Makalah Sesak Nafas
Makalah Sesak Nafas
SESAK NAFAS
OLEH :
KELOMPOK 2 K3LN 2013
LATAR BELAKANG
pasien dalam berbagai kelompok usia yang menderita penyakit dan kecacatan
dengan spektrum- spektrum kelainan fisik dan perilaku. Hal ini, lebih lanjut,
darurat di rumah sakit serta keterampilan yang diperlukan untuk keadaan ini
(Jamil, 2012). Salah satu keadaan yang darurat yang biasanya terjadi adalah
Asma.
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan
mengi, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien asma yaitu faktor
pada saat serangan asma terjadi pasien mengalami sesak nafas dimana
frekwensi pernafasan bisa sampai di atas 30x/menit. Kondisi ini merupakan salah
dkk, 2011).
negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global
Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa jumlah penderita
asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang
terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun (GINA, 2012). WHO
memperkirakan saat ini 100-155 juta penduduk di dunia menderita asma dan
separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan
(national center for health statistics) tahun 2010 terdapat 4,447 kematian yang
disebabkan oleh penyakit asma atau sekitar 6,5% dari total populasi (Rengganis,
2011).
1.3. Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai
dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.
Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru,
penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit
obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson,
2006).
Dispnea adalah istilah kedokteran untuk kondisi sesak. Pada orang
sehat, pernapasan adalah aktivitas refleks, artinya pernapasan adalah
aktivitas tidak sadar. Tidak diperlukan perintah khusus dari otak untuk
melakukan aktivitas bernapas. Sebaiknya, sesak napas diartikan sebagai
kondisi dimana dibutuhkan usaha berlebih untuk bernapas dan aktivitas
bernapas menjadi aktivitas sadar. Sesak napasmerupakan keluhan subyektif
(keluhan yang dirasakan oleh pasien) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau
sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi
pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit.Sesak napas merupakan
gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu harus dicari penyebab awal dan
segera diatasi (Davey, 2006)
2. Etiologi
Menurut Latha (2003), etiologi dari sesak nafas dibagi menjadi 2 yaitu:
Trauma
Gangguan jalan nafas (obstruksi benda asing)
Trauma thorax (trauma jatuh atau pukulan di dada)
Trauma inhalasi (keracunan gas)
Non-trauma
Syok anafilaktik (misalnya karena alergi)
Gangguan paru (misalnya asma, bronchitis, dll)
Gangguan kardiovaskuler (misalnya Atrial septal defect (ASD),
penyakit
3. Klasifikasi
a. Dyspnea (Sesak Nafas) akut
Dyspnea (Sesak Nafas) akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan
penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea
akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan),
penyakit jantung atau trauma dada. Sesak nafas yang berlangsung < 1
bulan.
b. Dyspnea (Sesak Nafas) kronis
Dyspnea (Sesak Nafas) kronis (menahun) dapat disebabkan oleh
asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi
paru-paru, tumor, kelainan pita suara. Klasifikasi berdasarkan gambaran
klinis pasien. Sesak nafas yang berlangsung > 1 bulan.
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
Gejala umum dari sesak nafas:
a. Angina (nyeri dada)
Penderita sesak nafas maupun penderita penyakit jantung kerap
dan sering kali mengalami nyeri di bagian dada ketika mengambil
maupun menghela nafas. Sehingga membuat penderita sesak nafas
tidak dapat melakukan pekerjaan yang terbilang cukup berat atau yang
banyak menyita tenaga.
b. Cepat merasa lelah
Rasa lelah yang cepat timbul merupakan tanda umum dank has dari
penderita sesak nafas. Ketika usia melakukan suatu pekerjaan yang
cukup banyak memakan tenaga. Nafas penderita umumnya terdengar
seperti terenggah-enggah seperti orang habis lari.
c. Sering mengalami batuk
Batuk diperlukan oleh penderita sesak nafas sebagai salah satu
cara melegakan aliran udara yang tersedak didalam tenggorokan dan
mengeluarkan lender yang menyumbat penyebab sulitnya aliran udara
dan oksigen untuk measuk ke paru-paru.
