Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayahNya kami selaku kelompok 7 dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat dan
Sejarah Pemikiran MIPA mengenai “ilmu dan kebudayaan” yang diberikan oleh Dra
Sumaryati M.Pd ini dengan baik dan lancar.. Dalam penyusunan Makalah ini ini sudah
barang tentu banyak dijumpai kesulitan dan kendala baik teknik penyusunan maupun non
teknik, namun berkat adanya kerja sama semuanya maka makalah ini dapat diselesaikan ,
Untuk itu sudah seyogyanya pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut membantu kami baik dalam makalah ini
Kami menyadari akan adanya kekeliruan dari segi struktur kata, bahkan
pembahasanyang kurang koheren untuk dijadikan sebagai Makalah. Untuk itu, kami
mengharapkansebuah kritikan dan saran yang mendukung demi kesempurnaan makalah kami
yangselanjutnya. Terimakasih.
Akhir kata, kami berharap semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua.
Aamiin ya Robbal alamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULAN
Latar Belakang
. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni, kritis, rasional, logis, obyektif,
terbuka,menjunjung kebenaran dan pengabdian universal (Suriasumantri, 1990:275).Pada
hakikatnya, perkembangan kebudayaan nasional adalah perubahan dari kebudayaanyang
sekarang bersifat konvensional kearah situasi kebudayaan yang lebih
mencerminkanasprasi dan tujuan nasional. Proses perkembangan kebudayaan ini pada
dasarnya adalahpenafsiran kemabli nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan
tuntutan zaman sertapenumbuhan nilai-nilai bru yang fungsional. Untuk terlaksananya
proses dalampengembangan kebudayaan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis,
rasional, logis,obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal
(Suriasumantri)
Berdasarkan pada penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ilmu memiliki
peran dalammendukung perkembangan kebudayaan nasional. Diperlukan langkah-
langkah yang sistemikdan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan
dalam peerkembangankebudayaan nasional yang pada dasarnya mengandung beberapa
pemikiran sebagaimanatercakup di bawah ini (Suriasumantri, 1990:278)., antara lain:
a. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-
langkah ke arahpeningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus
memperhatikan situasi kebudayaanmasyarakat kita.
b. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran, disamping itu
masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan
dan permasalahannya masing-masing.Pendewaan terhadap akal sebagai
satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
c. Meninggikan integritas ilmuan dan lembaga. Dalam hal ini modus
operandinya adalahmelaksanakan dengan konsekuen kaidah moral dari
keilmuan.
d. Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan denga pendidikan moral
e. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan
dalam bidangfilsafat terutama yang menyangkut keilmuan
f. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan
struktur kekuasaan. Namun ini bukan berarti kegiatan keilmuan harus
bebas dari sistem kehidupan. Seorangilmuan tidak akan terlepas dari
kehidupan sosial, ideology dan agama, walaupun tidakmengikat namun
seorang ilmuan harus memperhatikan norma-norma yang berlaku
padamasing daerah
C. Dua Pola Kebudayaan
C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang
mengingatkannegara-negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat
ilmuwan dan non-ilmuwan,yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Di
negara Indonesia juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu sendiri,dengan
adanya polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini cenderungkepada
beberapa kalangan tertentu untuk mrmisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakniilmu-
ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
Kedua golongan ini dianggap memiliki perbedaan yangsangat segnifikan,di
mana keduanya seakan membentuk diri sendiri yang masing-masingterpisah sehingga
terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuwan yakni ilmu-ilmu alamdan ilmu-ilmu
sosial. Namun perbedaaan itu hanyalah bersifat teknis yang tidak menjuruskepada
perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis,epistemologis,dan aksiologi
darikedua ilmu terssebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam keduanya adalah
metopeilmiah yang sama pula,tak terdapat alasan yang bersifat metodologis yang
membedakanantara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu alam mempelajari
dunia fisik yang relatif tetap dan mudah untuk dikontrol.Objek-objek penelaahan ilmu-
ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahanbaik dalam perspektif
waktu maupun tempat. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan berbagai fakta tetapi ilmu
bertujuan untukmencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukandan
memungkinkan kita dapatmengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita
hadapi,sehingga pengetahuan dapat memberikita alat untuk menguasai masalah tersebut.
Hal ini berlaku baik bagi ilmu-ilmu alamiahmaupun ilmu-ilmu sosial.
