Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayahNya kami selaku kelompok 7 dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat dan
Sejarah Pemikiran MIPA mengenai “ilmu dan kebudayaan” yang diberikan oleh Dra
Sumaryati M.Pd ini dengan baik dan lancar.. Dalam penyusunan Makalah ini ini sudah
barang tentu banyak dijumpai kesulitan dan kendala baik teknik penyusunan maupun non
teknik, namun berkat adanya kerja sama semuanya maka makalah ini dapat diselesaikan ,
Untuk itu sudah seyogyanya pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut membantu kami baik dalam makalah ini

Kami menyadari akan adanya kekeliruan dari segi struktur kata, bahkan
pembahasanyang kurang koheren untuk dijadikan sebagai Makalah. Untuk itu, kami
mengharapkansebuah kritikan dan saran yang mendukung demi kesempurnaan makalah kami
yangselanjutnya. Terimakasih.

Akhir kata, kami berharap semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua.
Aamiin ya Robbal alamiin.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULAN

Latar Belakang

BAB II. PEMBAHASAN

A. Manusia dan Kebudayaan


kebudayaan dan pendidikan
B. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
a. Ilmu sebagai suatu cara berpikir
b. Ilmu sebagai asas moral
c. Nilai-nilai ilmiah dan pengembangan kebudayaan nasional
d. Kearah peningkatan peranan keilmuan
C. Dua Pola Kebudayaan

BAB III. PENUTUP

. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu adalah seperangakat pengetahuan yang merupakan buah pemikiran manusia


yangmemiliki metode tertentu yang berguna untuk umat manusia agar manusia dapat
senantiasaeksis dalam kehidupannya. Ilmu yang menjadi alat bagi manusia agar dapat
menyesuaikan diri dan merubahlingkungan, memiliki kaitan erat dengan kebudayaan.
Talcot Parsons (Suriasumantri,1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan kebudayaan
saling mendukung satu sama lain:dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang
dengan pesat, demikian pulasebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan
wajar tanpa di dukungperkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan”.
Ilmu dan kebudayaan berada dalamposisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmudalam suatu masyarakat tergantung
dari kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak lain,pengembangan ilmu akan
mempengrauhi jalannya kebudayaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka makalah ini ini dirumuskan
sebagai berikut :
“Bagaimana Hubungan antara Ilmu dan Kebudayaan dalam pendididikan “
BAB II PEMBAHASAN

