazen, dan Edward Tylor.
penjelajah, dan misionaris untuk tujuan referensi. Dengan demikian, antropologi budaya
adalah cabang ilmu antropologi yang khusus mempelajari berbagai variasi budaya
manusia.
Dalam kaitannya dengan penulis skripsi sarjana ini, ilmu antropologi budaya
digunakan untuk mengkaji struktur dan makna puak poi pada upacara paisin, dalam
(bersatu dengan Tao) di Kota Pematangsiantar. Ilmu ini juga digunakan untuk
membantu mengkaji sejauh apa fungsi sosiobudaya artefak puak poi ini di dalam
kebudayaan masyarakat Tionghoa baik itu yang etniknya: Hokkian, Kwong Fu, Hakka,
bahasa dinamakan linguistik. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua. Lingutsik
langue dan langage. Ia membedakan juga parole dari kedua istilah tersebut. Bagi de
Saussure, langue adalah salah satu bahasa (misalnya bahasa Prancis, bahasa Inggris,
atau bahasa Indonesia) sebagai suatu sistem. Sebaliknya, langage berarti bahasa sebagai
sifat khas makhluk manusia, seperti dalam ucapan, "Manusia memiliki bahasa, binatang
tidak memiliki bahasa." Parole (tuturan) adalah bahasa sebagaimana dipakai secara
konkret. Ilmu linguistik sering disebut linguistik umum, artinya linguistik tidak hanya
menyelidiki salah satu bahasa saja, tetapi linguistik itu menyangkut bahasa pada
tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada
umumnya. Objek kajian linguistik adalah bahasa. Yang dimaksud bahasa di sini adalah
bahasa dalam arti sebenarnya, yaitu bahasa yang digunakan oleh manusia sebagai alat
Sebagai objek kajian linguistik, parole merupakan objek konkret karena parole itu
berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat
bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu
bahasa tertentu secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling
abstrak karena dia berwujud sistem bahasa secara universal. Yang dikaji linguistik
secara langsung adalah parole itu, karena parole itulah yang berwujud konkret, nyata,
yang dapat diamati atau diobservasi. Kajian terhadap parole dilakukan untuk
Secara populer, orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang
bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau lebih tepat lagi
telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Ilmu linguistik sering jugs disebut linguistik
umum (general linguistics). Artinya, ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah
bahasa saja, seperti bahasa Mandailing atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk
beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia,
yang dalam peristilahan Prancis disebut langage. Untuk jelasnya perhatikan contoh
berikut. Kata bahasa Indonesia perpanjang dapat dianalisis menjadi dua buah morfem,
yaitu morfem per- dan panjang. Morfem per- disebut sebagai morfem kausatif karena
memberi makna 'sebabkan jadi', perpanjang berarti 'sebabkan sesuatu menjadi panjang'.
Sekarang perhatikan bahasa Inggris (to) be friend yang berarti 'menjadikan sahabat'. Di
sini jelas ada morfem be- dan friend, dan morfem be- juga memberi makna kausatif.
Perhatikan pula kata bahasa Belanda vergroot 'perbesar'. Jelas di situ ada morfem
kausatif ver- dan morfem dasar groot yang berarti 'besar'. Dengan membandingkan
ketiga contoh itu, kita mengenali adanya morfem pembawa makna kausatif baik dalam
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maupun bahasa Belanda, ataupun dalam bahasa lain.
begitulah bahasa-bahasa di dunia ini meskipun banyak sekali perbedaannya, tetapi ada
pula persamaannya. Ada ciri-ciri yang universal. Hal seperti itulah yang diteliti
linguistik. Maka karena itulah linguistik sering dikatakan bersifat umum, dan karena itu
pula nama ilmu ini, linguistik, biasa juga disebut linguistik umum.
=definisi+ilmu+bahasa).
tertarik untuk meneliti fungsi dan makna puak poi pada upacara paisin dalam
dan bahasa atau linguistik. Adapun judul skripsi sarjana ini adalah: “Fungsi dan Makna
Pematangsiantar.” Latar belakang penelitian ini dapat digambarkan melalui Bagan 1.1
sebagai berikut.
