Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber-sumber energi terbarukan mendapat perhatian serius seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan berkurangnya cadangan minyak bumi
sebagai sumber energi utama yang dikonsumsi oleh penduduk dunia. Minyak
nabati memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar alternatif mesin
diesel. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mengubahnya menjadi etil
ester (biodiesel) (Hidayati dkk., 2017).
Pada tahun 2005 LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan BATAN
(Badan Tenaga Nuklir Nasional) berusaha melakukan penelitian untuk
menggantikan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil dengan menggunakan
bahan bakar minyak dari sumber nabati dan hewani. Bahan bakar minyak dari
sumber non fosil meliputi: bioethanol, biodiesel, biosolar, biogas, dan
biopertamax. Salah satu dari hasil bahan bakar non fosil adalah biodiesel.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari transeterifikasi dan
esterifikasi. Keuntungan biodiesel adalah angka setananya lebih tinggi dari angka
setana solar saat ini, gas buang hasil pembakaran biodiesel lebih ramah
lingkungan, mesin lebih baik dan tarikan lebih ringan (Frederic, 2013).
Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel dihasilkan melalui proses yang
disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi
trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis dan dari reaksi ini akan
dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserol. Biodiesel mengandung
oksigen, maka titik nyalanyalebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar. Biodiesel
juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar, maka
biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan dan
penggunaannya (Sidabutar dkk., 2013).

1
2

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan pengaruh variabel proses
terhadap perolehan yield, densitas dan viskositas kinematik biodiesel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Nabati


Minyak nabati merupakansalah satu bahan makanan yang
banyakdigunakan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak nabati berasal dari bahan
baku seperti kelapa, kelapa sawit, jagung, kedelai, biji bunga matahari, dan
sebagainya. Kandungan utama dari minyak nabati adalah asam lemak, yang terdiri
dari asam lemak jenuh (asam palmitat, asam stearat) dan asam lemak tak jenuh
(asam oleat atau omega 9, dan asam linoleat atau omega 6) (Utami, 2013).
Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid, yaitu senyawa organik
yang terdapat dalam alam dan tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik non polar seperti senyawa hidrokarbon atau dietil eter. Minyak dan lemak
hewani maupun nabati memiliki komposisi utama berupa senyawa gliserida dan
asam lemak dengan rantai karbon-nya yang panjang. Asam lemak merupakan
asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak dan
umumnya mempunyai rantai karbon panjang dan tak bercabang. Gliserida
merupakan ester dari gliserol. Gliserida ini terdiri dari monogliserida, digliserida,
dan trigliserida tergantung dari jumlah asam lemak yang terikat pada gliserol
(Delly dkk., 2015).
Kandungan air dari minyak yang digunakan harus rendah, yaitu kurang
dari 0,06%. Berdasarkan penelitian menggunakan GC-MS tanpa metilasi,
komposisi asam lemak diantaranya yaitu (Solikhah dkk., 2015)

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak


Komponen Jumlah, %w
Myristat 0, 9 ̶ 1,6
Palmitat 43,0 ̶ 49,1
Stearat 4,0 ̶ 4,5
Oleat 34,7 ̶ 37,2
Linoleat 8,5 ̶ 9,7

3
4

2.2 Etanol
Etanol atau etil alkohol adalah bahan kimia yang terdapat didalam
minuman beralkohol atau arak , bahan ini banyak digunakan sebagai pelarut
dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman . Etanol tidak berwarna
dan tidak berasa ,namun memiliki bau yang khas dan mudah terbakar . Selain
digunakan dalam makanan dan minuman , etanol juga dapat digunakan sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor , penggati minyak bumi (biopremium) (Utami,
2009).
Produksi biodiesel dari tumbuhan umumnya dilakukan melalui proses
yang disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi terkadang disebut
alkoholisis, atau mengacu pada jenis alkohol yang digunakan maka disebut
metanolisis atau etanolisis. Bahan baku pembuatan etanol biasanya diperoleh dari
hasil samping pabrik gula. Etanol dapat diproduksi dengan fermentasi gula dan
umbi-umbian, serta biokonversi selulosa (Demirbas, 2005).Penggunaan etanol
menjadikan biodiesel sebagai bahan bakar yang keberlanjutannya lebih tinggi
(Tyson, 2004) (Ningsih dkk., 2017).

2.3 Biodiesel
Biodiesel berasal dari dua kata yaitu bio dan diesel. Bioberarti bahan alami
yang berasal dari makhluk hidup yang mudah diperbaharui serta mudah kembali
untuk terurai di alam. Sedangkan diesel berasal dari nama suatu mesin injeksi
yang diciptakan oleh Rudolph Diesel. Jadi, biodiesel merupakan bahan bakar
mesin diesel yang berasal dari minyak nabati atau hewani yang dapat bekerja pada
mesin diesel konvensional, sekalipun tanpa perlu ada modifikasi ataupun dengan
penambahan bahan pelindung. Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil
ester atau monoalkil ester yang diturunkan dari minyak atau lemak alami, seperti
minyak nabati, lemak hewan atau minyak goreng bekas yang dapat digunakan
langsung atau dicampur dengan minyak diesel (Gandure dkk., 2017).
Biodiesel adalah bahan baku bakar diesel alternatif potensial yang berasal
dari minyak nabati, minyak hewani atau minyak bekas dengan cara
transesterifikasi minyak atau lemak dengan menggunakan alcohol seperti
5

