Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Dan Kegiatan Posyandu

2.1.1. Definisi Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan

Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan

diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan

masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat

penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kementrian Kesehatan RI,

2011).

UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang

dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk

dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas puskesmas,

lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. (Kementrian Kesehatan RI,

2011).

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses

pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok

(klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti

perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien

tersebut berubah dari tidak tau menjadi tau atau sadar (aspek sikap

atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku

6
7

yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice) (Kementrian

Kesehatan RI, 2011).

Menurut Briawan (2012), sasaran posyandu adalah seluruh

masyarakat, utamanya yaitu: bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas

dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan

posyandu pada hari buka dilaksanakan dengan menggunakan 5

(lima) tahapan layanan yang biasa disebut sistem 5 (lima) meja.

Kelompok sasaran yang selama ini dilayani dalam kegiatan yang

ada di posyandu, yaitu 3 (tiga) kelompok rawan yaitu di bawah dua

tahun (baduta), di bawah lima tahun (balita), ibu hamil dan ibu

menyusui dengan mempertimbangkan terhadap urgensi adanya

gangguan gizi yang cukup bermakna yang umumnya terjadi pada

anak baduta yang bila tidak diatasi dapat menimbulkan gangguan

yang tetap, maka diberikan perhatian yang khusus bagi anak baduta

agar dapat tercakup dalam pemantauan pertumbuhan di posyandu

(Hartono, 2008 Dalam Maulana 2013).

2.1.2. Tujuan

Menurut Supariasa (2008), tujuan penyelenggaraan posyandu adalah:

1. Menunjang percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI),

angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian anak balita

(AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan

masyarakat.

2. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya

kesehatan dasar, peran lintas sector dalam penyelenggaraan


8

posyandu, serta cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan

dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB,

dan AKABA.

2.1.3. Kegiatan Posyandu

Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2011) posyandu terdiri dari

lima kegiatan (panca krida posyandu), antara lain :

1. Kesehatan ibu dan anak (KIA)

a. Ibu hamil

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup :

1) Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan,

pengukuran tekanan darah, pemantauan nilai status gizi

(pengukuran lingkar lengan atas), pemberian tablet besi,

pemberian imunisasi tetanus toksoid, pemeriksaan tinggi

fundus uteri, temu wicara (konseling) termasuk

perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)

serta KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan dibantu oleh kader. Apabila ditemukan

kelainan, segera dirujuk ke puskesmas.

2) Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu

diselenggarakan kelas ibu hamil pada setiap hari buka

posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan.

Kegiatan kelas ibu hamil antara lain sebagai berikut:

a) Penyuluhan tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan

persalinan, persiapan menyusui, KB dan gizi


9

b) Perawatan payudara dan pemberian ASI

c) Peragaan pola makan ibu hamil

d) Peragaan perawatan bayi baru lahir

e) Senam ibu hamil

b. Ibu nifas dan menyusui

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui

mencakup :

1) Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalinan,

inisiasi menyusui dini (IMD) dan ASI eksklusif dan gizi.

2) Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (1

kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam

setelah pemberian kapsul pertama).

3) Perawatan payudara.

4) Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan

payudara, pemeriksaan tinggi fundus uteri (rahim) dan

pemeriksaan lochia oleh petugas kesehatan. Apabila

ditemukan kelainan, segera dirujuk ke puskesmas.

c. Bayi dan anak balita

Pelayanan posyandu untuk bayi dan anak balita harus

dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu kreativitas

tumbuh kembangnya. Jika ruang pelayanan memadai, pada

waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita sebaiknya

tidak digendong melainkan dilepas bermain sesame balita

dengan pengawasan orangtua dibawah bimbingan kader.


10

Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai

dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang

diselenggarakan posyandu untuk balita mencakup :

1) Penimbangan berat badan

2) Penentuan status pertumbuhan

3) Penyuluhan dan konseling

4) Jika ada tenaga kesehatan puskesmas dilakukan

pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh

kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke

puskesmas.

2. Keluarga berencana

Pelayanan KB di posyandu yang dapat diberikan oleh kader

adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada

tenaga kesehatan puskesmas dapat dilakukan pelayanan suntikan

KB dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan

yang menunjang serta tenaga yang terlatih dapat dilakukan

pemasangan IUD (intrauterine device) dan implant.

