Anda di halaman 1dari 194

Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Ilmu Kimia, 2(1), Mei 2016, 71-80

Available online at Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/valensi

Pembuatan Biodiesel dengan Cara Adsorpsi dan Transesterifikasi Dari


Minyak Goreng Bekas

Lisa Adhani1, Isalmi Aziz2, Siti Nurbayti2, Cristie Odi Oktaviana2


1
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Bayangkara
Jl.Darmawangsa I/1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan12140
2
Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat Jakarta 15412

Email: lisaadhani@gmail.com

Received: April 2016; Revised: Mei 2016; Accepted: Mei 2016; Available Online: Mei 2016

Abstrak

Minyak goreng bekas dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel tetapi kadar asam lemak
bebasnya (Free Fatty Acid, FFA) cukup tinggi. Untuk itu perlu dilakukan pretreatment berupa proses adsorpsi
untuk menurunkan kadar FFA. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum proses adsorpsi dan
menentukan kualitas biodiesel yang dihasilkan dari proses adsorpsi dan transesterifikasi. Zeolit alam yang
digunakan sebagai adsorben terlebih dahulu diaktivasi menggunakan ammonium klorida, dikalsinasi dan
dipanaskan sehingga didapatkan H-zeolit. Selanjutnya dilakukan optimasi proses adsorpsi meliputi waktu,
konsentrasi adsorben, suhu dan ukuran partikel. Minyak yang sudah di adsorpsi direaksikan dengan metanol dan
katalis KOH sehingga didapatkan biodiesel. Kondisi optimum adsorpsi didapatkan pada waktu 90 menit,
konsentrasi H-zeolit 12 %, suhu 90oC, dan ukuran partikel 0,2 mm yang mampu menurunkan kadar FFA dari
3,2% menjadi 1,1 %. Kualitas Biodiesel yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI 04-7182-2006 dengan nilai
kadar air 0,02%, massa jenis 857,60 kg/m3, bilangan asam 0,29 mg-KOH/g, bilangan iod 15,71, bilangan
penyabunan 168,02 dan indeks setana 75,62. Senyawa yang terkandung dalam biodiesel ini adalah metil 9-
oktadekanoat (49,45%), metil heksadekanoat (20,79%), dan metil 9,12-oktaekanoat (18,87%).

Kata kunci: Biodiesel, minyak goreng bekas, adsorpsi, transesterifikasi, H-zeolit

Abstract

Used cooking oil can be used as raw material for biodiesel, but the levels of free fatty acids (Free Fatty Acid,
FFA) is quite high. It is necessary for pretreatment in the form of the adsorption process to reduce levels of FFA.
This study aims to determine the optimal conditions of adsorption process and determine the quality of biodiesel
produced from adsorption processes and transesterification. Natural zeolites are used as adsorbents activated
beforehand using ammonium chloride, calcined and heated to obtain H-zeolite. Furthermore, the adsorption
process optimization includes the time, the adsorbent concentration, temperature and particle size. The oil that is
already in the adsorption catalyst is reacted with methanol and KOH to obtain biodiesel. The optimum
adsorption conditions obtained at the time of 90 minutes, the concentration of H-zeolite 12%, temperature 90 °
C, and a particle size of 0.2 mm that can lower FFA levels from 3.2% to 1.1%. Biodiesel produced meets the
quality requirements of SNI 04-7182-2006 with a water content of 0.02%, a density of 857.60 kg / m3, the acid
value of 0.29 mg-KOH / g, iodine number 15.71, saponification 168 , 02 and cetane index of 75.62. Compounds
contained in biodiesel are methyl 9-octadecanoic (49.45%), methyl heksadekanoat (20.79%), and methyl
9,12oktaekanoat 9.12 (18.87%).

Keywords: Biodiesel, used cooking oil, adsorption, transesterification, H-zeolit

DOI: http://dx.doi.org/10.15408/jkv.v2i1.3107

Copyright © 2016, Published by Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia,
P-ISSN: 2460-6065
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065

1. PENDAHULUAN meningkatkan kinerja zeolit, yaitu


meningkatkan kemampuan adsoprsi zeolit
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif sehingga lebih efisien dalam menurunkan
untuk mesin diesel yang dihasilkan dari reaksi jumlah asam lemak bebas,. Perlakuan adsorpsi
transesterifikasi antara minyak nabati atau ini diharapkan dapat memberikan pengaruh
lemak hewani yang mengandung trigliserida terhadap kualitas biodiesel yang dihasilkan.
dengan alkohol seperti metanol dan etanol. Penelitian ini bertujuan untuk
Reaksi transesterifikasi ini memerlukan katalis menentukan kondisi optimum proses adsorpsi
basa kuat seperti natrium hidroksida atau (waktu, konsentrasi adsorben, dan suhu) dan
kalium hidroksida sehingga menghasilkan menentukan kualitas biodiesel yang dihasilkan
senyawa kimia baru yang disebut dengan metil dari proses adsorpsi dan transesterifkasi.
ester (Gerpen, 2005).
Salah satu contoh minyak nabati yang 2. METODE PENELITIAN
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biodiesel
antara lain minyak goreng bekas. Bahan ini Alat dan Bahan
dinilai lebih ekonomis dan berdayaguna. Alat yang digunakan dalam penelitian
Namun kekurangannya adalah kandungan ini adalah GCMS QP-2010 Shimadzu Japan,
asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) piknometer, hotplate, neraca analitik, oven,
yang tinggi dan adanya senyawa pengotor termometer, magnetik stirer, satu set alat
lainnya. Kadar FFA yang tinggi dapat refluks dan reaktor yg dilengkapi dengan
menghambat reaksi pembentukan biodiesel, kondensor. Bahan yang digunakan dalam
karena KOh yang digunakan sebagai katalis penelitian ini antara lain minyak goreng bekas
akan bereaksi dengan FFA membentuk sabun. yang berasal dari salah satu tempat makan di
Selain itu sabun yang dihasilkan akan wilayah kampus UIN Syarif Hidayatullah
mempersulit separasi pemurnian biodiesel. Jakarta, H2SO4 pekat, metanol, akuades,
Oleh karena itu perlu diadakan pretreatment padatan KOH, etanol 96%, HCl, NaOH,
terhadap minyak goreng bekas sebelum NH4Cl, AgNO3, Phenolphthalein (PP), KI,
diproses menjadi biodiesel agar kandungan Na2S2O3, pereaksi Wijs, larutan kanji,
FFAnya dapat diturunkan. kloroform, dan zeolit alam. Zeolit ini diperoleh
Aziz et al., (2011) melakukan proses dari CV.Winatama Mineral Perdana di Desa
esterifikasi untuk menurunkan kandungan FFA Kalianda Lampung. Zeolit ini berwarna putih
dalam minyak goreng bekas. Produk dengan jenis klinoptilolit.
esterifikasi selanjutnya dilakukan
transesterifikasi. Permasalahan yang timbul Aktivasi Zeolit Alam Lampung (Las, 1989)
adalah katalis asam sulfat yang digunakan Zeolit alam direndam dalam akuades
pada proses esterifikasi sulit dipisahkan dari sambil diaduk selama 3 hari (tiap hari selama 8
produk sehingga dapat mengganggu proses jam) pada temperatur kamar. Kemudian
transesterifikasi. Maka pada penelitian ini disaring, endapan yang bersih dikeringkan
digunakan proses adsorpsi menggunakan zeolit dalam oven pada temperatur 120 0C selama 2
alam yang berasal dari Lampung untuk jam. Selanjutnya zeolit direndam ke dalam
menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) larutan NH4Cl 1 M selama 24 jam pada
dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. temperatur kamar. Setelah selesai, zeolit
Pemilihan zeolit zeolit alam dari Lampung ini disaring, dicuci dengan akuades dan diuji
didasarkan pada kualitasnya yang baik. Selain kandungan ion kloridanya (Cl-) menggunakan
itu karena ketersediannya yang cukup larutan perak nitrat (AgNO3) hingga tidak
melimpah, harga murah dan aman. Sebelum terdapat endapan putih AgCl. Kemudian zeolit
digunakan zeolit alam terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada temperatur 120
diaktivasi untuk menghilangkan senyawa 0
C. Setelah dingin, zeolit diletakkan dalam
pengotor yang terdapat dalam zeolit tersebut. cawan porselin dan dikalsinasi semalaman,
Zeolit alam yang telah diaktivasi pada temperatur 450 0C dalam furnace.
mempunyai kemampuan sebagai adsorben. Selanjutnya didinginkan dan diperoleh zeolit
Proses aktivasi menyebabkan terjadinya aktif (H-zeolit).
perubahan perbandingan Si/Al, luas
permukaan meningkat, dan terjadi peningkatan
porositas zeolit (Setiadji, 1996). Hal ini dapat
72
Pembuatan Biodiesel dengan Cara Absorpsi dan Transesterifikasi Adhani et, al.

Adsorpsi dengan H-zeolit Uji Angka Asam


Minyak goreng bekas sebanyak 350 Sampel biodiesel sebanyak 20 g
gram, dimasukkan ke dalam gelas beker 500 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
ml, kemudian ditambah H-zeolit sebanyak ditambahkan 50 ml alkohol 95%. Kemudian
12% dari berat minyak goreng bekas. dipanaskan dalam penangas air hingga
Campuran diaduk dengan menggunakan mendidih dalam penangas air sambil diaduk
pengaduk berdasarkan variasi waktu adsorpsi sampai terbentuk larutan homogen. Setelah
oleh zeolit (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) dan dingin,dititrasi dengan KOH 0.1 N
dipanaskan pada suhu 70 oC . Selanjutnya menggunakan indikator PP sampai terbentuk
dianalisa kadar FFA. warna merah jambu yang tidak hilang selama
Setelah didapatkan waktu adsorpsi 30 detik. Bilangan asam dihitung dengan
optimum, selanjutnya secara berturut-turut perhitungan berikut :
dilakukan variasi konsentrasi adsorben (H-
zeolit) (6%, 9%, 12%, 15%, dan 18% dari Bilangan asam = ............................ (1)
berat minyak goreng bekas); ukuran partikel
H-zeolit (2 mm, 0.2 mm, dan 0.63 mm) dan
Massa Jenis Pada Suhu 40 ºC (ASTM D
suhu adsorpsi (30 oC, 50 oC, 70 oC, 90 oC, 110
o 1298)
C).
Pada suhu 40 oC yakni cuci dan
bersihkan piknometer dengan aquades
Analisis kandungan asam lemak bebas
dilanjutkan dengan etanol kemudian
(Mechlenbacher, 1960)
dikeringkan dalam oven. Timbang bobot
Sampel minyak ditimbang sebanyak
piknometer kosong (mk), Isi piknometer
1.6 g dalam erlenmeyer dan ditambahkan
dengan aquadest pada suhu 40 oC sampai
dengan 50 ml etanol 96 % kemudian
penuh (tanda tera). Piknometer dimasukkan
dipanaskan dalam waterbath sampai larutan
dalam penangas air pada suhu 40 oC selama 30
homogen. Setelah dingin dititrasi dengan KOH
menit.suhu penangas air dipastikan 40 oC lalu
0.1 N dan ditambahkan indikator phenoftalein
ditimbang piknometer berisi aquadest (ma).
1%. Larutan dititrasi hingga berwarna merah
Piknometer dikosongkan dan dicuci dengan
jambu tercapai dan tidak hilang selama 30
alkohol lalu dikeringkan. Diisi piknometer
detik.
dengan biodiesel suhu 40 oC sampai tanda tera.
Piknometer dimasukkan dalam penangas air
Proses Transesterifikasi (Aziz, 2007)
suhu 40 oC selama 30 menit, kemudian
Padatan KOH sebanyak 0.46 gram
diangkat dan dibersihkan permukaannya
dilarutkan dalam 12.5 mL metanol kemudian
dengan kertas tisu, Timbang neraca analitik
dicampurkan dalam 50 mL minyak goreng
(mb), massa jenis ditentukkan dengan rumus
bekas hasil pretreatment (setelah dilakukan
berikut:
adsorpsi) yang telah dipanaskan hingga suhu
60 OC. Laju pengadukan diatur sebesar 1000
rpm. Reaksi dibiarkan selama 60 menit dan ρb = × ρa ) .................... (2)
suhunya dijaga konstan. Hasil reaksi
dimasukkan ke dalam corong pemisah, ρb = massa jenis biodiesel
kemudian dibiarkan selama 12 jam sampai ρa = massa jenis aquadest pada suhu 40oC = 993 kg/m3
terjadi pemisahan yang sempurna. Lapisan atas
menunjukkan biodiesel dan lapisan bawah Bilangan Iod (AOCS Cd 1-25)
menunjukkan crude gliserol. Lapisan biodiesel Sampel biodiesel ditimbang 0.4 gram
dipisahkan dan dipanaskan pada suhu 70 OC di dalam Erlenmeyer bertutup, kemudian
agar metanol menguap. dipanaskan. Ditambahkan 15 ml kloroform
untuk melarutkan sampel minyak.
Karakterisasi Biodiesel Ditambahkan 25 ml pereaksi Wijs,
Biodiesel yang dihasilkan di uji sifat ditempatkan di ruang gelap selama 30 menit
fisik dan kimianya seperti angka asam, massa sambil sekali-sekali dikocok. Ditambahkan 20
jenis, bilangan iod, bilangan penyabunan, ml larutan KI 15%, dikocok merata. Labu
kadar abu tersulfatkan, kadar airGdan senyawa Erlenmeyer dan tutupnya dicuci dengan 150
penyusun biodiesel menggunakan GC-MS. ml aquadest yang baru dan dingin, dan cucian
dimasukkan ke dalam larutan. Dititrasi dengan

73
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065

Na2S2O3 0.1 N dengan pengocokan yang


konstan hingga warna kuning hilang, lalu ………………….. (5)
ditambahkan 1-2 ml indikator kanji atau pati
1% sebagai indikator. Titrasi dilanjutkan Bs : bilangan sabun (mg KOH/g biodiesel)
hingga warna biru hilang. Penentapan blanko Vb : volume HCl untuk titrasi blanko (ml)
dibuat dalam waktu dan kondisi yang sama. Vc : volume HCl untuk titrasi sampel (ml)
Pekerjaan dilakukan dua kali (duplo). Blanko N : normalitas larutan HCl 0.5 N
m : berat sampel biodiesel (g)
dibuat seperti pada penetapan sample, dimana
minyak diganti dengan kloroform. Bilangan
Analisa Komposisi Senyawa dalam
iod dihitung dengan menggunakan perhitungan
Biodiesel dengan GCMS
berikut :
Sampel sebanyak 1 μL diinjeksikan ke
dalam kolom GC dengan menggunakan kolom
Bil. Iod= )(3) autosampler. Pemisahan dilakukan dalam
kolom RTx 1-Ms Restech, 30 m x 0.25 mm
12.69 adalah bobot setara dari bilangan iod. ID, 0.25 μm, dengan fase diam Poly di metyl
126.9adalah berat atom bilangan iod.
xiloxane, suhu injektor 280 0C, suhu kolom 70
0
C dinaikkan sampai 300 0C dengan kenaikan
Kadar Air (SNI 01-2901-2006) 10 0C/menit, laju alir 1.15 mL/menit. Hasil
Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang
analisi berupa spektrum massa dibandingkan
dan dimasukkan dalam cawan yang telah dengan library software GCMS postrum
dikeringkan dan diketahui bobotnya. analysis.
Kemudian sampel dan cawan dikeringkan
dalam oven bersuhu 105 ºC selama 3 jam.
Kemudian cawan didinginkan dan ditimbang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
kemudian dikeringkan kembali sampai
diperoleh bobot yang konstan. Kadar air Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap Kadar
sampel dapat dihitung dengan menggunakan FFA
rumus sebagai berikut. Variabel pertama yang dilakukan pada
penelitian ini adalah pengaruh waktu reaksi.
Variasi waktu yang digunakan adalah 30, 45,
Kadar air = x 100 % ................. (4) 60, 75, 90, 105 menit dengan parameter
kondisi reaksi lainnya dibuat konstan yaitu
a= bobot sampel awal suhu 70 oC dan ukuran partikel zeolit 0.2 mm.
b= bobot sampel akhir+ cawan
c=bobot cawan
Waktu optimum reaksi merupakan waktu
efektif dan efisien terhadap penurunan kadar
FFA yang terkandung pada minyak goreng
Bilangan Penyabunan (FBI-A03-03) bekas. Pengaruh waktu reaksi terhadap kadar
Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan FFA dapat dilihat pada Gambar 1.
ke dalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
50 ml larutan KOH alkoholik. Labu
Erlenmeyer disambungkan dengan kondensor
berpendingin udara dan larutan di dalam labu
dididihkan selama 30 menit hingga sampel
tersabun sempurna. Larutan yang diperoleh
pada akhir penyabunan harus jernih dan
homogen. Jika tidak maka waktu penyabunan
diperpanjang. Larutan dibiarkan cukup dingin,
kemudian dinding dalam kondensor dibilas
dengan aquadest. Labu dilepaskan dari
kondensor lalu larutan di dalam labu ditambah
1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam
labu dan dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai
warna merah jambu hilang minimal selama 15
detik. Prosedur yang sama juga dilakukan Gambar 1. Pengaruh waktu terhadap kadar
FFA(%)
untuk blanko.

74
Pembuatan Biodiesel dengan Cara Absorpsi dan Transesterifikasi Adhani et, al.

Gambar 1 memperlihatkan bahwa Pengaruh Konsentrasi Adsorben terhadap


proses adsorpsi yang dilakukan mampu Kadar FFA
menurunkan kadar FFA dalam minyak goreng Setelah diperoleh waktu optimum 90
bekas. Kadar FFA mengalami penurunan menit, parameter selanjutnya yang divariasikan
seiring dengan bertambahnya waktu. Kadar adalah konsentrasi adsorben. Berdasarkan data
FFA dalam minyak goreng bekas sebelum yang dihasilkan untuk kadar FFA dapat dilihat
proses adsorpsi sebesar 3.2%. Pada 30 menit pada Gambar 3.
pertama kadar FFA yang dihasilkan yaitu
1.9%. Pada waktu 45, 60, dan 75 menit
masing-masing menghasilkan kadar FFA
sebesar 1.5%, 1.4%, dan 1.45%. Pada waktu
90 menit kadar FFA sebesar 1.3%. Tetapi,
ketika mencapai menit ke 105 kadar FFA
konstan yaitu 1.3%. Hal ini menunjukkan
bahwa adsorpsi minyak goreng bekas oleh
zeolit reaksi mendekati titik kesetimbangan.
Pada waktu adsorpsi 90 dan 105 menit terjadi
kesetimbangan adsorpsi, dimana jumlah zat
teradsorpsi hampir sebanding dengan zat yang
terdesorpsi (Yusnimar, 2008).
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi adsorben
Hasil penelitian menunjukkan semakin
terhadap kadar FFA
lama waktu adsorpsi maka kadar FFA semakin
turun. Menurut Suarya (2008), adanya
peningkatan penyerapan adsorbat oleh Gambar 3 memperlihatkan bahwa
adsorben menunjukkan belum jenuhnya situs pada konsentrasi 6% memiliki kadar FFA
aktif adsorben oleh molekul adsorbat, namun 1.5%. Konsentrasi 9% menghasilkan kadar
pada kondisi konsentrasi adsorbat yang FFA 1.5%. Peningkatan adsorpsi terjadi pada
teradsorpsi telah konstan diakibatkan oleh konsentrasi 12% dengan kadar FFA 1.3%.
jenuhnya situs aktif dari adsorben oleh Penambahan konsentrasi 15% dan 18 %
molekul adsorbat. Hal ini juga menunjukkan memiliki kadar FFA yang konstan yaitu 1.3%.
bahwa adanya batas adsorben dalam Hal ini disebabkan pada konsentrasi 15% dan
mengadsorpsi adsorbat yang dalam hal ini 18% telah mengalami kesetimbangan dimana
adalah FFA yang terkandung dalam minyak adsorben (zeolit) sudah mengalami kejenuhan,
goreng bekas. sehingga tidak bisa menyerap adsorbat lagi.
Kemampuan senyawa silikat yang Semakin besar konsentrasi zeolit yang
berada pada zeolit untuk menurunkan kadar ditambahkan maka kadar FFA semakin
FFA dapat disebabkan karena adanya gugus berkurang. Hal ini disebabkan penambahan
silanol (Si-OH) pada permukaan zeolit. Yang konsentrasi zeolit akan meningkatkan jumlah
(2003) menyebutkan bahwa gugus silanol total luas permukaan dan jumlah pori yang
inilah yang berperan dalam adsorpsi air dan digunakan untuk mengikat adsorbat dalam
senyawa organik. Gugus oksigen dengan proses adsorbsi. Parameter konsentrasi zeolit
karbonil pada FFA yang bereaksi dengan yang digunakan juga berpengaruh terhadap
hidrogen- silanol, sehingga molekul FFA luas bidang kontak antara adsorben dengan
teradsorpsi pada permukaan dengan adsorbat.
membentuk ikatan hidrogen. Gambar 2 Dari data di atas dapat disimpulkan
menunjukkan ikatan yang terjadi antara gugus bahwa konsentrasi zeolit 12% adalah
silanol dengan asam lemak bebas. konsentrasi paling optimum dengan kadar FFA
sebesar 1.3%. Hasil ini sama seperti penelitian
yang dilakukan Suseno (2010) yang
mendapatkan konsetrasi optimum sebesar
12%.

Gambar 2. Interaksi zeolit dengan asam lemak


bebas
75
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065

Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kadar Desorpsi terjadi akibat permukaan adsorben
FFA yang telah jenuh. Pada keadaan jenuh, jumlah
Parameter yang ketiga yang diuji adsorbat yang teradsorpsi akan terlepas dari
adalah pengaruh suhu. Waktu dan konsentrasi pori-pori adsorben sehingga laju adsorpsi
optimum digunakan sebagai parameter konstan menjadi berkurang. Berdasarkan hasil ini,
pada optimasi suhu yaitu pada waktu 90 menit diduga mekanisme adsorpsi didominasi oleh
dan konsentrasi 12%. Gambar 4 yang adsorpsi fisika.
menunjukkan pengaruh suhu terhadap kadar
FFA. Pengaruh Ukuran Partikel Adsorben
terhadap kadar FFA
Variabel keempat yang duji adalah
ukuran partikel H-zeolit. Variasi ukuran
partikel yang digunakan adalah 2 mm, 0.63
mm, dan 0.2 mm. Grafik hubungan antara suhu
adsorpsi dengan kadar FFA dilihat secara jelas
pada Gambar 5.

Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap kadar FFA

Ditinjau dari grafik yang terdapat pada


Gambar 4, diketahui bahwa seiring dengan
kenaikan suhu adsorpsi, naik pula nilai
penurunan FFA yang diperoleh. Pada suhu
kamar 30 oC kadar FFA yang dimiliki 1.6%.
Gambar 5. Pengaruh ukuran partikel terhadap
Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi kadar FFA (%)
minyak goreng bekas dengan menggunakan H-
zeolit dapat dilakukan pada suhu kamar tanpa
memerlukan pemanasan. Ketika suhu Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa
dinaikkan menjadi 50 oC, maka kadar FFA ukuran partikel zeolit memberikan pengaruh
menjadi 1.4%. Penurunan yang paling tajam terhadap kadar FFA. Ukuran partikel 2 mm
terjadi pada suhu 70 oC menuju 90 oC yaitu dari dan 0.63 mm memiliki kadar FFA yaitu 2.2%
kadar FFA 1.3% menjadi 1.1%. Pada saat dan 2.1%. Pada kedua ukuran tersebut tidak
temperatur 110 oC tidak terjadi perubahan menghasilkan perubahan yang signifikan.
kadar FFA. Kenaikan suhu adsorpsi dapat Sedangkan pada ukuran partikel 0.2 mm
meningkatkan energi kinetik molekul-molekul menghasilkan kadar FFA terendah yaitu
pengotor yang terdapat dalam minyak goreng sebesar 1.1%. Hal ini terjadi karena zeolit
bekas, sehingga molekul-molekul pengotor ini dengan ukuran partikel paling kecil memiliki
mampu berdifusi lebih cepat ke dalam pori- luas permukaan yang lebih besar dibandingkan
pori adsorben (Hidayat et al., 2010) dengan zeolit lainnya. Semakin halus ukuran
Berdasarkan hasil penelitian dapat partikel zeolit maka daya serap akan semakin
ditentukan bahwa suhu terbaik untuk tinggi. Hal ini juga membuktikan bahwa
penurunan kadar FFA yang terdapat pada ukuran partikel zeolit juga turut mempengaruhi
minyak goreng bekas dengan metode yaitu daya adsorpsinya untuk menyerap sejumlah
pada suhu 90 °C. Penelitian yang dilakukan asam lemak bebas yang terikat pada minyak
oleh Susantiani, E (2009) yang menyatakan jelantah.
bahwa pada adsorpsi fisik, adsorpsi semakin Hasil penelitian ini sama dengan yang
menurun dengan meningkatnya temperatur. dilakukan oleh Ramdja et al., (2010), yaitu
Hal ini terjadi karena meningkatnya temperatur pemurnian minyak jelantah menggunakan
menyebabkan desorpsi semakin besar. ampas tebu sebagai adsorben dimana ampas
76
Pembuatan Biodiesel dengan Cara Absorpsi dan Transesterifikasi Adhani et, al.

tebu dengan ukuran partikel paling kecil ini bebas akan bereaksi dengan metanol
mampu menurunkan kadar asam lemak bebas membentuk sabun (reaksi penyabunan). Sabun
yang terkecil hingga 0.0999% minyak jelantah. dapat membentuk emulsi dengan air dan
Selain kadar FFA yang berkurang, proses gliserin sehingga pemisahannya menjadi lebih
adsorpsi pada minyak goreng bekas juga sulit. Selain itu, pembentukan sabun juga
mengakibatkan warna pada minyak goreng mengurangi perolehan biodiesel. Produk
bekas semakin berkurang seiring dengan biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada
semakin kecilnya ukuran partikel pada Gambar 7.
adsorben. Menurut penelitian yang dilakukan
Pakpahan et al., (2013) efisiensi adsorpsi
merupakan fungsi luas permukaan adsorben,
dimana semakin besar luas permukaan
adsorben semakin besar pula kapasitas suatu
adsorben dalam mengadsorpsi suatu adsorbat.
Pengurangan warna yang paling efektif didapat
pada saat proses adsorpsi menggunakan
adsorben zeolit ukuran 0.2 mm, hal ini sesuai
dengan teori yang dinyatakan di atas. Gambar
6 menunjukkan hasil adsorpsi minyak goreng
bekas dengan berbagai variasi ukuran partikel
zeolite.

Gambar 7. Hasil Biodiesel

Karakterisasi Biodiesel
Analisis terhadap sifat fisik dan kimia
produk biodiesel dilakukan untuk menentukan
kualitas biodiesel yang kemudian
diperbandingkan dengan biodiesel sesuai
dengan standar SNI 04-7182-2006. Hasil
penelitian pembuatan biodiesel yang
didapatkan mempunyai sifat fisik dan kimia
Gambar 6. Warna minyak goreng bekas dengan ditunjukkan pada Tabel 1.
variasi ukuran zeolit
Tabel 1. Hasil analisa sifat fisika dan kimia
Parameter Biodisel hasil SNI
Proses Transesterifikasi penelitian
Pada dasarnya proses pembuatan Kadar air o 0.02 % 3 Maks. 0.05 % 3
Massa jenis 40 C 857.60 kg/m 850 – 890 kg/m
biodiesel pada penelitian ini adalah mengubah Angka asam 0.29 mg- Maks 0.8 mg-KOH/g
minyak goreng bekas kedalam bentuk ester. KOH/g
Bilangan 168.02 -
Untuk memperoleh ester, minyak goreng bekas penyabunan
hasil adsorpsi pada kondisi optimum (waktu, Bilangan iod 15.71 Maks. 115
konsentrasi, suhu, dan ukuran partikel) Angka setana 75.62 Min. 51
biodiesel
direaksikan dengan metanol (reaksi
esterifikasi), dan untuk mempercepat jalannya
reaksi maka ditambahkan katalisator yaitu Kadar Air
KOH. Rendemen biodiesel yang dihasilkan Berdasarkan Standar Nasional
pada penelitian kali ini menghasilkan Indonesia kadar air yang terkandung dalam
rendemen yang cukup tinggi yaitu sebsesar biodiesel maksimum 0.05%. Kadar air
93.64%. Rendemen biodiesel dari bahan baku merupakan salah satu tolak ukur mutu
minyak goreng bekas dipengaruhi oleh kadar biodiesel. Berdasarkan data yang ada pada
asam lemak bebas. Keberadaan asam lemak Tabel 4 kadar air yang terkandung di dalam
bebas akan mengakibatkan proses esterifikasi biodiesel berbasis minyak goreng bekas yang
tidak berjalan sempurna karena aam lemak telah diadsorpsi sebesar 0.02 %. Kadar air
77
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065

yang terkandung di dalam biodiesel lebih dengan logam seperti besi, seng, timbal,
rendah bila dibandingkan dengan SNI sehingga mangan, kobalt, timah dan logam lainnya,
biodiesel lebih aman. Kandungan air yang dimana kejadian tersebut dapat mempercepat
tinggi dalam biodiesel yang digunakan sebagai kerusakan komponen mesin diesel.
bahan bakar juga dapat menyebabkan turunnya Bilangan Penyabunan
panas pembakaran, berbusa, bersifat korosif Angka penyabunan merupakan jumlah
jika bereaksi dengan sulfur karena akan miligram KOH yang diperlukan untuk
membentuk asam, dan memberi ruang bagi menyabunkan satu gram biodiesel. Dalam hal
mikroba untuk tumbuh sehingga akan menjadi ini akan terjadi reaksi antara KOH dengan
pengotor bagi biodiesel. metil ester. Parameter ini adalah ukuran dari
massa molekul relative rata-rata (panjang
Massa Jenis rantai) dari semua asam lemak yang terdapat
Massa jenis biodiesel (40 oC) yang dalam biodiesel. Angka penyabunan yang
dihasilkan sebesar 857.60 kg/m3. Jika diperoleh pada penelitian ini 168.02. Dari hasil
dibandingkan dengan standar SNI biodiesel, perhitungan, angka sabun biodiesel dari
biodiesel ini masuk dalam range yang masing-masing sampel telah sesuai dengan
ditetapkan. Nilai massa jenis pada suatu syarat mutu biodiesel menurut SNI-04-7182-
biodiesel menunjukkan bahwa nilai kalor dan 2006 sebesar < 500.
daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per
satuan volume bahan bakar. Menurut Peterson Bilangan iod
(2001), penggunaan katalis basa yang berlebih Hasil analisis pada Tabel 4
akan menyebabkan reaksi penyabunan. Hal ini memperlihatkan bahwa bilangan iod hasil
memungkinkan adanya zat pengotor seperti penelitian sebesar 15.71. Bilangan iod yang
sabun kalium dan gliserol hasil reksi tinggi merupakan sifat yang tidak
penyabunan, asam-asam lemak yang tidak menguntungkan untuk bahan bakar. Minyak
terkonversi menjadi metil ester (biodiesel), air, yang mengandung asam lemak tak jenuh
kalium hidroksida sisa, kalium metoksida (memiliki ikatan rangkap) dalam jumlah yang
ataupun sisa metanol yang menyebabkan tinggi akan mudah mengalami oksidasi ketika
massa jenis biodiesel menjadi lebih besar minyak tersebut mengalami kontak dengan
begitu sebaliknya jika penggunaan katalis basa oksigen. Karbon yang berikatan rangkap (π)
kecil menyebabkan massa jenis biodiesel dengan karbon yang lainnya akan berikatan
menjadi rendah. Massa jenis berkaitan dengan dengan oksigen akibat nilai kelektrogenatifan
nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh oksigen yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan
pembakaran persatuan volume bahan bakar. oleh sifat ikatan pi yang agak kuran stabil
Semakin besar nilai densitas menyatakan sehingga mudah diserang oleh atom atau
bahwa semakin banyak komponen yang molekul luar.
terkandung di dalamnya. Banyaknya Ketaren (2005) menjelaskan oksidasi
komponen yang terkandung dalam minyak biasanya dimulai dengan pembentukan
memperpanjang proses atomisasi komponen- peroksida dan hidroperoksida. Tingkat
komponen penyusun minyak saat pembakaran, selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak
sehingga meningkatkan nilai kalor hasil disertai dengan konversi hidroperoksida
pembakaran minyak. menjadi aldehid dan keton serta asam-asam
lemak bebas. Asam-asam lemak bebas inilah
Angka Asam yang akan menyebabkan korosi pada mesin
Berdasarkan hasil penelitian angka pembakar saat sampel minyak ini digunakan
asam pada biodiesel adalah 0.29 mg-KOH/g. sebagai bahan bakar.
Nilai ini memenuhi standar biodiesel menurut Adapun secara keseluruhan bilangan
SNI yaitu maksimal 0.8 mg KOH/g. Nilai iod yang terkandung dalam biodiesel hasil
angka asam yang kecil ini mengindikasikan penelitian tersebut masih memenuhi standar
bahawa asam lemak bebas sudah dapat SNI 04-7182-2006, yakni tidak melebihi nilai
dihilangkan melalui pretreatment (proses 115. Semakin tinggi nilai bilangan iod, akan
adsorpsi). Menurut Sangha et al., (2005) semakin tinggi pula jumlah asam lemak
menyatakan bahwa bilangan asam yang terlalu berikatan rangkap yang terkandung dalam
tinggi tidak dikehendaki, karena pada suhu minyak tersebut. Semakin banyak ikatan ganda
yang tinggi asam lemak bebas dapat bereaksi yang dimiliki dalam sampel memiliki potensi

78
Pembuatan Biodiesel dengan Cara Absorpsi dan Transesterifikasi Adhani et, al.

yang lebih besar mengalami proses Berdasarkan kromatogram dan tabel di


polimerisasi karena stabilitas yang lebih atas, komponen utama yang terdapat di dalam
rendah. sampel biodiesel adalah metil 9-oktadekanoat
(49.45%), metil heksadekanoat (20.79%), dan
Analisa Komposisi Senyawa Penyusun metil 9,12-oktaekanoat (18.87%). Dari data
Biodiesel dengan GCMS tersebut dapat dinyatakan memang benar
Metil ester yang diperoleh dari reaksi senyawa biodiesel, yaitu metil ester. Analisa
transesterifikasi selanjutnya dianalisis dengan dengan GCMS menunjukan bahwa tidak
menggunakan GCMS. Analisis ini terdapat senyawa asam lemak bebas yang
menghasilkan puncak-puncak kromatogram terkandung dalam biodiesel. Ini menunjukan
yang masing masing menunjukkan jenis metil bahwa proses adsorpsi mampu menghasilkan
ester yang spesifik. Hasil analisa GCMS biodiesel dalam bentu metil esternya.
biodiesel hasil adsorpsi ditunjukkan pada
Gambar 8.

Gambar 8. Kromatogram biodiesel

Tabel 2. Senyawa yang terkandung dalam biodiesel

Puncak Luas Waktu Nama senyawa Rumus molekul Indeks


area(%) retensi Similaritas

1 0.19 12.582 Metil dodekanoat C13 H26O2 88


2 1.36 15.864 Metil tetradekanoat C15H30O2 92
3 0.96 18.527 Metil 9-heksadekanoat C17H32O2 88
4 20.79 18.841 Metil heksadekanoat C17H34O2 93
5 0.11 20.241 14- Metil heksadekanoat C18 H36O2 78
6 18.87 21.116 Metil 9,12 oktadekanoat C19 H34 O2 93
7 49.45 21.214 Metill 9-oktadekanoat C19 H36O2 92
8 7.68 21.579 Metil oktadekanoat C19H38O2 95
9 0.19 23.758 Metil 11- eikosenoat C21H40O2 81
10 0.41 24.095 Metil eikosenoat C21 H42O2 89
79
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065

4. SIMPULAN
Las T. 1989. Use of Natural Zeolite for Nuclear
Kondisi optimum dalam proses Waste Treatment, Departement Chemistry
and Applied Chemistry, Salford
adsorpsi minyak goreng bekas sebagai bahan
University, UK (Mechlenbacher, V.C.
baku pembuatan biodiesel yaitu waktu reaksi 1960, The Analysis of Fats and Oils,
90 menit, konsentrasi zeolit 12%, suhu 90 oC, Garrard Press Publishers, Champaign, IL.
dan ukuran partikel 0.2 mm dengan kadar FFA
1.1%. Kualitas biodiesel yang dihasilkan Yusnimar. 2006. Pemanfaatan bentonit sebagai
dalam penelitian ini yang meliputi kadar air, adsorbent pada proses bleaching minyak
massa jenis, bilangan asam, bilangan iod dan sawit. Prosiding Nasional Teknik Kimia
bilangan penyabunan, memenuhi persyaratan Teknologi Oleo dan Ptetrokimia Industri
SNI 04-7182-2006. Hasil analisa GCMS ISSN : 1907-0500.
menunjukkan bahawa ada senyawa metil ester
Suarya P. 2008. Adsorpsi pengotor minyak daun
utama yang terkandung dalam biodiesel adalah
cengkeh oleh lempung teraktivasi asam.
metil 9-oktadekanoat (49.45%), metil Jurusan Kimia FMIPA Univeritas
heksadekanoat (20.79%), dan metil 9,12- Udayana, Bukit Jimbaran.
oktadekanoat (18.87%).
Suseno. 2010. Optimasi proses adsorpsi minyak
SARAN goreng bekas dengan adsorben zeolit alam.
Pada penelitian ini masih diperlukan Jurnal Kimia dan Teknologi. 6(1): 20-26.
langkah-langkah lanjutan, yaitu perlu adanya
Hidayat Y, Wibowo, Atmanto H, Sulistyowati.
variasi adsorben dalam menurunkan kadar
2010. Studi adsorpsi larutan gliserol
FFA yang terkandung dalam minyak goreng menggunakan ZAA sebagai model
bekas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel pemisahan gliserol pada limbah produksi
Biodiesel yang dihasilkan juga perlu diuji biodiesel. Jurnal Ekosains. II(3).
menggunakan mesin lebih lanjut untuk
mengetahui apakan biodiesel dapat digunakan Susantiani E. 2009. Pengaruh temperatur larutan
sebagai bahan bakar. terhadap adsorpsi ion Cd+2 dengan Co-Ion
Cu 2+ dalam berbagai konsentrasi oleh
arang sekam padi dengan metode batch.
DAFTAR PUSTAKA Skripsi, FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Aziz I. 2007. Pembuatan biodiesel dari minyak
goreng bekas dalam reaktor tangki
Ramdja AF, Febrina L, Daniel K. 2010. Pemurnian
berpengaduk. Valensi. 1(1): 19-23.
minyak jelantah menggunakan ampas tebu
sebagai adsorben. Jurnal Teknik Kimia.
Aziz I, Nurbaiti S, Ulum B. 2011. pembuatan
1(17).
produk biodiesel dari minyak goreng
bekas dengan cara esterifikasi dan
Pakpahan JF, Thomas T, Agnes H, Yusuf R. 2013.
transesterifikasi. Valensi. 2(2). 384-388.
Pengurangan FFA dan warna dari minyak
jelantah dengan adsorben serabut kelapa
Gerpen Vj. 2005. Biodiesel Processing And
dan jerami. Jurnal Teknik Kimia USU.
Production. Fuel Process Technol
2(1).
86.1097-1107
Sangha MK, PK Gupta, VK Thapar, Verma. 2005.
Ketaren S. 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan
Storage Studies on Plants Oil and Their
Lemak Pangan. Cetakan pertama. Jakarta.
Methyls Esters. College of Agricultural
UI press.
Engineering, Punyab Agricultural
University, India.
Setiadji AHB. 1996. Zeolite material unggulan
masa depan. Makalah Dalam Lokakarya
Nasional Kimia, Yogyakarta.

80
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

PEMILIHAN KATALIS MENGGUNAKAN METODE


ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PROSES
PEMBUATAN BIODIESEL REAKSI TRANSESTERIFIKASI

Winny Andalia†
Program Studi Teknik Industri Universitas Tridinanti Palembang
Jl. Kapten Marzuki N0. 2446 Kamboja Palembang 30129
winnyandalia90@gmail.com
Irnanda Pratiwi
Program Studi Teknik Industri Universitas Tridinanti Palembang
Jl. Kapten Marzuki N0. 2446 Kamboja Palembang 30129
nanda101084@gmail.com

Abstrak
Selama krisis energi, harga minyak mentah mahal dan keprihatinan lingkungan telah
mendorong pemerintah dan masyarakat untuk menetapkan kebijakan energi nasional dengan
penekanan pada energi terbarukan seperti biodisel untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil
dan untuk meningkatkan keamanan energi negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memilih katalis mana yang terbaik diantara NaOH, KOH dan CaO berdasarkan kriteria-kriteria
yang digunakan dalam metode AHP(Analytical Hierarchy Process). Biodisel merupakan bahan
bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak nabati maupun lemak hewan
melalui reaksi transesterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memiliki keunggulan dibandingkan
dengan minyak diesel yaitu: merupakan sumber daya energi terbarukan, tidak bersifat toksik,
ramah lingkungan karena bahan baku tidak mengandung sulfur serta emisi rendah. Pada
penelitian ini setelah mendapatkan struktur hirarki dan mendapatkan hasil katalis mana yang
terbaik, lalu dilanjutkan pada pembuatan biodiesel reaksi transesterifikasi dari minyak kelapa
sawit (CPO). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa katalis terbaik dilihat dari segi
kualitas, harga dan kecepatan reaksi katalis yaitu pada katalis KOH (kalium hidroksida) dengan
nilai Overall Composite Weight sebesar 0.472. Sedangkan berdasarkan analisa hasil pembuatan
biodiesel secara kualitatif menggunakan katalis KOH didapatkan nilai FFA sebesar 0,3072%,
Angka asam sebesar 0,02244, Densitas sebesar 0,8945, Viskositas sebesar 4,5684 cst, dan
konversi tertinggi yaitu 95,6%.

Kata Kunci : Analytical Hierarchy Process, Biodiesel, Transesterifikasi

† Corresponding Author
81
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

1. PENDAHULUAN perlu dilakukan pengambilan keputusan yang


tepat dengan menggunakan metode Analytical
1.1. Latar Belakang Hierarchy Process (AHP).
Selama krisis energi, harga minyak
mentah mahal dan keprihatinan lingkungan 1.2 Minyak Kelapa Sawit
telah mendorong pemerintah dan masyarakat Minyak kelapa sawit yang dihasilkan
untuk menetapkan kebijakan energi nasional dari kulit kelapa sawit dinamakan minyak
dengan penekanan pada energi terbarukan sawit mentah (Crude Palm Oil).CPO
seperti biodiesel untuk mengurangi konsumsi mengandung sekitar 500-700 ppm karoten dan
bahan bakar fosil dan untuk meningkatkan merupakan bahan pangan terbesar. CPO
keamanan energi negara. adalah minyak kelapa sawit mentah yang
Bioedisel merupakan bahan bakar berwarna kemerah-merahan yang diperoleh
alternatif yang menjanjikan yang dapat dari hasil ekstraksi atau dari proses
diperoleh dari minyak nabati maupun lemak pengempaan daging buah kelapa sawit. CPO
hewan melalui reaksi transesterifikasi dengan (Crude Palm Oil) banyak diaplikasikan tidak
alkohol.Biodiesel menghasilkan polusi lebih hanya sebagai minyak goreng, tetapi juga bisa
sedikit dari bahan bakar minyak bumi.Selain sebagai pembuatan sabun, margarine,
itu, biodiesel dapat digunakan tanpa shorterning, dan vegetable ghee serta industry
modifikasi ulang mesin diesel (Mardiah, oleokimia, antara lain berupa fatty alcohol,
Widodo, Trisningwati, & Purijatmiko, 2006) fatty acids, dan gliserin (Ketaren, 2009). Data
Produksi biodiesel tidak terlepas dari komposisi CPO (Crude Palm Oil)
ketersediaan bahan baku, sampai sekarang ditunjukkan pada Tabel 1.
bahan baku yang memenuhi kebutuhan Tabel 1.Komposisi CPO (Crude Palm Oil)
kapasitas produksi adalah minyak sawit
(CPO).Berdasarkan data dari Gapki(Gabungan
pengusaha kelapa sawit Indonesia), produksi Asam Rumus Kimia CPO (%)
Lemak
CPO pada 2016 diproyeksikan menurun jika
dibanding tahun sebelumnya. Tercatat, pada Asam CH3(CH2)6CO2HC –
Kaprilat H3(CH2)8CO2H
2014 produksi CPO nasional mencapai 31,5
juta ton, dan naik menjadi 32,5 juta ton pada Asam
2015. Pada tahun 2017 produksi diproyeksi -
Kaproat CH3(CH2)10CO2H
naik.Untuk 32 juta ton produk CPO
diperkirakan menghasilkan limbah cair 81 juta Asam CH3(CH2)12CO2H
ton dengan kandungan lemak dan minyak Laurat 1,1 – 2,5
dalam limbah tersebut sekitar 29-29,5 % Asam
(GAPKI, 2015) Miristat CH3(CH2)14CO2H
Produksi biodisel yang 40 – 46
dikembangkan saat ini umumnya terbuat dari Asam
Palmitat CH3(CH2)16CO2H
minyak tumbuhan (minyak kedelai, minyak
canola, minyak sawit mentah), lemak hewan Asam 3,6 – 3,7
(sapi talow, lemak babi, lemak ayam) dan Stearat
bahkan dari minyak goreng bekas. Proses CH3(CH2)7CH=C
yang digunakan adalah reaksi beragam, Asam H(CH2)7CO2H
Oleat 39 – 45
menggunakan katalis dasar untuk
transesterifikasi (NaOH, KOH), esterifikasi Asam
katalis asam (H2SO4), dan metode superkritis Linoleat CH3(CH2)4=CHC
H2CH=CH(CH2)7 7,0 – 11
(D & Y, 2006). Minyak jenis Diesel adalah
O2H
bahan bakar yang paling banyak digunakan
oleh masyarakat Indonesia (Prihandana, 2006)
Biodisel telah diproduksi oleh 1.3 Biodiesel
transesterifikasi trigliserida (minyak nabati) Biodiesel adalah nama untuk jenis
menjadi metil ester dengan metanol fatty ester, umumnya merupakan monoalkil
menggunakan natrium atau kalium hidroksida ester yang terbuat dari minyak tumbuh –
dilarutkan dalam metanol sebagai katalis. tumbuhan (minyak nabati). Minyak nabati
Dalam hal ini pemilihan katalis yang terbaik yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodiesel dapat berasal dari kacang kedelai,
9
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

kelapa, kelapa sawit, padi, jagung, jarak, membentuk ester atau biodiesel itu sendiri.
papaya dan banyak lagi melalui proses (Mardiah, Widodo, Trisningwati, &
transesterifikasi sederhana (Mardiah, Widodo, Purijatmiko, 2006)
Trisningwati, & Purijatmiko, 2006).
1.5 Analytic Hierarchy Process
1.4 Transesterifikasi
Metode Analytic Hierarchy Process
Transesterifikasi merupakan suatu
(AHP) merupakan teori umum mengenai
proses penggantian tahap dari suatu gugus
pengukuran.Empat macam skala pengukuran
ester (trigliserida) dengan ester lain atau
yang biasanya digunakan secara berurutan
mengubah asam – asam lemak ke dalam
adalah skala nominal, ordinal, interval dan
bentuk ester sehingga menghasilkan alkyl
rasio.Skala yang lebih tinggi dapat
ester. Proses tersebut dikenal sebagai proses
dikategorikan menjadi skala yang lebih
alkoholisis. Proses alkoholisis ini merupakan
rendah, namun tidak sebaliknya.Pendapatan
reaksi yang biasanya berjalan lambat namun
per bulan yang berskala rasio dapat
dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis.
dikategorikan menjadi tingkat pendapatan
Katalis yang biasanya digunakan adalah
yang berskala ordinal atau kategori (tinggi,
katalis asam seperti HCl dan H2SO4, dan
menengah, rendah) yang berskala
katalis basa NaOH dan KOH (Indartono,
nominal.Sebaliknya jika pada saat dilakukan
2008). Proses pembuatan biodiesel minyak
pengukuran data yang diperoleh adalah
jelantah adalah dengan proses reaksi
kategori atau ordinal, data yang berskala lebih
transesterifikasi.
tinggi tidak dapat diperoleh.AHP mengatasi
Mekanisme reaksi transesterifikasi
sebagian permasalahan itu (Saaty, 2001).
minyak nabati dengan methanol atau disebut
Comparative Judgement adalah
juga dengan metanolisis yang terlihat di
penilaian yang dilakukan berdasarkan
bawah ini, (Alamsyah, 2006) :
kepentingan relatif dua elemen pada suatu
tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
Reaksi Transesterifikasi
tingkatan di atasnya. Comparative Judgement
merupakan inti dari penggunaan AHP karena
O akan berpengaruh terhadap urutan prioritas
H2C O C R H2C O H CH3O dari elemen-elemennya.
O R' kalor Skala preferensi yang digunakan
HC O C + 3 CH3OH HC O H + CH3O yaitu skala 1 yang menunjukkkan tingkat yang
O katalis
paling rendah (equal importance) sampai
H2C O C R'' H2C O H CH3O dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan
Trigliserida metanol gliserol metil yang paling tinggi (extreme importance)
ester (Saaty, The Analytical Hierarchy Process :
Planning, Priority Setting, Resource
Katalis yang sering digunakan untuk Allocation, 1993). Skala penilaian
reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau perbandingan berpasangan ditunjukkan pada
enzim. Alkali yang sering digunakan yaitu Tabel 2.
natrium metoksida (NaOCH3), natrium
hidroksida (NaOH), kalium hidroksida Tabel 2. Skala penilaian perbandingan
(KOH), kalium metoksida, natrium amida, berpasangan
natrium hidrida, kalium amida, dan kalium Tingkat
hidrida (Sprules & Donald, 1950). Katalis Definisi
Kepentingan
adalah suatu bahan yang digunakan untuk
Sama
memulai reaksi dengan bahan lain. Katalis 1
Pentingnya
dimanfaatkan untuk mempercepat suatu
reaksi, terlibat dalam reaksi tetapi tidak ikut Agak lebih
terkonsumsi menjadi produk.Pemilihan katalis penting
ini sangat bergantung pada jenis asam lemak 3 yang satu
yang terkandung dalam minyak tersebut. Jenis atas
lainnya
asam lemak dalam minyak sangat berpengaruh
terhadap karakteristik fisik dan kimia cukup
5
biodiesel, karena asam lemak ini akan penting

10
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

sangat max= Nilai eigen terbesar dari matriks


7
penting berordo n
Mutlak
9 Lebih Apabila Cl bernilai nol, maka matriks
penting perbandingan berpasangan tersebut konsisten.
Batas ketidakkonsistenan yang telah
Nilai
ditetapkan ditentukan dengan menggunakan
tengah
Rasio Konsisten (CR) yaitu perbandingan
diantara
2,4,6,8 indeks konsisten dengan nilai Random Indeks
dua nilai
(RI) yang didapat dari suatu eksperimen oleh
keputusan
Oak Ridge National Laboratory yang
yang
berdekatan dikembangkan oleh Wharton School. Nilai ini
bergantung pada ordo matriks n. Sehingga
Respirokal Kebalikan didapatkan rumus Rasio Kosistensi seperti
yang ditunjukkan Persamaan (2) :

Hasil dari pembobotan kriteria diatas adalah (2)


sebuah matriks yang besarnya nxn, dimana n
adalah jumlah banyaknya kriteria. Matriks Dimana :
yang dihasilkan adalah sebagai berikut : CR = Rasio Konsistensi
RI = Indeks Random

[ ]
Tabel 3. Nilai Random Index (RI)
Dimana:
N 1 2 3 4 5 6
K11 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24
dengan kriteria 1
Bila matriks pairwise comparison dengan nilai
K12 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan CR lebih kecil dari 0,100 maka
dengan kriteria 2 ketidakkonsistenan pendapat dari decision
maker masih dapat diterima jika tidak maka
kij = Nilai dari kriteria ke i dibandingkan
penilaian perlu diulang. Nilai Random Index
kriteria ke j
(RI) ditunjukkan pada Tabel 3.
Untuk setiap kriteria ke i dan j, berlaku:
2. METODE PENELITIAN
kii = 1, dan kij = kji-1
Penelitian ini dilakukan di
Matriks adalah sekumpulan elemen Laboratorium Pilot Plant Biodiesel di
berupa angka/simbl tertentu yang tersusun Indralaya dan Laboratorium Statistik di
dalam baris dan kolom berbentuk Universitas Tridinanti Palembang.Waktu
persegi.Suatu matriks biasanya dinotasikan penelitian dilaksanakan kurang lebih enam
dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks bulan. Adapun alat dan bahan yang digunakan
A, dituliskan dengan A). Pengukuran adalah : Magnetic stirrer, Stirrer, Labu leher
konsistensi dari suatu matriks didasarkan atas tiga, Beker gelas, Erlenmeyer, Termometer,
eigen value maksimum , dimana nilai index Corong pemisah, Kertas saring, Gelas ukur,
konsistensi dapat dihitung dengan Hot plate, Kondenser, Pompa, Klem dan statif,
menggunakan Persamaan (1) : Pipet tetes, Neraca Analitis, Oven, Minyak
Crude Palm Oil, NaOH, KOH, Aquadest,
(1) Indikator PP, Alkohol, Metanol teknis,
Ethanol analis. Stuktur hirarki dala penelitian
Dimana : pemilihan katalis dalam pembuatan biodiesel
ditunjukkan pada Gambar 2.
CI = rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi
(Consistency Index)
Jenis
n = Orde Matriks (banyaknya alternatif)

11
Quality Price Quick

NaOH KOH CaO


Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

KOH 1,000 3,000 5,000 0,6480


NaOH 0,333 1,000 2,000 0,2298
CaO 0,200 0,500 1,000 0,1222
Jumlah 1,533 4,500 7,000 1,00
Principle eigen Value λ max. 3,005
Consistency Index Cl 0,0025
Consistency Ratio CR 0,43%
Gambar 2. Struktur Hirarki Pemilihan Katali s

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Perbandingan Kriteria
Manusia mempunyai kemampuan
dalam memberikan persepsi hubungan antara
hal-hal yang diamati, membandingkan
sepasang benda dengan kriteria tertentu dan
juga menilai perbedaannya. AHP
menggunakan pairwise comparison yang Tabel 6. Pengujian Kriteria Price (K2)
membandingkan secara berpasangan suatu hal
yang bersifat homogen sehingga hal yang Priority
K2 KOH NaOH CaO
dibandingan akan lebih mudah dan objektif. Vector
Berikut adalah matriks perbandingan KOH 1,000 3,000 5,000 0,6480
berpasangan pada kriteria yang ada. Matriks NaOH 0,333 1,000 2,000 0,2298
perbandingan berpasangan pada kriteria
CaO 0,200 0,500 1,000 0,1222
(Level Dua) ditunjukkan pada tabel 4.
Jumlah 1,533 4,500 7,000 1,00
Principle eigen Value λ max. 3,005
Tabel 4. Matriks Perbandingan Berpasangan
pada kriteria (Level Dua) Consistency Index Cl 0,0025
Consistency Ratio CR 0,43%
Quick
Kriteria Quality Price Reaction
Tabel 7. Pengujian Kriteria Reaksi Cepat
Quality 1 3 5 Katalis (K3)
Price 1/3 1 2 Priority
K3 KOH NaOH CaO
Quick Vector
Reaction 1/5 ½ 1
KOH 1,00 0,33 0,25 0,12

Jumlah 1,533 4,50 8,00 NaOH 3,00 1,00 0,50 0,32


CaO 4,00 2,00 1,00 0,56
Perhitungan terhadap alternatif dilakukan
dengan cara yang sama dengan penghitungan Jumlah 8,00 3,33 1,75 1,00
bobot kriteria. Pertama-tama dilakukan Principle eigen Value λ max. 3,00
pembobotan terhadap alternatif untuk setiap Consistency Index Cl 0,0
kriteria. Dimana dimisalkan :
Consistency Ratio CR 0%
K1 = Kualitas Katalis
K2 = Harga Beli Katalis Untuk itu semua hasil penilaian di
K3 = Reaksi Cepat suatu katalis rangkum dalam bentuk tabel yang disebut
Pengujian untuk masing- masing kriteria Overall Composite Weight, digunakan untuk
ditunjukkan pada Tabel 5, 6 dan 7. menentukan perkalian bobot prioritas pada
level dua (Kriteria) dan pada level tiga
Tabel 5. Pengujian Kriteria Kualitas (K1) (Alternatif) ditunjukkan pada Tabel 8.
Priority
K1 KOH NaOH CaO
Vector
Tabel 8. Hasil Overall Composite Weight

12
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

Overall
Composite Weight KOH NaOH CaO
Weight
Quality 0.6480 0.6480 0,2298 0,1222
Price 0.2298 0.6480 0,2298 0,1222
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Quick
Reaction 0.1222 0,120 0,320 0,560
Dari Analisis hasil dapat disimpulkan
bahwa : 0.472 0.2598 0.2681
Composite Weight
1. Bentuk hirarki dari permasalahan ini
berupa Tujuan (level 1) : Katalis
Terbaik; Kriteria (Level 2) : Kualitas, Alamsyah, A. N. (2006). Biodiesel Jarak
Harga Katalis, Reaksi Cepat Katalis; Pagar. Bogor: PT. Agromedia Pustaka.
Alternatif Katalis (Level 3) : KOH,
NaOH dan CaO. Pada saat penentuan D, Z., & Y, G. (2006). Transesterification of
matrix perbandingan berpasangan dan Neat and Used Frying Oil : Optimization for
bobot prioritas pada kriteria didapatkan Biodiesel Production. Fuel Processing
bahwa prioritas tertinggi secara Technology , 883-890.
berurutan adalah Konversi, Harga katalis
GAPKI. (2015, April 29). Konsumsi Sawit di
dan Reaksi Cepat suatu katalis. Hasil
Indonesia. Retrieved April 29, 2015, from
pada perbandingan matriks berpasangan
kriteria dianggap konsisten karena nilai Sawit Indonesia Web Site:
CR < 0,1 atau < 10% yaitu 0,0043 atau http://www.sawitindonesia.com
0,43%. Indartono, Y. S. (2008, Juni 28). Mengenal
2. Setelah didapatkan hasil overall Biodiesel : Karakteristik Produksi, Hingga
composite weight, composite weight Performansi Mesin. Retrieved Mei 2, 2017,
terbesar dari perbandingan kriteria from Padusi: http://www.padusi.com
dengan alternatif yang ada adalah KOH
dengan nilai composite weight sebesar Ketaren. (2009). Pengantar Teknologi Minyak
0.472. Hasil dari keseluruhan dapat dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas
disimpulkan bahwa katalis terbaik yang Indonesia.
dapat digunakan pada pembuatan
biodiesel reaksi transesterifikasi dengan Mardiah, Widodo, A., Trisningwati, E., &
menggunakan metode AHP yaitu Purijatmiko, A. (2006). Pengaruh Asam
menggunakan katalis KOH. Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam
3. Berdasarkan analisa hasil pembuatan terhadap Karakteristik dan Konversi Biodiesel
biodiesel secara kualitatif menggunakan pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak
katalis KOH didapatkan nilai FFA Padi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
sebesar 0,3072%, Angka asam sebesar November.
0,02244, Densitas sebesar 0,8945,
Viskositas sebesar 4,5684 cst, dan Prihandana. (2006). Menghasilkan Biodiesel
konversi tertinggi yaitu 95,6%. Hasil Murah, Mengatasi Polusi dan Kelangkaan
analisa tersebut sudah memenuhi kualitas BBM . Jakarta: Agro Media Pustaka .
biodiesel menurut standar SNI-04-7182-
2006. Saaty, T. (2001). Pengambilan Keputusan
bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki
4.2 Saran Analitikuntuk Pengambilan Keputusan dalam
Dari kesimpulan di atas ada beberapa Situasi yang Kompleks. Jakarta: Pustaka
saran yang bisa diberikan dan mungkin dapat Binaman Pressindo.
bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yaitu
pada saat pembuatan biodiesel sebaiknya Saaty, T. (1993). The Analytical Hierarchy
temperatur harus dijaga 55-650C agar tidak Process : Planning, Priority Setting, Resource
terjadi reaksi penyabunan. Allocation. Pittsburg: University of Pittsburg
Press.
5. DAFTAR PUSTAKA

13
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

Sprules, F. J., & Donald, P. (1950). Patent No.


