PENDAHULUAN
1
2
3
4
2.2 Etanol
Etanol atau etil alkohol adalah bahan kimia yang terdapat didalam
minuman beralkohol atau arak , bahan ini banyak digunakan sebagai pelarut
dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman . Etanol tidak berwarna
dan tidak berasa ,namun memiliki bau yang khas dan mudah terbakar . Selain
digunakan dalam makanan dan minuman , etanol juga dapat digunakan sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor , penggati minyak bumi (biopremium) (Utami,
2009).
Produksi biodiesel dari tumbuhan umumnya dilakukan melalui proses
yang disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi terkadang disebut
alkoholisis, atau mengacu pada jenis alkohol yang digunakan maka disebut
metanolisis atau etanolisis. Bahan baku pembuatan etanol biasanya diperoleh dari
hasil samping pabrik gula. Etanol dapat diproduksi dengan fermentasi gula dan
umbi-umbian, serta biokonversi selulosa (Demirbas, 2005).Penggunaan etanol
menjadikan biodiesel sebagai bahan bakar yang keberlanjutannya lebih tinggi
(Tyson, 2004) (Ningsih dkk., 2017).
2.3 Biodiesel
Biodiesel berasal dari dua kata yaitu bio dan diesel. Bioberarti bahan alami
yang berasal dari makhluk hidup yang mudah diperbaharui serta mudah kembali
untuk terurai di alam. Sedangkan diesel berasal dari nama suatu mesin injeksi
yang diciptakan oleh Rudolph Diesel. Jadi, biodiesel merupakan bahan bakar
mesin diesel yang berasal dari minyak nabati atau hewani yang dapat bekerja pada
mesin diesel konvensional, sekalipun tanpa perlu ada modifikasi ataupun dengan
penambahan bahan pelindung. Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil
ester atau monoalkil ester yang diturunkan dari minyak atau lemak alami, seperti
minyak nabati, lemak hewan atau minyak goreng bekas yang dapat digunakan
langsung atau dicampur dengan minyak diesel (Gandure dkk., 2017).
Biodiesel adalah bahan baku bakar diesel alternatif potensial yang berasal
dari minyak nabati, minyak hewani atau minyak bekas dengan cara
transesterifikasi minyak atau lemak dengan menggunakan alcohol seperti
5
bergantung pada jenis asam lemak yang terkandung di dalam minyak tersebut.
Jenis asam lemak dalam minyak sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik
dan kimia biodiesel, karena asam lemak ini yang akan membentuk ester atau
biodiesel itu sendiri. Biasanya, dalampembuatan biodiesel yang sering digunakan
ialahkatalis natrium hidroksida.Natrium hidroksida (NaOH) murni berbentuk
putihpadat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan,butiran ataupun larutan
jenuh50%. Ia bersifatlembap cair dan secara spontan menyerap karbondioksida
dari udara bebas. Ia sangat larut dalamair dan akan melepaskan panas
ketikadilarutkan.Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupunkelarutan
NaOH dalam kedua cairan ini lebihkecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak
larutdalam dietil eter dan pelarut non-polarlainnya.Larutan NaOH
akanmeninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Sidabutar, dkk., 2013).
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandungkan dengan katalis asam. Katalis basa yang populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH),
Natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3) (Indrawati, dan
Wiwik, 2016).
NaOH merupakan katalis yang jauh lebih reaktif bila dibandingkan dengan
menggunakan katalis KOH, hal ini disebabkan karena logam Natrium (Na)
memiliki kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan Kalium (K). Selain itu,
katalis basa yang berlebih akan terikut pada lapisan organik, sehingga asam lemak
bebas yang terkandung dalam bahanbaku akan bereaksi dengan katalis NaOH
berlebih dan membentuk reaksi safonifikasi yang dapat menghambat
pembentukan metil ester yang diharapkan. Sabun dari hasil transesetrifikasi akan
meningkatkan viskositas dari biodiesel dan mengganggu pemisahan gliserol dan
juga turunnya yield metil ester (Maulana, 2011).
digunakan adalah methanol, etanol, propanol, butanol, dan amil alkohol (Turnip
dkk., 2017).