3. Imunisasi

Pelayanan imunisasi di posyandu hanya dilaksanakan oleh

petugas puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan

dengan program terhadap bayi dan ibu hamil

4. Gizi

Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader. Jenis

pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan,


11

deteksi dini gangguan pertumbuhan dan penyuluhan dan

konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) local,

suplementasi vitamin A dan tablet Fe. Apabila ditemukan ibu

hamil kurang energy kronis (KEK), balita yang berat badannya

tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada dibawah garis merah

(BGM), kader wajib segera melakukan rujukan ke puskesmas atau

poskesdes.

5. Pencegahan dan penanggulangan diare

Pencegahan diare di posyandu dilakukan dengan

penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Penanggulangan diare di posyandu dilakukan melalui pemberian

oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut akan diberikan

obat zinc oleh petugas kesehatan.

2.2. Kunjungan Balita

2.2.1. Pengertian kunjungan balita

Kunjungan adalah hal atau perbuatan berkunjung ke suatu

tempat. Kunjungan balita ke posyandu adalah datangnya balita ke

posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan misalnya

penimbangan, imunisasi, penyuluhan gizi, dan lain sebagainya.

Kunjungan balita ke posyandu yang paling baik adalah teratur setiap

bulan atau 12 kali per tahun. Untuk batas minimal kunjungan balita

dengan status aktif diberi batasan 8 kali per tahun (Rosihan, 2011)
12

Setiap anak umur 1-5 tahun memperoleh pelayanan

pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal 8 kali dalam setahun

yang tercatat di kohort anak balita dan prasekolah, buku KIA atau

KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya. Ibu dikatakan

aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu

sebanyak ≥ 8 kali dalam 1 tahun, sedangkan ibu dikatakan tidak aktif

ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi posyandu < 8 kali

dalam 1 tahun (Departeman Kesehatan RI, 2008).

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kunjungan

Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kunjungan balita di

posyandu erat kaitannya dengan tingkat keaktifan ibu untuk

membawa balitanya ke posyandu, berikut ini faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat keaktifan ibu di posyandu yaitu :

1. Usia ibu

Usia dari orang tua terutama ibu yang relative muda, maka

cenderung untuk lebih mendahulukan kepentingan diri daripada

anak dan keluarganya. Sebagian besar ibu yang masih berusia

muda memiliki sedikit pengetahuan tentang gizi yang akan

diberikan pada anaknya dan pengalaman dalam mengasuh anak

(Budiyanto, 2002 dalam Maulana, 2013).

2. Pendidikan

Perubahan perilaku kesehatan melalui cara pendidikan atau

promosi kesehatan ini diawali dengan cara pemberian informasi-

informasi kesehatan. Pemberian informasi-informasi tentang cara-


13

cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara

menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatmodjo,

2010a). Tingkatan pendidikan yang lebih tinggi akan

memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap

informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya

hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi

(Atmarita, 2004 dalam Maulana 2013).

3. Pengetahuan

Seseorang yang mengadopsi perilaku (berperilaku baru),

maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku

tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Indikator-indikator yang

digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran

terhadap kesehatan yaitu pengetahuan tentang sakit dan penyakit,

pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup

sehat, pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Fitriani, 2011

dalam Maulana, 2013).

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang

mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin

banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin

memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya

untuk dikonsumsi (Sediaoetama, 2006). Pengetahuan dapat

mengubah perilaku ke arah yang diinginkan. Perilaku yang

diharapkan dari pengetahuan ini dalam hubungannya dengan


14

partisipasi ibu dalam berkunjung ke posyandu (Notoatmojo, 2007

dalam Maulana, 2013).

4. Pekerjaan

Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa

terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan

kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar

masalah gizi buruk. Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi

buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil

pendapatan penduduk, semakin tinggi prosentase anak yang

kekurangan gizi dan sebaliknya, semakin tinggi pendapatan,

semakin kecil prosentase gizi buruk. Kurang gizi berpotensi

sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan

produktivitas (Adisasmito, 2008 dalam Maulana, 2013).

Faktor ekonomi dapat menjadi salah satu faktor penentu

dari status gizi, maka perbaikan taraf ekonomi pada seseorang

akan meningkatkan status gizi seseorang tersebut. Masalah gizi

bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang

berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan dalam

penyebab terjadinya masalah gizi tersebut. Perbaikan gizi dapat

digunakan sebagai alat atau sasaran dari pembangunan untuk

meningkatkan derajat peningkatan status gizi seseorang

(Suhardjo,2003 dalam Maulana, 2013). Seseorang yang

melakukan pekerjaan dalam upaya mendapatkan penghasilan

untuk perbaikan gizi keluarganya, akan tetapi penghasilan yang


15

didapatkan masih rendah, maka menyebabkan kemampuan untuk

menyediakan makanan bagi keluarga dengan kualitas dan

kuantitas yang menjadi makanan dengan kandungan gizi yang

terbatas (Hartoyo,et al.,2003 dalam Maulana, 2013).