US2494366 A. United States of America.

6. UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini dibiayai oleh Pihak
Internal Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Tridinanti Palembang.

14
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017

15
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

Rekayasa Produksi Biodiesel Dari Minyak Kemiri


Sunan (Reutialis Trisperma Oil) Sebagai Alternatif
Bahan Bakar Mesin Diesel
Susanti Dhini Anggraini
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
Email: susantidhini@gmail.com

Abstrak

Pada penelitian ini, biodiesel diproduksi dari new feedstock minyak Kemiri Sunan.
Minyak Kemiri Sunan merupakan minyak non edible sehingga sangat menarik untuk
diproduksi sebagai biodiesel. Minyak Kemiri sunan diproduksi dengan dua tahapan
reaksi yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi menggunakan katalis H2SO4 dan
KOH. Reaksi esterifikasi telah dilakukan perbandingan minyak:metanol (3:1) selama
2 jam. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan variasi konsentrasi katalis KOH (0,5;
1,0; 1,5; 2,0 %berat minyak), rasio minyak:metanol (1:1; 2:1; 3:1 (berat/berat)), dan
suhu reaksi 65 selama 1 jam. Yield dan sifat biodiesel dianalisis dengan
Chromatography Gas (GC) dan ASTM D 6751. Yield optimum biodiesel diperoleh
sebesar 96,91%, pada kondisi optimum konsentrasi katalis KOH 1 % berat minyak,
rasio minyak:metanol 1:1 (berat/berat) dan suhu reaksi 65oC. Biodiesel berbahan dasar
minyak kemiri sunan mempunyai rentang angka asam 0,41-0,56 mgKOH/gram,
densitas 0,89-0,91 gram/cm3, viscositas 8,28-12,70 cSt, angka setana 58,2-63,3 dan
residu karbon 0,23-0,59 %berat/berat.

Kata kunci: Minyak kemiri sunan (Reutealis trisperma Oil), yield biodiesel, KOH.

Abstract

In this research, biodiesel was produced from new feedstock Kemiri Sunan oil. Kemiri
Sunan oil is non edible oil, an attractive raw material for production of biodiesel.
Biodiesel was produced by two steps of reactions, i.e. esterification and
transesterification, using H2SO4 and KOH as catalyst, respectively. Esterification
reaction was carried out with methanol for 2 h, ratio oil:methanol (3:1).
Transesterification was done at various catalyst concentration (0.5; 1.0; 1.5; 2.0 %wt
oil), ratio oli:methanol (1:1, 2:1, 3:1 (wt/wt)), and reaction temperature (30, 50, 65,
70oC) for 1 h. The yield and properties of biodiesel were analysed by Gas
Chromatography (GC) and ASTM D 6751 methods, respectively. High yield of
biodiesel was produced at KOH 1 %wt catalyst, ratio methanol:oil (1:1) and 65oC i.e.
96,91 %. Kemiri Sunan oil-based biodiesel had a range of acid number 0,41-0,56
(mgKOH/g), densitas 0,89-0,91 (g/cm3), viscosity 8,28-12,70 (cSt), cetane number
58,2-63,3, and residu carbon 0,23-0,59.

Keywords: Kemiri sunan Oil (Reutealis trisperma Oil), yield biodiesel, KOH.

Pendahuluan

Dewasa ini krisis energi dunia semakin meningkat hal ini disebabkan semakin
menipisnya cadangan bahan bakar fosil. Oleh karena itu sekarang ini dikembangkan bahan
bakar alternatif yaitu biodiesel. Salah satu minyak nabati yang banyak terdapat di Indonesia

1
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

dan bersifat non edible adalah minyak kemiri sunan. Daging biji kemiri sunan mengandung
minyak 52% atau 40% dari biji/gelondong. Kemiri sunan termasuk salah satu tanaman yang
benilai ekonomi baik dan bersifat multiguna. Salah satu keunggulan dari kemiri sunan
merupakan bahan non edible, sehingga tidak menyebabkan kesenjangan dengan bahan
makanan. Kemiri sunan memiliki kandungan minyak yang tinggi, karakteristik minyak yang
khas sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, pertumbuhannya relatif cepat,
wilayah pengembangannya luas dari dataran rendah hingga 1.000 m diatas permukaan laut,
dan sangat cocok sebagai tanaman konservasi (Oetami, 2012). Minyak kemiri sunan belum
banyak diperdagangkan sehingga kemiri sunan merupakan salah satu alternatif bahan dasar
biodiesel yang perlu diteliti.
Biodiesel dihasilkan dari minyak tumbuhan atau lemak hewan melalui reaksi esterifikasi
dari asam lemak bebas dengan alkohol melalui katalis asam atau transesterifikasi dari
trigliserida dengan alkohol melalui katalis basa (McNeff dkk., 2008). Katalis adalah suatu zat
yang dapat mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi. Metode paling
umum untuk menghasilkan biodiesel adalah melalui proses transesterifikasi dengan
menggunakan katalis homogen basa kuat seperti NaOH dan KOH. Penggunaan katalis
homogen ini banyak keuntungan yaitu reaksi pembentukan biodiesel lebih cepat dan yield
biodieselnya besar, akan tetapi penggunaaan katalis homogen ini dapat menghasilkan sabun
(saponifikasi) pada saat reaksi dan pencucian biodiesel (Agarwal dkk., 2009). Katalis basa
homogen yang umumnya digunakan untuk sintesis biodiesel menggunakan reaksi
transesterifikasi minyak nabati yaitu logam alkali (Na dan K) hidroksida (Chitra dkk., 2005).
Transesterifikasi feedstock minyak nabati banyak menggunakan katalis homogen KOH,
misalnya Li dkk (2012) melaporkan sintesis minyak kedelai dengan katalis KOH dapat
menghasilkan yield biodiesel 96% dan Encinar dkk (2012) juga melaporkan sintesis minyak
rapeseed menggunakan katalis KOH menghasilkan yield biodiesel 95%.
Ada beberapa parameter untuk mengoptimasi yield biodiesel salah satunya adalah variasi
konsentrasi katalis, variasi rasio metanol:minyak dengan dan variasi suhu reaksi. Agarwal
dkk (2009) melakukan sintesis biodiesel dari limbah minyak goreng dengan variasi
konsentrasi katalis KOH, pada konsentrasi tertentu diperoleh yield optimum dan semakin
tinggi konsentrasi katalis terjadi penurunan jumlah yield karena terjadi reaksi penyabunan.
Adanya sabun ini sangat tidak menguntungkan untuk proses sintesis biodiesel, oleh karena itu
perlu dilakukan reaksi esterifikasi untuk mengurangi nilai FFA (Free Fatty Acid) dan variasi
konsentrasi katalis untuk mencapai yield yang maksimal. Penurunan nilai FFA dapat
dilakukan dengan reaksi esterifikasi yaitu minyak dengan alkohol (metanol) menggunakan
katalis asam H2SO4, hal ini dapat memperkecil nilai angkA asam sehingga mengurangi efek
penyabunan untuk reaksi transesterifikasi (Yingying dkk., 2012).
Pada penelitian ini akan dilakukan rekayasa sintesis biodiesel dengan bahan dasar
minyak kemiri sunan dengan mengunakan katalis basa homogen yaitu KOH dan dipelajari
pengaruh variasi konsentrasi katalis KOH, variasi rasio minyak dengan metanol dan variasi
suhu tersebut terhadap yield biodieselnya. Biodiesel hasil sintesis dari minyak kemiri sunan
akan diamati pula karakteristiknya dan dibandingkan dengan standar biodiesel ASTM D
6751-02 dan SNI.

Metode Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan-peralatan gelas,


seperangkat peralatan refluks untuk reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, pengaduk
magnetik (stirer), oven listrik, neraca analitik untuk penimbangan sampel, kondensor refluks,
piknometer, Kinematika Viscometer Bath untuk analisis viskositas, Octane meter untuk

2
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

analisis angka setana, Chromatography Gas (GC) (techcomp 7900) untuk pengujian hasil
biodiesel.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak kemiri sunan yang di
suplay dari PT. KEMIRI SUNAN, KOH (Merck, 99%), KOH (merck, 99%) sebagai katalis
pada reaksi transesterifikasi, metanol (Merck, 99%), n-heksana (Merck, 99%), H2SO4
(Merck, 98%) sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi, etanol (Merck 99%), phenolphtalein
(Merck, 99%), asam oksalat (Merck, 99%), metil palmitat (Merck, 99%), metil oleat (Merck,
99%), metil stearat (Merck, 99%), metil heptadekanoat (Merck, 99%) sebagai standart
internal dan akuades.
2.1 Prosedur Penelitian
Esterifikasi Asam Lemak Bebas Minyak Kemiri Sunan
Minyak kemiri sunan dengan kandungan FFA 2,44% dapat diturunkan angka asamnya dengan
reaksi esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam sulfat. Reaksi esterifikasi dilakukan
dengan perbandingan rasio metanol:minyak 1:3 (berat/berat) dengan penambahan katalis asam
sulfat 3 %berat minyak. Reaksi esterifikasi terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas yang terdiri
dari metanol sisa dan air sedangkan lapisan bawah yaitu minyak kemiri sunan hasil reaksi
esterifikasi (RETROE). (RETROE) dipisahkan dengan corong pisah dan dilanjutkan dengan reaksi
transesterifikasi (Prasetyoko dan oetami, 2012)
Transesterifikasi Minyak Kemiri Sunan Hasil Reaksi Esterifikasi
Minyak kemiri sunan hasil reaksi esterifikasi (RETROE) dilakukan reaksi transeterifikasi dengan
menggunakan metanol dan katalis basa kalium hidroksida (KOH). Reaksi transesterifikasi dilakukan
dengan perbandingan rasio minyak:metanol 2:1 (berat/berat) dengan penambahan katalis KOH 1
%berat minyak. Reaksi dilakukan dengan kondisi suhu 65 oC selama 1 jam. Hasil akhir reaksi
transesterifikasi terbentuk dua lapisan yang terpisah yaitu bagian bawah metil ester (biodiesel)
sedangkan bagian atas adalah sisa metanol dan gliserol. Lapisan yang berupa metil ester di cuci
dengan etanol dan air sampai jernih. Pada tahap pencuci terbentuk dua fasa yaitu fasa bagian bawah
metil ester sedangkan fasa bagian atas etanol dan air (Prasetyoko dan oetami, 2012). Reaksi
transesterifikasi dilakukan dengan variasi katalis (0,5; 1,0; 1,5; 2,0 %berat), variasi minyak: metanol
(1:1; 2:1; 3:1 berat/berat) dan variasi suhu (30, 50, 65, 70oC). Hasil reaksi transesterifikasi dihitung
nilai yield metil esternya.
2.2 Karakterisasi
Analisis Gas Chromatography (GC)
Biodiesel hasil produksi dengan variasi katalis KOH, rasio metanol:minyak dan suhu reaksi
dianalisis dengan alat Kromatografi Gas. Kromatografi gas ini digunakan untuk mengetahui
konsentrasi metil ester yang terkandung dalam biodiesel. Yield biodiesel dari minyak kemiri sunan
dapat ditentukan dengan Persamaan 1 (Yang dkk., 2011). Gas Chromatography (GC) 7600 jenis
detektor yang digunakan adalah Flame Ionization Detector (FID), kolom kapiler yang berjenis
nonpolar EC-TM5-(5% phenyl)-methyl polixinoxane dengan panjang kolom: 30 m diameter kolom
(id): 0,25 m dan film thickness: 0,25 µm. Kondisi operasi yang digunakan dengan suhu oven 200 oC
(2 menit) (5 oC /menit 220 oC, 2menit) (4 oC /menit 250 oCmenit) suhu inlet 250 oC, suhu detector 250
o
C, running 17 menit. Biodiesel sebanyak 70 mg dilarutkan dalam 1 ml n-heksana, lalu disuntikkan
pada GC dengan microliter syringe.
Yield=𝑊𝑊⁄𝑊𝑊.C.100% ................................................................ (1)
𝑊𝑊
Keterangan :
Wb = berat biodiesel hasil reaksi (gram), Wa = berat minyak sebelum reaksi (gram)
Ci = Konsentrasi biodiesel yang diinjekan (ppm), C = Konsentrasi biodiesel (ppm)
Angka asam (Acid Number)

3
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

Angka asam dapat diperoleh dari minyak nabati murni dalam pelarut organik tertentu (alkohol 95%
netral) dengan penitraan dengan basa (NaOH atau KOH). Analisis angka asam dilakukan dengan
metode titrasi sesuai dengan ASTM D 664
Densitas
Analisis densitas menggunakan alat piknometer dengan metode ASTM D-4052.
Viskositas
Viskositas biodiesel diukur dengan alat Kinematic Viscometer Bath metode ASTM D-445.
Angka Setana (Cetane Number)
Analisis nilai angka setane ditentukan dengan alat octane meter sesuai ASTM D-613.
Residu Karbon
Massa residu karbon biodiesel dapat dianalisis dengan metode ASTM D-4530

Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian ini, produksi biodiesel dari minyak kemiri sunan (Reautealis trisperma oil)
dengan menggunakan katalis KOH. Produksi biodiesel dari minyak kemiri sunan dilakukan dengan
dua tahap reaksi yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Reaksi esterifikasi dilakukan dengan
mereaksikan minyak dan metanol menggunakan katalis asam sulfat, dilanjutkan dengan reaksi
transesterifikasi menggunakan katalis basa KOH. Pada reaksi transesterifikasi dilakukan variasi
konsentrasi katalis (0,5; 1,0; 1,5; 2,0 %berat), variasi rasio berat minyak:metanol (1:1; 2:1; 3:1
berat/berat) dan variasi suhu (30; 50; 65;70 oC) untuk memperoleh yield optimum. Biodiesel hasil
transesterifikasi dicuci, ditimbang dan dianalisis dengan gas kromatografi untuk menentukan yield
biodiesel. Selanjutnya, hasil biodiesel tersebut dilakukan beberapa karakterisasi, yaitu angka asam,
densitas, viskositas, angka setana dan residu karbon. Hasil karakterisasi biodiesel dibandingkan
dengan standart ASTM D6751-02 dan SNI 04-7182.
Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Bebas Minyak Kemiri Sunan
Reaksi esterifikasi pada produksi biodiesel dilakukan untuk mengurangi nilai Free Fatty Acid
(FFA) dari minyak dengan meminimalkan terbentuknya sabun pada reaksi transesterifikasi (Yingying
dkk., 2012). Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol
menggunakan katalis asam. Hasil reaksi esterifikasi terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bawah yang
merupakan trigliserida dan produk hasil reaksi esterifikasi sedangkan lapisan atas berupa metanol sisa
yang tidak bereaksi dan H2O. Lapisan bawah yang berupa trigliserida dan hasil esterifikasi dipisahkan
dari lapisan atas dengan corong pisah. Hasil reaksi esterifikasi tersebut ditentukan kandungan FFA,
dan diperoleh kandungannya sebesar 0,08%. Pada penelitian ini, didapati bahwa reaksi esterifikasi
dapat mengkonversi FFA minyak kemiri sunan sebesar 96,43%. Marchetti dan Errazu (2008)
melaporkan hal yang serupa yaitu reaksi esterifikasi dengan katalis H2SO4 dapat mengkonversi nilai
FFAdari trigliserida sebesar 96%. Pada penelitian ini lapisan bawah hasil reaksi esterifikasi dengan
kandungan FFA < 1 % dilanjutkan ke tahap reaksi selanjutnya yaitu transesterifikasi.

Reaksi Transesterifikasi Minyak Kemiri Sunan


Pada penelitian ini minyak hasil pemisahan dari reaksi esterifikasi yang mengandung nilai
FFA 0,08% dilanjutkan ke tahap reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa kalium
hidroksida dan metanol selama 1 jam. Hasil reaksi transesterifikasi menunjukkan dua lapisan yaitu
lapisan polar dan non polar sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 Lapisan polar dimungkinkan
berupa metanol sisa,gliserol, hasil samping reaksidan sisa katalis KOH. Lapisan non polar
dimungkinkankandungan utama biodiesel, sisa minyak kemiri sunan yang tidak bereaksi,serta
senyawa polar yang mungkin juga ada misalnya metanol, gliserol dan katalis. Lapisan bawah yang
merupakan biodiesel dicuci. Pencuciannya dilakukan dengan penambahan etanol dan air panas
berulang kali sampai biodiesel berwarna kuning. Etanol untuk menghilangkan sisa katalis (KOH)
sedangkan air untuk menetralkan pH biodiesel. Biodiesel yang telah dicuci dipanaskan untuk
menghilangkan sisa air. Biodiesel yang sudah jernih ditimbang untuk menentukan yield yang
dihasilkan dari biodiesel.

4
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

a. Lapisan polar c. Biodiesel


hasil
pencucian
b. Lapisan
nonpolar

Gambar 1. Hasil reaksi transesterifikasi minyak kemiri sunan dengan dua lapisan yaitu (a) Lapisan
polar, (b) Lapisan non polar dan (c) hasil pencucian

Pada reaksi transesterifikasi, kondisi reaksi sangat penting untuk mendapatkan yield yang
optimum. Xu dan Hanna (2009) melaporkan bahwa biodiesel dapat dihasilkan dari minyak biji kedelai
dengan reaksi transesterifikasi selama 80 menit, suhu reaksi 65oC, dan konsentrasi katalis 0,7 %berat
minyak menghasilkan yield optimum 99%. Optimasi dilakukan pada reaksi transesterifikasi
menggunakan variasi konsentrasi katalis basa homogen (KOH dan NaOH) (0,1-0,9% berat), suhu (25-
85 oC) dan metanol. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi konsentrasi
katalis, rasio berat minyak dengan metanol dan suhu reaksi pada reaksi transesterifikasi.

Penentuan Jenis Metil Ester Biodiesel Minyak Kemiri Sunan


Biodiesel yang diproduksi melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi ditentukan jenis metil
esternya dengan analisis secara kualitatif menggunakan teknik Gas Chromatography (GC). Selain
itu, GC juga digunakan untuk analisis kuantitafif untuk menentukan konsentrasi metil ester dengan
menambahkan internal standart metil heptadekanoat.

Analisis Kualitatif Jenis Metil Ester


Biodiesel yang diproduksi dari minyak kemiri sunan dianalisis jenis metil esternya dengan
instrumen Gas Kromatografi (GC). Jenis meti ester biodiesel dapat diketahui dari waktu retensi
biodiesel yang dibandingkan dengan waktu retensi larutan standart. Larutan standart yang digunakan
pada penelitian ini antara lain metil palmitat, metil stearat, dan metil oleat. Pada Gambar 2 (a), (b), (c)
menunjukkan kromatogram larutan standart untuk metil palmitat muncul disekitar menit ke-3,7, metil
oleat disekitar menit ke-5,6, dan metil stearat disekitar menit ke-5,8.
Gambar 2 (e) menunjukkan contoh kromatogram biodiesel yang dihasilkan pada kondisi reaksi
transesterifikasi dengan konsentrasi katalis KOH 1% berat, rasio berat minyak:metanol 1:1 dan suhu
reaksi 65oC. Waktu retansi kromatogram biodiesel dibandingkan dengan waktu retensi larutan
standart menunjukkan biodiesel minyak kemiri sunan mengandung beberapa metil ester.
Kromatogram metil ester biodiesel minyak kemiri sunan untuk metil palmitat muncul pada menit ke-
3,7 menit, metil oleat muncul pada menit ke- 5,6, dan metil stearat muncul pada menit ke 5,8. Analisis
gas kromatografi diatas menunjukkan bahwa biodiesel dari minyak kemiri sunan mengandung 3 metil
ester antara lain metil palmitat, metil stearat danmetil oleat. Puncak pada waktu retensi 4,6 menit
adalah metil heptadekanoat ditunjukkan pada Gambar 2 (d). Metil heptadekanoat digunakan sebagai
standart internal pada analisis kuantitatif biodiesel.

5
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

(a) 5,8

5,6
(b)

4,6
(c)

3,7
(d)

3,741
5,623

4,6
(e) 5,855

Gambar 2. Kromatogram (a) metil stearat, (b) metil oleat, (c) metil heptadekanoat, (d) metil
palmitat, (e) biodiesel yang diproduksi dengan menggunakan katalis KOH 1% berat, rasio berat
minyak:metanol 1:1 dan suhu reaksi 65oC selama 1 jam.

Analisis Kuantitatif kandungan Metil Ester


Biodiesel yang diproduksi dari minyak kemiri sunan dilakukan analisis kuantitatif dengan
instrumen Gas Kromatografi (GC). Analisis kuantitatif biodiesel digunakan untuk menentukan
konsentrasi metil ester. Pada penelitian ini penentuan konsentrasi metil ester menggunakan standart
internal metil heptadekanoat. Standart internal merupakan larutan yang ditambahkan pada sampel
untuk mengurangi tingkat kesalahan dari analisis dengan instrumen GC.
Penentuan konsentrasi metil ester dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan standart, misalnya
larutan standart metil oleat. Penentuan konsentrasi metil oleat dilakukan variasi konsentrasi kemudian
di analisis dengan instrument GC sehingga diperoleh luas puncak. Kurva kalibrasi metil oleat
diperoleh dari plot hubungan antara rasio area dan konsentrasi metil oleat. Rasio area diperolah dari
pembagian luas puncak dari metil oleat dengan luas puncak standart internal metil heptadekanoat.
Kurva kalibrasi ini diperoleh persamaan linier untuk menentukan konsentrasi metil oleat dari
biodiesel ditunjukkan pada Gambar 3.

6
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

10
Metil Oleat

Rasio area*
y = 2,76.10-4x + 0,271
5 R² = 0,994

0
0 20000 40000
Konsentrasi (ppm)
*Rasio area = area metil oleat pada biodiesel/area internal standart
Gambar 3. Kurva kalibrasi Metil Oleat

Gambar 2 (e) adalah kromatogram GC dari sampel biodiesel yang menunjukkan puncak-puncak
dengan waktu retensi yang sesuai dengan metil ester eksternal standart. Metil palmitat, metil oleat,
metil stearat pada sampel biodiesel diperoleh luas puncak berturut-turut 29444, 38565, 10697. Luas
puncak metil ester dibagi dengan standart internal dengan luas puncak 2653, diperoleh rasio area.
Rasio area metil ester dimasukkan dalam persamaan linier masing-masing larutan standart untuk
menentukan konsentrasi. Konsentrasi biodiesel diperoleh dengan menjumlahkan ketiga konsentrasi
metil ester tersebut. Konsentrasi biodiesel digunakan untuk menentukan yield biodiesel. Berdasarkan
pada Persamaan 2, yield biodiesel diperoleh dengan mengalikan berat hasil biodiesel per berat awal
minyak dengan konsentrasi metil ester yang terdapat pada biodiesel kemiri sunan (Yang dkk., 2011).
𝑊𝑊⁄
Yield = 𝑊𝑊 . C . 100% ............................................................. (2)
𝑊𝑊
Keterangan :
Wb = Berat biodiesel hasil reaksi (gram)
Wa = Berat minyak sebelum reaksi (gram)
Ci = Konsentrasi biodiesel yang disuntik ke GC (ppm)
C = Konsentrasi biodiesel (ppm)
Berat minyak kemiri sunan awal sebesar 30 gram. Berat biodiesel (konsentrasi katalis KOH 1%
berat, rasio metanol:minyak 1:1 (berat/berat) dan suhu 65oC) yang diperoleh sebesar 26,06 gram.
Yield biodiesel diperoleh sebesar 96,91 %.
Pengaruh Kondisi Reaksi Transesterifikasi terhadap Yield Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan
Kondisi reaksi transesterifikasi memiliki peran penting untuk mendapatkan yield biodiesel yang
optimum. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengoptimasi yield biodiesel,
diantaranya adalah konsentrasi katalis, rasio metanol:minyak dan suhu reaksi (Agarwal dkk., 2012).
Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi kondisi reaksi tersebut.
 Pengaruh Konsentrasi Katalis
Pada reaksi transesterifiasi untuk mendapatkan yield biodiesel yang optimum dilakukan variasi
konsentrasi katalis (Goodrum dan Geller, 2005). Konsentrasi katalis KOH yang dipelajari pada
penelitian ini adalah 0,5; 1,0; 1,5;dan 2,0 % berat minyak. Kondisi reaksi transesterifikasi dilakukan
pada suhu reaksi 65oC dan rasio minyak:metanol 2:1 (berat/berat) selama 1 jam. Minyak kemiri sunan
secara visual berwarna coklat dan keruh. Hasil yang diperoleh setelah reaksi transesterifikasi dengan
variasi konsentrasi katalis adalah biodiesel dengan warna kuning dan jernih.
Variasi konsentrasi katalis menghasilkan yield dan jumlah kandungan metil ester yang berbeda
pada setiap variasinya. Yield dan kandungan metil ester pada biodiesel dengan variasi konsentrasi
katalis ditunjukkan pada Tabel 1. Jumlah metil ester pada konsentrasi 0,5 dan 1% didominasi oleh
metil oleat, sedangkan pada konsentrasi katalis 1,5% dan 2,0% didominasi metil palmitat. Pada
konsentrasi 1% diperoleh yield optimum biodiesel sebesar 86,92% dengan kandungan metil oleat
yang besar yaitu 57,23% dibandingkan dengan metil palmitat dan stearat 27,55% dan 15,22%.
Berbeda halnya dengan konsentrasi 0,5% diperoleh yield biodiesel yang kecil yaitu 50,57% dengan

7
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

kandungan metil oleat 45,83%. Pada konsentrasi katalis 1,5% dan 2% diperoleh hasil yang serupa
yaitu yield biodiesel kecil dengan didominasi oleh metil palmitat sebesar 36,51%dan 40,59%.
Giakaumis dkk (2012) melaporkan hal yang serupa kandungan metil ester dari Rice bran oil (minyak
dedak padi) didominasi metil oleat 42,35% dan metil palmitat 18,12%.Sementara itu, Li dkk (2012)
telah melaporkan juga bahwa biodiesel berbahan dasar minyak Xanthoceras sibifolia mempunyai
kandungan utama yaitu metil linoleat dan metil oleat berturut-turut 41,27 % dan 29,04 %.
Pengaruh konsentrasi katalis terhadap yield biodiesel ditunjukkan pada Gambar 4. Pada
konsentrasi 0,5-1,0 %berat menunjukkan semakin tinggi konsentrasi katalis KOH yang digunakan
untuk reaksi transesterifikasi akan menghasilkan yield biodiesel yang semakin besar. Peningkatan
nilai yield biodiesel tersebut dapat dilihat pada konsentrasi 0,5 %berat minyak diperoleh yield 50,57%
dan pada konsentrasi 1 %berat minyak sebesar 86,92%. Nilai yield biodiesel pada konsentrasi katalis
0,5% berat minyak nilainya lebih rendah dari pada konsentrasi 1 %berat minyak. Hal ini
dimungkinkan karena katalis yang digunakan untuk reaksi transesterifikasi terlalu sedikit, sehingga
hanya sebagian reaktan yang bereaksi membentuk produk biodiesel (Yang dkk., 2009). Yield biodiesel
berkurang setelah konsentrasi lebih dari 1 %berat minyak, yang mungkin disebabkan reaksi
penyabunan. Fenomena ini diamati, sulitnya pemisahan antara gliserol dengan metil ester dikarenakan
meningkatnya emulsifikasi pada metil ester dan gliserol. Hasil ini sesuai dengan biodiesel yang
diperoleh dari minyak sisa penggorengan menggunakan katalis basa homogen KOH. Nilai yield
biodiesel meningkat dengan meningkatnya konsentrasi katalis, dan menurun setelah konsentrasi
katalis 1%, yang dikarenakan biodiesel membentuk partikel sabun dan akan membentuk emulsi
dengan sabun saat pencucian [1].

Tabel 1. Yield dan kandunganmetil ester biodieselminyak kemiri sunan yang diproduksi dengan
variasi konsentrasi katalis.
No. Konsentrasi katalis Jenis metil ester (%) Yield (%)
KOH (%) Palmitat Stearat Oleat
1. 0.50 32,33 21,84 45,83 50.57
2. 1.00 27,55 15,22 57,23 86.92
3. 1.50 36,51 35,13 28,36 56.61
4. 2.00 40,59 20,69 38,72 37.81

Efektifitas penggunaan katalis KOH pada reaksi transesterifikasi dapat diketahui dengan
menghitung nilai TOF (Turn over frequency). Penentuan nilai TOF biodiesel dapat ditentukan dari
perbandingan nilai mol metil ester (produk) dengan jumlah mol sisi aktif katalis per waktu reaksi.
Nilai TOF yang besar menunjukkan bahwa katalis efektif untuk reaksi. Pada penelitian ini nilai TOF
katalis 0,5; 0,1; 1,5; 2,0 % berat minyak berturut-turut 58,30; 52,43; 15,95; 14,05%. Pada konsentrasi
0,5 % diperoleh nilai TOF yang besar menunjukkan efektifitas yang baik. Namun pada konsentrasi ini
diperoleh yield yang sedikit disebabkan jumlah katalis yang digunakan pada konsentrasi ini lebih
sedikit. Pada konsentrasi 1,0% nilai TOF nya lebih kecil dibandingkan 0,5 %, akan tetapi diperoleh
nilai yield yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi 1% memiliki efektifitas yang baik
untuk waktu reaksi ini. Pada konsentrasi 1,5 % dan 2,0 % memiliki nilai TOF dan yield yang rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut kurang efektif terhadap reaksi karena katalis
yang digunakan terlalu banyak dan terjadi reaksi penyabunan yang menyebabkan yield biodieselnya
kecil.

 Pengaruh Rasio Minyak:Metanol


Yield biodiesel yang optimal selain dipengaruhi konsentrasi katalis KOH juga dipengaruhi oleh
rasio berat minyak:metanol. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan, untuk
mendapatkan produk yang banyak maka digunakan alkohol dalam jumlah berlebih agar reaksi
bergeser ke produk (Fu dkk, 2012). Pada penelitian ini reaksi transterifikasi dilakukan variasi rasio
minyak:metanol (1:1, 2:1, 3:1) dengan konsentrasi katalis 1% berat minyak dan suhu 65oC. Hasil
biodiesel yang diperoleh dengan variasi rasio berat minyak:metanol yaitu berwarna kuning dan
jernih.

8
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

Tabel 2. Yield dan kandungan metil ester biodiesel minyak kemiri sunan yang diproduksi dengan
variasi rasio berat minyak:metanol.
Variasi rasio minyak dengan metanol menghasilkan yield dan jumlah kandungan metil ester yang
berbeda. Yield dan kandungan metil ester pada biodiesel dengan variasi rasio minyak dengan metanol
Jenis metil ester (%)
Rasio berat
No. Yield (%)
minyak:metanol Palmitat Stearat Oleat

1. 1:1 28,15 16,30 55,55 96,91

2. 2:1 27,55 15,22 57,23 86,92

3. 3:1 19,55 33,96 46,49 42,33

ditunjukkan pada Tabel 2. Jumlah metil ester pada variasi rasio minyak:metanol seluruhnya
didominasi oleh metil oleat. Pada rasio minyak:metanol 1:1 memiliki yield biodesel paling optimum
96,91% dengan kandungan metil oleat besar yaitu 55,55% dibandingkan dengan metil palmitat
15,30% dan stearat 28,15%. Berbeda halnya dengan rasio minyak:metanol (2:1) diperoleh yield
biodiesel yang kecil yaitu 86,92% dengan kandungan metil oleat yang besar 57,23%. Pada rasio
minyak:metanol 3:1 diperoleh yield biodiesel terkecil yaitu 47,33% dengan kandungan metil oleat
cukup kecil 46,49% dibandingkan dengan vaiasi rasio yang lain.
Nilai yield biodiesel dengan variasi rasio berat minyak:metanol 1:1; 2:1; dan 3:1 (berat/berat)
berturut-turut 96,91; 86,92 dan 47,33%. Yield biodiesel optimum diperoleh dari variasi
metanol:minyak (1:1) yaitu sebesar 96,91%, hal ini dikarenakan jumlah metanol yang digunakan
dalam reaksi berlebih sehingga akan menggeser reaksi ke produk (Dermibas, 2007). Agarwal dkk
(2012) melaporkan produksi biodiesel menggunakan katalis KOHdari minyak limbah penggorengan
menunjukkan bahwa rasio minyak:metanol sangat berpengaruh pada hasil yield biodiesel. Semakin
tinggi rasio minyak:metanol maka yield biodiesel yang dihasilkan juga semakin besar, akan tetapi jika
jumlah metanol yang digunakan untuk produksi biodiesel terlalu besar, maka pemisahan gliserol
menjadi sulit dan mengakibatkan turunnya nilai yield biodiesel. Penurunan yield biodiesel ditunjukkan
dengan rasio berat minyak :alkohol 1,5:1 diperoleh yield biodiesel 98,5% dan dengan rasio berat
minyak :alkohol 1:3,3 diperoleh yield 94,1% (Wang dkk., 2012). Pada penelitian ini diperoleh rasio
berat minyak metanol optimal yaitu pada rasio berat minyak:metanol (1:1), dilihat dari yield yang
dihasilkan sebesar 96,91%.

9
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

96,91%
86,92 %

Yield (%)

42,33 %

Rasio metanol:minyak (berat/berat)


Gambar 4. Pengaruh variasi rasio berat:minyak:metanol 1:1; 2:1; 3:1 (berat/berat) dengan yield
biodiesel pada reaksi transesterifikasi dengan kondisi konsentrasi katalis 1% berat
minyak dan suhu 65oC selama 1 jam.
Karakterisasi
Karakteristik biodiesel pada kondisi optimum, yaitu biodiesel yang diproduksi dengan menggunakan
katalis KOH 1% berat, rasio berat minyak:metanol 1:1 dan suhu reaksi 65 oC selama 1 jam. Pada
kondisi optimum ini diperoleh angka asam 0,55 mgKOH/gram, densitas 0,89 gram/cm3, viskositas
9,33 cSt, angka setana 63,3 dan residu karbon 0,25 % berat/berat. Nilai karakteristik biodiesel kemiri
sunan dengan beberapa variasi kondisi secara umum berada pada rentang angka asam 0,41-0,56
mgKOH/gram, densitas 0,89-0,91 gram/cm3, viskositas 8,28-12,70 cSt, angka setana 58,2-63,3 dan
residu karbon 0,23-0,59 %berat/berat.

Kesimpulan
Rekayasa produksi biodiesel dari minyak kemiri sunan (Reutealis trisperma oil) dengan katalis
KOH diperoleh kondisi optimum reaksi transesterifikasi pada suhu 65oC, konsentrasi katalis 1,0 %,
rasio berat minyak:metanol 1:1 (berat/berat), selama 1 jam dengan yield 96,91 %. Karakteristik
biodiesel tersebut diperoleh angka asam 0,55 mgKOH/gram, densitas 0,89 gram/cm3, viskositas 9,33
cSt, angka setana 63,3 dan residu karbon 0,25 % berat/berat. Nilai karakteristik biodiesel kemiri sunan
dengan beberapa variasi kondisi secara umum berada pada rentang angka asam 0,41-0,56
mgKOH/gram, densitas 0,89-0,91 gram/cm3, viskositas 8,28-12,70 cSt, angka setana 58,2-63,3 dan
residu karbon 0,23-0,59 %berat/berat.

5.1 Saran
Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan proses pemurnian minyak kemiri sunan sehingga
diharapkan dapat diperoleh yield biodiesel yang lebih tinggi dan lebih murni. Selain itu juga perlu
dilakukan beberapa upaya untuk menangani karakteristik dari biodiesel kemiri sunan seperti
viskositas dan residu karbon agar memasuki rentang standart biodiesel SNI 04-7182 dan ASTM D-
6751.

10
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)

Daftar Pustaka

[1] Agarwal, M., Chauhan, G., Chaurasia, S.P., dan Singh, K. (2012), “Study of Catalytic Behavior of
KOH as Homogeneous and Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production”, Journal of the
Taiwan Institute of Chemical Engineers, Vol. 43, Hal. 89–94.

[2] Chitra, P., Venkatachalam, P., dan Sampathrajan, A. (2005), “ Optimisation of Experimental
Conditions for Biodiesel Production form Alkali Catalyzed Transesterification of Jatropha
curcas Oil, Energy Sustainable Development, Vol. 9, Hal.13–8.

[3] Encinar, J.M., Pardal, A., dan Martines, G. (2012), “Transesterification of Rapeseed Oil in
Subcrical Methanol Condition”, Fuel Processing technology, Vol. 6, Hal. 40-46.

[4] Giakoumis, A.G. (2012), “Statistical Investigation of Biodiesel Physical and Chemical Properties
and their Correlation with the Degree of Unsaturation: A Review”, Renewable Energy, Vol. 50,
Hal. 858-878.

[5] Goodrum, J.W dan Geller, D.P. (2005), “ Influence of fatty acid methyl esters from hydroxylated
vegetable oils on diesel fuel lubricity”, Biosource Tecnology 96, 851-855.

[6] Li, Y., Qiua, F., Yanga, D., Sunb, P dan Li, X. (2012), “Transesterification of Soybean Oil and
Analysis of Bioproduct”, Food and Bioproducts Processing, Vol. 90, Hal. 135–140.

[7] Prasetyoko, D dan Oetami, T.P. (2012), Uji pendahuluan intesis Biodiesel dari Minyak kemiri
sunan (reautealis trisperma oil) dengan katalis asam dan basa homogen, Hasil tidak
dipublikasikan.

[8] Wang, R., Zhou, W-W., Hanna, M.A., Zhang, Y-P., Bhadury, P.S., Wang, Y., Song, Bao-An,
Yang, S. (2012), “Biodiesel preparation, optimization, and fuel properties from non-edible
feedstock, Datura stramonium L”, Fuel, Vol. 91, Hal. 182-186.

[9] Xu, Y., dan Hanna, M., (2009), “Synthesis and Characterization of Hazelnut Oil-Based Biodiesel”,
Biological Systems Engineering: Papers and Publications. Vol. xxx, Hal.114.

[10] Yang, R., Su, M., Zhang, J., Jin, F., Zha C., Li, M dan Hao, X. ( 2011), Biodiesel Production
from Rubber Seed Oil Using Poly (Sodium Acrylate) Supporting NaOH as A Water-Resistant
Catalyst, Bioresource Technology, Vol. 102, Hal. 2665-2671.

[11] Yingying, L., Houfang, L., Wei, J., Dongsheng L, Shijie, L dan Bin, L. (2012), Biodiesel
Production from Crude Jatropha curcas L. Oil With Trace Acid Catalyst, Chinese Journal of
Chemical Engineering, Vol. 20, Hal.740-746.

11
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK CURAH SECARA


KONTINU DENGAN REAKTOR TIPE TUBULAR

Erlinda N, Yustia Wulandari M, Nur Huda W. S., Ervan Yoga P


Laboratorium Energi Terbarukan Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Adhi Tama
Surabaya 60111
Mobile phone 085230667066
Email: erlindaningsih84@gmail.com

ABSTRACT

Biodiesel is one of the alternative energy and environmentally friendly substitutes that can be used as
fuel in order to reduce fuel usage. This study aims to assess the performance of a tubular reactor in the
process of making biodiesel from used cooking oil. This study used two variables, percent catalyst: 1.5;
2; 2.5; 3 and the molar ratio of methanol Oil: 4: 1,5: 1,6: 1,7: 1. The process of making biodiesel takes
place continuously. From the results showed that the type of tubular reactor with continuous processes
can be produced according to ASTM standard biodiesel and FAME% 97.7% at a molar ratio of 4: 1 and
the catalyst 3% and more economical.

Key words : biodiesel, continu, reactor tubular

ABSTRAK

Biodiesel merupakan salah satu energy alternatif dan ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai
penggati BBM dalam rangka menurunkan penggunaan BBM. Penelitian ini berujuan untuk mengkaji
performa dari reactor tubular dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak curah. Dalam penelitian ini
digunakan dua variable, yaitu persen katalis : 1.5; 2;2.5;3 dan molar ratio Methanol Minyak :
4:1,5:1,6:1,7:1. Proses pembuatan biodiesel ini berlangsung secara kontinyu. Dari hasil menunjukkan
bahwa reactor tipe tubular dengan proses kontinu dapat dihasilkan biodiesel sesuai standar ASTM dan
%FAME 97.7% pada molar ratio 4:1 dan katalis 3% serta lebih ekonomis.

Kata kunci:.biodiesel, kontinyu, reactor tubular

PENDAHULUAN
Umumnya pembuatan biodiesel menggunakan proses transesterifikasi dengan metode
batch, dimana proses tersebut terjadi pencampuran serta pengadukan antara bahan baku utama
biodiesel dengan katalis secara bersamaan dan adanya proses pendiaman dalam selang waktu
tertentu sampai terbentuk 2 lapisan (Anshary,dkk, 2012). Ada metode lain dalam pembuatan
biodiesel, yaitu metode kontinyu dengan menggunakan plug flow reactor. Metode kontinyu
memiliki keuntungan dibandingkan dengan metode batch yaitu kemudahan pengendalian
reaksinya,kekompakannya karena kebutuhan ruangan yang relatif kecil, serta kemudahan
melakukan scaling untuk produksi berskala besar (Buasri,dkk, 2012).

- 211 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Dari penelitian sebelumnya (Heny, 2011)dari rancang reaktor alir berisian (fixed bed) yang
digunakan untuk pembuatan biodiesel secara kontinyu,dapat menghasilkan biodiesel dengan %
FAME tertinggi 98% pada rasio mol methanol dengan mol minyak 7:1 dan % katalis 2% dari berat
minyak, didapat kualitas biodiesel yang memenuhi standar ASTM. Sedangkan Busari dkk (2012)
telah melakukan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak jarak dengan reactor fixed bed secara
kontinu menghasilkan % yield 86% pada ratio molar methanol/minyak 16 dan panjang katalis
250mm. Pada penelitian kali ini reaktor yang akan digunakan adalah type tubular yang bertujuan
untuk mengetahui performa reactor tipe tubular dalam pembuatan biodiesel dari minyak curah
secara kontinyu.

TINJAUAN PUSTAKA

Reaktor Tubular
Reaktor tubular ada bermacam macam,antara lain adalah :
a. Plug flow reactor :Biasanya berupa gas-gas,cair-cair dimana reaksi tidak menimbulkan
panas yang terlalu tinggi. Reaktor ini memiliki aliran yang optimal untuk kecepatan reaksi
tetapi cukup sulit untuk alat transfer panasnya.
b. Shell And Tube Reactor :Seperti reactor pipa di atas tetapi berupa beberapa pipa yang
disusun dalam sebuah shell, reaksi berjalan di dalam pipa-pipa pemanas/pendingin di shell.
Alat ini digunakan apabila dibutuhkan sistem transfer panas dalam reaktor. Suhu dan
konversi tidak homogen di semua titik.
c. Fixed Bed :Reaktor berbentuk pipa besar yang didalamnya berisi katalisator padat. Bisanya
digunakan untuk reaksi fasa gas dengan katalisator padat. Apabila diperlukan proses
transfer panas yang cukup besar biasanya berbentuk fixed bed multitube, dimana reaktan
bereaksi di dalam tube-tube berisi katalisator dan pemanas/pendingin mengalir di luar tube
di dalam shell.
d. Fluidized Bed Reactor :Biasanya digunakan untuk reaksi fasa gas katalisator padat dengan
umur katalisator yang sangat pendek sehingga harus cepat diregenerasi.Atau padatan dalam
reaktor yang merupakan reaktan yang bereaksi menjadi produk.

Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang berasal dari sumber yang
terbarukan. Secara kimiawi, biodiesel merupakan campuran metil ester dengan asam lemak rantai
panjang yang dihasilkan dari sumber hayati seperti minyak nabati dan lemak hewani atau dari
minyak goreng bekas pakai. Minyak nabati merupakan sumber bahan baku yang menjanjikan bagi
proses produksi biodiesel karena bersifat terbarukan, dapat diproduksi dalam skala besar dan ramah
lingkungan.
Minyak nabati terdiri dari minyak pangan dan minyak non-pangan. Hingga saat ini lebih
dari 95% bahan baku proses produksi biodiesel berasal dari minyak pangan karena umumnya dapat
diproduksi di berbagai daerah dan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari minyak ini lebih
sesuai untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif selain bahan bakar diesel turunan minyak
bumi. Biodiesel memiliki beberapa keunggulan diantaranya :
1. Efisiensi pembakaran dan angka setana yang lebih tinggi dari pada bahan bakar diesel
turunan minyak bumi.

- 212 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

2. Biodiesel memiliki kandungan senyawa sulfur dan aromatik yang lebih rendah daripada
bahan bakar diesel sehingga emisi gas berbahaya hasil pembakarannya lebihrendah
daripada emisi bahan bakar diesel turunan minyak bumi .
3. Biodiesel juga dapat terdegradasisecara alami. Lebih dari 90% biodiesel dapat terdegradasi
secara biologis selama 21 hari.
Proses produksi biodiesel umumnya melalui reaksi transesterifikasi senyawa trigliserida
yang terkandung didalam minyak atau lemak. Reaksi transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan
viskositas minyak atau lemak agar dapat memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar. Terdapat
berbagai metode reaksi transesterifikasi melalui berbagai variasi bahan baku, jenis alkohol, katalis,
temperatur reaksi, waktu reaksi, jenis reaktor dan proses pemisahan.

METODE

Bahan Baku
Minyak kelapa sawit curah dan katalis yang digunakan adalah larutan metoksida (methanol +
NaOH).

Alat Penelitian
Feed yang digunakan adalah minyak kelapa sawit curah dan katalis yang digunakan adalah
larutan metoksida (methanol + NaOH).

PALM OIL

METOKSID
T
A
Valve 4
thermometer

separator

Heater Valve 3
TURBULAR
Valve 2
PI

Valve 1

Valve 5

Valve 6

- 213 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Gambar 1 Desain Reactor Turbular

Prosedur Penelitian
1. Menyiapkan minyak curah 5 L masukan dalam tangki 1
2. Membuat larutan metoksida pada tangki 2
3. Pastikan untuk valve 3 , valve 5 dan valve 6 tertutup
4. Nyalakan heater dan pompa, pantau suhu melalui thermometer, jaga suhu stabil dengan
mengatur on/off heater pada 50 ⁰C.
5. Atur valve 3 dan valve 4 untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran di dalam tubular,
run pompa selama 15, 30, 45 menit
6. Atur bukaan valve 5 dan 6 untuk mengatur interface antara biodiesel dan gliserol
7. Run sampai seluruh feed habis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengaruh Ratio Molar Minyak Methaol
Pembuatan biodiesel ini prosesnya berlangsung secara kontinu pada temperatur 50 oC.
Reaksi dilakukan terhadap minyak curah dengan Molar ratio 4:1;5:1;6:1;7:1 dan persen katalis
1.5;2;2.5;3.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada molar ratio 4:1 didapatkan 0.8826 g/cm3.
Pada molar ratio 6:1 dan 7:1 cenderung turun. Fenomena ini tidak berpengaruh pada speksifik dari
biodiesel. Densitas biodiesel yang dihasilkan masih memenuhi standart ASTM densitas untuk
biodiesel adalah antara 850-890 kg/m3(Henny,2011). Hal ini terlihat pada Gambar 2.
Pada Gambar 4 menunjukkan semakin naik molar ratio methanol minyak berpengaruh
pada kenaikan % yield yang dihasilkan. Jumlah reaktan yang bereaksi berpengaruh pada yield yang
dihasilkan.

0.882

0.880

0.878
Densitas

0.876

0.874

0.872

0.870
4:1 5:1 6:1 7:1
Molar Rasio Metanol : Minyak

Gambar 2 Grafik Hubungan Molar Ratio Metanol Minyak dengan Densitas

- 214 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

90.0%
88.0%
86.0%
84.0%
82.0%

%Yield
80.0%
78.0%
76.0%
74.0%
72.0%
70.0%
4:1 5:1 6:1 7:1
Molar Rasio Metanol : Minyak

Gambar 3 Grafik Hubungan Molar Ratio Metanol Minyak dengan Yield

Pengaruh Katalis
Persentase katalis NaOH yang ditambahkan pada pembuatan biodiesel dengan
proses kontinu ini sangat berpengaruh terhadap yield biodiesel yang diperoleh. Pada
Gambar 4 menyajikan pengaruh % katalis dengan % yield pada molar ratio 7: 1. Pada
Gambar 4 menunjukkan pengaruh semakin besar %katalis semakin naik pula % yield
biodiesel yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan teori semakin banyak katalis yang
ditambahkan menyebabkan reaksi yang berlangsung cepat sehingga yield yang didapatkan
cenderung banyak (Anshari,2011).

90.0%
85.0%
80.0%
75.0%
% Yield

70.0%
65.0%
60.0%
55.0%
50.0%
1.4 1.9 2.4 2.9 3.4
% katalis

Gambar 4 Grafik Hubungan % Katalis dan % Yield

Uji GCMS Biodiesel pada Molar Ratio 4:1 dan Katalis 3%

- 215 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Persen FAME yang didapat dengan menggunakan analisa GCMS. Biodiesel yang
dianalisakan pada molar ratio 4: 1 dan katalis 3% diperoleh persen FAME 97.7%. Fenomena ini
disebabkan penambahan katalis dan proses turbulensi yang membantu mempercepat terjadinya
reaksi. Hal ini lebih ekonomis dibandingkan yang dilakukan Henny (2011) diperoleh persen FAME
98% pada molar ratio 7:1 dan katalis 2% dengan penggunaan reactor model berisian. Penggunaan
reactor tipe tubular ini dapat meminimalis biaya pembuatan biodiesel khususnya untuk biaya
penggunaan katalis

Gambar 5 Kromatografi Biodiesel pada katalis 3% Molar Ratio 4:1

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan :


1. Reaktor tipe tubular yang telah dirancang dapat menghasilkan kualitas biodiesel yang
memenuhi standar ASTM pada molar ratio 4:1 dan 1.5% katalis
2. Penggunaan reaktor tipe tubular lebih ekonomis dengan molar ratio 4:1 dan katalis 3%
dapat mengasilkan biodiesel dengan % FAME 97.7%

DAFTAR PUSTAKA

Anshary, M.A., Damayanti, O., Roesyadi., A. 2012. Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Kelapa Sawit dengan Katalis Padat Berpromotor Ganda dalam Reaktor Fixed
Bed. Jurnal Teknik POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4
ASTM. 2002. Annual Book of ASTM Standar Section Five Petroleum Products,
Lubrication and fossil fuels. ASTM, America
Buasri, A., Chaiyut, N., Loryuenyong, V., Rodklum, C.,Chaikwen, T., Komphan, N.
2012. Continuous Process for Biodiesel Production in Packed Bed Reactor from
Waste Frying Oil using Pottasium Hydroxide Supported on Jatropha curcas Fruit
Shell as Solid Catalyst. Appl. Sci.2012, 2, 641-653;doi:10.3390/app2030641
- 216 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Dewajani, H. 2011. Pembuatan Biodiesel dari minyak Sawit secara Kontinyu dalam
Model Reaktor Berisian. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”, ISSN 1693-4393.