Latar Belakang Penelitian Fungsi dan Makna Puak Poi dalam Upacara
Antropologi Fungsi
Paisin ( Sembahyang)
Linguistik Makna
Artefak Puak Poi
i
as
Teori Fungsionalisme
ik
un
om
K
Semiotik
Manusia
DAO
Pematangsiantar, Indonesia
Setiap penulisan karya ilmiah pastilah bertitik tolak dari adanya masalah yang
dihadapi dan perlu untuk dipecahkan. Agar penulisan skripsi ini terhindar dari batasan
yang terlalu luas dan kesimpangsiuran dalam menafsirkan, maka penulis akan
membatasi permasalahan pada fungsi dan makna puak poi pada upacara paisin
Dari latar belakang yang telah dikemukakan dan diuraikan oleh penulis
1. Bagaimana fungsi puak poi pada upacara paisin masyarakat Tionghoa di Kota
Pematangsiantar?
2. Bagaimana makna puak poi pada upacara paisin masyarakat Tionghoa di kota
Pematangsiantar?
Melalui penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah
penulis bagi ke dalam dua jenis manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
pemahaman tentang makna puak poi pada masyarakat Tionghoa secara umum dan pada
mengetahui fungsi dari puak poi dalam kehidupan sehari-hari.Penelitian ini juga
Skripsi sarjana ini berjudul Fungsi dan Makna Puak Poi pada Upacara
Paisin dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar. Tujuan
penelitian dalam menulis skripsi ini adalah mengetahui dua aspek dari eksistensi
puak poi pada upacara paisin dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di
Pematangsiantar, yaitu: (a) fungsi dan (b) makna (bahasa dan budaya).Metode
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang ditulis
secara deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan
berupa: wawancara, observasi, perekaman upacara dan penggunaan puak poi,
pengamatan terlibat (participant observer), dan studi kepustakaan. Narasumber
kunci yang didapat di lapangan adalah dua orang saikong yang berkompeten.
Pengamatan upacara paisin dilakukan kepada para pelakunya dengan mengambil
beberapa peristiwa upacara di Pematangsiantar, sesuai dengan tema komunikasi
dalam upacara paisin ini, yaitu: rezeki, jodoh, pengobatan, kerja, pembersihan
altar keluarga, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan dua teori utama untuk
mengkaji dua rumusan masalah. Untuk mengkaji fungsi puak poi pada upacara
paisin, digunakan teori fungsionalisme Malinowski dan untuk mengkaji makna
(bahasa dan budaya) digunakan teori semiotik Barthes. Temuan keilmuan yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) puak poi pada upacara
paisin dalam budaya masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar berfungsi sebagai:
sarana komunikasi kepada (Tuhan, para Dewa, dan leluhur); menyelesaikan
berbagai permasalahan manusia dalam menjalani hidupnya; menjaga
keseimbangan kosmos; memperkuat ajaran-ajaran sistem religi masyarakat
Tionghoa; menguatkan integrasi keturunan dan kekerabatan; dan menjaga
kontinuitas kebudayaan dalam proses perubahan dalam ruang dan waktu. (2)
Makna puak poi adalah secara etimologis adalah bertanya dan terjadilah. Secara
kontekstual berarti puak poi ini adalah sarana komunikasi kepada Tuhan/Dewa,
leluhur di Alam Baka, atau makhluk gaib lainnya. Secara semiotik puak poi
memiliki tiga petanda jawaban yaitu: sengpoi (jawaban ya), jiupoi (jawaban yang
menggantung antara ya dan tidak), dan kampoi (jawaban tidak). Teks pertanyaan
sekaligus permintaan umumnya menggunakan bahasa Indonesia, dengan tema
berupa rezeki, jodoh, pengobatan, kerja, pembersihan altar keluarga, dan lainnya.
Kata Kunci: fungsi, makna, puak poi, paisin, sengpoi, jiupoi, kampoi
The title of this thesis is The Function and Meaning of Puak Poi in Paisin
Ceremony in the Culture of the Chinese community at Pematangsiantar. The
objective of the study was to find out two aspects of the existence of Puak Poi in
Paisin Ceremony in the culture of the Chinese community at Pematangsiantar,
which were (a) the function and (b) the meaning (language and culture).The
research used descriptive qualitative method. The data were taken through field
research by means of: interview, observation, recordings of the ceremony and the
use of puak poi, participant observation (participant observer), and library
research. The key respondent in the field were persons with capability; they were
saikong. The paisin ceremony observation was conducted towards the performers
by taking some events in the ceremony at Pematangsiantar into observation,
accordingly with the communication themes of the paisin ceremony, which were:
luck, match, medication, work, the cleaning of family’s altar, and so on.The
research used two main theories in studying the two research problems. In order to
study the function of puak poi in paisin ceremony, the research used the theory of
functionalism by Malinowski. Meanwhile, in order to study the meaning
(language and culture), this research used semiotics theory by Barthes. The results
were: (1) the function of puak poi in paisin ceremony in the culture of the Chinese
community at Pematangsiantar were , as the media for communication with (God,
gods, and ancestors); to overcome the problems of human beings in this life; to
maintain the balance of cosmos; to strengthen the religious system teachings of
the Chinese community; to strengthen the integration of descents and family
relation, and to maintain the cultural continuity within the process of spatial and
time changes. (2) the meaning of puak poi etimologically was to ask and to
happen. Contextually, puak poi was meant as the media for communication with
God/gods, ancestors in the hereafter, or other astral creatures. Semiotically, puak
poi had three answer markers: they were sengpoi (the answer of yes), jiupoi (the
answer of being between yes or no), and kampoi (the answer of no). The question
and request texts generally used Indonesian, with the themes of: luck, match,
medication, work, the cleaning of family’s altar, and so on.
