DI SUSUN OLEH :
Kelompok 6
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................. 1
C. TUJUAN PENULISAN .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. KONSEP DASAR MEDIK GLUKOMA ................................. 3
a. Defenisi Glukoma ................................................................ 3
b. Klasifikasi Glukoma.............................................................. 4
c. Etiologi Glukoma ................................................................ 18
d. Patofisiologi Glukoma ....................................................... 18
e. Manifestasi Klinis Glukoma .............................................. 19
f. Pemeriksaan Penunjang Glukoma....................................... 20
g. Penatalaksanaan Glukoma ................................................. 21
h. Komplikasi Glukoma ........................................................... 25
i. Pathway Epilepsi ................................................................. 26
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GLUKOMA ............. 27
a. Pengkajian Keperawatan ..................................................... 27
b. Diagnosa Keperawatan ........................................................ 28
c. Intervensi Keperawatan ........................................................ 29
BAB III PENUTUP .................................................................................... 34
A. KESIMPULAN ............................................................................... 34
B. SARAN ........................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 35
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Glaukoma merupakan kumpulan penyakit berupa glaukoma
opticneupati (kelainan saraf optik pada glaukoma) dengan disertai
hilangnya lapang pandang dimana tekanan bola mata diduga merupakan
faktor risiko utama. Gangguan pada saraf optik ini masih belum jelas
mekanismenya dan telah disepakati bahwa gangguan ini tidak seluruhnya
berkolerasi dengan tekanan bola mata.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Glukoma ?
1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
asuhan keperawatan pada penyakit glukoma.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami tentang
asuhan keperawatan pada penyakit glaukoma.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I Penginderaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Ada dua cara pengukuran tekanan intraokuler :
1. Tonometry adalah pengukuran tidak langsung tekanan intraokuler.
Segera sesudah tetes mata anestetik lokal diberikan, maka footplate
tonometer ditempatkan pada kornea untuk mengukur tekanan.
2. Gonioscopy memperkirakan sudut ruang mata depan dan
mengukur kedalaman. Gonioscopy membedakan antara glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
b. Klasifikasi Glaukoma
a. Glaukoma Primer
Glaukoma primer biasanya ditemukan pada pasien berusia diatas
60 tahun. Hal ini merupakan penyakit bawaan pada bayi dan anak –
anak.
Ada dua bentuk glaukoma primer :
a. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan jenis glaukoma kronik sederhana yang paling
sering terjadi. Pada glaukoma jenis ini, aliran melalui kanal
Schlemn mengecil. Namun sesuai dengan namanya, sudut
antara iris dan kornea tempat dimana cairan aqueos humor
mengalir tetap terbuka. Glaukoma sudut terbuka biasanya
terjadi di kedua mata.
Tanda dan gejala meliputi hilangnya penglihatan perifer,
sakit kepala ringan dan kesulitan dalam beradaptasi dengan
cahaya. Penyakit ini berkembang secara bertahap. Pasien
seringkali tetap tidak merasakan gejalanya, bahkan sesudah
terjadi kehilangan penglihatannya.
4
Hal ini biasanya hanya terjadi pada satu mata. Ketika sudut bilik
mata depan menyempit dan iris menonjol ke dalam bilik mata
depan maka aliran cairan ke arah kanal Schlemn menjadi
terbatas.
b. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat
penyakit mata lainyang menyebabkan penyempitan sudut atau
peningkatan volume cairan di dalammata. Kondisi ini secara tidak
langsung mengganggu aktivitas struktur yangterlibat dalam sirkulasi
dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi akibat:
a) Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa
pada katarak
b) Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari
jaringan uvea
c) Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris.
c. Glukoma Kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau
segera setelahkelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran
pembuangan cairan di dalammata tidak berfungsi dengan baik.
Akibatnya tekanan bola mata meningkat terusdan menyebabkan
pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan peka
terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan
abnormaldari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan
5
mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya
pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia blepharospme.
d. Macam-Macam Glukoma
a. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut adalah suatu keadaan akhir semua jenis
glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol.