Acknowledgment / Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Institut Teknologi Adhi Tama
(ITATS) yang telah membantu terlaksananya penelitian ini dengan dana penelitian dosen
pemula

- 217 -

- 217 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Halaman ini sengaja dikosongkan

- 218 -
Jurnal DAUR LINGKUNGAN Februari 2018, Vol. 1 (1): 16-21 http://daurling.unbari.ac.id
ISSN 2615-1626

Analisis Minyak Jelantah Sebagai Bahan Bakar Biodiesel


dengan Proses Transesterifikasi
Hadrah*, Monik Kasman, Fitria Mayang Sari

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Batanghari


*e-mail : hadrah.hasan@gmail.com

ABSTRAK

Minyak jelantah merupakan minyak bekas yang telah dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan telah mengalami perubahan,
baik secara fisik maupun kimia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk minyak jelantah adalah
mengubah minyak jelantah menjadi bahan biodiesel. Pada penelitian ini pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dilakukan dengan
menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya melalui pretreatment guna menurunkan angka asam
pada minyak jelantah. Angka asam yang terlalu tinggi akan mempersulit pemisahan gliserol dari biodiesel sehingga produksi biodiesel
akan sedikit. Parameter uji kualitas biodiesel yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi mengacu pada baku mutu biodiesel
Indonesia SNI 7182:2015. Produksi biodiesel dari minyak jelantah pada eksperimen ini menggunakan variasi rasio larutan metanol dan
NaOH terhadap minyak jelantah yaitu 1 : 2 ; 1 : 4 dan 1 : 8. Hasil uji menunjukkan bahwa kualitas biodiesel telah memenuhi SNI
7182:2015 pada parameter viskositas, densitas dan uji nyala. Sedangkan Asam lemak bebas masih berada diatas baku mutu SNI
7182:2015.
Kata kunci : Minyak jelantah; Transesterifikasi; Biodiesel

ABSTRACT

Waste cooking oil is used oil that has been used for domestic purposes and has undergone changes, both physically and chemically.
One effort that can be done to reduce the adverse effects of used cooking oil is changed the material used cooking oil into biodiesel. In
this study of biodiesel production from waste cooking oil is done by using biodiesel transesterification reaction as generally through a
pretreatment in order to reduce the number of Free Fatty Acid in cooking oil. The high number of Free Fatty Acid will complicate the
separation of glycerol from biodiesel so that production of biodiesel will be slight. Test parameters of biodiesel quality produced by
transesterification process refers to the Indonesian biodiesel quality standard ISO 7182: 2015. The production of biodiesel from used
cooking oil in this experiment using variations methanol and sodium hydroxide solution ratio to the used cooking oil is 1: 2; 1: 4 and
1: 8. Test results showed that the quality of biodiesel is in compliance with ISO 7182: 2015 on the parameters of viscosity, density and
flame test. While the Free Fatty Acids remained above the quality standard ISO 7182: 2015.
Keywords : Waste cooking oil, Transesterification, Biodiesel

1. Pendahuluan mengolah kembali minyak jelantah yang telah menjadi


limbah sehingga memberi manfaat bagi masyarakat.
Minyak jelantah merupakan limbah yang
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan mengurangi dampak buruk minyak jelantah adalah
(Julianus, 2006). Pemakaian minyak jelantah yang mengubah minyak jelantah menjadi bahan biodiesel.
terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pada Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang
tubuh manusia seperti penyakit kanker. Sebuah diproduksi dengan menggunakan minyak nabati atau
penelitian menyimpulkan bahwa orang-orang yang lemak hewan melalui proses transesterifikasi atau
memasak dan mengkonsumsi makanan yang digoreng proses esterifikasi dengan bantuan alkohol dan katalis
dengan minyak jelantah lebih berisiko mengidap (Minyak goreng bekas) (Setiawati, 2012).
tekanan darah tinggi dibandingkan dengan mereka yang
Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan
sering mengganti minyak gorengnya untuk memasak.
dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi.
Jumlah produksi minyak jelantah di Indonesia yang Keunggulan dari biodiesel yaitu bahan bakar biodiesel
telah mencapai 4 juta ton/tahun (Rahkadima, 2011) dapat diperbaharui, ramah lingkungan, aman dalam
memerlukan penanganan yang baik agar tidak terjadi penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung
pencemaran lingkungan. Pembuangan minyak jelantah racun serta dapat memperkuat perekonomian negara
secara langsung (tanpa pengolahan) selain dapat dan menciptakan lapangan kerja (Sudradjat, 2008).
mengganggu badan air juga dapat merusak struktur
tanah karena menghambat pergerakan air pada pori-pori
tanah. Teknologi terbaik yang dapat diterapkan adalah

16
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)

Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis
menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
biodiesel pada umumnya, dengan pretreatment guna
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
menurunkan angka asam pada minyak jelantah. Angka
dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut :
asam yang terlalu tinggi akan mempersulit pemisahan
gliserol dari biodiesel sehingga produksi biodiesel akan
sedikit.
Ketentuan paling penting dalam pembuatan
biodiesel adalah kadar ester (minimal 96,5%), bilangan
asam (maksimum 0,5 mg KOH/gr).Kadar ester Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam
dipengaruhi oleh kualitas teknologi dan proses yang lemak bebas menjadi ester, pada transesterifikasi yang
digunakan, serta komposisi bahan baku yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi ester.
digunakan. Selain itu, parameter penting lainnya berupa Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi
kandungan sulfur, fosfor, logam alkali, total menjadi sangat penting ketika memilih bahan baku dan
kontaminasi, dan hasil gliserol yang tidak bereaksi. katalis. Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau basa,
sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis
Teknologi proses produksi biodiesel yang
oleh asam (Nourredine, 2010).
berkembang saat ini dapat dikelompokkan menjadi
proses satu tahap (transesterifikasi) dan proses dua Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi
tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Sedangkan minyak Transesterifikasi
yang memiliki nilai Free Fatty Acid (FFA) di atas 1%,
seperti minyak goreng bekas, sebaiknya menggunakan Menurut Arpiwi (2015), faktor–faktor yang
proses dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Minyak mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah sebagai
yang mengandung asam lemak bebas lebih dari 1% berikut:
akan membentuk formasi emulsi sabun yang 1. Lama Reaksi
menyulitkan pada saat pemisahan biodiesel.
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan
kadar asam lemak bebasnya meningkat akibat dari kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
proses pemanasan yang terus menerus, sehingga proses bertumbukan satu sama lain. Namun setelah
pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak
biasanya dilakukan melalui dua tahap proses yaitu mempengaruhi reaksi.
esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut Julianus
(2006), tahap esterifikasi diperlukan untuk 2. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak
mengesterifikasi asam lemak bebas Free Fatty Acid Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati
(FFA) dalam minyak bekas agar jumlahnya tidak terlalu sangat mempengaruhi dengan metil ester yang
banyak. Asam lemak bebas yang terlalu banyak akan dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang
membentuk banyak sabun sehingga akan mengurangi dugunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan
produksi biodiesel. bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol
Transesterifikasi dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses
industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1.
molekul trigliserida yang besar, bercabang dari minyak
nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, 3. Jenis katalis
molekul rantai lurus, dan hampir sama dengan molekul Katalis adalah suatu zat yang berfungsi
dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau lemak mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi
hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol) aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan.
dengan bantuan katalis (biasanya basa) yang Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat
menghasilkan alkil ester (atau untuk metanol, metil reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Tanpa katalis
ester) (Knothe et al., 2005 dalam herlina 2014) reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil 250oC. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan
ester adalah : massa katalis yang sama seperti pada awal kita
tambahkan. Katalis yang dapat digunakan dapat berupa
katalis homogen atau heterogen.
4. Suhu
Kecepatan reaksi transesterifikasi akan meningkat
pada suhu yang mendekati titik didih alhohol yang
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam
digunakan. Suhu selama reaksi transesterifikasi dapat
reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang
dilakukan pada rentang suhu 300C - 65°C dan dijaga
dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan
selama proses, tergantung dari jenis minyak yang
lambat. (Mittlebatch, 2004). Katalis yang bisa
digunakan. Dalam proses transesterifikasi perubahan
17
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)

suhu reaksi menyebabkan gerakan molekul semakin membentuk dua lapisan (membentuk dua fase) dan
cepat sehingga bisa mengatasi energi aktivasi. Suhu diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati
mempengahuhi viskositas dan densitas, karena dapat larut di dalam metanol.
viskositas dan densitas merupakan dua parameter fisis
penting yang mempengaruhi pemanfaatan biodiesel 2. Metode Penelitian
sebagai bahan bakar. Semakin tinggi suhu Sampel yang digunakan adalah minyak goreng
menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau bekas 2 - 3 kali penggorengan dari aktivitas rumah
energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksi makan dan katering di Kota Jambi. Pengujian kualitas
semakin besar sehingga tumbukan antara molekul biodiesel dilakukan di Laboratorium Lingkungan
pereaksi juga meningkat . Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi.
Penelitian dilakukan pada bulan (Juli - November
5. Pengadukan
2017).
Peningkatan kecepatan pengadukan meningkatkan
Alat yang dipakai pada penelitian ini yaitu gelas
kecepatan reaksi karena dengan pengadukan akan
ukur, labu ukur, erlenmeyer, gelas beaker, pipet tetes,
mempercepat pergerakan molekul dan memperbesar
pipet ukur, batang pengaduk, magnetic stirrer, gelas
peluang terjadinya tumbukan antar molekul.
kaca, timbangan, filler, spatula logam, corong gelas, hot
6. Lama Waktu Pengendapan (Settling) plate, buret, piknometer, stopwatch, bola logam,
pemanas bunsen, mikrometer skrup. Bahan-bahan yang
Lama waktu pengendapan berpengaruh pada proses
digunakan pada percobaan ini yaitu minyak jelantah,
tranesterifikasi 2 tahap yaitu melakukan dua kali proses
asam asetat, NaOH, Air, Methanol 99%, Indikator PP,
transesterifikasi. Pengendapan bertujuan untuk
dan Aquades.
memisahkan gliserol dan biodiesel. Waktu pengendapan
metil ester mempengaruhi bilangan asam. Ketika Pembuatan Reagen
pengendapan yang lebih lama, diduga tingkat oksidasi
pada proses dua tahap lebih tinggi dari pada proses satu  Larutan indikator Phenolphthalein (PP) 0,5 %
tahap. Hal ini mengakibatkan bilangan asam menjadi Timbang 0,5 gram Phenolphthalein dan larutkan
lebih tinggi. dalam 100 ml alkohol dalam labu ukur 100 ml.
 Larutan NaOH 0,1 N
7. Kandungan Air Timbang 1 gram NaOH dan masukkan dalam labu
Kandungan air yang berlebihan dapat menyebabkan ukur 250 ml, lalu larutkan dengan air suling.
sebagian reaksi dapat berubah menjadi reaksi sabun Pembuatan Biodiesel
atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun,
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan Cara pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dengan
dapat menyulitkan pemisahan antara gliserol dan proses transesterifikasi.
Biodiesel. 1. Minyak jelantah dipanaskan sampai suhu 1000C
untuk menghilangkan kandungan airnya. Gunakan
8. Methanol alat pengaduk untuk pengaduk untuk memudahkan
Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses penghilangan uap air. Setelah air yang mendidih
transesterifikasi adalah metanol dan etanol. Metanol dalam minyak mulai hilang, selanjutnya panaskan
merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam sampai suhu 1300C selama 10 menit dan
pembuatan biodiesel karena methanol (CH3OH) dinginkan.
mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau 2. Titrasi untuk menentukan banyaknya katalis
lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) (NaOH) yang diperlukan dengan cara :
karena metanol memiliki satu ikatan carbon sedangkan a) Siapkan alat titrasi terdiri buret dan gelas piala
etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga lebih kecil.
mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding b) Siapkan larutan 1 gram NaOH ke dalam 1 liter
air suling (larutan 0,1% NaOH).
dengan etanol.
c) Larutkan 1 ml minyak jelantah ke dalam 10 ml
9. Kosolven isopropil alkohol dipanaskan sambil diaduk
sampai campuran jernih.
Pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang lambat
d) Tambahkan 2 tetes larutan PP.
karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan
e) Isi buret dengan larutan NaOH 0,1% , teteskan
tersebut dapat di atasi dengan penambahan kosolven
larutan tersebut tetes demi tetes ke dalam
kedalam campuran minyak nabati, metanol dan katalis,
larutan minyak jelantah-alkohol-PP, sambil
sehingga penambahan kosolven bertujuan untuk
diaduk sampai larutan berwarna merah muda
membentuk sistem larutan menjadi berlangsung dalam
selama 10 detik.
satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa kosolven
f) Lihat pada buret, volume (ml) larutan 0,1%
ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil
NaOH yang digunakan dan tambahkan 5 maka
ester yang kurang signifikan dibanding penambahan
ketemu jumlah gram NaOH yang diperlukan
kosolven (Baidawi, A., 2007), Hal ini terjadi karena
perliter minyak.
adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati
dengan metanol, dalam metanol campuran reaktan

18
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)

3. Pendiaman dan pemisahan metil ester (minyak d) Minyak yang telah bersih dialirkan untuk
biodiesel) dengan gliserin. Cara pemisahannya memisahkan dengan air yang mengandung
adalah : sabun.
a) Proses dibiarkan sampai sempurna sedikitnya 8 e) Proses pencucian ini diulang 2-3 kali, tanpa
jam dan suhu dipertahankan pada 380C. penambahan asam. Pada pencucian ketiga,
b) Biodiesel akan berada di bagian atas dan biodiesel hasil pencucian dipanaskan untuk
gliserin ada dibagian bawah berwarna coklat menghilangkan air yang masih terikut. pH
gelap. Gliserin merupakan cairan kental yang biodiesel hasil pencucian mempunyai pH 7
dapat memadat dibawah suhu 380C. (netral).
c) Alirkan gliserin dengan hati-hati dari bagian 5. Pengecekan kualitas biodiesel. Biodiesel yang
bawah reaktor, sehingga biodiesel dapat akan digunakan untuk bahan bakar mesin diesel
dipisahkan kemudian ditempatkan di wadah seperti pada mobil memerlukan kualitas biodiesel
lain. yang tinggi.
d) Apabila gliserin memadat maka dapat
3. Hasil dan Pembahasan
dipanaskan kembali agar mencair.
e) Gliserin masih bercampurkan dengan sisa Produksi biodiesel dari minyak jelantah pada
reaktan dan alkohol, maka dinetralisasi eksperimen ini menggunakan variasi komposisi metanol
menggunakan asam mineral dan dipanaskan dan NaOH serta rasio larutan metanol dan NaOH
pada suhu 660C untuk mengambil kembali terhadap minyak jelantah yaitu 1 : 2 ; 1 : 4 dan 1 : 8
alkohol, sehingga diperoleh gliserin kemurnian seperti terlihat pada Tabel 1.
tinggi.
4. Hasil biodiesel sering tercampur dengan sabun. Berdasarkan hasil uji kualitas biodiesel dapat
disimpulkan bahwa biodiesel minyak jelantah telah
Biodiesel dicuci menggunakan air suling untuk
menghilangkan sabun dan sisa-sisa bahan lain. memenuhi standar baku mutu kecuali asam lemak bebas
Proses pencuciannya adalah sebagai berikut : (FFA) seperti terlihat pada Tabel 2.
a) Pada pencucian pertama, biodiesel ditambah Tabel 1. Perbandingan Rasio Metanol dan NaOH pada
sedikit larutan asam asetat, kemudian diaduk Sampel
agar terjadi netralisasi. Bahan Baku Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
(1:2) (1:4) (1:8)
b) Tuangkan air suling dalam wadah, kemudian
Minyak 500 500 500
dituangi biodiesel yang akan dicuci, kemudian jelantah (ml)
diaduk. NaOH (gr) 3,5 3,5 3,5
c) Setelah didiamkan antara 12-24 jam, minyak Metanol 99% 100 125 175
(ml)
biodiesel akan terpisah dengan air pencuci.
Sumber : Data Primer

Tabel 2. Hasil Uji Kualitas Biodiesel


Hasil Penelitian
Parameter Baku Mutu
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
Densitas (gr/ml) 0,87 0,87 0,87 0,85-0,87
Asam lemak bebas (%) 1,22 1,01 1,42 0,8
Viskositas kinematic mm2/ s (cSt) 3,93 4,01 4,31 2,3-6,0
Uji nyala Menyala Menyala Menyala -
Sumber : Data Primer

Jumlah metanol tidak berpengaruh terhadap densitas


biodiesel namun besarannya menunjukkan bahwa
densitas biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi 1 0.87 0.87 0.87
persyaratan pada spesifikasi minyak biodiesel yaitu 0,87
gr/ml (Gambar 1). Densitas yang diperoleh telah 0.8
Densitas (gr/ml)

memenuhi standar baku mutu SNI 7182:2015 yaitu 0,85


0.6
- 0,87 gr/ml.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
0.4
Adhari, dkk (2016), didapatkan densitas biodiesel
yang dihasilkan yaitu 866,50 kg/m3 sudah sesuai 0.2
dengan standar SNI. Jika nilai densitas biodiesel sesuai
dengan standar mutu (SNI) maka penggunaannya dapat 0
menghasilkan pembakaran yang sempurna, sedangkan 1:2 1:4 1:8
biodiesel dengan densitas yang melebihi standar SNI Rasio NaOH : Methanol
akan menyebabkan reaksi pembakaran yang tidak
sempurna sehingga dapat meningkatkan emisi dan Gambar 1. Grafik Pengaruh Rasio Methanol dan NaOH
keausan mesin. terhadap Densitas Biodiesel

19
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)

4.4 4.31

Viskositas Kinematik (Cst)


4.2
4.01
3.93
4

3.8

3.6
1:2 1:4 1:8
Rasio NaOH : Methanol
Gambar 2. Biodiesel dari Minyak Jelantah
Gambar 4. Grafik Pengaruh Rasio Methanol dan
Pada Gambar 2 terlihat bahwa secara fisik tidak
NaOH terhadap Viskositas Biodiesel
tampak perbedaan biodiesel yang dihasilkan dengan
variasi rasio NaOH dan Methanol namun pengujian Selain parameter densitas, viskositas dan asam
nilai asam lemak dan viskositas biodiesel menunjukkan lemak bebas juga dilakukan uji nyala pada biodiesel
terdapat perbedaan kualitas biodiesel yang dihasilkan. dengan menggunakan Bunsen sebagai alat pembakaran.
Hasil uji menunjukkan terjadi pembakaran yang
menandakan biodiesel dapat digunakan sebagai bahan
1.42 bakar.
1.5 1.22
1.01 4. Kesimpulan dan Saran
1 Rasio komposisi metanol dan NaOH berpengaruh
FFA (%)

terhadap kualitas biodiesel dari minyak jelantah yaitu


0.5 pada parameter viskositas dan asam lemak bebas
biodiesel. Hasil pengujian nilai viskositas kinematik
0 pada rasio penggunaan metanol dan NaOH terhadap
1:2 1:4 1:8 minyak jelantah 1:2, 1:4, 1:8 secara berurutan yaitu 3,93
Rasio NaOH : Methanol Cst, 4,01 Cst, 4,32 Cst sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai viskositas kinematik semakin kecil seiring
Gambar 3. Grafik Pengaruh Rasio Methanol dan NaOH penambahan jumlah methanol. Hasil uji menunjukkan
terhadap Asam Lemak Bebas Biodiesel bahwa kualitas biodiesel telah memenuhi SNI
7182:2015 pada parameter viskositas, densitas dan uji
Gambar 3 menunjukkan bahwa asam lemak bebas
nyala. Sedangkan Asam lemak bebas tidak memenuhi
pada biodiesel masih tinggi yaitu 1,22%, 1,01%, 1,42%.
standar SNI.
Hal ini perlu pengurangan kadar air dan kadar asam
lemak bebas dengan menggunakan esterifikasi metanol Berdasarkan percobaan pembuatan biodiesel dari
dengan katalisator asam sehingga belum memenuhi minyak jelantah yang dilakukan, diketahui bahwa untuk
spesifikasi minyak biodiesel. Dapat disimpulkan bahwa mendapatkan sifat fisis biodiesel yang memenuhi
asam lemak bebas (FFA) yang diperoleh tidak kriteria standar mutu biodiesel (SNI 7182:2015) maka
memenuhi standar baku mutu yaitu 0,8% diperlukan perlakuan lebih lanjut terhadap ester minyak
jelantah, yakni pengurangan kadar air dan kadar asam
Hasil ini sejalan dengan penelitian Rhofita (2015),
lemak bebas (FFA) dengan menggunakan reaksi
dimana kadar asam lemak bebas yang didapatkan
esterifikasi metanol dengan katalisator asam, sehingga
adalah sebesar 9,67%. Kandungan minyak jelantah
diperoleh penurunan kadar asam lemak bebas (FFA).
yang tinggi asam lemak (free fatty acid/FFA)
memerlukan dua kali proses dalam pembuatan Daftar Pustaka
biodiesel. Proses pertama adalah esterifikasi dengan Adhari, H., Yusnimar, Utami, S. P. (2016). Pemanfaatan
menggunakan katalis asam dan proses kedua adalah Minyak Jelantah menjadi Biodiesel dengan Katalis ZnO
transesetrifikasi dengan menggunakan katalis basa. Presipitan Zinc Karbonat : Pengaruh Waktu Reaksi dan
Jumlah Katalis, Jom FTEKNIK Vol. (3), 1-7
Gambar 4 menunjukkan bahwa viskositas biodiesel
Arpiwi, N. L. (2015). Produksi Biodiesel dari Biji Malapari
yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan pada (Pongamia pinnata (L.) Pierre). Karya Tulis Jurusan
spesifikasi minyak biodiesel yaitu sebesar 3,93 Cst, Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
4,01 Cst, 4,31 Cst. Dapat disimpulkan bahwa viskositas Budiawan, R., Zulfansyah., Fatra, W., dan Helwani, Z. (2013).
yang diperoleh telah memenuhi standar baku mutu SNI Off-grade Palm Oil as a Reneweble Raw Material for
7182:2015 yaitu 2,3 – 6,0 Cst. Biodiesel Production By Two-Step Processes. ChESA
Conference. Januari. Banda Aceh. Chemical Engineering
on Science and Application. 7 : 40 – 50.
Dising, Julianus. (2006). Optimasi Proses Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Jelantah. Makassar : Jurusan
Teknik Kimia UKI Paulus.
20
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)

Hikmah. M. N dan Zuliyana. (2010). Pembuatan Metil Ester Production, Thesis, Virginia Polytechnic Institute and
(Biodiesel) Dari Minyak Dedak Dan Metanol Dengan State University, Blacksburg, Virginia.
Proses Esterifikasi Dan Transesterifikasi. Skripsi. Rahkadima, Y., dan Purwati, P. A. (2011). Pembuatan
Universitas Diponegoro. Semarang. Biodiesel dari Minyak Jelantah Melalui Proses
Knothe G, JV Gerpen and J. Krahl. (2005). The Biodiesel Transesterifikasi Dengan Menggunakan CaO Sebagai
Handbook. United States of America: AOCS Press. Katalis.
Listiadi A. P., dan I. M. B. Putra. (2013). Intensifikasi Rhofita, E I. (2015). Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai
Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Metode Biodiesel : Kajian Temperatur dan waktu Reaksi
Interesterifikasi dan Pemurnian Dry Washing. Skripsi. Transesterifikasi. Skripsi. Jurnal Ilmu-ilmu Teknik –
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon. Sistem, Vol. 12 No.3.
Majid, Atsari. A, dkk. (2012). Pembuatan Biodiesel Dari Setiawati. E. Edwar. F. (2012). Teknologi Pengolahan
Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Iradiasi Biodiesel Dari Minyak Goreng Dengan Teknik
Gelombang Mikro. Skripsi Universitas Sebelas Maret. Mikrofitrasi dan transesterifikasi sebagai Alternatif Bahan
Surakarta. Bakar Mesin Diesel. Balai Riset dan standarisasi Industri
Nourredine, Abdoulmoumine, (2010). Sulfate and Hydroxide Banjarbaru.
Supported on Zirconium Oxide Catalysts for Biodiesel Sudradjat. (2008). Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar.
Jakarta : Swadaya.

21
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

PEMBUATAN BIODIESEL DARI DEDAK PADI DENGAN


PROSES TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN
KATALIS ZEOLIT ALAM BAYAH

R.Hartono *1,3, Meliana R.S2 , Nurlaila2, Rusdi1, Anondho Wijanarko3,


Heri Hermansyah3
1
Jurusan Teknk Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2
Mahasiswa Teknik Kimia, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl.Jendral sudirman Km.3 Cilegon 42435
3
Departemen Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Kampus Baru UI, Depok 16424 - Indonesia
*
E-mail : rudi.hartono@untirta.ac.id

ABSTRAK
Biodiesel, bahan bakar alternatif yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan dan lemak
hewan.Biodiesel dapat diperbaharui, biodegradable, ramah lingkungan dan tidak beracun. Objek
percobaan menggunakan dedak padi sebagai bahan baku, diperoleh dari proses ekstraksi
menggunakan N-hexane. Metode yang digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah
transesterifikasi asam dan transesterifikasi basa menggunakan metanol dan katalis. Katalis yang
digunakan dalam percobaan adalah katalis homogen H2SO4 dan katalis heterogen zeolit alam yang
diperoleh dari Bayah Banten. Preparasi biodiesel dilakukan dengan memvariasikan temperatur pada
transesterifikasi basa 50°C, 60°C dan 70°C. Zeolit di preparasi dengan poses impregnasi padi variasi
konsentrasi KOH/zeolit (25 gr KOH dalam 100 ml air destilasi, 37.5 gr KOH dalam 100 ml air
destilasi dan 50 gr KOH dalam 100 ml air destilasi). Waktu reaksi 60 menit dengan konsentrasi
katalis 2%. Spesifikasi biodiesel yang dihasilkan sesuai dengan Standar nasional Indonesia (SNI)
dengan hasil terbaik pada variasi temperature 60°C
Kata kunci : dedak padi, biodiesel, zeolit

ABSTRACT
Biodiesel, an alternative energy that normally produced from plant oil and animal fatty.Biodiesel is
an renewable energy, biodegradable, environment friendly and nontoxic fuel. The objectives of this
research is to use rice bran as raw material, rice bran done by extraction process using n-hexane to
get the rice bran oil. The method use to produced biodiesel is the acid transesterification followed by
base transesterification with methanol in the presence of catalyst. The catalyst used in this research is
homogenous catalyst such as H2SO4 and heterogonous catalyst such as natural zeolite from Bayah
Banten. The preparation of biodiesel was done by varying the temperature in base transesterification
process 50°C, 60°C dan 70°C. The zeolite prepared by impregnation process in various concentration
KOH/zeolite (25 gr KOH in 100 ml distilled water, 37.5 gr KOH in 100 ml distilled water and 50 gr
KOH in 100 ml distilled water). The reaction time was 60 minute with the concentration of catalyst is
2%. The biodiesel properties were comparable to Indonesian National Standard (SNI) with the best result in the
temperature variations of 60°C
Keyword: rice bran, biodiesel, zeolite

PENDAHULUAN alkohol. Biodiesel bersifat ramah lingkungan,


Biodiesel adalah bahan bakar alternatif dapat terurai, memiliki sifat pelumasan
yang diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak terhadap piston mesin, dan ketersediaan bahan
hewan, ataupun minyak bekas. Dalam bakunya yang terjamin jika dibandingkan
pembuatannya, dilakukan suatu proses melalui dengan bahan bakar solar yang berasal dari
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dengan minyak bumi (Lai G.G et al,. 2005) .

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 1


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Pemanfaatan minyak nabati sebagai suplai dari dedak padi pun ikut melimpah.
bahan baku biodiesel memiliki beberapa Dedak padi yang melimpah dapat
kelebihan, Diantaranya yaitu sumber minyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
nabati yang dapat dengan mudah diperoleh, biodiesel.
proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati Minyak dedak padi merupakan turunan
mudah dan cepat, serta tingkat konversi penting dari dedak padi. Bergantung pada
minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi varietas beras dan derajat penggilingannya,
(95%). Minyak nabati memiliki komposisi dedak padi mengandung 16%-32% berat
asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis minyak. Kandungan asam lemak bebas 4%-
tanamannya. Zat penyusun utama minyak- 8% berat pada minyak dedak padi tetap
lemak (nabati maupun hewani) adalah diperoleh walaupun dilakukan ekstraksi dedak
trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam- padi sesegera mungkin. Peningkatan asam
asam lemak (C8 –C24). Komposisi asam lemak bebas secara cepat terjadi karena
lemak dalam minyak nabati menentukan sifat adanya enzim lipase aktif dalam dedak padi
fisik kimia minyak (Erliza hambali et al. setelah proses penggilingan. Minyak dedak
2007). padi sulit dimurnikan karena tingginya
kandungan asam lemak bebas dan senyawa-
DEDAK PADI senyawa tak tersaponifikasikan. Lipase dalam
Dedak padi patut dipertimbangkan dedak padi mengakibatkan kandungan asam
menjadi bahan baku untuk proses produksi lemak bebas minyak dedak padi lebih tinggi
biodiesel yang potensial. Masyarakat dari minyak lain sehingga tidak dapat
Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai digunakan sebagai edible oil (Dharsono et al,.
makanan pokok, nasi berasal dari beras 2010 ).
menghasilkan produk samping berupa dedak
padi dalam proses penggilingannya. Besarnya
jumlah produksi padi yang melimpah, maka

Tabel 1. Komposisi Umum Minyak Mentah Dedak Padi (Rachmaniah et al,. 2004)
Komponen Komposisi (% berat)
Trigliserida 18,90
Digliserida 6,69
Monogliserida 0,19
Asam Lemak 69,54
γ-oryzanol 3,77
Vitamin E dan tocopherol 0,91

Zeolit merupakan katalisator yang baik


ZEOLIT karena mempunyai pori-pori yang besar dengan
Zeolit merupakan batuan atau mineral permukaan yang luas dan juga memiliki sisi
alam yang secara kimiawi termasuk golongan aktif. Adanya rongga intrakristalin, zeolit dapat
mineral silica dan dinyatakan sebagai alumina digunakan sebagai katalis. Reaksi katalitik
silikat terhidrasi, berbentuk halus, dan dipengaruhi oleh ukuran mulut rongga dan
merupakan hasil produk sekunder yang stabil sistem alur, karena reaksi ini tergantung pada
pada kondisi permukaan berasal dari proses difusi pereaksi dan hasil reaksi.
sedimentasi, pelapukan maupun aktivitas Pada penelitian digunakan dua jenis
hidrotermal ( Sutarti et al,. 1994). katalis, yaitu katalis homogen pada
transesterifikasi asam dan katalis heterogen

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 2


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

untuk transesterifikasi basa. Penggunaan katalis hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar
heterogen dimaksudkan untuk meminimalisir mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui
terbentuknya reaksi penyabunan dan reaksi transesterikasi trigliserida dan atau reaksi
memudahkan proses separasi. Sebelumnya zeolit esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari
di preparasi terlebih dahulu agar siap untuk kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai
dijadikan katalis. bahan baku.
Proses transesterifikasi dengan katalis
TRANSESTERIFIKASI asam diperlukan jika minyak nabati mengandung
Transesterifikasi (biasa disebut dengan FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA
alkoholisis) adalah tahap konversi dari tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan
melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun
produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol- dalam jumlah yang cukup besar dapat
alkohol monohidrik yang menjadi kandidat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester
sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses
yang paling umum digunakan, karena harganya pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
murah dan reaktifitasnya tinggi (sehingga reaksi proses pendahuluan untuk mengkonversikan
disebut metanolisis). Biodiesel praktis identik FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya
Acids Metil Ester, FAME). ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester
BIODIESEL ( Hikmah et al,. 2010)
Biodiesel merupakan monoalkil ester
dari asam-asam lemak rantai panjang yang
terkandung dalam minyak nabati atau lemak

Tabel 2. Standar Mutu Biodiesel (BSNI, 2012)


No. Parameter Uji Satuan Min/Max Persyaratan

1 Massa Jenis kg/m3 650-890

2 Viskositas Kinematik pada 40oC mm2/s (Cst) 2,3-6,0

3 Angka Setana min 51


o
4 Titik Nyala (Mangkok Tertutup) C, min 100
o
5 Titik Kabut C, maks 18

Korosi Lempeng Tembaga (3 jam pada


6 50oC) No 1

Residu karbon
- dalam percontoh asli 0,5
7 atau %-massa, maks
-dalam 10% ampas destilasi
0,3

Air dalam Sedimen %-vol, maks 0,05


8

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 3


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

o
9 Temperatur Distilasi 90% C, maks 360

10 Abu tersulfatkan %-massa, maks 0,02

METODE PENELITIAN 4. Hasil ekstraksi dipisahkan dengan


Penelitian dilakukan di Laboratorium pelarut methanol dengan proses
Rekayasa Produk Fakultas Teknik-Universitas distilasi lebih dari satu jam (Sampai
Sultan Ageng Tirtayasa dan Laboratorium Hexan tidak menetes lagi
Bioproses Departemen Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok
16424. Dengan menggunakan bahan baku dedak
Tahap Proses Transesterifikasi Asam
padi yang diperoleh dari unit penggilingan padi
1. Metanol sebanyak (1:7) dan 2 %
desa Cogrek Serang. Zeolit diambil dari Zeolit
asam Sulfat dari Bahan Baku
Alam bayah Banten (ZABBrht). Prosedur yang
minyak dedak padi dimasukkan ke
digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi
dalam labu leher tiga dan panaskan
lima tahap, sebagai berikut: sampai suhu 600C.
2. Setelah suhu tercapai 600C masukan
Tahap Preparasi Zeolit Alam Bayah Banten minyak dedak padi kedalam labu
Zeolit dihancurkan menjadi ukuran leher tiga
kecil-kecil, kemudian diayak untuk 3. Suhu di labu leher tiga akan turun
mendapatkan zeolit ukuran 50 mesh dan panaskan kembali sampai suhu
(Hartono R et al,. 2016), Zeolit 600C.
dipanaskan dalam oven suhu 1100c 4. Hasil transesterifikasi Asam yang
selama 8 jam, kemudian diimpregnasi berada di dalam labu leher tiga
dengan KOH(25, 37,5 dan 50) pada suhu didiamkan beberapa saat.
600C selama 2 jam. Setelah selasai
panaskan dalm oven suhu 600C sealam 8 Tahap Proses Transesterifikasi Basa
jam , kemudian pisahkan dengan 1. Metanol dicampur dengan Katalis
menggunakan pompa vakum. Panaskan Zeolit 3% dari bahan baku minyak
kembali pada suhu 1100C selama 24 jam Dedak padi dan dimasukan kedalam
dalam oven. Tahap selanjutnya kalsinasi labu leher tiga sampai suhu 600C.
pada suhu 4500C selama 4 jam 2. Setelah suhu tercapai 600C masukan
hasil dari transesterifikasi secara
Tahap Screening asam ke dalam labu leher tiga yang
Dedak Padi yang digunakan adalah berisi methanol dan katlis zeolit
dedak padi yang menghasilkan minyak alam bayah banten
dedak padi dan biodiesel yang optimum. 3. Suhu di labu akan turun setelah
Dedak padi yang digunakan adalah yang ditambahkan dari hasil
lolos screener berukuran 60 dan 80 mesh transesterifikasi asam dan panaskan
dicampur dan dikategorikan sebagai kembali sampai suhu 600C dengan
dedak halus serta dimasukkan kedalam kecepatan 500 rpm.
wadah kedap udara (Rusdi et al,. 2015). 4. Hasil transesterifikasi basa
dikeluarkan dari gelas kimia dan
Tahap Ekstraksi Dedak Padi dimasukkan ke dalam corong
1. 50 gram dedak padi dimasukkan ke pemisah.
dalam soklet pada alat ekstraksi. 5. Setelah didiamkan selama 24 jam
2. 300 ml Hexan dimasukkan pada hingga terbentuk dua lapisan, lapisan
bagian kolom pemanas pada alat bawah gliserol dan lapisan atas
ekstraksi. biodiesel.
3. Pemanas diatur pada suhu 70oC 6. Biodiesel kemudian disimpan pada
selama 120 menit. wadah sample

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 4


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

7. Sample produk dianalisa


Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Penurunan
Asam Lemak Bebas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Dedak Padi Pengaruh suhu reaksi terhadap penurunan
asam lemak bebas dilakukan karena kandungan
Dalam penelitian ini, dilakukan ektraksi
FFA yang tinggi dapat menyebabkan
dedak padi untuk menghasilkan minyak dedak
terbentuknya reaksi penyabunan yang
padi yang akan digunakan sebagai bahan baku
menghasilkan sabun dan mengurangi kualitas
pembuatan biodiesel. Berikut ini Tabel.3
dari biodiesel. Berikut adalah Gambar 1.
karakteristik minyak dedak padi hasil ektraksi
Hubungan antara suhu reaksi terhadap
penurunan % FFA.

Tabel 3. Karakteristik minyak dedak padi


Karakteristik Minyak Minyak
dedak dedak padi
padi (literatur)
Densitas (g/ml) 0.92 0.89
% FFA 31.5 3 – 60

Pada percobaan transesterifikasi asam dan


basa digunakan alkohol untuk memecah rantai
trigliserida yang terdapat dalam minyak nabati.
Metanol merupakan jenis alkohol yang paling Gambar 1. Hubungan antara suhu reaksi
disukai karena lebih reaktif, untuk mendapatkan terhadap penurunan %FFA
hasil biodiesel yang sama, penggunaan etanol 1,4
kali lebih banyak dibandingkan metanol (Azis Pada Gambar 1. di atas terlihat bahwa
Islami et al, 2012). Metanol adalah senyawa pada suhu 60 terjadi penurunan % FFA yang
polar berantai karbon terpendek sehingga lebih besar dibandingkan pada suhu 50 dan 70
bereaksi lebih cepat dengan trigliserida, dan
yaitu sebesar 23.06 %, hal ini terjadi karena
melarutkan semua jenis katalis baik basa maupun
dengan naiknya suhu, maka tumbukan antar
asam. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi
partikel semakinbesar, sehingga reaksi berjalan
reversibel sehingga diperlukan penggunaan
semakin cepat dan konstanta reaksi semakin
alkohol berlebih untuk menggeser
tinggi. Peningkatan laju reaksi disebabkan oleh
kesetimbangan kearah produk ( Zhang et al,.
meningkatnya konstanta laju reaksi yang
2003) digunakan rasio perbandingan minyak
merupakan fungsi dari temperatur. Semakin
terhadap metanol 1:7.
tinggi temperatur semakin besar konstanta laju
Kehadiran katalis diperlukan untuk
reaksinya. Sesuai dengan persamaan Archenius :
mempercepat terjadinya reaksi. Pada penelitian
ini digunakan dua jenis katalis, yaitu katalis
k = A exp(-Ea/RT)
homogen (H2SO4) pada transesterifikasi asam
k = konstanta laju reaksi
dan katalis heterogen (zeolit) untuk
A = frekuensi tumbukan
transesterifikasi basa. Penggunaan katalis
R = konstanta gas
heterogen digunakan untuk mengurangi
T = temperatur
terbentuknya reaksi penyabunan dan
Ea = energi aktivasi (wahyuni et al
memudahkan proses pemisahan. Sebelumnya
2015)
zeolit di preparasi terlebih dahulu agar bersifat
basa dengan KOH.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 5


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Pada suhu 70 terjadi penurunan % FFA yang dihasilkan tidak sesuai dengan SNI karena
sebesar 14.44, hal ini disebabkan tidak suhu reaksi belum mencapai suhu maksimum
sempurnanya proses pembuatan biodiesel karena sehingga reaksi berjalan lebih lambat.
titik didih methanol adalah 64,7 maka metanol Densitas biodiesel terbaik terjadi pada
suhu 60°C karena reaksi berjalan dengan cepat ,
akan cepat menguap sehingga menurunkan rasio
tumbukan antar molekul yang terjadi pada suhu
perbandingan antara methanol dengan minyak
mendekati titik didih metanol dengan variasi
dedak padi ( Wahyuni et al,. 2015). Pada suhu
katalis 50 gr KOH/100mL.
50 terjadi penurunan % FFA sebesar 4.3 %,
ini disebabkan karena suhu reaksi belum
mencapai suhu maksimum sehingga reaksi
berjalan lebih lambat. Pengaruh Variasi Suhu dan Katalis Terhadap
Pengaruh Variasi Suhu dan Katalis Terhadap Viskositas Biodiesel
Densitas Biodiesel

Gambar 3. Hubungan antara variasi suhu dan


Gambar 2. Hubungan antara variasi suhu dan katalis terhadap viskositas biodiesel\
katalis terhadap densitas biodiesel
Pada Gambar 3. terlihat bahwa Semakin
Pada Gambar 2. terlihat bahwa semakin
tinggi konsentrasi katalis, viskositas cenderung
tinggi variasi katalis gram KOH / 100 mL, maka
turun. Semakin banyak persen katalis yang
densitas nya juga akan semakin menurun, hal ini
diberika semakin cepat terpecahnya trigliserida
dikarenakan dengan penggunaan katalis
menjadi tiga ester asam lemak yang akan
heterogen (zeolit) dapat mengurangi reaksi
menurunkan viskositas 5-10 persen. Pada suhu
penyabunan. Sehingga dengan semakin tinggi
70°C terjadi peningkatan viskositas yang
variasi katalis, maka densitasnya akan semakin
disebabkan karena tidak sempurnanya proses
turun.
pembuatan biodiesel.
Pengaruh suhu pada densitas biodiesel
Jika dilihat dari Gambar 3. maka
yang terlihat pada Gambar 2. bahwa semakin
viskositas biodiesel terbaik terjadi pada suhu
tinggi suhu proses, maka densitas biodiesel juga
60°C karena reaksinya berjalan dengan cepat ,
akan semakin kecil. Pada suhu reaksi 70°C
tumbukan antar molekul yang terjadi pada suhu
terjadi peningkatan densitas, hal ini disebabkan
mendekati titik didih metanol dengan variasi
pada suhu 70°C reaksi pembuatan biodiesel
katalis 50 gram KOH / 100 ml.
menjadi tidak sempurna karena titik didih
metanol adalah 64,7°C maka metanol akan cepat
Zeolit
menguap sebelum terjadinya proses biodiesel Selanjutnya dilakukan analisa morfologi
yang sempurna. Karena biodiesel memiliki zeolit dengan uji SEM. Morfologi zeolit alam
perbandingan rasio mol yang sudah ditetapkan Bayah Banten (ZABBrht) sebelum dan sesudah
agar hasil biodiesel sesuai dengan standar (Dyah aktivas dapat dilihat pada Gambar di bawah ini..
et al 2015)]. Pada suhu 50°C densitas biodiesel

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 6


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Gambar 4. Zeolit sebelum diaktivasi


Gambar 6. Zeolit setelah diaktivasi 37.5 gram
Gambar 4 merupakan zeolit yang belum KOH/100 mL
diaktivasi, zeolit terlihat lebih kasar dan pori-pori
zeolit tertutup serpihan-serpihan kecil yang
merupakan pengotor. Dari Gambar 4 terlihat
bahwa zeolit sangat heterogen, berwarna gelap
dan tidak beraturan.
Pada zeolit yang telah dilakukan aktivasi
sangat terlihat bahwa zeolit telah mengalami
perubahan yang cukup siginifikan baik dari segi
warna maupun butiran-butiran yang menutupi
pori telah berkurang. Marfologi permukaannya
lebih rapih, berwarna lebih terang jika
dibandingkan pada Gambar 4 sebelum zeolit
mengalami aktivasi. Butiran yang terdapat pada
zeolit alam Bayah Banten (ZABBrht) pada hasil Gambar 7. Zeolit setelah diaktivasi 50 gram
uji SEM merupakan pengotor berupa logam KOH//100 mL
alkali yang menutupi pori-pori dari zeolit
(Nuryoto et al,. 2011). Berikut adalah Gambar Pengaruh Variasi Suhu dan Katalis Terhadap
zeolit yang telah diaktivasi dengan berbagai Yield
variasi gram KOH / 100 ml.

Gambar 8. Hubungan antara variasi suhu dan


katalis dengan yield biodiesel

Gambar 5. Zeolit setelah diaktivasi 25 gram


Pada Gambar 8 terllihat bahwa suhu
KOH//100 mL
60 menghasilkan % yield tertinggi. Hasil yang
sama juga pernah dilaporkan oleh Ricky et al,.
2013 dengan perolehan % yield sebesar 95.09%

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 7


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

pada suhu 60 . Naiknya suhu menyebabkan Dyah, Shintawati. 2015. Pembuatan Biodiesel
dari Mikroalga Chlorella Sp Melalui Dua
tumbukan antar partikel semakin besar, sehingga
reaksi berjalan semakin cepat dan konstanta Tahap Reaksi In-Situ.Laporan penelitian.
reaksi semakin besar. Pada suhu yang lebih Semarang: Universitas Diponegoro
tinggi yaitu 70 reaksi berjalan tidak karena
titik didih methanol adalah 64,7 maka Dharsono, W. dan Oktari, Y. S. (2010). Proses
Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan
metanol akan cepat menguap sehingga Methanol dengan Esterifikasi in situ.
menurunkan rasio perbandingan antara methanol Fakultas teknik Universitas Diponegoro,
dengan minyak dedak padi (Silvira et al,. 2015), Semarang.
Pada suhu yang lebih rendah 50 suhu reaksi
belum mencapai suhu maksimum sehingga reaksi Erliza Hambali, Siti M, Armansyah H
berjalan lebih lambat. Tambunan, Abdul W P, Roy H, 2007.
Pengaruh jumlah katalis (gram KOH/100 Teknologi Bioenergi. Jakarta : PT
ml) terhadap yield adalah semakin banyak
Agromedia Pustaka.
jumlah KOH yang diberikan pada proses
impregnasi akan meningkatkan %yield biodiesel.
Pada Gambar 8. di atas dapat dilihat terjadi Gerpen JV, B Shanks, R Pruszko, D Clements
sedikit penurunan % yield pada katalis 50 gram dan G Knothe. 2004. Biodiesel Production
KOH/100 mL, ketidaksesuain karena masih Technology.United State of America:
terdapat kandungan air hasil transesterifikasi National Renewable Energi Laboratory.
asam, dimana proses transesterifikasi asam
menghasilkan air , sehingga kandungan air dalam
minyak nabati harus diperiksa sebelum Hikmah, Maharani N & Zuliyana. 2010.
dilakukan proses transesterifikasi. Kandungan Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari
air yang tinggi dapat mendeaktivasi katalis asam Minyak Dedak dan Metanol dengan
dan katalis basa, sehingga dapat menurunkan Proses Esterifikasi dan
rendemen biodiesel yang dihasilkan (Gerpen et al Transesterifikasi.Skripsi. Semarang:
2004). Universitas Diponegoro.

KESIMPULAN Hartono R, Heri Hermansyah., 2015 “


Berdasarkan penelitian yang telah Rekayasa Katalis Penukar ion Untuk
dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa Sintesa Biodiesel Menggunakan
pembuatan biodiesel dengan menggunakan zeolit Katalis Zeolit Alam Bayah Banten
alam bayah banten sebagai katalis heterogen (ZABBrht)”. Seminar Nasional
dapat menghasilkan biodiesel dengan hasil yang Research Month 2015 Lembaga
memenuhi SNI pada suhu optimum 60°C (50
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
gram KOH/100 mL) .
UPN “Veteran” Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA Hartono R, Rusdi, Anondho Wijanarko, Heri
Aziz, Islami , Siti Nurbayti, Ariff rahman Hakim, Hermansah, 2016, Pembuatan Biodiesel
2012. Uji Kaarakteristik Biodiesel yang Dari Minyak Dedak Padi Dengan Proses
dihasilkan Minak Goreng Bekas Katalis Homogen Secara Asam dan
Menggunakaan Zeolit Alam (H-Zeolit) dan Katalis Hetergogen Secara Basa,
KOH” Jakarta:UIN Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Jakarta 2015, ISSN
Badan Standardisasi Nasional. 2012 Standar
:2407-1846, e-ISSN : 2460-8416.
Nasional. Biodiesel Indonesia. Jakarta:
BSN. Kusuma, Ricky Indra, Hadinoto, Johan Prabowo,
Ayucitra, Aning, Soetaredjo, Felycia Edi,

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 8


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

& Ismadji, Suryadi. (2013).” Natural Rachmaniah, O., Ju, Y. dan Vali, S. R. (2004)
zeolite from Pacitan Indonesia, as catalyst Potensi Minyak Mentah Dedak Padi
support for transesterification of palm sebagai Bahan Baku Pembuatan
oil”. Applied Clay Science, 74(0), 121-126 Biodiesel. Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November.
Lai,G.G and Zulaikah,S. 2005. Lipase-catalyzed Surabaya.
production of biodiesel from rice brain oil.
Sutarti, Mursi dan Rahmawati, M. 1994. Zeolit:
J.Chem.Biotechnol.80,331-337
Tinjauan Literatur. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah
Nuryoto, Hary Sulistiyo, Wahyudi Budi
Setiawan, Indra Perdana 2011. Modifikasi Zhang Y., Dube, M. A., McLean, D. D., Kates,
Zeolit Alam Modernit Sebagai Katalisator M., (2003), Review Paper: Biodiesel
Ketalisasi dan Esterifikasi. Reaktor, Production from Waste Cooking Oil: 1.
Vol.16 No.2, Hal. 72-80 Process Design and Technological
Rusdi, Irfan Saptajani, R.Hartono., 2015 Assessment,dalam:BioresourceTechnol..V
“Potensi Minyak Dedap Padi sebagai 0l.89.1-16.
Bahan Baku Pembuatan Biodiesel
Dengan Proses Transesterifikasi Asam Wahyuni S, Ramli, Mahrizal.2015.”Pengaruh
dan Basa” Prosiding Seminar Nasional Suhu dan Lama Pengendapan terhadap
Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah”.
Universitas Muhammadiyah Jakarta Laporan penelitian. Padang: Universitas
2015, ISSN :2407-1848, e-ISSN : 2460- Negeri Padang
8416.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 9


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

PRODUKSI BIODIESEL DARI TRANSESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH DENGAN


BANTUAN GELOMBANG MIKRO: PENGARUH INTENSITAS DAYA DAN WAKTU REAKSI
TERHADAP RENDEMEN DAN KARAKTERISTIK BIODIESEL
Biodiesel Production from Microwave-Assisted Transesterification of Waste Cooking Oil: The Effect of Power Intensity and
Reaction Time on the Yield and Biodiesel Characteristic

Agus Haryanto, Ully Silviana, Sugeng Triyono, Sigit Prabawa

Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung


Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145
Email: agusharyanto@unila.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh intensitas daya dan waktu reaksi terhadap rendemen dan karakteristik
biodiesel dari minyak jelantah yang dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi yang dibantu dengan pemberian
gelombang mikro (microwave). Minyak jelantah diperoleh dari pabrik kerupuk yang berlokasi di Sukarame, Bandar
Lampung. Reaksi pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan gelas erlenmeyer yang dipanaskan di dalam oven
microwave berdaya 399 watt dan frekuensi 2.450 MHz yang telah dilengkapi dengan pengaduk listrik berkecepatan
1446 RPM. Penelitian menggunakan rancangan acak faktorial dengan dua faktor. Kedua faktor adalah intensitas daya
gelombang mikro dengan tiga taraf [(30, 50, dan 70%) dan waktu reaksi, juga dengan tiga taraf (30, 60, dan 120 detik).
Setiap kombinasi perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan 100 ml
minyak jelantah pada perbandingan molar minyak jelantah terhadap metanol 1:6. Parameter yang dianalisis meliputi
rendemen, bilangan asam, massa jenis, dan viskositas biodiesel. Data dianalisis menggunakan ANOVA diikuti uji beda
nyata terkecil (BNT) pada tingkat signifikansi a = 5% dan a = 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas daya
gelombang mikro dan waktu reaksi tidak berpengaruh terhadap bilangan asam, viskositas, dan massa jenis biodiesel.
Biodiesel yang dihasilkan memiliki bilangan asam 2,98–4,20 mgKOH/g, massa jenis 0,87–0,88 g/mL, dan viskositas
1,9–2,0 cSt. Intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi serta interaksinya berpengaruh nyata pada rendemen
biodiesel. Dalam penelitian ini, tanpa memperhatikan intensitas daya gelombang mikro, waktu reaksi terbaik adalah 30
detik saat rendemen biodiesel rata-rata mencapai 91,1%.
Kata kunci: Biodiesel, minyak jelantah, transesterifikasi, gelombang mikro

ABSTRACT

The purpose of this research was to study the effect of power intensity and reaction time on the yield and the characteristic
of biodiesel made from waste cooking oil via transesterification reaction assisted by microwave. Waste cooking oil was
collected from a cracker industry located in Sukarame, Bandar Lampung. The transesterification reaction is conducted
using an erlenmeyer glass heated in a microwave oven with power capacity of 399 watt and frequency of 2,450
MHz which has been fitted with an electric stirrer at 1446 RPM. A completely randomized design with 2x3 factorial
arrangements was used in this experiment. Treatment consisted of two factors, namely power intensity and reaction
time. The power intensity included three levels (30, 50, and 70%). Similarly did for the reaction time (30, 60, and 120
seconds). Transesterification reaction was carried out with 100 ml waste cooking oil at a molar ratio of 1:6 (waste
cooking oil to methanol). Parameters to be analyzed included biodiesel yield, acid number, density, and viscosity of
biodiesel. Data was analyzed using ANOVA followed by least significant difference test at a level of a = 5% and a
= 1%. The results showed that both microwave power intensity and reaction time and their interaction had no effect
on the viscosity, acid number and density of produced biodiesel. Biodiesel produced has acid number of 2.98 to 4.20
mgKOH/g, density of 0.87 to 0.88 g/mL, and viscosity of 1.9 to 2 cSt. Microwave power intensity and reaction time and
their interaction had significantly affected the yield of biodiesel. Regardless the microwave power intensity, reaction
time of 30 seconds was adequate for microwave-assisted biodiesel synthesis with an average yield reaching 91.1%.
Keywords: Biodiesel, waste cooking oil, transesterification, microwave

234
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

PENDAHULUAN dalam bahan baku. Freedman dkk. (1984) menyatakan


bahwa ALB bahan baku untuk biodiesel tidak boleh melebihi
Salah satu upaya untuk mengurangi kebutuhan bahan 1%. Peneliti lain menyatakan bahwa reaksi transesterifikasi
bakar untuk transportasi adalah menciptakan bahan bakar langsung dapat dilakukan jika ALB di dalam bahan kurang
alternatif, seperti biodiesel dan bioetanol. Biodiesel, yang dari 3% (Ribeiro dkk., 2011) atau 5% (van Gerpen, 2005).
terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang Kandungan ALB yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya
asam lemak, adalah bahan bakar alternatif untuk mesin reaksi penyabunan (saponifikasi), yang dapat mempengaruhi
diesel yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewan. proses pemurnian biodiesel (Ma dan Hanna, 1998).
Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar memiliki banyak Reaksi transesterifikasi lebih lebih disukai daripada
keuntungan di antaranya berasal dari sumber yang dapat esterifikasi karena lebih cepat dan memerlukan alkohol
diperbaharui (renewable) dan mudah ditemukan, mudah lebih sedikit (van Gerpen, 2005). Transesterifikasi biodiesel
terurai secara biologis, dan dapat mengurangi emisi gas dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya waktu reaksi
rumah kaca, kecuali NOx (Haas dkk., 2001; Canakci dan (Yuniawati dan Karim, 2009; Aziz, 2011), suhu (Kwartiningsih
van Gerpen, 2003). Biodiesel memiliki bilangan setana dan dkk., 2007; Aziz, 2011), jenis katalis, dan perbandingan rasio
titik nyala (flash point) lebih tinggi sehingga lebih mudah molar trigliserida dengan alkohol (Jagadale dan Jugulkar,
disimpan (Knothe dkk., 2005). Selain itu biodiesel tersedia 2012; Satriana dkk., 2012). Produksi biodiesel secara
dalam bentuk cairan sehingga memudahkan transportasinya. konvensional umumnya dilakukan pada suhu tinggi dengan
Salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel adalah sumber panas eksternal. Perpindahan panas berlangsung
minyak jelantah. Seiring dengan meningkatnya konsumsi kurang efektif karena terjadi secara konduksi dan konveksi.
minyak goreng, maka potensi minyak jelantah juga akan Pemanasan seperti ini memerlukan energi yang besar dan
meningkat. Selama ini minyak jelantah masih dimanfaatkan waktu yang cukup lama (Motasemi dan Ani, 2012).
dalam pengolahan bahan makanan. Penggunaan minyak Salah satu upaya yang dilakukan untuk mereduksi
jelantah untuk pengolahan makanan bisa membahayakan energi dan waktu reaksi adalah dengan memanfaatkan
kesehatan karena trigliserida yang ada sudah mengalami gelombang mikro (microwave). Pemanfaatan gelombang
kerusakan dan bersifat karsinogenik (penyebab kanker). mikro di dalam proses produksi biodiesel telah banyak
Pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel merupakan dilakukan (Hernando dkk., 2006; Lin dkk., 2012; Widodo
salah satu alternatif yang perlu dikaji dalam pemanfaatan dkk., 2007). Gelombang ini dapat merambat melewati cairan
minyak jelantah. sehingga proses pemanasan akan berlangsung lebih efektif
Melalui transesterifikasi (Gambar 1), trigliserida di dan proses pembuatan biodiesel dapat dilakukan lebih singkat
dalam minyak jelantah bereaksi dengan alkohol (dipercepat (Barnard dkk., 2007). Derajat pemanasan yang dihasilkan
oleh katalis) dan menghasilkan biodiesel atau FAME (fatty oleh gelombang mikro dipengaruhi oleh intensitas daya dan
acid methyl ester) yang dapat digunakan sebagai energi lama pemberian gelombang tersebut. Penelitian ini bertujuan
alternatif pengganti solar (Manurung, 2006). Selain biodiesel, untuk mengetahui pengaruh intensitas daya gelombang mikro
reaksi tersebut juga akan menghasilkan produk sampingan dan waktu reaksi terhadap rendemen dan kualitas biodiesel
berupa gliserin (Jaichandar dan Annamalai, 2001). dari bahan minyak jelantah dengan bantuan pemberian
gelombang mikro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga


November 2013, di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan
Pascapanen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.

Gambar 1. Skema reaksi transesterifikasi menggunakan metanol


Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak jelantah yang
Biodiesel juga dapat diproses melalui reaksi esterifikasi diperoleh dari pabrik kerupuk di Kecamatan Sukarame,
menggunakan katalis asam (Aziz, 2011) dan esterifikasi- Bandar Lampung. Untuk memisahkan partikel kasar, minyak
transesterifikasi (Berrios, dkk., 2010). Pemilihan reaksi jelantah disaring menggunakan kain kasa. Minyak jelantah
bergantung pada kandungan asam lemak bebas (ALB) di diuji untuk mengetahui massa jenis, bilangan asam, angka

235
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

asam lemak bebas (ALB). Metanol dan katalis NaOH yang 1:6 (Jagadale dan Jugulkar, 2012). Sebanyak 100 ml minyak
digunakan dalam penelitian ini adalah berkualitas teknis jelantah dicampur dengan 20 ml larutan metoksida (NaOH
(technical grade). Bahan kimia lain adalah aquades, indikator dalam metanol) dalam erlenmeyer. Selanjutnya campuran
PP, isopropil alkohol, dan KOH. minyak dan metoksida dipanaskan di dalam oven microwave
berpengaduk listrik (Gambar 1). Biodiesel yang dihasilkan
Alat didiamkan selama kurang lebih 24 jam untuk mengendapkan
Peralatan yang digunakan adalah oven microwave gliserol. Setelah dipisahkan dari gliserol, biodiesel dicuci
dengan daya keluaran maksimum 399 W dan frekuensi menggunakan aquades tiga sampai empat kali hingga jernih.
gelombang 2450 MHz yang telah dimodifikasi di bagian
atasnya untuk menempatkan pengaduk listrik dengan Pengamatan dan Pengukuran
kecepatan 1446 RPM (Gambar 2). Peralatan lain meliputi Parameter yang diamati meliputi suhu reaksi, rendemen
peralatan gelas, pengaduk listrik, spatula, buret, falling ball biodiesel, bilangan asam, massa jenis, dan viskositas biodiesel.
viscometer, neraca analitik, piknometer, dan pemanas (hot Rendemen biodiesel dihitung menggunakan Persamaan (2):
plate).
hasil biodiesel(g) ………… (2)
Rendemen  100%
minyak jelantah (g)

Bilangan asam (BA, dalam mgKOH/g) biodiesel diukur


dengan metode titrasi menggunakan larutan KOH 0,1 N dan
dihitung dari Persamaan (3):
V .N.56,1
BA  100 ................................................. (3)
m 1000

dengan V adalah volume KOH untuk titrasi (mL); N adalah


normalitas larutan KOH (mol/L); 56,1 adalah bobot molekul
KOH; dan m adalah massa sampel biodiesel (g).