Bahkan pada keadaan yang kronis, penderita sesak nafas sering
mengalami batuk kering hingga batuk darah. Untuk
mengekspresikannya atau melegakan nafas penderita harus melakukan
batuk. Hal ini disebabkan oleh (1) stimulasi refleks batuk oleh benda
asing yang masuk ke dalam larink, (2) akumulasi sekret pada saluran
pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia
merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok
(Chandrasoma, 2006).
d. Terhentinya nafas sesaat ketika tidur
Penderita sesak nafas hendaknya menggunakan dua bantal untuk
menyangga kepala agar lebih tinggi. Apabila penderita sesak nafas tidur
hanya menggunakan satu bantal dan bantal tersebut tidak memiliki
massa yang cukup baik untuk menyangga kepala. Maka ketika
penderita sesak nafas akan merasakan kesulitan ketika menarik nafas
bahkan terkadang nafas dapat terhenti beberapa saat.
e. Gangguan irama jantung dan paru
Sesak nafas emang memiliki kaitan erat dengan penyakit jantung.
Penderita penyakit jantung dan sesak nafas seringkali mengalami
gangguan pada irama jantung. Terkadang tanpa disadari jantung
berpacu dengan cepat. Ronki basah berupa suara napas diskontinu/
intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya
peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia,
fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik
berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing
dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang
mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD,
penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi
dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding
dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural
rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah
kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).
f. Jari tabuh dan sianosis
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku
tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus
berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini
ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit
kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis
adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya
jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006).
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Teknik radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan
radiologi. Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang
kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan
bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada,
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta diafragma lebih
sukar ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini
akan tampak lebih padat pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang
(termasuk iga, sternum dan vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga
bayangannya lebih padat lagi. Tujuan pemeriksaan foto thoraks untuk :
- Menilai adanya kelainan jantung, misalnya kelainan letak jantung,
pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran dan penyempitan aorta.
- Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru,
tuberculosis paru.
- Menilai adanya perubahan struktur pada ekstra kardiak
- Gangguan pada dinding thoraks: Fraktur iga dan fraktur sternum.
- Gangguan rongga pleura: Pneumothoraks, Hematothoraks, Efusi
pleura
- Gangguan pada diafaragma: Paralisis saraf fernikus.
- Menilai letak alat-alat yang dimasukan ke dalam organ di rongga
thoraks misalnya: ETT,CVP,Swan Ganz,NGT, dan yang lainnya.
b) Radiografi Dada Rutin
Dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi maksimum
dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil
dengan sudut pandang postero anterior dan kadang juga diambil dari
sudut pandang lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan
memberikan informasi sebagai berikut:
- Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragmadan
saluran napas atas pada waktu memasuki dada.
- Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru,termasuk
jantung, aorta, kelenjar limfe dan percabangan bronkus.
- Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
- Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi tanda
fibrosis dan daerah konsolidasi.
- Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa
hal bergantung pada jenis kelamin, usia dan keadaan pernapasan.
c) Tomografi computer (CT Scan)
Yaitu suatu teknik gambaran dari suatu “irisan paru” yang diambil
sedemikian rupa sehingga dapat diberikan gambaran yang cukup rinci.
CT scan dipadukan dengan radiograf dada rutin. CT scan berperan
penting dalam:
- Mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama
brronkus.
- Menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor,
struktur vaskular).
- Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelaianan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lain
- CT scan bersifat tidak infasif sehingga CT scan mediastinum sering
digunakan untuk menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan
stadium kanker paru, walaupun tidak seakurat bila menggunakan
mediastisnokopi.
d) Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
MRI menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy
untuk mengambil gambaran potongan melintang tuubuh. Gambaran
yang dihasilkan dalam berbagai bidang, dapat membedakan jaringan
yang normal dan jaringan yang terkena penyakit (pada CT scan tidak
dapat dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh darah dengan
struktur nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih
mahal dibandingkan CT scan. MRI khususnya digunakan dalam
mengevaluasi penyakit pada hilus dan mediastinum.
e) Ultrasounds
Tidak dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru. Namun,
ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang akan timbul
dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk
mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
f) Angiografi Pembuluh Paru
Memasukkan cairan radoopak melalui kateter yang dimasukkan
lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan lalu ke dalam
arteri pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi
emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru. Resiko utama
dalam angiografi yaitu timbulnya aritmia jantung saat kateter dimasukkan
ke dalam bilik jantung.
g) Pemindaian Paru
Pemindaian paru dengan menggunakan isotop, walaupun
merupakan metode yang kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi
emboli paru, tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan dengan
angiografi.
h) Endoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung
trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan
untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga
digunakan untuk mengangkat benda asing.
i) Pemeriksaan biopsy
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau
dengan pleuroskopi, yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi
serat optik yang dimasukka kedalam spasium pleural. Biopsi pleural
dilakukan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan
jaringan untuk mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi. Prosedur
diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian
ventilasi, dan pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk
mendetekasi fungsi normal paru, suplai vaskuler pulmonal, dan
pertukaran gas.
j) Sputum.
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisms
yang berkembang dalam sputum. Suatu sputum kultur dan sensitivitas
sputum (C dan S) mengidentifikasi mikroorganisme tertentu dan
resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat. Spesimen sputum juga
dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya tuberkel basilus (TB),
sputum untuk basilus cepat-asam (sputum for acid-fast bacillus [AFB]).
Spesimen AFB diperoleh riga hari berturut-turut pada awal pagi hari.
Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk
mengidentifikasi kanker paru abnormal dengan tipe set. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan melakukan serangkaian pengumpulan spesimen riga
hari berturut-turut pada awal pagi hari.
Perawat harus memastikan spesimen sputum yang mengandung
lendir dari bagian dalam bronkus dan bukan saliva. Carat warna,
konsistensi, jumlah, dan bau sputum dan dokumentasi tanggal dan waktu
spesimen dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis.
7. Penatalaksanaan
Airway
a. Tanda-tanda objektif – sumbatan airway
Lihat gerakan nafas/ pengembangan dada dan adanyaretraksi sela
iga.
Dengarkan aliran udara pernapasan
Raba adanya aliran udara pernapasan
b. Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi
1. Obstruksi Parsial
Suara mendengkur (Snoring)
a. Tanpa alat atau secara manual
Sumbatan jalan nafas karema pangkal lidah jatuh kebelakang
terdengar suara snooring atau mendengkur. Lakukan pertolongan
dengan cara:
- Head-tilt/ Chin Lift dilakukan bila tidak ada cedera kepala.
a) Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan keposterior,
sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau
sedikitekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat
menyumbat jalannapas).
b) Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada
tulangrahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar
atas, sambilmempertahankan cara 1.
- Jaw Thrust dilakukan bila pasien tidak sadar dan ada cedera
kepala.
a) Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
b) Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-
masing sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong
keluar.
c) Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku
penolongdiletakkan pada lantai atau alas dimana korban
diletakkan.
d) Bila upaya ini belum membuka jalan napas,
kombinasidengan head tilt dan membuka mulut (metode
gerak triple). Untuk cedera kepala/ leher lakukan jaw thrust
dengan immobilisasileher.
b. Dengan menggunakan alat
- Oro faringeal tube
a) Pakai sarung tangan
b) Buka mulut pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu jari
dantelunjuk.
c) Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya
d) Bersihkan dan basahi pipa orofaring agar licin dan
mudahdimasukkan.
e) Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit (ke palatal)
f) Masukkan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah
lidah.
g) Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.
h) Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring
denganmelihat pola napas, rasakan dan dengarkan suara
napas pascapemasangan.