SKRIPSI
OLEH :
SANNI TUNG
110710006
MEDAN
2015
Skripsi sarjana ini berjudul Fungsi dan Makna Puak Poi pada Upacara
Paisin dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar. Tujuan
penelitian dalam menulis skripsi ini adalah mengetahui dua aspek dari eksistensi
puak poi pada upacara paisin dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di
Pematangsiantar, yaitu: (a) fungsi dan (b) makna (bahasa dan budaya).Metode
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang ditulis
secara deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan
berupa: wawancara, observasi, perekaman upacara dan penggunaan puak poi,
pengamatan terlibat (participant observer), dan studi kepustakaan. Narasumber
kunci yang didapat di lapangan adalah dua orang saikong yang berkompeten.
Pengamatan upacara paisin dilakukan kepada para pelakunya dengan mengambil
beberapa peristiwa upacara di Pematangsiantar, sesuai dengan tema komunikasi
dalam upacara paisin ini, yaitu: rezeki, jodoh, pengobatan, kerja, pembersihan
altar keluarga, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan dua teori utama untuk
mengkaji dua rumusan masalah. Untuk mengkaji fungsi puak poi pada upacara
paisin, digunakan teori fungsionalisme Malinowski dan untuk mengkaji makna
(bahasa dan budaya) digunakan teori semiotik Barthes. Temuan keilmuan yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) puak poi pada upacara
paisin dalam budaya masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar berfungsi sebagai:
sarana komunikasi kepada (Tuhan, para Dewa, dan leluhur); menyelesaikan
berbagai permasalahan manusia dalam menjalani hidupnya; menjaga
keseimbangan kosmos; memperkuat ajaran-ajaran sistem religi masyarakat
Tionghoa; menguatkan integrasi keturunan dan kekerabatan; dan menjaga
kontinuitas kebudayaan dalam proses perubahan dalam ruang dan waktu. (2)
Makna puak poi adalah secara etimologis adalah bertanya dan terjadilah. Secara
kontekstual berarti puak poi ini adalah sarana komunikasi kepada Tuhan/Dewa,
leluhur di Alam Baka, atau makhluk gaib lainnya. Secara semiotik puak poi
memiliki tiga petanda jawaban yaitu: sengpoi (jawaban ya), jiupoi (jawaban yang
menggantung antara ya dan tidak), dan kampoi (jawaban tidak). Teks pertanyaan
sekaligus permintaan umumnya menggunakan bahasa Indonesia, dengan tema
berupa rezeki, jodoh, pengobatan, kerja, pembersihan altar keluarga, dan lainnya.