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Produk yang
diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak.
Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi, memisahkan gliserol,
menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
(Hasahatan dkk., 2012).
Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-
beda sesuai dengan kandungan Free Fatty Acid(FFA). Pada kasus minyak
tanaman dengan kandungan asam lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses,
yaitu esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan untuk minyak tanaman yang
kandungan asam lemak rendah dilakukan proses transesterifikasi. Proses
esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas dan
trigliserida dalam minyak menjadi asam lemak alkil ester (biodiesel) dan gliserol.
Reaksi transesterifikasi biodiesel dapat digambarkan pada Gambar 2.1(Hadrah
dkk., 2018).
katalis
2. Titik kilat tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap
biodiesel menyala, sehingga biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran pada
saat disimpan maupun pada saat didistribusikan dari pada solar.
3. Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen, serta
dapat diuraikan secara alami.
4. Menambah pelumasan mesin yang lebih baik daripada solar sehingga akan
memperpanjang umur pemakaian mesin.
5. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi
dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun.
32
BAB III
METODE PERCOBAAN
Panci
Magnetic stirrer
Hot plate
NaOH Etanol
0,5; 1; 1,5; 2% (w/w) (1 : 3)
Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan biodiesel dari transesterifikasi minyak bimoli
32
pemisah. Pencucian menggunakan air hangat dilakukan beberapa kali hingga air
cucian berwarna jernih. Setelah itu, dilakukan tahap pencucian.
Berat biodiesel
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100% (3.1)
Berat minyak nabati
b. Uji densitas
Setelah dilakukan pencucian, densitas biodisel dapat dihitung dengan
menggunakan piknometer. Biodiesel dimasukkan ke dalam piknometer 25 mL
kemudian di timbang, hasilnya dikurangi dengan berat piknometer kosong dan
dibagi dengan volume piknometer tersebut sehingga diperoleh densitas zat yang
diukur. Adapun rumus yang digunakan pada perhitungan densitas yaitu:
m
𝜌= (3.2)
V
32
dimana:
ρ = densitas zat (gr/mL)
m = massa zat (gr)
V = volume dari piknometer yang digunakan (mL)
Dimana:
μ Biodiesel = Viskositas dinamik biodiesel ( g/m.s)
μ air = Viskositas kinematik air (g/m.s)
ρ biodiesel = Densitas biodiesel (g/mL)
ρ air = Densitas air (g/mL)
t biodiesel = Waktu alir biodiesel (s)
t air = Waktu alir air (s)
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, katalis yang digunakan adalah NaOH dan bahan baku
yang digunakan adalah minyak bimoli. Percobaan ini dilihat perbandingan antara
katalis NaOH 0,5; 1; 1,5; dan 2% dengan rasio minyak dan etanol 1:3 terhadap
perolehan yield biodiesel, dan viskositas kinematik biodiesel. Proses
transesterifikasi berlangsung dalam labu leher tiga sebagai reactor dengan
menggunakan magnetic stirrer sebagai pengaduk. Reaksi berlangsung selama 90
menit dengan suhu 60oC.
4.2.1 Hubungan Antara Variasi Jumlah katalis NaOH Terhadap Perolehan
Yield Biodiesel
Pada proses pengolahan biodiesel, umumnya digunakan katalis pada tahap
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Katalis dalam proses produksi biodiesel
merupakan suatu bahan yang berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan jalan
menurunkan energy aktivasi. NaOH adalah katalis basa yang banyak digunakan
dibandingkan katalis KOH, hal ini disebabkan karena logam Natrium (Na)
memiliki kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan Kalium (K) (Wahyuni dkk.,
27
32
2015). Pengaruh variasi jumlah katalis NaOH terhadap perolehan yield biodiesel
dapat dilihat pada Gambar 4.1:
90
80
70
Yield Biodiesel (%)
60
50
40
30
20
10
0
0.5 1 1.5 2
Katalis NaOH (%)
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat yield biodiesel yang diperoleh mengalami
penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah katalis NaOH. Yield biodiesel
yang diperoleh pada katalis NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan 2% berturut-turut
sebesar 78,73% ; 32,49% ; 28,41% ; dan 26,49%. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahawa penambahan jumlah katalis NaOH yang semakin besar pada
rasio molar minyak dan etanol 1 : 3 dapat menurunkan yield biodiesel yang
diperoleh. Adanya kandungan katalis NaOH yangberlebih menyebabkan
pembentukan sabun melalui saponifikasi pada trigliserida. Pembentukan Sabun
meningkatkan emulsifikasi pada metil ester dan gliserol dan membuat pemisahan
menjadi sulit, sehingga menurunkan yield biodiesel (Holilah dkk. 2013). Hal ini
disebabkan oleh reaksi berlebih dari katalis dengan trigliserida yang membentuk
sabuun dan menghailkan produk samping berupa gliserol yang lebih banyak.