BREATHING
wajah penderita dan pastikan tidak ada udara yang keluar dari sisi masker
pada saat dipompa. Tangan kanan memegang bag dan memompa sampai
C. CIRCULATION
Lokasi pemijatan : 1/3 bagian bawah tulang dada (sternum) dengan kedalaman
pijatan 1/3 tebal dada. Metode kompressi yaitu 1 pangkal telapak tangan
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
8. Komplikasi
Penderita dyspnea berat apabila dibiarkan tanpa ditangani dengan cepat
dapat terjadigagal napas dan akhirnya meninggal. Oleh karena itu butuh
penanganan yang cepat danlogika berpikir yang cepat pula untuk
menentukan kemungkinan penyebab sesak napas yang dialami pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
4. Intoleran aktivitas
6. Cemas
3. Intervensi
Diagnosa 1
a. Kaji fungsi pernafasan
b. Mempertahankan konsentrasi gas darah arteri (pertukaran CO2
atau O2)
c. Catat kemampuan pasien untuk mengeluarkan sektret
d. Meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada fungsi
fisik dan emosi
e. Tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan patologi
Diagnosa 2
Diagnosa 3
4. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan.
Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses
keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre,
1994).Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien
dan tenaga kesehatan lainnya (Griffith & Christensen, 1986).
Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan
yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari
rencana keperawatan dapat diterima. Perencanaan merupakan dasar
yang mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali informasi baru
yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus
diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.
Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah
keputusan bersama antara perawat dan klien (Yura & Walsh, 1988).
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu
sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam
menetapkan rencana asuhan keperawatan, termasuk pengetahuan
mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal
terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan
dari keperawatan.
Evaluasi disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana
keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan
apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
Pasien mempertahankan patensi jalan napas yang ditunjukkan
dengan:
Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. BIODATA PASIEN
Identitas klien
Namaklien : Ny. S
Usia : 64 tahun
Tanggal masuk : 13 Juni2016 (jam 10.00)
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosa medis : Asma Bronkhiale
Tanggal Pengkajian : 13 Juni 2016 (jam 10.10)
B. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Do :Klien mengeluh sesak nafas
2. Riwayat kesehatan sekarang
Ds :klien mengatakan habis bersih-bersih rumah, tiba tiba
jatuh dan klien sulit untuk bernafas ( sesak nafas klien
kambuh).
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Ds :Klien mengatakan punya penyakit asma pada tahun 2008
dan klien tidak rutin memeriksakannya ke poliklinik, bila
asmanya kambuh klien hanya membeli obat yang ada di
warung.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ds :klien mengatakan, ayah klien dulu pernah menderita TBC
dan ayah klien meninggal pada tahun 1998 karena penyakit
TBC yang dideritanya.
5. Riwayata alergi
Ds :klien mengatakan tidak ada alergi obat,makanan,minuman
namun asma klien kambuh bila klien terkana debu dan kena
angin malam.
C. DATA OBJEKTIVE
a. Pengkajian primer
1. Airway (A)
Jalan nafas sedikit ada secret dan klien mengalami cuping
hidung
2. Breating (B)
Terdengarsuara ronchi dan whezzing dikedua lapang paru
klien.Klien terlihat sesak nafas, retraksi dada dangkal,
terlihat otot bantu pernafasan, nafas cepat, Rr : 30 x/m
3. Circulasi (C )
Akral dingin, klien terlihat pucat, capillary refil > 3 detik, TD
: 150 / 90 mmHg, N : 92 x/m. S : 37,60C
4. Dissability (D )
Kesadaran komposmentis, GCS E4-M6-V5, klien tidak
mengeluh nyeri.
b. Pengkajian Sekunder
1. Keadaan umum
Ds :klien tampak lemah
2. Kesadaran
Do :Composmentis E:4 V:5 M:6
3. Tanda –tanda Vital
Do :
- Tekanan darah : 150/90 mmHg (N)
- Pernafasan : 30 X/menit(takipnea) N:16-20
- Nadi : 92 X/menit (normal)
- Suhu : 37,6°C (normal)
4. Berat Badan
Do :
- BB : 50 Kg
- TB : 160 cm
c. Pengkajian head to toe
1. Kepala
2. Mata
Inspeksi : Mata simetris, reflek pupil normal, pupil isokor,
sklera non ikterik, konjungtiva hiperemis.