Kata Kunci: fungsi, makna, puak poi, paisin, sengpoi, jiupoi, kampoi
The title of this thesis is The Function and Meaning of Puak Poi in Paisin
Ceremony in the Culture of the Chinese community at Pematangsiantar. The
objective of the study was to find out two aspects of the existence of Puak Poi in
Paisin Ceremony in the culture of the Chinese community at Pematangsiantar,
which were (a) the function and (b) the meaning (language and culture).The
research used descriptive qualitative method. The data were taken through field
research by means of: interview, observation, recordings of the ceremony and the
use of puak poi, participant observation (participant observer), and library
research. The key respondent in the field were persons with capability; they were
saikong. The paisin ceremony observation was conducted towards the performers
by taking some events in the ceremony at Pematangsiantar into observation,
accordingly with the communication themes of the paisin ceremony, which were:
luck, match, medication, work, the cleaning of family’s altar, and so on.The
research used two main theories in studying the two research problems. In order to
study the function of puak poi in paisin ceremony, the research used the theory of
functionalism by Malinowski. Meanwhile, in order to study the meaning
(language and culture), this research used semiotics theory by Barthes. The results
were: (1) the function of puak poi in paisin ceremony in the culture of the Chinese
community at Pematangsiantar were , as the media for communication with (God,
gods, and ancestors); to overcome the problems of human beings in this life; to
maintain the balance of cosmos; to strengthen the religious system teachings of
the Chinese community; to strengthen the integration of descents and family
relation, and to maintain the cultural continuity within the process of spatial and
time changes. (2) the meaning of puak poi etimologically was to ask and to
happen. Contextually, puak poi was meant as the media for communication with
God/gods, ancestors in the hereafter, or other astral creatures. Semiotically, puak
poi had three answer markers: they were sengpoi (the answer of yes), jiupoi (the
answer of being between yes or no), and kampoi (the answer of no). The question
and request texts generally used Indonesian, with the themes of: luck, match,
medication, work, the cleaning of family’s altar, and so on.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkatNya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna dan Fungsi
Upacara Puak Poi pada Upacara Paisin dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di
Pematangsiantar” sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi
di Program Studi Sastra China, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan
bimbingan, baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Atas bantuan
dan dukungan yang penulis terima, pada kesempatan ini penulis terlebih dahulu
mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua penulis Tung Lai Hok (alm)
dan Ana Tan, serta saudara Santi Tung, Ilie Cang, Steven Cang, Tung Lai Hua
dan Fani Agresia S yang selama ini telah mendukung dan memeberikan doa,
motivasi, perhatian, dan kasih sayang tanpa batas kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati, penulis memohon maaf sebesar-besarnya dan berharap
adanya kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir
kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti
berikutnya.
Penulis
halaman
ABSTRAKSI ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x
DAFTAR BAGAN .................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
Halaman
Gambar 2.1 Puak poi Berwarna Merah Terbuat dari Kayu ................ 31
Gambar 2.2 Puak poi yang Terbuat dari Bambu ............................... 32
Gambar 4.1 Peta Wilayah Persebaran Agama Buddha
di Dunia ...................................................................... 67
Gambar 4.2 Altar Keluarga ............................................................... 78
Gambar 4.3 Peta Kota Pematangsiantar ............................................ 95
Gambar 4.4 Logo Kota Pematangsiantar ........................................... 97
Gambar 4.5 Monumen Wacana Tata Nugraha sebagai Ikon Kota
Pematangsiantar ............................................................. 97
Gambar 4.6 Salah satu Vihara di Kota Pematangsiantar..................... 98
Gambar 5.1 Sengpoi .......................................................................... 122
Gambar 5.2 Jiupoi ............................................................................. 124
Gambar 5.3 Kampoi .......................................................................... 126
halaman
Bagan 1.1 Latar Belakang Penelitian Fungsi dan Makna Puak poi
dalam Upacara Paisin dalam Kebudayaan Masyarakat
Tionghoa di Pematangsiantar ............................................ 17
Bagan 2.1 Proses Upacara Paisin dan Penggunaan Piak poi .............. 34
Bagan 4.1 Persentase Penduduk Kota Pematangsiantar Berdasar
Kelompok Etnik ............................................................... 92
Bagan 5.1 Fungsi Puak poi sebagai Sarana Komunikasi dengan
Tuhan dan para Dewa ....................................................... 107
Bagan 5.2 Fungsi Puak poi sebagai Sarana Komunikasi dengan
para Leluhur ..................................................................... 108
Bagan 5.3 Fungsi-fungsi Puak poi .................................................... 116
Bagan 5.4 Kemungkinan Hasil Lemparan Sepasang Puak poi
Satu Terbuka dan Tertutup ............................................... 121
Bagan 5.5 Sengpoi ............................................................................. 123
Bagan 5.6 Jiupoi............................................................................... 125
Bagan 5.7 Kampoi ............................................................................. 126
halaman
Tabel 4.1 Empat Kebijakan Utama dan Lima Hubungan Utama
Dalam Sistem Religi Konfusius ...................................... 60
Tabel 4.2 Kepercayaan Terhadap Mahluk Gaib pada Sistem Religi
Dao (Taoisme) ............................................................... 61
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Kota Pematangsiantar
Berdasar Kelompok Etnik .............................................. 81
Tabel 5.2 Fungsi-fungsi Puak poi terhadap Tampilan Puak poi
sebagai Indeks ................................................................ 128