Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah
KMB 3: Sistem Sensori ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Katarak”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh kelompok kami, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati kami mengharapkan banyak kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Makalah ini takkan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak baik membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Atas segala bantuan yang diberikan, kami mengucapkan terima kasih dan kami
memohon maaf atas kekurangan yang dimiliki dalam makalah ini, dan semoga dengan adanya
makalah ini dapat menjadi ilmu bagi pembacanya.

Makassar, 11 November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan 4

BAB II KONSEP DASAR MEDIS

2.1 Pengertian 5

2.2 Jenis-Jenis Katarak 5

2.3 Anatomi dan Fisiologi 7

2.4 Etiologi 12

2.5 Patofisiologi 13

2.6 Manifestasi Klinik 14

2.7 Penatalaksanaan 15

2.8 Pemeriksaan Penunjang 16

2.9 Komplikasi 17

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian 11 Pola Gordon 18

3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 19

2
3.3 Discharge Planning 23

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 24

4.2 Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata dapat dikatakan sebagai bagian dari pancaindra yang paling penting, dari mata
kita dapat melihat, belajar dan melakukan semua kegiatan dengan optimal. Mata
merupakan jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak berasal dari mata. Jika
pada system penglihatan mengalami gangguan maka akan berdampak besar dalam
kehidupan sehari-hari.

WHO memperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia, dan 4 orang
diantaranya berasal dari asia tenggara. Bila dibandingkan dengan angka kebutaan Negara-
negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia (1,5%) adalah yang
tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Menurut Badan Penelitian dan
Pengembanga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, proporsi
penduduk umur 30 tahun ke atas dengan katarak menurut kabupaten/provinsi jawa tengah
adalah 5,2% dari total penduduk jawa tengah menderita katarak baik yang telah didiagnosa
oleh tenaga kesehatan atau yang baru ditemukan tanda-tanda katarak. Sedangkan di
Kabupaten Boyolali ditemukan total 16,9% dari jumlah penduduk yang menderita katarak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulis merumuskan masalah bagaimana cara memberikan


asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan katarak baik sebelum
maupun sesudah dilakukan tindakan operasi.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar medis pada pasien katarak, dan konsep dasar
keperawatan pada pasien pre dan post operasi katarak, dan mampu mengaplikasikan di
klinik maupun non klinik.

4
BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

2.1 Pengertian

Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan
(Vaughan, 2000).

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau
kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001).

Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini
disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun
didepan matanya (Ilyas, 2006).

Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.

2.2 Jenis-Jenis Katarak

Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :

1. Katarak terkait usia (katarak senilis)

Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya gejala adalah
distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.

2. Katarak anak- anak

Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

5
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik,
yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau berkaitan dengan berbagai
sindrom.

b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus.
Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.

3. Katarak traumatik

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus
vitreum masuk kedalam struktur lensa.

4. Katarak komplikata

Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi lensa.
Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan
katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan
retina.

5. Katarak akibat penyakit sistemik

Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome
Lowe, Werner atau Down.

6. Katarak toksik

Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan
dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang
diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.

6
7. Katarak ikutan

Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

2.3 Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Mata

a. Struktur Mata Eksternal

Gambar 1. Struktur Mata Eksternal (Smeltzer, 2001)

1) Alis

Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan
pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar
matahari.

2) Kelopak mata

Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan,
dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan
bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk. Kelopak tersusun oleh kulit
tanpa lemak subkutis. Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada
batas kelopak. Sisi bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva.

7
3) Bulu mata

Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.

b. Struktur Mata Internal

Gambar 2. Struktur Mata Internal (Smeltzer, 2001)

1) Sklera

Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sclera mengalami
penipisan maka warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian posterior,
sklera mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina
sentralis. Dibagian anterior berlanjut menjadi kornea Permukaan anterior sklera
diselubungi secara longgar dengan konjungtiva. Sklera melindungi struktur mata
yang sangat halus serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.

2) Khoroid

Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting arteria


oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris
yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput
berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian
menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya.