Palpasi : Sklera non ikterik, konjungtiva hiperemis.
3. Hidung
Inspeksi : lubang hidung simetris, dan sedikit ada
serumen.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung.
4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kemerahan, telinga simetris, lubang
telinga cukup bersih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daun telinga
maupun tulang mastoid.
5. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : Bibir pucat, mukosa lembab, tidak ada
stomatitis dan leukopakia, ada karies gigi, tidak ada gusi
bengkak, tidak terlihat pembengkakan tonsil.kadang batuk
mengeluarkan sedikit sekret.
6. Leher
Inspeksi : Terlihat otot bantu pernafasan, tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid dan tonsil.
Palpasi : Tidak teraba pembengkakan kelenjar tiroid
dan tonsil,
7. Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, Gerakan dada Simetris
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor eluruh lapang paru
Auskultasi: terdengar whezzing dan ronkhy.
8. Jantung
9. Abdomen
10. Genital
11. Ekstremitas
12. Kulit
Pulmicort 1 x 1mg
Ventoline 1 x 2.5 mg
Ambroxol 3 x 1 tablet
Salbutamol 2 x ½ tablet
d. Pemeriksaan penunjang
2. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Riwayat asma klien Ketidak efektifan
klien mengeluh sejak 2008 bersihan jalan nafas
sesak nafas
saat bersih- Menyapu hirup debu
bersih rumah atau terkena angina
Klien malam
mengatakan
punya penyakit Allergen sebabkan
asma pada reaksi (Ag ikat IGE
tahun 2008 pada sel mast)
Klien
mengatakan Hasilkan mediator
tidak ada alergi kimia (histamine,
obat, makanan, bradikinin dll)
minuman namun
asma klien Inflamasi(edema
kambuh bila mukosa, produksi
klien terkana mucus lebih,
debu dan kena bronkospasme)
angin malam.
DO :. Penyempitan
Klien terlihat obstruksi proksimal
sesak nafas, dari bronkus pada
sedikit ada tahap ekspirasi
secret hidung
Pasien batuk
Keluar sekret
Sesak nafas
ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Ds: Riwayat asma klien Ketidakefektifan pola
Klien mengeluh sejak 2008 napas
sesak napas
Klien mengeluh Menyapu hirup debu
lemah atau terkena angina
Do: malam
Terdapat cuping
hidung Allergen sebabkan
Takipnea reaksi (Ag ikat IGE
ronkhi dan
wheezing Hasilkan mediator
Klien terlihat
sesak napas Inflamasi(edema
dangkal mucus,
bronkospasme)
Terlihat otot
bantu
Penyempitan
pernapasan
obstruksi proksimal
Napas cepat
dari bronkus pada
RR: 30 x/menit
tahap ekspirasi
RR meningkat
Sesak nafas
Pernapasan cuping
hidung, retraksi dada
dangkal, terlihat otot
bantu pernapasan
Ketidakefektifan pola
napas
DS : Riwayat asma klien Gangguan pertukaran
Klien sejak 2008 gas
mengatakan
badannya lemas Menyapu hirup debu
Klien mengeluh atau terkena angina
sesak malam
DO : Allergen sebabkan
Klien tampak lemas reaksi (Ag ikat IGE
Bibir pucat pada sel mast)
Akral dingin
Klien terlihat pucat Hasilkan mediator
: 30X/menit
Inflamasi(edema
ABG Spo2 : 70 %
mukosa, roduksi
capillary refil > 3 detik
mucus,
bronkospasme)
Penyempitan
obstruksi proksimal
dari bronkus pada
tahap ekspirasi
RR meningkat
(takipnea)
Sesak nafas
Suplai 02 ke tubuh
kurang
Retensi karbon
dioksida
Saturasi O2arteriturun
Sianosis perifer
Gangguan pertukaran
gas
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang
berlebihan, peningkatan produksi mucus,eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan muskuloskeletal ditandai
denganbronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas b.d Retensi karbon dioksida ditandai
dengan klien tampak pucat
Kurang pengetahuan b.d perilaku pasien yang jarang control di klinik
dan hanya membeli obat-obatan di warung ketika asma nya kambuh.