methanol dan etanol. Keuntungan pemakaian biodiesel dibandingkan dengan


petrodiesel (BBM) diantaranya adalah bahan baku dapat diperbaharui (renewable)
(Silalahi dkk., 2016).
Biodiesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi tidak dapat langsung
digunakan, karena masih mengandung sisa reaksi dan pengotor lain yang dapat
menimbulkan bahaya pada sistem pembakaran. Zat pengotor yang terkandung di
dalam biodiesel kasar antara lain sabun, gliserol, asam lemak bebas, sisa alkohol,
katalis, air dan sisa trigliserida yang tidak bereaksi. Kadar gliserol yang tinggi
dalam biodiesel dapat menyebabkan deposit pada sistem injeksi dan memicu
peningkatan emisi aldehid. Kandungan air dalam biodiesel dapat menyebabkan
korosi pada mesin sedangkan sabun dan asam lemak bebas menyebabkan
kerusakan komponen tertentu pada mesin. Oleh karena itu, biodiesel yang akan
digunakan harus dimurnikan terlebih dahulu, agar memenuhi standar
biodiesel(Istiningrum dkk., 2017).
Biodiesel harus memiliki karakteristik yang memenuhi standar dan mutu
yang berlaku. Di Indonesia, karakteristik biodiesel harus sesuai dengan standar
dan mutu SNI seperti pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Karakteristik biodiesel berdasarkan SNI 04-7182-2006
Parameter Satuan Nilai
Massa jenis pada 40o C gram/mL 0,85 ̶ 0,89
Viskositas kinematik pada 40o C mm2/s 2,3 ̶ 6
o
Titik nyala C Min. 100
o
Titik kabut C Maks. 18
Air dan sedimen %-vol Maks. 0,05*
Angka asam Mg-KOH/g Maks. 0,8
Angka Setana Min. 51

2.4 Katalis Natrium Hidroksida (NaOH)


Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai reaksi dengan
bahan lain. Katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi, terlibat dalam
reaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk Pemilihan katalis ini sangat
6

bergantung pada jenis asam lemak yang terkandung di dalam minyak tersebut.
Jenis asam lemak dalam minyak sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik
dan kimia biodiesel, karena asam lemak ini yang akan membentuk ester atau
biodiesel itu sendiri. Biasanya, dalampembuatan biodiesel yang sering digunakan
ialahkatalis natrium hidroksida.Natrium hidroksida (NaOH) murni berbentuk
putihpadat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan,butiran ataupun larutan
jenuh50%. Ia bersifatlembap cair dan secara spontan menyerap karbondioksida
dari udara bebas. Ia sangat larut dalamair dan akan melepaskan panas
ketikadilarutkan.Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupunkelarutan
NaOH dalam kedua cairan ini lebihkecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak
larutdalam dietil eter dan pelarut non-polarlainnya.Larutan NaOH
akanmeninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Sidabutar, dkk., 2013).
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandungkan dengan katalis asam. Katalis basa yang populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH),
Natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3) (Indrawati, dan
Wiwik, 2016).
NaOH merupakan katalis yang jauh lebih reaktif bila dibandingkan dengan
menggunakan katalis KOH, hal ini disebabkan karena logam Natrium (Na)
memiliki kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan Kalium (K). Selain itu,
katalis basa yang berlebih akan terikut pada lapisan organik, sehingga asam lemak
bebas yang terkandung dalam bahanbaku akan bereaksi dengan katalis NaOH
berlebih dan membentuk reaksi safonifikasi yang dapat menghambat
pembentukan metil ester yang diharapkan. Sabun dari hasil transesetrifikasi akan
meningkatkan viskositas dari biodiesel dan mengganggu pemisahan gliserol dan
juga turunnya yield metil ester (Maulana, 2011).

2.5 Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dengan
alkohol yang mana bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida
ke dalam bentuk ester yaitu metal ester asam lemak. Alkohol yang biasanya
7

digunakan adalah methanol, etanol, propanol, butanol, dan amil alkohol (Turnip
dkk., 2017).
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Produk yang
diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak.
Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi, memisahkan gliserol,
menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
(Hasahatan dkk., 2012).
Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-
beda sesuai dengan kandungan Free Fatty Acid(FFA). Pada kasus minyak
tanaman dengan kandungan asam lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses,
yaitu esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan untuk minyak tanaman yang
kandungan asam lemak rendah dilakukan proses transesterifikasi. Proses
esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas dan
trigliserida dalam minyak menjadi asam lemak alkil ester (biodiesel) dan gliserol.
Reaksi transesterifikasi biodiesel dapat digambarkan pada Gambar 2.1(Hadrah
dkk., 2018).

katalis

Trigliserida Alkohol Alkil ester (Biodiesel) Gliserol

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi


8

Menurut Hadrah dkk. (2018), reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh


beberapa faktor yaitu:
1) Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka semakin besar kesempatan molekul-
molekul reaktan untuk saling bertumbukan sehingga akan semakin banyak
produk yang dihasilkan. Namun setelah kesetimbangan reaksi tercapai
penambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi.
2) Rasio alkohol dengan minyak nabati
Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi
jumlah yield biodiesel yang akan dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol
yang digunakan maka konversi reaktan menjadi produk akan semakin bertambah
banyak. Rasio molar antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan
dalam proses industri untuk mendapatkan biodiesel yang lebih besar dari 98%
adalah 6:1.
3) Jenis katalis
Katalis merupakan suatu zat yang berperan untuk mempercepat laju reaksi
dengan cara menurunkan energi aktivasi reaktan tanpa ikut terkonversi menjadi
produk. Reaksi transesterifikasi membutuhkan temperatur 250oC untuk bisa mulai
bereaksi jika tanpa penambahan katalis. Katalis yang digunakan dapat berupa
katalis homogen atau heterogen.
4) Temperatur
Laju reaksi transesterifikasi akan meningkat pada temperatur yang
mendekati titik didih alkohol yang digunakan. Temperatur selama reaksi
transesterifikasi dapat dilakukan pada kisaran temperatur 30oC sampai 65oC. Pada
proses transesterifikasi, perubahan temperatur reaksi menyebabkan pergerakan
molekul semakin cepat sehingga bisa mengatasi energi aktivasi.
5) Pengadukan
Peningkatan kecepatan pengadukan meningkatkan kecepatan reaksi karena
dengan pengadukan akan mempercepat pergerakan molekul dan memperbesar
terjadinya tumbukan antar molekul reaktan.
6) Waktu Pengendapan
9

Lama waktu pengendapan berpengaruh pada proses transesterifikasi.


Pengendapan bertujuan untuk memisahkan gliserol dan biodiesel. Waktu
pengendapan mempengaruhi bilangan asam. Ketika pengendapan yang lebih
lama, tingkat oksidasi pada proses transesterifikasi lebih tinggi sehingga
mengakibatkan bilangan asam menjadi lebih tinggi.
7) Kandungan Air
Kandungan air yang berlebihan dapat menyebabkan sebagian reaksi dapat
berubah menjadi reaksi sabun atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan dapat menyulitkan
pemisahan antara gliserol dan biodiesel.

2.6 Keunggulan Biodiesel


Penggunaan biodiesel memberikan banyak keunggulan, yaitu
(Kusumaningtyas dan Achmad, 2012) :
1. Tidak memerlukan modifi kasi mesin diesel yang telah ada.
2. Ramah lingkungan karena bersifat bio-degrable dan tidak beracun.
3. Emisi polutan berupa hidrokarbon yang tidak terbakar, CO, CO2, SO2, dan
jelaga hasil pembakaran biodiesel lebih rendah dari pada solar.
4. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat
pendek.
5. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum
diesel (80% dari kandungan petroleum diesel).
6. Angka setana lebih tinggi dari pada petroleum diesel (solar).
7. Penyimpanan mudah karena titik nyala yang rendah.

Kelebihan biodiesel dibandingkan minyak diesel(solar)(Bode, 2002) yaitu:


1. Angka setana tinggi (>50), yakni angka yang menunjukan ukuran baik
tidaknya kualitas solar berdasarkan sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar
mesin. Semakin tinggi bilangan setana, semakin cepat pembakaran semakin
baik efisiensi termodinamisnya.
10

2. Titik kilat tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap
biodiesel menyala, sehingga biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran pada
saat disimpan maupun pada saat didistribusikan dari pada solar.
3. Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen, serta
dapat diuraikan secara alami.
4. Menambah pelumasan mesin yang lebih baik daripada solar sehingga akan
memperpanjang umur pemakaian mesin.
5. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi
dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun.
32

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Satuan Operasi Teknik Kimia
Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala selama 2 hari dari 30 Oktober̶ 31
Oktober 2019.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan adalah:
a. Labu leher tiga 1000 mL
b. Kondensor
c. Hot plate
d. Panci
e. Termometer 100oC
f. Corong pemisah 500 mL
g. Gelas ukur 100 mL
h. Beaker glass
i. Stopwatch
j. Selotip
k. Alumunium foil
l. Piknometer 25 mL
m. Viskometer ostwald
n. Magnetic stirrer
o. Spatula

Bahan-bahan yang digunakan adalah:


a. Minyak goreng Merk Bimoli
b. Etanol
c. NaOH
32

Rangkaian alat untuk transesterifikasi minyak nabati ditunjukkan pada


Gambar 3.1

Air masuk Batang statif


kondensor
Kondensor

Air keluar Termometer


kondensor
Bahan masuk Labu leher tiga

Panci

Magnetic stirrer

Hot plate

Gambar 3.1 Skema alat pembuatan biodiesel melalui proses transesterifikasi

3.3 Prosedur Praktikum


Secara garis besar, pembuatan biodiesel pada praktikum ini dilakukan
sesuai pada Gambar 3.2.

NaOH Etanol
0,5; 1; 1,5; 2% (w/w) (1 : 3)

Minyak Proses Transesterifikasi Pemisahan


Bimoli (60oC, 90 menit) ( 5 Jam)
(200 gr)

Analisis Pemurnian Pencucian


Parameter Biodiesel (70oC, 30 (50oC)
Uji menit)

Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan biodiesel dari transesterifikasi minyak bimoli
32

3.3.1 Tahap Proses Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi dilakukan pada sebuah reaktor (Labu leher tiga 1000
mL). Mula-mula dihitung kebutuhan minyak nabati dan etanol untuk
mendapatkan campuran minyak goreng Merk Bimoli dan etanol dengan rasio
molar (1:3). Minyak goreng Merk Bimoli 200 gram terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam reaktor berpengaduk dan dipanaskan pada suhu 60ºC. Dipersiapkan
katalis NaOH dengan perhitungan berat katalis 0,5% (w/w) dari berat minyak
goreng Merk Bimoli. Setelah itu, katalis NaOH dilarutkan dalam etanol yang telah
diperoleh dari perhitungan rasio molar minyak goreng Merk Bimoli dan etanol.
Setelah temperatur minyak goreng Merk Bimoli dalam labu leher tiga mencapai
60oC, campuran etanol dan katalis NaOH tersebut ditambahkan ke dalam minyak
goreng Merk Bimoli pada labu leher tiga. Reaksi dilakukan pada suhu 60oC
selama 90 menit. Setelah reaksi selesai, pengadukan dan pemanasan dihentikan.
Kemudian campuran reaksi didinginkan. Selanjutnya campuran reaksi
dipindahkan ke corong pemisah.