8
Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris.
Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara
khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut
yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler
menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan
khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu
bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera
menjalar kebagian traktus lain disekitarnya.

3) Retina

Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel
saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang
merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus
optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini
disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka
pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus,
persis berhadapan dengan pusat pupil.

4) Kornea

Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang
putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi
adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.

5) Bilik anterior (kamera okuli anterior)

Terletak antara kornea dan iris.

6) Iris

Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi
dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan
ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri.

9
7) Pupil

Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana
cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.

8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)

Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi
dengan aqueus humor.

9) Aqueus humor

Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran darah
pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran
Schlemm.

10) Lensa

Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4


mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula
zinni) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat humor aqueus dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul
lensa adalah membrane semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub
epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada
dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam
lensa.

11) Vitreus humor

Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi
dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar.
Berfungsi untuk member bentuk dan kekokohan pada mata, serta
mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan sklerotik.

10
2. Fisiologi mata

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk
membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi
kanalis optikus, memasuki rongga cranium lantas kemudian menuju khiasma optikum.
Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen
otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah
halus seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vaskuler (mengandung banyak
pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu mencapai khiasma optikum, maka
separuh dari serabut-serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya,
sementara separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantara
serabut-serabut ini, maka setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi
otak sehingga indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada
retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus oksipitalis otak (Pearce, 1997).

Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina


dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan
bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh
kornea, lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan
bayangan pada retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan.
Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien
yang mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa
rasa nyeri.

a. Pembentukan bayangan

Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di retina.
Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata.
Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik
reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak untuk
direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan bayangan
abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh
didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus
mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang

11
memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus
jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan
pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan
lensa.

b. Respon bola mata terhadap benda

Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik sehingga


bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda
dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat.
Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan benda
pada retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris
membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil
menyempit agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan
gelap pupil melebar agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda,
jika mata melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi
peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme
umpan balik negatif secara otomatis.

c. Lintasan penglihatan

Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus
optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan
serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk
dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk
gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan
secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar
dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang
pandang.

2.4 Etiologi

Katarak biasanya berkaitan dengan penuaan, tetapi juga dapat dipicu oleh trauma,
gangguan metabolic atau genetic, nutrisi yang buruk, radiasi ultraviolet, atau berbagai jenis
stress oksidatif.

12
1. Penuaan menyebabkan kehilangan fleksibilitas atau elastisitas dan meningkatkan
kepadatan lensa karena gumpalan protein alfa.
2. Cedera yang berkaitan dengan trauma mata atau pembedahan mata dapat
menyebabkan perubahan inflamasi intraocular yang memengaruhi lensa.
3. Katarak kongenital (biasanya tampak pada sindrom Down) terjadi akibat cacat
genetik.
4. Gangguan metabolik (penyakit diabetes mellitus) yang meningkatkan stress oksidatif
sistemik dan menurunkan efisiensi mekanisme perbaikan lensa.
5. Efek merusak dari pajanan sinar ultraviolet dalam waktu lama palung berbahaya
pada ketinggian atau pantulan air atau salju.
6. Nutrisi buruk (kurang antioksidan), dehidrasi, atau obesitas (penurunan persentase
air tubuh menimbulkan efek langsung pada cairan aqueous dan kesehatan lensa.
7. Pengobatan tertentu (kortikosteroid dosis tinggi yang terus menerus), zat kimia
(terutama basa), logam berat (tembaga, besi, emas, perak, atau raksa) dan merokok
serta konsumsi alcohol memiliki efek toksik pada lensa.

2.5 Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, Nampak seperti kristal salju
pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari

13
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.

2.6 Manifestasi Klinik

Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:

1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dari silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi,

2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.

Gejala obyektif biasanya meliputi:

1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.

2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan-akan bertambah putih.

3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi agresif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

2. Gangguan penglihatan bisa berupa:

a. Peka terhadap sinar atau cahaya.

b. Dapat melihat double pada suatu mata (diplobia)

c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

14
Gejala lainnya adalah:

1. Sering berganti kacamata

2. Penglihatan sering pada salah satu mata. (Ashari, 2016)

Menurut (Mansjoer, 2000) pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.