Dapat disertai keadaan seperti :
a. Infeksi siliar
b. Edema kornea
c. Bilik mata depan yang dangkal
d. Pupil lebar
e. Iris lebar
f. Iris ektropion
g. Penggaungan dan atrofi papil saraf optic yang total
Keadaan ini dapat disertai rasa sakit pada mata yang mula
– mula hilang timbul tetapi akhirnya dapat terus – menerus.
Tekanan bola mata sangat tinggi sehingga bola mata menjadi
keras bagaikan batu.
Pengobatan :
1) Pengobatan ditujukan terutama pada rasa sakitnya dengan
jalan :
a) Suntikan alcohol retrobulber 90% sebanyak 0,5ml.
b) Penyinaran yang ditujukan pada badan siliar,
diberikan 100 – 150 Rad dalam 4 – 5 kali penyinaran.
2) Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan operasi
intraokuler lainnya sebab dapat menimbulkan oftalmia
simpatika.
6
b. Glaukoma Afakia
Glaukoma afakia adalah glaukoma sekunder yang terjadi
sesudah operasi pengeluaran lensa yang mengakibatkan
terjadinya gangguan pengeluaran aqueous melalui trabekulum.
Terdapat dua mekanisme penutupan sudut, yaitu yang dimulai
dengan hambatan pupil (papillary block) dan penutupan
langsung sudut bilik mata depan (angle block).
Hambatan pupil juga akan menghasilkan penutupan sudut
bila iridektomi tak berfungsi. Seperti diketahui sesudah suatu
operasi katarak dapat terjadi peradangan berupa
uveitis/iridosiklitis yang menyebabkan terjadinya perlekatan
antara pupil dengan membrane hialoid sehingga terjadi
hambatan pupil yang dapat menyebabkan terjadinya kolaps bilik
mata depan dan suatu goniosinekia. Kolaps bilik mata depan bisa
juga terjadi akibat bocornya jahitan atau terlambatnya
pembentukan bilik mata depan karena terlambatnya penutupan
luka. Hal – hal ini dapat menyebabkan terjadinya penutupan
sudut bilik mata depan atau goniosinekia. Penutupan sudut bilik
mata depan sebesar 2/3 bagian (2400) dapat menyebabkan
glaukoma.
c. Glaukoma Berpigmen
Glaukoma berpigmen adalah glaukoma sudut terbuka
dimana pada pemeriksaan gonioskopi ditemukan pigmentasi
yang nyata dan padat pada jalinan trabekulum.
Keadaan ini juga disertai depigmentasi iris dan terdapat
suatu gambaran khas pada endotel kornea yang disebut
Kruckenberg spindle. Dapat juga ditemukan endapan pigmen
iris dan lensa, zonula dan retina perifer. Daerah depigmentasi
terjadi dipangkalan iris bertepatan dengan muskulus dilatator iris
7
sehingga pada pemeriksaan trnasiluminasi iris yang lebih
tembus pandang di perifer.
Kelainan ini terdapat pada orang dewasa muda dan
myopia merupakan predileksi untuk kelinan ini. Pada pria
kelainan ini lebih banyak ditemukan daripada wanita. Pada
stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler yang tinggi
dan adanya halo karena edema kornea. Sesudah stadium ini
dapat diatasi biasanya tekanan intraokuler terkontrol.
Tes kortikosteroid yang positif menunjukkan adanya
hubungan genetik yang sama seperti pada glaukoma sudut
terbuka primer. Tetapi pada pemeriksaan transformasi sel
limfosit ternyata hasilnya berbeda sehingga dianggap penyebab
glaukoma berpigmen ini berbeda dengan glaukoma sudut
terbuka primer.
Pengobatan :
Sedapat mungkin dengan obat – obatan. Bila dengan obat
– obatan tak dapat di atasi, baru dilakukan tindakan pembedahan.
8
menurun, sedangkan pada keadaan dengan outflow facility yang
normal maka keadaan ini disebut ischaemic optic neuropathy.