A. Manusia dan Kebudayaan


Pengertian Definisi kebudayaan selalu mengalami perkembangan seiring
bergulirnya waktu, namun definisi-definisi yang timbul tersebut secara keseluruhan
dapat diambil garis merah bahwa tidak memiliki perbedaan signifikan yang bersifat
prinsip jika harus berpatokkan pada definisi pertama yang berhasil dicetuskan oleh E.
B. Taylor (1871), yakni sebagai suatu keseluruhan yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hokum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnyayang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kemudian, kuntjaraningrat (1974)
secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari
system religi dan upacara keagamaan, system pengetahuan, bahasa, kesenian, system
mata pencaharian serta sitem teknologi dan peralatan.b. Perbedaan Berbagai sepak
terjang manusia yang beraneka ragam merupakan buah bukti atas kolaborasi
kebutuhan yang dimiliki manusia itu sendiri sehingga memotivasi untuk memenuhi
segala kebutuhan mereka tersebut.
Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan
tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Berbagai kebutuhan dasar
yang meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan
potensi inilah yang menjadikan suatu ciri khas tersendiri bagi manusia, jika
dibandingkan dengan binatang yang tidak memiliki kebutuhan sedetail itu. Akan
tetapi, kebutuhan binatang lebih terpusat pada kebutuhan fisiologi dan rasa aman serta
pemenuhan kebutuhan secara instinktif. Sebaliknya, jika binatang tidak memiliki
kebutuhan sekonkret manusia, namun binatang memiliki satu kebutuhan yang tidak
manusia miliki, yakni kebutuhan secara instinktif tersebut.
Hal inilah yang mendorong manusia untuk berbelok pada konsep
kebudayaan yang lebih mengajarkan tentang bagaimana cara hidup, guna membangun
dinding sekat antara manusia dan binatang. Kelemahan manusia dengan
ketidakmampuan untuk bertindak instinktif ini telah diimbangi dengan suatu
kemampuan lain berupa kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai
objek-objek yang bersifat fisik, hal ini tentunya tidak dimiliki oleh binatang apapun.
Selain itu, kemampuan lain yang berbentuk budi juga memberikan corak berbeda
pada manusia yang mana didalamnya terkandung berbagai hal mengenai dorongan-
dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, berfikir, kemauan dan fantasi. Budi
inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna
dengan alam sekitar melalui pemberian penilaian terhadap objek dan kejadian, dan
penilaian inilah yang menjadi tujuan dan isi serta inti dari kebudayaan tersebut.
Kebudayaan dalam hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam
bentuk penilaian kebudayaan dan tata hidup yang mencerminkan nilai kebudayaan
yang dikandungnya serta dapat berbentuk sarana kebudayaan yang merupakan
perwujudan bersifat fisik sebagai produk dari kebudayaan atau alat yang memudahkan
kehidupan manusia.
Keseluruhan fase kebudayaan diatas sangatlah erat hubungannya dengan
pendidikan sebab secara tidak langsung proses kebudayaan ini didapat oleh manusia
melalui pintu gerbang pendidikan. Adat kebudayaan diwariskan pada generasi
selanjutnya pasti melewati proses belajar, dengan demikian kebudayaan selalu
diteruskan dari waktu ke waktu.
Maka pada sub bab selanjutnya akan kita kupas mengenai hubungan antara
kebudayaan dan pendidikan secara lebih terperinci, sekaligus akan dikaji beberapa
masalah pokok yang perlu diperhatikan terkait kemajuan proses pendidikan yang
dikaitkan dengan kebudayaan
c. Kebudayaan dan pendidikan
Sebelum kita menyelami lebih dalam mengenai kebudayaan, kaitannya
degan pendidikan. Maka tidak ada salahnya jika terlebih dahulu kita mengenal
beberapa nilai dasar dalam kebudayaan, diantaranya
a. Nilai teori; hakikat penemuan kebenaran melalui berbagai metode seperti
nasionalisme, empirisme dan metode ilmiah
b. Nilai ekonomi; mencakup dengan kegunaan berbagai benda dalam memenuhi
kebutuhan manusia
c. Nilai estetika; nilai yang berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistic
yang menyangkut bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang
memberikan kenikmatan pada manusia
d. Nilai social; nilai yang berorientasi pada hubungan antat manusia dan
penekanan segi- segi kemanusiaan yang luhur,
e. Nilai politik; nilai yang berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalam
kehidupan masyarakat maupun di dunia politik, dan