5. Akses terhadap pelayanan kesehatan

Terdapat kategori pelayanan kesehatan yaitu kategori yang

berorientasi publik (masyarakat) dan kategori yang berorientasi

pada perorangan (individu). Pelayanan kesehatan masyarakat

lebih diarahkan langsung ke arah publik daripada arah individu-

individu yang khusus. Pelayanan kesehatan perorangan akan

langsung diarahkan ke individu itu sendiri (Notoatmodjo, 2007

dalam Maulana, 2013).

Seseorang dalam berpartisipasi harus didukung dalam

partisipasinya, seperti adanya sarana transportasi. Kemudahan

untuk mengakses lokasi atau tempat kegiatan, dan waktu

pelaksanaan kegiatan dapat menjadi faktor pendukung partisipasi

yang dilakukan oleh seseorang (Ife & Tesoriero, 2008 dalam

Maulana, 2013). Semakin dekat jarak tempuh rumah dengan

tempat penyelenggaraan posyandu, maka akan lebih banyak

masyarakat memanfaatkan posyandu (Asdhany & Kartini, 2012

dalam Maulana, 2013). Kedudukan seorang istri dalam keluarga

bergantung pada suami, sedangkan kedudukan seorang anak

perempuan bergantung pada ayah. Keikutsertaan perempuan

dalam suatu kegiatan biasanya harus mendapatkan izin terlebih


16

dahulu dari keluarga taupun suaminya, sehingga keluarga ataupun

suami tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi

keikutsertaan perempuan dalam suatu program (Muniarti,2004

dalam Maulana, 2013).

6. Dukungan keluarga

Kedudukan seorang istri dalam keluarga bergantung pada

suami, sedangkan kedudukan seorang anak perempuan

bergantung pada ayah. Keikutsertaan perempuan dalam suatu

kegiatan biasanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari

keluarga ataupun suaminya, sehingga keluarga ataupun suami

tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi keikutsertaan

perempuan dalam suatu program (Muniarti,2004 dalam Maulana,

2013).

7. Dukungan kader posyandu

Kader adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu

dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu

secara sukarela. Kader diharapkan mampu membawa nilai baru

yang sesuai dengan nilai yang ada di daerahnya, dengan menggali

segi-segi positifnya. Kader yang dipercaya oleh masyarakat, maka

dapat berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

(Departemen Kesehatan RI,2011).

8. Dukungan tokoh masyarakat

Tokoh masyarakat adalah orang-orang terkemuka karena

mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu. Kelebihan dalam


17

memberikan bimbingan, maka menjadikan sikap dan

perbuatannya diterima dan dipatuhi serta ditakuti. Mereka tempat

bertanya dan anggota masyarakat sering meminta pendapat

mengenai urusan-urusan tertentu (Notoatmodjo, 2007 dalam

Maulana, 2013).

2.3. Penilaian Status Gizi Dengan Antropometri

2.3.1. Definisi antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros dimana

Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jelliffe (1966)

mendefinisikan antropometri gizi sebagai suatu hubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai ukuran tubuh antara

lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak

dibawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk

mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan

protein dan energy. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot

dan jumlah air di dalam tubuh (Supariasa, 2013).

2.3.2. Jenis parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari

tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal
18

lemak dibawah kulit. Dibawah ini akan diuraikan parameter menurut

Supariasa, (2013), yaitu:

1. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status

gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat

badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan

penentuan umur yang tepat.

Menurut puslitbang gizi Bogor (1980), batasan umur

digunakan adalah tahun umur penuh (completed year) dan untuk

anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh penuh

(completed month).

2. Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang

terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir

(neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi

normal atau berat bayi lahir rendah (BBLR). Dikatakan BBLR

apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau dibawah 2,5 kg.

pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk

melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali

terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan

adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dapat

dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan.


19

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air

dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung

meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema

dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor

dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi

pada orang kekurangan gizi.

3. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi

keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak

diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan

ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat

badan terhadap tinggi badan (quac stick), faktor umur dapat

dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang

sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi

mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.

2.3.3. Indeks antropometri

Berikut ini beberapa indeks pengukuran antropometri menurut

Supariasa, (2013) yang menjadi standar penilaian status gizi, yaitu:

1. Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang

penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya


20

jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter

antropometri yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,

maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan

perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau

lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat

badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan

sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional

status).

a. Kelebihan indeks BB/U

Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan antara lain:

1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat

umum.