Pengobatan :
Pengobatan loe tension glaucoma ditujukan pada
menurunkan tekanan bola mata ke titik yang lebih rendah.
Miotika dan obat – obatan simpatomimetik dapat dicoba.
e. Glaukoma Hipersekresi
Glaukoma hiperekskresi adalah suatu jenis glaukoma
sudut terbuka dengan outflow facility yang normal. Hipersekresi
biasanya terjadi hilang timbul dengan produksi aqueous humor
yang meninggi. Pada waktu terjadi sekresi yang berlebihan,
tekanan bola mata meninggi dan berkisar antara 20 – 30 mmHg,
kemudian terjadi kerusakan pada papil saraf optic dan gangguan
lapang pandangan yang khas glaukoma. Kalau tidak terjadi
sekresi yang meninggi, maka semua keadaan ditemukan normal,
kecuali kelainan papil saraf optik dan kampus yang sudah
terjadi. Pada setiap keadaan ini outflow facility tetap normal.
Kelainan ini terutama dijumpai pada wanita berumur antara 40
– 60 tahun dengan hipertensi sistemik yang neurogen.
Pengobatan :
Biasanya berhasil baik dan sebagai obat pilihan ialah
epinefrin topical (hati – hati dengan hipertensi) dan penghambat
karbonik anhidrase.
9
(aqueous humor) hasil produksi badan siliar di bagian belakang
yang mendesak ke segala arah. Keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya pendangkalan bilik mata depan.
Pada masa lalu hal ini biasanya dianggap terjadi sesudah
operasi glaukoma sudut tertutup. Namun pengalaman berbagai
ahli menunjukkan bahwa keadaan ini dapat terjadi juga sesudah
operasi katarak, pemberian miotika pada pengobatan glaukoma,
inflamasi dan lain – lain.
Pengobatan :
Bila pengobatan medikamentosa dengan midriatika yang
kuat seperti sulfas atropine 4% dan 10% tidak berhasil, maka
harus dilakukan operasi berupa penghisapan aqueous humor dan
badan kaca melalui sklera disertai pembentukan kembali bilik
mata dengan memasukkan udara.
g. Glaukoma Neovaskuler
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder yang
disebabkan oleh bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler baru
(neovaskuler) di permukaan iris. Neovaskuler ini menuju ke
sudut bilik mata depan dan berakhir pada trabekulum. Keadaan
ini dapat diakibatkan oleh berbagai hal, seperti kelainan
pembuluh darah, penyakit peradangan pembuluh darah, penyakit
pembuluh darah sistemik dan penyakit tumor mata. Pada
pemeriksaan tonografi dan gonioskopi ditemukan kelainan yang
progresif.
Pengobatan :
Obat – obatan biasanya tidak menolong. Sebaliknya
dilakukan siklodiatermi atau siklokrioterapi. Pada keadaan akut
dapat diberikan kortikosteroid dan atropine. Cara pengobatan
lain yang diajukan ialah pankoagulasi retina.
10
h. Glaukoma Primer Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang
penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik
mata depan yang terbuka. Diduga glaukoma ini diturunkan
secara dominan atau resesif pada kira – kira 50% penderita.
Secara genetik penderitanya adalah homozigot. Pada umumnya
terdapat pada orang – orang berusia di atas 40 tahun, tetapi dapat
juga ditemukan pada usia muda (glaukoma juvenil). Pada 99%
penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat hambatan
pengeluaran aqueous pada sistem jalinan trabekulum dan kanal
Schlemm. Namun dapat juga outflow – nya normal dan dalam
hal ini disebut glaukoma hipersekresi.
Glaukoma simpleks adalah penyakit menahun yang
berkembang terus dengan lambat. Mulai timbulnya penyakit
sangat lambat, kadang – kadang berkembang tanpa disadari
penderita sehingga sampai mencapai tingkat lanjut. Penelitian
yang lebih cermat pada stadium awal memperlihatkan adanya
remisi dan eksaserbasi daripada gangguan outflow dan
peninggian tekanan intraokuler. Ada penulis yang menganggap
remisi atau penurunan tekanan intraokuler ini terjadi karena
diimbangi oleh penurunan produksi aqueous sehingga kita
melihatnya sebagai tekanan intraokuler yang menurun.
