Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama serba lengkap, yang di dalamnya


mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik kehidupan spiritual
maupun kehidupan material termasuk di dalamnya mengatur masalah
pekerjaan. Secara implisit banyak ayat al- Qur’an yang menganjurkan
umatnya untuk bekerja keras, diantaranya dalam al- Quran1 disebutkan

Artinya ”Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,” (QS. Al Insirah 94: 7).
Al Qur’an mengajarkan kepada manusia, khususnya umat Islam
agar memacu diri untuk bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin,
dalam arti seorang muslim harus memiliki etos kerja tinggi sehingga dapat
meraih sukses dan berhasil dalam menempuh kehidupan dunianya di
samping kehidupan akhiratnya. Namun dalam realitas kehidupan, masih
banyak bangsa Indonesia khususnya umat Islam yang bersikap malas, tidak
disiplin, tidak mau kerja keras, dan bekerja seenaknya 2.
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan
yang lurus. Al-Quran mengajarkan keyakinan yang berkaitan dengan
komitmen terhadap pekerjaan dan tidak mengizinkan perilaku kerja yang
bertentangan dengan etik seperti mengemis, bermalas-malasan, tidak
memanfaatkan waktu dengan sebaik baiknya, dan melakukan aktivitas yang
tidak produktif 3.

1
Al- Qur’an dan Terjemahan
2
Saifullah. (2010). Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Jurnal Sosial Humaniorah, Vol 3: No.1
3
Tasmara, Toto. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani, hlm 22

1
Ada banyak pekerjaan yang ada di dunia, salah satunya adalah
menjadi seorang Apoketer. Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker
(Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian :
pasal 1 ayat 5). Menjalankan tugas dan peran seorang apoteker merupakan
ibadah. Sehingga, mendasari penulis menuliskan latar belakang mengenai
seorang apoteker yang islami sesuai dengan hak dan kewajibannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hak dan kewajiban dalam Islam?
2. Bagaimana bekerja menurut perspektif secara Islam?
3. Bagaimana menjalankan praktik kefarmasian secara Islami?
4. Bagaimana hak dan kewajiban seorang apoteker?

C. Tujuan
1. Memahami konsep hak dan kewajiban dalam Islam
2. Memahami bekerja menurut Islam
3. Memahami konsep praktik kefarmasian secara Islami
4. Mengetahui hak dan kewajiban seorang apoteker

2
BAB II
ISI

1. Definisi Hak dan Kewajiban


Hak dalam bahasa Arab memiliki banyak makna. Di antara
maknanya : lawan battil, adil, had dan nasib (bagian), milk (pemilikan) dan
mal (harta). Makna lain yang digunakan al-Qur’an seperti : thubut dan
wujud (tetap dan wajib) al-nasib al-muhaddad (bagian tertentu) dan al-‘adl
(keadilan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah hak bermakna
benar, miliki, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah
ditentukan undang-undang, auran dan sebagainya), kekuasaan yang benar
atas sesuatu untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat 4. Pembagian hak
dalam Islam dibagi menjadi tiga menurut subjeknya yaitu :
a. Hak Allah
Hak Allah yaitu hak yang bermaksud untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT, mengagungkan-Nya dan menegakkan
syari’at-Nya atau mewujudkan kemaslahatan umum, tanpa
mengkhususkan sebagian orang atau kelompok. Kepentingan
umum disandarkan kepada Allah karena agung esensi dan
manfaatnya yang uiversal, yang berarti hak untuk seluruh
masyarakat yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia pada
umumnya5.
Hak Allah berkaitan dengan kewajiban ibadah dan
kemaslahatan publik, yang dalam pelaksanaan hukum pidana
pada undang-undang modern dinamakan hak-hak negara atau
hak umum. Hak untuk menikmati anugerah Allah kepada
hamba-Nya didapatkan melalui mua’amalaah tertentu. Ibadah
seperti shalat, puasa, zakat, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar,

4
Saleh, Fauzi. (2006). Konsep Hak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Ar-Raniry Press,
hlm 33
5
Saleh, Fauzi. (2006). Konsep Hak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Ar-Raniry Press,
hlm 61