3.3.2 Tahap Pemisahan


Hasil reaksi dari transesterifikasi dimasukkan ke dalam corong pemisah
dan didiamkan selama 5 jam untuk mencapai pemisahan yang sempurna antara
dua fasa cair sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang terbentuk
merupakan biodiesel sebagai produk utama sedangkan lapisan bawah yang
terbentuk merupakan gliserol sebagai produk samping. Kemudian kedua lapisan
tersebut dipisahkan dengan cara mengeluarkan gliserol terlebih dahulu dari
corong pemisah. Biodiesel dalam corong pemisah yang telah dipisahkan dari
gliserol, selanjutnya dilakukan tahapan pencucian.

3.3.3 Tahap Pencucian


Lapisan biodiesel masih mengandung etanol dan katalis sisa reaksi
sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan menggunakan air
hangat pada suhu 50oC yang dimasukkan secara perlahan ke dalam corong
32

pemisah. Pencucian menggunakan air hangat dilakukan beberapa kali hingga air
cucian berwarna jernih. Setelah itu, dilakukan tahap pencucian.

3.3.4 Tahap Pemurnian


Setelah dilakukan pencucian dengan air, selanjutnya dilakukan tahapan
pemurnian berupa penguapan untuk menghilangkan kadar air dan etanol yang
masih terdapat dalam biodiesel. Biodiesel dimasukkan ke dalam beaker glass dan
dipanaskan dengan hot plate pada temperatur 70oC. Jika pada biodiesel masih
terdapat zat pengotor dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring
sehingga diperoleh biodiesel yang baik. Selanjutnya dilakukan penentuan yield
biodiesel dan karakteristik yang meliputi pengukuran densitas dan viskositas
kinematik biodiesel.

3.3.5 Analisis Parameter Uji


a. Perolehan yield
Setelah diperoleh sampel biodiesel yang diinginkan, berat sampel yang
diperoleh ditimbang dan dibandingkan dengan berat minyak nabati yang menjadi
umpan untuk menentukan yield yang diperoleh yaitu:

Berat biodiesel
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100% (3.1)
Berat minyak nabati

b. Uji densitas
Setelah dilakukan pencucian, densitas biodisel dapat dihitung dengan
menggunakan piknometer. Biodiesel dimasukkan ke dalam piknometer 25 mL
kemudian di timbang, hasilnya dikurangi dengan berat piknometer kosong dan
dibagi dengan volume piknometer tersebut sehingga diperoleh densitas zat yang
diukur. Adapun rumus yang digunakan pada perhitungan densitas yaitu:
m
𝜌= (3.2)
V
32

dimana:
ρ = densitas zat (gr/mL)
m = massa zat (gr)
V = volume dari piknometer yang digunakan (mL)

c. Uji viskositas kinematik


Sama halnya dengan pengukuruan densitas, viskositas biodiesel juga dapat
dihitung dengan menggunakan viskometer ostwald. Biodiesel tersebut
dimasukkan ke dalam viskometer ostwald dan cairan dihisap naik dengan bola
hisap hingga mencapai garis batas atas, selanjutnya biodiesel tersebut dibiarkan
turun hingga melewati garis batas bawah kemudian dicatat waktu yang diperlukan
saat biodiesel tersebut turun hingga melewati garis batas bawah. Pada analisis ini
digunakan larutan pembanding berupa air. Rumus viskositas biodiesel dinamik
yaitu:
μ air × t biodiesel x ρ biodiesel
μ Biodiesel = (3.3)
t air x ρ air

Dimana:
μ Biodiesel = Viskositas dinamik biodiesel ( g/m.s)
μ air = Viskositas kinematik air (g/m.s)
ρ biodiesel = Densitas biodiesel (g/mL)
ρ air = Densitas air (g/mL)
t biodiesel = Waktu alir biodiesel (s)
t air = Waktu alir air (s)

Untuk memperoleh viskositas kinematik maka viskositas dinamik


biodiesel dibagi dengan densitas biodiesel:
μ Biodiesel
𝑣 Biodiesel = (3.4)
ρ Biodiesel

v Biodiesel = viskositas kinematik biodiesel (mm2/s)


μ Biodiesel = viskositas dinamik biodiesel (g/m.s)
ρ biodiesel = densitas biodiesel (g/mL)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengolahan Data


Tabel 4.1Perolehanyield, densitas dan viskositas kinematik dari pembuatan
biodiesel
Yield Yield
Rasio Katalis 𝜌 Biodiesel v Biodiesel
Biodiesel Gliserol
Minyak KOH (%) (gram/ml) (mm2/s)
(%) (%)
0,5 78,73 21,27 0,85 10,403
1 32,49 67,51 0,83 5,367
1:3
1,5 28,41 71,59 0,825 5,168
2 26,49 73,41 0,822 4,903