Glaukoma simpleks dapat berakhir sebagai glaukoma
absolut dimana pada keadaan ini terdapat insiden oklusi
pembuluh darah yang tinggi. Dapat berkomplikasi dengan
neovaskularisasi iris dan sudut bilik mata depan dan berakhir
sebagai glaukoma haemorrhagica. Tes yang khusus dilakukan
untuk membantu diagnosis adalah tes minum air, tes pilokarpin
dan tes provokasi steroid.
Pengobatan :
11
Pada dasarnya konservatif dengan obat – obatan dan
bertujuan memperbaiki outflow facility dengan pemberian
pilokarpin (0,5 – 4%) atau menekan produksi cairan aqueous
dengan asetazomalid. Pada orang muda lebih baik diberikan
epinefrin tetes agar tidak mengganggu daya akomodasi. Jika
akan dilakukan operasi maka pada keadaan seperti tekanan
intraokuler tetap diatas 30mmHg, kerusakan papil saraf optik
yang progresif dan kerusakan lapang pandangan yang progresif.
12
karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk
mendorong aqueous melalui celah iris lensa ini. Tekanan
dibelakang iris yang lebih tinggi ini akan menyebabkan akar iris
melengkung ke depan mendekati dinding trabekulum. Dikatakan
bahwa luasnya gerakan ke depan iris tersebut tergantung
kelenturan akar iris. Pada orang kulit putih ditemukan bahwa
glaukoma primer sudut terbuka, 4 kali lebih banyak daripada
glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan pada orang
Indonesia glaukoma primer sudut tertutup lebih banyak daripada
glaukoma sudut terbuka. Sebelum terjadi serangan semua
keadaan yaitu tekanan intraokuler, papil dan kampus dalam batas
– batas normal. Orang – orang dengan sudut bilik mata depan
yang tertutup biasanya pernah mengalami serangan – serangan
kecil.
13
Gejala Klinik : pada mata tampak gejala bendungan
akut bola mata, penglihatan kabur, rasa sakit di daerah yang
dipersyarafi oleh saraf trigeminus, dan kadang – kadang
disertai muntah, tekanan intraokuler yang sangat tinggi,
mata merah, edema palpebra, edema kornea, bilik mata
depan dangkal, midriasis, papiledema.
Faktor pencetus dapat berupa keadaan emosi yang
terlalu gembira, sesudah menonton film di bioskop, berada
dalam ruangan gelap atau minum terlalu banyak, adanya
tekanan relatif tinggi pada bilik mata belakang akibat
penempelan iris yang luas pada permukaan lensa sehingga
menimbulkan hambatan pupil yang realtif (relative
pupillary block). Adanya tekanan yang lebih tinggi di bilik
mata belakang ini menimbulkan sinekia anterior pada sudut
bilik mata depan dan yang dapat menyebabkan penutupan
sudut bilik mata depan.
b. Penutupan sudut intermiten (intermittent angle closure) :
Pada umumnya sudut bilik mata depan sudah sempit
sejak semula dan dapat menyebabkan gangguan aliran
aqueous ke trabekulum.
Perjalanan penyakit biasanya berupa serangan –
serangan yang singkat dan hilang timbul. Sesudah setiap
kali serangan sudut bilik mata depan terbuka kembali, akan
tetapi biasanya bila serangan sudah berhenti sudut bilik
mata depan tidak terbuka kembali seperti semula.
Biasanya ditemukan suatu gambaran sisa – sisa
sinekia pada sudut bilik mata depan, atrofi iris serta
penyebaran pigmen di sudut bilik mata depan dan kapsula
lensa bagian depan.
c. Penutupan sudut menahun (chronic angle closure) :
14
Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahan –
lahan atau merupakan kelanjutan serangan intermiten yang
sudah menimbulkan sinekia yang luas. Dapat juga terjadi karena
serangan mendadak yang timbul diatasi dengan baik.