f. Nilai agama; nilai yang beorientasi pada penghayatan yang bersifat mistik dan
transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi
kehadirannya di muka bumi.
Setiap kebudayaan memiliki skala hirarki yang begitu terformat mengenai
beberapa nilai di atas, mulai tingkatan yang kurang penting hingga nilai terpenting
dari nilai-nilai di atas. Juga memiliki penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori
tersebut. Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka masalah pertama yang
dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus
dikembangkan dalam diri anak bangsa.
Memahami pengertian pendidikan yang dapat dimaknai secara luas sebagai
usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan
fikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita untuk selalu up to
date dalam pengkajian masalah tersebut. hal ini harus dilakukan disebabkan oleh
beberapa hal, yakni:
a. Pertama; nilai-nilai budaya yang akan dikembangkan harus sesuai dengan
tuntutan zaman, kelak di masa anak bangsa hidup.
b. Kedua; usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk
lebih eksplisit dan definitive tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut. keharusan
ini disebabkan karena gejala kebudayaan yang lebih banyak bersifat tersembunyi
daripada terungkap, bahkan hakekat kebudayaan tersebut justru yang tersembunyi
bagi masyarakat umum.
Hal ini tidaklah lain disebabkan karena sikap kita sendiri yang menelan
begitu saja tanpa menyaring dan mengenal lebih dalam terlebih dahulu segala
kebudayaan baru yang datang. Masalah ini lebih serius lagi jika diperhatiakn bahwa
dalam faktanya, nilai kebudayaan yang diajarkan dalam pendidikan tidaklah sesuai
dengan keperluan anak bangsa kelak di masa mendatang. hal ini diperkuat dengan
kesimpulan penelitian Sheldon Shaeffer di kecamatan Turen, Malang. Menyatakan
bahwa kegiatan pendidikan dasar di tempat tersebut tidak memberikan pengetahuan,
nilai, sikap yang diperlukan anak kelak sebagai bekal hidup pada abad XXI. Maka,
sebagai solusi untuk menjawab salah satu permasalahan di atas, haruslah ditentukan
terlebih dahulu alur perkiraan scenario kihidupan masyarakat mendatang. tentunya
harus berpacu pada perkembangan dan keadaan masyarakat Indonesia saat ini,
sebagai barometer tersendiri untuk menentukan keadaan mendatang. langkah pertama
yang bisa kita lakukan dengan memusatkan perhatian pada nilai-nilai masyarakat
modern yang sedang berkembang, sebelum memprediksikan perkembangan akan
datang.
Selain itu, selayaknya kita memahami secara mendalam criteria masyarakat
modern, baik dari segi kehidupan, ekonomi, budaya, dll. Kemudian, dibandingkan
dengan criteria dan cirri-ciri masyarakat tradisional yang mestinya terdapat sisi
kekurangan diantara keduanya. Setelah barulah kita merancang pengembangan
kreativitas kebudayaan yang diselipkan dalam proses pendidikan, agar kebudayaan
selalu up to date tanpa meninggalkan nilai-nilai suci budaya yang diwariskan dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat mendatang. sehingga, tidak mengurangi rasa
peduli dan antusias masyarakat dalam mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan
kebudayaan tersebut secara turun menurun.
Dalam proses pewarisan budaya di atas, perlu dipondasikan terlebih dahulu
dengan menggunakan nilai agama. Karena nilai agama berfungsi sebagai sumber
moral bagi segenap kegiatan. Hakikat segala usaha manusia dalam lingkup
kebudayaan haruslah ditujukan untuk meningkatkan martabat manusia, bukan
sebaliknya. Sebab jika tidak demikian, maka hal ini bukanlah suatu proses
pembudayaan melainkan dekadensi, proses peruntuhan peradaban.dalam hal ini,
agama memang memberikan kompas dan tujuan serta arti tersendiri bagi manusia
yang berbeda dengan makhluk apapun itu yang ada di jagad raya ini. Kemajuan pesat
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai ternyata tidak memberikan nilai
kebahagiaan yang hakiki, hal ini menyebabkan manusia kembali pada nilai-nilai
agama yang dinilai memang sebagai pondasi dan pedoman dalam mencapai kejayaan
peradaban dan kebudayaan.
Kita ingat bahwa “ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah
lumpuh”. Jadi, memang kebuyaan sesungguhnya yang perlu kita wariskan pada anak
bangsa ialah menjadikan mereka manusia yang bertaqwa, terdidik, bermoral tinggi,
brakhlak mulia dan makhluk yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha
sendiri (mandiri)

B. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional

Talcot Parsons (Suriasumantri, 1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan


kebudayaan salingmendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat
berkembang denganpesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat
berfungsi dengan wajar tanpadi dukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan
penerapan”.
Ilmu dan kebudayaan beradadalam posisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Pada satu pihakperkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung
dari kondisi kebudayaan. Sedangkandi pihak lain, pengembangan ilmu akan
mempengrauhi jalannya kebudayaan.Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan
pengetahuan merupakan unsur darikebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan
kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dancita-cita suatu bangsa yang diwujudkan
dengan kehidupan bernegara.Dalam kerangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu
mempunyai peranan ganda(Suriasumantri, 1990:272)
a. Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan
kebudayaan nasional.
b. Ilmu merupakan sumber nilai yang meengisi pembentukan watak suatu bangsa.
Dalam perkembangan zaman yang begitu cepat, terkadang ilmu dikaitkan
dengan teknologi.Kebudayaan kita tak terlepas dari teknologi. Namun sayangnya yang
memiliki pengaruh yangdominan pada kebudayaan adalah teknologi, padahal teknologi
adalah buah/produk kegiatanilmiah. Sedangkan ilmu sendiri yang merupakan sumber
nilai yang konstruktif memilikiruang yang sempit dalam pengembangan kebudayaan
nasional. Maka dari itu, pemahamanterhadap hakikat ilmu perlu dijadikan fokus
pembicaraan dalam rangka untukmengembangkan kebudayaan nasional, setelah itu baru
dibahas mengenai langkah-langkahapa yang akan ditempuh untuk meningkatkan peranan
keilmuan dalam pengembangankebudayaan nasional
a. Ilmu sebagai suatu cara berpikirIlmu merupakan suatu cara berpikir dalam
menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupapengetahuan yang dapat diandalkan.
Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkanpengetahuan, demikian juga
ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmumerupakan produk dari
hasil proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secaraumum dapat
disebut sebagai berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan proses
berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada
b. Ilmu sebagai asas moralDari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan
masalah oral. Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi
matahari, yang kemudian diperkuat olehGalileo (1564-1642) yang menyatakan bumi
bukan merupakan pusat tata surya yang akhirnyaharus berakhir di pengadilan
inkuisisi. Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi prosesperkembangan berpikir di
Eropa. Moral reasioning adalah proses dimana tingkah lakumanusia, institusi atau
kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral.Kriterianya: Logis,
bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat,konsisten
dengan lainnya (http://scribd.com.FilsafatIlmu_dan_MetodeRiset)
Dua karakteristik yang merupakan asas moral bagi ilmuan antara lain
(Suriasumantri,1990:274):
1. Meninggikan kebenaraanIlmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar, atau secaralebih sederhana, ilmu bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran ini padahakikatnya bersifat otonom
dan terbebas dari struktur kekuasaan diluar bidang keilmuan. Iniartinya, untuk
mendapatkan suatu pernyataan benar atau salah seorang ilmuan harus terbebasdari
intervensi pihak lain diluar bidang keilmuan
2. Pengabdian secara universalSeorang ilmuan tidak mengabdi pada golongan
tertentu, penguasa, partai politik ataupun yanglainnya. Akan tetapi seorang ilmuan
harus mengabdi untuk kepentingan khalayak ramai.Dari karakteristik ilmuan
diatas, dapat kita ketahui bahwa ilmu yang merupakan kegiatanuntuk
mendapatkan pengetahuan yang benar haruslah terlepas dari pengaruh asing
diluarbidang keilmuan (bebas nilai) dan harus memiliki manfaat yang dapat
dirasakan olehmasyarakat luas bukan golongan tertentu. Namun dalam hal ini
para ilmuan dalam rangkauntuk melakukan penelitian tidak dapat terlepas dari
nilai-nilai ilahiyah, norma yang berlakudalam masyarakat dan kondisi budaya agar
hasil dari penelitian tersebut tidak mendatangkankerusakan yang berakibat fatal,
baik bagi manusia itu sendiri maupun alam semesata

C.. Nilai-nilai ilmiah dan pengembangan kebudayaan nasional

Nilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni, kritis, rasional, logis, obyektif,
terbuka,menjunjung kebenaran dan pengabdian universal (Suriasumantri, 1990:275).Pada
hakikatnya, perkembangan kebudayaan nasional adalah perubahan dari kebudayaanyang
sekarang bersifat konvensional kearah situasi kebudayaan yang lebih
mencerminkanasprasi dan tujuan nasional. Proses perkembangan kebudayaan ini pada
dasarnya adalahpenafsiran kemabli nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan
tuntutan zaman sertapenumbuhan nilai-nilai bru yang fungsional. Untuk terlaksananya
proses dalampengembangan kebudayaan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis,
rasional, logis,obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal
(Suriasumantri)