Pembentukan sabun terlihat dari hasil transesterifikasi yang keruh pada sampel
dengan jumlah katalis yang lebih banyak (Faizal dkk., 2013). Dari Gambar 2.1
juga dapat dilihat bahwa jumlah katalis optimum yang dibutuhkan adalah 0,5%.
Menurut Kurniasih dan Pardi (2017), performa katalis NaOH optimal berada pada
range rasio 0,5%. Peningkatan katalis di atas 0,5% menyebabkan peningkatan
pembentukan produk samping berupa sabun.
32
0.85
0.84
0.83
0.82
0.81
0.80
0.5 1 1.5 2
Katalis NaOH (%)
Gambar 4.2 Hubungan variasi jumlah katalis NaOH terhadap densitas biodiesel
penuruna densitas. Biodiesel harus stabil pada suhu rendah, semakin rendah suhu
maka berat jenis biodiesel akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya (Sudrajat
dkk., 2010). Menurut SNI 7182-2015 nilai densitas yang baik untuk biodiesel
adalah 0,85 – 0,89 gram/mL. Dari hasil percobaan, densitas yang memenuhi nilai
SNI adalah pada sampel dengan katalis NaOH 0,5%, sedangkan sampel lainnya
tidak memenuhi standar SNI karena tidak dalam rentang yang telah ditentukan.
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa densitas biodiesel optimum pada katalis
0,5% dengan nilai 0,85 gram/mL, selanjutnya terjadi penurunan densitas menjadi
0,83 ; 0,825 ; dan 0,822 gram/mL. Hal ini dikarenakan terjadinya pemutusan
rantai gliserol yang terdapat dalam minyak (Aziz dkk., 2011).
12
Viskositas Kinematik
Biodiesel (mm2/s) 10
0
0.5 1 1.5 2
Katalis NaOH (%)
Tabel 2.2 Perbandingan nilai yield, densitas dan viskositas kinematik yang didapat
dengan standar SNI
Jumlah Katalis Yield Biodiesel 𝜌 Biodiesel
v Biodiesel (mm2/s)
NaOH (%) (%) (gram/ml)
0,5 78,73 0,85 10,403
1 32,49 0,83 5,367
1,5 38,41 0,825 5,168
2 26,49 0,822 4,903
32
Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa perolehan yield terbesar terdapat pada
katalis 0,5%. Peningkatan konsentrasi katalis di atas 0,5% menyebabkan
peningkatan pembentukan produk samping berupa sabun (Kurniasih dan Pardi,
2017). Untuk densitas yang memenuhi standar SNI 7182-2015 adalah pada
penambahan katalis 0,5% dengan densitas 0,85 gram/mL, selanjutnya terjadi
penurunan densitas dikarenakan terjadinya pemutusan gliserol yang terdapat
dalam minyak (Aziz dkk., 2011). Pada viskositas kinematik yang memenuhi
standar SNI 7182-2015 adalah penambahan katalis 1%;1,5%; dan 2%, sedangkan
pada penambahan katalis 0,5% viskositas kinematik tidak sesuai dengan SNI, hal
ini dimungkinkan karena pemisahan (settling) tidak efektif atau kurang sempurna
(Sudrajat dkk., 2010).
