PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38o C)
yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam. Anak
berumur 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang terjadi.
Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini, melainkan
termasuk dalam kejang neonatus.1
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering di
jumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang
demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang yang
terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan demam
serta tidak di dapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di
intrakranial.2
Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan sebagian
besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18
bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa
Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian Kejang demam per tahunnya.
Sedangkan di India sebesar 5-10% dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah
kejang demam sederhana (kejang <15 menit, umum, tonik atau klonik, akan
berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam).
Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplikata (kejang >15 menit,
fokal atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali
dalam 24 jam).2
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan
sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis, rhinitis dan
laryngiti. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun daerah iklim panas.
Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki anak usia sekolah atau
bekerja dilingkuangan anak-anak.3
1
Nyeri tenggorokan merupakan gejala klinis utama yang terjadi pada sepertiga
respiratori atas. Faringitis streptokokus jarang yang terjadi pada anak dengan usia
sebelum 2-3 tahun, namun insiden meningkat pada anak usia pra sekolah dan
mengalami penurunan pada akhir remaja sampai dewasa. Faringitis streptokolus
terjadi sepanjang tahun didaerah beriklim subtropis, dengan puncak kejadian pada
musim dingin dan semi. Penyakit ini kerap menular antara saudara kandung dan
teman sekelas. Infeksi virus umumnya menyebar melalui kontak erat dengan orang
yang terinfeksi, dengan puncak insiden pada musin dingin dan musin semi.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi2
Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan sebagian
besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18
bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa
Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian Kejang demam per tahunnya.
Sedangkan di India sebesar 5-10% dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah
kejang demam sederhana (kejang <15 menit, umum, tonik atau klonik, akan
berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam).
3
Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplikata (kejang >15 menit,
fokal atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali
dalam 24 jam).2
2.1.3 Patofisiologi5
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan
atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di
neuron otak.Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu
kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang
berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel
neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron
untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh
neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi
sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang
berulang.Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan
berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.5
2.1.4 Klasifikasi1
Kejang demam sederhana(simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit
dan berhenti sendiri.
Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
4
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial.
5
3. Gen
Resiko meningkat 2-3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam
Resiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam.6
2. Pemeriksaan penunjang1
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairam serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitiskarna manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karna itu
pungsi lumbal dianjurkan pada :
6
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karna itu tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia 6 tahun atau kejang demam
fokal.
Pencitraan
Foto x ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema1
2.1.7 Prognosis1
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang,
baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition
memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan
pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.
7
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebutkemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.1
8
Obat yangpraktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah
2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena.
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.1
Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
9
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal
0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12
kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali.
Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
10
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
2.2 Faringitis
11
2.2.1 Definisi Faringitis3
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dansering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsillitis,
rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di
daerah dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih
memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.3
2.2.2 Epidemiologi4
Nyeri tenggorokan merupakan gejala klinis utama yang terjadi pada
sepertiga infeksi respiratori atas. Faingitis streptokokus jarang terjadi pada anak
dengan usia sebelum 2-3 tahun, namun insidens meningkat pada anak usia
prasekolah dan mengalami penurunan pada akhir masa remaja sampai dewasa.
Faringitis streptokokus terjadi sepanjang tahun di daerah beriklim subtropis, dengan
puncuk kejadian pada musim dingin dan musim semi. Penyakit ini kerap menular
antara saudara kandung dan teman sekelas. Infeksi virus umumnya menyebar
melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi, dengan puncak insidens pada
musim dingin dan musim semi.4
12
Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri streptococcus
pyogenes yang merupakan streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin
terlibat adalah streptoccus Grub C, Corynebacterium diptheriae, Neisseria
Gonorrhoeae. streptococcus hemolitik Grub A hanya dijumpai 15-30 % dari kasus
faringitis pada anak-anak dan 5-10 % pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang
banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas seperti
adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus
(RSV). Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus,
coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) seringkali
menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis
oleh karena virus dapat merupakan bagian dari influenza.3
Selain nyeri tenggorokan dan demam, pada beberapa pasien dapat terdapat
stigmatat demam scarlatina (scarlet fever), yaitu pucat pada area sirkumoral, lidah
seperti stroberi ( strawberry tongue), dan ruam makulopapular eritematosa yang
bersifat difusi, yang menimbulkan rasa menonjol (goose flesh). Lidah pada awalnya
tertutup lapisan putih, namun papilla lidah yang berwarna merah dan edema tampak
13
menembus lapisan tersebut, sehingga tampak gambaran white strawberry tongue.
Saat lapisan putih terkelupas, lidah diarea yang dikerok akan berwarna merah
seperti daging segar dan terlihat tonjolan-tonjolan papila. Pasien yang terinfeksi A
haemotilikum juga memiliki manifestasi klinis yang serupa.
1. Faringitis akut
a. Faringitis viral
Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), virus
influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain. Pada adenovirus juga
menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.
b. Faringitis bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis
pada orang dewasa (15 %) dan pada anak (30 %).