2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.

3) Berat badan dapat berfluktuasi.

4) Sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan kecil.

5) Dapat mendeteksi kegemukan (over weight).

b. Kelemahan indeks BB/U

Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/U juga

mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:


21

1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru

bila terdapat edema maupun asites.

2) Didaerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional,

umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan

umur yang belum baik.

3) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak

dibawah usia lima tahun.

4) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti

pengaruh pakaian atau gerakan anak saat penimbangan.

5) Secara oprasional sering mengalami hambatan karena

masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua

tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti

barang dagangan, dan sebagainya.

2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan

normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative

kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu

yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan

anak akan Nampak dalam waktu yang relative lama.

Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini

menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973)

menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan


22

gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya

dengan status sosial ekonomi.

a. Keuntungan indeks TB/U

Keuntungan dari indeks TB/U, antara lain :

1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah

dibawah.

b. Kelemahan indeks TB/U

Adapun kelemahan indeks TB/U adalah:

1) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin

turun.

2) Pengukuran relative sulit dilakukan karena anak harus

berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk

melakukannya.

3) Ketepatan umur sulit didapatkan

3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan

tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks

ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan

indicator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang).

Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen

terhadap umur.
23

Berdasarkan sifat-sifat tersebut, indeks BB/TB mempunyai

beberapa keuntungan dan kelemahan, seperti yang diuraikan

dibawah ini.

a. Keuntungan indeks BB/TB

Adapun keuntungan indeks ini adalah :

1) Tidak memerlukan data umur

2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan

kurus)

b. Kelemahan indeks BB/TB

Kelemahan indeks ini adalah :

1) Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut

pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan

menurut umurnya, karena faktor umur tidak

dipertimbangkan.

2) Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam

melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada

kelompok balita.

3) Membutuhkan dua macam alat ukur

4) Pengukuran relative lebih lama

5) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.

6) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil

pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non-

profesional.
24

2.4. Status Gizi

2.4.1. Konsep status gizi pada balita

Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh

untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun

dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.

Definisi dari gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme

menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui

proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan

kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta

menghasilkan energi. Definisi status gizi berasal dari zat gizi dan

gizi, maka dapat disimpulkan bahwa definisi status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan

zat-zat gizi (Sulistyoningsih, 2011 dalam Maulana, 2013).

Menurut Ningtyias (2010) dalam Maulana (2013), beberapa

definisi lain yang berkaitan dengan status gizi dan sangat penting

untuk dipahami, akan diuraikan berikut ini yaitu:

1. Pangan dan makanan

Pangan merupakan pengertian secara umum untuk semua

bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan definisi dari

makanan sendiri yaitu bahan selain obat yang mengandung zat-zat

gizi dan unsur-unsur atau ikatan kimia yang dapat diubah menjadi

zat gizi oleh tubuh yang berguna di dalam tubuh.

2. Angka kecukupan gizi


25

Taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan

pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan

hampir semua orang sehat.

3. Keadaan gizi

Keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi serta penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau

keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler

tubuh.

4. Malnutrition (gizi salah, malnutrisi)

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara

relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk

malnutrisi yaitu :

a. Under nutrition merupakan kekurangan konsumsi pangan

secara relative atau absolute untuk periode tertentu;

b. Specific deficiency merupakan kekurangan zat gizi tertentu,

misalnya kekurangan vitamin A, yodium Fe, dan lain-lain;

c. Over nutrition merupakan kelebihan konsumsi pangan

untuk periode tertentu

d. Imbalance disebabkan karena disporsi zat gizi, misalnya:

kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya low density

lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL) dan very

low density lipoprotein (VLDL).

Menurut UNICEF (1998) gizi kurang pada balita dapat

disebabkan oleh beberapa factor seperti factor penyebab


26

langsung, tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi

kurang akibat factor secara langsung disebabkan oleh konsumsi

makanan yang tidak seimbang. Yang mana zat gizi di dalam

makanan yang di konsumsi tersebut tidak cukup atau tidak

mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang seharusnya. Sehingga

mempengaruhi dan menyebabkan daya tahan tubuh menjadi

lemah, dengan keadaan tersebut akan memudahkan munculnya

penyakit infeksi seperti diare, demam dan lain sebagainya. Hal ini

juga kemudian akan mempengaruhi nafsu makan, nafsu makan

akan turun dan pada akhirnya jika tidak dilakukan pengobatan

akan jatuh kedalam kondisi kurang gizi. Begitu juga pada anak

yang mengalami penyakit infeksi. Walaupun mendapat makanan

yang cukup baik tetapi sering mengalami diare atau demam, hal

ini akhirnya dapat menyebabkan seseorang menderita kurang gizi,

karena penyakit infeksi memerlukan zat gizi yang lebih dari

kebutuhan tubuh pada kondisi normal.

