PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya,
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO, diare adalah buang air
besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun tidak. 1 Diare
akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai
dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu.1
2.2. Epidemiologi
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2
2.2.2. Faktor Musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di
daerah subtropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus, terutama rotavirus, puncaknya terjadi pada musim
dingin. Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
2.4. Etiologi
3
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidium coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Coronavirus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Escherichia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simpleks virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut pada manusia
2.6. Patofisiologi
4
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
5
angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare,
maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai
kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90
mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.6
6
2.6.3. Gangguan Motilitas
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi,
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai peyakit lain.1
7
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurologik dari infeksi usus bias berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan diare inflammatory.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah gejala yang
nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering
terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya
subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa
saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromised
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau
penyakit.
8
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
klinis
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
Panas + ++ ++ - ++ jam
Mual, Sering Jarang Sering + - -
muntah Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Sering
Nyeri perut kramp kramp Kramp
- + + - -
Nyeri 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi -
kepala 3 hari
lamanya
sakit
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak berwarna Merah- khas
hijau hijau - hijau Seperti
Leukosit - + + Meteorismus - air cucian
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Infeksi beras
sistemik+ -
-
2.8. Diagnosis
2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah
ditanyakan juga volume dan frekuensinya; kencing seperti biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir; makanan dan minuman yang
diberikan selama diare; adakah panas atau penyakit lain yang menyertai (seperti
9
batuk, pilek, otitis media, campak), tindakan yang telah dilakukan ibu selama
anak diare (memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit
dan obat-obatan yang diberikan), serta riwayat imunisasinya.1
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda dehidrasi, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah1.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare, atau subjektif dengan menggunakan kriteria WHO dan MMWR.1
10
Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,
dehidrasi, sedang, kehilangan kehilangan BB>9%
kehilangan BB<3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, idak
irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi
(kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR
11
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering
haus banyak *malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO
Tinja:
12
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yanga mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adnya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya
gas dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk
menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial. Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase.
Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa, yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu
13
cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi
dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip
melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan
tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang
mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh
tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung,
kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negatif, kuning tua
berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna
hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan
leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan
diberi ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan Sudan
III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai
secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali, dicari butiran lemak dengan
warna kuning atau jingga.8
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam
tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium.
Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi
menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu
sediaan tak berwarna (NaCl fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid
dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan
perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objektif 10x, lalu
40x untuk menentukan spesiesnya.
2.9. Tatalaksana
14
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang telah ada,
antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan
selama dan setelah diare, mengurangi lama dan beratnya diare serta berulangnya
episode diare, dengan memberikan suplemen zinc, dan edukasi.8 Tujuan
pengobatan dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang sesuai.10
15
pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan
dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.
16
biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan
sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan.
Diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih).
17
B. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare akut pada anak, beberapa di
antaranya:
Adsorben, Contoh: kaolin, attapulgite. Obat-oat ini dipromosikan untuk mengikat
dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus.
Antimotilitas, Contoh: loperamide hydrochloride. Obat ini dapat mengurangi
frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja
pada anak.
18
2.10. Komplikasi
2.10.1. Gangguan Elektrolit
A. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan
dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium
plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan
infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat
mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.1,3
B. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.1
19
C. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.1
D. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.1
2.10.2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul
akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat
hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.
Pengobatan yang diberikan berupa kompres dan/atau antipiretika dan antibiotika
jika ada infeksi.3
2.10.3. Edema/Overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
20
2.10.4. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul). Pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.
2.10.6. Kejang
Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu
lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut
disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran
akan cepat pulih kembali.
2.11. Pencegahan
21
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak, dan imunisasi campak.
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare
yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi
kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak
yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus
campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3
Selain imunisasi campak, dapat juga diberikan vaksin rotavirus apabila
tersedia. Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum
usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18
2.12. Prognosis
Bila kita menatalaksana diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan menjadi diare persisten.8
22
DAFTAR PUSTAKA
23