Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang
selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak
dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan
kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai
interàksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.
(Riswandi, 2009)
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan.
Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena
didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan
pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan
pencegahan.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu
bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010) Dalam hal
ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit
yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa
bantuan-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. (Mungin, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud komunikasi?
2. Apa yang dimaksud komunikasi terapeutik?
3. Apa yang di maksud dengan penyakit terminal?
4. Bagaiman perawatan pada pasien dengan penyakit terminal?
5. Bagaimana peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien
terminal?
6. Apa saja teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal?
C. Tujuan
1. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi.
2. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi terapeutik.
3. Menjelaskan yang di maksud dengan penyakit terminal.
4. Mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal.
5. Mengetahui peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien
terminal.
6. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Komunikasi
Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari Bahasa Latin ‘communicatus’ yang
artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk
pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Secara
harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin: “Communis” yang berarti keadaan
yang biasa, membagi. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam
upaya membangun saling pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses
pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda
atau tingkah laku.
William F. Glueck membagi komunikasi menjadi dua bagian yaitu, komunikasi antar
personal (interpersonal communication), yaitu proses pertukaran informasi dan
pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil.
Sedangkan komunikasi kelompok (organization communication), yaitu proses
pemindahan informasi dan pemindahan pengertian dari satu pembicara kepada
kelompok dalam suatu organisasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua
tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan
tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan
atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak
memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/ blok penyampaian informasi
atau perasaan). (Mungin, 2008)
Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang
untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun
hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal
dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya,
perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang
individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
(Pendi, 2009)
B. Defenisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan
pasien.Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-
pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien. Maksud komunikasi
adalah untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya seorang perawat
harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik
agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Di dalam komunikasi terapeutik
ini harus ada unsur kepercayaan. (Pendi, 2009)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan
komunikasi professional mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien. (Suryani,
2005)
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang terdiri
atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk hubungan
antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Oleh
karena itu, komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam kelancaran
pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui apa yang dirasakan
dan diinginkan pasien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi interpersonal adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat
dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. (Purwanto, 2011)
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. (Suparyanto, 2010) Jadi,
komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di rencanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
C. Penyakit Terminal
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
(Carpenito, 2004) Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit
yang menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau
penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-
obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi
penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.

(Nursedarsana, 2010) Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya,
kematian tidak dapat dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart & Sundeen, 2009)
Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif,
pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki
kualitas hidup. (Heelya, 2009) Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang
menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga
pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu,
pasien penyakit terminal harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat
meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi
keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh
suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai
berikut:
a. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi
b. Mengarah pada kematian
c. Diagnosa medis sudah jelas
d. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
e. Prognosis jelek f. Bersifat progresif
2. Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart &
Sundeen (2009) adalah :
a. Penyakit-penyakit kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara beberapa jenis
kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling berbahaya dan paling sering
terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya dikarenakan kanker jenis ini menyerang
organ reproduksi luar yaitu payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain.
Kanker payudara juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang dapat
menyebabkan kematian adalah kanker payudara stadium IV.
Pada kanker payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker payudara yang
sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan hidup (terminal). Kondisi terminal
pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat dihindari dan ini pasti akan
dialami oleh setiap penderita yang akan menjelang ajal. Pada kondisi terminal
perubahan utama yang terjadi adalah perubahan psikologis yang menyertai pasien.
Perubahan psikologis tersebut biasanya mengarah ke arah yang lebih buruk dan
membuat pasien menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat dibutuhkan dan
menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih nyaman dan mampu
membuat klien menjadi tenang pada saat menjelang ajal.

b. Penyakit-penyakit infeksi
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran
pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana
keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah
masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah
yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.

c. Congestif Renal Falure (CRF)


Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang berlangsung
secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan
uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh).

d. Stroke Multiple Sklerosis


Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari sistem syaraf
pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi.
Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf,
memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan
juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.

e. Akibat kecelakaan fatal


Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang dari
50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang menembus
tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang
memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi
jika kepala membentur objek yang tidak bergerak.

f. AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome)


Adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain.
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini
akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Respon terhadap penyakit yang mengancam hidup dibagi kedalam empat fase, yaitu
(Doka,1993):

1.Fase Prediagnostik

Terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit.

2.Fase Akut

Terpusat pada kondisi krisis. Pasien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan,


termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.

3.Fase Kronis

Pasien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.


4.Fase Terminal

Dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi

·Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain:

1.Problem Oksigenisasi

Respirasi irregular, cepat atau lambat, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;
agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.

2.Problem Eliminasi

Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan
asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi.

3.Problem Nutrisi dan Cairan

Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,


kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual,
muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.

4.Problem suhu

Ekstremitas dingin, kedinginan menyebabkan harus memakai selimut.

5.Problem Sensori

Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,


menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.

6.Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus
selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyaman.

7.Problem Kulit dan Mobilitas

Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.