Penyebab tidak langsung yaitu bahan makanan yang ada

tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga baik secara jumlah

maupun zat gizinya. Kemudian juga disebabkan oleh pola asuh

dari orang tua ke anaknya yang tidak memadai, misalnya keluarga

mampu memenuhi kebutuhan akan bahan makanan, namun bahan

makanan yang disediakan hanya mengikuti selera anak tanpa

memperhitungkan zat gizi yang terkandung di dalamnya. Selain

kedua hal tersebut, penyebab tidak langsung juga dapat


27

dikarenakan pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan yang

tidak memadai.

Akar masalah dari kurang gizi adalah karena adanya krisis

ekonomi, politik dan social. Yang mana hal tersebut akan

berdampak pada pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan

kemampuan daya beli masyarakat menjadi rendah akibat tidak

stabilnya keadaan ekonomi Negara. Misalnya, seperti krisis

ekonomi yang memunculkan krisis monoter, hal ini

mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi turun karena

ketidak mampuan masyarakat dalam membeli bahan makanan

yang dibutuhkan keluarga (ningsi, 2014).

Gambar. Pohon masalah gizi menurut UNICEF (Ningsi, 2014)

5. Kurang energy protein

Kurang energi protein adalah keadaan seseorang yang

kurang gizi yang dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi


28

energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan

penyakit tertentu.

2.4.2. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas,

Rumah Sakit dll), tidak didasarkan pada Berat Badan anak menurut

Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U dilakukan untuk memantau berat

badan anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini anak yang

kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk). Pemantauan berat badan

anak dapat dilakukan di masyarakat (misalnya posyandu) atau di

sarana pelayanan kesehatan (misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh

Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk kegiatan pemantauan Tumbuh

Kembang Anak dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat),

yang dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Status gizi anak

< 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan

menurut Panjang Badan (BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun

ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB).
29

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB)

menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau

BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah

grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC

2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan

untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi

dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal

dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk

pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun

digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007

tidak memiliki grafik BB/TB.

Table 2. Penentuan Status Gizi Menurut Kriteria Waterlow, WHO 2006, CDC 2000.

Status gizi lebih (overweight)/obesitas ditentukan berdasarkan

indeks massa tubuh (IMT). Bila pada hasil pengukuran didapatkan,

terdapat potensi gizi lebih (>+1 SD) atau BB/TB>110%, maka grafik

IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan

adanya obesitas. Untuk anak <2 tahun, menggunakan grafik IMT

WHO 2006 dengan kriteria overweight Z score > + 2, obesitas > +3,
30

sedangkan untuk anak usia 2-18 tahun menggunakan grafik IMT

CDC 2000 (lihat algoritma). Ambang batas yang digunakan untuk

overweight ialah diatas P85 hingga P95 sedangkan untuk obesitas

ialah lebih dari P95 grafik CDC 2000.

Table3. Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/TB).

Dalam keadaan tertentu dimana berat badan dan panjang/tinggi

badan tidak dapat dinilai secara akurat, misalnya terdapat organo-

megali, edema anasarka, spondilitis atau kelainan tulang, dan

sindrom tertentu maka status gizi ditentukan dengan menggunakan

parameter lain misalnya lingkar lengan atas, knee height, arm span

dan lain lain akan dijelaskan dalam rekomendasi tersendiri.


31

Gambar 2. Algoritma Penggunaan Grafik Pertumbuhan pada Gizi Lebih/Obesitas.

2.4.3. Kurva pertumbuhan anak menurut WHO

1. Kurva Panjang/Tinggi Badan Menurut Umur (PB/U atau TBU)

Panjang/tinggi badan menurut umur mencerminkan

pertumbuhan yang didapat dalam panjang/tinggi badan pada umur

seorang anak pada kunjungan saat itu. Indikator ini dapat

membantu mengidentifikasi anak-anak yang pendek (stunted)

karena nutrisi kurang berkepanjangan atau penyakit yang

berulang. Anak-anak yang tinggi terhadap umurnya dapat juga


32

diidentifikasi. Pada masing-masing grafik subu x menunjukan

umur dan sumbu y menunjukan panjang/tinggi badan dalam

sentimeter. Contoh grafik berikut menunjukan TB/U anak

perempuan A pada tiga kunjungan. Tiap garis-garis horizontal

menyatakan satuan 1 cm. Pada kunujungan pertama, anak

berumur 2 tahun 4 bulan dan tinggi badan 92 cm.