15
Dalam keadaan ini lensa dapat terletak diatas
permukaan badan siliar yang menyebabkan rangsangan
pada badan siliar yang akan berproduksi berlebihan.
Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur
dalam hal mana protein lensa dan makrofag menutup
sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma fakolitik.
Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya dapat
menyebabkan iridosiklitis, hal ini disebut glaukoma
fakotoksik.
Pengobatan :
16
Akibatnya terjadi tekanan yang lebih tinggi di bilik mata
belakang dibandingkan dengan bilik mata depan. Hal ini
menyebabkan iris dan pangkal iris terdorong ke depan
menutup sudut bilik mata depan.
Pengobatan :
Pengobatan biasanya ditujukan untuk memperlancar
hubungan antara bilik mata belakang dengan bilik mata
depan, baik dengan iridektomi perifer maupun dengan
pemberian midriatika.
17
o. Sindrom Pseudoeksfolisasi (Glaucoma Kapsuler)
Sindrom pseudoeksfolisasi adalah suatu bentuk glaukoma
sekunder sudut terbuka, dimana terdapat bahan – bahan
abnormal yang menempel pada permukaan lensa, iris dan sudut
bilik mata depan.
Gambaran klinik : ditemukan pada orang tua dengan
glaukoma sudut terbuka dan deposit pigmen yang luas pada
sudut bilik mata depan. Pada pemeriksaan transiluminasi
terdapat daerah depigmentasi di sfringter iris. Biasanya
unilateral, terdapat juga lateral. Gejala yang khas ialah
terdapatnya deposit kelabu pada permukaan lensa tepat dibawah
batas pupil.
Terdapat 3 daerah di lensa, yaitu : daerah sentral yang
keruh, intermidiate zone yang jernih, dan daerah perifer tepat di
bawah batas pupil berupa bercak keabu – abuan.
Pengobatan :
Sesuai dengan pengobatan glaukoma sudut terbuka
c. ETILOGI
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan
anatomisebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma
mata, dan predisposisifaktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai
manifestasi penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya.
Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antaralain riwayat glauakoma
pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.
d. PATOFISIOLOGI
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi
humoraqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya
aliran keluar humoraquelus melalui sudut bilik mata depan juga
bergantung pada keadaan kanal Schlemmdan keadaan tekanan episklera.
18
Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika
terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg,
diperlukan evaluasi lebih lanjut.Secara fisiologis, tekanan intraokuli
yang tinggi akan menyebabkan terhambatannyaaliran darah menuju
serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan
menimbulkankerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi
peningkatan tekanan intraokular,akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1) Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi
berkas serabutsaraf pada papil saraf optik.
2) Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil
saraf optik yangmerupakan tempat dengan daya tahan paling lemah
pada bola mata. Bagian
tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehi
ngga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
3) Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas.
4) Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh
kerusakan serabut sarafoptik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73)
e. MANIFESTASI KLINIK
1) Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2) Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3) Mual, muntah, berkeringat.
4) Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5) Visus menurun.
6) Edema kornea.
7) Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma
sudut terbuka).
8) Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
19
9) TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)
f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
1. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata.
Dikenalempat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra
ocular yaitu :
1) Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
2) Indentasi dengan tonometer schiotz
3) Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
4) Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga
yang paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya
dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam
keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil
pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh
ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus
kelopak mata yang keras pindah ke depan bola
mata,hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini
selalu memberi kesan perasan keras. Dilakukan dengan
palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan
secara brgantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat
sebagai berikut:
a) N : normal
b) N + 1 : agak tinggi
c) N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
d) N– 1 : lebih rendah dari normal
e) N – lebih rendah lagi, dan seterusnya
20
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut
bilik mata depandengan menggunakan lensa kontak khusus.
Dalam hal glaukoma gonioskopidiperlukan untuk menilai lebar
sempitnya sudut bilik mata depan.
3. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk
mempertahankan keadaan papil saraf optic, sangat penting
dalam pengelolaan glukoma yang kronik. Papil saraf optic yang
dinilai adalah warna papil saraf optic dan lebarnya ekskavasi.
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
g. PENATALAKSANAAN
1. Manajemen Farmakologi
Obat – obat farmakologi dan antiglaukoma sangat penting
dalam manajemen glaukoma. Tidak ada hubungan fisiologi antara
glaukoma dan hipertensi. Satu – satunya persamaannya adalah
bahwa pasien yang mengidap penyakit ini memerlukan manajemen
farmakologi seumur hidup. Sekali pasien didiagnosa mengidap
21
glaukoma, maka penting bagi perawat untuk mengutamakan
pengobatan harian dan pemeriksaan mata setiap tahun.
Pasien yang menggunakan obat antiglaukoma seharusnya
memperhatikan mengenai interaksi obat. Perawat harus
menginstruksikan pada pasien untuk menghindari setiap bentuk obat
flu dan obat tidur. Pasien yang menderita glaukoma sudut sempit
atau glaukoma sudut tertutup harus menghindari atropine dan
anticholinergic lain misalnya obat – obat midriatikum yang berefek
melebarkan pupil. Obat – obatan yang sering dipakai untuk
glaukoma meliputi miotik, midriatik, beta – adrenergic dan carbonic
anhydrase inhibitor.
a. Miotik
Sesudah memberikan tetes mata miotik, perawat harus
menekan sakus lakrimal selama 1- 2 menit untuk mencegah
tetes tersebut memasuki sirkulasi sistemik sehingga dapat
menambah efek lokal. Obat – obat cholinergic membatasi
pupil untuk membantu aliran aqueous humor. Absorbsi cairan
ke dalam kanal Schlemn dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Penurunan tekanan intraokuler terjadi ketika iris
seimbang besarnya dengan sudut filtrasi, sehingga
memperlancar aliran aqueous humor (Wilson, Shannon, &
Stang, 1998).
Miotik semacam acetylcholine, carbachol, dan
pilocarpine (Ocusert – Pilo) digunakan dalam glaukoma sudut
terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Pilocarpine (Ocusert –
Pilo) merupakan sistem okuler yang ditempatkan pada kelopak
mata atas di dalam sakus konjungtiva dan diganti tiap minggu.
Oleh karena bisa mengaburkan pandangan pasien, maka
sistem ini digunakan pada waktu tidur dan obat dalam waktu 2
22
jam akan mencapai puncaknya. Efek sampinya adalah nyeri
pada kening, nyeri kepala, dan mata terus berair.
b. Mydriatic
Mydriatic seperti epinephrine merupakan
sympathomimetic yang melebarkan pupil dan mengurangi
produksi serta meningkatkan absorbsi aqueous humor.
Tindakan ini menurunkan tekanan intraokuler dalam
glaukoma sudut terbuka. Obat adrenergik ini harus dihentikan
jika memberikan gejala – gejala sistem saraf sentral (CNS),
seperti tremor pada otot dan saraf. Jika penggunaan mydriatic,
maka pasien harus menghindari obat flu atau obat – obat sinus.
23
tekanan intraokuler. Perawat harus memberikan obat ini di
pagi hari karena adanya efek diuretik. Obat ini diberikan
bersama makanan guna mencegah mual.
Ketika seseorang diberi diuretik, perawat harus meminta
pasien untuk meminum 2 – 3 liter air guna mencegah batu
ginjal. Perawat harus memperkirakan berat badan harian
pasien dan memonitor balance cairan serta tanda vital untuk
mengetahui depletion volume (kehabisan volume cairan).
Perawat harus memonitor elektrolit serta tes fungsi ginjal dan
hati. Pasien membutuhkan diet kaya potasium atau pengganti
potassium. Reaksi negatif muncul dalam bentuk ruam,
pruritus, purpura, pucat dan perdarahan. Dokter harus waspada
jika pasien mengalami demam, nyeri tenggorokan, mati rasa,
rasa gatal, atau nyeri panggul (Wilson, Shannon, & Stang,
1998).