Insipiens Matur Imatur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Uveitis,
Penyulit - Glaukoma -
Glaukoma

2.7 Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk
menjadi katarak. Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan.
Jenis pembedahan pada kasus katarak yaitu:

a. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)


Tindakan pembedahan pada lensa dimana dilakukan pengeluaran isi lensa. dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder (Ilyas, 2004).
b. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Pembedahan ini
dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga
tidak banyak penyulit dan pembedahan ini tidak akan terjadi katarak sekunder

15
c. Phacoemulsification
Phkoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan Kristal lensa.
Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) dikornea. Getaran
ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa intraocular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.
d. SICA (Small Incision Cataract Surgery)
SICA adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan
dinegara berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan
sangat berguna untuk operasi katarak dengan jumlah yang banyak. (Ilyas, 2004).

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Oftalmoskopi langsung menunjukkan opasitas lensa.


2. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dilakukan dengan menggunakan bagan
Snellen.
3. Persepsi warna diperiksa dengan menggunakan lempeng polikromatik ishihara yang
terikat bersama sebagai buku kecil terdiri atas titik-titik warna primer yang membuat
pola dan bentuk berbeda yang tersembunyi dengan latar belakang warna sekunder.
Pasien yang memiliki penglihatan sentral buruk tidak dapat menemukan gambar
yang tersembunyi tersebut.
4. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau
Schiotz. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan
dengan slit lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus
pasien.
a. Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak
sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih
mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 –
6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus
masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti
katarak subkapsularis posterior.

16
c. Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 –
3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang
berwarna keabu-abuan.
d. Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus
berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai.
e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek.
Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut
juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
6. USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak
7. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan
dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan
setelah operasi.

2.9 Komplikasi

1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa
intraocular sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.

2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca
operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.

3. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang terjadi.

17
BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian 11 Pola Gordon

a. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan


Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
c. Pola Eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
f. Pola Kognitif dan Konseptual
Gangguan penglihatan (kabur atau tak jelas), kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat atau merasa diruang gelap.
g. Pola Persepsi Diri
Klien beresiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.
h. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Tidak ada gangguan pola seksualitas dan reproduksi yang disebabkan oleh katarak.
i. Pola Peran dan Hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan penglihatan .
j. Pola Manajemen dan Koping Stress
Klien dapat mengalami stress karena klien tidak dapat melihat secara jelas seperti
sebelumnya.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pola nilai dan kepercayaan seseorang berbeda satu dengan yang lain.

18
3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d agens cedera biologis

b. Resiko infeksi b/d gangguan integritas kulit

c. Gangguan mobilisasi fisik b/d intoleran aktivitas

d. Resiko cedera b/d hambatan fisik

e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan dengan kondisi terkait trauma

No Diagnosa Keperawatan Hasil yang diharapkan Rencana Keperawatan


1 Nyeri akut b/d angens cedera Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
biologis keperawatan selama  Observasi adanya petunjuk
3×24jam diharapkan non verbal menegenai
dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan terutama
Kontrol Nyeri pada mereka yang tidak
 Mengenali kapan nyeri dapat berkomunikasi secara
terjadi ditingkatkan pada efektif
skala 3 dan  Kolaborasi dengan pasien,
dipertahankan pada orang terdekat dan tim
skala 4 keseahatan lainnya untuk
 Menggambarkan factor memilih dan
penyebab ditingkatkan mengimplementasikan
pada skala 3 dan tindakan penurunan
dipertahankan pada  Nyeri nonfarmakologis
skala 4. sesuai kebutuhan
 Menggunakan tindakan  Monitor kepuasan pasien
pengurangan (nyeri) terhadap manejemen nyeri
tanpa analgesic dalam interval yang spesifik
ditingkatkan ke skala 3  Ajarkan metode farmakologi
dan dipertahankan di untuk penurunan nyeri
skala 4 Pemberian Analgesik
 Mengenali apa yang  Ajarkan tentang
terkait dengan gejala penggunaan analgesik,