Massa jenis biodiesel (qbd) diukur dengan metode


Gambar 2. Peralatan dalam pembuatan biodiesel dengan bantuan gelombang
mikro (oven microwave yang dilengkapi pengaduk listrik) sederhana menggunakan piknometer dan dihitung
menggunakan Persamaan (4):
Metode qbd = m/V ................................................................... (4)
Sebelum dilakukan reaksi transesterifikasi dilakukan dengan m adalah massa sampel biodiesel (g), dan V adalah
penetapan jumlah katalis melalui titrasi. Sebanyak 1 ml volume piknometer (mL).
minyak yang telah disaring dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 10 ml isopropil akohol dan 2–3 tetes Viskositas biodiesel diukur menggunakan falling ball
indikator phenophetalanin (PP), dan dititrasi dengan larutan viscometer dan ditentukan menggunakan Persamaan (5):
NaOH 0,025 N. Banyaknya katalis dihitung menggunakan
µbd = K (qbola – qbd) t ................................................... (5)
Persamaan (1) (Ryan, 2004):
Katalis NaOH = t + 3,5 ............................................. (1) dengan µbd adalah viskositas biodiesel (cSt), K adalah
koefisien bola baja stainless (0,01336 mPa.s.cm3/g.s), q bola
di mana t NaOH adalah rata-rata volume NaOH yang adalah massa jenis bola baja (8,02 g/ml), dan t adalah waktu
diperlukan pada titrasi (ml). Nilai 3,5 adalah banyaknya aliran bola dalam biodiesel dari garis batas atas hingga garis
NaOH yang diperlukan untuk mereaksikan satu liter minyak batas bawah viskometer (detik).
murni.
Penelitian menggunakan rancangan acak faktorial Analisis
dengan dua faktor, yaitu faktor intensitas daya (D) dengan tiga Hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik
taraf (30, 50, dan 70%) dan faktor waktu reaksi (T) dengan ragam (ANOVA) dan uji beda nyata terkecil (BNT) pada
tiga taraf (30, 60, dan 120 detik). Setiap perlakuan dilakukan tingkat signifikansi a = 5% dan a = 1%.
dengan tiga kali ulangan. Pembuatan biodiesel dilakukan
pada perbandingan molar antara minyak jelantah dan metanol

236
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Biodiesel


Tabel 2 memperlihatkan rendemen dan karakteristik
Karakteristik Minyak Jelantah
biodiesel yang dihasilkan dari perlakuan intensitas daya
Hasil pengujian memberikan karakteristik minyak gelombang mikro dan waktu reaksi.
jelantah seperti disajikan pada Tabel 1. Dalam hal ini berat Analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa intensitas
molekul asam lemak dihitung dari data komposisi asam daya gelombang mikro dan waktu reaksi tidak berpengaruh
lemak dalam minyak jelantah seperti dilaporkan Kheang terhadap bilangan asam, viskositas, dan massa jenis biodiesel.
dkk. (2006). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa berat Tetapi, intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi
molekul asam lemak total adalah 280,8 g/mol sehingga berat berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen biodiesel dan
molekul minyak jelantah adalah 880,4 g/mol. Hasil pengujian terdapat interaksi yang sangat nyata antara intensitas daya
menunjukkan bahwa jumlah katalis yang diperlukan untuk gelombang mikro dan waktu reaksi terhadap rendemen
reaksi transesterifikasi adalah 5,5 g/L minyak jelantah. biodiesel (Tabel 3). Hasil uji BNT diberikan pada Tabel 4.

Tabel 1. Karakteristik minyak jelantah yang digunakan

Karakteristik Nilai
Massa jenis (g/mL) 0,910
Bilangan asam (mgKOH/g) 5,6
ALB (%) 2,81
Warna Gelap, keruh

Tabel 2. Rendemen dan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari perlakuan intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi

Perlakuan
Rendemen rata- Bilangan asam Viskositas Massa jenis
Intensitas daya D (%) Waktu reaksi T (detik) rata (%) (mgKOH/g) (cSt) (kg/L)

30 30 93,58 3,51 1,91 0,875


30 60 88,51 3,55 1,95 0,869
30 120 92,71 3,53 2,00 0,870
50 30 90,45 3,18 1,94 0,869
50 60 88,52 3,31 1,95 0,869
50 120 90,06 3,68 1,98 0,869
70 30 89,18 2,98 1,95 0,866
70 60 87,72 4,05 1,96 0,867
70 120 76,67 4,20 2,00 0,868

Tabel 3. Analisis sidik ragam untuk rendemen biodiesel

F TAB
Sumber Keragaman db JK KT FHIT
0,05 0,01
Perlakuan 8 581,97 72,75 14,66
Intensitas Daya (D) 2 243,98 121,99 25,18* 3,55 6,01
Waktu Reaksi (T) 2 102,75 51,38 10,60* 3,55 6,01
D×T (DT) 4 230,54 57,64 11,90* 2,93 4,58
GALAT 18 87,21 4,85
TOTAL 26 1253,24
*) berbeda nyata

237
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

Tabel 4. Hasil uji BNT untuk rendemen biodiesel Hal yang sama terjadi pada waktu reaksi 60 detik (rendemen
rata-rata 88,3%). Secara umum rendemen biodiesel yang
Perlakuan
tinggi diperoleh pada waktu reaksi yang lebih singkat
Intensitas Waktu reaksi Rendemen (%) a =1%
(30 detik) tanpa memperhatikan besarnya intensitas daya
daya D (%) T (detik) gelombang mikro. Meningkatkan waktu reaksi menjadi 60
30 30 76,67 a
detik tidak secara signifikan mengubah rendemen biodiesel
30 60 87,72 b
untuk reaksi dengan intensitas daya gelombang mikro 50
30 120 88,51 bc dan 70%, tetapi secara signifikan menurunkan rendemen
50 30 88,52 bc untuk reaksi dengan intensitas daya 30%. Dari waktu reaksi
50 60 89,18 bcd 60 hingga 120 detik, rendemen biodiesel tidak berubah
50 120 90,06 bcd untuk reaksi dengan intensitas daya 30 dan 50%, tetapi turun
70 30 90,45 bcd signifikan untuk reaksi dengan intensitas daya 70%.
70 60 92,71 cd Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa pada perlakuan
93,58 d intensitas daya gelombang mikro 70% mengakibatkan
70 120
terjadinya penurunan rendemen biodiesel yang signifikan dari
*) angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom a yang sama
berarti tidak berbeda nyata. 89,2% pada waktu reaksi 30 detik menjadi 76,7% pada waktu
reaksi 120 detik. Hal ini terjadi karena transfer panas yang
Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada waktu reaksi 30 efektif mengakibatkan naiknya suhu reaksi secara cepat. Hasil
detik, perlakuan daya menghasilkan rendemen biodiesel yang pengukuran menunjukkan bahwa suhu reaksi dapat mencapai
tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen rata-rata 91,1%. hingga 84oC pada intensitas daya 70% dan waktu reaksi 120
detik (Gambar 4). Suhu ini lebih tinggi dari suhu penguapan
100 metanol (65 oC) sehingga sebagian metanol berada dalam fase
uap dan menurunkan efektivitas reaksi. Penurunan rendemen
pada suhu tinggi (70 oC) juga terjadi pada proses produksi
Rendemen BiodieseI (%)

90 biodiesel secara konvensional (Aziz, 2011). Pemberian


kondensor pada sistem reaksi dapat mengembalikan fase uap
metanol menjadi cair. Tetapi, efektivitas kondensor masih
80 perlu dikaji mengingat waktu reaksi yang sangat singkat.
30%
50% 90
70 84.1
80
70%
70 62.8
Suhu Reaksi (oC)

60 62.9
60 44.5
50
0 15 30 45 60 75 90 105 120 49.1 45.5
40 39.3
Waktu Reaksi (detik) 30%
30 34.3 37.8
100 50%
20
70%
10
Rendemen Biodiesel (%)

0
90
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135

Waktu Reaksi (detik)


80
30 detik
Gambar 4. Hubungan antara intensitas daya dan waktu reaksi terhadap suhu
60 detik
reaksi
70 120 detik

Dibandingkan dengan reaksi transesterifikasi minyak


60 bekas secara konvensional, pemberian gelombang mikro
0 10 20 30 40 50 60 70 dalam proses transesterifikasi menghasilkan rendemen
Intensitas Daya Gelombang Mikro (%) biodiesel lebih tinggi. Sinaga dkk. (2014) melaporkan
Gambar 3. Hubungan antara waktu reaksi dan intensitas daya gelombang rendemen biodiesel tertinggi 72,9% pada reaksi dengan
mikro terhadap rendemen biodiesel perbandingan molar 1:6, suhu reaksi 65oC dan waktu reaksi 30

238
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

menit. Transfer panas melalui gelombang mikro berlangsung digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Oleh sebab
secara efektif mengakibatkan pemanasan yang lebih cepat itu dipandang perlu untuk melihat potensi pemanfaatannya
yang pada gilirannya meningkatkan laju reaksi. sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Untuk itu
dilakukan uji kapilaritas untuk mengetahui seberapa jauh
Bilangan Asam biodiesel yang dihasilkan mampu diserap oleh sumbu
Bilangan asam di dalam bahan bakar dapat kompor minyak tanah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
mempengaruhi sifat korosinya terhadap mesin. Semakin biodiesel yang dihasilkan memiliki kapilaritas yang tidak
tinggi bilangan asam maka korosivitasnya semakin tinggi. kalah dari minyak tanah, yaitu setinggi 37,5 cm hingga 38,5
Bilangan asam dalam biodiesel yang dihasilkan berkisar dari cm (Tabel 5).
2,98 mgKOH/g hingga 4,20 mgKOH/g. Jika dibandingkan
dengan bilangan asam bahan baku minyak jelantah, yaitu
5,6 mgKOH/g (Tabel 1), maka bilangan asam biodiesel yang
dihasilkan telah mengalami penurunan. Meskipun demikian,
nilai bilangan asam biodiesel yang dihasilkan masih lebih
tinggi dari nilai SNI, yaitu 0,8 mgKOH/g. Hal ini menunjukkan
bahwa biodiesel yang dihasilkan masih memiliki kandungan
asam yang tinggi sehingga belum dapat digunakan sebagai
campuran minyak solar untuk menggerakkan motor diesel.
Tingginya bilangan asam karena penggunaan metanol
teknis (70%) sebagai pereaksi sehingga mengakibatkan Gambar 5. Hubungan antara intensitas daya dan waktu reaksi terhadap
reaksi kurang sempurna. Satriana dkk. (2012) menunjukkan viskositas
bahwa penurunan konsentrasi metanol dari 90% hingga 70%
telah mengakibatkan terjadinya peningkatan bilangan asam Tabel 5. Tabel perbandingan kapilaritas minyak tanah dan
biodiesel dari 0,8 mgKOH/g menjadi 3,73 mgKOH/g. biodiesel

Massa Jenis Biodiesel Viskositas (cSt) Kapilaritas (cm)


Minyak tanah 2,05 37
Standar massa jenis biodiesel yang diperbolehkan oleh
SNI berkisar 0,85–0,9 g/mL. Berdasarkan standar massa jenis Biodiesel dengan
2 37,5
untuk biodiesel tersebut maka biodiesel yang dihasilkan pada viskositas tertinggi
penelitian ini memenuhi standar. Biodiesel yang dihasilkan Biodiesel dengan
1,9 38,5
memiliki massa jenis 0,87 – 0,88 g/mL. Hasil ini tidak viskositas terendah
berbeda dengan massa jenis biodiesel yang dihasilkan dari
reaksi konvensional. Massa jenis biodiesel yang diperoleh Biodiesel juga diuji penyalaannya menggunakan
dari reaksi transesterifikasi dengan pemberian panas secara lentera sederhana dan hasilnya menunjukkan bahwa lentera
konvensional pada rasio molar yang sama berkisar pada dapat menyala dengan baik sebagaimana kalau menggunakan
0,85–0,86 g/mL (Sinaga dkk., 2014). minyak tanah. Dengan demikian maka biodiesel yang
dihasilkan dari penelitian ini memiliki potensi untuk dapat
Viskositas Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah
Gambar 5 menunjukkan bahwa biodiesel yang untuk kompor tanpa memodifikasi tinggi tangki kompor.
dihasilkan memiliki nilai viskositas antara 1,9 cSt hingga 2
cSt. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan viskositas biodiesel KESIMPULAN
yang diperoleh dari transesterifikasi dengan pemberian Intensitas gelombang mikro dan waktu reaksi tidak
panas secara konvensional yang dilaporkan oleh Sinaga berpengaruh terhadap sifat biodiesel yang dihasilkan (bilangan
dkk. (2014), yaitu 1,65–1,85 cSt. Nilai viskositas biodiesel asam, viskositas, dan massa jenis). Biodiesel yang dihasilkan
dalam penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan nilai memiliki bilangan asam berkisar 2,98–4,20 mgKOH/g, massa
viskositas yang dipersyaratkan SNI. jenis biodiesel berkisar 0,87–0,88 g/mL, dan viskositas
biodiesel berkisar 1,9–2 cSt. Intensitas daya gelombang
Uji Kapilaritas dan Uji Nyala
mikro dan waktu reaksi serta interaksinya berpengaruh nyata
Karakteristik biodiesel sebagaimana dibahas di atas terhadap rendemen biodiesel. Produksi biodiesel yang tinggi
menunjukan bahwa biodiesel yang dihasilkan belum dapat diperoleh pada waktu reaksi 30 detik dengan rendemen rata-

239
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015

rata mencapai 91,1% tanpa memperhatikan intensitas daya An overview. Journal of Sustainable Energy &
gelombang mikro. Biodiesel yang dihasilkan berpotensi dapat Environment 2: 71-75.
digunakan sebagai pengganti bahan bakar kompor minyak Kheang, L.C., May, C.Y., Foon, C.S. dan Ngan, M.A. (2006).
tanah. Recovery and conversion of palm olein-derived used
frying oil to methyl esters for biodiesel. Journal of Oil
UCAPAN TERIMA KASIH Palm Research 18: 247-252.
Penelitian ini didanai oleh DIPA Fakultas Pertanian, Knothe, G., Gerpen, J.V. dan Krahl, J. (editor). (2005). The
Universitas Lampung dengan Kontrak No. 270.A/UN26/4/ Biodiesel Handbook. AOCS Press, Champaign, Illinois.
DT/2013, tanggal 25 Februari 2013. Kwartiningsih, E., Setyawardhani, D.A., Widyawati, E.D.
dan Adi, W.K. (2007). Pengaruh temperatur terhadap
DAFTAR PUSTAKA kinetika reaksi metanolisis minyak jelantah menjadi
Aziz, I. (2011). Kinetika reaksi transesterifikasi minyak biodiesel (ditinjau sebagai reaksi homogen). Jurnal
goreng bekas. Jurnal Valensi 1: 19-23. Ekuilibrium 6(2): 71-74.
Barnard, T.M., Leadbeater, N.E., Boucher, M.B., Stencel, Lin, Y.C., Lin, J.F., Hsiao, Y.H. dan Hsu, K.H. (2012).
L.M. dan Wilhite, B.A. (2007). Continuous-flow Soybean oil biodiesel production assisted a microwave
preparation of biodiesel using microwave heating. system and sodium methoxide catalyst. Sustainable
Energy and Fuels 21: 1777-1781. Environment Research 22(4): 247-254.
Berrios, M., Martín, M.A., Chica, A.F. dan Martín, A. Ma, F. dan Hanna, H.A. (1998). Biodiesel production: A
(2010). Study of esterification and transesterification in review. Bioresource Technology 70: 1-15.
biodiesel production from used frying oils in a closed Manurung, R. (2006). Transesterifrikasi minyak nabati.
system. Chemical Engineering Journal 160: 473-479. Jurnal Teknologi Proses 5(1): 47-52.
Canakci, M, dan van Gerpen, J.H. (2003). Comparison Motasemi, F. dan Ani, F.N. (2012). A review on microwave-
of engine performance and emissions for petroleum assisted production of biodiesel. Renewable and
dieselfuel, yellow-grease biodiesel and soybean-oil Sustainable Energy Reviews 16: 4719-4733.
biodiesel. Transactions of the ASAE 46: 937-944. Ribeiro, A., Castro, F. dan Carvalho, J. (2011). Influence of
Freedman, B., Pryde, E.H. dan Mounts, T.L. (1984). Variables free fatty acid content in biodiesel production on non-
affecting the yields of fatty ester from transesterified edible oils. lst International Conference on WASTES:
vegetable oils. Journal of American Oil Chemists’ Solutions, Treatments and Opportunities. September
Society 61(10): 1638-43. 12th-14th 2011.
van Gerpen, J. (2005). Biodiesel processing and production. Ryan, D. 2004. Biodiesel: A Primer. National Center for
Fuel Processing Technology 86: 1097-1107. Appropriate Technology. 13 hal. Davis, California.
Haas, M.J., Scott, K.M., Alleman, T.L. dan McCormick, R.L. Satriana, N.E. Husna, Desrina dan Supardan, M.D. (2012).
(2001). Engine performance of biodiesel fuel prepared Karakterisitk biodiesel hasil transesterifikasi minyak
from soybean soapstock: A high quality renewable fuel jelantah menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik.
produced from a waste feedstock. Energy and Fuels 15: Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian 4(2): 15-20.
1207-1212. Sinaga, S.V., Haryanto, A. dan Triyono, S. (2014). Pengaruh
Hernando, J., Leton, P., Matia, M.P., Novella, J.L. dan suhu dan waktu reaksi pada proses pembuatan biodiesel
Alvarez-Builla, J. (2006). Biodiesel and FAME dari minyak jelantah. Jurnal Teknik Pertanian 3(1): 27-
synthesis assisted by microwaves: Homogeneous batch 34.
and flow process. Fuel 86: 1641-1644. Widodo, C.S., Nurhuda, M., Aslama, A., Hexa, A. dan Rahman,
Jagadale, S.S. dan Jugulkar, L.M. (2012). Review of various S. (2007). Studi penggunaan microwave pada proses
reaction parameters and other factors affecting on transesterifikasi secara kontinyu untuk menghasilkan
production of chicken fat based biodiesel. International biodiesel. Jurnal Teknik Mesin 9(2): 54-58.
Journal of Modern Engineering Research 2(2): 407- Yuniawati, M. dan Karim, A.A. (2009). Kinetika reaksi
411. pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas
Jaichandar, S. dan Annamalai, K. (2011). The status of (jelantah) dan metanol dengan katalis KOH. Jurnal
biodiesel as an alternative fuel for diesel engine - Teknologi 2(2): 130-136.

240
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 37-45
ISSN: 0216-4329 Terakreditasi
No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012

PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI KEMIRI SUNAN


(Making Biodiesel of Aleurites trisperma Blanco Seed)

Djeni Hendra
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610 Telp. (0251) 8633378, Fax. (0251) 8633413
Email: djeni_hendra@yahoo.co.id

Diterima 30 Mei 2013, Disetujui 28 Januari 2014

ABSTRACT
Due to limitation of resources the availability offossil fuel is become decreasing, an alternative fuel is needed such as
Aleurites trisperma Blancoseed before of big potential as source for plantation, the composition of seed kernel hasa high
level of oil (43.3%).
Biodiesel production process was done in the laboratory, its objective to establish the optimum condition. The addition of
catalyst H3PO4 (degumming process) of 0,5%, 0,75%, 1%. The esterification treatment use a methanol catalyst mixture
of 10%, 15%, 20% with HCl and H2SO4 of 0,5%, 0,75% and 1%. The transestrification treatment use a methanol
catalyst mixture of 10%, 15% and 20% with KOH and NaOH of 0,2%, 0,4%, 0,6%. Optimum results will be
apllied to biodiesel production in large scale.
In making Aleurites trisperma Blanco biodiesel which meet the Indonesian National Standard quality (SNI),
chemical used were mixture of methanol 20% (v/v) and catalys NaOH 0.6% (w/v), where resulting in biodiesel with
moisture content 0.05 %, acid number 0.76 mg KOH/g, free fatty acid content 0.38 %, density 865 kg/m3, kinetic
viscocity at 40 0C of 5.41 mm2/s (cSt), base number 101.49 mg KOH/g, alcyl ester content 104.55% massa, iod
number 109.73 g I2/100 g, cetana number 59,08, and yield of biodiesel oil 79.92 %.

Keywords: Aleurites trisperma Blanco seed, oil, biodiesel, diesel fuel

ABSTRAK
Ketersediaan bahan bakar minyak semakin menipis, oleh karena itu dibutuhkan bahan bakar
alternatif. Biji kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) merupakan salah satu bahan yang memiliki
potensi cukup besar untuk dijadikan biodiesel, karena inti bijinya memiliki kandungan minyak mentah
yang cukup tinggi yaitu sebesar 43,3%.
Proses pembuatan biodiesel dilakukan secara laboratorium dengan tujuan untuk menetapkan
kondisi optimum. Penambahan katalis H3PO4, (proses degumming) sebesar 0,5%, 0,75%, 1%, perlakuan
esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol sebesar 10%, 15%, 20% dengan HCl, dan H2SO4
sebesar 0,5%, 0,75% dan 1%. Pada perlakuan transesterifikasi digunakan campuran katalis metanol
sebesar 10%, 15%, 20% dengan KOH dan NaOH sebesar 0,2%, 0,4%, 0,6%. Hasil yang optimum akan
diterapkan pada pembuatan biodiesel skala besar.
Pembuatan biodiesel dari minyak biji kemiri sunan, mutunya sudah sesuai dengan persyaratan
ketentuan standar biodiesel (SNI-2006) dengan menggunakan campuran metanol 20% (v/v) dan katalis
NaOH 0,6% (b/v), menghasilkan nilai kadar air sebesar 0,05%, bilangan asam 0,76 mg KOH/g, kadar
asam lemak bebas 0,38%, densitas 865 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 5,41 mm2/s (cSt),
bilangan penyabunan 101,49 mg KOH/g, kadar alkil ester 104,55% massa, bilangan Iod 109,73 g I2/100
g, angka setana 59,08 dan rendemen minyak biodiesel sebesar 79,92%.
Kata kunci : Biji kemiri sunan, minyak, biodiesel, bahan bakar diesel

36
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)

I. PENDAHULUAN kuning agak kegelapan. Kandungan asam lemak


minyak kemiri sunan terdiri atas asam stearat,
Penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar oleat, linoleat, dan asam α-eleostearat (BPPP-
ternyata selain tidak terbarukan juga memberikan 2009). Minyak ini mengandung racun sehingga
beberapa efek negatif bagi lingkungan seperti tidak dapat dikonsumsi karena mengandung asam
dapat memicu terjadinya pemanasan global.Hasil α-eleostearat dalam minyak merupakan senyawa
pembakaran yang tidak sempurna dari minyak yang mengakibatkan minyak kemiri sunan
bumi sangat berbahaya bagi lapisan ozon yang beracun (Vossen dan Umali, 2002).
juga dapat memicu terjadinya hujan asam
(Reijnders, 2006). Oleh karena itu, diperlukan
suatu bahan bakar alternatif yang bersifat baru, II. BAHAN DAN METODE
terbarukan dan ramah lingkungan.
Biodiesel pada umumnya diklasifikasikan A. Bahan dan Alat
sebagai mono-alkil ester dari lemak atau minyak Bahan yang digunakan adalah biji kemiri
yang mempunyai potensi sangat besar untuk sunan asal Jawa Barat, akuades, KOH, metanol pa,
dikembangkan sebagai bahan bakar karena etanol pa, asam asetat glasial, asam sulfat, asam
mempunyai banyak keuntungan dari segi klorida, indikator fenolftalein, indikator universal,
lingkungan. Keuntungan penggunaan biodiesel asam oksalat, kloroform pa, kalium iodida
diantaranya adalah dapat diperbaharui, kristal, CCl4 pa, natrium tiosulfat kristal, larutan
penggunaan energi lebih efisien, dapat kanji 0,5%, larutan wijs, KIO3 kering dan batu
menggantikan penggunaan bahan bakar diesel didih.
dan turunannya dari bahan bakar minyak serta Alat yang digunakan adalah: mesin pengering,
dapat digunakan pada kebanyakan motor diesel mesin ekstraksi minyak sistim kontinyu, mesin
dengan tidak perlu modifikasi, dapat mengurangi filter bertekanan, alat degumming multi fungsi,
emisi yang menyebabkan pemanasan global, neraca analitik, gelas piala, dan peralatan gelas
mengurangi emisi gas beracun dari knalpot, kaca lainnya, hot plate, magnetik stirer, cawan
bersifat “biodegradable” dan mudah digunakan
(Tyson, 2004). porselen, viskometer Brookfield, aluminium foil,
genset, stop watch (timer), dan alat uji asap.
Penelitian pembuatan biodiesel yang telah
dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan
B. Metodologi penelitian
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan diantaranya adalah menggunakan bahan 1. Penelitian pendahuluan
baku dari biji jarak pagar, nyamplung, kepuh, Proses pembuatan biodiesel dilakukan secara
kesambi dan bintaro, dari semua bahan baku laboratorium dengan tujuan untuk menetapkan
minyak nabati ini sifat fisiko-kimianya berbeda- kondisi optimum. Penambahan katalis H3PO4,
beda dan juga proses pengolahannya. (proses degumming) sebesar 0,5%, 0,75%, 1%,
Sehubungan dengan itu, penelitian tentang perlakuan esterifikasi menggunakan campuran
pemanfaatan jenis-jenis pohon dari hutan katalis metanol sebesar 10%, 15%, 20% dengan
tanaman yang bijinya menghasilkan minyak HCl, dan H2SO4 sebesar 0,5%, 0,75% dan 1%.
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel perlu Pada perlakuan transesterifikasi digunakan
terus dilakukan dan ditingkatkan. Penelitian ini campuran katalis metanol sebesar 10%, 15%, 20%
bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat biodiesel dengan KOH dan NaOH sebesar 0,2%, 0,4%,
yang di buat dari minyak biji kemiri sunan 0,6%. Hasil yang optimum akan diterapkan pada
(Aleurites trisperma Blanco). pembuatan biodiesel skala besar.
Tanaman kemiri sunan tumbuh pada daerah
sebaran luas dari elevasi 0 - 1.200 m dpl, dan 2. Penelitian utama
tumbuh optimal pada ketinggian sekitar 0 - 750 m Dalam penelitian utama dilakukan prosedur
dpl, dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dan baku seperti yang dilakukan pada minyak nabati
tipe iklim. Biji kemiri sunan terdiri dari cangkang lain yaitu menggunakan perlakuan degumming,
(35 - 45%) dan daging buah (55 - 65%), danging esterifikasi-transesterifikasi (estrans) seperti di
buah mengandung 55% minyak yang berwarna bawah ini. Pemakaian konsentrasi bahan kimia

37
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44

yang akan digunakan pada proses degumming, dimasukan air hangat sebanyak 30% (v/v) sambil
esterifikasi dan transesterifikasi, ditentukan dari diaduk dengan putaran rendah selama 2-5 menit di
hasil penelitian pendahuluan. ulang tiga kali sampai air cucian pH netral
Minyak mentah (crude oil) yang sudah disaring (pH = 7).
dengan mesin filter bertekanan, kemudian di Proses pemurnian minyak biodiesel yaitu
degumming menggunakan mesin degumming multi dengan cara minyak dimasukan kembali ke dalam
fungsi (maksimum 100 liter/batch) dengan reaktor degumming kemudian dipanaskan pada
penambahan H3PO4 teknis sebanyak 1% (v/v) suhu 105°C, sampai warna minyak kuning muda
sambil diaduk selama 60 menit pada suhu 50-60oC. dan jernih.
Diendapkan minimal selama 3 jam, dipisahkan 3. Pengujian biodiesel
minyaknya dan dianalisis bilangan asamnya, jika Pengujian sifat fisiko kimia minyak biodiesel
bilangan asamnya sudah mencapai kurang dari 2 dari bahan baku minyak biji kemiri sunan yang
mg KOH/g dapat dilanjutkan langsung ke proses dilakukan dalam penelitian ini yaitu : kadar air,
transesterifikasi, akan tetapi jika bilangan asam bilangan asam, kadar asam lemak bebas, densitas,
minyak diatas 2 mg KOH/g harus melalui proses viskositas kinematik, bilangan penyabunan,
esterifikasi. kadar alkil ester, bilangan iod, bilangan setana
Proses esterifikasi dilakukan jika bilangan asam (BSN, 2006) dan uji emisi.
dalam minyak di atas 2 mg KOH/g. Minyak yang
sudah bebas gum minimal sebanyak 30 liter C. Pengolahan Data
dimasukkan ke dalam reaktor degumming multi
fungsi, selanjutnya dipanaskan sambil diaduk pada Data yang dihasilkan pada penelitian ini berupa
suhu 60 °C, kemudian sejumlah campuran katalis data hasil pengujian fisiko-kimia biodiesel, data
metnol 20% (v/v) dan H2SO4 teknis 1% (v/v) pengujian kinerja biodiesel, data pengujian
ditambahkan ke dalam minyak, proses pemanasan aplikasi biodiesel di lapangan pada kendaraan
dijaga pada suhu 50-60°C sambil diaduk selama 1 darat bermesin diesel, dan motor diesel. Data hasil
jam, dikeluarkan dari reaktor dan didiamkan penelitian biodiesel dianalisa secara tabulasi dan
dalam tangki pemisah minimum selama 3 jam, dibandingkan dengan bahan bakar solar.
selanjutnya dipisahkan antara minyak dan katalis
metanol asam sisa reaksi.
Dalam penelitian ini proses transesterifikasi III. HASIL DAN PEMBAHASAN
langsung dilakukan jika bilangan asam dalam
minyak di bawah 2 mg KOH/g. Minyak yang A. Penelitian Pendahuluan
sudah dipisahkan dari katalis metanol asam Pada Tabel 1 dan 2 dapat diketahui bilangan
minimal sebanyak 30 liter dimasukkan ke dalam asam, kadar air, densitas, viskositas kinematik,
reaktor degumming multi fungsi, kemudian rendemen dan penampakan minyak mentah dari
dipanaskan sambil diaduk hingga suhunya biji kemiri sunan yang digunakan sebagai bahan
mencapai 60°C setelah itu sejumlah campuran baku pada pembuatan biodiesel. Hasil analisis sifat
metanol 10% (v/v) dan katalis NaOH 0,6% (b/v) fisiko kimia minyak mentah dari biji kemiri sunan
ditambahkan ke dalam minyak, proses pemanasan dapat di lihat pada Tabel 1.
dijaga pada suhu 50 - 60°C sambil diaduk selama 1 Hasil ekstraksi biji kemiri sunan menghasilkan
jam, dikeluarkan dari reaktor dan didiamkan minyak mentah berwarna kuning kecoklatan, hal
dalam tangki pemisah minimum selama 3 jam, ini menunjukkan bahwa masih banyaknya
selanjutnya dipisahkan antara minyak dan katalis kandungan gum (getah) atau lendir yang terdiri dari
metanol basa sisa reaksi. fosfatida, protein, karbohidrat, dan resin yang
Proses pencucian minyak biodiesel dari sisa terkandung pada biji kemiri sunan, disamping itu
metanol dan air yaitu dengan cara minyak sangat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, waktu
dimasukan kembali ke dalam reaktor pencuci, panen, penyimpanan biji, faktor genetik, dan cara
dipanaskan pada suhu ± 35°C kemudian ekstraksi minyak (Sudradjat et al., 2007).

38
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)

Tabel 1. Sifat fisiko kimia minyak mentahdari biji kemiri sunan


Table 1. Physico chemical characteristics of crude oil from Aleurites trisperma seed
No. Parameter (Parameters) Nilai (Value)

1. Bilangan asam (Acid number), mg KOH/g 13,26


2. Kadar asam lemak bebas (Free fatty acid content), % 6,63
3. Kadar air (Moisture content), % 9,6
4. Densitas (Density), kg/m³ 985,49
5. Viskositas kinematik (Kinematic viscosity), mm2/s(cSt) 26,57
7. Rendemen (Yield), % 43,33
8. Penampakan minyak mentah (Crude oil appearance) Kuning kecoklatan
(Yellowish -brown)

Tabel 2. Rendemen minyak biodiesel dari minyak biji kemiri sunan


Table 2. Biodiesel oil yield from Alurites trisperma seed oil
Minyakhasil deguming Minyak biodiesel Rendemen
Perlakuan
(Refined oil), (Biodiesel oil), (Yield),
(Treatment) ml ml % v/v
NaOH 0,2%
1.000 518 51.8
ME 10%
NaOH 0,4%
1.000 796 79.6
ME 15%
NaOH 0,6%
1.000 873 87.3
ME 20%
KOH 0,2%
1.000 848 84.8
ME 10%
KOH 0,4%
1.000 792 79.2
ME 15%
KOH 0,6%
1.000 640 64.0
ME 20%
Keterangan (Remarks) : ME = Metanol (Methanol)

Rendemen minyak biodiesel tertinggi terdapat bilangan asam telah memenuhi persyaratan
pada perlakuan transesterifikasi yang meng- standar biodiesel (SNI-2006), kecuali pada
gunakan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan perlakuan penambahan campuran katalis metanol
NaOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 87,3%, sedang- 10% (v/v) dengan NaOH 0,2% (b/v) sebesar 0,89
kan nilai terendah terdapat pada perlakuan tran- mg KOH/g dan campuran katalis metanol 10%
sesterifikasi yang menggunakan campuran katalis (v/v) dan KOH 0,2% (b/v) sebesar 0,92 mg
metanol 10% (v/v) dan NaOH 0,2% (b/v) yaitu KOH/g, (Tabel 3). Menurut Sonntag (1982),
sebesar 51,8%. Hal ini dikarenakan reaksi antara proses esterifikasi terjadi bila asam lemak direaksi-
minyak dengan campuran metanol basa pada kan dengan gliserol atau alkohol dan membentuk
proses transesterifikasi kurang bereaksi sehingga ester serta akan melepaskan molekul air.
metil ester yang dihasilkan sedikit (Tabel 2). R1COOH + CH3OH R1 COOCH3 + H2O
Minyak biodiesel yang dihasilkan dari Asam lemak bebas Metanol Metil ester Air
penelitian pendahuluan menunjukan bahwa nilai (Free fatty acid ) (Methanol) (Methil ester) (water)

39
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44

Proses esterifikasi menghasilkan produk sedangkan lapisan bagian bawah adalah campuran
dengan dua lapisan yang sangat berbeda, sehingga metil ester dengan pengotor, untuk mendapatkan
mudah dipisahkan. Lapisan atas adalah campuran pemisahan secara sempurna perlu didekantasi
gliserol dengan sisa katalis metanol asam, (aging) minimal selama 3 jam.

Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak biodiesel dari minyak biji kemiri sunan
Table 3. Physico characteristics of biodiesel oil from Aleurites trisperma seed oil
Viskositas Kadar ester
Bilangan asam Densitas Kadar air Bilangan iod alkil
Perlakuan (Kine-matic
(Acid number) (Density) (Moisture (Iod number) (Alcyl ester
(Treatment) visco-sity)
(mg NaOH/g) (g/ml) content) (%) (g I2/100g) content)
(cSt)
(mg KOH/g)
NaOH 0,2 0.89 0.899 0.25 62.951 12.5 120.901
ME 10%
NaOH 0,4% ME 0.78 0.892 0.23 67.447 9.5 121.805
15%
NaOH 0,6% ME 0.74 0.891 0.05 55.545 5,65 113.055
20%
KOH 0,2% ME 0.92 0.894 0.21 62.951 11.0 103.216
10%
KOH 0,4% ME 0.79 0.894 0.35 41.055 10.2 104.666
15%
KOH 0,6% ME 0.78 0.888 0.02 46.148 9.2 106.221
20%
SNI-2006 Maks 0,80 0,850-0,890 Maks 0,05 Maks 115 2,3-6,0 Min 96,5
biodiesel
Keterangan (Remarks): ME = Metanol (Methanol)

1. Kadar air minyak 2. Bilangan iod


Nilai kadar air minyak biodiesel pada proses Bilangan iod minyak biodiesel berkisar antara
transesterifikasi yang menggunakan campuran 41,055-67,447 g I2/100 g, nilai tersebut masih
katalis metanol 20% (v/v) dan NaOH 0,6% (b/v) berada pada kisaran yang disyaratkan standar
sebesar 0,05% sedangkan yang menggunakan biodiesel (SNI-2006), yaitu maksimum 115 g
campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH I2/100g (Tabel 3). Mesin diesel dengan bahan
0,6% (b/v) sebesar 0,02%, sudah memenuhi bakar minyak biodiesel yang memiliki bilangan
persyaratan standar biodiesel (SNI-2006). Iod lebih besar dari 115 g I2/100g, maka akan
Kandungan air tinggi dalam minyak nabati akan terbentuk deposit di lubang saluran injeksi, cincin
menyebabkan terjadinya hidrolisis dan akan piston, dan kanal cincin piston. Keadaan ini
menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak disebabkan lemak ikatan rangkap mengalami
nabati. Fukuda et al. (2001) menyatakan bahwa ketidakstabilan,akibat suhu panas sehingga terjadi
keberadaan air yang berlebihan dapat reaksi polimerisasidan terakumulasi dalam bentuk
menyebabkan sebagian reaksi berubah menjadi karbon atau pembentukan deposit (Pasae et al., 2010).
reaksi saponifikasi antara asam lemak bebas hasil Apabila hasil ini dibandingkan dengan bilangan
hidrolisis minyak dengan katalis metanol basa Iod minyak biodisel dari bahan baku biji kepuh
yang akan menghasilkan sabun. Sabun akan yaitu sebesar 91,20 g I2/100g masih jauh lebih baik.
mengurangi efisiensi katalis metanol basa,
sehingga akan meningkatkan viskositas, terbentuk 3. Densitas
Densitas minyak biodiesel kemiri sunan
gel, dan menyulitkan pemisahan gliserol dengan
metil ester. berkisar atara 0,888 - 0,899 g/ml (Tabel 3), nilai
densitas tertinggi terdapat pada perlakuan

40
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)

transesterifikasi dengan campuran katalis metanol 5. Bilangan ester


10% (v/v) dan NaOH 0,2 % (b/v), yaitu sebesar Bilangan ester terbanyak dimiliki oleh minyak
0,899 g/ml, sedangkan densitas terendah dan biodiesel pada perlakuan transesterifikasi yang
memenuhi standar SNI terdapat pada perlakuan menggunakan campuran katalis metanol 15%
transesterifikasi dengan campuran katalis metanol (v/v) dan NaOH 0,4% (b/v) sebesar 121,805 mg
20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar KOH/g. Bilangan ester dihitung sebagai selisih
0,888 g/ml. Minyak biodiesel dengan nilai antara bilangan asam dan bilangan penyabunan.
densitas melebihi ketentuan persyaratan standar Meskipun tidak menunjukkan jumlah senyawa
biodiesel (SNI-2006) yaitu berkisar antara 0,850 - ester sebenarnya, tetapi secara teoritis bilangan ini
0,890 g/ml, akan meningkatkan keausan mesin, dapat memperkirakan jumlah asam organik yang
tingginya nlai emisi, dan merusak komponen sebenarnya sebagai ester. Hasil penelitian
mesin. menunjukan bahwa biodiesel yang dihasilkan
memiliki jumlah asam organik yang tinggi (Tabel 3).
4. Viskositas
Nilai tersebut masih di atas nilai standar biodiesel
Viskositas minyak biodiesel (Tabel 3), yang
(SNI-2006) yaitu minimum sebesar 96,5 mg
dihasilkan dari berbagai perlakuan pada proses
KOH/g.
pembuatan biodiesel tidak memenuhi persyaratan
standar biodiesel (SNI-2006), kecuali pada
B. Penelitian Utama
perlakuan transesterifikasi menggunakan
campuran katalis metanol 20% (v/v) dan NaOH Berdasarkan sifat fisiko kimia pada penelitian
0,6% (b/v) sebesar 5,65 mm2/s (cSt). Hal tersebut pendahuluan, hasil terbaik didapat pada per-
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lakuan degumming yang menggunakan katalis
oleh kandungan trigliserida yang tidak bereaksi H3PO4 1% (v/v), esterifikasi menggunakan
dengan campuran katalis methanol basa, campuran katalis metanol 10% (v/v) dan H2SO4
komposisi asam lemak penyusun metil ester, serta 0,5% (v/v) dan transesterifikasi menggunakan
senyawa antara seperti monogliserida dan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan NaOH
digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot 0,6% (b/v). Perlakuan pada penelitian
molekul yang cukup tinggi. Selain itu, kontaminasi pendahuluan ini akan dijadikan acuan pada
gliserin juga mempengaruhi nilai viskositas pembuatan minyak biodiesel pada skala besar
biodiesel (Bajpai dan Tyagi. 2006). (penelitian utama).

Tabel 4. Sifat fisiko kimia minyak biodiesel dari minyak biji kemiri sunan skala besar
Table 4. Physico-chemical characteristic of biodiesel oil from Aleiurites trisperma Seedoilat
high intake scale
Standar
No. Parameter (Parameters) Nilai (Value)* biodiesel
SNI**
1. Kadar air (Moisture content), % 0,05 0,05
2. Bilangan asam (Acid value), mg KOH/g 0,76 0,80
3. Kadar asam lemak bebas (Free fatty acid number), % 0,38 -
4. Densitas (Density), Kg/m³ 865 850-890
5. Viskositas kinematik (Kinematic viscosity), mm²/s (cSt) 5,41 2,3-6,0
6. Bilangan penyabunan (Base number), mg KOH/g 101,49 -
7. Kadar ester alkil (Alkil ester content), % massa 104,55 Min.96,5
8. Bilangan Iod (Iod number), g I2/100g 109,73 Mak.115
9. Bilangan setana (Cetane number) 59,08 Min.51
10. Penampakan minyak biodiesel (Biodiesel oil appearance) Kuning encer -
Sumber (Source) :* Penelitian (Research) **, BSN. 2006

41
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44

Minyak biodiesel umumnya dipengaruhi oleh akan semakin tinggi (Demiebas 2008).Viskositas
nilai bilangan asam, densitas, viskositas, bilangan merupakan sifat biodiesel yang paling penting
setana dan nilai kadar air (Tabel 4). karena viskositas memperngaruhi kerja sistem
pembakaran bertekanan, semakin rendah
1. Bilangan asam
viskositas biodiesel tersebut semakin mudah
Bilangan asam adalah jumlah milligram basa
dipompa dan menghasilkan pola semprotan yang
yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam
lebih baik. Viskositas biodiesel dipengaruhi oleh
lemak bebas dari 1 gram minyak atau lemak,
kandungantrigeliseridayangtidak bereaksi dengan
sedangkan asam lemak bebas (FFA) merupakan
metanol, komposisi asam lemak penyusun metil
persentasi asam lemak bebas yang terdapat pada
ester, serta senyawa antara monogliserida dan
minyak. Bilangan asam pada minyak biodiesel dari
digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot
minyak biji kemiri sunan sebesar 0,76 mg KOH/g
molekul yang cukup tinggi.
dengan kadar asam lemak bebas (FFA) 0,38%.
Nilai bilangan asam hasil produksi ini sudah 4. Bilangan setana
memenuhi persyaratan standar biodiesel (SNI- Bilangan setana minyak biodiesel hasil
2006) yaitu maksimum sebesar 0,8 mg KOH/g. produksi sebesar 59,08 nilai ini telah memenuhi
Semakin rendah bilangan asam pada minyak persyaratan standar biodiesel yaitu minimum 51.
biodiesel, maka semakin baik mutunya dan aman Nilai bilangan setana merupakan ukuran kualitas
dalam penggunaannya, akan tetapi tingginya nilai pembakaran atau waktu tunggu pembakaran, hal
bilangan asampada minyak biodiesel dapat ini berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan
menyebabkan korosi dan kerusakan pada mesin bahan bakar cair untuk terbakar setelah dipompa
diesel. Apabila hasil ini dibandingkan dengan ke mesin pembakaran, semakin tinggi bilangan
minyak biodisel dari biji kepuh tidak jauh berbeda setana, semakin cepat pula waktu tunggu pemba-
yaitu sebesar 0,66 mg KOH/g dengan kadar asam karan, hal ini mengakibatkan pembakaran menjadi
lemak bebas (FFA) 0,33%. lebih efektif dan efisien (Demiebas 2008).
2. Densitas 5. Kadar air
Densitas menunjukkan nisbah berat persatuan Nilai kadar air minyak biodiesel yang
volume dari suatu cairan pada suhu tertentu. Nilai disyaratkan standar biodiesel (0,05%), nilai ini
densitas minyak biodiesel hasil produksi sebesar sesuai dengan kadar air hasil produksi minyak
865 kg/m3, jika dibandingkan dengan persyaratan biodiesel yaitu sebesar 0,05%. Kandungan air
standar biodiesel (SNI-2006), ternyata minyak yang tinggi dalam minyak nabati akan
biodiesel yang diproduksi telah memenuhi menyebabkan terjadinya hidrolisis yang akan
persyaratan yang ditetapkan (Tabal 4). Minyak menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak
biodiesel dengan nilai densitas melebihi ketentuan nabati. Fukuda et al. (2001) melaporkan bahwa
persyaratan standar biodiesel akan meningkatkan keberadaan air yang berlebihan dapat
keausan mesin, tingginya nilai emisi, dan merusak menyebabkan sebagian reaksi berubah menjadi
komponen mesin, selain itu nilai densitas ini dapat reaksi saponifikasi antara asam lemak bebas hasil
dipergunakanuntuk menentukan bilangan setana. hidrolisis minyak dengan katalis basa yang akan
semakin rendah densitas maka bilangan setana menghasilkan sabun. Sabun akan mengurangi
akan semakin tinggi (Srivastava dan Prasad 2000). efisiensi katalis sehingga meningkatkan viskositas,
terbentuk gel, dan menyulitkan pemisahan gliserol
3. Viskositas dengan metil ester.
Viskositas minyak biodiesel hasil produksi
sebesar 5,41 mm2/s (cSt), nilai viskositas ini sudah 6. Rendemen
memenuhi persyaratan standar biodiesel yaitu Rendemen minyak biodiesel hasil produksi
berkisar antara 2,3-6,0 mm2/s (cSt). Tingginya berkisar antara 79,42-80,42 %, tinggi rendahnya
viskositas minyak biodiesel dikarena adanya ikatan rendemen biodiesel yang dihasilkan dipengaruhi
hidrogen intermolekular dalam asam luar gugus oleh bahan baku pada pembuatan minyak mentah
karboksil. Nilai viskositas sebanding dengan yaitu tempat tumbuh, ketepatan waktu panen,
densitas, semakin tinggi viskositas maka densitas penyimpanan biji, faktor genetik, dan kadar air

42
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)

kernel, sehingga minyak yang dihasilkan minyak biji kemiri sunan dapat dilihat pada
mempunyai bilangan asam tinggi. Disamping itu Tabel 5.
juga sangat dipengaruhi oleh reaksi antara minyak Minyak biodiesel hasil produksi jika
dengan campuran katalis metanol asam dan basa dibandingkan dengan viskositas, densitas dan
pada perlakuan esterifikasi dan transesterifikasi bilangan setana minyak solar mutunya masih lebih
kurang bereaksi sehingga metil ester yang baik, kecuali nilai densitas masih diatas minyak
dihasilkan sedikit. Rendemen biodiesel dari solar yaitu sebesar 865 kg/m3 (Tabel 6).

Tabel 5. Rendemen biodiesel dari minyak biji kemiri sunan


Table 5. Biodiesel yield from Aleurites trisperma seed oil
Minyak hasil Minyak biodiesel Rendemen
No. Parameter (Parameters) degumming (Biodiesel oil), (Yield),%
(Refined oil), ml
ml
1. Campuran katalis metanol 20% (v/v) 60.000 48.250 80,42
dan NaOH 0,6% (b/v)
2. Campuran katalis metanol 20% (v/v) 60.000 47,950 79,92
dan NaOH 0,6% (b/v)
3. Campuran katalis metanol 20% (v/v) 60.000 47,650 79,42
dan NaOH 0,6% (b/v)

Tabel 6. Perbandingan mutu biodiesel kemiri sunan terhadap minyak nabati lainnya serta
minyak solar.
Table 6. Comparison of biodiesel quality between aleurites trisperma with another vegetable
oil and solar oil
Viskositas
Kinematik
Densitas (Density), Bilangan Setana
No. Metil ester (Methil ester) (Kinematic (Cetanenumber)
kg/m3
viscosity), mm2/s
(cSt)

1. Kedelai (Soybean)* 4,0 880 45,7 – 56


2. Sawit (Palm) * 4,3 – 4,5 872 – 877 63,4 – 70
3. Biji bunga matahari (sun flower seed)* 4,2 882 51 – 59,7
4. Kepuh(Sterculia f)** 4,24 874 64,0
5. Minyak Solar (Solar oil)** 3,5 – 12 830 – 840 51
6. Kesambi (Schleichera oleosa L.)** 5,41 865 59,08

7. Minyak kemiri sunan ( Aleurites trisperma


Blanco oil)** 12,7-16,4 906-920 -
* **
Sumber (Source): Fukuda et al. (2001), Penelitian (Research)

43
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44

7. Aplikasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian


Aplikasi penggunaan minyak biodiesel kemiri (2009). Tanaman perkebunan penghasil bahan
sunan untuk bahan bakar mesin diesel 7 PK tanpa bakar nabati (BBN). Bogor: IPB Press.
beban dengan tekanan gas sedang, menghabiskan Bajpai, D., & Tyagi, V.K. (2006). Biodiesel Source,
minyak biodiesel sebanyak 1 l selama 3 jam. Production, Composition, Pro-perties and
Minyak biodiesel kemiri sunan lebih irit 1 jam its Benefits. Journal of Oleochemical Science, 10,
dibandingkan dengan minyak solar dengan mesin 487 502.
diesel yang sama.
Aplikasi penggunaan minyak biodiesel pada Demiebas, A. (2008). Biodiesel a realistic fuel
mobil pick-up mesin diesel 2500 cc tahun 1999, alternative for diesel fuel. London: Springer-
diperoleh konsumsi bahan bakar biodiesel dengan Verlag.
perbandingan 1 : 13,29 artinya untuk 1 liter Fukuda, H., Kondo, A., & Noda, H. (2001).
minyak biodiesel kemiri sunan dapat menempuh Biodiesel fuel production by trans-
jarak sejauh 13,29 k dengan kecepatan antara esterification of oil. Journal of Bioscience and
40 - 100 km/jam dalam keadaan tanpa beban, Bioengineering, 92, 405 - 416.
dengan kelebihan polusi yang dikeluarkan lebih
Pasae, Y., Jalaluddin, N., Harlim, T., &Firman.
bersih dan putih warna asapnya dibandingkan (2010). Pembuatan ester metil dan ester
dengan asap warna hitam yang dikeluarkan dari isopropil dari minyak kepoh sebagai produk
gas buang bahan bakar minyak solar. antara aditif biodiesel. Jurnal Industri Hasil
Pertanian, 5(2), 98-103.
IV. KESIMPULAN Reinjders, L. (2006). Conditions for the
sustainability of biomass based fuel use.
Pembuatan biodiesel berbahan baku minyak Energy Policy, 34, 863-876.
biji kemiri sunan telah menghasilkan mutu yang Sontag, N. (1982). Fat Splitting, Esterifiation and
seluruh ktiteria kualitasnya sudah sesuai dengan Interesterification. New York: Jhon Wiley &
persyaratan standar biodiesel, yaitu kadar air Sons.
sebesar 0,05%, bilangan asam 0,66 mg KOH/g,
Srivastava, a. P. (2000). Triglycerides base diesel
kadar asam lemak bebas 0,33%, densitas 874
fuels. Journal of Renewable Sustainability
kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,24
Energy 4, 111 - 133.
mm2/s (cSt), bilangan iodium 91,20 g I2 /100 g,
bilangan setana 64 dan rendemen minyak Sudradjat, R., Widyawati, Y., & Setiawan, D.
biodiesel yang dihasilkan sebesar 79,68%. (2007). Optimasi proses esterifikasi pada
Aplikasi penggunaan minyak biodiesel kemiri pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar.
sunan untuk bahan bakar mesin diesel 7 PK tanpa Jurnal Penelitian Hasil Hutan., 25(3),
beban dengan tekanan gas sedang, menghabiskan 203-224.
minyak biodiesel sebanyak 1 l selama 3 jam. Tyson, K.S.(2004). Energy efficiency and
Aplikasi penggunaan minyak biodiesel pada renewable energy. U.S. Department of
mobil pick-up mesin diesel 2500 cc tahun 1999, Energy. http://www.osti.gov/bridge, Diakses
diperoleh konsumsi bahan bakar biodiesel dengan 24 Mei 2006.
perbandingan 1 : 13,29 artinya untuk 1 l minyak
Kay, KH.& Yasir, SM. (2012). Biodiesel
biodiesel kemiri sunan dapat menempuh jarak
production from low quality crude jatropha
sejauh 13,29 km dengan kecepatan antara 40 - 100
oil using heterogeneous catalyst. APCBEE
km/jam dalam keadaan tanpa beban.
Procedia, 3, hal. 23-27.

DAFTAR PUSTAKA

BSN. (2006). Biodiesel. SNI 04-7182-2006. Jakarta:


Badan Standarisasi Nasional.

44
Otomasi Reaktor Transesterifikasi
Biodiesel Berbasis Programmable Logic
Controller (PLC)

Darmawan Hidayat1, Aji Zaelani Ahmad2, Tuti Aryati Demen3, Nendi Suhendi Syafei4
1,2,3,4
Departemen Teknik Elektro, FMIPA, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363, West Java, Indonesia
darmawan.hidayat@unpad.ac.id1

Abstract – Biodiesel merupakan hasil dari minyak nabati yang direaksikan dengan metanol dan KOH di
dalam reaktor transesterifikasi. Namun dalam reaktor tersebut masih terdapat besaran fisis yang masih
dikendalikan oleh manusia yaitu temperatur, rasio massa, dan kecepatan pengadukan sehingga dapat
membahayakan manusia dan keterbatasan proses produksi. Dalam skripsi ini penulis merancang dan
membangun sebuah prototipe sistem otomatisasi reaktor transesterifikasi biodiesel, yang mengendalikan
temperatur, kecepatan pengadukan, juga perbandingan massa zat cair, dikendalikan digital oleh PLC.
Prototipe ini dirancang untuk mereaksikan 10 kg minyak dan 1 kg metanol, dengan temperatur reaksi di
atas 55 ̊C dan kecepatan aduk antara 300 ̶500 rpm. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini telah dibangun
sebuah prototipe reaktor transesterifikasi biodiesel yang dikendalikan PLC dengan waktu satu kali
produksi 211 menit 10 detik, faktor konversi 87,3 %, error 7,7 %, dan rugi-rugi proses sebesar 10,6 %.

Kata kunci: reaktor transesterifikasi, biodiesel, sistem kendali, PLC.

1. Pendahuluan
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam
lemak yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans-esterifikasi atau estrifikasi, yang
merupakan proses kimiawi pengkonversi bahan trigliserida menjadi bahan alkil ester dan
menghasilkan bahan buangan berupa gliserol dengan menggunakan alkohol [1,2]. Dalam
pembuatannya terdapat beberapa tahap diantaranya adalah pencampuran katalis alkalin dengan
alkohol, pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak nabati selanjutnya disebut proses trans-
esterifikasi, pemisahan antara gliserol dan alkil ester dan terakhir adalah purifikasi yang
merupakan pencucian dan pengeringan air yang terkandung dalam biodiesel [3,4].
Dalam setiap tahapan produksinya terutama di dalam reaktor yang meliputi proses
transesterifikasi, terdapat beberapa besaran fisis krusial yang masih dikendalikan secara
konvensional atau menggunakan operator manusia, diantaranya adalah temperatur, aliran fluida,
tinggi fluida, dan pemisahan antara biodiesel dan bahan buangannya [5,6], yang mengakibatkan
keterbatasan efisiensi kerja dan waktu produksi, dan kecenderungan manusia yang mempunyai
sifat kelelahan membuat kurang telitinya dalam pengendalian, sehingga hal itu memengaruhi
standar produksi [7-9].
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah sistem kendali otomatis yang mengintegrasikan
berbagai macam komponen yang berdiri sendiri menjadi suatu sistem terpadu dan mudah
dimodifikasikan tanpa harus mengganti semua instrumen yang ada, salah satunya dengan
menggunakan Programmable Logic Controller (PLC), yang meningkatkan efisiensi kerja dan
mempercepat waktu produksi dengan standar yang tepat.
Untuk meningkatkan produksi biodiesel secara otomatis, perlu dibangun sistem pengendali
dalam proses transesterifikasi yang meliputi pengendalian temperatur, aliran fluida, pencampuran
fluida, dan sistem pemisahan fluida yang dikendalikan secara digital oleh PLC. Makalah ini

SENTER 2017, 15-16 Desember 2017, pp. 166~174


ISBN: 978-602-512-810-3  166
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 167

menyajikan desain sistem otomatis pada pembuatan biodiesel dan mengendalikan besaran fisis
dalam proses trans-esterifikasi dan proses separasi.