2. Kurva Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan menurut umur mencerminkan berat tubuh

relatif terhadap umur anak pada kunjungan saat itu. Indikator ini

digunakan untuk menilai apakah seorang anak mengalami gizi

kurang (underweight) atau gizi buruk (severely underweight),

indikator ini tidak digunaikan untuk mengklasifikasi seorang

anak gemuk atau obesitas. Penting untuk dicatat bahwa seorang

anak dapat mengalami gizi kurang karena panjang/tinggi badan

yang pendek (stunting) atau kurus atau keduanya. Pada setiap


33

grafik BB/U sumbu x menunjukan umur dan sumbu y

menunjukan berat badan dalam kilogram, tiap garis horizontal

menyatakan 0,1 kg. Contoh grafik berikut menunjukan BB/U

untuk anak laki-laki B pada tiga kunjungan.

3. Kurva Berat Badan Menurut Panjang/Tinggi Badan (BB/PB)

atau (BB/TB)

BB/PB atau BB/TB mencerminkan berat tubuh dalam

proporsi untuk pertumbuhan yang didapat dalam panjang/tinggi

badan. Grafik BB menurut PB atau TB membantu

mengidentifikasi anak yang kurus atau sangat kurus. Kurus

dapat disebabkan oleh penyakit atau kekurangan nutrisi. Pada

grafik BB/PB atau BB/TB sumbu x menunjukan panjang/tinggi

badan dalam sentimeter, sumbu y menunjukan BB dalam

kilogram. Contoh grafik ini menunjukan BB menurut TB anak

laki-laki C pada 2 kunjungan. Garis-garis horizontal


34

menandakan satuan 0,5 kg sedangkan garis vertikal menandakan

satuan 1 cm. Pada kunjungan pertama, anak C berumur 2 tahun

2 bulan, tinggi badan 85 cm dan berat badan 13 kg.

4. Kurva IMT Menurut umur (IMT/U)

IMT menurut umur adalah suatu indikator yang berguna

khususnya untuk skrining kegemukan dan obesitas. Pada grafik

IMT menurut umur sumbu x menunjukan umur dalam minggu,

bulan atau tahun, sumbu y menunjukan IMT anak. Contoh

grafik berikut menunjukan IMT menurut umur, anak perempuan

D dalam 2 kunjungan. Garis horizontal menandakan satuan 0,2

unit IMT. Pada kunjungan pertama, anak D berumur 7 bulan dan

memiliki IMT 17.


35

5. Interpretasi Kurva WHO

Garis-garis melengkung pada grafik tumbuh kembang

akan membantu menginterpretasi titik-titik plotting yang

mencerminkan status pertumbuhan anak. Garis yang ditandai 0

pada tiap grafik menunjukan median. Garis melengkung lainnya

adalah garis Z-Score, yang mengindikasikan jarak dari rata-rata.

Median dan garis z score pada tiap grafik tumbuh kembang

didasarkan pada pengukuran-pengukuran anak-anak menurut

WHO. Garis Z score pada grafik pertumbuhan diberi nomor

secara positif (1,2,3) atau negative (-1, -2, -3). Secara umum,

titik yang diplot yang jauh dari median (misalnya 3 atau -3 garis

z score) dapat mencermnkan masalah pertumbuhan. Titik

diantara garis Z Score -2 dan -3 dibaca sebagai “dibawah-2”,

sedangkan titik diantara garis Z Score 2 dan 3 dibaca sebagai “di

atas 2”.
36

Table 5. Interpretasi Grafik Pertumbuhan WHO

Keterangan:

a. Anak pada kategori ini tergolong sangat tinggi, jarang menjadi

masalah, kecuali pada gangguan endokrin seperti tumor penghasil

hormone pertumbuhan.

b. Anak pada kategori ini mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi

lebih baik dinilai berdasar indikator BB/PB atau BB/TB atau

IMT/U.

c. Hasil plotting diatas 1 menunjukan kemungkinan resiko (possible

risk), bila cenderung menuju garis Z score 2 berarti pasti beresiko.

d. Mungkin saja anak yang stunted menjadi overweight.