Dimensi perubahannya hanyalah merupakan satu variabel dalamsistem
pengkajian begitu juga tingkat generalisasinya, ilmu-ilmu alamiah dengan ilmu-
ilmusosial bedanya hanya terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat keumumannya suatu
teoriilmu sosial harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor yang
bervariasi.Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif yakni :
a. Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seseorang
manusia.
b. Banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu
alam dapatmenganalisis data secara kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan
laboratoris.Sedangkan teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk
memecahkan masalahyang dihadapi,seperti ilmu-ilmu alam sehingga ilmu-ilmu sosial
harus cermat dan tepat.
Makahukum penawaran dan permintaan yang bersifat kualitatif tidak lagi
memenuhi syarat karenatidak memungkinkan jika kita harus menghitung derajat kenaikan
inflansi secara kuantitatif. Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah berusaha lebih sungguh-
sunggguh untukpengukuran yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan
pengetahuanmatematika dan statistika yang lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu
alam. Namunadanya kesukaran dalam pengukuran ini malah dijadikan ilmu-ilmu sosial
bertindak regresifdan membentuk dunianya sendiri yang menjauh dari matematika serta
statistika,sehinggayang memperkuat matematika dan statistika adalah ilmu-ilmu alam.
Oleh karena ituberkembanglah dua kebudayaan yang jurang perbedaannya makin melebar
dengan sendirinyatanpa kita sadari adanya. Secara sosiologis terdapat kelompok-
kelompok yang memberi nafas baru kepadailmu-ilmu sosial dengan mengembangakan
ilmu-imu perilaku manusia yang bertumpu kepadailmu-ilmu sosial dimana perbedaan
yang utama antara keduanya hanya terletak dalamkeinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu
tentang manusia menjadi sesuatu yang lebih dapatdiandalkan dan kuantitatif.
Ilmu-ilmu perilaku lebih mengkaji penyusunan teori secaradeduktif sebagaimana
yang biasanya ada dalam ilmu-ilmu sosial namun penalaran deduktifdigabungkan dengan
proses pengujian induktif. Dan ilmu ekonomi yang paling pertamamemasuki tahap
kuantitatif sebelum ilmu-ilmu peri laku. Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosialmasih terdapat di Indonesia. Dapat dicerminkan
adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan kita. Jika kita
menginginkan bidang keilmuan mencakupilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial maka
dualisme harus segera dibongkar karena dapatmenghambat psikologis dan Intelektual
bagi pengembangan keimuan di negara kita.Meskipun terdapat argumen asumsi dalam
pembagian jurusan tersebut,yaitu :
1. Asumsi pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda
dalam mendidikan matematika sehingga harus dikembangkan pola pendidikan
yang berbeda pula.
2. Asumsi yang kedua menganggap ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan
pengetahuan matematika sehingga dapat menjuruskan keahliannya dibidang
keilmuan ini.
Kita harus menganalisis dahulu tujuan pendidikan agar tidak salah
pengasumsian. Pendidikan bertujuan :
a. Pendidikan analitik maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematika
yang memungkinkan adanya suatu analisis hingga terbentuknya suatu rumusan
statistik.
b. Pendidikan simbolik yang penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus
tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak seluruhnya
merupakan analisis matematika
Jadi adanya pendekatan dikotom dalam pendekatan pendidikan matematika ini
tidak akanbisa memecahkan semua persoalan ,namun paling tidak terdapat suatu jalan
luar yangpragmatis dari dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita dan harus adanya
sikapkehati-hatian. Karena manusia adalah produk dari suatu proses belajar dimana
tercakupkarakter cara berpikir yang berkembang sesuai tahapannya. Suatu usaha yang
fundamental dan sistematis dalam menghadapi masalah ini harusadanya usaha.
Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan kita bukan
hanyamerupakan suatu yang regresif melainkan juga destruktif,bukan saja bagi kemajuan
ilmuitu sendiri tetapi juga bagi pengengembangan peradaban secara keseluruhan.
Sehinggatidak ada pemisah diantara keduanya.
BAB III PENUTUP
http://blog.unsri.ac.id/heru_09/welcome/ilmu-dan-udayaan/mrdetail/12649Suriasumantri,
Jujun S. 1981. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: SinarHarapan. @dhy
collection
Makalah Kelompok
KELOMPOK VII
2014
SUYADI (20147270144)
ASEP RUSMAN(20147270197)