KATEGORI 1 2 3 4 5
Respiratory rate √
Produksi sputum berkurang √
Sesak nafas (dyspnea) √
Batuk √
Airway Management
Cought management
1. Ajarkan klien untuk batuk efektif
2. Kolaborasi pemberian obat mukoliik (pengencer dahak) dan ekspektorak
(perangsang batuk)
3. Anjurkan duduk dengan kepala fleksi , bahu rileks dan lutut fleksi
4. Instruksikan pasien untuk nafas dalam
5. Instruksikan pasien nafas dalam, lalu tahan 2 detik, dan batukkan 2-3 kali
(agar glottis terbuka dan sekret bisa dikeluarkan)
KATEGORI 1 2 3 4 5
RR √
Kedalaman inspirasi √
Otot bantu pernapasan √
Retraksi dada dangkal √
Ronkhi dan wheezing √
Ventilation Assistance
1. Auskultasi suara napas
2. Instruksikan pasien latihan pernapasan diafragma
3. Instruksikan latihan pernapasan bibir dirapatkan (pursed lip)
4. Lakukan pengukuran dengan Peak Expiration Flow (PEF)
5. Instruksikan pasien untuk posisi elevasi
6. Posisikan pasien 45° (bersandar) jika terjadi sesak
7. Monitor O2 dan respiratory status
Asthma Management
1. Anjurkan pasien untuk menghindari alergen (debu)
2. Edukasikan pasien mengenai melakukan aktivitas sesuai level
kemampuan
3. Edukasikan dan instruksikan pasien cara penggunaan inhaler untuk
bisa digunakan setiap saat kambuh
4. Kolaborasi dokter obat antiinflamasi dan bronkodilatasi
5. Edukasikan pasien untuk berkumur setelah penggunaan inhaler
3. Gangguan pertukaran gas b.d Retensi karbon dioksida ditandai dengan klien
tampak pucat
Vital sign
KATEGORI 1 2 3 4 5
Respiration rate √
Respiratory rhytme √
Kedalaman pernafasan √
KATEGORI 1 2 3 4 5
Tekanan parsial oksigen di pembulu √
darah arteri (PaO2)
Sesak nafas √
Sianosis( bibir pucat, akral dingin, CRT √
>3)
Oxygen therapy
5. IMPLEMENTASI
Hari/Tgl/ No Implementasi Respon klien Paraf
Jam Dx Keperawatan
Kamis 1,2 memonitoring DS : klien mengeluh sesak
13 Juni pernafasan nafas.
2016 klien DO : Klien terlihat sesak
Jam10.15 nafas, retraksi dada
Wib dangkal, terlihat otot
bantu pernafasan,Saat
klien batuk, terdengar
ada dahak di
tenggorokan klien,
terdengar suara
whezzing dikedua
lapang paru klien.
6. EVALUASI
P :lanjutkan intervensi
P : lanjutkan intervensi
E :evaluasi
O:
P :lanjutkan intervensi
1. Anjurkan klien untuk teratur minum obat
2. Anjurkan klien untuk makan sedikit dan
sering
3. Anjurkan klien menghindari faktor
kekambuhan
4. Anjurkan klien untuka istirahat yang cukup
I :Implementasi
13 Juni 2016
Perawat
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Reviono, dkk. 2008. Buku Pedoman Skills Lab Keterampilan Pemeriksaan Fisik
Sistem Respirasi Semester III. Surakarta : FKUNS
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta :
EGC.
PDSPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat PenerbitanFKUI: Jakarta.
Stead Latha G. : First Aid For the Emergency Medicine clerkship,McGraw Hill
Companies,Inc, 2003.
Source :
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Nurafiatin, A., Ayu, E.S., Mabruroh, F., dan Fauziah, N., 2007. Patofisiologi
Asma. Universitas Sumatera Utara.