LAPORAN KASUS
A. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : An. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 11 tahun
Masuk RS : 21 Agustus 2019
Berat Badan : 24 kg
Alamat : Motewe
B. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda vital :
C. Diagnosis awal
Diagnosis : dog bite susp.Rabies
D. Penatalaksanaan
- VAR 0,0,7,21
- Debridement luka
- Amoxicilin 250 mg, 3x1 tab
- Paracetamol 250 mg, 3x1 tab
E. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Penyakit rabies merupakan salah satu jenis penyakit zoonosis yang menyerang susunan saraf
pusat. Rabies masih dianggap penyakit penting di Indonesia karena bersifat fatal dan dapat
menimbulkan kematian serta berdampak psikologis bagi orang yang terpapar. Virus rabies dapat
menyerang semua hewan berdaah panas dan manusia.
Menurut data World Health Organization (WHO) rabies terjadi di 92 negara dan bahkan bersifat
endemic di 72 negara. Pada hewan penderta penyaki ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi
tinggi pada air liurnya, oleh sebab itu penularan penyakit pada umumnya melalui suatu gigitan.
Kejadian penyakit rabies pada hewan manusia hampir selalu diakhiri dengan kematian sehingga
akibatnya penyakit ini menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat.
B. Definisi Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah infeksi akut susunan saraf pusat oleh virus rabies (famili
Rhabdoviridae, genus Lyssavirus).6 Rabies disebabkan oleh virus neurotop yang ditularkan kepada
manusia melalui gigitan anjing atau biantang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus
rabies melakukan penerasi ke dalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui serabut saraf perifer ke
susunan saraf pusat. Sel-sel saraf (neuron) sangat peka terhadap virus tersebut. Dan sekali neuron
terkena infeksi dan memperburuk keadaan. Neuron-neuron di seluruh susuanan saraf pusat dari
medulla spinalis sampai di korteks tidak bakal luput dari daya destruksi virus rabies. Masa inkubasi
rabies ialah bebrapa minggu sampai beberapa bulan. Jika dalam masa itu dapat diselenggarakan
pencegahan supaya virus rabies tidak tiba di neuron-neuron maka kematian dapat dihindarkan. Jika
gejala-gejala prodromal sudah bangkit, tidak ada cara pengobatan yang dapat mengelakkan
progresivitas perjalanan penyakit yang ini.
C. Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus
berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan
melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah,
memiliki membran selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan
(spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan
lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan
jarak antara spikes 4-5 nm.
Gejala tidak spesifik, demam dan di lokasi gigitan terasa gatal, nyeri, dan kesemutan.
Berlangsung beberapa hari, tidak lebih dari seminggu.
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah,
demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah
dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.1
Fase Neurologis
1. Stadium Ensefalitik
hiperaktif, bingung, halusinasi, gangguan saraf kranial (III, VII, VIII), stimulasi otonom
(hipersalivasi, hiperlakrimasi, hiperhidrosis, dilatasi pupil, tekanan darah labil, hilang kontrol suhu),
spasme/ kejang akibat rangsang taktil, visual, suara, penciuman (fotofobia: cahaya, aerofobia: udara,
hidrofobia: air).
2. Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul
dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau
ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras.
Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak
nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi
argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
4. Stadium Paralitik
Bersifat ascending, umumnya lumpuh dari ekstremitas yang digigit lalu ke seluruh tubuh dan
otot pernapasan. Gejala klinis mirip dengan sindrom Guillain-Barre (GBS). Sebagian besar penderita
rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala
eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang
belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
Fase Koma
Terjadi 1-2 minggu setelah fase neurologis akut. Umumnya kematian terjadi akibat aritmia atau
miokarditis.8-10
E. Penatalaksanaan
No. Tipe Luka Gigitan Keadaan Hewan yang Mengigit Pengobatan yang
Pada waktu Observasi Dianjurkan
Mengigit 14 hari
1. Kontak tanpa ada Sehat Sehat
luka Gila Rabies Tidak Perlu
2. Luka garukan atau Sehat Sehat Tidak Perlu
lecet Tersangka Gila Sehat Segera VAR
Luka kecil disekitar Stop vaksinasi
tangan, badan, kaki bila hewan
tersangka masih
sehat selama 14
hari observasi
Gila VAR lengkap
Hewan liar atau - VAR lengkap
hewan yang gila
dan hewan yang
tidak dapat
diobservasi
3. Luka parah Mencurigakan/gila/ - VAR dan SAR
(multiple, luka di bila hewan tidak Stop bila hewan
muka, kepal, leher, dapat diobservasi sehat selama 14
jari kaki, jari tangan) hari
Tabel 2. Indikasi pemberian VAR dan SAR
Manajemen
Belum ada obat untuk menyembuhkan rabies. Angka kematian sebesar 100% pada orang yang
tidak divaksin. Pasien dengan klinis rabies perlu dirawat di rumah sakit dengan terapi simptomatik
dan paliatif berupa analgesik dan sedatif, serta ditempatkan di ruangan khusus yang gelap dan
tenang.8,9,12
Penyakit rabies dapat dicegah melalui manajemen pasca-pajanan hewan tersangka rabies,
meliputi: penanganan luka yang tepat, pemberian imunisasi pasif (serum/immunoglobulin), dan
imunisasi pasif aktif/vaksinasi pasca-pajanan. Tidak ada kontraindikasi untuk terapi pasca-pajanan,
termasuk ibu hamil/menyusui, bayi dan immunocompromised. Pemberian vaksin anti-rabies (VAR)
atau serum anti-rabies (SAR) ditentukan menurut tipe luka gigitan.
Penanganan Luka
Luka gigitan/jilatan segera dicuci dengan air mengalir dan sabun/deterjen minimal 15 menit,
dilanjutkan pemberian antiseptik (povidon iodine, alkohol 70%, dll).4,8,9
Penjahitan luka dihindari sebisa mungkin. Bila tidak mungkin (misalnya luka lebar, dalam,
perdarahan aktif), dilakukan jahitan situasi.12 Bila akan diberi SAR, penjahitan harus ditunda
beberapa jam (>2 jam), sehingga antibodi dapat terinfiltrasi ke jaringan dengan baik.9
Virus rabies umumnya menetap di sekitar luka selama 2 minggu sebelum mencapai ujung
serabut saraf posterior dan virus mudah mati dengan sabun/deterjen.12 Penanganan luka saja terbukti
dapat mengurangi risiko rabies pada penelitian hewan.9
Imunisasi Pasif
RIG (rabies immunoglobulin) atau SAR menetralkan langsung virus pada luka, memberi
perlindungan selama 7-10 hari sebelum antibodi yang diinduksi vaksinasi muncul. Pemberian tidak
diperlukan jika vaksinasi telah diberikan >7 hari sebelumnya.8 Indikasi SAR adalah pada luka risiko
tinggi, meliputi: luka multipel, luka di area banyak persarafan (muka, kepala, leher, ujung jari tangan,
ujung jari kaki), dan kontak air liur di mukosa/selaput lendir.12
Ada dua jenis SAR yaitu dari serum manusia dan kuda, keduanya direkomendasikan oleh WHO
(Tabel 3). Dosis dihitung sesuai berat badan. SAR diinfiltrasi ke dalam dan di sekitar luka, lalu
sisanya diinjeksi secara IM pada ekstremitas yang terluka (deltoid atau anterolateral paha).9 Sebelum
pemberian sebaiknya dilakukan skin test karena terkadang menimbulkan reaksi anafilaktik. 12 Injeksi
harus dilakukan pada area yang jauh dari area injeksi vaksin, karena dapat menekan produksi
antibodi. Pada luka berat dan multipel (biasa pada anak-anak), dilakukan pengenceran dengan normal
salin (2-3 kali), sehingga dapat menginfiltrasi seluruh luka. SAR dapat diberikan sekali atau hingga
hari ketujuh setelah vaksinasi. Setelah hari ketujuh vaksinasi, SAR tidak diindikasikan lagi karena
antibodi yang diinduksi vaksin dianggap telah ada.9 Sayangnya, SAR tidak selalu tersedia di beberapa
negara.8
Imunisasi Aktif
Pada gigitan berulang (re-exposure) dalam 3 bulan sampai 1 tahun, VAR diberikan 1 kali dan
bila >1 tahun, harus diberi VAR lengkap.6
DAFTAR PUSTAKA