4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, katalis yang digunakan adalah NaOH dan bahan baku
yang digunakan adalah minyak bimoli. Percobaan ini dilihat perbandingan antara
katalis NaOH 0,5; 1; 1,5; dan 2% dengan rasio minyak dan etanol 1:3 terhadap
perolehan yield biodiesel, dan viskositas kinematik biodiesel. Proses
transesterifikasi berlangsung dalam labu leher tiga sebagai reactor dengan
menggunakan magnetic stirrer sebagai pengaduk. Reaksi berlangsung selama 90
menit dengan suhu 60oC.
4.2.1 Hubungan Antara Variasi Jumlah katalis NaOH Terhadap Perolehan
Yield Biodiesel
Pada proses pengolahan biodiesel, umumnya digunakan katalis pada tahap
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Katalis dalam proses produksi biodiesel
merupakan suatu bahan yang berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan jalan
menurunkan energy aktivasi. NaOH adalah katalis basa yang banyak digunakan
dibandingkan katalis KOH, hal ini disebabkan karena logam Natrium (Na)
memiliki kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan Kalium (K) (Wahyuni dkk.,

27
32

2015). Pengaruh variasi jumlah katalis NaOH terhadap perolehan yield biodiesel
dapat dilihat pada Gambar 4.1:

90
80
70
Yield Biodiesel (%)

60
50
40
30
20
10
0
0.5 1 1.5 2
Katalis NaOH (%)

Gambar 4.1 Hubungan Variasi jumlah katalis NaOH terhadap yieldBiodiesel

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat yield biodiesel yang diperoleh mengalami
penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah katalis NaOH. Yield biodiesel
yang diperoleh pada katalis NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan 2% berturut-turut
sebesar 78,73% ; 32,49% ; 28,41% ; dan 26,49%. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahawa penambahan jumlah katalis NaOH yang semakin besar pada
rasio molar minyak dan etanol 1 : 3 dapat menurunkan yield biodiesel yang
diperoleh. Adanya kandungan katalis NaOH yangberlebih menyebabkan
pembentukan sabun melalui saponifikasi pada trigliserida. Pembentukan Sabun
meningkatkan emulsifikasi pada metil ester dan gliserol dan membuat pemisahan
menjadi sulit, sehingga menurunkan yield biodiesel (Holilah dkk. 2013). Hal ini
disebabkan oleh reaksi berlebih dari katalis dengan trigliserida yang membentuk
sabuun dan menghailkan produk samping berupa gliserol yang lebih banyak.
Pembentukan sabun terlihat dari hasil transesterifikasi yang keruh pada sampel
dengan jumlah katalis yang lebih banyak (Faizal dkk., 2013). Dari Gambar 2.1
juga dapat dilihat bahwa jumlah katalis optimum yang dibutuhkan adalah 0,5%.
Menurut Kurniasih dan Pardi (2017), performa katalis NaOH optimal berada pada
range rasio 0,5%. Peningkatan katalis di atas 0,5% menyebabkan peningkatan
pembentukan produk samping berupa sabun.
32

4.2.2 Hubungan Variasi Jumlah Katalis NaOH terhadap Perolehan Densitas


Biodiesel
Densitas merupakan ukuran kepekatan atau kemampatan suatu zat adalah
perbandingan antara massa dan volume zat itu sendiri. Penentuan densitas
dihitung menggunakan rumus :
𝑊2 − 𝑊1
𝜌=
𝑉𝑝
Dengan 𝜌 adalah densitas (gram/mL), W1 adalah berat piknometer kosong (gram),
dan W2 adalah berat pinometer dengan sampel (gram), dan Vp adalah volume
piknometer (mL) (Saputra dkk., 2017).
Pengaruh varias jumlah katalis NaOH terhadap densitas biodiesel dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Densitas Biodiesel (gram/mL)

0.85

0.84

0.83

0.82

0.81

0.80
0.5 1 1.5 2
Katalis NaOH (%)

Gambar 4.2 Hubungan variasi jumlah katalis NaOH terhadap densitas biodiesel

BerdasarkanGambar 4.2 dapat dilihat hubungan variasi jumlah katalis


terhadap densitas biodiesel yang diperoleh. Densitas yang diperoleh pada katalis
NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan 2% berturut-turut adalah 0,85 ; 0,83 ; 0,825 ; dan
0,822 gram/mL. Parameter seperti densitas atau berat jenis dipengaruhu oleh
panjang rantai asam lemak, ketidakjenuhan dan temperatur lingkungan. Seperti
halnya viskositas, semakin panjang rantai asam lemak maka densitas akan
semakin meningkat. Ketidakjenuhan juga mempengaruhi densitas, dimana
semakin banyak jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam produk akan terjadi
32

penuruna densitas. Biodiesel harus stabil pada suhu rendah, semakin rendah suhu
maka berat jenis biodiesel akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya (Sudrajat
dkk., 2010). Menurut SNI 7182-2015 nilai densitas yang baik untuk biodiesel
adalah 0,85 – 0,89 gram/mL. Dari hasil percobaan, densitas yang memenuhi nilai
SNI adalah pada sampel dengan katalis NaOH 0,5%, sedangkan sampel lainnya
tidak memenuhi standar SNI karena tidak dalam rentang yang telah ditentukan.
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa densitas biodiesel optimum pada katalis
0,5% dengan nilai 0,85 gram/mL, selanjutnya terjadi penurunan densitas menjadi
0,83 ; 0,825 ; dan 0,822 gram/mL. Hal ini dikarenakan terjadinya pemutusan
rantai gliserol yang terdapat dalam minyak (Aziz dkk., 2011).