Gambar 1. Disain Reaktor Transesterifikasi Biodiesel

2. Perancangan
2.1 Disain Reaktor Transesterifikasi Biodiesel
Disain reaktor transesterifikasi biodiesel diperlihatkan pada Gambar 1. Sebagai bahan baku,
alkohol dan katalis proses digunakan masing-masing adalah 10 kg minyak goreng, 1 kg metanol,
dan 100 gr potasium hidroksida (KOH) [10,11]. Reaktor ini mencampurkan seluruh bahan baku.
Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan hingga 55 C, dan diaduk selama 30 menit setelah itu
didiamkan selama 2 jam. Proses pembentukan biodiesel terjadi selama rentang waktu 2 jam ini,
membentuk dua jenis cairan terpisah akibat perbedaan berat jenis yaitu gliserin dan biodiesel.
Sebuah sensor optik terkalibrasi digunakan untuk deteksi pemisahan gliserin dan biodiesel.
Reaktor terdiri dari lima tangki identik dengan ukuran diameter dan tinggi masing-masing
23 dan 33 cm. Tangki 1 dan 2 masing-masing untuk minyak kelapa dan campuran metanol-KOH.
Setiap bahan disalurkan ke Tangki-3 oleh sebuah keran elektronik (solenoid valve) melalui pipa
PVC ukuran 0,5 inci.
Proses transesterifikasi terjadi di Tangki 3. Tangki ini dilengkapi dua sensor ketinggian
cairan berupa LS (limit switch). Sensor LS1 untuk mendeteksi ketinggian bahan baku minyak
sedangkan LS2 untuk mendeteksi ketinggian campuran minyak dan methanol-KOH. Dengan
masa jenis minyak 877,13 kg/m3 dan massa 10 kg, ketinggian minyak di dalam Tangki 3 adalah
27,4 cm. Sensor LS2 mendeteksi ketinggian campuran metanol yang mempunyai rapat jenis 791.
Dengan dimensi Tangki-3, ketinggian methanol-KOH adalah 3 cm. Ketinggian campuran total
dalam Tangki-3 adalah 30,4 cm. Jika bahan baku minyak menyentuh LS1 maka PLC menutup
SV dan menyalakan pemanas (heater) Tangki-3, dan membuka SV Tangki-2 untuk mengalirkan
campuran metanol-KOH hingga campuran total menyentuh LS2. Jika campuran total menyentuh
LS2 maka PLC menutup SV2 dan menyalakan heater hingga 55 C.
Jika temperatur campuran Tangki-3 mencapai 55 C maka PLC menggerakkan motor DC
dengan kecepatan 333 rpm selama 30 menit untuk pengadukan, sambil menjaga temperatur stabil

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 168

pada 55 C. Setelah 30 menit pengadukan, pemanas dipadamkan dan campuran didiamkan selama
2 jam, sampai terjadi pembentukan dua jenis cairan berbeda massa jenis di dalam Tangki-3, yaitu
biodiesel di atas dan gliserin di bagian bawah. Deteksi pemisahan cairan dilakukan dengan
menggunakan sensor absorbsi cahaya laser oleh medium berdasarkan perbedaan kekentalan.
Sumber cahaya adalah laser dioda panjang gelombang 630-680 nm, dan penerima adalah LDR
dengan jarak 23 cm. Laser dioda ditempatkan di luar tangki. LDR juga dipasang di luar tangki
dengan diselubung batang silinder bolong sepanjang 5 cm untuk menghindari interferensi cahaya
lingkungan ke LDR.
Jika sensor LDR mendeteksi gliserin maka PLC menutup SV3 dan membuka SV4 untuk
mengalirkan gliserin ke Tangki-5. Jika sensor LDR mendeteksi biodiesel maka PLC menutup
SV4 dan membuka SV3 untuk mengalirkan biodiesel ke Tangki-4. Jika LDR mendeteksi kosong
maka proses keseluruhan selesai selesai lalu PLC mematikan semua sistem secara otomatis.
Gambar 2 memperlhatkan diagram perkabelan sistem keseluruhan. Perkabelan sensor,
aktuator pemanas, SV1, SV2, SV3, SV4, SV5, aktuator motor DC pengaduk.
AC 220 V

MCB

9 8

S

1 2 3 4 5

cv cv
cv cv cv cv
B B B B B
Adaptor Laser
Keterangan :
1. selenoidvalve minyak
2. selenoidvalve methanol
Relay
3.selenoidvalve gliserin
4.selenoidvalve biodiesel 6
5.heater B
6.lampu merah AC TO DC 7
Konverter
7.lampu hijau B
8.sistem fotosensor
9. sensor suhu

Gambar 2. Diagram perkabelan sistem berbasis PLC

Keterangan alamat :
Input : Out put:
Komponen Alamat Komponen Alamat
Push botton start 0.00 Lampu Indikator 100.00
Push botton stop 0.07 Selenoid valve 1( minyak ) 100.04
Limit switch minyak 0.01 Selenoid Valve 2( Metanol) 100.05
Limit switch methanol 0.02 Selenoid Valve 3(gliserin) 100.06
Sensor panas 0.03 Selenoid Valve 4( Biodiesel) 100.07
Sensor sparator 1 0.04 Heater 100.03
Sensor sparator 2 0.05 Motor DC 100.02
Sensor sparator 0.06 Laser 100.01

2.2. Algoritma Sistem


Gambar 3 memperlihatkan diagram alir perangkat lunak untuk implementasi sistem otomasi.
Kondisi awal sistem adalah dalam keadaan OFF, seluruh SV tertutup dan aktuator dalam keadaan

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 169

mati. Indikator lampu merah menyala menandakan sistem siap dijalankan. Ada beberapa tahapan
yang dilakukan oleh sistem yaitu:
- jika push button ditekan maka lampu hijau menyala dan SV1 terbuka sampai LS1 mendeteksi
ketinggian pertama. Ketika ketinggiannya sampai 5 cm maka pemanas menyala.
- Ketika LS1 pertama aktif (minyak terdeteksi penuh) maka SL1 tertutup dan SL2 terbuka.
- Ketika LS2 aktif (campuran total terdeteksi penuh) maka SL2 tertutup dan pemanas tetap
menyala hingga temperatur 55 C
- Ketika temperatur mencapai 55 C maka motor DC berputar menggerakkan pengaduk selama
30 menit.
Timer menghitung mundur selama dua jam. Lalu laser menyala sehingga LDR sistem pemisah
mendeteksi keadaan dalam tangki. Jika sensor mendeteksi biodiesel maka SV3 terbuka dan SV4
tertutup. Jika sensor LDR mendeteksi gliserin maka SV4 terbuka dan SV3 tertutup. Jika terdeteksi
kosong maka program memberi waktu untuk pengosongan yang lebih sempurna sehingga tidak
ada lagi sisa dalam tangki. Setelah waktu pengosongan habis, sistem dimatikan.
Begin A

Tekan T Valve 2 tertutup


tombol Heater nyala

Y
T=55 0 C T
Valve 1 terbuka, limitswitch
?
menditeksi ketinggian (H)
Y
Motor DC berputar
timer tunda 75 s heater on 35 menit

T Waktu tunda 120 menit


H
terditeksi
Sistem pemisah mendeteksi
Y
Valve 1 tertutup T Valve 3
Biodiesel ?
Valve 2 terbuka terbuka
Y
End
Valve 4
(H+h) terbuka
T
terditeksi
?
T Kosong ?
Y
A Y
Waktu tunda
End

Gambar 3. Diagram alir pemrograman sistem keseluruhan

3. Hasil dan Diskusi


3.1. Pengujian Limit Switch dan Waktu Pengisian Bahan
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui waktu pengisian minyak dan metanol
sehingga waktu yang dibutuhkan dapat dihitung sesuai dengan keperluan. seperti kebutuhan pada
software yang menyalakan pemanas ketika minyak berada pada ketinggian 5 cm atau pada volume
2,1 liter. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari ledakan pada pemanas.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan tangki berdiameter 23 cm dan tinggi 33,3 cm
dengan pipa diameter 0,5 inci yang dipasang di bawah tangki dan disambungkan dengan SV
sebagai keran elektronik yang dikendalikan oleh PLC. Pipa panjangnya 24 cm disambungkan
dengan siku 90º menekuk dan disambungkan dengan pipa sepanjang 30 cm sampai bertemu
percabangan yang menghubungkan antara pipa metanol, minyak, dan tangki transesterifikasi
seperti pada Gambar 4.

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 170

Gambar 4. Pengujian Pengisian Minyak


SV1 terbuka jika logika LS1 adalah 0 (cairan minyak belum penuh menyentuh LS) dan SV2
terbuka jika LS1 satu ada pada kondisi 1 (minyak bahan baku penuh). Untuk penerapannya harus
menggunakan logika AND dalam ladder diagram. Gambar 5 merupakan ladder diagram sensor
ini.

Gambar 5. Ladder Diagram pembacaan LS1 dan aktivari aktuator SV

Gambar 6. Kenaikan volume dalam proses pengisian bahan baku minyak dan campuran methanol-KOH
ke tangka reactor, (a) pengujian pengisian minyak bahan baku, dan (b) pengujian pengisian metanol
Gambar 6.a memperlihatkan bahwa waktu pengisian minyak ke Tangki-3 sampai minyak
menyentuh sensor LS1 (volume 11,42 liter) dibutuhkan waktu 1010 s (16 menit 50 detik) dan

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 171

ketika minyak berada pada level 2,1 liter dengan ketinggian 5 cm dibutuhkan waktu 75 detik (1
menit 15 detik). Waktu pengisian 1,12 liter metanol adalah 125 s (2 menit 5 detik). Waktu total
pengisian bahan baku minyak dan campuran methanol-KOH ke Tangki-3 transesterifikasi adalah
18 menit 55 detik.

3.2. Pengujian Sensor Temperatur dan Kestabilan Temperatur


Pengujian ini untuk menguji kinerja sensor temperatur dan mengetahui kesetabilan
temperatur reaktor Tangki-3. Pengujian ini juga untuk mengukur waktu yang dibutuhkan sistem
memanaskan bahan. Pada proses pembuatan biodiesel dibutuhkan temperatur di atas 55 ºC
sehingga proses lebih efektif.
Pengujian dilakukan dengan memasang termometer di samping sensor temperatur yang
dipasang 3 cm dari permukaan tangka (Gambar 1). Periode pencuplikan adalah satu menit. Dua
buah pemanas dipasang 4 cm dari dasar Tangki-3.Pengaduk dipasang 8 cm dari dasar tangki.

Gambar 7. Pengujian temperatur


Gambar 7 memperlihatkan kenaikan temperatur campuran di Tangki-3 ketika pemanas mulai
menyala, mulai dari temperatur kamar hingga ke SP (setting point).
Temperatur mencapai maksimum 64 ºC dimulai dari 27 ºC dalam waktu waktu 1 menit 15
detik. Pada rentang ini, temperatur masih terlihat linierr karena sensor belum mendeteksi
temperatur pada bahan atau hanya mendeteksi temperatur ruang pada tangka. Pada rentang 13-19
menit, laju kenaikan temperatur semakin besar. Hal ini disebabkan oleh posisi sensor temperatur
dekat dengan minyak yang sudah dipanaskan selama 11 menit 45 detik.
Pada waktu 19 menit dimana bahan tepat mengenai sensor, laju kenaikan temperatur semakin
tinggi dari 56 ºC ke 62 ºC. Pada temperatur ini, PLC menyalakan pengaduk dan mematikan
pemanas. Temperatur masih menunjukkan kenaikan mencapai 64 ºC pada waktu 20 menit ketika
berlangsung proses pengadukan. Hal ini disebabkan oleh distribusi temperatur dalam campuran
yang belum merata. Ketika pengadukan hingga waktu 25 menit, temperatur reaktor stabil di 64
ºC. Temperatur menurun konstan hingga waktu pengadukan selesai di temperatur 59 ºC.
Pengukuran temperatur pada Gambar 7 menunjukan pemanasan sistem telah sesuai dengan
kebutuhan proses transesterifikasi yaitu di atas 55 ºC. Dan dapat dilihat pada grafik tersebut
bahwa temperatur tak terus melonjak naik sehingga sensor bekerja dengan baik.

3.3. Pengosongan Reaktor Biodiesel


Pengujian ini untuk mengukur waktu pengosongan biodiesel dan gliserin hasil reaksi dari
Tangki-3 ke Tangki-4 dan 5 sebagai penampung produk. Kedua cairan produk tersebut berada di
Tangki-3 dengan posisi biodiesel berada di atas gliserin. Biodiesel dan gliserin hasil dialirkan
keluar secara berurutan menuju masing-masing Tangki-4 dan 5 melalui pipa diameter 0,5 inci

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 172

yang dikontrol oleh SV3 dan SV4. SV disambung kembali dengan pipa sepanjang 23 cm yang
terpasang dengan siku lalu diturunkan ke Tangki 4 dan 5 seperti Gambar 1.
Pipa keluaran Tangki-4 dipasang lebih tinggi daripada pipa Tangki-5 karena cairan biodiesel
berada di atas gliserin. Tangki pengosongan dipasang sebuah penggaris agar dapat mengukur
penurunan zat cair. Data yang diambil adalah ketinggian bahan setiap 5 detik sekali.

Gambar 8. Pengosongan Biodiesel

Dari Gambar 8 diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan biodiesel dari dalam
tangki transesterifikasi sebanyak 9,97 liter biodiesel adalah 490 detik atau 8 menit 10 detik. Untuk
pengosongan gliserin tidak bisa dilakukan karena gliserin tepat berada di tengah-tengah lubang
keluar sehingga gliserin tidak dapat keluar. Banyaknya gliserin yang tersimpan di dalam reaktor
adalah 1,24 liter.
Berdasarkan hasil pengujian keseluruhan, dapat diketahui waktu yang diperlukan satu kali
proses dengan bahan baku minyak dan methanol-KOH masing-masing sebanyak 11,38 dan 1,24
liter adalah 211 menit 10 detik. Total bahan baku 12,54 liter menghasilkan dua cairan produk
11,21 liter, masing-masing 9,97 liter biodiesel dan 1,24 liter gliserin. Terdapat pengurangan
sebanyak 1,33 liter.

bahan  hasil
x100%  ker ugian
bahan
12,54 11,21
x100%  10,60%
12,54
Rugi-rugi (losses) proses adalah 10,60%. Hal ini disebabkan oleh penguapan dan kebocoran
kecil tangki yang terbuat dari plastik ketika proses pemanasan. Tangki-3 memuai sehingga
sambungan antara solenoid valve dan menyebabkan kebocoran.
Prosentasi faktor konversi dari minyak menjadi biodiesel adalah:
Biodiesel
x100%  konversi
min yak
9,97
x100%  87,3%
11,42
Berarti sistem ini dapat mengkonversi minyak sebanyak 87,3% menjadi biodiesel. Literatur
menerangkan dengan metode transesterifikasi dapat mengkonversi bahan baku minyak tumbuhan
ke biodiesel sampai 95 %, berarti error dari setem ini sebanyak 95%–87,3% = 7,7 % hal tersebut
dapat dikarenakan oleh kebocoran sistem.

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 173

Untuk produksi selanjutnya dapat dihitung, dengan asumsi kerugian tetap 10,6% dan faktor
konversi 87,3%, dan volume gliserin 1,24 L maka ketinggiannya adalah 3 cm yang mengendap
di dalam reaktor dan tidak dapat keluar. Untuk perhitungan minyak yang masuk dengan
ketinggian 27,5 – 3 cm yaitu 24,5 cm sehingga volumenya adalah 0,245 x 3,14 x 0,25 x 0,232 x
1000 yaitu 10,17 liter atau 8,9 kg.
Untuk faktor konversinya adalah 87,3 % dari volum minyak, sehingga minyak dapat
diubah ke biodiesel sebanyak 8,87 L dan gliserinnya adalah 10,17 L – 8,87 L = 1,3 L ditambah
dengan gliserin sebelumnya adalah 1,24 L sehingga gliserin yang ada dalam reaktor adalah 2,54
L dengan ketinggian
0,00254
h  6,1 cm (4.3)
0,25.3,14.0,232
Sensor pemisah dipasang di ketinggian 6 cm dan pipa untuk keluar gliserin dipasang di
ketinggian 1 cm dari dasar reaktor sehingga gliserin keluar sampai pertengahan lubang pipa atau
pada ketinggian 3 cm gliserin keluar setinggi 3,1 cm atau 0,031 x 0,25 x 3,14 x 0,232 x 1000 =
1,2 liter sehingga untuk peroses selanjutnya tetap seperti itu.
Jika dibandingkan dengan keadaan aktualnya, reaktor yang sudah ada di pabrik-pabrik terdiri
dari beberapa kapasitas reaktor, namun pada penelitian ini sistem dibandingkan dengan reaktor
komersial berkapasitas 6600 ton/tahun. Dengan asumsi seluruh produksi sama dengan satu kali
produksi awal, perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1.
Terdapat kerugian sebanyak 1692 ton atau 25,6 %, hal ini dikarenakan pada reaktor aktual
pemanas didisain menyelimuti reaktor sehingga pemanasan lebih efektif dan lebih merata,
sehingga pemanasan relatif lebih cepat. Reaktor prototipe hanya bisa memproduksi 6,8 kali dalam
sehari, sedangkan disain yang aktual bisa memproduksi sampai 7,8 kali dalam sehari.
Tabel 1. Perbandingan dengan reaktor aktual (6600 ton/ tahun)

Prototipe Aktual
Tangki
Ukuran 1x proses 78 x proses
Diameter (m) 0,23 5,23
Tinggi (m) 0,33 15,68
Penyimpanan Minyak
Diameter Pipa (m) 0,013 0,038
Volume (L) 13,8 335930,8
Diameter (m) 0,23 5,61
Tinggi (m) 0,3 16,8
Penyimpan metanol
Diameter Pipa (m) 0,013 0,003
Volume (L) 13,8 415350,7
Diameter (m) 0,23 1,60
Tinggi (m) 0,33 1,50
Reaktor Transesterifikasi
Diameter Pipa (m) 0,013 0,038
Volume (L) 13,8 2992,6
Kapasitas produksi annual (Ton) 21,84 4.91

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa sistem otomatisasi protipe reaktor
transesterifikasi menggunakan PLC telah berhasil dirancang dan dicobakan. Proses reaksi
pembentukan biodiesel berhasil. Algoritma perangkat lunak beroperasi dan berfungsi sesuai
dengan perencanaan. Kapasitas reaktor adalah 12,54 liter menghasilkan biodiesel dan gliserin
masing-masing sebanyak 9,97 dan 1,24 liter, menunjukkan factor konversi 87,3% (rugi-rugi
proses 10,6%). Waktu proses total adalah 211 menit 10 detik.

ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 174

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih kepada Universitas Padjadjaran, Direktorat Riset, Pengabdian kepada
Masyarakat dan Inovasi (DRPMI), Departemen Teknik Elektro atas penggunaan fasilitas dan
sarana Laboratorium Elektroteknik, Tenaga Listrik dan Teknologi Telekomunikasi.

Daftar Pustaka
[1] G. Knothe, and L. F. Razon. Biodiesel fuels. Progress in Energy and Combustion Science
2017; 58:36–59.
[2] M. Farieda, M. Samera, E. Abdelsalam, R. S. Yousef, Y. A. Attia, and A. S. Ali. Biodiesel
production from microalgae: Processes, technologies and recent advancements. Renewable
and Sustainable Energy Reviews 2017; 79:893–913.
[3] K. Varatharajana, D. S. Pushparani. Screening of antioxidant additives for biodiesel fuels.
Renewable and Sustainable Energy Reviews 2017; Article in-press.
[4] M. Ali, R. Sultana, S. Tahir, I. A. Watsond, and M. Saleem. Prospects of microalgal
biodiesel production in Pakistan – A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews
2017; 80:1588–1596.
[5] M. Hassani, G. D. Najafpour and M. Mohammadi. Transesterification of Waste Cooking
Oil to Biodiesel using γ-alumina Coated on Zeolite Pellets. J. Mater. Environ. Sci. 2016;
7(4):1193-1203.
[6] S. H. Sonawane, S.H. Gharat, J. Dixit, K. Patil and V.S. Mane. Biodiesel Synthesis from
Karanja Oil Using Transesterification Reaction. Asian Journal of Chemistry 2008;
20(2):857-862.
[7] G. Anastopoulos, Y. Zannikou, S. Stournas and S. Kalligeros. Transesterification of
Vegetable Oils with Ethanol and Characterization of the Key Fuel Properties of Ethyl
Esters. Energies 2009; 2:362-376.
[8] E. T. Akhihiero, K. M. Oghenejoboh, and P. O. Umukoro. Effects of Process Variables on
Transesterification Reaction of Jatropha Curcas Seed Oil for the Production of Biodiesel.
International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering 2013; 3(6):
388-393.
[9] W. A. Wali, J. D. Cullen, S. Bennett, and A. I. Al-Shamma’a. Intelligent PID Controller
for Real Time Automation of Microwave Biodiesel Reactor. International Journal of
Computer and Information Technology 2013; 2(4)809-814.
[10] A.A. Olufemi and S.E. Ogbeide. Dynamics and Control System Design for Biodiesel
Transesterification Reactor. International Robotics & Automation Journal 2017; 2(6): 1-6.
[11] R. Richard, S. T.-Roux, and L. E. Prat. Modelling the kinetics of transesterification reaction
of sunflower oil with ethanol in microreactors. Chemical Engineering Science 2013, (87):
258-269.

ISBN: 978-602-512-810-3
Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia
JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Kusmardiana, p.1-5.
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 175

Berkas: 09-04-2015 Ditelaah: 20-04-2015 DITERIMA: 29-04-2015

Vian Kusmardiana1, M. Ridho Ulya, dan Heri Rustamaji


1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung
viankus13@gmail.com

Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan Biodiesel dengan Menggunakan


Continuous Microwave Biodiesel Reactor (CMBR)

Abstrak.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti minyak diesel yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau
lemak hewan. Proses pembuatan biodiesel dijalankan secara kontinyu menggunakan Continuous Microwave Biodiesel
Reactor yang di dalam reaktor terdapat pipa kaca yang berisi katalis padat sebagai tempat terjadinya reaksi antar reaktan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Contionuous Microwave Biodiesel Reactor (CMBR) dan mengetahui
pengaruh variabel-variabel, yaitu: Bilangan Reynold dengan level 2000, 3000, dan 5000, rasio mol umpan metanol : umpan
trigliserida dengan level 5:1, 6:1, dan 7:1 serta berat katalis 3 gram, 6 gram, dan 9 gram. Sedangkan variabel tetap pada
penelitian ini adalah suhu 70OC. Proses berlangsung selama satu jam sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan,
kemudian dilakukan analisis bilangan asam, bilangan penyabunan, dan gliserol total untuk menghitung nilai konversi. Hasil
penelitian menunjukan konversi tertinggi yaitu sebesar 87,08% yang diperoleh pada kondisi operasi Bilangan Reynold 5000,
berat katalis 3 gram, dan Rasio Mol reaktan 6:1, dengan densitas sebesar 0,934 g/ml dan viskositas sebesar 3,750 cSt.

Kata Kunci: biodiesel, metanolisis, microwave, dan bilangan Reynold

I. PENDAHULUAN 96%, katalis ZSM5, air untuk pencucian biodiesel,


Ketergantungan konsumsi BBM di Indonesia yang NaOH dan indikator PP untuk analisis.
besar untuk kendaraan bermotor dan bidang industri Alat
memerlukan solusi. Salah satu solusinya adalah
dengan energi alternatif untuk mengurangi Alat yang digunakan adalah: Continuous
ketergantungan akan penggunaan BBM dari bahan Microwave Biodiesel Reactor (CMBR), tangki bahan
baku fosil. baku dan produk,gelas ukur, timbangan elektrik,
Indonesia memiliki beragam sumber energi untuk saringan, thermometer, stopwatch, selang,
dimanfaatkan menjadi energi alternatif terbarukan. viskosimeter, decanter, pompa.
Salah satunya adalah biodiesel yang merupakan bahan Variabel
bakar alternatif pengganti minyak diesel yang
diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Variabel yang digunakan pada penelitian ini
Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku adalah Bilangan Reynold yaitu, 2000, 3000, dan 5000,
biodiesel melalui reaksi transesterifikasi. Minyak Rasio Mol Minyak Kelapa banding Metanol, yaitu
kelapa dalam bahasa latin disebut (Cocos nucifera, L), 1:5, 1:6, dan 1:7 serta berat katalis 3 gram, 6 gram,
Kandungan minyak kelapa pada daging kelapa dan 9 gram.
(kernel) mencapai 34 %.[1] Produktivitas minyak
kelapa dalam satu tahun adalah 2260 Kg/ha.[2] Pelaksnaan Percobaan
Menggunakan Continuous Microwave Biodiesel
Reactor (CMBR), laju reaksi transesterifikasi lebih
cepat.[3] Konversi bisa mencapai 100% dengan waktu
reaksi yang lebih singkat yaitu 30 sampai 60 detik.
Hasil pengukuran viskositas sebagai parameter
penting biodiesel yang diproduksi dengan
menggunakan Continuous Microwave Biodiesel
Reactor (CMBR) mencapai 1.5 – 1.76 cSt lebih kental
dibandingkan dengan minyak diesel mineral standart Gambar 1. Skema Continuous Microwave Biodiesel
Reactor (CMBR)
(solar).[4]

II. URAIAN PENELITIAN Seperti yang terlihat pada Gambar 1, bahan baku
akan direaksikan didalam CMBR dan mengalir tangki
Bahan produk. Semua alat dioperasikan sesuai dengan
kondisi yang diinginkan dan setelah beroperasi selama
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Minyak kelapa, methanol teknis dengan kemurnian  5 menit dengan asumsi operasi telah kontinyu,
1

ISBN: 978-602-512-810-3
Kusmardiana - Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan … 2

maka dialirkan larutan reaktan (campuran methanol berpendingan udara dan mendidihkan labu tersebut
dan minyak kelapa) kedalam reaktor. Campuran perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi
reaktan direaksikan didalam CMBR sesuai dengan ester-ester.
laju alir. Menambahkan 91 ± 0,2 ml kloroform dari sebuah
Produk yang didapatkan selanjutnya dipisahkan buret ke dalam labu takar 1 liter lalu menambahkan 25
dengan menggunakan dekanter. Dimana lapisan atas ml asam asetat glasial dengan menggunakan gelas
dari produk merupakan metil ester sedangkan bagian ukur.
bawah merupakan gliserol dan sisa reaktan. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu
Biodiesel yang diperoleh kemudian dilakukan saponifikasi secara kuantitatif ke dalam labu takar
pencucian dengan air panas dengan suhu 50oC dengan dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai
perbandingan volume 1:10 ml metil ester/ ml air. Sisa pembilas. Menutup rapat labu takar dan mengocok
reaktan dibiarkan mengendap kemudian dipisahkan. kuat-kuat selama 30 detik.
Sisa air dalam metil ester diuapkan dengan Menambahkan akuades sampai ke garis batas takar
menggunakan evaporator hingga diperoleh biodiesel lalu menutup labu rapat-rapat dan mengaduknya,
yang murni. setelah tercampur baik lalu biarkan sampai lapisan
kloroform dan lapisan aquades terpisah secara
Uji Standar untuk Bilangan Asam
sempurna. Pipet masing-masing 6 ml larutan asam
Sampel (minyak) sebanyak 2 gram dimasukkan periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala ukuran 400 atau
kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml 500 ml dan menyiapkan 2 blangko dengan mengsi
alkohol panas (60oC) yang telah dinetralkan, masing-masing 50 ml akuades.
kemudian dikocok. Setelah asam lemak terlarut, Pipet 100 ml larutan akuatik ke dalam gelas piala
ditambahkan 4 tetes indikator Phenol Phtalin dan yang berisi larutan asam periodat. Mengocok gelas
dikocok lagi. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N piala secara perlahan agar tercampur secara sempurna,
perlahan-lahan. Titrasi berakhir bila warna berubah lalu menutup gelas piala dengan kaca arloji dan
menjadi merah muda. Warna merah muda yang membiarkannya selama 30 menit. Menambahkan
terbentuk, menandakan adanya metil ester dalam larutan KI 3 ml lalu mencampur dengen melakukan
sampel. pengocokan secara perlahan dan membiarkannya
Perhitungan: selama 1 menit.
Menitrasi isi gelas piala dengan larutan natium
tiosulfat sampai warna cokelat iodium hampir hilang
Dimana: ml alkali = Volume NaOh yang lalu menambahkan 2 ml larutan indikator pati dan
digunakan, N = Normalitas NaOH meneruskan titrasi sampai warna biru komplek iodium
benar-benar hilang. Membaca buret titran.

Uji Bilangan Penyabunan Perhitungan:


Sampel minyak sebanyak 5 grm dimasukan Dimana: B = volume larutan natrium tiosulfat
kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan KOH yang habis dalam titrasi blangko, C = volume larutan
alkoholik sebanyak 50 ml. Menyambungkan labu natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel, N =
erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara, Normalitas ekstrak larutan natrium tiosulfat, W =
mendidihkan sampel sampai tercampur sempurna
selama 1 jam. Melepaskan kondensor dan
menambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke Penentuan Kadar Metil Ester
dalam labu, kemudian menitrasi isi labu dengan HCl
0,5 N hingga warna merah jambu benar-benar hilang. Kadar metil ester biodiesel yang dihasilkan
Mencatat volume HCl yang dihabiskan dalam titrasi. dihitung dengan menggunakan persamaan:
100( As  Aa  4,57Gttl )
Perhitungan: Kadar metilester 
As

Dimana: As = Angka penyabunan, mg KOH/g


biodiesel, Aa = Angka asam, mg KOH/g biodiesel,
Dimana: B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan Gttl= Kadar gliserol total dalam biodiesel
pada titrasi blangko, C = volume HCl 0,5 N yang
dihabiskan pada titrasi sampel, N = Normalitas Perhitungan Nilai Konversi
ekstrak larutan HCl 0,5 N Nilai konversi yang dihasilkan dihitung dengan
Uji Kadar Gliserol menggunakan persamaan:
Menimbang 9,9-10,1 ± 0,01 gram sampel
biodiesel dalam labu erlenmeyer kemudian XA =
menambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik dan
menyambungkan labu erlenmeyer dengan kondenser
Kusmardiana - Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan … 3

Analisis Viskositas Koreksi


Menggunakan alat Ubbelohde Viscometer untuk
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
menghitung viskositas produk biodesel hasil
penelitian. Data Hasil Penelitian
Perhitungan viskositas dapat menggunakan
Penelitian ini dilakukan dengan tiga level variabel,
persamaan:
yaitu rasio mol, berat katalis, dan bilangan Reynold.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan data hasil
Dimana: = Viskositas Kinematik (mm2/s) , K = penelitian sebagai berikut:
Konstanta (0,005), t = laju alir (detik), dan V = Detik

Tabel 1. Data Hasil Penelitian


Densitas Viskositas
Sampel Rasio Mol Berat Katalis NRe Konversi
(g/ml) (cSt)
1 5:1 6 gram 2000 83,05% 0,937 3,718
2 5:1 6 gram 3000 85,88% 0,936 4,018
3 5:1 6 gram 5000 86,32% 0,935 3,033
4 6:1 6 gram 2000 82,82% 0,935 3,785
5 6:1 6 gram 3000 85,17% 0,933 3,461
6 6:1 6 gram 5000 86,29% 0,933 3,330
7 6:1 3 gram 2000 72,05% 0,935 3,420
8 6:1 3 gram 3000 87,08% 0,934 3,750
9 6:1 3 gram 5000 85,67% 0,934 3,710
10 6:1 9 gram 2000 84,37% 0,941 4,368
11 6:1 9 gram 3000 86,32% 0,938 3,994
12 6:1 9 gram 5000 85,92% 0,937 3,775
13 7:1 6 gram 2000 83,00% 0,938 4,043
14 7:1 6 gram 3000 84,31% 0,937 3,431
15 7:1 6 gram 5000 85,45% 0,937 3,045

Pengaruh Rasio Mol dan Bilangin Reynold ditampilkan pada Gambar 2.


terhadap Konversi Dari Gambar 2. menunjukan pengaruh rasio mol
dan Bilangan Reynold terhadap konversi. Dari grafik
Reaksi metanolisis merupakan reaksi reversible
yang berjalan lambat sehingga kesetimbangan reaksi tersebut dapat dilihat bahwa Rasio Mol dan Bilangan
Reynold memengaruhi untuk nilai konversi.
terjadi pada jangka waktu yang cukup lama. Tetapi
hal itu bisa dihindari dengan memberikan metanol
yang sangat berlebih (Kirk Othmer).[5] Pengaruh
rasio mol merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konversi dan kualitas dari produk
biodiesel. Untuk menentukan perbandingan mol yang
optimum dengan jumlah metanol yang tidak terlalu
banyak, maka peneliti menggunakan variabel rasio
mol antara minyak kelapa dan metanol sebesar: 5:1,
6:1, 7:1.
CMBR ini dibuat dengan skala laboratorium
sehingga ketika akan menaikan skala menuju skala
pilot plan atau pabrik perlu adanya beberapa faktor
Gambar 2. Pengaruh Rasio Mol terhadap Konversi
seperti: bilangan Reynold. Pada penelitian ini
divariasikan Bilangan Reynold sebesar 2000, 3000,
Pada Rasio Mol 5:1, terlihat grafik nilai konversi
dan 5000.
yang naik. Pada Bilangan Reynold 2000 konversi
Berikut adalah grafik pengaruh Rasio Mol dan
sebesar 83,05%, pada Bilangan Reynold 3000
Bilangan Reynold terhadap Konversi yang
konversi sebesar 85,88%, pada Bilangan Reynold

ISBN: 978-602-512-810-3
Kusmardiana - Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan … 4

5000 86,32%. 6:1.[9]


Pada Rasio Mol 6:1, grafik konversi terlihat naik
Pengaruh Berat Katalis dan Bilangan Reynold
juga. Pada Bilangan Reynold 2000 konversi sebesar
tehadap Konversi
82,82%, pada Bilangan Reynold 3000 konversi
sebesar 85,17%, dan pada Bilangan Reynold 5000 Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
konversi sebesar 86,29%. diperoleh grafik data hasil penelitian untuk perolehan
Pada Rasio Mol 7:1, grafik konversi sama seperti nilai konversi sebagai berikut:
pada Rasio Mol yang lain yaitu mengalami kenaikan
seiring naiknya Bilang Reynold. Pada Bilangan
Reynold 2000 konversi sebesar 83,00%, pada
Bilangan Reynold 3000 konversi sebesar 84,31%, dan
pada Bilangan Reynold 5000 konversi sebesar 85,45.
Kecenderungan kenaikan nilai konversi untuk
masing-masing variabel sama. Pada Bilangan Reynold
2000 memiliki kenaikan yang cukup signifikan
sampai Bilangan Reynold 3000. Kenaikan dari
Bilangan Reynold 3000 hingga Bilangan Reynold
5000 mengalami kenaikan nilai konversi yang tidak
Gambar 3. Hubungan Berat Katalis terhadap Konversi
terlalu signifikan. Sehingga reaksi pada Bilangan
Reynold 3000 merupakan reaksi yang optimum,
Dari gambar 3 tersebut dapat dilihat bahwa untuk
walaupun konversi terbesar ada pada Bilangan
berat katalis pada NRe 2000, penambahan berat katalis
Reynold 5000.
memberikan kecenderungan peningkatan nilai
Dimana Bilangan Reynold sebesar 5000
konversi dimana konversi naik dari 72,05 % pada
mempunyai nilai konversi tertinggi dan semakin besar
berat katalis 3 gram menjadi 82,81 % pada berat
Bilangan Reynold angka konversinya semakin besar.
katalis 6 gram dan naik lagi menjadi 84,37 % pada
Ini disebabkan karena pada aliran turbulen
berat katalis 9 gram. Namun, penambahan untuk berat
percampuran antara reaktan dan katalis semakin baik
katalis 9 gram kenaikan konversi tidak begitu
yang menyebabkan reaksi transesterifikasi semakin
berpengaruh besar lagi dan tidak terlalu signifikan.
mudah terjadi. Nilai konversi terbesar terjadi pada
Hal ini menandakan bahwa penambahan berat katalis
sampel 3, dimana Rasio Mol sebesar 5:1 dan Bilangan
dari 3 gram menuju ke 6 gram pada NRe 2000 sangat
Reynold sebesar 5000.
berpengaruh besar terhadap konversi. Peristiwa ini
Semakin besar perbandingan rasio mol yang
juga disebabkan karena semakin banyak jumlah berat
divariasikan maka semakin besar juga kadar metil
katalis yang diberikan pada NRe 2000 maka semakin
ester yang terkandung.[6] Penelitian ini mengalami
besar nilai konversinya.
fenomena yang berbeda, yaitu perbandingan rasio mol
Tetapi berbeda untuk NRe 3000, `penambahan
terkecil (1:5) yang divariasikan adalah kandungan
jumlah berat katalis memberikan turun naiknya nilai
metil ester terbesar. Ini dikarenakan minyak kelapa
konversi, dimana untuk berat katalis 3 gram konversi
mempunyai sifat yang reaktif untuk direaksikan
turun dari 87,08 % menjadi 85,17 % pada berat katalis
melalui proses transesterifikasi. Transesterifikasi juga
6 gram dan meningkat lagi sebanyak 1,15 % menjadi
merupakan reaksi reversible. Sehingga dengan jumlah
86,32 % pada berat katalis 9 gram. Terjadinya
metanol yang sedikit lebih cepat reaksi dan
penurunan konversi saat penambahan berat katalis
mempunyai reaksi kesetimbangan yang lebih besar.
dari 3 gram menuju ke 6 gram kemungkinan
Reaksi transesterifikasi minyak kelapa dengan
disebabkan karena terjadinya penurunan aktivitas
rasio mol 1:5, waktu reaksi 60 menit, dan temperatur
katalis.
operasi 60oC memiliki konversi tertinggi, yaitu
Pada penelitian yang mempelajari tinjauan umum
sebesar 85,66%.[7] Tidak seperti pada penelitian lain,
tentang deaktivasi katalis pada reaksi katalisis
dilaporkan bahwa ratio mol optimum untuk
heterogen yang menyatakan bahwa penggunaan
pembuatan biodiesel adalah 1:9 dengan konversi
katalis dalam periode waktu tertentu akan
sebesar 84,12%.[8] Ini disebabkan karena proses yang
menyebabkan penurunan aktivitas katalis.
dilakukan di CMBR berlangsung dengan baik, seperti
Menurunnya aktivitas katalis ini disebabkan oleh
pada penelitian yang menyebutkan bahwa proses
adanya proses deaktivasi katalis.[10] Deaktivasi
transesferikasi yang dilakukan di mikrowave
katalis dapat terjadi akibat adanya poisoning
berlangsung dengan baik dan dapat mencapai
(peracunan), fouling (pengotoran), sintering
konversi yang optimum.[3] Sehingga, metanol yang
(penggumpalan), dan attrition (aus karena pemakaian
dibutuhkan tidak terlalu banyak karena konversi yang
yang lama) pada permukaan dan pori katalis yang
dihasilkan melalui CMBR yang sudah cukup baik.
akan mengakibatkan penurunan stabilitas, selektivitas
Sama halnya pada penelitian lain yang menyebutkan
dan aktivitas katalis.
bahwa nilai konversi terbaik terjadi pada rasio mol
Kusmardiana - Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan … 5

Hubungan Hasil Penelitian terhadap Sifat Fisis Negeri Lampung yang telah membantu dalam
Biodiesel menganalisis sampel produk biediesel.
Massa jenis menunjukkan perbandingan berat per
satuan volume. Karakteristik ini berkaitan dengan DAFTAR PUSTAKA
nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel [1] F. Shahidi, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products.
Memorial University of Newfoundland. Six Edition. Vol 1-6,
per satuan volume bahan bakar. Analisis massa jenis
2005;
dilakukan menggunakan piknometer dimana berat [2] T.H. Soerawidjaya, “Studi Kebijakan Penggunaan Biodiesel
piknometer kosong ditimbang beratnya, lalu di Indonesia”. Di dalam. P. Hariyadi, N. Andarwulan, L.
piknometer diisi dengan sampel biodiesel dan Nuraida dan Y. Sukmawati. Editor. Bogor : Kajian Kebijakan
dan Kumpulan Artikel Penelitian Biodiesel. Kementrian Riset
ditimbang beratnya. Setelah didapat berat keduanya, dan Teknologi RI-MAKSI IPB, 2005;
kemudian dihitung massa jenisnya. Berdasarkan [3] V. Lertsathapornsuk, “Continuous Transethylation of
perhitungan, didapat nilai massa jenis sebesar 0,93 Vegetable Oils by Microwave Irradiation”. Thailand:
Proceedings of the 1st conference on energy network, 2005.
g/mL. [4] C.S. Widodo, M. Nurhuda, A. Aslama , A. Hexa, dan S.
Pada Standar mutu Biodiesel disebutkan bahwa Rahman, ”Studi Penggunaan Microwave pada Proses
viskositas biodiesel sebesar 2,3 – 6,0 cSt[11]. Dimana Transesterifikasi Secara Kontinyu Untuk Menghasilkan
Biodiesel”. Jurnal Teknik Mesin, Vol 9, No.2, Oktober 2007,
rentang nilai ini yang menjadi patokan untuk biodiesel 54-5;
agar dapat digunakan untuk kendaraan bermotor [5] Kirk Othmer. Encyclopedia of Chemical Technology. New
berbahan bakar solar. Dengan hasil analisis yang telah York: J Wiley & Sons;
[6] O. Rachmaniah, R. D. Setyarini, dan L. Maulida, “Pemilihan
dilakukan dengan produk sampel penilitian ini sebesar Metode Ekstraksi Minyak Alga dari Chlorella sp. dan
3,0 – 4,1 cSt. Dengan rentang nilai demikian, maka Prediksinya Sebagai Biodiesel, Seminar Teknik Kimia
hasil produk biodiesel dapat digunakan dan sesuai Soehadi Reksowardojo”. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia,
standar. Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
November, 2010;
[7] M. M. P. Putri, M. Rachimoellah, N. Santoso, dan F. Pradana,
IV. KESIMPULAN “Biodiesel Production from Kapok Seed Oil (Ceiba
pentranda) Through the Transesterification Process by Using
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah CaO as Catalyst”. Global Journal of Research in Engineering,
kinerja Continuous Microwave Biodiesel Reactor Vol. 12, Issue 2, 2012;
[8] H. Siswoyo dan Taharuddin, “Pembuatan Biodiesel dari
(CMBR) masih bekerja dengan baik, dengan variabel Crude Palm Oil dengan Menggunakan Fix Bed Reaktor secara
rasio mol methanol dengan trigliserida dan bilangan Kontinyu”. Bandar Lampung: Jurusan Teknik Kimia
Reynold didapatkan konversi terbaik sebesar 87,08% Universitas Lampung, 2006;
[9] B. D. Wijayanti, “Metanolisis Minyak Goreng Curah menjadi
dengan rasio mol 6:1, berat katalis 3 gram dan Biodiesel Menggunakan Katalis Grace Davison pada
bilangan Reynold 3000, serta viskositas dari produk Continuous Microwave Biodiesel Reactor (CMBR). Bandar
biodiesel sudah masuk dalam spesifikasi dari SNI Lampung: Jurusan Teknik Kimia Universitas Lampung, 2013;
biodiesel, yaitu 3,1-4,0 cSt. dan
[10] M. Fangrui, “Biodiesel production‟, A Review. Elsevier
Science B.V., 1999.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis V.K. mengucapkan terima kasih kepada
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

ISBN: 978-602-512-810-3
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 34(1), 19-26, 2018
©Author(s); https://doi.org/10.20543/mkkp.v34i1.3893

Sintesis dan karakterisasi minyak kelapa sawit untuk agensia


peminyakan pada penyamakan kulit

Synthesis and characterization of fatliquor from palm oil for fatliquoring


agent on leather tanning

Emiliana Kasmudjiastuti*, Gresy Griyanitasari, Dona Rahmawati, Sugihartono

Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta, 55166, Indonesia
*Penulis korespondensi. Telp.: +62274 512929, 563939, Faks.: +62274563655
E-mail: emil_bbkkp@yahoo.com

Diterima: 11 Mei 2018 Direvisi: 10 Juli 2018 Disetujui: 25 Juli 2018

ABSTRACT
The function of oil in the process of fatliquoring is to keep the skin fibers remain separate during the drying
process and to reduce the friction force in woven fibers, so the skin becomes flexible. The objective of the study
was to synthesize palm oil into sulfuric oil through sulphate process and characterization of palm oil and sulfate
oil resulting from sulphate process. The method included palm oil synthesis using 25% H 2SO4 for 3 hours, at
temperature < 20oC, with 300 rpm of speed. The result of characterization of palm oil shows that Iodine number
49.95 mg I2/oil; free fatty acids 0.05%; 0.18% moisture content; peroxide number 16.23 mg/kg; acid number 0.19
mg KOH/g. Most of saturated fatty acids are methyl palmitate and methyl butyrate, while the unsaturated fatty
acids are cis-9-oleic methyl ester and methyl linoleate. The resulting sulfuric oil has a moisture content of 6.47%;
pH at 8; 81.28% oil content; total alkalinity of 0.25%; 192.74% saponification number; 2.77% ash content and
bound SO3 content of 7.68%. The tensile strength and elongation of the leather was 286.50 kg/cm 2 and 63.33%,
respectively.

Keywords: palm oil, sulfuric acid, sulfonation, sulfuric oil, fatliquoring.

ABSTRAK
Fungsi minyak pada proses peminyakan kulit untuk menjaga agar serat kulit tetap terpisah selama proses
pengeringan dan untuk mengurangi gaya gesekan dalam tenunan serat, sehingga kulit menjadi fleksibel. Tujuan
penelitian untuk mensintesis minyak kelapa sawit menjadi minyak sulfat melalui proses sulfatasi dan karakterisasi
minyak kelapa sawit dan minyak sulfat yang dihasilkan dari proses sulfatasi. Metode yang dilakukan meliputi
sintesis minyak kelapa sawit menggunakan 25% H2SO4 selama 3 jam, suhu < 20ºC, kecepatan 300 rpm. Hasil
karakterisasi minyak kelapa sawit menunjukkan angka Iodin 49,95 mg I 2/minyak; asam lemak bebas 0,05%; kadar
air 0,18%; angka peroksida 16,23 mg/kg; angka asam 0,19 mg KOH/gr. Asam lemak jenuh yang dominan adalah
metil palmitat dan metil butirat, sedangkan asam lemak tidak jenuh yang dominan cis-9-oleic methyl ester dan metil
linoleat. Minyak sulfat yang dihasilkan mempunyai kadar air 6,47%; pH 8; kadar minyak 81,28%; total alkalinitas
0,25%, angka penyabunan 192,74%; kadar abu 2,77% dan kadar SO 3 terikat 7,68%. Hasil uji kekuatan tarik kulit
tersamak adalah 286,50 kg/cm2 dan kemuluran 63,33%.

Kata kunci: minyak kelapa sawit, asam sulfat, sulfonasi, minyak sulfat, peminyakan.

PENDAHULUAN dasar untuk industri kosmetik, farmasi, pangan


Minyak kelapa sawit merupakan senyawa dan industri lainnya (Wang et al., 2012). Minyak
yang tidak larut dalam air, mempunyai kelapa sawit yang dikonsumsi sebagai minyak
karakteristik yang spesifik dibandingkan minyak goreng tersedia dengan berbagai merek maupun
nabati lainnya dengan kandungan asam lemak tidak bermerek dikenal dengan minyak curah.
tidak jenuh 50,2% (Rofiqi et al., 2016). Minyak Minyak curah biasanya hanya dilakukan proses
kelapa sawit banyak digunakan sebagai bahan penyaringan satu kali sampai pada tahap olein

Sintesis dan karakterisasi. ........................................................(Kasmudjiastuti et al.) 19


dan masih mengandung soft stearin (minyak untuk menghindari terjadinya reaksi eksotermis.
fraksi padat). Minyak kelapa sawit adalah lemak Penambahan asam sulfat secara pelan-pelan dan
semi padat yang mempunyai komposisi tetap. suhu reaksi harus dikontrol < 28ºC. Setelah sulfatasi
Titik lebur minyak sawit tergantung pada kadar selesai minyak sulfat dicuci menggunakan larutan
trigliseridanya. Minyak kelapa sawit terdiri dari garam untuk menghilangkan kelebihan asam
berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak bebas, selanjutnya minyak sulfat dinetralisasi
yang berbeda-beda. Panjang rantai 14-20 atom menggunakan NaOH (Covington, 2009).
karbon (Rofiqi et al., 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis
Minyak yang digunakan dalam proses minyak kelapa sawit menjadi minyak sulfat
peminyakan kulit adalah golongan trigliserida yang melalui proses sulfatasi dan mengkarakterisasi
diperoleh dari tanaman, hewan, dan ikan (Sarkar, minyak kelapa sawit dan minyak sulfat yang
1995). Secara kimia minyak nabati, minyak dari dihasilkan dari proses sulfatasi. Dalam penelitian
hewan dan minyak ikan mengandung trigliserida ini bahan baku yang digunakan dan cara sintesis
(Strijbos et al., 2012). Minyak kelapa sawit terdiri minyak berbeda dengan penelitian yang telah
atas trigliserida yang merupakan ester dari gliserol ada. Bahan baku yang digunakan adalah minyak
dengan tiga molekul asam lemak (Kassahun, kelapa sawit tanpa kemasan (minyak kelapa sawit
2014). Menurut Megahed dan Nashy (2010), sifat curah) dan cara sintetis dengan modifikasi cara
fisis dan kimia dari minyak kelapa sawit antara sulfatasi menurut Nurbalia (2000) serta Papalos
lain angka penyabunan 199,2 mg KOH/g minyak; dan Ledgewood (1975).
angka Iodin 49,10 mg I2/g minyak, angka peroksida
1,3 m Eq/kg, angka asam 0,2 mg KOH/g minyak. BAHAN DAN METODE
Proses peminyakan merupakan salah satu Bahan Penelitian
tahapan penting dalam proses pembuatan kulit, Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
yang membuat kulit liat, lunak, fleksibel, lemas adalah minyak kelapa sawit curah dari distributor
sesuai peruntukannya dan mempunyai efek minyak curah Yogyakarta dan minyak jarak dari
terhadap sifat fisis kulit (Tawfik et al., 2017). merek paten dari Yogyakarta. Kedua minyak
Fungsi minyak pada proses peminyakan kulit tersebut belum disulfatasi. Bahan lain yaitu
adalah untuk menjaga serat tetap terpisah selama minyak Garboil BS, H2SO4 98% teknis, NaCl 10%
pengeringan dan untuk mengurangi gaya gesekan teknis, NaOH teknis, es batu, ice gel, kulit domba
dalam tenunan serat (Nyamunda et al., 2013). wet blue, wetting agent, asam formiat, dyestuff,
Agensia peminyakan yang dimasukkan ke dalam syntan, mimosa, dan anti jamur.
jaringan kulit adalah dalam bentuk emulsi,
sehingga untuk aplikasinya pada kulit, minyak Peralatan Penelitian
yang digunakan dapat disintesis melalui proses Alat yang digunakan dalam penelitian ini
sulfatasi, sulfitasi, fosfatasi maupun sulfonasi meliputi timbangan, pipet tetes, piranti gelas
(Wang et al., 2012). Untuk mengubah minyak seperti gelas beker, termometer, pengaduk kaca,
menjadi teremulsi perlu penambahan bahan kimia gelas ukur, corong pemisah, over head stirrer
tertentu yang disebut pengemulsi seperti natrium merek IKA Germany, klem dan statif, waskom
bisulfit atau asam sulfat. Pengemulsi berfungsi stainless steel, LED digital hotplate magnetic
untuk menurunkan tegangan permukaan (surface stirrer, drum eksperimen Otto Specht dan FT-IR
tension) antara molekul minyak dengan air. Dengan Spektrofotometer Thermo Scientific Nicolet iS
turunnya tegangan permukaan antara minyak dan 10.
air akan menaikkan kecenderungan minyak dan
air untuk tercampur membentuk emulsi yang Metode Penelitian
stabil (Sarkar, 1995). Sintesis minyak sulfat
Minyak hasil sulfatasi atau sulfonasi banyak Seratus gram minyak kelapa sawit curah
digunakan pada industri kulit karena dapat dalam gelas beker yang dimasukkan ke dalam
memberikan dispersi minyak yang baik dan tidak mangkok stainless steel yang berisi es batu, diaduk
sensitif terhadap asam (Nadew, 2014; Kassahun, dengan mixer dengan kecepatan tetap 300 rpm,
2014). Minyak sulfat dibuat dengan mereaksikan ditambahkan sulfating agent (H2SO4, 25% dari
minyak hewan atau nabati dengan asam sulfat berat minyak) perlahan-lahan, suhu dijaga tidak
atau gas SO3 dengan suhu rendah (Sarkar, 1995) lebih dari 20C. Proses sulfatasi berjalan lambat

20 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
selama 3 jam. Minyak sulfat dicuci dengan larutan karena itu penambahan asam sulfat harus sangat
garam jenuh (10% NaCl) suhu 35C sebanyak tiga lambat menggunakan pengaduk yang konstan
kali. Kemudian minyak dipisahkan dengan air untuk menghindari kenaikan temperatur (Nadew,
garam. Minyak sulfat dinetralkan dengan larutan 2014) dan dikondisikan pada suhu rendah < 28C
50% NaOH sampai pH 6,5-7. Metode sulfatasi ini (Covington, 2009).
merupakan modifikasi cara sulfatasi dari Nurbalia Sulfatasi adalah proses perlakuan minyak
(2000) serta Papalos dan Ledgewood (1975). dengan asam sulfat pekat untuk mendapatkan
minyak yang teremulsi dalam air. Pada proses
Karakterisasi minyak kelapa sawit (raw sulfatasi dapat terjadi dua reaksi yaitu reaksi
material) dan minyak sulfat sulfatasi dan reaksi sulfonasi sekaligus karena
Karakterisasi meliputi uji fisiko kimia minyak adanya gugus hidroksil dan ikatan rangkap.
kelapa sawit tanpa kemasan (minyak curah) yaitu Bila minyak bereaksi dengan gugus hidroksil,
uji asam lemak bebas, kadar air, angka peroksida, terjadi reaksi sulfatasi, bila bereaksi dengan
angka asam, dan angka Iodin. Sedangkan uji ikatan rangkap, maka terjadi reaksi sulfonasi
kimia minyak sulfat meliputi uji kadar air, pH, (Nadew, 2014). Minyak kelapa sawit tidak
kadar minyak, total alkalinitas, kadar abu, kadar mempunyai ikatan hidroksil, hanya mempunyai
SO3 terikat, dan analisis FT-IR serta uji komposisi ikatan rangkap terdiri dari asam oleat
asam lemak pada kulit tersamak. CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH dan asam
linoleat CH3(CH2)4CH=CHCHCH=CH(CH2)7C
Proses peminyakan O2H. Oleh karena itu reaksi yang terjadi adalah
Kulit wet blue dicuci dengan air selama 10 reaksi sulfonasi. Minyak sulfat yang baik adalah
menit dan air dibuang. Kemudian kulit dinetralisasi minyak yang banyak mengandung ikatan rangkap.
menggunakan 1% natrium format, 2% Tanigan Dalam proses sulfonasi, asam sulfat masuk ke
PAK dalam 150% air, drum diputar selama 20 dalam ikatan rangkap seperti halnya reaksi adisi
menit. Kemudian ditambah 0,8% soda kue, drum yang menyebabkan minyak menjadi polar. Gugus
diputar selama 45 menit, kulit diuji menggunakan sulfonat akan berikatan dengan atom C asam lemak
bromo cresol green (pH 5-5,5). Selanjutnya kulit jenuh menggantikan atom H atau dapat disebut
dicuci dan disamak ulang menggunakan 2% sebagai reaksi subtitusi. Setelah terbentuk minyak
Novaltan PF, 4% Tanicor RS38, 3% Mimosa dan sulfat, maka dilakukan pencucian menggunakan
3% Tanicor TNB, drum diputar selama 45 menit. larutan NaCl dengan tujuan untuk menghilangkan
Lalu ditambah 2% cat dasar dan 6% minyak sulfat sisa asam. Selanjutnya minyak sulfat dinetralisasi
hasil penelitian selama 60 menit dan difiksasi menggunakan larutan jenuh NaOH (Covington,
menggunakan 1% asam formiat. 2009).