19
nyeri ditingkatkan ke strategi untuk menurunkan
skala 3 dan efek samping, dan harapan
dipertahankan pada terkait dengan keterlibatan
skala 4 dalam keputusan
pengurangan nyeri
 Tentukan pilihan obat
analgesic (narkotik, non
narkotik, atau NSAID),
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri.
 Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,dosis,
rute pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesic
2 Resiko infeksi b/d gangguan Setelah melakukan asuhan Kontrol Infeksi:
integritas kulit keperawatan selama  Anjurkan pasien mengenai
3×24jam diharapkan pasien Teknik mencuci tangan
dapat terkoordinasi dengan dengan tepat
kriteria hasil:  Lakukan tindakan-tindakan
Keparahan Infeksi: pencegahan yang bersifat
 Kemerahan universal
dipertahankan pada  Pastikan Teknik perawatan
skla 2 ditingkatkan ke luka dengan tepat
skala 3  Berikan terapi antibiotic
 Nyeri dipertahankan yang sesuai
pada skala 2  Ajarkan pasien dan
ditingkatkan ke skala 3 keluarga mengenai tanda
 Jaringan lunak dan gejala infeksi dan
dipertahankan pada kapan harus

20
skala 2 ditingkatkan ke melaporkannya kepada
skala 3 penyedia perawatan
kesehatan
 Anjurkan pasien untuk
meminum antibiotic seperti
yang diresepkan
3 Gangguan mobilisasi fisik b/d Setelah melakukan asuhan Peningkatan Mekanika
intoleran aktivitas keperawatan selama Tubuh:
3×24jam diharapkan pasien  Kaji komitmen pasien untuk
dapat terkoordinasi dengan belajar dan menggunakan
kriteria hasil: postur ( tubuh yang benar)
Pergerakan:  Kolaborasikan dengan
 Kecepatan gerakan fisioterapis dalam
dipertahankan pada mengembangkan
skala 3 dan ditingkatkan peningkatan mekanika
ke skala 4 tubuh sesuai indikasi tubuh
 kontrol gerakan  Edukasi pasien tentang
dipertahankan pada pentingnya postur tubuh
skala 3 dan ditingkatkan dan latihan misalnya
ke skala 4 mendemostrasikan kembali
 Kemantapan gerakan teknik melakukan aktivitas
dipertahankan pada atau latihan yang benar
skala 3 dan ditingkatkan  Instruksikan untuk
ke skala 4 menghindari tidur dengan
 Keseimbangan gerakan posisi telungkup
dipertahankan pada  Monitor perbaikan postur
skala 3 dan ditingkatkan (tubuh) atau mekanika
ke skala 4 tubuh pasien
 Gerakan kearah yang Terapi Aktivitas:
diinginkan  Pertimbangkan kemampuan
dipertahankan pada klien dalam bepartisipasi
skala 3 dan ditingkatkan melalui aktivitas spesifik
ke skala 4  Berkolaborasi dengan ahli

21
terapis fisik, okupasif dan
terapis rekreasional dalam
perencanaan dan
pemantauan program
aktivitas, jika memang
diperlukan
 Instruksikan pasien dan
keluarga untuk melakukan
aktivitas yang diinginkan
maupun yang telah
diresepkan
 Bantu dengan aktivitas fisik
secara teratur (misalnya;
ambulasi, transfer atau
berpindah, berputar dan
kebersihan diri)
4 Resiko cedera b/d hambatan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh:
fisik keperawatan selama 3x24  Identifikasi perilaku dan
jam diharapkan: factor yang mempengaruhi
Keparahan Cedera Fisik: risiko jatuh
 Fraktur ekstremitas  Monitor kemampuan untuk
dipertahankan pada pindah dari tempat tidur ke
skala 2 ditingkatkan ke kursi dan sebaiknya
skala 3  Instruksikan keluarga anak
 Fraktur panggul pentingnya pegangan
dipertahankan pada tangan untuk tangga,
skala 2 ditingkatkan ke kamar mandi dan jalur
skala 3 untuk jalan
 Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan lain
untuk meminimalkan efek
samping dari pengobatan
yang berkontribusi pada