4.2.3 Hubungan Antara Variasi Jumlah Katalis NaOH terhadap Viskositas


Kinematik Biodiesel
Viskositas merupakan suatu angka yang menyatakan besarnya perlawanan
dari suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan geser dari
suatu bahan cair. Viskositas sebuah cairan akan menimbulkan sejumlah gesekan
antar bagian atau lapisan cair yang bergerak satu sama lain. Gesekan atau
hambatan yang terjadi disebabkan oleh gaya kohesi di dalam zat cair sehingga
kekentalan dari sebuah cairan disebabkan karena adanya gaya kohesi antar
partikel atau molekul zat cair ( Wahyuni dkk., 2015). Viskositas kinematik
merupakan perbandingan viskositas dinamik terhadap massa jenis.
Adapun hubungan antara variasi jumlah katalis NaOH terhadap viskositas
kinematik dapat dilihat pada Gambar 4.3:
32

12
Viskositas Kinematik
Biodiesel (mm2/s) 10

0
0.5 1 1.5 2
Katalis NaOH (%)

Gambar 4.3 Hubungan variasi jumlah katalis NaOH terhadap viskositas


kinematik biodiesel

BerdasarkanGambar 4.3 menunjukkanbahwa semakin besar jumlah katalis


NaOH maka viskositas yang diperoleh semakin menurun. Pada katalis
NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan 2% diperoleh nilai viskositas kinematik berturut-
turut sebesar 10,403 ; 5,367 ; 5,168 ; dan 4,903 mm2/s. penurunan nilai dari
densitas menyebabkan nilai viskositas akan semakin kecil (Faizal dkk., 2013).
Menurut SNI 7182-2015 nilai viskositas yang baik untuk biodiesel adalah 2,3 –
6,0 mm2/s. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, viskositas kinematik yang
memenuhi standar SNI pada sampel dengan penambahan katalis 1% ; 1,5% ; dan
2%. Sedangkan sampel dengan katalis 0,5% tidak memenuhi standar SNI.

Tabel 2.2 Perbandingan nilai yield, densitas dan viskositas kinematik yang didapat
dengan standar SNI
Jumlah Katalis Yield Biodiesel 𝜌 Biodiesel
v Biodiesel (mm2/s)
NaOH (%) (%) (gram/ml)
0,5 78,73 0,85 10,403
1 32,49 0,83 5,367
1,5 38,41 0,825 5,168
2 26,49 0,822 4,903
32

Nilai optimum 0,85 5,367

SNI 7182-2015 0,85-0,89 2,3-6,0

Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa perolehan yield terbesar terdapat pada
katalis 0,5%. Peningkatan konsentrasi katalis di atas 0,5% menyebabkan
peningkatan pembentukan produk samping berupa sabun (Kurniasih dan Pardi,
2017). Untuk densitas yang memenuhi standar SNI 7182-2015 adalah pada
penambahan katalis 0,5% dengan densitas 0,85 gram/mL, selanjutnya terjadi
penurunan densitas dikarenakan terjadinya pemutusan gliserol yang terdapat
dalam minyak (Aziz dkk., 2011). Pada viskositas kinematik yang memenuhi
standar SNI 7182-2015 adalah penambahan katalis 1%;1,5%; dan 2%, sedangkan
pada penambahan katalis 0,5% viskositas kinematik tidak sesuai dengan SNI, hal
ini dimungkinkan karena pemisahan (settling) tidak efektif atau kurang sempurna
(Sudrajat dkk., 2010).
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum pembuatan biodiesel yang telah dilakukan


diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Yield biodiesel optimum adalah pada katalis NaOH 0,5% , selanjutnya yield
biodiesel akan mengalami penurunan dikarenakan terjadinya peningkatan
pembentukan produk samping berupa sabun. Yield biodiesel yang
dihasilkan pada katalis NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan 2% berturut-turut
sebesar 78,73; 32,49; 28,41; dan 26,49% .

2) Densitas biodiesel yang dihasilkan pada katalis NaOH 0,5% ; 1% ; 1,5% ; dan
2% berturut-turut sebesar 0,85 ; 0,83 ; 0,825 ; dan 0,822 gram/mL, dengan
densitas yang memenuhi standar SNI 7182-2015 adalah pada penambahan
katalis 0,5% dengan densitas 0,85 gram/mL

3) Viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan pada katalis NaOH 0,5% ; 1% ;


1,5% ; dan 2% berturut-turut sebesar 10,403 ; 5,367 ; 5,168 ; dan 4,903 mm2/s,
Pada viskositas kinematik yang memenuhi standar SNI 7182-2015 adalah
penambahan katalis 1%; 1,5%; dan 2%