Uji sifat fisis kulit tersamak Sifat Fisis-kimia


Uji fisis kulit tersamak meliputi kekuatan tarik Sifat fisis-kimia minyak kelapa sawit curah
dan kemuluran. seperti pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat
bahwa nilai asam lemak bebas, kadar air dan
HASIL DAN PEMBAHASAN angka asam masih dalam batas persyaratan SNI
Sintesis Minyak Sulfat 7709:2012 Minyak goreng sawit. Kadar peroksida
Pada penelitian ini, untuk mendapatkan minyak kelapa sawit tanpa kemasan 16,23 mili-
minyak sulfat, minyak kelapa sawit curah eq./kg jauh lebih tinggi dari persyaratan (BSN,
ditambahkan asam sulfat. Reaksi asam lemak tak 2012).Angka Iodin mencerminkan ketidakjenuhan
jenuh dengan asam sulfat bersifat eksotermis, oleh asam lemak penyusun minyak dan lemak.

Tabel 1. Sifat fisis-kimia dari minyak kelapa sawit curah.


Parameter uji Hasil uji SNI 7709:2012
Asam lemak bebas, % b/v 0,05 Maks. 0,30
Kadar air dalam minyak, % 0,18 Maks. 0,10
Angka peroksida, mg/kg 16,23 Maks. 10
Angka asam, mg KOH/g 0,19 Maks. 0,6
Angka Iodin, mg I2/g minyak 49,95 -

Sintesis dan karakterisasi. ........................................................(Kasmudjiastuti et al.) 21


Angka Iodin yang tinggi menunjukkan tingginya terjadinya reaksi sulfonasi. Semakin banyak
ketidakjenuhan minyak. Nilai angka Iodin minyak kandungan SO3 yang terikat pada minyak sulfat,
sawit tanpa kemasan adalah 49,95 mg I2/minyak bila diaplikasikan pada kulit SO3 akan berikatan
tidak jauh berbeda dengan angka Iodin minyak dengan H2O sehingga membentuk H2SO4 yang
kelapa sawit hasil penelitian Megahed dan Nashy akan merusak kulit yang disamak. Bilangan
(2010) yaitu 49,10 mg I2/minyak. penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak/
Spesifikasi Minyak Sulfat lemak. KOH yang ditambahkan pada minyak sulfat
Rata-rata hasil uji minyak sulfat (kadar akan memutuskan ikatan yang terjadi antara asam
air, pH, kadar minyak, total alkalinitas, angka sulfat dan minyak, selanjutnya KOH bereaksi
penyabunan, kadar abu, kadar SO3 terikat) dengan dengan asam lemak dari minyak menggantikan
waktu pengadukan 3 jam disajikan pada Tabel 2, posisi asam sulfat. Pada reaksi penyabunan terjadi
dan sebagai kontrol digunakan minyak nabati reaksi gugus SO4H dari minyak sulfat dan reaksi
yang dipakai di pasaran. terhadap gugus COOH dari asam lemak, sehingga
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil uji bilangan penyabunan minyak sulfat (192,74 mg
kadar air, pH, kadar minyak, total alkalinitas, KOH/g) lebih besar dari minyak kelapa sawit
dan kadar abu termasuk kontrol, memenuhi (40,05 mg KOH/g). Analisis angka penyabunan
persyaratan IS: 6357-1971. Uji kadar SO3 terikat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah gugus
dimaksudkan untuk mengetahui jumlah asam sulfat yang terikat pada minyak.
sulfat yang mengadisi ikatan rangkap setelah

Tabel 2. Rata-rata hasil uji minyak sulfat.


Konsentrasi H2SO4
Parameter uji
25% Kontrol Persyaratan IS: 6357-1971
Kadar air (%) 6,47 25,09 Maks. 35,00
pH 8,00 5,46 6,5-8
Kadar minyak (%) 81,28 64,39 Min. 60
Total alkalinitas (%) 0,25 1,51 Maks. 3
Angka penyabunan (%) 192,74 86,09 -
Kadar abu (%) 2,77 2,83 Maks. 3
Kadar SO3 terikat (%) 7,68 5,09 -
Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak sulfat.
Nama asam lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak sulfat (%)
Methyl butyrate 7,47 -
Methyl decanoate - 0,15
Methyl laurate 1,02 1,11
Methyl tetradecanoate 1,05 1,96
Methyl palmitate 35,76 48,61
Methyl Palmitoleate 0,12 -
Methyl Octadecanoate 3,61 5,13
Trans-9-elaidic acid methyl ester - 0,58
Cis-9-Oleic methyl ester 39,37 31,80
Linolelaidic acid methyl ester - 5,37
Methyl linoleate 11,02 -
Methyl arachidate 0,26 0,27
Methyl cis-5,8,11,14,17-Eicosapentanoate - 3,75
Methyl docosanoate - 0,43
Cis-13,16-Docosadienoic acid methyl ester - 0,22
Methyl tricosanoate - 0,62
Methyl cis -11-eicosenoate 0,32 -
Total: 100,00 100,00

22 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
Komposisi asam lemak Sedangkan metil ester linolelaidic acid dan metil
Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit cis 5, 8, 11, 14, 17 eicosapentanoate tidak terdapat
dan minyak sulfat pada kulit disajikan pada pada minyak kelapa sawit, setelah menjadi asam
Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa asam sulfat yang diaplikasikan pada kulit berturut-turut
lemak jenuh berupa metil butirat yang terdapat menjadi 5,37% dan 3,75%. Hal ini diduga masih
pada minyak kelapa sawit tidak dijumpai pada adanya lemak alami yang terdapat pada kulit
minyak sulfat. Hal ini diduga karena metil butirat karena proses penghilangan lemak (degreasing)
telah hilang pada saat pencucian ataupun telah yang belum sempurna dan adanya minyak yang
tersabunkan pada saat netralisasi menggunakan ditambahkan pada pembuatan kulit wet blue.
NaOH. Sedangkan asam lemak jenuh berupa
asam palmitat yang terdapat pada minyak kelapa Analisis FT-IR
sawit yang semula 35,76%, setelah menjadi Analisis FT-IR minyak kelapa sawit dan
minyak sulfat yang diaplikasikan pada kulit minyak sulfat (25% H2SO4 – 3 jam) disajikan
jumlahnya bertambah menjadi 48,61%. Metil pada Gambar 1. Gambar 1 menggambarkan FT-
oktadekanoat yang terdapat pada minyak kelapa IR (absorbance) spektrum minyak kelapa sawit
sawit yang semula 3,61% menjadi 5,13%. Hal ini dan minyak sulfat hasil sulfatasi minyak kelapa
diduga masih adanya lemak natural yang terdapat sawit (25% H2SO4 – 3 jam) dari range 4000
pada kulit karena proses penghilangan lemak sampai 1000 cm-1. Spektrum dari minyak kelapa
(degreasing) yang belum sempurna dan adanya sawit, menunjukkan puncak (peak) penyerapan
minyak yang ditambahkan pada pembuatan kulit dan penyempitan pada 3006,02 dan 721,35 cm-1
wet blue. Asam lemak tidak jenuh berupa cis-9- diberikan oleh asam lemak tak jenuh cis-9-oleic
oleic methyl ester yang terdapat pada minyak methyl ester (cis=CH). Penyerapan puncak
kelapa sawit 39,37% setelah menjadi minyak yang kuat sekitar 2921,66 sampai 2852 cm-1
sulfat yang diaplikasikan pada kulit jumlahnya yaitu getaran peregangan asimetris CH3 dan
berkurang menjadi 31,80%. Demikian juga metil CH2. Spektrum menunjukkan peregangan pita
linoleat yang terdapat pada minyak kelapa sawit penyerapan pada 1743,25 dan 1464,30 cm-1 yang
sejumlah 11,02% setelah menjadi asam sulfat sesuai dengan ikatan konjugasi masing-masing
yang diaplikasikan pada kulit menjadi tidak ada. (cis C=C) dan C-H.
Hal tersebut diduga karena sebagian cis-9-oleic Spektrum minyak sulfat, menunjukkan
methyl ester bereaksi dengan asam sulfat dan metil puncak (peak) penyerapan dan penyempitan
linoleat telah bereaksi semua dengan asam sulfat. pada 3401,16 dan 715,52 cm-1 diberikan oleh

Tabel 4. Data analisa kuantitatif spektrum FT-IR.


Gugus fungsional Minyak kelapa sawit Minyak sulfat
Cis = CH (3006,02 & 721,35) cm-1 (3401,16 & 715,52) cm-1
CH3 dan CH2 2921,66 - 2852 cm-1 2953,32 – 2850,71 cm-1
Cis C = C dan C-H (1743,25 & 1464,30) cm-1 1651,44 & 1466,05 cm-1
Absorbansi

Minyak kelapa sawit

Minyak sulfat (25% H2SO4, 3j)

Bilangan gelombang (1/cm)

Gambar 1. FT-IR spektrum minyak kelapa sawit dan minyak sulfat.

Sintesis dan karakterisasi. ........................................................(Kasmudjiastuti et al.) 23


asam lemak tak jenuh cis-9-oleic methyl ester Minyak sulfat yang dihasilkan dari sintesis
(cis = CH). Penyerapan puncak yang kuat sekitar minyak kelapa sawit dengan 25% H2SO4 selama
2953,18 sampai 2850,71 cm-1 yaitu getaran 3 jam, mempunyai kadar air 6,47%; pH 8; kadar
peregangan asimetris CH3 dan CH2. Spektrum minyak 81,28%; total alkalinitas 0,25%, angka
menunjukkan peregangan pita penyerapan pada penyabunan 192,74%; kadar abu 2,77% dan kadar
1651,44 dan 1466,05 cm-1 yang sesuai dengan SO3 terikat 7,68%. Minyak sulfat hasil penelitian
ikatan konjugasi masing-masing (cis C=C) dan dapat digunakan sebagai agensia fatliquoring pada
C-H. Data pada Tabel 4 menunjukkan adanya proses penyamakan kulit dengan nilai kekuatan
persamaan gugus-gugus fungsional pada minyak tarik pada kulit tersamak adalah 286,50 kg/cm2
kelapa sawit dan minyak sulfat hasil sulfatasi dan kemuluran 63,33%.
minyak kelapa sawit (25% H2SO4- 3 jam) seperti
cis-9-oleic methyl ester (cis = CH); CH3 dan CH2; UCAPAN TERIMA KASIH
dan cis C = C dan C-H. Penelitian ini didanai oleh DIPA Balai Besar
Kulit, Karet dan Plastik tahun anggaran 2017.
Kekuatan Tarik dan Kemuluran Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
Kekuatan tarik dan kemuluran merupakan anggota tim penelitian.
parameter uji untuk mengetahui kekuatan
fisik kulit tersamak. Hasil uji kekuatan tarik DAFTAR PUSTAKA
kulit tersamak menggunakan minyak sulfat BSN (Badan Standardisasi Nasional). (2012). Standar
hasil penelitian adalah 286,50 kg/cm2 di atas Nasional Indonesia SNI 7709:2012: Minyak
persyaratan SNI 0253:2009 Kulit bagian atas goreng sawit. Jakarta, Indonesia: BSN.
BIS (Bureau of Indian Standards). (1971). Indian
alas kaki-kulit kambing, yang mempersyaratkan
Standards IS 6357-1971: Sulphated oil for leather
minimal 160 kg/cm2 dan kulit jadi menggunakan
fat liquoring. New Delhi, India: BIS.
minyak sulfat paten (kontrol) adalah 226,46 kg/ Covington, A. D. (2009). Tanning chemistry: The
cm2. Untuk produk alas kaki, tidak diperlukan science of leather. Cambridge, UK: The Royal
kemuluran yang tinggi. Hasil uji kemuluran kulit Society of Chemistry.
jadi menggunakan minyak sulfat hasil penelitian Kassahun, W. (2014). Preparation of leather fatliquor
adalah 63%, kontrol 70,28%. SNI 0253:2009 cum filler from fleshing waste for retanning
mempersyaratkan kemuluran maksimum 55%. process in leather manufacture (Thesis). Addis
Tingginya nilai kemuluran diduga karena Ababa University, Addis Ababa, Ethiopia.
penggunaan minyak 6% untuk produk sepatu Megahed, M. G., & Nashy, E. H. A. (2010). Ester
terlalu banyak, sehingga menghasilkan nilai phosphate of discarded palm oil from potato
chip factories as fat-liquoring agent. Journal of
kemuluran yang tinggi.
American Science, 6(12), 617-626.
https://doi.org/10.7537/marsjas061210.70
KESIMPULAN Nadew, S. G. (2014). Fatliquor product development
Dari hasil sintesis dan karakterisasi minyak from Vernonia galamensis seed oil via modified
kelapa sawit curah dapat disimpulkan bahwa sulphitation process (Thesis). Addis Ababa
minyak kelapa sawit curah dapat disintesis University, Addis Ababa, Ethiopia.
menggunakan 25% H2SO4 dengan waktu sulfatasi Nurbalia, E. (2000). Penerapan minyak sulfat dari
3 jam, kecepatan 300 rpm, dimana reaksi yang bahan dasar minyak sawit pada kulit wetblue sapi
terjadi adalah reaksi sulfonasi. Karakterisasi untuk garmen ditinjau dari kekuatan tarik dan
elongasinya. Yogyakarta, Indonesia: Akademi
minyak kelapa sawit adalah angka Iodin 49,95
Teknologi Kulit.
mg I2/minyak; asam lemak bebas 0,05%; kadar Nyamunda, B. C., Moyo, M., & Chigondo, F. (2013).
air 0,18%; angka peroksida 16,23 mg/kg; angka Synthesis of fatliquor from waste bovine fat for
asam 0,19 mg KOH/g; asam lemak jenuh yang use in small scale leather industry. Indian Journal
dominan adalah metil palmitat dan metil butirat; of Chemical Technology, 20(2), 116-120.
asam lemak tidak jenuh yang dominan adalah Papalos, J. G., & Ledgewood, N. J. (1975). US Patent
cis-9-oleic methyl ester dan metil linoleat. Data No. 437,053. Washington, USA: U.S. Patent and
spektrum FT-IR minyak sulfat menunjukkan Trademark Office.
gugus cis=CH; CH3 dan CH2 dan cis C=C dan C- Rofiqi, D. M., Maarif, M. S., & Hermawan, A.
H yang serupa dengan minyak kelapa sawit dan (2016). Strategi percepatan pengembangan
industri turunan minyak sawit mentah (MSM) di
masih terdapat cis-9-oleic methyl ester.
Indonesia. Jurnal Teknologi Industri Pertanian,

24 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
26(3), 246-254. Sciences, 6(2), 11-16.
Sarkar, K. T. (1995). Theory practice leather https://doi.org/10.5281/zenodo.266664
manufacture. Madras, India: The CLS Press. Wang, C., Li, T., & Feng, S. (2012). Synthesis of
Strijbos, L., Saumweber, R., Hess, M., Gabagnou, C., fatliquor from palm oil and hydroxyl-terminated
& Fennen, J. (2012). High-fastness fatliquors from organosilicon. Asian Journal of Chemistry, 24(1),
sustainable resources. World Leather, 20, 19-21. 63-67.
Tawfik, H. M., Gasmelseed, G. A., & Mohammed, F.
E. F. (2017). Using characterization and synthesis
of fatliquor from Sudanese castor oil. Indian
Journal of Medical Research and Pharmaceutical

Sintesis dan karakterisasi. ........................................................(Kasmudjiastuti et al.) 25


26 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
PENGARUH WAKTU REAKSI DAN KECEPATAN
PENGADUKAN TERHADAP KONVERSI BIODIESEL
DARI LEMAK AYAM DENGAN PROSES
TRANSESTERIFIKASI
Siti Miskah*, Ria Apriani, Dita Miranda

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya


Jalan Palembang-Prabumulih Km.32 Ogan Ilir Sumsel 30662
Email: sitimiskah@gmail.com

Abstrak

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan selain bahan bakar diesel
dari minyak bumi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu reaksi dan kecepatan
pengadukan pada pembuatan biodiesel dari lemak ayam terhadap konversi dan karakteristik biodiesel
dengan katalis kapur tohor dan proses transesterifikasi. Variabel kontrol yang digunakan adalah bahan
baku yang digunakan berupa lemak ayam yang diambil dari limbah pedagang ayam potong dipasar
Indralaya, Ogan Ilir, temperatur reaksi 60oC, rasio perbandingan minyak ayam dan metanol adalah 1:6.
Variasi waktu reaksi yang digunakan 20 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit. Dan variasi
kecepatan pengadukan 500 rpm, 750 rpm, 1000 rpm, 1250 rpm, dan 1500 rpm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa waktu reaksi 75 menit dan kecepatan pengadukan 750 rpm menghasilkan konversi
tertinggi yaitu 89,47%, dengan densitas 0,868 gr/cm3, viskositas kinematik 5,7057 cSt, titik nyala 205 oC,
angka setana 105,8 dan karakteristik bioiesel tersebut memenuhi standar mutu bioiesel berdasarkan SNI
No.04-7182-2006.
Kata Kunci: Biodiesel, lemak ayam, kapur tohor, transesterifikasi

Abstract

Biodiesel is an alternative fuel from renewable raw materials other than diesel fuel from petroleum. This
research aims to investigate the influence of reaction time and stirring speed in making biodiesel from
chicken fat in conversions and characterizing the biodiesel with a quicklime catalyst transesterification
process. The control variables are the raw materials which are used in the form of chicken fat is taken
from the waste of chicken broilers merchant in Indralaya, Ogan Ilir, reaction temperature is 60°C, the
ratio of chicken fat and methanol is 1: 6. Variations of reaction time are 20 minutes, 60 minutes, 90
minutes, 120 minutes and 150 minutes, and variations of stirring speed are 500 rpm, 750 rpm, 1000 rpm,
1250 rpm and 1500 rpm. The results showed that the reaction time at 75 minutes at the stirring speed of
750 rpm produces the highest conversion that is 89.47%, with 0.868 g/cm 3 density, kinematic viscosity is
5.7057 cSt, flash point is 205°C, with 105.8 cetane number and characteristics of the biodiesel biodiesel
has met quality standards of ISO No.04-7182-2006.

Keywords: Biodiesel, fat chicken oil,calcium oxide, transesterification.

1. PENDAHULUAN pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi


Seiring dengan berkembangnya zaman dan bahan bakar minyak (BBM). Sehingga
kersediaan energi khususnya bahan bakar fosil
pola kehidupan manusia yang terus mengalami
yang tidak dapat diperbaharui semakin menipis,
perkembangan mengakibatkan kebutuhan energi
bahkan diperkirakan semakin lama akan habis.
semakin meningkat, serta kebutuhan sarana
transportasi dan aktivitas industri yang berakibat

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 57


Indonesia terancam mengalami krisis biodiesel dengan minyak solar disajikan pada
energi dalam beberapa tahun mendatang. Tabel 1.
Penyebabnya adalah terjadi kesenjangan antara
Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia
permintaan energi yang tinggi dan pasokan
biodiesel dan solar
produksi minyak di dalam negeri. Pada 2015
Indonesia kekurangan pasokan minyak dan gas Sifat fisik /
Biodiesel Solar
2,4-2,5 juta barrel per hari (Dipnala Tamzil, kimia
2015). Pemerintah mengeluarkan kebijakan Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
energi nasional melalui Peraturan Presiden Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang
Viskositas, cSt 5,55 4,6
pengembangan sumber energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak. Secara umum, Titik kilat, oC 172 98
jenis bahan bakar alternatif dari bahan nabati Angka setana 62,4 53
tersebut dinamakan biodiesel (bahan bakar Energi yang 40,1 45,3 MJ/kg
pengganti solar) dan bioetanol (bahan bakar dihasilkan MJ/kg
pengganti bensin).
Biodiesel merupakan bahan bakar (Sumber: Internasional Biodiesel, 2001)
alternatif dari bahan mentah terbaharukan Dibandingkan dengan minyak solar,
(renewable) selain bahan bakar diesel dari biodiesel mempunyai beberapa keunggulan.
minyak bumi. Produksi biodiesel yang Keunggulan utamanya adalah emisi
dikembangkan umumnya dibuat dari minyak pembakarannya yang ramah lingkungan karena
tumbuhan (minyak kedelai, canola oil, crude mudah diserap kembali oleh tumbuhan dan
palm oil), lemak hewani (beef talow, lard, tidak mengandung SOx. Jika dibandingkan
lemak ayam, lemak sapi) dan bahkan dari dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan
minyak goreng bekas. Proses yang biasa sebagai berikut:
digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah a) Memiliki sifat pelumasan terhadap piston
transesterifikasi. mesin karena termasuk kelompok minyak
Lemak ayam dipasar Indralaya, Ogan Ilir tidak mengering (non-drying oil)
merupakan salah satu limbah dari penjual ayam b) Mampu mengeliminasi efek rumah kaca
potong. Kandungan lemak ayam sekitar 10% c) Salah satu renewable energy (energi
berat, dan lemak ayam belum banyak terbarukan) karena terbuat dari bahan alam
dimanfaatkan oleh masyarakat dan sering yang dapat diperbarui sehingga kontinuitas
dibuang sebagai limbah. Oleh karena itu, lemak ketersediaan bahan baku dapat terjamin
ayam dapat digunakan sebagai bahan baku d) Meningkatkan independensi suplai bahan
biodiesel untuk menanggulangi pencemaan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.
lingkungan serta menunjang ketahanan energi. e) Keuntungan pada segi lingkungan dari
Katalis berupa kapur tohor adalah hasil kalsinasi biodiesel dibandingkan dengan solar yaitu:
batu kapur yang harganya cukup murah. 1. Bahan bakar ramah lingkungan karena
Diantara oksida alkali, kalsium oksida (CaO) menghasilkan emisi gas buang lebih
banyak digunakan untuk transesterifikasi karena baik yaitu free sulphur (bebas sulfur),
memiliki kekuatan basa yang tinggi, ramah smoke number (bilangan asap) rendah
lingkungan, kelarutan rendah dalam metanol dan angka setana cetane number lebih
dan dapat disintesis dari sumber yang murah tinggi (>60) sehingga efisiensi
seperti batu kapur, kalsium hidroksida, pembakarannya lebih baik;
batugamping, dll. (Zabeti dkk, 2009). 2. Biodiesel mengandung aroma
Biodiesel hidrokarbon yang lebih sedikit;
Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel 3. Biodiesel mengurangi emisi CO kira-
yang terbuat dari sumberdaya hayati yang kira 50 % dan CO2 sebesar 78 % di
berupa minyak lemak nabati atau lemak hewani dalam neto lifecycle karena emisi
yang telah digunakan sebagai alternatif atau biodiesel yang berupa karbon didaur
dicampur dengan minyak solar di mobil dan ulang dari karbon yang sudah ada di
armada industri dengan mesin diesel. atmosfir;
Biodiesel harus mempunyai kemiripan 4. Pembakarannya terbakar sempurna
sifat fisik dan kimia dengan solar agar dapat (clean burning) hingga tidak
digunakan sebagai pengganti solar. Salah satu menghasilkan racun dan dapat terurai.
sifat fisik yang penting adalah viskositas. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
Perbandingan sifat fisik dan sifat kimia (SNI), berikut standar mutu biodiesel:

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 58


Tabel 2. Standar SNI untuk Biodiesel SNI Lemak Hewani
7182:2012 Salah satu dari pembuatan biodiesel dapat
No. Parameter Satuan Nilai dilakukan dengan menggunakan lemak hewan,
seperti lemak sapi yang memiliki harga yang
1. Massa jenis pada murah dan sering tidak dikonsumsi lagi,
kg/m3 850-890
40oC sedangkan tingkat konsumsi daging sapi di
Indonesia nomor dua setelah daging ayam
2. Viskositas
mm2/s dilihat dari konsumsi daging menurut jenis
kinematik pada 2,3-6,0 daging per kapita. Lemak ayam dapat disimpan
(cSt) untuk waktu reaksi yang lama tanpa perlu
o
40 C
pencegahan dan disimpan dalam tempat kedap
3. Angkat Setana - min. 51 udara untuk mencegah terjadinya oksidasi
o
(Affandi, dkk., 2013). Asam lemak merupakan
4. Titik nyala C min. 100 asam organik
o Berdasarkan penelitian sebelumnya
5. Tutik kabut C min. 18
tentang karakteristik lemak hewani (ayam, sapi
6. Air dan sedimen %-vol maks. 0,05 dan babi) hasil analisa FTIR dan GCMS, maka
7. Abu tersulfatkan %-massa maks. 0,02 pada tabel di bawah ini dapat dilihat komposisi
asam lemak pada lemak ayam.
8. Belerang mg/kg maks. 100
Tabel 3. Komposisi asam lemak pada lemak
9. Fosfor mg/kg maks. 10 ayam
10. Angka asam mg-KOH/g maks. 0,6 Persentase
11. Gliserol bebas %-massa maks. 0,02 Asam Lemak asam lemak
(%)
12. Gliserol total %-massa maks. 0,24
Asam Kaprilat C8:0 Td
(SK Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Asam Kaprat C10:0 Td
Republik Indonesia. 2013)
Asam Laurat C12:0 Td
Proses Transesterifikasi
Asam Misirat C14:0 0,74
Reaksi transesterifikasi sering disebut
reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara trigliserida Asam Palmitoetat C16:1 7,01
dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Asam Palmiat C16:0 27,24
Alkohol yang sering digunakan adalah metanol, Asam Margarta C17:0 Td
etanol, dan isopropanol. Berikut ini adalah
tahap-tahap reaksi transesterifikasi: Asam Linoleat C18:2 16,36
Asam Oleat C18:1 38,35
Asam Stearat C18:0 5,56
Asam Arakidonat C20:4 0,87
Asam Eikosenat C20:1 0,41
Trigliserida 3(alkohol) gliserin 3 (ester) Asam Arakat C20:0 Td
(Sumber: Sandra Hermanto dan Anna
Trigliserida bereaksi dengan alkohol Muawanah, 2008)
membentuk ester dan gliserin. Kedua produk
dari reaksi ini membentuk dua fasa yang Metanol
bertingkat sehingga mudah dipisahkan. Fasa Metanol juga dikenal sebagai metil
gliserin terletak dibawah dan fasa ester alkil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah
diatas. Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia
memperoleh biodiesel yang sesuai dengan merupakan bentuk alkohol paling sederhana.
standar yang telah ditetapkan, sedangkan Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang
gliserin dimurnikan sebagai produk samping ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah
pembuatan biodiesel. Gliserin merupakan terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
senyawa penting dalam industri. Gliserin (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol
digunakan sebagai pelarut, bahan kosmetik, digunakan sebagai bahan pendingin anti beku,
sabun cair, dan lain-lain. pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif
bagi etanol industri.

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 59


Untuk membuat biodiesel, ester dalam i) Kelarutan dalam asam : larut (juga
minyak nabati perlu dipisahkan dengan gliserol. didalam gliserol, larutan gula)
Ester tersebut merupakan bahan bakar penyusun j) Kelarutan dalam methanol : tidak larut
biodiesel. Selama proses transesterifikasi, (juga didalam dietil eter, n-Oktanol)
komponen gliserol dari minyak nabati k) Keasaman (pKa) 12,8
digantikan oleh metanol,. Metanol adalah
alkohol yang dapat dibuat dari batubara, gas l) Entropi molar standar So 298 : 40 J·mol-
alam, atau kayu. (Said, 2009). 1·K−1
Sifat fisik : m) Entalpi pembentukan standar ΔfHo298 :
a) Freezing point/melting point : -98oC −635 kJ·mol−1
b) Boiling point (760mmHg) : 64.7oC n) Titik nyala : Tidak terbakar
c) Flash point : 11oC Pengaruh Waktu Reaksi dan Kecepatan
o
d) Viscocity (20 C) : 0,55 Cp Pengadukan
Sifat kimia: Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh
a) Rumus molekul : CH3OH beberapa faktor penting, antara lain:
b) Berat molekul : 32.04 g mol-1 1. Waktu Reaksi
c) Solubility : miscible Waktu reaksi berbanding lurus dengan
d) Bersifat polar produk yang dihasilkan. Semakin lama waktu
Katalis Kapur Tohor (CaO) reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan
Salah satu kegunaan kapur mentah atau karena keadaan ini akan memberikan
kapur tohor (CaO) adalah sebagai katalis basa kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan
dalam produksi biodiesel. Liu dkk (2008) untuk bertumbukan satu sama lain. Namun
melaporkan pemanfaatan CaO untuk setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu
transesterifikasi minyak kedelai dengan reaksi tidak mempengaruhi reaksi, melainkan
methanol menghasilkan Yield biodiesel 95% dapat menyebabkan produk berkurang karena
dalam waktu 3 jam pada suhu 65oC dan 8% adanya reaksi balik, yaitu metil ester terbentuk
katalis CaO. Kapur tohor atau dikenal dengan menjadi trigliserida (Affandi, dkk., 2013).
nama kimia Kalsium Oksida (CaO) adalah hasil 2. Kecepatan Pengadukan
pembakaran kapur mentah (Kalsium Karbonat Proses pengadukan dapat meningkatkan
atau CaCO3) pada suhu kurang lebih 900°C jika pergerakan partikel materi. Dengan
disiram dengan air maka kapur tohor akan meningkatnya pergerakan partikel materi,
menghasilkan panas dan berubah menjadi kapur maka peristiwa tumbukan dan kontak
padam (Kalsium Hidroksida atau Ca(OH2)). antarpartikel materi pun akan makin
Saat kapur tohor disiram dengan air terjadi sering. Dengan begitu, reaksi kimia akan
reaksi: berlangsung makin cepat. Oleh karena itu, agar
CaO (s) + H2O (l) ↔ Ca(OH)2 (aq) reaksi kimia berlangsung lebih cepat, maka zat-
(ΔHr = -63,7 kJ/mol dari CaO) zat yang bereaksi memerlukan pengadukan.
Parameter Spesifikasi Biodiesel
Nama IUPAC kapur tohor ialah Kalsium
oksida, nama lainnya Kapur mentah, kapur 1. Cetane number
bakar, kapur tohor. Adapun sifat-sifatnya Pada solar atau bahan bakar untuk mesin
adalah: diesel dikenal nilai setane/cetane number.
Sifat fisik dan kimia Kapur Tohor Nilai cetane adalah kemampuan suatu
a) Rumus Molekul : CaO bahan bakar untuk mempersingkat delay
ignition (penundaan pembakaran). Delay
b) Massa Molar : 56,0774 gr/mol
ignition adalah jarak waktu antara
c) Penampilan : serbuk putih/kuning pemasukan/injeksi bahan bakar oleh
/coklat pucat injektor dengan dimulainya bahan bakar
d) Bau : tidak berbau tersebut terbakar. Angka setana juga dapat
e) Densitas : 3,34 gr/cm3 diartikan kemampuan bahan bakar untuk
f) Titik Lebur : 2613°C, 2886 K, menyala dengan cepat setelah diinjeksi.
4375°F Secara umum, biodiesel memiliki angka
g) Titik Didih : 2850°C, 3123 K cetane yang lebih tinggi dibandingkan
(100 hPa) dengan solar. Biodiesel pada memiliki
angka cetane minimal 51, sedangkan
h) Kelarutan dalam air : 1,19 gr/liter (25°C),
0,57 gr/liter (100°C). bahan bakar diesel no. 2 memiliki angka
cetane 47 – 55 (Bozbas, 2005). Panjangnya

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 60


rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester maka densitas biodiesel akan semakin
(fatty acid alkyl ester, misalnya) tinggi dan begitu juga sebaliknya.
menyebabkan tingginya angka cetane
biodiesel dibandingkan dengan solar 2. METODOLOGI PENELITIAN
(Knothe, 2005). Waktu Dan Tempat Penelitian
2. Titik Nyala (flash point) Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Titik nyala adalah suhu dimana uap yang Analisa dan Instrumentasi dan Grha Pertamina
ada di atas minyak dapat menyala Universitas Sriwijaya pada 03 Oktober 2016-20
sementara atau akan meledek seketika November 2016. Metode yang digunakan dalam
kalau ada api. Analisa titik nyala penelitian ini adalah metode transesterifikasi.
digunakan untuk menunjukkan indikasi
Variabel Yang Diteliti
jarak didih, dimana dibawah suhu tersebut
minyak akan aman tanpa adanya bahaya 1. Variabel tetap adalah rasio lemak ayam
api. Alat yang digunakan untuk analisa : metanol = 1 :6, jumlah katalis 6
berat minyak dari lemak ayam.
titik nyala diantaranya open cup & 2. Variabel berubah terdiri dari waktu reaksi
phensky Marten. Minyak dipanaskan dan kecepatan pengadukan
dengan kecepatan 2-10oF per menit. Setiap
pemeriksaan, nyala api diberikan ke uap Alat dan Bahan
minyak selama interval waktu 30 detik Alat
kemudian suhunya dicatat. (Ali Fasya, 1. Labu leher tiga
1998) 2. Magnetic stirer
3. Viskositas 3. Furnace
Meupakan ukuran ketahanan terhadap 4. Hot Plate
aliran. Tujuan analisa viskoitas adalah 5. Kondenser
mengetahui kekentalan minyak pada suhu 6. Termometer
tertentu sehingga minyak dapat dialirkan 7. Pompa
pada suhu tersebut. Peralatan yang 8. Statif dan klem
digunakan untuk pengukuran viskositas 9. Buret
diantarnya saybold universal viscosity dan 10. Corong pemisah
saybold furol viscosity. Analisa viskositas 11. Kertas saring
dilakukan dengan mencatat lama waktu 12. Alat-alat gelas (beaker gelas, gelas
pengaliran sebuah minyak dalam sebuah ukur, erlenmeyer, batang pengaduk, dll)
wadah pada volume tertentu melalui 13. pH indikator
lubang (office) tertentu dan pada suhu 14. Ayakan/Screening
tertentu. Angka viskositas digunakan untuk 15. Kompor
menentukan nilai index viskositas. Angka 16. Neraca analitik
index viskositas menunjukkan perubahan 17. Alat ukur waktu/jam
nilai viskositas akibat perubahan suhu. Jika 18. Mortar
angka index viskositas tinggi maka 19. Piknometer
viskositasnya relative tidak berubah 20. Cawan porselen
terhadap perubahan suhu. Jika angka index 21. Corong buchner
viskositas rendah maka viskositasnya Bahan
sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. 1. Lemak ayam
(Ali Fasya, 1998). 2. Metanol
4. Densitas 3. Katalis CaO
Parameter seperti densitas minyak atau 4. NaOH
metil ester (biodiesel) dipengaruhi panjang 5. Indikator PP
rantai asam lemak, ketidakjenuhan, dan 6. Aquadest
temperatur lingkungan (Formo, 1979).
Seperti halnya viskositas, semakin panjang
rantai asam lemak, maka densitas akan
semakin meningkat. Ketidakjenuhan juga
mempengaruhi densitas, dimana semakin
banyak jumlah ikatan rangkap yang
terdapat dalam produk akan terjadi
penurunan densitas. Biodiesel hams stabil
pada suhu rendah. Semakin rendah suhu,

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 61


Prosedur Penelitian kalsinasi pada suhu 900oC selama 5 jam, massa
sampel menjadi 121,6752 gram.
Reaski Transesterifikasi
Reaksi transesterfikasi dilakukan dengan
variasi kecepatan pengadukan 250 rpm, 500
rpm, 750 rpm, 1000 rpm, dan 1250 rpm, dan
variasi waktu 30 menit, 45 menit, 60 menit,75
menit, dan 90 menit. Perbandingan mol metanol
: minyak dari lemak ayam adalah 6:1, serta berat
katalis 6% dari berat minyak.
Konversi biodiesel dari lemak ayam yang
diperoleh dari reaksi transesterifikasi adalah
sebagai berikut:

100

Konversi Biodiesel (%)


80

60

40

20

0
250 500 750 1000 1250
Kecepatan Pengadukan (rpm)

30 menit 45 menit 60 menit


75 menit 90 menit

Gambar 2. Grafik konversi biodiesel yang


Gambar 1. Diagram prosedur penelitian diperoleh dengan variasi
kecepatan pengadukan dan waktu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN reaksi
Hasil Pengujian Nilai Asam Lemak Bebas
Bahan baku pembuatan biodiesel dari 100
lemak ayam yang dicairkan harus dilakukan uji
Konversi Biodiesel (%)

90
asam lemak bebas sebelum dilakukan reaksi
transesterifikasi. Hal ini dikarenakan jika nilai 80
asam lemak bebas melebihi 5% maka harus 70
dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu 60
sedangkan jika nilai asam lemak bebas kurang
50
dari 5% maka dapat langsung melalui proses
transesterifikasi (Evy Setiawati, dkk, 2012). 40
Nilai asam lemak bebas yang tinggi dapat 30 45 60 75 90
menganggu jalannya proses transesterifikasi Waktu Reaksi (menit)
Proses transesterifikasi dapat dilakukan tanpa 250 rpm 500 rpm 750 rpm
melalui reaksi esterifikasi terlebih dahulu karena
minyak dari lemak ayam mengandung nilai 1000 rpm 1250 rpm
asam lemak bebas sebesar 2,17%. Gambar 3. Grafik konversi biodiesel yang
Hasil Kalsinasi Katalis CaO dari Kapur diperoleh dengan variasi
Mentah kecepatan pengadukan dan waktu
Pembentukan CaO dari kalsinasi kapur reaksi
mentah dapat dilihat dari perubahan berat
sampel sebelum dan sesudah kalsinasi. Dapat Dari data hasil analisa yang diperoleh
diasumsikan perubahan berat sampel terjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. dan
karena pelepasan CO2 dari molekul CaCO3. gambar 3., kecepatan pengadukan 750 rpm
Mula-mula sampel kapur mentah memiliki dengan waktu reaksi 75 menit menghasilkan
massa 146,9026 gram. Setelah dilakukan konversi biodiesel tertinggi yaitu sebesar
89,47% atau dengan volume 94 ml dari bahan

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 62


baku minyak dari lemak ayam sebanyak 100 ml. Gambar 4. menunjukkan hubungan antara
Penambahan kecepatan pengadukan akan waktu reaksi dan kecepatan pengadukan
meningkatkan volume biodiesel yang tajam, hal terhadap densitas biodiesel yang dihasilkan.
tersebut terlihat pada reaksi yang berlangsung Nilai densitas biodiesel tertinggi terdapat pada
pada kecepatan pengadukan 500 rpm hingga saat waktu reaksi 30 menit dan kecepatan
750 rpm dengan waktu reaksi 90 menit dan 75 pengadukan 250 rpm yaitu sebesar 0,890 gr/cm3
menit. Sedangkan, pada waktu reaksi 30 menit, dan densitas biodiesel terendah terdapat pada
45 menit, dan 60 menit tidak terjadi kenaikan saat waktu reaksi 90 menit dan kecepatan
konversi yang menonjol pada variasi kecepatan pengadukan 1250 rpm yaitu 0,866 gr/cm3.
pengadukan lainnya. Densitas minyak atau biodiesel
Pengadukan dalam pembuatan biodiesel dipengaruhi panjang rantai asam lemak,
menyebabkan reaksi transesterifikasi terjadi ketidakjenuhan dan temperatur lingkungan
lebih cepat akibat tumbukan-tumbukan antar (Formo, 1979). Semakin panjang rantai asam
reaktan. Setelah konversi mengalami lemak, maka densitas akan semakin meningkat.
peningkatan dan mencapai kesetimbangan, Ketidakjenuhan juga mempengaruhi densitas,
maka terjadi penuruan konversi pada variasi dimana semakin banyak jumlah ikatan rangkap
waktu reaksi dan kecepatan pengadukan. yang terdapat dalam produk akan terjadi
Penambahan waktu reaksi dan kecepatan penurunan densitas. Biodiesel harus stabil pada
pengadukan setelah terjadi kesetimbangan tidak suhu rendah, semakin rendah suhu, maka
menambah konversi biodiesel, reaksi yang densitas biodiesel akan semakin tinggi dan
masih berlanjut dan kecepatan pengadukan yang begitu juga sebaliknya.
terlalu tinggi setelah tercapainya kesetimbangan Waktu reaksi dan kecepatan pengadukan
akan mengakibatkan terjadinya reaksi balik. yang rendah menghasilkan biodiesel dengan
densitas tinggi dikarenakan metil ester yang
1. Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan dihasilkan merupakan metil ester rantai panjang.
Waktu Reaksi terhadap Densitas Biodiesel Pada proses transesterifikasi, rantai-rantai asam
dari Lemak Ayam lemak dalam lemak ayam akan terpecah
Standar mutu densitas biodiesel menjadi rantai metil ester yang lebih pendek
sehingga densitaspun akan menurun seiring
berdasarkan SNI No.04-7182-2006 adalah 0.85-
dengan lamanya waktu reaksi dan bertambahnya
0.89 gr/cm3. Berikut grafik pengaruh kecepatan kecepatan pengadukan. Hal ini sesuai dengan
pengadukan dan waktu reaksi terhadapa volume penelitian Irdoni, H.S., dkk (2007), bahwa
biodiesel yang dihasilkan. semakin lama kecepatan pengadukan maka
densitas akan semakin menurun.
0,895 Pada saat waktu reaksi 30 menit dan
kecepatan pengadukan dinaikkan dari 250 rpm
0,89
hingga menjadi 1250 rpm, densitas yang
Densitas Biodiesel (gr/cm3)

0,885 dihasilkan hanya berkisar 0,89-0,881 gr/cm3 dan


0,88 nilai densitas tersebut lebih tinggi dibandingkan
variasi waktu lainnya. Pada waktu reaksi 90
0,875
menit mempunyai nilai densitas terendah
0,87 dengan kenaikkan kecepatan pengadukannya
0,865 yaitu berkisar 0,876-0,866..
Pada gambar 3 dapat dilihat densitas
0,86
biodiesel pada setiap variasi waktu reaksi dan
0,855 kecepatan pengadukan yang dihasilkan
0,85 memenuhi syarat mutu biodiesel berdasarkan
250 500 750 1000 1250 SNI No.04-7182-2006.
Kecepatan Pengadukan (rpm) 2. Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan
Waktu Reaksi terhadap Kinematik
30 menit 45 menit 60 menit Viskositas Biodiesel dari Lemak Ayam
75 menit 90 menit

Gambar 4. Pengaruh waktu reaksi dan


kecepatan pengadukan terhadap
densitas biodiesel dari lemak
ayam

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 63


dikarenakan ukuran katalis yang digunakan
16 terlalu kecil. Viskositas tertinggi pada variasi
kecepatan pengadukan 250 rpm dan waktu
14
Viskositas Kinematik Biodiesel (cSt)

reaksi 30 menit yaitu 13,7227 cSt dan tidak


12 memenuhi standar mutu viskositas kinematik
biodiesel. Sedangkan, nilai viskositas kinematik
10 terendah dan memenuhi standar mutu yakni
sebesar 4,006 cSt terdapat pada variasi
8
kecepatan pengadukan dan waktu reaksi
6 tertinggi yaitu 1250 rpm dan 90 menit.

4 3. Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan


Waktu Reaksi terhadap Titik Nyala
2 Biodiesel dari Lemak Ayam
Berdasarkan SNI No.04-7182-2006,
0 standar mutu titik nyala (flash point) biodiosel
250 500 750 1000 1250
adalah minimal 100oC.
Kecepatan Pengadukan (rpm)
250

Titik Nyala Biodiesel C)


30 menit 45 menit 60 menit 200
75 menit 90 menit
150
Gambar 4. Pengaruh waktu reaksi dan
kecepatan pengadukan terhadap 100
viskositas kinematik biodiesel
50
dari lemak ayam
Gambar 4.3. merupakan data dari 0
hubungan waktu reaksi dan kecepatan 250 500 750 1000 1250
pengadukan terhadap viskositas kinematik Kecepatan Pengadukan (rpm)
biodiesel. Viskositas kinematik biodisel pada
30 menit 45 menit 60 menit
setiap variasi mengalami penurunan seiring
dengan kenaikan waktu reaksi dan kecepatan 75 menit 90 menit
pengadukan. Semakin lama waktu reaksi dan Gambar 5. Pengaruh waktu reaksi dan
semakin tinggi kecepatan pengadukan kecepatan pengadukan terhadap
menyebabkan rantai metil ester yang terbentuk titik nyala biodiesel dari lemak
akan semakin pendek sehingga viskositas juga ayam
semakin menurun. Viskositas biodiesel
dipengaruhi oleh panjang rantai metil ester dan Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa
komposisi asam lemak, posisi, dan jumlah biodiesel yang dihasilkan mempunyai titik nyala
ikatan rangkap dalam biodiesel serta jenis yang memenuhi standar baku mutu biodiesel
alkohol yang digunakan untuk proses kecuali satu sampel pada saat waktu reaksi 90
transesterifikasi. Penelitian sebelumnya yang menit dan kecepatan pengadukan 1250 rpm.
dilakukan oleh iriany, dkk (2013) memporoleh Sampel yang menghasilkan titik nyala tertinggi
bahwa nilai viskositas biodiesel mengalami adalah pada variasi waktu reaksi 30 dan
penurunan dengan semakin lamanya waktu kecepatan pengadukan 250 rpm yaitu sebesar
reaksi dan semakin meningkatnya suhu. 223oC dan pada titik waktu reaksi dan kecepatan
Kenaikan waktu reaksi dari 30 menit menjadi 45 pengadukan tertinggi yakni pada 90 menit dan
menit dilanjutkan hingga 60 menit 1250 rpm menghasilkan titik nyala yang
menghasilkan penuruanan viskositas berkisar terendah sebesar 85oC.
4,9-4,7 cSt. Sama halnya dengan parameter lainnya,
Standar mutu viskositas kinematik waktu reaksi dan kecepatan pengadukan yang
biodiesel menurut SNI No.04-7182-2006 adalah semakin tinggi mengakibatkan rantai-rantai
sebesar 2,3-6,0 cSt (mm2/s). Data analisa yang metil ester semakin pendek dan mengakibatkan
diperoleh menunujukkan beberapa sampel tidak biodiesel mudah untuk menyala atau terbakar
memenuhi standar mutu viskositas kinematik pada temperatur rendah. Penurunan titik nyala
biodiesel. Hal ini disebabkan oleh adanya yang signifikan terjadi pada waktu reaksi 75 dan
katalis yang terikut kedalam biodiesel pada saat 90 menit serta pada kecepatan pengadukan 750,
proses pemisahan atau penyaringan katalis 1000 dan 1250 rpm. Semakin besar titik nyala

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 64


maka biodiesel yang dihasilkan semakin sebesar 78,69% dan konversi mengalami
berkualitas karena titik nyala yang tinggi akan peningkatan hingga waktu 75 menit
memudahkan penanganan bahan bakar, karena menjadi 89,47% . Akan tetapi, setelah
bahan bakar tidak perlu disimpan pada suhu mencapai kesetimbangan, reaksi
rendah. mengalami reversible yang menyebabkan
terjadinya penurunan konversi pada waktu
4. Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan
reaksi 90 menit menjadi 82,81%.
Waktu Reaksi terhadap Angka Setana
2. Konversi biodiesel pada waktu reaksi 90
Biodiesel dari Lemak Ayam
dan 75 menit dari 70,81 dan 75,95 pada
kecepetan pengadukan 250 rpm
120
mengalami peningkatan dengan
bertambahnya kecepatan pengadukan
100 hingga 500 rpm dan 750 rpm dengan
konversi tertinggi 85,76% dan 89,47%,
80 peningkatan kecepatan setelah
Angka Setana

kesetimbangan reaksi tercapai


60
mengakibatkan bergeser ke kiri, sehingga
konversi akan mengalami penuruan
menjadi 71,22 dan 75,11 pada pangadukan
40 1250 rpm.

20 DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R.D.N., dkk. 2013. Produksi Biodiesel
0 dari Lemak Sapi dengan Proses
250 500 750 1000 1250 Transesterifikasi dengan Katalis Basa
Kecepatan Pengadukan (rpm) NaOH. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 2.
No. 1.
30 menit 45 menit 60 menit Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
75 menit 90 menit Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Faizal, M., dkk. 2013. Pengaruh Kadar
Gambar 6. Pengaruh waktu reaksi dan Metanol, Jumlah Katalis, dan Waktu
kecepatan pengadukan terhadap Reaksi pada Pembuatan Biodiesel dari
angka setana biodiesel dari Lemak Sapi Melalui Proses
lemak ayam Transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia
Standar mutu angka setana biodiesel No.4, Vol. 19.
berdasarkan SNI No.04-7182-2006 adalah Freedman B, Pryde EH, Mounts TL. 1984.
minimal 51. Berdasarkan standar tersebut, Variables Affecting The Yields of Fatty
dilihat dari gambar 6. dapat diketahui bahwa Esters from Transesterified Vegetable Oils.
semua sampel memenuhi standar mutu angaka J. Am. Oil Chem. Soc., 61 (10): 1638–
setana biodiesel. Semakin tinggi angka setana 1643.
maka semakin cepat pembakaran. Perlakuan Hermanto, Sandra dan Anna Muawanah. 2008.
kecepatan pengadukan yang tinggi dan waktu Profil dan Karakteristik Lemak Hewani
yang semakin lama menghasilkan rantai karbon (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR
ester yang semakin pendek yang menyebabkan dan GCMS. Universitas Islam Negeri
angka setana semakin tinggi sehingga Syarif Hidayatullah Jakarta.
kemampuan terbakar atau kemampuan biodiesel Irdoni, H. S., dkk. 2007. Pengaruh Kecepatan
sebagai bahan bakar untuk menyala juga Pengaukan pada Proses Pembuatan
semakin tinggi. Hasil penelitian ini sesuai Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jatropha Curcas L) dengan Menggunakan
Irdoni, S. H., dkk (2007) yaitu terjadi kenaikan Katalis Abu Tandan Sawit. Fakultas
angka setana seiring dengan kenaikan kecepatan Teknik Jurusan Teknik Kimia UNRI.
pengadukan. Marnoto, T., dkk. 2011. Biodiesel dari Lemak
Hewani (Ayam Broiler) dengan Katalis
4. KESIMPULAN Kapur Tohor. Prosiding Seminar Nasional
1. Kenaikan waktu reaksi mengakibatkan Teknik Kimia Kejuangan, ISSN 1693 –
peningkatan pada konversi biodiesel. Pada 4393.
kecepatan pengadukan 750 rpm, dengan Nur, S. M. 2014. Perbedaan Biofuel,
waktu 30 menit konversi biodiesel adalah Bioethanol, Biodieseldan Biogas.

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 65


http://bioenerginusantara.com/perbedaan-
biofuel-bioethanol-biodiesel-dan-biogas/.
(Diakses tanggal 28 Februari 2016).
Prawito. 2013. Biodiesel. http://chemical-
engineer.digitalzones.com/biodiesel.html.
(Diakses tanggal 28 Februari 2016).
Setiawati, E., dkk. 2012. Teknologi Pengolahan
Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas
dengan Teknik Mikroiltrasi dan
Transesterikasi sebagai Alternatif Bahan
Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri
Vol. VI No. 2. Hal. 117-127.
Simatupang, R. A., 2016. Optimasi Kecepatan
Putar Pengadukan dan Waktu Pengadukan
terhadap Kualitas Fisika Biodiesel dari
Minyak Kelapa. Pillar of Physics, Vol. 7,
89-96.
Yoeswono., dkk. 2008. Kinetics of Palm Oil
Transesterification in Methanol with
Potassium Hydroxide as a Catalyst. Indo.
J. Chem., 8 (2): 219 – 225.

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 23, Januari 2017 Page | 66


Egyptian Journal of Petroleum (2016) 25, 21–31

H O S TE D BY
Egyptian Petroleum Research Institute

Egyptian Journal of Petroleum


www.elsevier.com/locate/egyjp
www.sciencedirect.com

REVIEW

The effects of alcohol to oil molar ratios


and the type of alcohol on biodiesel production using
transesterification process
Idris Atadashi Musa *

Adamawa State University, Mubi, PMB 25, Mubi, Adamawa State, Nigeria

Received 14 July 2014; revised 31 August 2014; accepted 12 October 2014


Available online 17 March 2016

KEYWORDS Abstract The nature of alcohol and alcohol to oil molar ratio plays an important role on the method of biodiesel
Biodiesel; Production; production. As a result, this paper examined different alcohols commonly used for the production of biodiesel fuel with
Transesterification; Alcohols; more emphasis on methanol and ethanol. Further the different alcohol to oil molar ratios used for the production of
Molar ratios biodiesel have been extensively discussed and reported. Also the effects of alcohol to molar ratios on biodiesel refining
process and its physicochemical properties were investigated.
© 2015 The Author. Production and hosting by Elsevier B.V. on behalf of Egyptian Petroleum Research
Institute. This is an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/
licenses/by-nc-nd/4.0/).

1. Introduction as biodiesel are considered to be a potential candidate to replace petro-


diesel fuel [15]. In addition it is ranked among the fastest developing
Presently, global warming effect, fossil fuel diminishing reserves, and alternative to petro-diesel fuel in many developed and developing countries
higher petroleum prices are the main issues driving worldwide interest on worldwide [74]. This is because the net level of carbon dioxide in the
the development of alternative renewable, biodegradable and sustainable atmosphere is not increased by burning biofuel, and this minimizes the
biofuels [10]. Fossil fuel combustion leads to about 98% of carbon intensity of greenhouse effect [62]. Besides, its decreases particulate
emissions [31]. As such, renewable resources such as biofuels, wind, emissions, unburned hydrocarbons, and sulfur dioxide generated through its
water, and hydrothermal energy are being widely considered as potential combustion process [56]. A life cycle analysis of biodiesel fuel demonstrated
alternative sources of energy [74]. Biofuels such that overall CO2 emission is reduced by 78% compared to petro-diesel fuel,
hence eco-friendly [85]. Thus, biodiesel has the potential of lowering the
net gas emissions from the transportation sec- tor; that causes global
warming and it could significantly decrease the mass and carcinogenicity of
* Tel.: +234 08037874859. particulate matter emissions. Recently the interest in biodiesel fuel
E-mail address: atadashimusa1@yahoo.com production
Peer review under responsibility of Egyptian Petroleum Research Institute.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejpe.2015.06.007
1110-0621 © 2015 The Author. Production and hosting by Elsevier B.V. on behalf of Egyptian Petroleum Research Institute. This is an open access article
under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
22 I.A. Musa

has increased due to its environmental benignity [49]. For countries in effects of alcohols and oil to alcohol molar ratios as main variables in the
which petroleum is imported, biodiesel technology is a big advantage production and refining of crude biodiesel products.
[54].
The technologies usually employed to produce biodiesel fuel are 2. Alcohols for biodiesel production
classified into direct/blends, microemulsion, pyrolysis and transesterification
reaction [26,29,32]. However, transes- terification reaction is the most Alcohol is one of the most important raw materials for the production of
commercially used technology for the production of biodiesel [6,5]. biodiesel. Alcohols are primary and secondary monohydric aliphatic
Transesterification is the reaction through which triglycerides react with an alcohols comprising 1–8 carbon atoms [57]. A number of alcohols have been
alcohol in the presence of catalyst to produce biodiesel and by-product, explored for biodiesel production, the most widely used acyl acceptors are
glycerol [27,28,30,33]. This reaction is mostly affected by numerous methanol and to a slight extent, ethanol. Other alcohols utilized in pro- ducing
factors among others which include: alcohol to oil molar ratio, reaction time, biodiesel are the short-chain alcohols such as propanol, butanol, isopropanol,
nature and amount of catalyst, reaction temperature, and the nature of tert-butanol, branched alcohols and octanol, however these alcohols are
feedstocks composi- tion [26]. Nonetheless, alcohol to oil molar ratio is costly [93].
believed to be the most critical in the dynamics of biodiesel production [48]. Methanol and ethanol are the most often used alcohols in biodiesel
Conventionally, biodiesel is transesterified using refined production. Methanol is particularly preferred because of its physical and
vegetable oils, catalyzed by an alkali [51]. Fig. 1 presents a schematic
chemical advantages. Beside its reaction with triglycerides is quick and
diagram of alkali-catalyzed transesterification for the production of
it can be easily dissolved in NaOH [57]. Demirbas [27] remarked that
biodiesel. However, edible vegetable oils contribute over 95% of global
metha- nol, also known as ‘‘wood alcohol”, is usually simpler to find
biodiesel production [48]. This process usually provides high-quality
compared to ethanol. Additionally triglycerides can react with varieties
biodiesel fuel with less refining procedure. But, the prices of refined virgin
of alcohols. But the short-chain alcohols provide better conversions
oils are usually very high, hence rendering commercial biodiesel fuel
under the same reaction time [89]. Table 1 presents main production facilities
production impracticable [16]. Recently, alternative feed- stocks such as
of methanol and bio-methanol [27].
natural plant oils, animal fats, waste/used cooking oils, and non-edible
feedstocks such as jatropha cur- cas, pongamia, castor and microalgal oils 2.1. Methanol
are used to pro- duce biodiesel fuels, to circumvent the high prices of
biodiesel fuel and improve its development [59]. Other low quality
feedstocks being explored include: chicken fats, pork lard, beef tallow, and As earlier mentioned, for biodiesel production via transesteri- fication
yellow grease [23]. Currently, microal- gae are considered the most reaction, methanol is the most common alcohol used. However, the level of
promising source of renewable energy. Although, these feedstocks are of low water in an alcohol is crucial for its successful application in the
prices, the pro- duction and the refining processes of biodiesel products production of biodiesel. This is because the presence of water during
through such low quality feedstocks are difficult [48,24]. However several transesterification reac- tion causes hydrolysis of triglycerides to free fatty acids
investigations have revealed the potential of biodiesel production through which leads to soap formation, and poor yield. Unfortunately, the entire
low-quality feedstocks. Fig. 2 shows percentage share of each renewable short-chain alcohols are hygroscopic and could easily absorb water from the
energy source [25]. Also, several researches have investigated the effects atmosphere [84,92]. On the other hand, long-chain alcohols are mostly
of alcohol to molar ratios on the production of biodiesel [63]. Therefore, sensitive to contamination by water [85]. Van Gerpen et al. [84] remarked
this paper critically analyzed the that biodiesel is produced from various alcohols, and the nature of alcohol
used in the production process does not make any chemical

Figure 1 Schematic diagram of alkali-catalyzed transesterification for the production of biodiesel [48].
Effects of alcohol on biodiesel production 23

Figure 2 Percentage share of each renewable energy source in 1995 [25].

difference, as long as the finished biodiesel product meets ASTM D6751. catalysts. Fig. 3 shows the structure of triglyceride [10]. Vari- ous kinds of
However higher chain molecular alcohols are usually avoided during alcohols have been used for the production of biodiesel fuels. Saka and
transesterification reaction, due to steric hindrance effect. Yohei (2009) investigated a new technique for catalyst-free biodiesel
production using super- critical methyl acetate. The authors noted that
2.2. Other alcohols comparing methanol and methyl acetate in the transesterification of
triglycerides (TG), within all the temperature ranges experi- mented shows
For the most part, ethanol is of great interest, because it is less costly compared that the reactivity of methanol was higher. Further the overall reaction
to methanol, and biodiesel produced from ethanol is entirely bio-based. In between triglycerides and alcohol to give biodiesel (fatty acid alkyl esters,
addition butanol could also be achieved from biological materials as a FAAE) is a three sequential reaction [21]:
result yielding biodiesel that is also entirely bio-based. However, alcohols Triglycerideþ R0OH ! Diglycerideþ FAAE ð1Þ
such as methanol, propanol, and iso-propanol are usually obtained from
petrochemical materials such as methane derived from natural gas in the Diglycerideþ R0OH ! Monoglycerideþ FAAE ð2Þ
case of methanol. The renewa- bility of ethanol has suggested advantages due to
being carbon dioxide neutral, less toxic and environmentally based, making it Monoglycerideþ R0OH ! Glycerolþ FAAE ð3Þ
the most suitable substitute to methanol [45]. However, ethanol is more
Furthermore, methanol is chosen in the production of biodiesel
expensive and less reactive than methanol [90,77]. Van Gerpen [84]
because it is relatively inexpensive and reactive. Besides, methanol
remarked that removal of alcohols such as ethanol or isopropanol if used in
(CH3OH) is a simple compound and does not contain complex organic
biodiesel production is difficult, because the alcohols form an azeotrope with
compounds or sulfur [96,13]. Van Gerpen [85] remarked that two major
water. Even though, a molecular sieve can be used to remove the water.
factors leading to the choice of methanol despite its more toxic levels are:
methanol does not form azeotrope, therefore it is easily recy- cled and
3. Production of biodiesel via transesterification reaction
ethanol forms an azeotrope with water. Also, regarding their
characteristics as fuels, biodiesel from metha- nol and ethanol demonstrate
As earlier mentioned, biodiesel is usually produced via transes- terification of slight variations; for example, biodiesel fuels from methanol have slightly
triglycerides with alcohol in the presence of higher pour and cloud points and slightly lower viscosities than those
obtained from ethanol [93]. However use of methanol raises environmental
concern [46], since non-renewable fossil sources, such as natural gas are
Table 1 Main production facilities of methanol and bio- methanol [27].
presently the main sources of methanol [93].