22
kejadian jatuh
5 Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Pengajaran: Proses Penyakit:
jaringan dengan kondisi terkait keperawatan selama 3x24  Kaji tingkat pengetahuan
trauma jam diharapkan: pasien terkait dengan
Perfusi Jaringan: proses penyakit yang
 Aliran darah melalui spesifik
pembuluh darah  Jelaskan tanda dan gejala
perifer dipertahankan yang umum dari penyakit,
pada skala 2 sesuai kebutuhan
ditingkatkan ke skala 3  Beri ketenangan terkait
 Aliran darah melalui kondisi pasien, sesuai
pembuluh oerifer kebutuhan
dipertahankan pada  Instruksikan pasien
skala 2 ditingkatkan ke mengenal tindakan untuk
skala 3 meminimalkan efek
 Aliran darah melalui samping penanganan dari
pembuluh darah pada penyakit, sesuai kebutuhan
tingkat sel  Edukasi pasien mengenai
dipertahankan pada tanda dan gejala yang
skala 2 ditingkatkan ke harus dilaporankan kepada
skala 3 petugas kesehatan, sesuai
kebutuhan.

3.3 Discharge Planning

a. Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan rutin pre operasi.
b. Jika keluar rumah gunakan kacamata yang telah diberikan.
c. Jaga agar pelindung mata tetap bersih.
d. Beri obat tetes mata yang diresepkan dengan aman dan selalu mencuci tangan sebelum
memegang mata.
e. Pasien diperbolehkan mandi dari leher kebawah.
f. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
g. Anjurkan keluarga pasien untuk tetap berada disamping pasien.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun, menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif
biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop.

Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

4.2 Saran

Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan gangguan system sensori penglihatan: pre
dan post operasi, maka penulis memberikan saran bagi:

1. Institusi Rumah Sakit

Hendaknya dapat menyediakan peralatan pendukung dalam penanganan pasien katarak.


Rumah sakit hendaknya juga dapat berperan dalam penanganan pasien katarak yang
tiap tahun bertambah dengan memberikan pelayanan yang mudah dijangkau oleh
masyarakat.

Kepada para praktisi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang


perkembangan penanganan katarak yang terbaru. Telah dipublikasikan dalam Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia oleh Olga (2010), bahwa adanya
penatalaksanaan katarak tanpa operasi, yaitu dengan pemberian tetes mata yang
mengandung carnosine.

24
2. Perawat

Pada saat pemulangan klien dengan post operasi katarak hendaknya dilakukan
pemberian informasi perawatan yang dipatuhi ketika dirumah.

3. Klien dan Keluarga

Kepada klien dan keluarga dengan post operasi katarak hendaknya lebih menjaga diri
dari kegiatan yang dapat mengganggu kesembuhan. Disarankan dapat mematuhi
anjuran dari petugas kesehatan.

4. Masyarakat

Hendaknya bisa mengambil manfaat pengetahuan dan dapat melakukan penjagaan diri
dari faktor yang memungkinkan terjadinya katarak.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Ayu. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Persepsi
Sensori: Katarak di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. Medan: Universitas Sari Mutiara Medan

Smeltzer, Susan C. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta: EGC

Suranto. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. K Dengan Gangguan Sistem Sensori Visual:
Pre dan Post Operasi Katarak di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Boyolali.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Usmarula, Retno. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gangguan Sistem Sensori
Visual: Pre dan Post Operasi Katarak di Bangsal Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah
Pandanarang Boyolali. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Andriyani, Desak Putu Bella, dkk. 2018. Asuhan Keperawatan Home Care Pada Pasien Post
Operasi Katarak Hari Ke 2. Denpasar: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali

Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika

Ilyas, S. 2003. Katarak. Jakarta: Universitas Indonesia

Ilyas, S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Universitas Indonesia.

Tamsuri, A. 2011. Klien Gangguan Mata & Penglihatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapis
FKUI

26

Anda mungkin juga menyukai