27
32

DAFTAR PUSTAKA

Azis, I., Nurbayti, S. dan Ulum, B. 2011. Pembuatan Produk Biodiesel dari
Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Valensi 2(3) : 443-448.
Bode, H. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. (Bagian I. Pengenalan).
Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Delly, J., Ridwan,B., Baso, M., dan Ruspita, S. 2015. Pembuatan sistem destilasi
untuk menghasilkan etanol dari nira aren sebagai bahan bakar
alternatif. Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV
(SNTTM XIV).
Ningsih , E., Suparto, Abas S., Yeni R. M., Risty C. D. 2017. Ratio Molar Minyak
Sawit Dengan Etanol Konsentrasi Rendah Dalam Pembuatan
Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia. 12(1): 1-3
Faizal, M., Ulfa, M., dan Wika, A. A. 2013. Pengaruh kadar metanol, jumlah
katalis, dan waktu reaksi pada pembuatan biodiesel dari lemak sapi
melalui proses transesterifikasi. Jurnal teknik kimia.19(4):29-37.
Frederick, Nixon Poltak. 2013. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapok
dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri. 2(2).
Gandure, J., Clever, K., dan Mbako, J. 2017. Production, composition and fuel
propertis of tallow biodiesel: A case of Botswana. Energy and Power
Engineering, ISSN: 1947-3818. 355-365.
Hadrah, K, M., dan Sari, F. M. (2018). Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan
Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Daur
Lingkungan. 1(1): 16-21.
Hasahatan , D., Joko, S., Leily, N. K. 2012. Pengaruh Ratio H2so4 Dan Waktu
Reaksi Terhadap Kuantitas Dan Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jarak
Pagar. Jurnal Teknik Kimia. 18(2) : 26-36.
Hidayati, N., Tesa, S. A., Dan Henri, S. 2017.Transesterifikasi Minyak Goreng
Bekas Menjadi Biodiesel Bekas Menjadi Biodiesel Dengan Katalis
32

Kalium Oksida. Jurnal Teknologi Bahan Alam. ISSN : 2407-8476.


1(1) : 1-5.
Holilah, Tp Utami, D. Prasetyoko. 2013. Sintesis Dan Karakterisasi Biodiesel
Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma) Dengan Variasi
Konsentrasi Katalis NaOH. Jurnal Mipa . 36 (1): 51-59 .
Indrawati, W., dan Mudatsir.2016. Pengaruh Penambahan NaOH dan Metanol
Terhadap Produk Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah)
Dengan Metode Transesterifikasi.Seminar Nasional Sains Dan
Teknologi.ISSN : 2541-3546. B9-B16
Istiningrum, Priyadi, E.A., Sulfiah, L.A., dan Nafisah, D. 2017. Pemanfaatan abu
sekam padi untuk pemurnian bahan baku dan produk biodiesel dari
minyak jelantah. ISSN: 2303-3142. 6(1).
Kurniasih, E., dan Pardi. 2017. Performa Katalis Basa NaOH Dan Zeolite/NaOH
Pada Sintesa Biodiesel Sebagai Sumber Energi Alternatif. Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi 2017. p-ISSN : 2407-1846. e-ISSN :
2460-8416. 1-7.
Kusumaningtyas, R.D., Dan Achmad B. 2012. Sintesis Biodisel Dari Minyak Biji
KaretDengan Variasi Suhu Dan Konsentrasi Koh Untuk Tahapan
Transesterifikasi. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Issn2303-0623.
1(2) : 9-18
Farid Mulana. 2011. Penggunaan Katalis NaOH dalam Proses Transesterifikasi
Minyak Kemiri menjadi Biodiesel.Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan.ISSN 1412-5064. 8(2) : 73 - 78
Saputra, A. T., Arif, W., dan Irsan 2017. Pemanfaatan minyak goreng bekas untuk
pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis zeolit alat
teraktivasi.Jurnal chemurgy. 1(2): 1-6.
Sidabutar, E.D.C, M. Nur F., dan M. Said. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan dan
Jumlah Katalis terhadap Konversi Minyak Jagung menjadi Metil
Ester. Jurnal Teknik Kimia. 19(1), 40-49.
32

Silalahi, A., Syaiful, B., dan Yusminar. 2016. Perbandingan Biodiesel Hasil
Transesterifikasi Minyak Biji Kepayang (Pangium Edule Reinw)
Dengan Katalis NaOH dan H-Zeolit.Jurnal FTEKNIK. 3(1) : 1-6.
Solikhah, M.D., Fatimah, T.P., dan Meta, D.D. 2015. Penentuan metode analisis
komposisi asam lemak dan metil ester pada biodiesel dengan GC-MS
tanpa metilasi. Seminar Nasional Sains dan Teknologi. ISSN:2407-
1846.
Sudrajat, R., Endro, P., D. Hendra,. Dan D. Setiawan. 2010. Pembuatan Biodiesel
dari Biji Kesambi (Schleichera Oleosa L.). Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. 28(4) : 358-379.
Turnip, J.R., Trio, F.L.T., Mersi, S.S. 2017.Pengaruh Massa Katalis dan Waktu
Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah
Dengan Menggunakan Katalis Heterogen K2O Dari Limbah Kulit
Kakao.Jurnal Teknik Kimia USU. 6(2) : 24-29.
Utami, L. I. 2009. Pembuatan Etanol Dari Buah Mengkudu. Jurnal Teknik Kimia.
4(1) : 255-259
Utami, W. 2013. Sintesis Biodiesel menggunakan Katalis yang Bersumber dari
Cangkang Kerang Darah (Anadaragranosa). Skripsi. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau,
Pekanbaru.
Wahyuni, S., Ramli, dan Mahrizal. 2015. Pengaruh Suhu Proses dan Lama
Pengendapan Terhadap Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah.
Pillar Of Physiscs. 6: 33-40.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

Tabel A.1 Massa biodiesel hasil transesterifikasi


Massa
Rasio Massa Massa Massa
Katalis Minyak
Minyak etanol Biodiesel Gliserol
NaOH (%) Bimoli
dan Etanol (gram) (gram) (gram)
(gram)
0,5 157,46 26,17
1 64,98 106,7
200 1:3 32,51
1,5 56,82 113,77
2 53,18 119,47