3
nazar, sumpah, menyebut nama Allah ketika menyembelih dan
lain-lain merupakan bagian dari hak Allah SWT 6.
b. Hak Manusia
Hak manusia adalah hak yang bertujuan menjaga
kemaslahatan setiap pribadi manusia, baik bersifat umum seperti
menjaga kesehatan, anak dan harta, mewujudkan keamanan,
menumpas kejahatan, menolak permusuhan dan meningkatkan
fasilitas umum, ataupun khusus seperti hak pmilik menjaga
hartanya, hak penjual menentukan harga dan pembeli
mendapatkan barang, hak isteri mendapatkan nafkah dari suami,
hak ibu untuk memelihara anaknya, dan bapak menjadi wali
terhadap anak-anaknya, hak seorang manusia untuk bekerja dan
lain-lain. Termasuk pula hak asasi seperti hak hidup, merdeka,
bertempat tinggal, mengeluarkan pendapat dan pemikiran,
terjaga kemuliannya dan lain-lain.
Berkaitan dengan hak ini, seseorang boleh menggugurka
dengan meafkan, mendamaikan atau ibra’ (membebaskan ) atau
ibadah (membolehkan penggunaannya), saking mewariskan,
tidak berlaku tadakul, maka hukuman sekali bagi setiap
pelanggaran, dan pelaksanaannya tergantung pada pemilik hak
atau walinya7.
c. Haq Msytarak (Hak Serikat)
Haq Musytarak adalah hak yang merupakan gabungan dua
hak, hak Allah dan hak manusia, kadang hak Allah atau
sebaliknya 8.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan
penuh rasa tanggung jawab. Kewajiban merupakan hal yang
harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan

6
Saleh, Fauzi. (2006). Konsep Hak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Ar-Raniry Press,
hlm 61-62
7
Saleh, Fauzi. (2006). Konsep Hak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Ar-Raniry Press,
hlm 63
8
Saleh, Fauzi. (2006). Konsep Hak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Ar-Raniry Press,
hlm 65

4
dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Berbeda
dengan hak. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh undang-
undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak
seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi
pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang9. Dengan hak
yang dimilikinya, seseorang dapat mewujudkan apa yang
menjadi keinginan dan kepentingannya. Sebagai warga negara,
kita memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Dengan
pendidikan, kita akan mewujudkan cita-cita kita. Antara hak dan
kewajiban harus berjalan seimbang. Artinya, kita tidak boleh
terus menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban 10.
2. Bekerja Menurut Perspektif Islam
Istilah pekerjaan dalam bahasa Arab terdapat beberapa arti dan
istilah, seperti al-af’al (pekerjaan), al-a’mal (pekerjaan), al-kasb (usaha).
Menurut pandangan Islam, pengertian kerja bukanlah hanya kemampuan,
profesi, penyelenggaraan industri dan berniaga saja, akan tetapi meluas pada
pekerjaan dan jasa yang dikerjakan untuk memperoleh upah, baik yang
berupa kerja tangan, pikiran, kerja administratif, kerja seni, baik yang kerja
untuk perseorangan, organisasi ataupun untuk negara. Sedangkan pekerjaan
menurut al-Qur’an maupun Hadits merupakan bidang usaha atau lapangan
profesi yang akan dipilih oleh seseorang untuk mencari nafkah dan
memenuhi kebutuhan hidup diri dan kelurganya 11.
Mangkunegara (2005) mengatakan bahwa sebenarnya kitab suci Al-
Quran dari agama Islam juga mengajarkan unsur-unsur tersebut seperti
manusia harus bekerja keras, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran
surah Al-Qashash ayat 77 12.

9
Aziz, A.M.Y. (2017). Ensiklopedi Hak dan Kewajiban dalam Islam. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, hlm 23
10
Aziz, A.M.Y. (2017). Ensiklopedi Hak dan Kewajiban dalam Islam. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, hlm 25
11
Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Abdul Karim. 1999. Sistem, Prinsip dan Tujuan
Ekonomi Islam, Alih Bahasa Imam Syaifudin. Bandung: Pustaka Setia, hal 142
12
Mangkunegara, A.P (2005). Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya

5
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).