BAB V
KESIMPULAN
2) Densitas biodiesel yang dihasilkan pada katalis NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan
2% berturut-turut sebesar 0,85 ; 0,83 ; 0,825 ; dan 0,822 gram/mL, dengan
densitas yang memenuhi standar SNI 7182-2015 adalah pada penambahan
katalis 0,5% dengan densitas 0,85 gram/mL
27
32
DAFTAR PUSTAKA
Azis, I., Nurbayti, S. dan Ulum, B. 2011. Pembuatan Produk Biodiesel dari
Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Valensi 2(3) : 443-448.
Bode, H. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. (Bagian I. Pengenalan).
Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Delly, J., Ridwan,B., Baso, M., dan Ruspita, S. 2015. Pembuatan sistem destilasi
untuk menghasilkan etanol dari nira aren sebagai bahan bakar
alternatif. Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV
(SNTTM XIV).
Ningsih , E., Suparto, Abas S., Yeni R. M., Risty C. D. 2017. Ratio Molar Minyak
Sawit Dengan Etanol Konsentrasi Rendah Dalam Pembuatan
Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia. 12(1): 1-3
Faizal, M., Ulfa, M., dan Wika, A. A. 2013. Pengaruh kadar metanol, jumlah
katalis, dan waktu reaksi pada pembuatan biodiesel dari lemak sapi
melalui proses transesterifikasi. Jurnal teknik kimia.19(4):29-37.
Frederick, Nixon Poltak. 2013. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapok
dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri. 2(2).
Gandure, J., Clever, K., dan Mbako, J. 2017. Production, composition and fuel
propertis of tallow biodiesel: A case of Botswana. Energy and Power
Engineering, ISSN: 1947-3818. 355-365.
Hadrah, K, M., dan Sari, F. M. (2018). Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan
Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Daur
Lingkungan. 1(1): 16-21.
Hasahatan , D., Joko, S., Leily, N. K. 2012. Pengaruh Ratio H2so4 Dan Waktu
Reaksi Terhadap Kuantitas Dan Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jarak
Pagar. Jurnal Teknik Kimia. 18(2) : 26-36.
Hidayati, N., Tesa, S. A., Dan Henri, S. 2017.Transesterifikasi Minyak Goreng
Bekas Menjadi Biodiesel Bekas Menjadi Biodiesel Dengan Katalis
32
Silalahi, A., Syaiful, B., dan Yusminar. 2016. Perbandingan Biodiesel Hasil
Transesterifikasi Minyak Biji Kepayang (Pangium Edule Reinw)
Dengan Katalis NaOH dan H-Zeolit.Jurnal FTEKNIK. 3(1) : 1-6.
Solikhah, M.D., Fatimah, T.P., dan Meta, D.D. 2015. Penentuan metode analisis
komposisi asam lemak dan metil ester pada biodiesel dengan GC-MS
tanpa metilasi. Seminar Nasional Sains dan Teknologi. ISSN:2407-
1846.
Sudrajat, R., Endro, P., D. Hendra,. Dan D. Setiawan. 2010. Pembuatan Biodiesel
dari Biji Kesambi (Schleichera Oleosa L.). Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. 28(4) : 358-379.
Turnip, J.R., Trio, F.L.T., Mersi, S.S. 2017.Pengaruh Massa Katalis dan Waktu
Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah
Dengan Menggunakan Katalis Heterogen K2O Dari Limbah Kulit
Kakao.Jurnal Teknik Kimia USU. 6(2) : 24-29.
Utami, L. I. 2009. Pembuatan Etanol Dari Buah Mengkudu. Jurnal Teknik Kimia.
4(1) : 255-259
Utami, W. 2013. Sintesis Biodiesel menggunakan Katalis yang Bersumber dari
Cangkang Kerang Darah (Anadaragranosa). Skripsi. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau,
Pekanbaru.
Wahyuni, S., Ramli, dan Mahrizal. 2015. Pengaruh Suhu Proses dan Lama
Pengendapan Terhadap Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah.
Pillar Of Physiscs. 6: 33-40.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
27
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
27
32
µbiodiesel = 8,843 cp
8,843 cp
v=
0,85 gram/mL
v = 10,403cp.mL/gram
32
LAMPIRAN C
GAMBAR