TabelA.2 Massa biodiesel dalam piknometer


Massa
Katalis NaOH Minyak Rasio Minyak Massa Biodiesel +
(%) Bimoli dan Etanol Piknometer (gram)
(gram)
0,5 42,36
1 1:3 41,86
200
1,5 41,75
2 41,68
Massa piknometer kosong 21,11

TabelA.3 Waktu alir biodiesel dan etanol menggunakan viskometer ostwald


Katalis
Sampel RasioMinyakdanEtanol NaOH Waktu (s)
(%)
0,5 15,7
Biodiesel 1 8,1
1:3
1,5 7,8
2 7,4
Etanol 2,6

27
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Menghitung densitas minyak bimoli dan etanol


B.1.1 Menentukan densitas minyak bimoli
Berat piknometer kosong = 21,11 gram
Berat piknometer + minyak = 42,89 gram
Volume minyak = 25 mL

(Berat piknometer + minyak) – (Berat piknometer kosong)


pMinyak =
volume sampel

(42,89 gram) – (21,11 gram)


pMinyak = 25 mL
pMinyak = 0,8712 gram/mL

B.1.2 Menentukan densitas etanol


Berat piknometer kosong = 21,11 gram
Berat piknometer+ etanol = 40,41gram
Volume minyak = 25 mL

Berat piknometer + etanol) – (Berat piknometer )


pEtanol = volume sampel

(40,41 gram) – (21,11 gram)


pEtanol= 25 mL
pEtanol = 0,772 gram/mL

B.2 Perhitungan densitas untuk katalis 1%


Massa minyak = 200 gram
Berat molar minyak bimoli = 850,32 gram/mol (Julianti dkk., 2014)
Berat molar etanol = 46,07 gram/mol

27
32

Massa minyak massa etanol


=
Rasio minyak x BM minyak rasio etanol x BM etanol
200 gram massa etanol
=
1 x 850,32 gram/mol 3 x 46,07 gram/mol
Massa etanol = 32,51 gram

B.3 Menentukan massa katalis NaOH


Massa minyak bimoli = 200 gram

B.3.1 Katalis NaOH 0,5%


0,5
Massa katalis = 100x200 gram

Massa katalis = 1 gram

B.3.2 Katalis NaOH 1%


1
Massa katalis = 100x200 gram

Massa katalis = 2 gram

B.3.3 Katalis NaOH 1,5%


1,5
Massa katalis = x200 gram
100
Massa katalis = 3 gram

B.3.4 Katalis NaOH 2%


2
Massa katalis = x200 gram
100
Massa katalis = 4 gram
32

B.4 Perhitungan yield biodiesel


- Persen biodiesel dengan katalis 0,5%
Berat biodiesel
Yield biodiesel = x100 %
Berat minyak
157,46 gram
Yield biodiesel = x 100 %
200 gram
Yield biodiesel = 78,73%

Menghitung jumlah Densitas biodiesel dengan menggunakan piknometer


- Menghitung densitas biodiesel dengan rasio minyak dan etanol 1:3
Berat piknometer kosong = 21 gram
Berat piknometer + biodiesel = 42,88 gram
Berat sampel = 25 mL

(Berat piknometer + biodiesel) – (Berat piknometer kosong)


pMinyak =
volume sampel
42,88 𝑔𝑟𝑎𝑚−21 𝑔𝑟𝑎𝑚
pMinyak= 25 mL
pMinyak = 0,875 gram/mL

B.5 Menghitung jumlah densitas biodiesel dengan menggunakan piknometer


- Menghitung densitas biodiesel dengan rasio minyak dan etanol 1:3
Berat piknometer kosong = 21,11 gram
Berat piknometer + biodiesel = 42,36 gram
Berat sampel = 25 mL

(Berat piknometer + biodiesel) – (Berat piknometer kosong)


pMinyak =
volume sampel
42,36 𝑔𝑟𝑎𝑚−21,11 𝑔𝑟𝑎𝑚
pMinyak=
25 mL
pMinyak = 0,85 gram/mL
32

B.6 Menentukan viskositas kinematik biodiesel minyak bimoli


t biodiesel = 15,7 s
p biodiesel = 0,85 gram/mL
t etanol = 2,6 s
petanol = 0,772 gram/mL
µ etanol = 1,33 cp

μ biodiesel t biodiesel x 𝑝 biodiesel


=
μ etanol t etanol x 𝑝 etanol

μ biodiesel 15,7 s x 0,85 gram/mL


=
1,33 cp 2,6 s x 0,772 gram/mL

µbiodiesel = 8,843 cp

sehingga dapat diperoleh viskositas kinematik biodiesel yaitu:


μ biodiesel
v =
𝑝 biodiesel

8,843 cp
v=
0,85 gram/mL
v = 10,403cp.mL/gram
32

LAMPIRAN C
GAMBAR

Gambar C.1 Sampel minyakbimoli Gambar C.2 Etanol

Gambar C.3 Proses Transesterifikasi Gambar C.4 Proses Pengendapan


biodiesel biodiesel
32

Gambar C.5 Proses pencucian Gambar C.6 Proses pengeringan


biodiesel biodiesel

Gambar C.7 Proses penyaringan Gambar C.8 Proses pengukuran


biodiesel densitas biodiesel
32

Gambar C.9 Proses pengukuran Gambar C.10 Hasil biodiesel


viskositas biodiesel

Anda mungkin juga menyukai