Agama Islam memandang bekerja adalah bagian dari ibadah dan


jihad jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan Allah SWT,
suci niatnya dan tidak melupakan-Nya. Dengan bekerja, masyarakat bisa
melaksanakan tugas kekhalifahannya, menjaga diri dari maksiat, dan meraih
tujuan yang lebih besar13.

Karakteristik etos kerja islami adalah orang yang mempunyai dan


menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya. Ada
semacam panggilan hati untuk terus-menerus memperbaiki diri, mencari
prestasi, dan tampil sebagai bagian dari umat yang terbaik. Ciri-ciri pribadi
yang memiliki etos kerja islami adalah kecanduan terhadap waktu, memiliki
moralitas yang bersih, kecanduan kejujuran, memiliki komitmen, istiqamah
dan kuat pendirian, kecanduan disiplin, konsekuen dan berani menghadapi
tantangan, memiliki sikap percaya diri, orang yang kreatif, tipe orang yang
bertanggung jawab, bahagia karena melayani memiliki harga diri, memiliki
jiwa kepemimpinan, berorientasi masa depan, hidup hemat dan efisien,
memiliki jiwa wiraswasta, memiliki insting bertanding, keinginan untuk
mandiri, kecanduan belajar dan haus mencari ilmu, memiliki semangat
perantauan, memperhatikan kesehatan dan gizi, tangguh dan pantang
menyerah, berorientasi pada produktivitas, memperkaya jaringan
silaturahmi, memiliki semangat perubahan14.

13
Qardhawi, Yusuf. (1997). Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam. Jakarta : Robbani
Press, hlm 107
14
Tasmara, Toto. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani, hlm 73

6
3. Praktik Kefarmasian Secara Islami
Seorang apoteker Islam dalam menjalakankan praktik kefarmasian
haruslah berpegang teguh pada pedoman seorang Muslim yaitu Al-Qur’an
dan Hadist.
Menurut Departemen Agama RI (2002 : 178) ada perbedaan pokok
antara buruh/ pekerja (dalam hal ini adalah apoteker) di dalam Islam, yaitu
setiap kegiatannya umumnya adalah amal ibadah. Karena bekerja adalah
amal maka yang diharapkan dari seorang apoteker muslim adalah
pendapatan (upah) dan pahala dari perbuatan itu15. Allah berfiman pada
surah Saba’ ayat 37:

Yang Artinya: “Dan sekali-kali bukanlah harta dan buka (pula) anak-anak
kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun, tetapi orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itulah yang
memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah
mereka kerjakan : dan mereka tenang di tempat yang aman sentosa.” (QS.
Saba’ 34 : 37).

Menurut Departemen Agama RI (2002 : 179) kewajiban dan hak seorang


pekerja dalam Islam adalah 16:

a. Seorang buruh/pekerja (dalam hal ini adalah apoteker) bekerja dengan


sebaik-baiknya.

Firman Allah:

15
Departemen Agama RI. (2002). Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta : Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam, hlm 178
16
Departemen Agama RI. (2002). Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta : Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam, hlm 179

7
“Sesungguhnya mereka beriman dan beramal shaleh, tentulah kami
tidak akan menyia-nyiakan balasan bagi orang-orang yang
mengerjakan amalan(Nya) dengan baik.” (QS. Al-Kahfi : 30).

b. Seorang buruh/pekerja (dalam hal ini adalah apoteker) bertanggung


jawab atas pekerjaan yang dikuasakan kepadanya.
Sabda Rasulullah :
“Masing-masing dari kamu sekalian adalah pemimpin. Dan masing-
masing bertanggung jawab tentang apa yang dipimpinnya.”
Maka laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangganya, ia
bertanggung jawab tentang apa yang dipimpinnya. Orang perempuan
adalah pemimpin dalam rumah suaminya, ia bertanggung jawab tentang
apa yang dipimpinnya. Dan pelayan adalah pemimpin dalam harta
tuannya, ia juga bertanggung jawab tentang yang dipimpinnya.” (H.R.
Bukahri).
c. Seorang pekerja (dalam hal ini adalah apoteker) berhak atas pembayaran
atau imbalan sesuai dengan kontribusinya di dalam proses produksi.
Allah berfirman dalam surah Al-Ahqaaf ayat 19 :