2. Manajemen Bedah
Jika terapi obat tidak berhasil mengatur tekanan intraokuler
atau dalam kasus glaukoma akut, maka diperlukan tindakan operatif
untuk membuka ruang trabekula atau menciptakan saluran
pembuangan cairan. Prosedur bedah glaukoma umummeliputi hal –
hal berikut :
a. Laser trabeculoplasty adalah bedah rawat jalan dengan
menggunakan laser untuk membuka ruangan sempit jaring
trabekula.
b. Trabeculectomy merupakan prosedur yang dikerjakan dengan
general anestesi/anestesi umum untuk membuat fistula
permanen agar aqueous humor dapat mengalir dari bilik mata
depan.
24
c. Photocoagulation (Laser heat) dan Cyclocryotherapy (jaringan
yang dibekukan) dilakukan untuk mengurangi produksi aqueous
humor oleh badan siliaris.
d. Laser iriditomy merupakan tindakan laser untuk melubangi iris
agar terjadi peningkatan drainase.
e. Iridectomy merupakan prosedur dimana sebagian kecil dari iris
diangkat untuk meningkatkan aliran.
h. KOMPLIKASI
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glukoma, glukoma
penutupan sudut akut adalah suatu kedaruratan medis. Agens topikal
yang digunakan untuk mengobati glukoma dapat memiliki efek sistemik
yang meruikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa perburukan
kondisi jantung, pernapasan atau neurologis
25
26
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian awal
a. Identitasa.
b. Nama
c. Alamat
d. Jenis kelamind.
e. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40
tahun.
f. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling
sedikit 5 kalidari kulit putih (dewit, 1998).
g. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma
mata.
2. Riwayat kesehatana.
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya
lapang pandangdan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya
kabur dansering menabrak, gangguan saat membacac.
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata
sebelumnya
atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyeb
abkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle
Closume Glaucoma),riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedangdiderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada
kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka
primer.
3. Psikososisl: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko
jatu, berkendaraan.
4. Pemeriksaan fisik
27
a. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan
oftalmoskop untukmengetahui adanya cupping dan atrofi
diskus optikus. Diskus optikusmenjadi lebih luas dan lebih
dalam. Pada glaucoma akut primer, kameraanterior dangkal,
akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluardari
iris.
b. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut
lapang pandangcepat menurun secara signifikan dan keadaan
kronik akan menurun secara bertahap.
c. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya
inflamasimata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil
sedang yang gagal bereaks terhadap cahaya. Sedangkan
dengan palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami TIO,
terasa lebih keras disbanding mata yang lain.
d. Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik
atau openangle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan
akut atau angle closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan
gonioskopi akan didapatsudut normal pada glaukoma kronik.
Pada stadium lanjut, jika telah timbulgoniosinekia
(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka
sudutdapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO
meningkat, sudut COAakan tertutup, sedang pada waktu TIO
normal sudutnya sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Napas b/d Pola Napas Abnormal
2. Resiko Cederah b/d Gangguan Keseimbangan
3. Resiko Infeksi b/d Post Op
4. Kekurangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d
ketidakmapuan mengabsorbsi nutrisi
5. Hambatan Mobilitas Fisik b/d Gangguan Musculoskeletal
28
6. Ansietas b/d Ancaman Pada Status Terkini
c. Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA NOC NIC
1. ketidakefektif Setelah melakukan Manajemen Jalan Napas
an Pola Napas tindakan keperawatan 1. Posisikan pasien untuk
B/D Pola selama 3x24 jam memaksimalkan ventilasi
Napas diharapkan pola napas 2. Buang sekret dengan
Abnormal pasien kembali normal memotivasi pasien untuk
dengan kriteria hasil : melakukan batuk atau
1. Frekuensi menyedot lendir
pernapasan pasien 3. Instruksikan bagaimana
kembali normal agar pasien bisa
(RR =14- melakukan batuk efektif
20x/menit) 4. Kelola nebulizer
2. Irama pernapasan ultrasonik, sebagimana
reguler mestinya
3. Pasien bernapas 5. Kelola udara atau oksigen
dengan kedalaman yang dilembabkan,
inspirasi yang sebagimana mestinya
normal 6. Monitor status pernapasan
4. Pasien tidak dan oksigenasi,
menggunakan otot sebagaimana mestinya.