d.Kearah peningkatan peranan keilmuan

Berdasarkan pada penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ilmu memiliki
peran dalammendukung perkembangan kebudayaan nasional. Diperlukan langkah-
langkah yang sistemikdan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan
dalam peerkembangankebudayaan nasional yang pada dasarnya mengandung beberapa
pemikiran sebagaimanatercakup di bawah ini (Suriasumantri, 1990:278)., antara lain:
a. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-
langkah ke arahpeningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus
memperhatikan situasi kebudayaanmasyarakat kita.
b. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran, disamping itu
masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan
dan permasalahannya masing-masing.Pendewaan terhadap akal sebagai
satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
c. Meninggikan integritas ilmuan dan lembaga. Dalam hal ini modus
operandinya adalahmelaksanakan dengan konsekuen kaidah moral dari
keilmuan.
d. Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan denga pendidikan moral
e. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan
dalam bidangfilsafat terutama yang menyangkut keilmuan
f. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan
struktur kekuasaan. Namun ini bukan berarti kegiatan keilmuan harus
bebas dari sistem kehidupan. Seorangilmuan tidak akan terlepas dari
kehidupan sosial, ideology dan agama, walaupun tidakmengikat namun
seorang ilmuan harus memperhatikan norma-norma yang berlaku
padamasing daerah
C. Dua Pola Kebudayaan
C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang
mengingatkannegara-negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat
ilmuwan dan non-ilmuwan,yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Di
negara Indonesia juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu sendiri,dengan
adanya polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini cenderungkepada
beberapa kalangan tertentu untuk mrmisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakniilmu-
ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
Kedua golongan ini dianggap memiliki perbedaan yangsangat segnifikan,di
mana keduanya seakan membentuk diri sendiri yang masing-masingterpisah sehingga
terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuwan yakni ilmu-ilmu alamdan ilmu-ilmu
sosial. Namun perbedaaan itu hanyalah bersifat teknis yang tidak menjuruskepada
perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis,epistemologis,dan aksiologi
darikedua ilmu terssebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam keduanya adalah
metopeilmiah yang sama pula,tak terdapat alasan yang bersifat metodologis yang
membedakanantara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu alam mempelajari
dunia fisik yang relatif tetap dan mudah untuk dikontrol.Objek-objek penelaahan ilmu-
ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahanbaik dalam perspektif
waktu maupun tempat. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan berbagai fakta tetapi ilmu
bertujuan untukmencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukandan
memungkinkan kita dapatmengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita
hadapi,sehingga pengetahuan dapat memberikita alat untuk menguasai masalah tersebut.
Hal ini berlaku baik bagi ilmu-ilmu alamiahmaupun ilmu-ilmu sosial.
Dimensi perubahannya hanyalah merupakan satu variabel dalamsistem
pengkajian begitu juga tingkat generalisasinya, ilmu-ilmu alamiah dengan ilmu-
ilmusosial bedanya hanya terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat keumumannya suatu
teoriilmu sosial harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor yang
bervariasi.Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif yakni :
a. Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seseorang
manusia.
b. Banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu
alam dapatmenganalisis data secara kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan
laboratoris.Sedangkan teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk
memecahkan masalahyang dihadapi,seperti ilmu-ilmu alam sehingga ilmu-ilmu sosial
harus cermat dan tepat.
Makahukum penawaran dan permintaan yang bersifat kualitatif tidak lagi
memenuhi syarat karenatidak memungkinkan jika kita harus menghitung derajat kenaikan
inflansi secara kuantitatif. Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah berusaha lebih sungguh-
sunggguh untukpengukuran yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan
pengetahuanmatematika dan statistika yang lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu
alam. Namunadanya kesukaran dalam pengukuran ini malah dijadikan ilmu-ilmu sosial
bertindak regresifdan membentuk dunianya sendiri yang menjauh dari matematika serta
statistika,sehinggayang memperkuat matematika dan statistika adalah ilmu-ilmu alam.
Oleh karena ituberkembanglah dua kebudayaan yang jurang perbedaannya makin melebar
dengan sendirinyatanpa kita sadari adanya. Secara sosiologis terdapat kelompok-
kelompok yang memberi nafas baru kepadailmu-ilmu sosial dengan mengembangakan
ilmu-imu perilaku manusia yang bertumpu kepadailmu-ilmu sosial dimana perbedaan
yang utama antara keduanya hanya terletak dalamkeinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu
tentang manusia menjadi sesuatu yang lebih dapatdiandalkan dan kuantitatif.
Ilmu-ilmu perilaku lebih mengkaji penyusunan teori secaradeduktif sebagaimana
yang biasanya ada dalam ilmu-ilmu sosial namun penalaran deduktifdigabungkan dengan
proses pengujian induktif. Dan ilmu ekonomi yang paling pertamamemasuki tahap
kuantitatif sebelum ilmu-ilmu peri laku. Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosialmasih terdapat di Indonesia. Dapat dicerminkan
adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan kita. Jika kita
menginginkan bidang keilmuan mencakupilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial maka
dualisme harus segera dibongkar karena dapatmenghambat psikologis dan Intelektual
bagi pengembangan keimuan di negara kita.Meskipun terdapat argumen asumsi dalam
pembagian jurusan tersebut,yaitu :
1. Asumsi pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda
dalam mendidikan matematika sehingga harus dikembangkan pola pendidikan
yang berbeda pula.
2. Asumsi yang kedua menganggap ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan
pengetahuan matematika sehingga dapat menjuruskan keahliannya dibidang
keilmuan ini.
Kita harus menganalisis dahulu tujuan pendidikan agar tidak salah
pengasumsian. Pendidikan bertujuan :
a. Pendidikan analitik maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematika
yang memungkinkan adanya suatu analisis hingga terbentuknya suatu rumusan
statistik.
b. Pendidikan simbolik yang penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus
tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak seluruhnya
merupakan analisis matematika
Jadi adanya pendekatan dikotom dalam pendekatan pendidikan matematika ini
tidak akanbisa memecahkan semua persoalan ,namun paling tidak terdapat suatu jalan
luar yangpragmatis dari dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita dan harus adanya
sikapkehati-hatian. Karena manusia adalah produk dari suatu proses belajar dimana
tercakupkarakter cara berpikir yang berkembang sesuai tahapannya. Suatu usaha yang
fundamental dan sistematis dalam menghadapi masalah ini harusadanya usaha.
Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan kita bukan
hanyamerupakan suatu yang regresif melainkan juga destruktif,bukan saja bagi kemajuan
ilmuitu sendiri tetapi juga bagi pengengembangan peradaban secara keseluruhan.
Sehinggatidak ada pemisah diantara keduanya.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan Berdasar dengan pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan


bahwa Ilmumerupakan bagian terpenting dalam membangun dan mengembangkan
kebudayaannasional. Ilmu dan kebudayaan saling memiliki ketergantungan. Kebudayaan
yangmerupakan seperangkat nilai yang berlaku dalam masyarakat harus di dasari
olehilmu, agar kebudayaan tersebut dapat selalu berkembang sesuai dengan
jalurnya.Sementara ilmu tidak dapat berkembang jika tidak di iringi oleh kebudayaan,
dalamhal ini adalah kebudayaan ilmiah.
Agar kebudayaan tersebut senantiasa berdiridiatas ilmu dan nilai-nilai
normative yang bermuara pada nilai-nilai ilahiyah makadibutuhkan pendidikan untuk
melestarikan kebudayaan tersebut agar tetap beradapada jalurnya
DAFTARPUSTAKA

http://blog.unsri.ac.id/heru_09/welcome/ilmu-dan-udayaan/mrdetail/12649Suriasumantri,
Jujun S. 1981. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: SinarHarapan. @dhy
collection
Makalah Kelompok

MATA KULIAH FILSAFAT DAN SEJARAH PEMIKIRAN MIPA


(Dra Sumaryati,M.Pd)

ILMU DAN KEBUDAYAAN

KELOMPOK VII

KETUA : ASEP RUSMAN(20147270197)

SEKRETARIS : SUYADI (20147270144)

ANGGOTA : UJANG SUMITRA (20147270187)

DEVI SRI NURANI P (20147270198)

TATI HENDARTI (20147270286

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

PASCA SARJANA MIPA

Jln. Nangka no 58C Tanjung Barat,Tlp 021 7818718 Jakarta Selatan

2014
SUYADI (20147270144)

ASEP RUSMAN(20147270197)

UJANG SUMITRA (20147270187)

DEVI SRI NURANI P (20147270198)

TATI HENDARTI (20147270286)

Anda mungkin juga menyukai