Methanol Biomethanol 4. Effects of molar ratios on the transesterification reaction


Catalytic synthesisfrom CO Catalytic synthesis from CO and and H2
H2
Molar ratio of alcohol to oil is one of the most significant factors
Natural gas Distillation of liquid from wood
affecting the conversion efficiency, yield of biodiesel as well biodiesel
pyrolysis
Petroleum gas Gaseous products from biomass production cost [57]. Also, since the stoi- chiometric molar ratio of
gasification alcohol to oil for the transesterifi- cation is 3:1 and the reaction is
Distillation of liquid from coal Synthetic gas from biomass and pyrolysis coal reversible, higher molar ratios are required to increase the miscibility and to
enhance the contact between the alcohol molecule and the triglyc- eride.
In practice, to shift the reaction toward completion,
24 I.A. Musa

4.1. Effects of molar ratios on alkali-catalyzed


transesterification

For alkali-catalyzed transesterification, the optimum molar ratio of


methanol to oil to produce biodiesel with more than 98w/w% yield is
approximately 6:1 [10]. As a result alcohol to oil ratios greater than 6:1 does
not increase yield, but could hinder glycerol separation process, as well, in
Figure 3 Shows structure of triglyceride [10]. transesterifica- tion reaction the molar ratio of 6:1 is employed to have enough
amount of alcohol to break the fatty acid-glycerol linkages [2]. Phan and Phan
[67] have transesterified waste cooking oil (WCO) using KOH catalysts
to produce biodiesel fuel. The authors employed a 500 ml three-neck glass
the molar ratio should be higher than that of the stoichio- metric ratio flask (reactor) connected with a reflux condenser using a thermocouple probe
[55]. Further to break the glycerin–fatty acid linkages during and tap water to condense methanol vapor. They used a stain- less steel stirrer
transesterification of triglycerides to biodie- sel, excess methanol is required encompassing a turbine to agitate the mixture in the reactor. In addition a water
[58]. Therefore, higher alco- hol to oil molar ratios give rise to greater alkyl bath was used to heat reac-
ester conversion in a shorter time [48]. Moreover, increase in the amount of tor. The reaction conditions were; temperature of 30–50 °C,
alcohol to oil increases biodiesel yield and biodie- sel purity. This is in line methanol/oil ratios of 7:1–8:1, 0.75 wt.%, KOH catalyst, and reaction time of
with the result reported based on neat vegetable oils [36]. On the contrary 80 min, with 88–90% biodiesel yield achieved. They observed that the oil
the inedible oils like pongamia and neem require more alcohol to give conversion to biodiesel increased when the ratio was increased from 5:1 to
maximum ester yield, perhaps due to higher viscosity of inedible oil than 8:1 M ratios. The conversion increased to 64% for the ratio of 8:1 from
edible oils. Nevertheless, when compared to edible oil, ester content yield 50% for the ratio of 5:1. A conversion difference of 24% was recorded
was low in inedible oil but glycerol yield was more in inedible oil when for the molar ratios between 5:1 and 8:1 in the first 60 min. And in the last
compared to edible oil [36]. Balat and Balat [9] remarked that the key 60 min the conversion slightly decreased to 13–16%. When the
variables affecting transesterification are; reaction time, alcohol to oil methanol to WCO molar ratio increased from 8:1 to 9:1, the difference in the
molar ratios, reaction temperature and pressure, catalyst, water contents conversion was less than 2%. Nonetheless a reduction in the conversion was
and free fatty acids levels in fats and oils. The authors noted that the noticed when the methanol to WCO molar ratio was increased to a level
universally accepted alcohols to glyc- erides molar ratios are 6:1–30:1. In above 9:1. For instance, after 80 min of reaction time, a molar ratio of
addition, Behzadi and Farid [12] reported that the overall transesterification 12:1 gave a conversion of 82% but when the molar ratio was 8:1 a
reac- tion is characterized by three control stages: mass transfer, kinetic and conversion of 88% was achieved. This decrease might be due to excess of
equilibrium controlled. And the slowest among these three stages is the metha- nol which interferes with the alkyl ester and glycerol separation by
mass transfer stage due to immisci- bility of triglycerides and methanol increasing glycerol solubility. In consequence a portion of the diluted glycerol
[44]. In another study, Chew and Bhatia [20] noted that the choice of the remaining in the alkyl ester phase caused apparent lost of ester product due to
molar ratio of alcohol to oil can significantly influence transesterifi- cation foam formation. As well, Rashid et al. [71] optimized alkali-catalyzed
process. They reported that the process yield is increased with increase in methanolysis for the production of biodiesel. The authors noted that the most
the alcohol to oil molar ratio. Thus, methanol to oil molar ratio of 9:1 favorable reaction conditions for the sunflower oil methanoly-
could provide the maximum yield for canola and corn oil [66]. sis were: reaction temperature of 60 °C, NaOH catalyst con-
Furthermore molar ratios between 3:1 and 15:1 were experimented in the centration of 1.00% (w/w) and methanol to sunflower oil molar ratio,
transesterification of Cynara oil using ethanol. The yield of biodiesel was 6:1. They obtained an optimum biodiesel yield of 97.1%. Also, Encinar et
increased with an increase in the molar ratio up to a value of 12:1. al. [37] have produced alkyl esters from vegetable oil using KOH catalyst
Consequently molar ratios between 9:1 and 12:1 gave the best results. In (concentration of 1 wt.
addition incomplete reac- tion was observed for molar ratios below 6:1. %), and the ethanol to oil molar ratio was varied between 6:1 and 15:1. The
And for a molar ratio of 15:1, the separation of glycerol was compli- transesterification process was performed in a 1000 ml spherical reactor,
cated and the apparent yield of biodiesel was reduced because a fraction provided with a mechanical stirring, sampling outlet, thermostat, and
of the glycerol remained in the biodiesel phase. For that reason, molar condensation systems. They found that, with a 6:1 M ratio and after 2 h, the
ratio 9:1 appears to be the most suitable [55]. conversion to alkyl esters was close to 45 wt.%. A further increase in the
Also, using KOH, palm oil to methanol ratio of 1:10 was molar ratio increased the yield of alkyl esters, with a molar ratio of 12:1
selected for biodiesel production since the ratio gave the best biodiesel quality producing the best biodiesel yield of 72.5%. However, 66.2% biodiesel
and yield; lower glycerol content as well as low residue of free fatty acid yield was noticed, when the molar ratio was increased to 15:1 as shown in
[47]. Ting et al. [83] investi- gated the effects of varying feedstock to Fig. 4 [37]. This is so because higher molar ratios above 12:1 rendered
methanol molar ratios (1:10–1:40) on biodiesel production. And a glycerol separation cumbersome. In addition, the yield of alkyl esters
molar reduced, since a portion of the glycerol remained in the alkyl esters phase.
ratio of 1:15 gave conversion of 99% after 12h of reaction at 50°C. Also, a conversion of di- to monoglycerides appears to be favored using
excess alcohol, and both glycerol
Effects of alcohol on biodiesel production 25

and alkyl esters slightly recombined to monoglycerides since during the [66]. Similarly Meher et al. [60,61] investigated biodiesel pro- duction from
course of the reaction their concentration keeps increasing, this is in contrast Karanja oil using rate of stirring (180–600 rev. per min), temperature (37–
with transesterification reactions carried out using low molar ratios. The 65 °C), catalyst concentration (0.25–1.5% wt) and alcohol/oil molar ratio
authors also noted that the alkyl esters yield is lowered, when the by-product (6:1–24:1). They achieved biodiesel yield of 97% after 3 h of reaction time
glycerol remains in solution because it helps in shifting the equilibrium back to for
the left. As a result, alcohol to oil molar ratio is considered to be among the a molar ratio of 6:1, while a similar yield was achieved in 30 min for a
most important variables affecting the yield alkyl esters. For that reason, molar ratio of 24:1. The authors observed that a higher molar ratio of
optimization of alcohol to oil molar ratio prior to transesterification process is methanol to oil provided faster reaction rates while a lower methanol to oil
essential and has to be carried out for the best biodiesel yield to be molar ratio (6:1) requires longer reaction times to achieve equal conversion.
achieved. Furthermore biodiesel production from soybean oil was conducted In another study, Canoira et al. [18] transesterified Jojoba oil-wax to
by Silva et al. [80] using ethanol/oil ratio (3:1, 6:1, 9:1, 12:1 and 15:1 M), and biodiesel and obtained a biodiesel yield of 79 wt.%. The
0.1%, 0.5%, 0.9%, 1.3% and transesterification reaction was conducted in an autoclave
1.7 % w/v of NaOH, as an alkaline catalyst. The reaction con- ditions were; vigorously stirred at a speed of 600 rpm, temperature of 60 °C, with a
temperature of 40.0 °C, reaction time of 80 min, catalyst concentration of 1.3 methanol to oil molar ratio of 7.5:1, and a reaction time of 4 h.
wt.%, and molar ratio, of 9:1. The authors concluded that methanol can Furthermore, a statistical model predicted that at the optimized reaction
be effectively substituted with ethanol, when the ethanol is applied using conditions of a catalyst amount of 1.26%, oil-to-methanol molar ratio of
optimized condition (molar ratio (9:1)). This will certainly lead to biodiesel 7.5:1, reaction temperature of 65 °C, and reaction time of 20 min, the highest
production from sources that are completely renewable (ethanol obtained conversion yield of lard biodiesel would be 98.6% [52].
from soybean oil and sugar cane). They further affirmed that for molar ratios
less than 6:1, the reaction was incomplete, and for a molar ratio of 15:1 the sep- 4.2. Effects of molar ratios on acid-catalyzed transesterification
aration of by-product, glycerol was difficult and the apparent yield of esters
was decreased. The authors also commented that for methanol, a molar Because of the high cost of refined feedstocks, acid-catalyzed
ratio of 6:1 is most suitable, and for ethanol, molar ratio 9:1 is the most transesterification reactions have been explored to circumvent the problems
favorable. In contrast, Santos et al. [74] used response surface methodology associated with the conversion of low quality feedstocks to biodiesel. Fig.
(RSM) to evaluate the effects of catalyst concentration and methanol to oil 5 shows the mechanism of acid catalyzed esterification of fatty acids [27], and
ratio on soybean oil conversion to biodiesel. And observed that the overall Fig. 6 presents the mechanism of acid catalyzed transesterification of
conversion of oil to biodiesel was achieved when catalyst concentration of vegetable oils [22]. Ghadge and Raheman [40] reported that a 2-step
0.2 w/w and alcohol to oil ratio of 9:1 were used. esterification for the pretreatment process using
Also methanol to oil molar ratio ranging from 3:1 to 9:1 acid catalyzed (1% v/v H2SO4) reaction with methanol (0.30–0.35 v/v)
was varied for karanja and jatropha oil. At a molar ratio of 6:1, the highest
at a temperature of 60 °C and a reaction time of 1 h was employed to reduce
ester conversions from karanja were observed to be 80% and from jatropha
high FFAs (19%) content of crude mahua oil to a value below 1%. In
oil to be 90–95%, respectively
another study, Canakci and Gerpen [17] observed that at a temperature of
60 °C and a molar ratio of 30:1 with sulfuric acid catalyst, a biodiesel
conversion of 98.4% can be obtained. The authors reported a conversion of
95.8% for fatty acid ethyl ester compared to 87.8%, 92.1%, and 92.9%, for
fatty acid methyl ester, 1-bytyle fatty acid ester and 2-propyl fatty acid ester,
respectively.
Further, Banerjee and Chakraborty [11] reported transes- terification of
waste frying oils via acid catalyst for biodiesel production. The optimum
reaction parameters were noted to be; temperature (70 °C) and methanol/oil
molar ratio (250:1). The authors observed that at a molar ratio of
oil:methanol: acid of 1:74:1.9 and 1:162:4.2 at 80 °C, high biodiesel yields
of 98.8%, and 98.9 were obtained respectively. In another investigation,
Sahoo et al. [73] converted free fatty acids to triglycerides to reduce the acid
value using a molar ratio of
6:1 and H2SO4 acid and achieved optimum conversion efficiency with
acid value below 4 mg KOH/g. Additionally,

Figure 4 Esters yield vs. time. Influence of ethanol/oil molar ratio (T = Figure 5 Mechanism of acid catalyzed esterification of fatty acids [27].
60 °C; [KOH] = 1 wt.%) [37].
26 I.A. Musa

was observed. Conversely, a minimum of 10:1 M ratio was required to


reduce the FFA content of SPO from 22.33% to 2%, which was the limit
of FFA for transesterification reaction in their study. With an insufficient
amount of methanol in the reaction, the reaction process was slower, thus
decreasing the amount of conversion. Therefore, 10:1 was considered to
be the optimum ratio of methanol to SPO. Furthermore FFA content of
soybean oil (20.5%) was reduced to 1.1% using a 12:1 M ratio and PTSA
as acid catalyst. It was also noted that for a lower molar ratio of alcohol to
acid oil the reaction takes place faster but reached a lower final
conversion compared to when a higher molar ratio is applied [34].
Also biodiesel production from heterotrophic microalgal oil using
concentrated sulfuric acid as catalyst was studied by Miao and Wu [58]. The
Figure 6 Mechanism of acid catalyzed transesterification of vegetable oils
biodiesel specific gravity was reduced to a final value of 0.8637 from an initial
[22].
value of 0.912 in about
4 h of reaction time, at a temperature of 30 °C with 56:1
methanol to oil molar to ratio. Also, at molar ratios of 45:1 and 56:1, the
Soriano et al. [81] showed that the conversion of triglycerides into fatty acid biodiesel yields obtained were 68% and 63%, respectively. In another
methyl esters using AlCl3 as catalyst was consid- erably affected by methanol similar study, Montes D’Oca et al.
to oil molar ratio, reaction time, temperature and the presence of THF as co- [35] have transesterified microalgae Chlorella pyrenoidosa for the
solvent. The opti- mum conditions with AlCl3 were: 24:1 M ratio, temperature production of biodiesel. The reaction was performed using H2SO4 acid as
of catalyst (3 or 10% in relation to the mass of lipids) under constant stirring
110 °C, and reaction time of 18 h. The authors used THF as for 4 h at 60 or 100 °C. The molar ratio of alcohol/lipids was 30:1 with a
co-solvent and achieved 98% conversion. They also noted that at higher molar relatively high
ratios, the addition of THF resulted in an sig- nificant increase in the biodiesel yield achieved.
conversions of triglycerides to biodiesel. This could be attributed to the
formation of a one phase system. Further using THF, the mass transfer problem 4.3. Effects of molar ratios on solid-catalyzed transesterification
normally encountered in a heterogeneous system is eliminated [81].
Moreover, Chongkhong et al. [21] have esterified palm fatty acid
distillate using an 8:1 M ratio of methanol to palm fatty acid distillate The formation of three phases in the early reaction time restricts the
contact between reacting mixtures. For this rea- son, determination of the
with 1.8 wt.% of sulfuric acid at 60 °C and a retention time of 60 min.
initial alcohol concentration is essential keeping a compromise between the
Further, Predojevic´
rate of diffusion by the formation of two phases of fluid and the shifting of
[68] employed 2-step catalyzed transesterification to produce biodiesel from
the reaction toward biodiesel production [38]. An investiga- tion carried out
waste sunflower. The authors used alcohol to molar ratio of 6:1 and
by Zabeti et al. [94] revealed that the three phase formation between oil,
achieved a biodiesel yield of 92%. Similarly, Veljkovic et al. [86]
solid catalyst, and alcohol which result in diffusion constraints, thus
reduced the FFA content of tobacco seed oil from 17 wt.% to less than 2
lowering the reaction rates could be circumvented using co-solvents such as
wt.% using a molar ratio of 18:1 of methanol to oil. Pisarello et al.
n-hexane and ethanol, dimethyl sulfoxide (DMSO), and tetrahydrofuran
[69] have esterified various vegetable oils (refined and unre- fined
(THF). These co-solvents could enhance miscibility of oil and methanol
vegetables) using anhydrous methanol, ethanol and ethanol 96%. The
and speed up the rate of transesterification reaction. Encinar et al. [38] have
esterification process was conducted in a glass batch reactor, working
transes- terified 98% of rape oil using KNO3/CaO catalyst to biodie- sel
with total reflux. A thermo- static water bath was used to immerse the
fuel. The transesterification reaction was conducted in a 500 ml glass
reactor. While stirring with a magnetic stirrer, the reaction was conducted
spherical reactor, provided with a sampling outlet, mechanical stirring,
at 30, 60 and 70 °C. Furthermore oil with acidity of 18%
thermostat, and condensation systems. Alkyl esters with excellent properties
was achieved by acidifying refined sunflower oil in the lab- oratory using
were achieved using a quantity of KNO3 of 10% impregnated in CaO, a
saponification followed by neutralization. In another study Hayyan et al.
catalyst total content of 1.0%, a methanol to oil molar ratio
[47] have esterified sludge palm oil (SPO) using acid catalyst tolune-4-
sulfonic monohydrate acid (PTSA). The authors revealed that batch of 6:1, a reaction time of 3.0 h, and a reaction temperature of 65 °C. From the
esterification process was performed using single factor optimization to results obtained in Fig. 7, the experiments conducted with methanol to
oil molar ratios at 9:1 and
investigate the effect of PTSA in the dosage range (0.25–10% wt/wt),
12:1 took a lengthier time to attain a conversion near to equilibrium.
stirrer speed (200–800 rpm), reaction
Thus the final conversion values of biodiesel confirmed that the best
time (30–120 min), reaction temperature (40–80 °C), and methanol to oil molar ratio for the reaction is 6:1 [38]. In another study,
molar ratio of methanol to SPO (6:1–20:1). The esterifica- tion process
Yee et al. [91] have transesterified Jatropha curcas L. oil catalyzed by
was employed to pre-treat the SPO by convert- ing the high content of FFA
SO2—/ ZrO2 catalyst for the production of biodiesel. The authors found 4
to FAME using an acid catalyst. The initial content of FFA of the SPO
that at a reaction time of 4h, reaction temperature
used in this study was 22.33%. The methanol to SPO molar ratio was
varied from 6:1 to 20:1. The yield of treated SPO slightly increased when
the molar ratio increased from 6:1 to 10:1, and at a higher molar ratio no
considerable change
Effects of alcohol on biodiesel production 27

of 150 °C, 7.61 wt.% for catalyst loading and methanol to oil molar ratio of the production of biodiesel fuel. The catalyst was prepared from sulfonated
9.88 mol/mol, an optimum alkyl ester yield of poly(vinyl alcohol) (SPVA) and zirconium sulfate (Zr(SO4)2). Acidified
90.32 wt.% was achieved. Further, [95] investigated the opti- mization of the oil was esterified with methanol to determine the effectiveness of the hybrid
activity of CaO/Al2O3 catalyst for biodiesel production using response membranes. The esterification results obtained revealed that the FFA conver-
surface methodology. The authors employed fifty grams of oil into a 150 ml sions in acidified oil were 81.2% and 94.5% for Zr(SO4)2/ PVA and
glass-jacketed reactor equipped with a digital magnetic stirrer and a Zr(SO4)2/SPVA catalytic membranes, respectively. The transesterification
water-cooled condenser. The transesterification process was performed using reaction conditions were: reaction
3.5 wt.% of the catalyst, methanol to oil time of 2 h, reaction temperature of 65°C, methanol to oil
ratio of 12:1, and the mixture was rigorously stirred for 5 h. A water molar ratio of 6:1, the weight ratio of polymer to Zr (SO4)2/SPVA was 1:1
bath at a temperature of 65 °C was used to heat up the mixture and a in the catalytic membrane and the amount of catalytic membrane with
biodiesel yield of 94% was obtained. Also, Chai et al. [19] have respect to reactant was 4 wt.%. The Zr(SO4)2/SPVA catalytic membrane
transesterified vegetable oil using the solid heteropolyacid was used to esterify the acidified oil with methanol, increase in molar ratio
Cs2.5H0.5PW12O40 as a catalyst to of methanol to oil increased the conversion consider- ably. Additionally
produce high-quality biodiesel. The authors employed low catalyst when the methanol to oil molar ratio was 1:1, 3:1 and 6:1, the FFA
concentration (1.85 10×3:1 weight × ratio of catalyst to oil), at low conversion was 60.2%, 80.3% and 94.5%, respectively. As well the
temperature (338 K), low methanol-to-oil ratio (5.3:1), and a relatively short conversion was almost kept stable, that is, 95.0% and 95.1%, respectively
reaction time (45 min), the solid acid catalyst was found to be efficient and when the ratio was increased to 9:1, even 12:1. In another investigation,
yielded a high yield of biodiesel (99%). Besides, the process was found to Guerreiro et al. [42] have transesterified soy- bean oil with methanol using
be environmentally friendly and economical. The transesteri- fication process solid acid catalysts (ion- exchange resins, Nafion membranes, and poly(vinyl
involving the catalyst was pronounced eco- nomical since the activity of alcohol) membranes containing sulfonic groups), at atmospheric
Cs2.5PW was not significantly affected by the water content and the level of pressure and temperature of 60 °C. The higher reaction rate
free fatty acid of the oil. And the catalyst was easily removed from the pro- (catalytic activity) was due to higher reactant concentrations in the close
duct mixture and reused several times. Jacobson et al. [50] investigated vicinity of the sulfonic groups. The authors noted that at the start of the
solid acid-catalyzed transesterification of waste cooking oil for biodiesel reaction, methanol is likely to be hydrogen bonded to the polymer OH
production. The authors optimized the reaction parameters using the most groups but the small size of its molecule is not enough to move away the
active ZS/Si catalyst identified. The optimum conditions obtained are 3 polymer chains. Another study conducted by Boz et al. [14] employed KF
wt.% cat- loaded nano-c-Al2O3 as catalyst to transesterify veg- etable oil to biodiesel.
alyst loading, temperature of 200 °C, and 1:18 oil to alcohol During the transesterification process a biodiesel yield of 97.7 ± 2.14% was
molar ratio, and recorded ester yield of 98 wt.%. obtained using a molar ratio of methanol/oil of 15:1 and 3 wt.% catalysts.
Further, a novel organic–inorganic hybrid membrane was developed by
Shi et al. [78] as heterogeneous acid catalyst for 4.4. Effects of molar ratios on enzymatic-catalyzed
transesterification

Alcohol to oil molar ratios also play an important role in enzymatic-


catalyzed transesterification. Pizarro and Park
[70] investigated lipase-catalyzed transesterification of veg- etable oil
contained in waste activated bleaching earth for the production of
biodiesel fuel. The authors varied oil to methanol molar ratios from 1:1 to
1:6, and the content of the oil was kept at 75% by weight of vegetable oil.
An opti- mum conversion yield of 55% (w/w) with palm oil was achieved
at the oil to methanol molar ratio of 1:4. Further, Watanabe et al. [87]
experimented different molar ratios 1:2, 1:3 and 2:3 for the
transesterification of vegetable oil to biodiesel using Candida antarctica
lipase and achieved 95 wt.%. Antczak [3] noted that plant oils and
methanol form a solution when their molar ratio is close to 1:1 at
40°C. The author noted that adding organic solvent to the
reacting mixtures increases the solubility of alcohol, guards the enzymes
from deactivation and ensures one-step enzy- matic transesterification.
Additionally, Nie et al. [64] reported that to safeguard lipase from being
denatured due to metha- nol toxicity; the molar ratio of methanol to oil in
the reac- tion system should not exceed 1:1. In another study, [65] have
used immobilized Pseudomonas cepacia lipase for the

Figure 7 Influence of methanol/oil molar ratio on biodiesel yield (% impregnation:


10; catalyst/oil mass ratio: 1.0%; temperature: 65 °C; agitation rate: 900 rpm)
[38].
28 I.A. Musa

production of biodiesel fuel from soybean oil. The authors noted that the
Table2 Detailoptionstoavoidlipaseinactivationcausedby
optimum conditions for processing 10 g of soybean oil were: 35 °C, 0.5 g methanol [82].
water and 475 mg lipase for the reactions with methanol, 1:7.5 oil to
methanol molar ratio, 35 °C, 0.3 g water and 475 mg lipase for the reactions Options Operating Yield Advantages Disadvantage
conditions (%)
with ethanol, 1:15.2 oil to ethanol molar ratio. Based on the optimum
conditions, methyl and ethyl ester formation of 67 and 65 mol% in 1 h Methanol Three-step or >87 Higher yield is The
was obtained. As well, Ha et al. stepwise two- step achieved operation is
[43] reported the influence of methanol to soybean oil molar ratio on the addition methanol without relative
production of biodiesel fuel in ionic liquids. The authors tested different addition inactivation to the complicated in
lipase large scale
molar ratios, and the best conversion in [Emim][TfO] was obtained at 4:1.
production
The methanolysis in [Emim][TfO] considerably reduced when the molar
Acyl Methyl >90 No The reaction
ratio of methanol to soybean oil was 8:1 and greater. This scenario might rate is low
acceptor acetate, inactivation
be due to the deactivation of Novozym 435 caused by the high alterations acetate effect occurs and the acyl
methanol concentration. Ethyl and no glycerol acceptor cost is
Furthermore, Tan et al. [82] noted the effects of alcohol to oil molar is produced high
ratios in producing biodiesel by means of immo- bilized lipase. They Good solvents of
observed that the major cause of the deactivation of lipases is the high Solvent With t- >80 methanol and Increment of
molar ratios of ethanol to fatty acid residues. As a result of the contact engineering butanol, glycerol, so the solvent
of the enzyme with the immiscible polar organic phase formed. In 1,4- methanol recovery cost
addition, Shimada et al. [79] hypothesized that the low methanolysis dioxane, inactivation
ionic and glycerol
(ethanolysis) commonly encountered is because of the deactivation of
liquid as deposit are
lipases by contact with insoluble MeOH (EtOH) which exists as drops in avoided
solvents
the oil. Table 2 sum- marizes the options to avoid lipase inactivation
caused by methanol [82].

5. Recovery/removal of excess alcohol from crude biodiesel diesel phase is washed three times with distilled water at 50 °C in a separatory
funnel, and the biodiesel phase is then dried using anhydrous Na2SO4.
The recovery of alcohol is required to minimize the waste of alcohol after Gomes et al. [41] and Chongkhong et al. [21] reported the passing of fatty acid
the transesterification is completed. Although higher energy input for methyl esters phase through an evaporator to recover traces of methanol.
distillation is required to achieve high alcohol recovery, for processes involving Eevera et al. [36] employed evaporation under atmospheric condition to
recovery of methanol is considerably easier to recover than ethanol, because it remove excess methanol and water in biodiesel phase. In addition a
does not form azeotrope. The formation of an azeotrope by ethanol with water separation funnel was used to eliminate sulfuric acid, excess alcohol, and
makes its purification costly during ethanol recov- ery (Demirbas, 2002). other impurities from reaction mixture [66]. Karaosmanogˇlu et al. [53]
Van Gerpen et al. [85] noted that to minimize environmental impacts and reported that the methanol in the biodiesel phase was removed using a
operating costs, recovery of residual alcohol and its recycling back into the rotary evaporator under vacuum. Also a heat exchanger was used to remove
process is essential. The authors reported that input costs for the process is part of methanol, whereas the other part was driven off by vacuum distillation
saved when the unused methanol is recovered. Besides, the recovery of [39]. In contrast to the discussions involving acid and alkaline catalysts, the
excess alcohol is necessary to eliminate the emissions of methanol to the process of alcohol recovery is eliminated completely in the enzyme
surrounding. Furthermore the emission reduction is required because catalyzed route, since enzymes are inactivated at a higher alcohol
methanol is toxic and highly flammable. concentration.
In most of the researches conducted, the recovery of metha-
nol is carried out through either vacuum or conventional distillations, 5.1. The effects of alcohol on the refining of crude biodiesel
evaporation or it is recovered partially in a single stage flash. Besides, falling-
film evaporator is used as an alter- native to distillation [88,7]. It was noted Oils to alcohols molar ratios play a critical role in the deter- mination of the
that separation and purification of alcohol at the end of the transesterification purity and quality of alkyl esters. The higher the molar ratio the more the
is difficult and costly [12]. Refaat [72] remarked that recovery of glycerol is complexity of biodiesel separation and purification processes vice versa
rendered difficult due to excess alcohol, therefore establishing empirically [8]. It was noted that the addition of higher amounts of alcohol could
ideal alcohol to oil molar ratio is essential. As well, an excess of alcohol in prolong the required separation time since biodiesel layer separation from
large amount could slow down the phase separation of glycerol and biodiesel water layer becomes more complex in the presence of a huge quantity of
[4]. Also, separation of glycerol from ester becomes more difficult at higher alcohol. This is because methanol having one hydroxyl group could act as
alcohol to oil molar ratios [9]. Meher et al. [60,61] observed that to ensure an emul- sifier, thus enhancing emulsion formation [36]. Miao and Wu
separation of methanol, the crude bio- (2009) noted that excess alcohol in large amounts could slow down biodiesel
and glycerol separation as in the case of the values of 70:1 and 84:1 M ratios.
The authors revealed that a 56:1 M ratio is the best option for the
transesterifica- tion of microalgal oil.
Effects of alcohol on biodiesel production 29

For transesterification method involving supercritical methanol, a high (1) It was found that quite a number of biodiesel production facilities
molar ratio (40:1) is required [77]. However care must be taken to recover employ methanol due to its low cost and short- chain molar size (for the
the excess alcohol after the completion of the reaction. avoidance of steric hindrance effects).
Furthermore, Sharma and Singh [77] noted the treatment of crude biodiesel (2) It was also found that methanol does not form zoetrope, hence its
for the removal of dissolved contaminants such as alcohol, catalysts, etc. by recovery is simple compared to ethanol.
washing with hot distilled water. Van Gerpen [85] reported that water washing (3) Although ethanol is more expensive than methanol but biodiesel
step is intended to remove any remaining methanol, soap, catalyst, free glyc- production involving ethanol is completely bio-base, hence
erol and salts from the biodiesel. Van Gerpen et al. [84] renewable.
reported that warm (140 °F), softened water can be used to (4) Most of the researchers recommend a 6:1 M ratio for methanol and
wash alkyl esters for the elimination of soaps and residual methanol. a 9:1 M ratio for ethanol.
Saleh et al. [76] noted that methanol present in the biodiesel phase is (5) Care must be taken to determine empirically ideal molar ratios to
eliminated by distillation or evaporation under vacuum or atmospheric employ otherwise excess methanol will result in severe difficulty in
pressure. In a different study, Saleh et al. [75] remarked the performance of biodiesel refining process.
membranes for glycerol separation from biodiesel, but the membrane is (6) It was found that the presence of alcohol affects the quality of
strongly affected by the presence of methanol. The authors noted application biodiesel fuel by lowering its viscosity and density values, and
of decantation technique to separate alcohol phase from the organic phase flash point.
(biodiesel) and the use of a rotary evaporator to eliminate the traces of (7) For solid catalysts, it was found that application of co-solvents
methanol in the methyl ester phase. such as n-hexane and ethanol, dimethyl sulfoxide (DMSO), and
tetrahydrofuran (THF) could reduce diffusion problems and
5.2. The effects of alcohol on the quality of biodiesel fuel enhance miscibility of oil and alcohol and speed up the rate of
reaction.
The amount of glycerol, catalyst, soap, and the residual metha- nol, is
controlled by the limits of the fuel’s free glycerol, ash level, and flashpoint.
Therefore meeting these limits indicates that alkyl esters can be directly applied Acknowledgement
in most modern engines without necessarily modifying it, while
maintaining the engine’s reliability and durability [85]. Karaosmanogˇlu et I hereby wish to immensely thank Adamawa State University, Mubi, Nigeria for
al. their support during the course of this study.
[53] noted that fuel must be almost free from impurities such as water, alcohol,
glycerin, and catalyst. Berrios and Skelton References
[13] observed that the presence of methanol could lead to low flash point
causing transport, storage and use problems, low values of viscosity and [1] M. Abraham, Bio–fuels as Future Fuels for Automotive Vehicles––
density, and corrosion of Zn and Al pieces. Moser [63] reported that OEM’s Viewpoint of Requirements and View point Issues, 5th International
impurities in fatty acid alkyl esters include among others mono-, di-, Bio—Fuels, New Delhi 77–8 Feb, 2008.
[2] A.K. Agarwal, Prog. Energy Combust. Sci. 33 (2007) 233–271.
triglycerides, FFA, methanol, metals, soaps, water, glycerol, and catalyst.
[3] M.S. Antczak, A. Kubiak, T. Antczak, S. Bielecki, Renewable Energy 34
The author noted that methanol impurity in esters is indirectly measured (2009) 1185–1194.
through flash point determination following ASTM D93. Also, [4] G. Antolın, F.V. Tinaut, Y. Briceno, V. Castano, C. Perez, A.I. Ramırez,
contamination of biodiesel with methanol may result in biodiesel failing to Bioresour. Technol. 83 (2002) 111–114.
meet the standard specification for minimum flash point for fuels. The [5] A.E. Atabani, A.S. Silitonga, I.A. Badruddin, T.M.I. Mahlia, H.
contamination of methanol usually occurred due to insufficient purification H. Masjuki, S. Mekhilef, Renewable Sustainable Energy Rev. 16 (2012) 2070–
of esters after transesterification reaction. In addition the wear problem is 2093.
believed to be caused by formic acid attack when methanol is employed [6] I.M. Atadashi, M.K. Aroua, A.R. Abdul Aziz, N.M.N. Sulaiman,
(Demirbas, 2002). Saleh et al. [76] reported that the presence of high levels of Renewable Sustainable Energy Rev. 15 (2011) 5051– 5062.
methanol can accel- erate the deterioration of natural rubber seals and [7] I.M. Atadashi, M.K. Aroua, A. Abdul Aziz, Renewable Energy (2010) 1–7,
xxx.
gaskets. Also the presence of methanol could corrode engine alu- minums
[8] I.M. Atadashi, M.K. Aroua, A. Abdul Aziz, Renewable Sustainable
and zinc parts as well as lower flash point of biodiesel fuels [1]. Energy Rev. 14 (2010) 1999–2008.
[9] M. Balat, H. Balat, Energy Convers. Manage. 49 (2008) 2727– 2741.
[10] B.K. Barnwal, M.P. Sharma, Renewable Sustainable Energy Rev. 9 (2005)
6. Conclusion and recommendation 363–378.
[11] A. Banerjee, R. Chakraborty, Conserv. Recycl. 53 (2009) 490– 497.
[12] S. Behzadi, M.M. Farid, Bioresour. Technol. 100 (2009) 683–689.
Based on the foregoing, the following conclusions and recom- mendations
[13] M. Berrios, R.L. Skelton, Chem. Eng. J. 144 (2008) 459–465.
were made: [14] N. Boz, N. Degirmenbasi, D.M. Kalyon, Appl. Catal. B: Environ. 89
(2009) 590–596.
[15] L. Brennan, P. Owende, Renewable Sustainable Energy Rev. 14 (2010) 557–
577.
[16] M. Canakci, Bioresour. Technol. 98 (2007) 183–190.
30 I.A. Musa

[17] M. Canakci, J. Van Gerpen, Trans. ASAE 42 (5) (1999) 1203– [54] A. Keskin, M. Gu¨ru D. Altiparmakc, K. Aydin, Renewable
1210. Energy 33 (2008) 553–557.
[18] L. Canoira, R. Alca´ ntara, M.J. Garcıa-Martı´nez, J. Carrasco,Biomass [55] J.-S. Lee, S. Saka, Bioresour. Technol. 101 (2010) 7191–7200.
Bioenergy 30 (2006)76–81. [56] D.Y.C. Leung, X. Wu, M.K.H. Leung, Appl. Energy 87 (2010) 1083–1095.
[19] F. Chai, F. Cao, F. Zhai, Y. Chen, X. Wang, Z. Su, Adv. Synth. Catal. 349 [57] F. Ma, M.A. Hanna, Bioresour. Technol. 70 (1999) 1–15.
(2007) 1057–1065. [58] X. Miao, Q. Wu, Bioresour. Technol. 97 (2006) 841–846.
[20] T.L. Chew, S. Bhatia, Bioresour. Technol. 99 (2008) 7911– 7922. [59] T.M. Mata, A.A. Martins, N.S. Caetano, Renewable Sustainable
[21] S. Chongkhong, C. Tongurai, P. Chetpattananondh, Renewable Energy 34 Energy Rev. 14 (2010) 217–232.
(2009) 1059–1063. [60] L.C. Meher, V.S.S. Dharmagadda, S.N. Naik, Bioresour. Technol. 97
[22] W.W. Christie, Gas Chromatography and Lipids: A Practical Guide, The (2006) 1392–1397.
Oily Press, Dundee, 1989. [61] L.C. Meher, D. Vidya Sagar, S.N. Naik, Renew. Sustain. Energy Rev.
[23] A. Demirbas, Appl. Energy 88 (2011) 17–28. 10 (2006) 248–268.
[24] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 51 (2010) 2738–2749. [62] X. Meng, J. Yang, X. Xu, L. Zhang, Q. Nie, M. Xian, Renewable
[25] A.H. Demirbas, I. Demirbas, Energy Convers. Manage. 48 (2007) 2386– Energy 34 (2009) 1–5.
2398. [63] B.R. Moser, In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 45 (2009) 229–266.
[26] A. Demirbas, Biomass Bioenergy 33 (2009) 113–118. [64] K. Nie, F. Xie, F. Wang, T. Tan, J. Mol. Catal. B: Enzym. 43 (2006) 142–
[27] A. Demirbas, Bioresour. Technol. 99 (2008) 1125–1130. [28] A. 147.
Demirbas, Fuel 87 (2008) 1743–1748. [65] H. Noureddini, X. Gao, R.S. Philkana, Bioresour. Technol. 96 (2005) 769–
[29] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 50 (2009) 923–927. 777.
[30] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 49 (2008) 2106–2116. [66] P.D. Patil, S. Deng, Fuel 88 (2009) 1302–1306.
[31] A. Demirbas, M.F. Demirbas, Energy Convers. Manage. 52 (2011) 163– [67] A.N. Phan, T.M. Phan, Fuel 87 (2008) 3490–3496.
170. [68] Z.J. Predojevic´, Fuel 87 (2008) 3522–3528.
[32] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 50 (2009) 14–34. [69] M.L. Pisarello, B. Dalla Costa, G. Mendow, C.A. Querini, Fuel Process.
[33] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 49 (2008) 125–130. Technol. 91 (2010) 1005–1014.
[34] M. Di Serio, R. Tesser, L. Pengmei, E. Santacesaria, Energy Fuels 22 [70] A.V.L. Pizarro, E.Y. Park, Process Biochem. 38 (2003) 1077– 1082.
(2008) 207–217. [71] U. Rashid, F. Anwar, B.R. Moser, A. Samia, Biomass Bioenergy 32
[35] M.G.M. D’Oca, C.V. Vieˆ gas, J.S. Lemo¸ es, E.K. Miyasaki, J.A.Moron- (2008) 1202–1205.
Villarreyes, E.G. Primel, P.C. Abreu, Biomass Bioenergy (2011) 1– [72] A.A. Refaat, Int. J. Environ. Sci. Technol. 7 (1) (2010) 183–213.
6, xxx. [73] P.K. Sahoo, L.M. Das, M.K.G. Babu, S.N. Naik, Fuel 86 (2007) 448–454.
[36] T. Eevera, K. Rajendran, S. Saradha, Renewable Energy 34 (2009) 762– [74] F.F.P. Santos, R. Sueli, A.N.F. Fabiano, Fuel Process. Technol. 90 (2009)
765. 312–316.
[37] J.M. Encinar, J.F. Gonza´ lez, A. Rodrı´ guez-Reinares, Fuel Process. [75] J. Saleh, A.Y. Tremblay, M.A. Dube´ , Fuel 89 (2010) 2260–2266.
Technol. 88 (2007) 513–522. [76] J. Saleh, M.A. Dube, A.Y. Tremblay, Energy Fuels 24 (2010) 6179–6186.
[38] J.M. Encinar, J.F. Gonza´ lez, A. Pardal, G. Martı´ nez, Fuel Process. [77] Y.C. Sharma, B. Singh, Renewable Sustainable Energy Rev. 13 (2009) 1646–
Technol. 91 (2010) 1530–1536. 1651.
[39] F. Ferella, G. Mazziotti, C. Di, I. De Michelis, V. Stanisci, F. Veglio` , Fuel [78] W. Shi, B. He, J. Ding, J. Li, X. Yan, F. Liang, Bioresour. Technol.
(2009), xxx, xxx-xxx. 101 (2010) 1501–1505.
[40] S.V. Ghadge, H. Raheman, Biomass Bioenergy 28 (2005) 601– 605. [79] Y. Shimada, Y. Watanabe, A. Sugihara, Y. Tominaga, J. Mol. Catal. B:
[41] M.C.S. Gomes, N.C. Pereira, S.T. Davantel de Barros, J. Membr. Sci. Enzym. 17 (2002) 133–142.
352 (2010) 271–276. [80] G.F. Silva, F.L. Camargo, A.L.O. Ferreira, Fuel Process. Technol. 92
[42] L. Guerreiro, J.E. Castanheiro, I.M. Fonseca, R.M. Martin- Aranda, A.M. (2011) 407–413.
Ramos, J. Vital, Catal. Today 118 (2006) 166– 171. [81] N.U. Soriano Jr., R. Venditti, D.S. Argyropoulos, Fuel 88 (2009) 560–
[43] S.H. Ha, M.N. Lan, S.H. Lee, S.M. Hwang, Y.-M. Koo, Enzyme 565.
Microb. Technol. 41 (2007) 480–483. [82] T. Tan, J. Lu, K. Nie, L. Deng, F. Wang, Biotechnol. Adv. 28 (2010) 628–
[44] S.F.A. Halim, A.H. Kamaruddin, W.J.N. Fernando, Bioresour. Technol. 634.
100 (2009) 710–716. [83] W.-J. Ting, C.-M. Huang, N. Giridhar, W.-T. Wu, J. Chin. Inst. Chem. Eng.
[45] B.H. Hameed, L.F. Lai, L.H. Chin, Fuel Process. Technol. 90 (2009) 606– 39 (2008) 203–210.
610. [84] J. Van Gerpen, B. Shanks, R. Pruszko, D. Clements, G. Knothe, Biodiesel
[46] K.G. Harding, J.S. Dennis, H. von Blottnitz, S.T.L. Harrison, J. Cleaner Production Technology August 2002–January 2004, NREL/SR-510-36244.
Prod. 16 (2007)1368–1378. [85] J. Van Gerpen, Fuel Process. Technol. 86 (2005) 1097–1107.
[47] M. Hayyan, F.S. Mjalli, M.A. Hashim, I.M. AlNashef, Fuel Process. [86] V.B. Veljkovic, S.H. Lakicevic, O.S. Stamenkovic, Z.B. Todorovic, M.L.
Technol. 91 (2010) 116–120. Lazic, Fuel 85 (2006) 2671–2675.
[48] Z. Helwani, M.R. Othman, N. Aziz, W.J.N. Fernando, J. Kim, Fuel [87] Y. Watanabe, Y. Shimada, A. Sugihara, H. Noda, H. Fukuda,
Process. Technol. 90 (2009) 1502–1514. Y. Tominaga, JAOCS 77 (4) (2000).
[49] S.K. Hoekman, A. Broch, C. Robbins, E. Ceniceros, M. Natarajan, [88] Y. Wang, X. Wang, Y. Liu, S. Ou, Y. Tan, S. Tang, Fuel Process.
Renewable Sustainable Energy Rev. 16 (2012) 143– 169. Technol. 90 (2009) 422–427.
[50] K. Jacobson, R. Gopinath, L.C. Meher, A.K. Dalai, Appl. Catal. B: [89] D. Wen, H. Jiang, K. Zhang, Prog. Nat. Sci. 19 (2009) 273–284.
Environ. 85 (2008)86–91. [90] L. Yao, E.G. Hammond, J. Am. Oil Chem. Soc. 83 (2006) 547– 552.
[51] P. Jaruwat, S. Kongjao, M. Hunsom, Energy Convers. Manage. 51 (2010) [91] K.F. Yee, K.T. Lee, R. Ceccato, A.Z. Abdullah, Bioresour. Technol.
531–537. 102 (2011) 4285–4289.
[52] G.-T. Jeong, H.-S. Yang, D.-H. Park, Bioresour. Technol. 100 (2009) 25– [92] G. Yin-yu, W. Chen, H. Lei, Y. Liu, X. Lin, R. Ruan, Biomass Bioenergy
30. 33 (2009) 277–282.
[53] F. Karaosmanogˇlu, K. Bary´ su¨ Cy´ gˇy´zogˇlu, T. Melek, E. Serap,Energy Fuels 10
(1996)890–895.
Effects of alcohol on biodiesel production 31

[93] N.N.A.N. Yusuf, S.K. Kamarudin, Z. Yaakub, Energy Convers. [95] M. Zabeti, W.M.A.W. Daud, M.K. Aroua, Appl. Catal. A: Gen. 366
Manage. 52 (2011) 2741–2751. (2009) 154–159.
[94] M. Zabeti, W.M.A.W. Daud, M.K. Aroua, Fuel Process. Technol. 90 [96] Y. Zhang, M.A. Dube, D.D. McLean, M. Kates, Bioresour. Technol. 90
(2009) 770–777. (2003) 229–240.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

PENGARUH VARIASI VARIABEL REAKSI PADA PROSES EKSTRAKSI


REAKTIF MESOKARP SAWIT UNTUK MENGHASILKAN BIODIESEL

Pascalis Novalina1, Arya Josua S1, Taslim 1, Tjahjono Herawan2


1Departmen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara
Jl. Almamater Kampus USU Medan 20155, Indonesia
2Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan 20158, Indonesia

E-mail :pascalisnovalina@rocketmail.com

Abstrak
Metode konvensional untuk produksi biodiesel memerlukan minyak yang diekstrak dari biomassa sebelum
dapat ditransesterifikasikan menjadiasam lemak metil ester (FAME). Ekstraksi reaktif dapat digunakan
untuk menghasilkan biodiesel denganperolehan yield tinggi, biaya produksi yang rendah, mengurangi
waktu reaksi dan penggunaan reagen serta co-pelarut, sehingga mempermudah untuk menghasilkan
biodiesel. Dalam penelitian ini, ekstraksi reaktif diterapkan untuk menghasilkan biodiesel dari CPO hasil
ekstraksi mesokarp buah sawitmenggunakan dimetil karbonat sebagai pelarut dan reagen, dan novozym®
435 sebagai katalis. Metanol digantikan oleh dialkil karbonat, terutama dimetilkarbonat. Dimetil karbonat
dapat digunakan sebagai pelarut dan sebagai reagen, sehingga ekstraksi reaktif sangat mudah untuk
diaplikasikan. Parameter yang dipelajari meliputi suhu reaksi (50, 60, dan 70 °C), waktu reaksi (8, 16, 24
jam), rasio molar reaktan DMC/mesokarp sawit (50:1, 60:1,70:1n/n), jumlah konsentrasi novozym® 435
(5%, 10%, 15% wt). Danyield biodiesel tertinggi diperoleh pada kondisi suhu reaksi 60 °C, waktu reaksi 24
jam, rasio molar reaktan DMC/mesokarp sawit 60:1 (n/n), dan konsentrasi novozym® 435 sebesar 10% b/b.
Penelitian menunjukkan bahwa sintesis biodiesel melalui ekstraksi reaktif menggunakan mesokarp buah
sawit sebagai bahan bakumemerlukan biaya produksi yang rendah.

Kata kunci: biodiesel, dimetil karbonat, ekstraksi reaktif, mesokarp sawit, novozym® 435

Abstract
The conventional method for the production of biodiesel needed the oil that is extracted from the biomass
before it can be transesterified into fatty acid methyl esters (FAME). Reactive extraction can be used to
produce biodiesel with high-yield, low production costs, reduce the reaction time and the use of reagents
and co-solvents, making it easier to produce biodiesel. In this study, reactive extraction applied to produce
biodiesel from palm fruit mesocarp extracted using dimethyl carbonate as a solvent and reagents, and
novozym®435 as a catalyst. Methanol was replaced by dialkyl carbonates, particularly dimethyl carbonate.
Dimethyl carbonate can be used as a solvent and as a reagent, so reactive extraction is very easy to apply.
The parameters will be study are reaction temperature (50, 60, and 70 °C), reaction time (8, 16, 24 hours),
the molar ratio of reactants (50: 1, 60: 1, 70: 1 n/n ), the concentration of novozym ® 435 (5%, 10%, 15%
wt).The results showed that the highest biodiesel yield can be achivied at conditions temperature of 60 °C,
reaction time 24 hours, molar ratio of reactants palm mesocarp to DMC 1:60, and novozym ®435
concentration of 10wt%. The results showed that the synthesis of biodiesel via reactive extraction using
palm mesocarp as raw material requires a low production cost.

Keywords:biodiesel, dimethyl carbonate, reactive extraction, oil palm mesocarp, Novozym ®435

Pendahuluan pelumas daya yang lebih baik, dan cetane number


Saat ini, bahan bakar fosil adalah sumber tinggi. Penggunaan biodiesel memiliki potensi untuk
utama energi global. Namun, diperkirakan bahwa era mengurangi tingkat polusi dan mungkin karsinogen
bahan bakar murah dan mudah diakses akan segera [18].
berakhir [16]. Masalah lingkungan muncul seperti Bahan baku yang digunakan untuk produksi
peningkatan pemanasan global yang disebabkan oleh biodiesel bervariasi tergantung pada wilayah geografis
pembakaran bahan bakar fosil [11]. Oleh karena itu, dan kondisi budidaya dan ketersediaan [9]. Indonesia
untuk mengatasi masalah ini harus ada diversifikasi merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar
energi dengan mencari energi terbarukan alternatif. di dunia. Total luas perkebunan di Indonesia adalah
Salah satu energi alternatif yang berasal dari sekitar 8 juta hektar dan diperkirakan mencapai 13
sumber daya terbarukan dari makanan dan non- juta hektar pada tahun 2020. Indonesia menghasilkan
makanan adalah biodiesel [32]. Biodiesel merupakan lebih dari 23 juta ton minyak sawit pada tahun 2012
bahan bakar terbarukan, biodegradable, tidak beracun, [3]. Daya tarik buah kelapa terletak pada kandungan
dan ramah lingkungan. Biodiesel menghasilkan emisi minyak yang tinggi, jauh melebihi dari minyak nabati
yang lebih rendah, memiliki titik nyala yang tinggi, lainnya, dan biaya produksi yang lebih rendah [22].