37

6. Pertimbangan Pemakaiaan Grafik Pertumbuhan

Ketika menginterpretasi grafik pertumbuhan, perlu untuk

mempertimbangkan hasil observasi (klinis) terhadap tampilan

seorang anak. Anak dengan BB/PB dibawah -1 dapat baik-baik

saja bila tampilan langsing bukan kurus. Anak dengan BB/PB

diatas 1 dapat baik-baik saja bila tampak berat (kekar, berisi),

bukan tampak memiliki banyak lemak. Tanda-tanda klinis dari

marasmus dan kwashiorkor memerlukan perhatian khusus.

Kekurusan yang dihubungkan dengan marasmus akan tampak

pada grafik BB/PB atau BB/TB dan BB/U seorang anak. Akan

tetapi oedem (retensi cairan) yang berhubungan dengan

kwashiorkor dapat menyembunyikan fakta bahwa seorang anak

memiliki berat badan yang sangat rendah. Ketika memplot berat

bdan seorang anak dengan oedem kedua kaki, penting untuk

dicatat pada grafik bahwa anak tersebut memiliki oedem. Anak

dengan oedem pada kedua kaki dianggap memiliki Z Score

dibawah -3 dan memerlukan penanganan khusus.

Contoh Seorang anak perempuan dengan oedem pada

kedau kaki, berusia 1 tahun 8 bulan, berat badan 6,5 kg panjang

badan 67 cm. pada grafik BB/PB tampak titik di atas garis Z

Score -2 karena retensi cairan anak tersebut menutupi berat

badan rendah anak tersebut.


38

2.4.4. Gizi Buruk

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah

severely underweight. Keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak

berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3

SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor

dan marasmus-kwashiorkor Gizi buruk adalah keadaan kekurangan

gizi menahun yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan

protein dari makanan sehari-hari. Kekurangan gizi tingkat berat pada

anak balita berdasarkan pada indeks berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB) <-3 SD. Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala

klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk

apabila:

1. BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus).


2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB > -3SD atau marasmik-kwashiorkor:
BB/TB <-3SD
39

3. Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis

berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan

tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada

kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas,

dengan atau tanpa adanya edema.

Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena

mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus.

Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit,

kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.

2.4.5. Obesitas

Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan

antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan

pemeriksaan penunjang terkait. Tahapan yang dilakukan dalam

mengevaluasi anak dan remaja obes dengan gizi lebih atau obesitas

adalah sebagai berikut:

1. Anamnesis

Anamnesis faktor risiko medis dan perilaku yang harus

diperoleh pada saat evaluasi anak dan remaja overweight atau

obesitas tercantum pada Tabel dibawah.


40

Table 2. Tabel Identifikasi Faktor Risiko Medis dan Perilaku Yang Berkaitan Dengan Obesitas

Table 1. Identifikasi Faktor Risiko Medis dan Perilaku Yang Berkaitan Dengan Obesitas
41

2. Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris

Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan

dengan peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko

kardiovaskular. Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat

badan terhadap tinggi badan merupakan metode yang berguna

untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan

(dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam

meter).

Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah

berdasarkan grafik indeks massa tubuh (grafik IMT) berdasarkan

usia dan jenis kelamin. Saat ini ada tiga klasifikasi yang

digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for

Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International

Obesity Task Force), dan WHO 2006 (World Health

Organization 2006). Berdasarkan hal tersebut dan untuk

kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifikasi mana

yang dapat digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data

Riskesdas 2010 tersebut dianalisis kembali dan selanjutnya

diklasifikasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC 2000,

IOTF, dan WHO 2006.


Table 3. Pemeriksaan Fisis, Dampak dan Gejala Pada Anak dan Remaja Dengan Obesitas
42
43

3. Pemeriksaan penunjang

Meliputi analisis diit, pemeriksaan laboratorium, pencitraan,

ekokardiografi, dan respirometri atas indikasi.

4. Penilaian komorbitas

2.4.6. Kurang energi protein

Kurang gizi dapat dilihat dari gambaran klinis yang dapat

dilihat dari anak BB rendah atau kurus, dengan indikator berat badan

yang kurang menurut umur dari BB normal yang seharusnya. Status

kurang gizi tersebut dapat menjadi status gizi buruk dengan BB jauh

dibawah normal dan tanda klinis terdapat gejala atau tanda dari gizi

buruk (Tim Kesehatan, 2010 dalam Maulana, 2013).

Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80%

indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku World Health

Organization - National Center For Health Statistics (WHO-NCHS).

KEP Merupakan definisi gizi (energy dan protein) yang paling berat

dan meluas terutama pada balita. Penderita KEP pada umumnya

berasal dari keluarga yang mempunyai penghasilan rendah

(Supariasa, 2013).