“Masing-masing mempunyai tingkatan-tingkatan menurut apa yang


telah mereka kerjakan dan agar Allah mencakupkan balasan pekerjaan-
pekerjaan mereka, sedang mereka tiada dirugikan.” (QS. Al-Ahqaaf :
19).
Seorang apoteker dalam menjalankan peran sebagai farmasis
diwajibkan untuk mematuhi kode etik apoteker dalam berpraktik. Poin
penting dalam kode etik apoteker salah satuya adalah menjunjung
tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker 17(UU RI No.
36 tahun 2009 pasal 24 ayat 2). Sebelum menjadi seorang apoteker,
seorang sarjana farmasi harus melakukan pendidikan profesi apoteker
terlebih dahulu dan setelah dinyatakan lulus barulah seorang calon

17
Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 24 ayat 2

8
apoteker bersumpah/berjanji untuk menjadi seorang apoteker. Janji
tersebutlah yang harus selalu ditaati dan dilaksanakan setiap saat,
setelah melaksanakan perintah dari Allah SWT.
Adapun kewajiban-kewajiban apoteker menurut UU RI No. 36 tahun
2009 pasal 24 ayat 2 18yaitu :
a. Kewajiban terhadap penderita
Apoteker yang Islami akan melakukan pelayanan
kefarmasian dengan salah satunya tindakan yaitu memerikan
obat yang sesuai dengan penyakitnya dengan ikhlas.
b. Kewajiban terhadap teman sejawat
Apoteker yang Islami akan memperlakukan teman
sejawatnya dengan baik sebagaimana dia ingin diperlakukan,
sehingga apoteker harus saling menghargai jika ada perbedaan
pendapat dan harus saling membantu jika teman sejawat sedang
dalam kesulitan dalam hal kefarmasian ataupun bukan.
c. Kewajiban terhadap tenaga kesehatan lain dalam praktek
pelayanan kefarmasian
Apoteker yang Islami harus memperlakukan tenaga
kesehatan lain dengan baik, menjalin hubungan yang harmonis
antara apoteker dengan dokter, perawat, radiologis, ahli gizi, dan
tenaga kesehata lain, agar pasien dapat percaya pada tenaga
kesehatan.

Apoteker sebagai tenaga kefarmasian telah ditetapkan sebagai


tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan dalam
melakukan praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, bahan obat dan obat tradisional. Dengan demikian
maka apoteker perlu melaksanakan sumpah/janji apoteker karena dalam
menjalankan profesinya dan akan bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan praktik kefarmasian.

18
Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 24 Ayat 2

9
Hal tersebut dilakukan agar dalam menjalankan profesinya, apoteker
dapat melaksanakan kewajiban dan kewenangan dengan baik dan benar dan
tidak melakukan pelanggaran sesuai dengan pedoman. Poin penting dalam
kode etik apoteker salah satuya adalah menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah Apoteker. Apoteker sebagai tenaga kefarmasian
telah ditetapkan sebagai tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan dalam melakukan praktik kefarmasian yang meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, bahan obat dan obat
tradisional 19.

Dengan demikian maka apoteker perlu melaksanakan sumpah/janji


apoteker karena dalam menjalankan profesinya dan akan bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan praktik kefarmasian. Hal tersebut dilakukan
agar dalam menjalankan profesinya, apoteker dapat melaksanakan
kewajiban dan kewenangan dengan baik dan benar dan tidak melakukan
pelanggaran sesuai dengan pedoman.

Apoteker yang Islami merupakan apoteker yang dapat


melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut dengan sungguh-sungguh
sehingga dapat menjadikan dirinya barokah dan pekerjaanya berupa ibadah
semata-mata karena Allah SWT.

4. Hak dan Kewajiban Apoteker


Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker20. Dalam
menjalankan pekerjaan, apoteker tidak hanya melakukan pekerjaan di
apotek saja. Tempat praktik kerja apoteker yang lain adalah rumah sakit,
puskesmas, dinas kesehatan kabupaten, pelayanan obat pada instansi
lembaga pemerintahan, TNI, POLRI, laboratorium klinik, industri farmasi,
peneliti farmasi (LIPI) dan lembaga pendidikan 21.