8.Masalah Psikologis

Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak
mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi/ barrier komunikasi.

9.Perubahan Sosial-Spiritual Pasien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat


kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.

D. Perawatan pada Pasien dengan Penyakit Terminal


1. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal

Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan.
Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi
dengan pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak mudah.
Perawat harus memiliki pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta
pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan.

Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik. Saat


berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul
penolakan dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan
komunikasi terapeutik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan
pasien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar
bagi intervensi pelayanan paliatif.

(Potter & Perry, 2009) Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan
jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka,
serta amati respon verbal dan nonverbal pasien dan keluarga. Saat berkomunikasi
mungkin saja pasien akan menghindari topik pembicaraan, diam, atau mungkin
saja menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin
terjadi. Respon berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan,
marah, membuat komunikasi menjadi sulit. Jika pasien memilih untuk tidak
mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana
bahwa pasien bisa kapan saja mengungkapkannya. Beberapa pasien tidak akan
mendiskusikan emosi karena alasan pribadi atau budaya, dan pasien lain ragu -
ragu untuk mengungkapkan emosi mereka karena orang lain akan meninggalkan
mereka. (Potter & Perry, 2009) Memberi kebebasan klien memilih dan
menghormati keputusannya akan membuat hubungan terapeutik dengan pasien
berkembang. Terkadang pasien perlu mengatasi berduka mereka sendirian sebelum
mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika pasien ingin membicarakan tentang
sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat.

2. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal

Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen
(2009), adalah sebagai berikut :

a. Closed Awareness

Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu
mengapa sakit dan percaya akan sembuh.

b. Mutual Pretense

Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal
tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang
dihadapi pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan
kekuatannya.

c. Open Awareness
Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang
kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini
pasien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

E. Peran Perawat dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik


1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal
a. Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan
respon Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya
adalah:
Kehilangan kesehatan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat
berupa : pasien merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan
kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan
dan ketergantungan
c. Kehilangan situasi Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat
gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti
pasien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan
fungsi mental seperti pasien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir secara
rasional
g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya
berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir secara
rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat mempengaruhi idealisme
diri dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang ayah
yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit teminalnya, ayah
tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.

2. Adaptasi Dengan Penyakit Terminal


Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai dengan
umurnya menurut Stuart & Sundeen (2009), sebagai berikut :
a. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak.
Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat
lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa
dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian
dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya
tidur. Pada anak yang mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan muncul
secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan
sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar
mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit
mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin
mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama
mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness
biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu.
Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif
mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan saling percaya dengan orang
tuanya.
b. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup
tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka
mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi
semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan”
serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Pada saat
seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita penyakit
terminal terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa
bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat
anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa
muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam
terminal illness.
c. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan
kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin
akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang
dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk
menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa
mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan
beradaptasi dengan penyakit terminal.

F. Teknik-Teknik Komunikasi pada Pasien dengan Penyakit Terminal


1. Tahap-Tahap Berduka
Tahap-tahap berduka menurut Kubler-Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011) yaitu :
a. Menolak (Denial) Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
b. Marah (Anger) Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan
cita-citanya.
c. Menawar (Bargaining) Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien
dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
d. Kemurungan (Depresi) Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak
bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima atau Pasrah (Acceptance) Pada fase ini terjadi proses penerimaan
secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang
akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat
menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya
menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat
wasiat.
2. Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal
Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen
(2009), adalah sebagai berikut :
a. Denial
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
1) Listening
a) Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan observasi
komunikasi non verbal.
b) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan suasana
tenang.
2) Silent
a) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien
secara non verbal.
b) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar
dari situasi sesungguhnya.
3) Broad opening
a) Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.
b) Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
b. Angger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening : perawat
berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu
diklarifikasikan.
1) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa
yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
2) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
3) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal
yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih
baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan
asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Bargaining
1) Focusing
a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna.
2) Sharing perception
a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
d. Depresi
1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian
harusnya diklarifikasi.
3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu
duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari
pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Acceptance
1) Informing
2) Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang
sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
3) Broad opening
4) Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.

3) Focusing
Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar
tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan
damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Tujuan
komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan,
mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik,
dan dirinya sendiri.

Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu. (Carpenito, 2004) Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu
penyakit yang menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan
kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak
ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.

Pasien dengan penyakit terminal tentu akan merasakan situasi dan kondisi tidak
nyaman, merasa kehilangan, untuk itu perlu dukungan dari orang-orang sekitar
khususnya perawat dengan cara memberikan perhatian kepada pasien agar
memberikan sedikit kenyamanan dan rasa perhatian dengan menggunakan teknik
komunikasi terapeutik.

B. Saran
Sebagai seorang perawat sudah semestinya untuk memahami bagaimana teknik
komunikasi terapeutik kepada pasien khususnya kepada pasien dengan penyakit
terminal yang bertujuan untuk memberikan dukungan dan bantuan bagi pasien,
sehinggan pasien merasa hidupnya lebih bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai.

Anda mungkin juga menyukai