Menurut Departemen Kesehatan Republic Indonesia (2013)

terdapat cara menentukan status gizi berdasarkan tanda-tanda klinis

yaitu:

1. Marasmus

Marasmus adalah bentuk malnutrisi protein kalori yang

terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama


44

terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi

pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.

Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua

(berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan

tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran

hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak

menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.

Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar

lemak dan ototototnya,

b. tinggal tulang terbungkus kulit

c. Wajah seperti orang tua

d. Iga gambang dan perut cekung

e. Otot paha mengendor (baggy pant)

f. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih

terasa lapar
45

Gambar 2. Gejala Klinis Marasmus. (Sumber: Riyadi, 2006)

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein

yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat, asupan kalori

biasanya juga mengalami defisiensi.

Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan

protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita

kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan,

perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan

pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita

ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala

gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena


46

gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala

penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit.

Gambar 3. Gejala Klinis kwashiorkor. (Sumber: Riyadi, 2006)

Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam,

kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering

dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar.

Terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement

dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah

muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang

sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan

hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan

pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya

kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar

globulin yang normal atau sedikit meninggi.


47

3. Marasmus-Kwashiorkor

Kondisi dimana terjadi defisiensi baik kalori maupun

protein, dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak

subkutan, dan biasanya dehidrasi. Gambaran klinis merupakan

campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

Gambar 4. Gejala Klinis Marasmik-Kwashiorkor. (Sumber: Riyadhi, 2018)

2.5. Program penanggulangan anak gizi kurang

Penatalaksanaan yang dilakukan berupa 10 langkah penting yaitu:

1. Atasi/cegah hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada

anak dengan Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu

tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan

memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat
48

makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika

anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan

segera rujuk.

2. Atasi/cegah hipotermia

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah

36˚C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat

dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya

lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap

dapat bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan

selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak

boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa

penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan

ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan

stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak

tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.

3. Atasi/cegah dehidrasi

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita Gizi buruk

dengan dehidrasi adalah:

a. Ada riwayat diare sebelumnya

b. Anak sangat kehausan

c. Mata cekung

d. Nadi lemah

e. Tangan dan kaki teraba dingin

f. Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.


49

Tindakan yang dapat dilakukan adalah: Jika anak masih

menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa

berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral

dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit

dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk gizi buruk disebut

ReSoMal. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan Gizi buruk dapat

menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat

minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer

Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

Pada semua Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit

diantaranya:

a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.

b. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) Ketidakseimbangan

elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan

keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.

Terapi:

a. Makanan tanpa diberi garam/rendah garam

b. Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X

(dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula

atau bila balita gizi buruk bisa makan berikan bahan makanan yang

banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium,

Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak.

Contoh bahan makanan sumber mineral


50

Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,

Sumber Cuprum : daging, hati.

Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.

Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang – kacangan, apel, alpukat,

bayam, daging tanpa lemak.

5. Obati/cegah infeksi

Pada Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi

seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua Gizi

buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis

sebagai berikut. (lihat tabel 3)

Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah

mencapai 9 bulan

Catatan:

a. Mengingat pasien Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit

infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi

tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi

komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.

b. Diare biasanya menyertai Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang

dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati.

Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila

diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit


51

6. Mulai pemberian makanan

Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu : Fase

Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi

7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi
52

8. Koreksi defisiensi nutrien mikro

Zat gizi mikro adalah zat didalam makanan yang di butuhkan

tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit. Yang termasuk zat gizi mikro

yaitu vitamin dan mineral. Semua pasien Gizi buruk, mengalami kurang

vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-

gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan

dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian

besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.

Berikan setiap hari dan Tambahan multivitamin, Bila berat badan

mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi

dengan dosis sebagai berikut:

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan

dosis tunggal sebagai berikut:


53

9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

Pada gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan

perilaku, berikan:

a. Kasih sayang dan Ciptakan lingkungan yang menyenangkan.

b. Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari.

c. Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh.

d. Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain

dsb).

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat

dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau

bidan. Pemberian makan yang baik dan stimulasi tetap dilanjutkan

dirumah. Nasehat kepada orang tua untuk

a. Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di

Puskesmas.

b. Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan dan

berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan.

c. Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien

yang padat.

d. Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu.

e. Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.

f. Anjurkan pemberian vitamin A (200.000 SI atau 100.000 SI) sesuai

umur
54

Anda mungkin juga menyukai