19
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
20
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian : pasal 1 ayat 5
21
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

10
Dari beberapa pekerjaan yang dilakukan oleh apoteker tersebut,
praktik kefarmasian yang banyak dilakukan oleh apoteker adalah dalam
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian dapat dilakukan di apotek,
rumah sakit dan puskesmas. Dalam menjalankan praktik kefarmasian,
apoteker memiliki standar pelayanan untuk melayani pasien yang telah
ditetapkan oleh undang-undang dan perarutan menteri kesehatan.
Pada tugas kali ini saya akan membahas tentang pelayanan
kefarmasian yang berada di rumah sakit menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 72 tahun 2016, Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah
Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan
Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu
kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus
dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan termasuk tuntutan hukum. Sehingga, para Apoteker Indonesia
dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri 22.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
2. Bahan Medis Hapis Pakai Medis Habis Pakai; dan pelayanan farmasi
klinik.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemilihan;
b. Perencanaan kebutuhan;
c. Pengadaan;
d. Penerimaan;
e. Penyimpanan;
f. Pendistribusian;
g. Pemusnahan dan penarikan;
h. Pengendalian; dan

22
Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit

11
i. Administrasi.
Pelayanan farmasi klinik dalam rumah sakit menurut PerMenKes No.72
tahun 2016 meliputi :
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep;
b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling;
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Dispensing Sediaan Steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD).
Adapun hak-hak apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan kefarmasian
diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen23, yaitu:
a. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beriktikad tidak baik.
b. Melakukan pembelaan diri yang sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
c. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan
atau jasa yang diperdagangkan.
d. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.

23
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 6

12
Kewajiban-kewajiban apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan
kefarmasian diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 24
Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberikan
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan
atau jasa yang berlaku.
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan
mencoba barang dan atau jasa tertentu, serta memberikan
jaminan atas barang yang dibuat dan atau diperdagangkan.
f. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan atau jasa yang diperdagangkan.

24
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 7

13
BAB III

PENUTUP

1. Telah memahami konsep agama islam yang di dalamnya mengatur seluruh


aspek kehidupan manusia baik kehidupan spiritual maupun kehidupan
material termasuk di dalamnya mengatur masalah pekerjaan. Serta al
Qur’an yang mengajarkan kepada manusia, khususnya umat Islam agar
memacu diri untuk bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin, dalam
arti seorang muslim harus memiliki etos kerja tinggi sehingga dapat meraih
sukses dan berhasil dalam menempuh kehidupan dunianya di samping
kehidupan akhiratnya.
2. Telah memahami bekerja menurut Islam, agama Islam memandang bekerja
adalah bagian dari ibadah jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap
peraturan Allah SWT, suci niatnya dan tidak melupakan-Nya. Dengan
bekerja, masyarakat bisa melaksanakan tugas kekhalifahannya, menjaga
diri dari maksiat, dan meraih tujuan yang lebih besar.
3. Telah memahami konsep praktik kefarmasian secara Islami yaitu dengan
melaksanakan peran dan fungsi sebagai apoteker dengan ikhlas dan
sungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha dan berkah dari Allah, dan
tidak melanggar dalam menjalankan tugas-tugas seorang apoteker.
4. Telah memahami hak dan kewajiban seorang apoteker dari berbagai dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Abdul Karim. 1999. Sistem, Prinsip dan
Tujuan Ekonomi Islam, Alih Bahasa Imam Syaifudin. Bandung: Pustaka
Setia
Al- Qur’an dan Terjemahan

Aziz, A.M.Y. (2017). Ensiklopedi Hak dan Kewajiban dalam Islam. Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar
Departemen Agama RI. (2002). Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta :
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam
Mangkunegara, A.P (2005). Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1962 tentang Lafal Sumpah Janji Apoteker
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Saifullah. (2010). Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Jurnal Sosial Humaniorah,
Vol 3: No.1
Saleh, Fauzi. (2006). Konsep Hak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Ar-
Raniry Press.
Tasmara, Toto. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan

Qardhawi, Yusuf. (1997). Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam.
Jakarta : Robbani Press

15

Anda mungkin juga menyukai