14
Faringitis akibat infeksi bakteri streptokokus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan centor criteria, yaitu :
Demam
Anterior cervical lymphadenopathy
Eksudat tonsil
Tidak ada batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi streptokokus grup A, bila skor 1-3 maka pasien
memiliki kemungkinan 40 % terinfeksi streptokokus group A dan bila skor 4
padien memiliki kemungkinan 50 % terinfeksi streptokokus group A.
c. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh dimukosa rongga mulut dan faring
d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
2. Faringitis kronik
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring.
3. Faringitis spesifik
a. Faringitis tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru
b. Faringitis leutika
Treponema pallidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring, seperti juga
penyakit lues di orga lain. Gambaran klinik tergantung stadium penyakitnya.6
15
2.2.6 Penatalaksanaan6
1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup
3. Berkumur dengan air hangat dan berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk
menjaga kebersihan mulut. Pada farangitis fungal diberikan nystatin 100.000-
400.00 IU, 2 x/perhari. Untuk faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan
melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin
25 %.
4. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus Isoprinosine dengan dosis 60-
100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari pada orang dewasa dan pada anak <5
tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6x/hari.
5. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyababnya streptococcus
grup A, diberikan antibiotik amoksisilin 50 mg/kgBB dosisi dibagi 3 x/hari
selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin
4 x 500 mg/hari.
6. Pada faringitis gonorea, dapat diberikan sefalosporin generasi ke-3, seperti
seftriakson 2 gr IV/IM sinle dose.
7. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus parasanal harus
diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.
Sedangkan, pada farangitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik 1 x/hari
selama 3-5 hari.
8. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
9. Analgetik-antipiretik
10. Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi inflamasi
sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang diberikan dapat berupa
deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01
mg/kgBB/hari dibagi 3 x/hari selama 3 hari.6
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
Anamnesa
Seorang anak laki-laki berumur 2 tahun masuk instalasi gawat darurat di rumah
sakit Stroke Nasional Bukittingi pada tanggal 4 mei 2019 WIB. Pasien masuk
dengan keluhan utama kejang lebih kurang 1 kali dengan durasi kurang dari 2
menit.
17
Riwayat Imunisasi
- BCG
- Polio 3 kali
- Hepatitis 3 kali
- DPT 3 kali
- Campak 1 kali
Riwayat Persalinan
- Pasien memiliki riwayat persalinan normal yang ditolong loeh bidan.
- Berat badan 3000 gram
- Panjang badan 50 cm
2. Data laboratorium
Test Nilai normal Hasil
18
Hematokrit Laki-laki 35-45 % 33,5 %
Neutrofil 55 – 80 % 86,2 %
Limfosit 22 – 44 % 8,7 %
MCV 80 – 96 fL 77,8 fL
MCH 28 - 33 pg 27,1 pg
3.6 Diagnosa
- Kejang demam simplek
- Faringitis akut (tonsilitis)
19
- Parasetamol 4 x 250 mg rute pemberian oral
- Luminal 2 x 64 mg rute pemberian oral
- Cefotaxim 2 x 800 mg rute pemberian IV
Suhu 36,3°C
A Perbaikan
P terapi/ kausal
20
Tanggal 8 Mei 2019
Suhu 36,6°C
A Perbaikan
P Terapi perbaikan
1 Paraseta 4 x Per √ √ √ √
mol 250 Ora
Sirup mg l
21
2 Luminal 2 x Per √ √ √
64 Ora
mg l
3 Cefotaxi 2 x IV √ √ √ √ √ √ √
m 800
mg
Waktu Pemberian
8/5/19 9/5/19
1 Paraseta 4 x Per √ √
mol 250 Ora
Sirup mg l
2 Luminal 2 x Per √ √
64 Ora
mg l
3 Cefotaxi 2 x IV √ √ √
m 800
mg
22
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien anak laki-laki berumur 4 tahun datang ke rumah sakit stroke
nasional bukittinggi pada tanggal 4 mei 2019 dengan keluhan demam tinggi sejak
lebih kurang satu hari disertai kejang lebih kurang satu kali dengan durasi kurang
dari 2 menit.
Dari hasil pemeriksaan fisik, keadaan umum sedang; kesadaran compos
mentis; frekuensi nadi 100 kali/menit; frekuensi nafas 20 kali/menit; suhu 40oC;
Glasgow coma Scale (GCS) E4 M6 V5. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 5 mei 2019 diperoleh hasil Hemoglobin (HGB) 11,7 g/dL (normal 13,5-
17,5 g/dL); Leukosit (WBC) 30,42 x 103/L (normal 4,4-11,3 x 103/L); Erirosit
(RBC) 4,31 x 106/L (normal 4,5-5,9 x 106/L); Trombosit 297 x 103/L (normal 150-
450 x 103/L); Hematokrit (HCT) 33,5% (normal 35-45%). Hasil pemeriksaan ini
menguatkan bahwa pasien menderita kejang demam dan faringitis akut.
23
panjang dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. Namun pada pasien ini tidak
mengalami efek samping dari paracetamol diatas.
