Anda di halaman 1dari 3

Cerpen:

“Rote, Kenangan Terindah”

Di siang hari yang terik, Jessi dan Novi sedang duduk di depan kelas mereka saat
tidak ada pelajaran. Mereka juga sangat kepanasan karena AC di kelas mereka sedang rusak,
dan karena sangat panasnya suhu diruang kelas, mereka duduk sambil bercerita tentang
pengalaman mereka masing-masing untuk mengusir kebosanan yang melanda mereka.

“Suasana seperti ini membuatku teringat akan masa kecilku dulu. Waktu aku masih
duduk di SD, aku pernah pergi ke Rote bersama dengan kedua sepupuku”, ujar Jessi
memulai percakapan.

“Memangnya waktu itu kalian umur berapa?”, balas Novi.

“Sepupuku ada yang berumur 8 tahun dan yang satunya lagi berumur 10 tahun
sama sepertiku”, kata Jessi sambil menghitung jarinya.

“Yang benar saja? Kamu tidak bohong, kan? Kalian tidak takut pergi sendiri?”, tanya
Novi keheranan.

“Ya iyalah. Disana kan nanti ada yang menjemput kami”, Jessi menjawab dengan
percaya diri.

Novi pun tertarik dengan petualangan Jessi dengan kedua sepupunya yang sempat
membuatnya tidak percaya. Akhirnya, Novi meminta Jessi untuk menceritakan lebih lanjut.
Jessi akhirnya bercerita bahwa mereka pergi ke Rote menggunakan kapal cepat dari Kupang.
Di dalam kapal, mereka tidak duduk di tempat yang telah disediakan, tetapi berdiri di
belakang kapal sambil menyaksikan gelombang laut yang sangat indah dan menghirup
aroma laut yang khas. Namun, Novi tidak setuju dengan pernyataan Jessi. Ia sangat
membenci keadaan saat ia berada di kapal.

“Aku sangat tidak suka, saat ada di atas kapal, semuanya itu membuatku pusing,
badanku lemas, dan muntah” keluhan Novi

“Sungguh malang nasibmu. Justru momen itulah yang paling disukai oleh banyak
orang karena itu merupakan hal yang jarang bagi beberapa orang seperti aku”

“Ah sudahlah! Jangan berbicara seperti itu lagi. Itu membuatku teringat akan
pengalaman burukku” sambil memukul bahu Jessi.
“Baiklah. Jadi, saat sampai di Rote, kami dijemput oleh paman kami dan ia pun
mengantar kami ke rumah oma. Sepanjang perjalanan ke rumah oma, aku sangat lapar
karena saat di kapal aku tidak makan sama sekali. Dan ternyata, saat sampai di rumah, oma
telah menyediakan makanan yang sangat banyak bagi kami. Tanpa menunggu lama, aku
langsung menyantapnya. Setelah itu, kami diajak mandi di kolam Oemau.”

“Ohh… Kolam Oemau ya? Aku juga biasa pergi ke sana setelah pulang sekolah
bersama teman-temanku. Kebetulan, Oemau tidak jauh dari sekolahku. Tapi, apakah kamu
tahu saat sampai di rumah aku langsung dimarahi oleh ibuku karena ibuku takut aku
tenggelam sebab aku tidak tahu berenang.”

“Oh ya? Aku juga hampir tenggelam saat disana. Tapi, untunglah, sepupuku
melihatku sehingga ia datang menyelamatkanku.”

“Menurut cerita yang aku dengar, banyak orang yang telah mati di Kolam Oemau….”,
pembicaraan Novi terpotong saat Gloria datang.

Novi ingin menjelaskan cerita Kolam Oemau kepada Jessi, namun tiba-tiba Gloria
datang dan mengajak mereka untuk pergi ke kantin. Karena mereka juga lapar, maka
mereka juga ikut bersama dengan Gloria. Saat kembali dari kantin, Jessi yang penasaran
dengan cerita Novi pun langsung menanyakan penyebab kematian orang yang telah mati di
Kolam Oemau.

“Novi, aku masih penasaran dengan ceritamu. Ayo, cerita lanjut dong!”

Novi pun melanjutkan ceritanya tentang misteri Kolam Oemau.

“Jadi, menurut kepercayaan penduduk sekitar, terdapat ular berkepala tujuh yang
menjaga kolam itu. Jangan-jangan yang membuatmu hampir tenggelam itu karena ulah dari
ular berkepala tujuh itu!!!”, Novi berbisik di telinga Jessi untuk menakutinya.

Tiba-tiba suasana menjadi tegang dan sepi. Terasa hembusan angin yang dingin dan
tiba-tiba saja Jessi berteriak ketakutan. Jessi benar-benar berpikir bahwa yang membuatnya
hampir tenggelam karena ulah ular berkepala tujuh.

“Aaaaaa….. Novi jangan menakutiku!”, teriak Jessi sambil memarahi Novi.

“Hahahaha, aku hanya bercanda. Ngomong-ngomong, berbicara tentang Rote


membuat aku ingat dengan sahabat-sahabat lamaku”, curhat Novi.

Novi menceritakan pengalaman hidupnya saat ia masih tinggal di Rote. Namun,


harus terpaksa pindah ke Kupang karena pekerjaan ayahnya. Rote sudah menjadi tempat
yang sangat penuh dengan kenangan bagi Novi. Disana ia mengukir kisah persahabatannya
yang sangat menyenangkan. Kehidupan anak-anak di Rote sangat berbeda dengan anak-
anak di kota. Setiap kali ia dan teman-temannya pulang sekolah, mereka harus berjalan kaki
melewati sawah, dimana ada ular sawah, katak, tikus, namun itu adalah hal yang biasa bagi
mereka. Bahkan, Novi sendiri pernah terjatuh ke dalam lumpur karena tidak hati-hati saat
berjalan. Novi juga sering dimarahi juga dipukuli kakinya karena ia selalu pulang malam
setelah bermain dengan temannya.

“Berarti kita berdua mempunyai kisah tersendiri di Rote, yang tidak bisa dilupakan”,
kata Jessi mengakhiri percakapan mereka.

Lonceng sekolah berbunyi menandakan saatnya untuk pulang. Novi dan Jessi pun
berjalan memasuki kelas untuk mengambil tasnya dan langsung pulang.

Nama : 1. Elisabet M. CH. Banunaek

2. Jessica Allo

Kelas : XII Akselerasi

Anda mungkin juga menyukai