bantu napas pada
saat bernapas
5. Tidak terdapat
Restraksi dinding
dada
6. Batuk pasien teratasi
29
2. Resiko Setelah silakukan Peningkatan mekanika
Cederah B/D tindakan keperawatan 1. Kaji komitmen pasien
Gangguan 3x24 jam diaharapkan untuk belajar dan
Keseimbanga resiko jatuh pasien dpat menggunakan postur
n teratasi dengan kriteria tubuh yang benar
hasil: 2. Kolaborasikan dengna
1. Tidak Jatuh saat fisioterapis dalam
berdiri mengembangkan
2. Tidak Jatuh saat di peningkatan mekanika
pindahan tubuh, sesuai indikasi
3. Informasikan pada pasien
tentang struktur dan fungsi
tulang bbelakang dan
postur yang optimal untuk
bergerak dan
menggunakan tubuh
4. Edukasikan pasien tentang
pentingnya postur tubuh
dan mekanika tubuh untuk
mencegah injuri saat
melakukan aktifitas
3. Resiko Setelah dilakukan Perlindungan Infeksi
Infeksi B/D tindakan keperawatan 1. Monitor adanya tanda
Post Op selama 3x24 jam dan gejalah infeksi
diharapkan, pasien sistemik dan local.
tidak mengalami resiko 2. Berikan perawatan kulit
infeksi dengan kriteria yang tepat untuk area
hasil : (yang mengalami)
1. Tidak ada edema.
Kemerahan
30
2. Tidak ditemukan 3. Pantau adanya
Cairan (luka) perubahan tingkat
yang berbau energy atau malaise
busuk 4. Instrusikan pasien untuk
3. Pasien tidak minum antibiotic yang
Demam diresepkan.
4. Nyeri berkurang 5. Ajarkan pasien dan
Tidak keluarga pasien
mengalami mengenai perbedaan-
Malaise perbadaan antara
infeksi-infeksi virus dan
bacteri.
6. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi.
7. Lapor dugaan infeksi
pada personil
pengendali infeksi.
31
3. Asupan cairan 3. Lakukan atau bantu
pasien baik pasien terkait dengan
4. Energi pasien perawatan mulut
baik sebelum makan
Pasien tidak 4. Beri obat-obatan
mengalami sebelum makan, jika
hidrasi diperlukan
5. Pastikan makanan
disajikan dengan cara
yang menarik dan
pada suhu yang paling
cocok untuk
dikonsumsi secara
optimal
6. Monitor
kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan berat
badan
32
memfasilitasi penyesuaian
sikap tubuh
4. Konsultasi dengan ahli
terapi fisik mengenai
rencana ambulasi , sesuai
kebutuhan
5. Bantu pasien untuk berdiri
dan ambulasi dengan jarak
tertentu dan dengan
jumlah staf tertentu
33
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang
demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf
optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang
pandang atau buta. Glaukoma akan terjadi bila cairan mata didalam bola
mata pengalirannya terganggu. Dari data di atas ada 2 klafikasi glaukoma
yaitu : glaukoma primer dan glaukoma sekunder.
B. Saran
Menurut kelompok, hendaknya jika mengalami tanda gejala glaukoma,
secara cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaukoma dapat ditangani.
Dan kami kelompok mengharapkan dari pembaca kritik dan sarannya yang
bersifat membangun, sehingga asuhan keperawatan pada glaukoma ini,
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
34
DAFTAR PUSTAKA
Reeves, Roux & Lockhart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta L : Salemba
Medika.
35