24
dikulit. Namun pada pasien ini tidak mengalami efek samping seperti yang
disebutkan diatas.
BAB V
KESIMPULAN
25
1. Berdasarkan hasil diagnose pasien mengalami penyakit kejang demam dan
faringitis akut. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Untuk terapi yang diberikan sudah tepat dan efisien bagi pasien.
2. DRP yang terdapat hanya masalah ketidaksesuaian dosis dalam pemberian terapi
kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
26
2. Arifuddin, A., 2016, Analisis Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam Diruang
Perawatan Anak RSU Anutapura Palu, Jurnal Kesehatan Jadulako 2(2),
P.60-72
4. Marcdante, K. J., dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Essensial Edisi
Keenam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
5. Nia Kania, dr., SpA.,MKes. 2017. Kejang Pada Anak. Klinik Penanganan
Kejang Pada Anak : Bandung.
6. Ikatan dokter indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta : IDI
1. Paracetamol
Bentuk Sediaan: Tablet, eliksir, Serbuk, Suspensi, Supositoria.
27
Dosis:Anak: 10-15 mg/Kg/BB
Kontra indikasi :
Interaksi Obat
Alkohol meningkatan risiko acetaminophen-induced hepatotoksisitas.
Hindari penggunaan biasa atau berlebihan acetaminophen,alternative
menghindari konsumsi alkohol.
Antikonvulsan(barbiturat, carbamazepine, phenytoin) meningkatkan
konversi acetaminophen untuk metabolit hepatotoksik, peningkatan risiko
hepatotoksisitas.
Aspirin ada penghambatan efek antiplatelet
Fenotiazin kemungkinan meningkatan risiko hypothermia parah.
2. Fenobarbital
Indikasi :
epilepsi (semua jenis kecuali tipe petit mall)
Kontra indikasi : depresi pernafasan berat, porfiria
Dosis :
anak 4-6 mg/kgBB/hari
Sediaan :
tablet 30 mg: sibital, phenobarbital ampul 100 mg/ml: phental, sibital.
Efek samping :
28
mengantuk, letargi, depresi mental, ataksia, nystagmus, iritabel dan hiperaktif
pada anak; agitasi, resah dan bingung pada lansia; reaksi alergi kulit,
hipoprotrombinemia, anemia megaloblastik, hepatotoksik.
Interaksi obat ;
kadar phenobarbital meningkat bila diberikan bersamaan: metsuksimid,
phenytoin, asam valproate, furosemide.
Kadar phenobarbital menurun bila diberikan bersama kloramfenikol,
dikumoral, folat.
3. Cefotaxim
Indikasi:
Infeksi yang disebabkan oleh pathogen yang sensitive terhadap cefotaxim dalam
kondisi infeksi saluran nafas bawah, infeksi saluran urogenitalia, gonorhoea tanpa
komplikasi, infeksi intraabdominal termasuk peritonitis, infeksi tulang dana tau
sendi, infeksi SSP termasuk meningitis, profilaksis bedah..
Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas terhadap cepalosphorin.
1. KA-EN 1B
Dosis infus maintenance : 65 cc x 16 kg x 20 tts/ml (Terumo)
29
24 jam x 60 menit
= 20800
1440
= 14,44 tts/menit atau 15 tetes/menit
Jumlah tetesan infus yang diberikan 16 tts/menit
Jumlah tetesan infus yang diberikan kurang sesuai dengan perhitungannya.
3. Cefotaxime
Dosis anak < 12 tahun : 100-150 mg/kgBB/hari
Dosis untuk anak dengan BB 16 kg
= 16 kg x 100-150 mg/kgBB/hari
= 1600-2400 mg/hari/ 2-4 dosis
= 800-1200 mg/sekali pemakaian
Dosis yang diberikan masuk dalam range dosis lazim.
4. Luminal
Dosis untuk anak : 4-6 mg/kgBB/hari
= 16 kg x 4-6 mg/KgBB/hari
30
= 64 - 96 mg/hari
Dosis yang diberikan masuk ke dalam range dosis lazim
31
DRUG RELATED PROBLEM
Pasien mendapat
penanganan terhadap efek Efek samping yang ditimbulkan dapat
samping yg seharusnya ditolerir oleh tubuh si pasien
dapat dicegah
32
Kondisi pasien tidak dapat Setiap obat yang diberikan memang
disembuhkan oleh obat diindikasikan untuk memulihkan
kembali kondisi pasien
tidak tepat
33
4. Reaksi yang tidak
diinginkan
Obat sudah aman untuk pasien
Obat tidak aman untuk
pasien
5. Ketidaksesuaian
kepatuhan pasien
34
Pasien tidak mampu rumah sakit
menyediakan obat
Pasien mampu menyediakan obat
Pasien tidak bisa menelan
atau menggunakan obat
Pasien bisa menelan dan menggunakan
Pasien tidak mengerti
obat
instruksi penggunaan obat
Pasien mengerti intruksi penggunaan
Pasien tidak patuh atau
obat
memilih untuk tidak
menggunakan obat Pasien patuh dalam menggunakan obat
6. Pasien membutuhkan
terapi tambahan
35