18
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

Oleh karena itu, penggunaan buah sawit sebagai secara luas diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
bahan baku biodiesel selain murah, berlimpah berbasis transesterifikasi kimia dan enzimatik [13].
ketersediaannya langkah penting menuju proses Ekstraksi reaktif menggunakan katalis padat memiliki
produksi biodiesel dan berkelanjutan biaya operasi yang lebih rendah dan lebih kompatibel
Dalam proses produksi biodiesel, proses kimia lingkungan [31]. Produksi biodiesel dengan teknologi
transesterifikasi banyak digunakan. Namun ia ekstraksi reaktif dipengaruhi oleh enam parameter
memiliki beberapa kelemahan seperti pemulihan yaitu: ukuran partikel, kecepatan pengadukan, suhu
katalis dan pemurnian gliserol sulit dan membutuhkan reaksi, waktu reaksi, konsentrasi katalis dan rasio
banyak air cuci. Penggunaan katalis enzim dapat molar alkohol minyak [14].
mengatasi kelemahan tersebut. Proses enzimatik Dalam penelitian ini, ekstraksi reaktif
mampu bereaksi pada kondisi suhu moderat, dilakukan dalam erlenmeyer dilengkapi dengan
pemulihan produk lebih mudah, dan konversi produk pengaduk dan pemanas. Mesokarp kelapa sawit
yang tinggi [2]. dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 50 ml,
Enzim lipase adalah salah satu yang cocok dan Novozym® 435 digunakan sebagai katalis
sebagai katalis untuk transesterifikasi dari berbagai transesterifikasi. Variabel yang diteliti adalah reaksi
bahan baku, bahan baku bahkan dengan nilai asam konsentrasi enzim (5%, 10%, 15% wt), waktu reaksi
tinggi, yang dianggap sebagai bahan baku berkualitas (8, 16, 24 jam), suhu reaksi (50-70 ° C), dan rasio mol
rendah. Jenis immobilized lipase (IL) yang paling reaktan (50: 1, 60: 1, 70: 1). Campuran dipanaskan
umum adalah Novozym® 435, Candida antarctica sampai suhu reaksi yang diinginkan dengan kecepatan
lipase B [9,10,34]. Metode konvensional untuk pengadukan 300 rpm. Setelah tercapai waktu reaksi,
produksi biodiesel membutuhkan minyak yang campuran didinginkan dan kemudian disaring melalui
diekstrak dari biomassa sebelum dapat kertas saring. Residu padat dicuci berulang kali
ditransesterifikasikan menjadi ester. Ini adalah proses dengan DMC, dan kelebihan DMC dalam filtrat di
yang panjang [3]. Ekstraksi dan transesterifikasi dapat dipulihkan menggunakan rotary evaporator. Setelah
terjadi dalam satu langkah, dimana alkohol bertindak penguapan, campuran metil ester ditimbang dan
sebagai pelarut ekstraksi dan reagen transesterifikasi dicatat.
[26].
Namun, dalam transesterifikasi enzim-katalis, Dimetil Karbonat (DMC)
metanol menunjukkan efek negatif pada aktivitas Dimetil karbonat (DMC) dihasilkan dari
enzim sehingga menurunkan hasil produksi [1]. Oleh metanol, karbon monoksida dan oksigen. DMC
karena itu, untuk meningkatkan aktivitas enzim dan merupakan senyawa serbaguna yang memiliki
konversi biodiesel digunakan dimethylcarbonate reaktivitas kimia, sifat fisik yang lebih baik
(DMC) sebagai substitusi dari metanol. DMC dapat dibandingkan dengan metanol dan metil asetat [20].
digunakan sebagai pelarut dan sebagai reagen. DMC Dimetil karbonat dapat digunakan sebagai pelarut,
marupakan pelarut yang ramah lingkungan, tidak resin fungsional, dan intermediet kimia polar untuk
berbau, non-korosif, dan tidak beracun [8]. berbagai jenis senyawa organik [20]. Su et al. [24]
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah telah melaporkan produksi biodiesel menggunakan
untuk mempelajari teknologi pembuatan biodiesel dari dimetil karbonat (DMC) sebagai akseptor asil dapat
mesokarp buah sawit dengan metode teknologi menghilangkan resiko penonaktifan lipase yang
ekstraksi reaktif., mengamati pengaruh variabel waktu disebabkan oleh alkohol rantai pendek. Selain itu,
reaksi, rasio mol mesokarp terhadap DMC, dan reaksi antara minyak dan DMC tidak bisa kembali,
jumlah katalis Novozym 435 dalam proses sintesis dan karenanya meningkatkan kecepatan reaksi dan
biodiesel dan menganalisis sifat fisik biodiesel yang meningkatkan hasil biodiesel [24,25]. Dimetil
dihasilkan. karbonat (DMC) merupakan sebuah alternatif
pengganti metanol sebagai akseptor asil dan bahan
Teori kimia ramah lingkungan karena sifat netral, tidak
Ekstraksi Reaktif berbau, non-korosif dan tidak beracun [8]. Selain itu,
Ekstraksi reaktif merupakan proses langsung tidak ada gliserol yang dihasilkan selama proses
di mana semua padat, pelarut dan katalis dicampur transesterifikasi minyak dan DMC dalam pembuatan
dalam satu fase untuk mendapatkan ester metil lebih biodiesel [33].
tinggi. Dengan kata lain, dalam proses ini, alkohol
bertindak baik sebagai ekstraksi pelarut dan pereaksi Novozym® 435
transesterifikasi selama proses ekstraksi reaktif [12]. Novozym® 435 dapat digunakan untuk
Ekstraksi reaktif dapat digunakan untuk mencapai mengkatalisis transesterifikasi dan hidrolisis reaksi
yield biodisel tinggi dan membantu untuk mengurangi untuk produksi biodiesel. Novozym® 435 memiliki
biaya produksi serta menyederhanakan proses itu struktur berpori dan lebih sensitif terhadap perubahan
sendiri. Hal ini juga dapat mengurangi waktu reaksi dalam rasio mol dan dapat mencapai konversi yang
dan penggunaan reagen dan co-pelarut [27]. tinggi dengan rasio mol, suhu dan jumlah katalis lebih
Berdasarkan katalis yang digunakan dalam proses rendah [10].
ekstraksi reaktif, metode produksi biodiesel dapat

19
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

Metodologi Penelitian Hasil dan Pembahasan


Bahan Baku dan Pereaksi Hasil Analisis Bahan Baku Mesokarp Buah Sawit
Mesokarp sawit yang digunakan dalam Kandungan minyak yang diperoleh dalam
penelitian ini disediakan oleh Pusat Penelitian Kelapa mesokarp buah sawit adalah 83,324%.
Sawit, Medan, Indonesia. Dimetil karbonat Tabel 1. Komposisi Asam Lemak dari CPO (Crude
(kemurnian> 99,0%) dibeli dari Merck, Jerman. Palm Oil)
Senyawa Novozym® 435 dibeli dari standar Bagsværd,
Denmark. Komposisi %
KomponenPenyusun
(b/b)
Persiapan Mesokarp Sawit Asam Miristat (C14:0) 1,0843
Sebagai langkah pertama, mesokarp dipisahkan Asam Palmitat (C16:0) 47,5118
dari inti sawit (kernel). Untuk penentuan kadar asam Asam Palmitoleat (C16:1) 0,1965
lemak total, sebanyak 5 gram sampel mesokarp segar Asam Stearat (C18:0) 3,5314
dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 ºC. Asam Oleat (C18:1) 38,3876
Mesokarp kering ditempatkan di erlmeneyer tertutup Asam Linoleat (C18:2) 8,4687
untuk ekstraksi soxhlet selama 24 jam menggunakan Asam Linolenat (C18:3) 0,3086
heksana sebagai pelarut ekstraksi. Heksana di uapkan Asam Arakidat (C20:0) 0,3649
menggunakan rotary evaporator dan minyak hasil Asam Eikosenoat (C20:1) 0,1461
ekstraksi ditimbang. Kandungan minyak total yang
kuantitatif ditentukan secara gravimetri. Kandungan Berdasarkan data komposisi asam lemak dari
minyak dihitung dari rasio jumlah minyak yang CPO maka dapat ditentukan bahwa berat molekul
diekstraksi oleh sampel berat. Nilai ini digunakan CPO (dalam bentuk trigliserida) adalah 857,1361
sebagai berat total minyak dalam sampel dalam gr/mol sedangkan berat molekul FFA CPO adalah
perhitungan produk reaksi. 273,0454 gr/mol.
Minyak dan lemak nabati, asam lemak jenuh
Prosedur Ekstraktif Reaksi umumnya terdapat pada posisi luar sn-1 dan sn-3
Ekstraksi reaktif dilakukan dalam erlenmeyer sedangkan asam lemak tak jenuh pada bagian dalam
berukuran 50 ml sebagai reaktor. Sebanyak 2 gram sn-2 [21]. Umumnya, lipase dibagi menjadi tiga tipe
mesokarp sawit dimasukkan ke dalam erlenmeyer, diantaranya ialah lipase 1,3-spesifik (menghidrolisis
Novozym® 435 dibungkus menggunakan kertas saring ikatan ester pada posisi R1 atau R3 trigliserida), lipase
membentuk segi empat dan dimasukkan kedalam 2-spesifik (menghidrolisis ikatan ester pada posisi R2
reaktor sebagai katalis reaksi. DMC dimasukkan trigliserida) dan lipase non-spesifik (tidak
kedalam campuran tersebut, reaktor ditutup kemudian membedakan antara posisi ikatan ester) [29].
dipanaskan sampai suhu reaksi yang diinginkan dan Komposisi asam lemak jenuh sebesar 52,4925 % dan
diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan Asam Lemak tak Jenuh 47,5075 %/. Berdasarkan
kecepatan pengadukan 300 rpm. Setelah reaksi komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam
berjalan selama 24 jam, campuran didinginkan dan CPO dimana asam lemak yang lebih dominan adalah
kemudian disaring melalui kertas saring. Residu padat asam lemak jenuh yaitu sekitar 52,4925% dengan
dicuci berulang kali dengan DMC, dan kelebihan posisi sn-2 maka penggunaan enzim yang non spesifik
DMC dalam filtrat di pulihkan menggunkaan vacuum seperti Novozym® 435 memungkinkan akan
rotary evaporator. Setelah penguapan, campuran memberikan hasil yang baik.
metil ester ditimbang beratnya lalu dicatat.
Pengaruh Rasio Molar Reaktan terhadap
Analisis Kimia Perolehan Yield Metil Ester
Kompoisisi Bahan Baku dan Kemurnian Biodiesel Hubungan rasio molar reaktan terhadap yield
Komposisi bahan baku mesokarp buah sawit metil ester diperlihatkan pada gambar 1.
dan kemurnian biodiesel akan dianalisis menggunakan
100
instrumen Gas Chromatography - Mass Spectrometry
Yield (% )

(GCMS) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, 90


Sumatera Utara.
80 5% katalis
Analisis Viskositas dan Densitas Biodiesel 10% Katalis
Untuk Analisis viskositas dan densitas 70
menggunakan instrumen Stabinger Viscosimeter 50:1 60:1 70:1
spesifikasi SVM 3000 di Pusat Penelitian Kelapa Rasio Molar Reaktan (n/n)
Sawit Medan, Sumatera Utara.
Gambar 1. Hubungan antara Rasio Molar
Reaktan terhadap Perolehan Yield Metil Ester,
Pada Waktu Reaksi 24 Jam, Suhu Reaksi 60 oC,
Kecepatan Pengadukan 300 rpm.

20
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

Dari gambar 1 dapat dilihat hubungan antara Pengaruh Konsentrasi Katalis Novozym® 435
rasio molar reaktan terhadap perolehan yield metil terhadap Perolehan Yield Metil Ester
ester dengan berbagai variasi konsentrasi katalis Pengaruh konsentrasi katalis novozym® 435
novozym® 435, grafik tersebut menunjukkan bahwa terhadap yield metil ester yang diperoleh pada
pada konsentrasi katalis 5% semakin besar rasio molar penelitian ini diperlihatkan pada gambar 3.
reaktan yang digunakan maka yield yang dihasilkan
akan semakin kecil atau mengalami penurunan, 100
sedangkan pada konsentrasi katalis 10% dan 15%
90
persen, diperoleh kondisi perbandingan reaktan

Yield (%)
terbaik pada rasio reaktan 60:1. Gambar 2 80
menunjukan reaksi trigliserida dengan 70 8 jam
dimetilkarbonat. 16 jam
60
CH2-OCOR O 24 jam
| O 50
CH-OCOR + 1,5 O  3R-COOCH3 + O O 5 10 15
| O
CH2-OCOR HO Konsentrasi Katalis (%)
Trigliserida Dimetil karbonat Metil Ester Gliserol Karbonat

Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi Enzimatis dari Gambar 3. Pengaruh Konsentrasi Katalis


Trigliserida Menjadi Metil Ester Menggunakan Novozym® 435 terhadap Perolehan Yield Metil
Pelarut Dimetil Karbonat (Seong et al., 2011) Ester, Pada Rasio Reaktan 60:1, Suhu Reaksi 60
o
C, Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Berdasarkan stokiometri reaksi transesterifikasi
minyak mesokarp sawit dengan menggunakan pelarut Hubungan antara konsentrasi katalis novozym®
DMC dibutuhkan 1,5 mol DMC untuk setiap 435 terhadap yield metil ester dengan berbagai variasi
pembentukan 3 mol biodiesel. Proses reaktif ekstraksi waktu reaksi pada rasio molar reaktan tetap 60:1 dan
meliputi proses ekstraksi minyak dari mesokarp sawit suhu reaksi tetap 60 oC dapat dilihat pada gambar4.
dan proses transesterifikasi ester yang terjadi dalam Dari gambar 3dapat dilihat bahwa pada waktu reaksi 8
satu tahap tunggal dimana alkohol berfungsi sebagai jam, 16 jam, dan 24 jam terjadi peningkatan yield
pelarut dan reagen pereaksi sekaligus. Sehingga dalam metil ester dari konsentrasi katalis 5% - 10%, namun
proses ini dibutuhkan jumlah pelarut yang lebih pada penggunaan katalis 15% mengalami penurunan.
banyak [12]. Pada penggunaan katalis 5% - 15% mengalami
Pada gambar 1 terlihat peningkatan lebih lanjut peningkatan yield metil ester mulai waktu reaksi 8
hingga rasio reaktan 70:1. Semakin bertambahnya jam - 24 jam, hingga didapatkan perolehan yield metil
jumlah dimetil karbonat yang digunakan pada ester tertinggi pada penggunaan katalis 10% dengan
penelitian, perolehan yield metil ester semakin kecil waktu reaksi 24 jam. Penggunaan katalis membantu
atau semakin menurun. Rasio reaktan yang terlalu untuk mempercepat proses transesterifikasi minyak
tinggi menyebabkan kelebihan DMC yang dapat menjadi metil ester dan secara tidak langsung juga
mengakibatkan konsentrasi minyak dalam sistem meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan dari
menjadi lebih encer, sehingga frekuensi tumbukan proses reaktif ekstraksi dibandingkan proses ekstraksi
antar partikel minyak dan lipase berkurang [6,15]. tunggal. Perbedaan efisiensi ekstraksi dan fasa
Selain itu, perolehan metil ester yang semakin dikarenakan produk metil ester bertindak sebagai co-
menurun ini disebabkan oleh menurunnya kinerja solvent [12].
novozym® 435dalam proses reaktif ekstraksi. Perolehan yield metil ester mengalami
Penggunaan dimetil karbonat sebagai reaktan dalam penurunan pada konsentrasi katalis 15%. Hal ini
proses produksi biodiesel secara enzimatis dapat mengindikasikan bahwa konsentrasi katalis 10%
menghilangkan resiko deaktivasi lipase yang sudah cukup untuk mengubah minyak sawit menjadi
disebabkan oleh alkohol rantai pendek. Su et al. [24] metil ester melalui proses transesterifikasi. Jumlah
membuktikan bahwa DMC memberikan konversi dua katalis yang terlalu banyak menyebabkan campuran
sampai tiga kali lebih tinggi dibandingkan asil reaktan menjadi terlalu kental, sehingga
akseptor konvensional seperti metanol dan metil memperlambat kecepatan pengadukan [33], dan
asetat.Kinerja novozym® 435 yang semakin menurun konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
kemungkinan disebabkan oleh inhibitor pada sisi aktif substrat inhibitor. Jumlah novozym® 435yang lebih
pori-pori novozym® 435 yaitu terakumulasinya banyak, terkait pada active site yang lebih banyak
minyak sawit yang belum sepenuhnya terkonversi pula. Active site dari novozym® 435berperan penting
menjadi metil ester. Minyak sawit yang terakumulasi dalam pembentukan biodiesel khususnya pada
pada novozym® 435 berupa asam oleat [4]. Asam pertukaran ikatan asam lemak [30].
oleat yang terkandung dalam CPO yang dipakai
sebagai bahan baku cukup tinggi yaitu sebesar
38,3876%.

21
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Perolehan Yield Sifat Fisik Dari Biodiesel
Metil Ester Analisis Densitas Biodiesel
Pengaruh waktu reaksi terhadap perolehan Semakin tinggi rasio molar reaktan maka akan
yield metil ester yang diperoleh pada penelitian ini semakin rendah densitas biodisel yang dihasilkan.
diperlihatkan pada gambar 4. Setyopratomo,dkk. [20] memaparkan bahwa hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya tingkat konversi
100 akibat meningkatnya laju reaksi dan bergesernya
kesetimbangan reaksi. Semakin meningkatnya tingkat
90
Yield (%)

konversi trigliserida menjadi metil ester, maka


densitas biodisel akan semakin menurun karena
80 50:1
60:1 densitas metil ester lebih rendah daripada densitas
70:1 trigliserida. Densitas metil ester ini merupakan
70 besaran intensif yang berkaitan dengan nilai kalor dan
8 16 24 daya yang di hasilkan oleh mesin diesel persatuan
Waktu (jam) volume bahan bakar. Menurut Standar Nasional
Indonesia biodiesel [23], densitas metil ester pada
Gambar 4. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap suhu 40 oC adalah 850 – 890 kg/m3. Dari hasil
Perolehan Yield Metil Ester, Pada Konsentrasi penelitian, densitas metil ester yang diperoleh sebesar
Katalis Novozym® 435 10%, Suhu Reaksi 60 oC, 880,60kg/m3.
Kecepatan Pengadukan 300 rpm Dengan demikian, metil ester yang dihasilkan
memenuhi standar biodiesel. Jika metil ester
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa pada rasio mempunyai massa jenis melebihi ketentuan maka
molar reaktan 60:1 dan 70:1 mengalami peningkatan akan terjadi reaksi yang tidak sempurna pada konversi
yield metil ester mulai waktu reaksi 8 jam - 24 jam, minyak nabati. Biodiesel dengan mutu seperti ini
sedangkan pada rasio reaktan 50:1 mengalami tidak dapat di gunakan untuk mesin diesel karena
penurunan pada waktu reaksi 16 jam. akan meningkatkan keausan mesin, emisi dan
Pada penelitian ini, saat waktu 8 jam pertama menyebabkan kerusakan pada mesin [17].
diperoleh yield metil ester pada rasio 50:1 sebesar
80,58%, pada rasio 60:1 sebesar 80,25%, dan pada Analisis Viskositas Biodiesel
rasio 70:1 sebesar 78,26%. Namun, setelah 8 jam Viskositas adalah sifat fisik yang paling
reaksi peningkatan yield tidak terlalu signifikan. Pada penting dari biodiesel karena dapat mempengaruhi
waktu reaksi 24 jam diperoleh yield metil ester untuk pengoperasian injeksi pada peralatan bahan bakar,
rasio 50:1 sebesar 94,61%, untuk rasio 60:1 sebesar khususnya pada suhu rendah ketika peningkatan
97,49%, untuk rasio 70:1 sebesar 90,03%. Hal ini viskositas mempengaruhi fluiditas bahan bakar.
disebabkan karena adanya akumulasi produk saat Viskositas terbagi menjadi dua yaitu viskositas
reaksi berlangsung sehingga mengurangi luas dinamik dan viskositas kinematik. Viskositas dinamik
permukaan reaksi enzimatisnya [6]. diperoleh secara langsung dengan analisis
Peningkatan yield metil ester dapat disebabkan menggunakan alat viskosimeter dan untuk viskositas
oleh bertambahnya waktu reaksi. Pertama-tama, kinematik merupakan perbandingan antara viskositas
reaksi berjalan lambat sesuai dengan kecepatan dinamik terhadap densitasnya. Berdasarkan penelitian
pengadukan dan pendispersian alkohol serta minyak. yang telah dilakukan, viskositas yang dihasilkan
Setelah itu, reaksi tersebut akan berjalan sangat cepat sebesar 4,7279 (kg/m.s) pada suhu 40 oC. Viskositas
sampai mencapai konversi ester maksimum [5]. biodiesel yang diperoleh selanjutnya dibandingkan
Setelah mencapai waktu reaksi optimum. Penambahan terhadap densitasnya untuk mendapatkan nilai
waktu reaksi tidak mempengaruhi penambahan yield viskositas kinematik. Adapun viskositas kinematiknya
metil ester. Selain itu, waktu reaksi juga menjadi sebesar 5,3686 cSt, dimana Viskositas Kinematik
faktor penting untuk mengurangi biaya produksi. Pada Standar Biodiesel (SNI) sebesar 2,3 – 6,0 cSt.
dasarnya, reaksi transesterifikasi enzimatis dilakukan Viskositas yang tinggi menyebabkan sulitnya
dengan waktu reaksi diantara 7 jam – 48 jam [7]. atomisasi pada penyemprotan bahan bakar dan operasi
Pada waktu reaksi 24 jam sudah banyak kurang akurat akibat injeksi bahan bakar. Hal ini
terbentuk lapisan metil ester dan sedikit lapisan menyebabkan terjadinya proses pembakaran yang
gliserol. Ini berarti bahwa pada waktu reaksi 24 jam tidak sempurna, akan tetapi jika viskositas bahan
sudah dapat membentuk metil ester. Kondisi terbaik terlalu rendah dapat menyebabkan kebocoran pada
yang didapatkan adalah pada waktu reaksi 24 jam, pompa injeksi bahan bakar [28] sehingga harus
perbandingan rasio molar reaktan 60:1, konsentrasi menggunakan pelumas dengan viskositas cukup tinggi
katalis novozym® 43510%, suhu reaksi 60 oC, dan untuk melumasi bagian-bagian yang bergerak pada
kecepatan pengadukan 300 rpm yang memberikan sistem bahan bakar dan membantu perapat (seal)
yieldmetil ester sebesar 97,49 %. bagian-bagian yang bergerak untuk mencegah
kebocoran [17].

22
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

Kesimpulan [8] Go, A-Ra, Youngrak Lee, Young Hwan Kim,


Berdasarkan hasil analisis GC, Kandungan Sehkyu Park, Joongso Choi, Jinwon Lee, Sung
minyak yang diperoleh dalam mesokarp buah sawit Ok Han, Seung Wook Kim, Chulhwan Park.,
adalah 83,324%. Komponen asam lemak yang “Enzymatic Coproduction of Biodiesel and
dominan pada sampel CPO hasil ekstraski mesokarp Glycerol Carbonate from Soybean Oil in
sawit adalah asam palmitat sebesar 47,5118% (b/b) Solvent-Free System”, Enzyme and Microbial
dan asam oleat sebesar 38,3876% (b/b). Kandungan Technology, Volume 53,
asam lemak jenuh CPO hasil ekstraksi mesokarp sawit doi:10.1016/j.enzmictec.2013.02.016, pp. 154-
sebesar 47,5075% dan asam lemak tak jenuh sebesar 158. 2013.
52,4925%. Kondisi terbaik yang didapatkan adalah [9] Guldhe, Abhishek, Bhaskar Singh, Taurai
pada waktu reaksi 24 jam, perbandingan rasio molar Mutanda, Kugen Permaul, Faizal Bux,
reaktan 60:1, konsentrasi katalis novozym® 435 10%, “Advances In Synthesis of Biodiesel Via
suhu reaksi 60 oC, dan kecepatan pengadukan 300 Enzyme Catalysis: Novel and Sustainable
rpm yang memberikan yield metil ester sebesar Approaches”, Renewable and Sustainable
97,49 %. Dari hasil diperoleh densitas sebesar Energy Reviews, 41, Hal : 1447 - 1464, 2015.
867,055 kg/m3, viskositas kinematik sebesar 3,882 cSt. [10] Haigh, K. F., S. Z. Abidin, G. T.
Vladisavljevic, B. Saha. “Comparison of
Daftar Pustaka Novozyme 435 and Purolite D5081 as
[1] Baadhe, Rama Raju., RavichandraPotumarthi, Heterogeneous Catalyst for the Pretreatment of
Vijai K. Gupta, “Lipase-Catalyzed Biodiesel Used Cooking Oil for Biodiesel Production”.
Production: Techinal Challenges”, Bioenergy Fuel, Volume 111,
Research: Advances and Applications, doi:10.1016/j.fuel.2013.04.056, pp. 186-193.
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0444-59561- 2013.
4.00008-5, 2014. [11] Hosseini, Seyed Ehsan dan Mazlan Abdul
[2] Diego, Teresa De, Arturo Manjon, Pedro Wahid, “Utilization of Palm Soild Residu As A
Lozano, da Jose L. Iborra, “A Recylable Source Renewable And Sustainable Energy In
Enzymatic Biodiesel Production Process In Malaysia”, Renewable and Sustainable Energy
Ionic Liquids”, Biosource Technology 102, Reviews, 40, Hal : 621 - 632, 2014.
Hal : 6336 - 6339, 2011. [12] Jairurob, Ponsak, Chantaraporn Phalakornkule,
[3] Febriansyah, Herawan, Ahmad Agus Setiawan, Anamai Na-udom, Anurak Petiraksakul,
Kutut Suryopratomo, dan Agus Setiawan, “Reactive Extraction of After-Stripping
“Gama Stove: Biomass Stove For Palm Kernel Sterilized Palm Fruit to Biodiesel”, Fuel 107,
Shells In Indonesia”, Energy Procedia 47, Hal: 282 - 289, 2013.
Hal : 123 - 132, 2014. [13] Jiang, Yanjun, Dan Li, Yang Li, Jing Gao,
[4] Forresti, M.L. & Ferreira, M.L., Liya Zhou, Ying He., “In Situ Self-Catalyzed
“Computational Approach to Solvent-Free of Reactive Extraction of Germinated Oilseed
Ethyl Oleate Using Candida Rugosa and with Short-Chained Dialkyl Carbonates for
Candida Antartica B Lipases, Interfacial Biodiesel Production”, Biosource Technology,
Activation and Substrate (Ethanol, Oleic Acid) Vol. 150, pp. 50-54, 2013.
Adsorption. Biomacromolecules. Vol. 5, No. 6, [14] Kasim, Farizul dan Adam P. Harvey,
Hal: 2366-2375, 2004. “Influence of Varoius Parameters On Reactive
[5] Gashaw, Alemaychu dan Teshita, Abile, Extraction OfJatropha curcas L. For Biodiesel
“Production of Biodiesel from Waste Cooking Production”, Chemical Engineering Journal,
Oil and Factors Affectng Its Formation: A 171, Hal : 1373 - 1378, 2011.
Review”, International Journal of Renewable [15] Koh, M.Y., Ghazi, T.I.M., “A Riview of
and Sustainable Energy, 3 (5), Hal: 92 - 98, Biodiesel Production from Jatropha curcas
doi: 10.11648/j.ijrse.20140305.12, 2014. L.Oil,” Renewable Sustainable Energy Rev. 15,
[6] Gharat, Nikhil dan Rahod, Virendra K., Hal: 2240 - 2251, 2011.
“Ultrasound Assisted Enzyme Catalyzed [16] Luna, Carlos, Cristobal Verdugo, Enrique D
Transesterification of Waste Cooking Oil with Sancho, Diego Luna, Juan Calero, Alejandro
Dimethyl Carbonate”, Ultrasonics Posadillo, Felipa M Baustita, Antonio A
Sanochemistry, 2012. Romero., “Production of A Biodiesel-Like
[7] Gnanaprakasam, A., V.M Sivakumar, A. Biofuel Without Glycerol Generation, by
Surendhar, M. Thirumarimurugan, dan T Using Novozym® 435, An Immobilized
Kannadasan, “Recent Strategy of Biodiesel Candida Antarctica Lipase”, Bioresources and
Production from Waste Cooking Oil and Bioprocessing, 1:11, 2014.
Process Influencing Parameters: A Review”, [17] Miskah, S., Moeksin, R., Reno. dan Sridawati.,
Hindawi Publishing Corporation Journal of Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Sebagai
Energy, Article ID 926392, Bahan Baku Metil Ester, Jurnal Rekayasa 17
http://dx.doi.org/10.1155/2013/926392, 2013. (3), Hal: 15 - 22, 2008.

23
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)

[18] Nazir, Novizar., Nazaruddin Ramli, Djumali [27] Sulaiman, Sarina., A.R. Abdul Aziz, Mohamed
Mangunwidjaja, Erliza Hambali, Dwi Kheireddine Aroua., “Reactive Extraction of
Setyaningsih, Sri Yuliani, Mohd. Ambar Solid Coconut Waste to Produce Biodiesel”,
Yarmo, Jumat Salimon., “Extraction, Journal of The Taiwan Institute of Chemical
Transesterification and Process Control In Engineers 44, Hal : 233 - 238, 2013.
Biodiesel Production from Jatropha Curcas”, [28] Sundaryono, Agus., Karakteristik Biodiesel
Review Article Eur. J. Lipid Sci.Technol, 111, Dan Blending Biodiesel Dari Oil Losses Cair
Hal : 1185-1200, 2009. Pabrik Minyak Kelapa Sawit, J. Tek. Ind. Pert.
[19] Seong, Pil-Je, Byoung Wook Jeon, Myunggu Vol. 21 (1), Hal: 34-40, 2005.
Lee, Dae Haeng Cho, Duk-Ki Kim, Kwang S. [29] Taher, Hanifa., Sulaiman Al-Zuhair, Ali H. Al-
Jung, Seung Wook Kim, Sung Ok Han, Yong Marzouqi, Yousef Haik, dan Mohammed M.
Hwan Kim, Chulhwan Park., “Enzymatic Farid, “A Riview of Enzimatic
Coproduction of Biodiesel and Glycerol Tranesterification of Microalgal Oil-Based
Carbonate from Soybean Oil and Dimethyl Biodiesel Using Supercritical Technology”,
Carbonate”, Enzyme and Microbial Enzyme Research, Article ID 468292,
Technology, Vol. 48, pp. 505-509, 2011. doi:10.4061/2011/468292, 2011.
[20] Setyopratomo, Puguh., Purwanto, Edy., [30] Watanabe, Y., Shimada, Y., Sugihara, A.,
Hartanto, Rudy., & J. Kristianto., “Pengaruh Tominaga, T., “Conversion of Degummed
Suhu Reaksi dan Rasio CPO/Metanol terhadap Soybean Oil to Biodiesel Fuel with
Karakteristik Produk pada Pembuatan Biodisel Immobilized Candida Antartica Lipase,
dengan Co-solvent Dietil Eter”, Jurnal Ilmu J.Mol.Catal.B Enzyme, Vol. 17, No. 1, Hal:
Dasar, Vol. 9 No. 1, Hal: 72-77, 2008 151-155, 2002.
[21] Silalahi, J., & Nurbaya, S., “Komposisi, [31] Wu, Haitang, Yanping Liu, Junhua Zhang,
Distribusi, dan Sifat Arterogenik Asam Lemak Guanglu Li, “In Situ Reactive Extraction Of
dalam MinyakKelapa dan Minyak Sawit”, Cottonseeds With Methyl Acetate For
Indon Med Assoc, Vol. 61, No. 11, Hal: 453- Biodiesel Production Using Magnetic Solid
457. Acid Ctalysts”, Biosource Technology 10,
[22] Silalertruksa, Thapat, Sebastien Bonnet, Hal : 026, 2014.
Shabbir H. Gheewala., “Life Cycle Costing [32] Zakaria, Rabitah dan Adam P. Harvey, “Direct
and Externalities of Palm Oil Biodiesel in Production Of Biodiesel From Rapeseed By
Thailand”, Journal of Cleaner Production 28, Reactive Extraction/In Situ
Hal : 225 - 232, 2012. Transesterification”, Fuel Processing
[23] SNI, Biodiesel. SNI 04-7182-2006, 2006. Technology, 102, Hal : 53 - 60, 2012.
[24] Su E Z, Zhang M J, Zhang J G, Gao J F, Wei [33] Zhang, Liping., Shuzhen Sun, Zhong Xin,
D Z. “Lipase-Catalyzed Irreversible Boyang Sheng, Qun Liu., “Synthesis and
Transesterification of Vegetable Oils for Fatty Component Confirmation of Biodiesel from
Acid Methyl Ester Production with Dimethyl Palm Oil and Dimethyl Carbonate Catalyzed
Carbonate as The Acyl Acceptor”. by Immobilized-Lipase in Solvent-Free
Biochemical Engineering Journal 2007; 36: System”, Fuel 89, Hal : 3960 - 3965, 2010.
167-173. [34] Zhao, Xuebing, Feng Qi, Chongli Yuan, Wei
[25] Su E, You P, Wei D, “In Situ Lipase-Catalyzed Du, Dehua Liu, “Lipase-Catalyzed Process For
Reactive Extraction of Oilseeds with Short- Biodiesel Production: Enzyme Immobilization,
Chained Dialkyl Carbonates for Biodiesel Process Simulation and Optimization”,
Production”, Bioresource Technology Journal Renewable and Sustainable Energy Reviews,
2009; 100: 5813-7. 44, Hal : 182 - 197, 2015.Energy Reviews, 44,
[26] Suganya, T., Kasirajan, R., Renganathan, S., Hal : 182 - 197, 2015.
“Ultrasound-Enchanced Rapid In Situ
Transesterification Of Marine Macroalgae
Enteromorpha compressa For Biodiesel
Production”, Biosource Technology Vol.156,
Hal: 183 – 290, 2014.

24
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166

PENGARUH PERBANDINGAN MOLAR DAN DURASI REAKSI TERHADAP


RENDEMEN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA (Coconut Oil)
EFFECT OF MOLAR AND COMPARATIVE duration Reaction To
RENDEMEN FROM COCONUT OIL BIODIESEL (Coconut Oil)
Risa Inggit Pramitha1, Agus Haryanto2, Sugeng Triyono3
Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, UniversitasLampung
1)

2)
Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
3)
Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Komunikasi Penulis, email : risainggit18@gmail.com
Naskah ini diterima pada 15 September 2016; revisi pada 3 Oktober 2016;
disetujui untuk dipublikasikan pada 10 Oktober 2016

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of the molar ratio of oil : methanol and duration of the reaction on the
yield of biodiesel produced from palm oil transesterification. The transesterification reaction is carried out
using coconut oil at 60 °C and 0.5 grams of NaOH catalyst. The method is a completely randomized design with
a combination of two factors, namely the molar ratio and the duration of the reaction. The molar ratio consists
of four levels (1: 3, 1: 4, 1: 5 and 1: 6), while the duration of the reaction is composed of three levels (15, 30, and
60 minutes). Parameter observations include yield, density, and viscosity of biodiesel produced. Each unit of
experiment was performed using 100 ml of coconut oil and each treatment was repeated three times. The
results showed that duration factor significantly influence the yield and viscosity of biodiesel, while the molar
ratio factor significantly influence the viscosity of biodiesel. Interaction of these factors, however, do not affect
the parameters observed. The highest yield of biodiesel (75.56%) resulted within duration of 60 minutes and
the lowest (60.27%) on within duration of 15 minutes. Biodiesel produced has a density of 0.86 to 0.87 g/ml
(complies SNI), and a viscosity of between 3.40 to 4.55 cSt (complies SNI).

Keywords: Biodiesel, Coconut Oil, Yield, Density, Viscosity.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio molar minyak : metanol dan durasi reaksi terhadap
rendemen biodiesel yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak kelapa. Reaksi transesterifikasi dilakukan
menggunakan minyak kelapa pada suhu 60oC dan 0,5 gram katalis NaOH. Metode penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan kombinasi dua faktor, yaitu rasio molar dan durasi reaksi. Rasio molar terdiri
dari empat level (1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6), sedangkan durasi reaksi terdiri dari tiga level (15, 30, dan 60 menit).
Parameter pengamatan meliputi rendemen, massa jenis, dan viskositas biodiesel yang dihasilkan. Setiap unit
percobaan dilakukan menggunakan 100 ml minyak kelapa dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor durasi reaksi berpengaruh signifikan terhadap rendemen dan viskositas biodiesel,
sedangkan faktor rasio molar berpengaruh signifikan terhadap viskositas biodiesel. Interaksi kedua faktor
tersebut tidak berpengaruh terhadap parameter yang diamati. Rendemen biodiesel paling tinggi (75,56%)
dihasilkan pada durasi 60 menit dan terendah (60,27%) pada durasi 15 menit. Biodiesel yang dihasilkan
memiliki massa jenis antara 0,86 – 0,87 gram/ml (memenuhi SNI), dan viskositas antara 3,40– 4,55 cSt
(memenuhi SNI).
Kata Kunci : Biodiesel, Minyak Kelapa, Rendemen, Massa Jenis, Viskositas.

I. PENDAHULUAN dampak terhadap aspek kehidupan manusia.


Aspek yang dipengaruhi adanya peningkatan
Jumlah penduduk Indonesia terus mengalami penduduk, industrialisasi, dan kesejahteraan
peningkatan. Peningkatan ini disertai dengan adalah naiknya penggunaan energi untuk
naiknya tingkat kesejahteraan hidup dan menunjang kebutuhan hidup yang meliputi
industrialisasi. Semua ini menimbulkan berbagai berbagai sektor (industri, transportasi, rumah

157
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)

tangga, dan lain sebagainya). Konsumsi energi di Indonesia pada periode 2000 – 2012 meningkat

Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dari minyak goreng bekas
Sifat fisik/ kimia Biodiesel Solar
Densitas (40 oC), kg/L 850 820
Viskositas kinematik (40 oC), cSt 3, 2 2,0
Bilangan asam, mg KOH/g 0, 5 0,3
Kadar air, % vol 0, 02 0,05
Titik nyala, C o 176 55
Titik tuang, oC 9 18
Titik kabut, oC 14,6 -
Indeks Cetana 51 -
Sumber : (Aziz,dkk 2011)
Tabel 2. Proyeksi kebutuhan biodiesel di Indonesia
No Tahun Kebutuhan Biodiesel (juta kilo liter)
1 2014 70
2 2015 73
3 2016 77
4 2017 81
5 2018 86
6 2019 92
Sumber :Badan pengkajian dan penerapan teknologi, (2014)
Tabel 3. Beberapa tanaman sebagai bahan baku biodiesel
Isi % Berat
No Nama Lokal Nama Latin Sumber Minyak
Kering
1 Jarak Pagar Jatropha curcas Inti biji 40 – 60
2 Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 – 20
3 Kapok/Randu Ceiba pantandra Biji 24 – 40
4 Ketiau Madhuca mottleyana Inti Biji 50 – 57
5 Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 – 20
6 Kelapa Cocos nucifera Inti biji 60 – 70
7 Kelor Moringa oleifera Biji 30 – 49
8 Kacang Tanah Aleurites moluccana Inti biji 57 – 69
9 Kusambi Sleichera trijuga Sabut 55 – 70
10 Nimba Azadiruchta indica Inti biji 40 – 50
11 Saga Utan Adenanthera pavonina Inti biji 14 – 28
12 Sawit Elais suincencis Sabut dan biji 45- 70+46- 54
13 Nyamplung Callophyllum lanceatum Inti biji 40 – 73
14 Randu Alas Bombax malabaricum Biji 18 – 26
15 Sirsak Annona murucata Inti biji 20 – 30
16 Srikaya Annona squosa Biji 15 – 20

158
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166

rata-rata sebesar 2,9% per tahun. Jenis energi dari 5%, maka pembuatan biodiesel dari minyak
yang paling dominan adalah penggunaan bahan kelapa dapat dilakukan dengan proses
bakar minyak (BBM) yang meliputi avtur, avgas, transesterifikasi langsung seperti pembuatan
bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak biodiesel pada umumnya. Biodiesel dari minyak
diesel, dan minyak bakar (Badan Pengkajian dan kelapa merupakan bahan bakar yang cocok
Penerapan Teknologi, 2014). Di sisi lain, untuk mesin diesel karena memiliki
ketersediaan bahan bakar fosil terus mengalami rantai hidrokarbon jenuh cukup besar (Padil
penurunan. Menurut statistik British Petroleum dkk, 2010).
(2015), pada akhir 2014 cadangan minyak bumi
Indonesia tinggal 0,5 milyar ton. Pada tingkat Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi 852 ribu barrel per hari, cadangan ini reaksi transesterifikasi adalah pengadukan, suhu,
hanya akan bertahan selama 12 tahun. katalis, lama reaksi, dan perbandingan molar
pereaksi (Darnoko and Cheryan, 2000; Azocar,
Biodiesel merupakan suatu energi alternatif 2007; Awaluddin dkk. 2009). Kenaikan suhu
yang bisa digunakan sebagai bahan bakar akan menyebabkan gerakan molekul semakin
pengganti bahan bakar solar (Manai, 2010). cepat, keadaan ini menyebabkan kecepatan
Biodiesel didefinisikan sebagai ester monoalkil reaksi semakin meningkat sehingga konversinya
dari minyak nabati dan hewani. Menurut Fidaus meningkat juga (Kartika dan Widyaningsih,
(2010) biodiesel menghasilkan tingkat emisi 2012). Suhu yang rendah dapat menghasilkan
hidrokarbon yang lebih kecil dibanding solar konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu
yaitu sekitar 30%, emisi CO juga lebih rendah reaksi yang lebih lama (Destianna, 2007).
sekitar 18%, emisi particulate lebih rendah 17%, Semakin banyak katalis yang digunakan maka
sedangkan untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar semakin banyak ion metoksida yang terbentuk
10%. Sehingga tingkat emisi biodiesel lebih dan semakin besar konversi minyak kelapa
rendah dibanding dengan solar, sehingga lebih menjadi biodiesel (Putri dkk. 2012). Menurut
ramah lingkungan. Perbandingan sifat fisik dan Sinaga dkk. (2013) semakin tinggi waktu dan
kimia biodiesel dari minyak goreng bekas dengan suhu reaksi maka rendemen biodiesel yang
minyak solar dapat lihat pada (Tabel 1). Sejak diperoleh akan semakin tinggi dan karakteristik
Mei 2006 Pertamina sudah mulai biodiesel akan semakin baik. Sedangkan untuk
mengembangkan biodiesel ini dengan perbandingan rasio molar akan berpengaruh
mengeluarkan biosolar. Proyeksi konsumsi terhadap kualitas dan rendemen biodiesel yang
biodiesel di Indonesia dapat dilihat pada (Tabel dihasilkan, semakin tinggi rasio molar yang
2). diberikan maka semakin besar rendemen
biodiesel yang dihasilkan (Desiyana dkk., 2014).
Minyak yang berasal dari tumbuhan dan lemak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hewan serta turunannya dapat dimanfaatkan pengaruh rasio molar minyak terhadap metanol
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dan durasi reaksi terhadap rendemen biodiesel
(Srivastava dan Prasad, 2000). Indonesia sangat dari minyak kelapa melalui reaksi
kaya dengan berbagai jenis tanaman penghasil transesterifikasi basa.
minyak yang bisa dikembangkan sebagai bahan
baku biodiesel, seperti terlihat pada (Tabel 3).
II. BAHAN DAN METODA
Salah satu sumber minyak nabati yang potensial
sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak 2.1 Waktu dan Tempat
kelapa. Jumlah produksi kelapa di Lampung pada
tahun 2012 sebesar 113,2 ton, tahun 2013 Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2016
sebesar 113,52 ton, tahun 2014 sebesar 109,16 sampai dengan Agustus 2016 bertempat di
ton. Sedangkanproduksikelapadi Indonesiapada Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan
tahun 2012 sebesar 2.938,41 ton, tahun 2013 Lahan, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
sebesar 3.051,58 ton, dan pada tahun 2014 Pertanian, Universitas Lampung.
sebesar 3.031,31 ton (Badan Pusat Statistik,
2015). Karena kandungan asam lemak bebas
atau FFA (free fatty acid) minyak kelapa kurang

159
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)

2.2 Alat dan Bahan menghasilkan rasio molar dapat dilihat pada
Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah Tabel 4.
hotplate dan stirrer, pipet tetes, alumunium foil,
2.3 Rancangan Percobaan
labu Erlenmeyer, gelas ukur, piknometer,
timbangan analitik, spatula, stopwatch, sarung
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu
tangan, masker, dan falling balls viscometers
60oC dengankatalis NaOH 0,35 gram per 100 ml
(Gilmont Instruments GV-2100). Sedangkan
minyak kelapa. Perlakuan dalam penelitian ini
bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah pemberian variasi rasio molar minyak :
adalah adalah minyak kelapa, metanol, NaOH, dan
metanol (1:3, 1:4, 1:5, 1:6), durasi reaksi (15,
aquades. Minyak kelapa dibeli dari supermarket
30, dan 60 menit). Masing-masing dengan
yang ada di Bandar Lampung. Minyak kelapa
perlakuan dilakukan menggunakan minyak
berwarna jernih dan memiliki massa jenis
0,9115 gram/ml. Kebutuhan metanol untuk

Tabel 4. Kebutuhan metanol untuk menghasilkan rasio molar yang diperoleh

Minyak kelapa Jumlah metanol


Rasio molar
volume (ml) massa (gram) mol mol gram ml

100 91 0,13 1:3 0,39 12,48 15,75

100 91 0,13 1:4 0,52 16,64 21,01

100 91 0,13 1:5 0,65 20,8 26,26

100 91 0,13 1:6 0,78 24,96 31,51

Gambar 1. Rangkaian alat pembuatan biodiesel

160
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166

kelapa sebanyak 100 ml dan diulang sebanyak 2.5.3 Viskositas Biodiesel


tiga kali ulangan.
Viskositas biodiesel (µ) diukur dengan alat falling
2.4 Prosedur Penelitian ball viscometer dan nilainya dihitung dengan
Pers. (3):
Pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan
peralatan seperti pada Gambar 1. Penelitian µ = k (ñbola – ñbiodiesel) t0 (3)
dilakukan meliputi beberapa tahap, yaitu:
1. Sejumlah metanol (sesuai dengan dimana k adalah konstanta, ñbola adalah massa
perbandingan molar yang dikehendaki dapat jenis bola stainless steel (8,02 gram/ml), dan t0
dilihat padaTabel4) dicampur dengan0,35 gram adalah waktu yang diperlukan bola untuk jatuh
NaOH dan diaduk rata hingga semua partikel bebas dalam cairan biodiesel. Nilai k diperoleh
NaOH larut untuk menghasilkan larutan dari bahan yang sudah diketahui nilai
metoksida. viskositasnya (dalam hal ini air) dan diperoleh k
2. 100 ml minyak kelapa dimasukan kedalam = 0,43 cm5/g.s2.
labu Erlenmeyer 500-ml dan diletakkan diatas
hotplatestirrer dan dipanaskan hingga minyak 2.6 Analisis
mencapai suhu yang diinginkan (60 o C).
Kemudian membuat larutan metoksi, selanjutnya Analisis sidik ragam dilakukan menggunakan
dimasukan kedalam labu erlenmeyer yang telah perangkat lunak SAS.
diisi dengan minyak kelapa dan diaduk dengan
menggunakan stirrer selama waktu yang telah III. HASIL DAN PEMBAHASAN
ditentukan. Larutan diaduk dengan stirrer pada
kecepatan sedang dan labu Erlenmeyer 3.1 Rendemen Biodiesel
dilengkapi dengan kondensor.
3. Larutan dibiarkan mengendap selama 24 jam Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
agar terjadi pemisahan biodiesel dengan gliserol. data seperti disajikan pada (Tabel 5). Analisis
4. Biodiesel dipisahkan dari gliserol dan dicuci Sidik Ragam menunjukkan bahwa faktor rasio
beberapa kali dengan air aquades hangat. molar dan interaksi faktor rasio molar dengan
Pencucian dihentikan jika biodiesel sudah jernih durasi reaksi tidakberpengaruh signifikan (pada
(ditandai air cucian sudah bening). taraf á 0,05) terhadap rendemen biodiesel yang
2.5 Pengamatan dan Pengukuran dihasilkan. Sebaliknya, faktor durasi perlakuan
signifikan terhadap rendemen biodiesel.
2.5.1 Rendemen Biodiesel
Uji BNT 5% menunjukkan bahwa rendemen
Rendemen biodiesel dihitung dengan biodiesel meningkat terhadap durasi dengan
menggunakan Pers. (1): rendemen rata-ratatertinggi 75,56% terjadi pada

2.5.2 Massa Jenis

Massa jenis biodiesel diukur menggunakan


piknometer dan dihitung dengan Pers. (2):

Dimana ñbiodisel adalah massa jenis biodiesel (gram/l), m adalahmassa biodiesel (gram), dan v adalah
volume biodiesel (ml)

161
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)

durasi 60 menit. Sedangkan rendemenbiodiesel pada taraf á 0,05) terhadap massa jenis biodiesel.
terendah dihasilkan pada durasi 15 menit yaitu Uji BNT 5% menunjukkan bahwa massa jenis
sebesar 60,27% (Tabel 6). Hasil ini tidak terlalu biodiesel menurun terhadap rasio molar dengan
jauh dengan penelitian Putri dkk (2012) yang massa jenis tertinggi 0,872 gram/ml terjadi pada
mengahasilkan rendemen biodiesel dari minyak rasio molar 1:3 dan massa jenis terendah
kelapa sebesar 85,66% pada durasi 60 menit. dihasilkan pada rasio molar 1:6 yaitu sebesar
Semakin lama durasi reaksi pembentukan 0,863 gram/ml (Tabel 7). Namun dalam
biodiesel semakin baik dan gliserol yang prakteknya massa jeniis biodiesel tidakberbeda
terbentuk akan turun, hal ini menyebabkan nyata,massa jenis yang berbedadisebabkan oleh
rendemen yang dihasilkan akan semakin adanya zat pengotor seperti sabun kalium dan
meningkat . Pada penelitian Sipahutar dan gliserol hasil reksi penyabunan, air, kalium
Tobing (2013) menggunakan 100 gram minyak hidroksida sisa, kalium metoksida sisa ataupun
jarak dengan 20 gram metanol dan katalis NaOH sisa metanol. Faktor durasi tidak berpengaruh
menghasilkan biodiesel tertinggi pada suhu 60oC terhadap massa jenis biodiesel yang dihasilkan.
sebesar 98,8% dan untuk pengaruh waktu Interaksi faktor rasio molar dengan durasi reaksi
mengasilkan biodiesel tertinggi pada durasi 120 tidakberpengaruhsignifikan(padatarafá = 0,05)
menit sebesar 99,2 %. terhadap massa jenis biodiesel yang dihasilkan.
Hasil penelitian Padil dkk (2010) biodiesel yang
3.2 Massa Jenis Biodiesel diperoleh dari minyak kelapa menghasilkan
massa jenis 0,86 gram/ml. Nilai massa jenis
Salah satu sifat fisik yang dianalisis pada biodiesel yang dihasilkan berada dalam kisaran
penelitian ini yaitumassa jenis biodiesel. Analisis standar mutu biodiesel Indonesia (SNI) yaitu 0,85
Sidik Ragam menunjukkan bahwa faktor rasio – 0,89 gram/ml. Biodiesel dengan mutu yang
molar berpengaruh signifikan (berbeda nyata

Tabel 5. Rendemen, massa jenis, dan viskositas biodiesel yang dihasilkan dari kombinasi faktor
rasio molar dan durasi reaksi (rata-rata dari 3 ulangan).
Percobaan Rasio Molar Durasi Rendemen Massa Jenis Viskositas
(menit) (%) (gram/ml) (cSt)
1 1:3 15 60,06 0,873 4,33
2 1:3 30 60,06 0,873 4,01
3 1:3 60 66,60 0,871 3,94
1 1:4 15 57,73 0,867 3,63
2 1:4 30 72,31 0,867 3,39
3 1:4 60 77,24 0,865 3,40
1 1:5 15 57,47 0,867 3,53
2 1:5 30 66,70 0,868 3,62
3 1:5 60 78,36 0,863 3,24
1 1:6 15 65,82 0,865 3,38
2 1:6 30 72,59 0,862 3.13
3 1:6 60 80,06 0,862 3,40

Tabel 6. Hasil uji BNT rendemen biodiesel (%) pada taraf á = 0,05.
Rasio minyak dengan metanol
Durasi (menit) 1:3 1:4 1:5 1:6 Rata-Rata Group
15 60,06 57,73 57,47 65, 82 60,27 a
30 60,06 72,31 66,70 72, 59 67,91 b
60 66,60 77,24 78,36 80, 06 75,56 c

*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf á = 0,05.
162
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166

tidak sesuai SNI sebaiknya tidak digunakan bahan bakar mesin diesel. Viskositas yang
untuk mesin diesel karena akan menyebabkan rendah menunjukkan bahwa mutu biodiesel
kerusakan pada mesin (Satriana, 2012). yang dihasilkan semakin berkualitas. Biodiesel

Tabel 7. Hasil uji BNT massa jenis biodiesel pada taraf á = 0,05.
Massa Jenis Pada Durasi(menit)
Molaritas Rata – rata Group
15 30 60
3 0,873 0,873 0,871 0,872 a
4 0,867 0,867 0,865 0,866 ab
5 0,867 0,868 0,864 0,866 b
6 0,865 0,862 0,862 0,863 c

*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf á = 0,05.

Tabel 8. Perbandingan viskositas biodiesel dari berbagai jenis bahan baku


Bahan Baku Viskositas Biodiesel (cSt) Referensi

Biji Sawit 3,2 Aziz (2011)


Jarak Pagar 3,72 – 5, 81 Sumangat (2008)
Biji Karet 4,57 Susila (2009)
Minyak kelapa 3, 13-4, 33 Hasil penelitian ini

Tabel 9. Hasil uji BNT pengaruh rasio molar terhadap viskositas biodiesel

Durasi (menit)
Rasio Molar
15 30 60

1:3 4,33 a 4, 01 a 3,94 a

1:4 3,63 b 3,39 b 3, 40 b

1:5 3,53 b 3,62 b 3, 24 b

1:6 3,38 b 3,13 b 3, 40 b

163
*Angka-angka
Pengaruh yang...diikuti
perbandingan molar (Risa I.P,huruf yang
Agus H sama dalam
dan Sugeng T) kolom yang sama berarti t idak berbeda nyata pada
taraf á = 0,05.
yang dihasilkan memiliki viskositas antara 3,13
3.3 Viskositas Biodiesel hingga 4,33 cSt. Sedangkan hasil penelitian Padil
dkk (2010) menghasilkan biodiesel dari minyak
Hasil penelitian didapat nilai viskositas untuk kelapa dengan viskositas sebesar 2,44 cSt. Hasil
minyak kelapa yaitu 28,01 Cp dan jika ini menunjukkan bahwa viskositas biodiesel
dikonversikan ke satuan cSt maka diperoleh yang dihasilkan dari minyak kelapa memenuhi
bahwa viskositas minyak kelapa dibagi dengan standar SNI (2,0 – 6,0 cSt). Biodiesel sendiri
massa jenis minyak kelapa(0,9115 gram/ml) adalah bahan bakar yang nantinya akan
sehingga menghasilkan viskositas minyak kelapa menggantikan akan menggantikan solar yang
sebesar 30,73 cSt. Salah satu tujuan akan habis. Sehingga karakteristik biodiesel
transesterifikasi yaitu menurunkan viskositas harus sama atau mendekati karakteristik solar.
minyak nabati sehingga memenuhi standar Sebagai perbandingan, Tabel 8 memberikan nilai

164
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166

viskositas biodiesel dari berbagai jenis bahan dilakukan cara alternatif pemisahan yang lain
baku yang sangat mendekati viskositas minyak seperti cara sentrifugasi (Putra dkk, 2012).
solar.
Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa IV. KESIMPULAN
faktor rasio molar berpengaruh signifikan
(berbeda nyata pada taraf á 0,05) terhadap 4.1 Kesimpulan
viskositas biodiesel. Uji BNT 5% menunjukan
bahwa viskositas menurun terhadap rasio molar, Kesimpulan penelitian ini adalah :
viskositas tertinggi (4,09 cSt) terjadi pada rasio
molar 1:3, hal ini berbeda nyata dengan semua 1. Minyak kelapa dapat dijadikan bahan baku
perlakuan lainnya. Sedangkan pada rasio molar dalam pembuatan biodiesel.
1:4, 1:5, dan 1:6 tidak berbeda nyata (Tabel 9). 2. Biodiesel yang dihasilkan memiliki
Faktor durasi juga berpengaruh signifikan karakteristik massa jenis berkisar antara 0,86 –
(berbeda nyata pada taraf á = 0,05) terhadap 0,87 gram/ml (memenuhi SNI yaitu 0,85 – 0,89
viskositas biodiesel. Semakin lama durasi maka gram/ml) dan viskositas berkisar antara 3,30 –
nilai viskositas biodiesel akan turun. Uji BNT 4,09 cSt, (memenuhi SNI 2,3 – 6 cSt).
5% menunjukan bahwa viskositas menurun 3. Faktor durasi berpengaruh terhadap
terhadap durasi reaksi dengan viskositas rendemen dan viskositas biodiesel yang
tertinggi 3,71 cSt terjadi pada durasi reaksi 15 dihasilkan. Sedangkan faktor rasio molar
menit. Sedangkan pada faktor durasi 30 dan 60 bepengaruh terhadap viskositas biodiesel yang
menit perlakuan tidak berbeda nyata. Viskositas dihasilkan.
biodiesel terendah diperoleh pada durasi 60 4. Rendemen biodiesel paling tinggi terjadi pada
menit sebesar 3,49 cSt (Tabel 10). Sedangkan durasi reaksi 60 menit menghasilkan 75,56%,
interaksi faktor rasio molar dengan durasi reaksi dan rendemen terendah terjadi pada durasi
tidakberpengaruhsignifikan (padatarafá = 0,05) reaksi 15 menit menghasilkan 60,27%.
viskositas biodiesel yang dihasilkan.
Tabel 10. Hasil uji BNT pengaruh durasi terhadap viskositas biodiesel
Durasi (menit)
Rasio Molar
15 30 60

1:3 4,33 a 4, 01 b 3,94 b


1:4 3,63 a 3, 39 b 3,40 b
1:5 3,53 a 3, 62 b 3,24 b
1:6 3,38 a 3, 13 b 3,40 b

*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf á = 0,05.
Penurunan nilai densitas menyebabkan nilai V. UCAPAN TERIMAKASIH
viskositas akan semakin kecil. Selain itu, nilai
viskositas mengalami penurunan yang Penelitian ini dibiayai melalui Skim Fundamental
disebabkan oleh semakin lamanya waktu reaksi a.n. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P dengan nomor
serta semakin meningkatnya temperatur kontrak 76/UN26/8/LPPM/2016 Tanggal 13
(Wahyuni, 2010). Selain itu terjadinya April 2016.
perbedaan viskositas pada biodiesel yang
dihasilkan disebabkan oleh beberapa impuritis VI. DAFTAR PUSTAKA
yang masih terkandung dalam biodiesel berupa
sisa-sisa reaktan yang tidak bereaksi. Hal ini juga Awaluddin, A.,Suryono, S. Nelvia, dan Wahyuni.
bisa disebabkan pemisahan yang kurang 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sempurna. Untuk mengatasi hal itu bisa produksi biodiesel dariminyak sawit mentah

165
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)

Firdaus, I.U. 2010. Usulan teknis pembuatan Susila, I. W. 2009. Pengembangan Proses
biodiesel dari minyak jelantah. PT. Produksi Biodiesel Biji Karet Metode Non-
Nawapanca Engineering: Bandung. Laporan. Katalis “Superheated Methanol” pada
Tekanan Atmosfir. Jurnal Tehnik Mesin. Vol.
Kartika, D dan S. Widyaningsih. 2012. 11(2):115 – 124.
Konsentrasi katalis dan suhu optimum pada
reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit Syamsudin, M. 2010. Membuat sendiri biodiesel
alam aktif (ZAH) dalam pembuatan biodiesel bahan bakar alternatif pengganti solar.
dari minyak jelantah. Jurnal Natur Indonesia. Yogyakarta. 46 hlm.
Vol. 14(3). 219 – 226.
Wirawan, S. S. 2007. Future Biodiesel Research
Padil, S. Wahyuningsih dan A. Awaluddin. 2010. in Indonesia. Asian Science and Tecnology
Pembuatan biodiesel dari minyak kelapa Seminar. BPPT, Jakarta, 8 Maret 2007.
melalui reaksi metanolisis menggunakan
katalis CaCO3 yang dipijarkan. Jurnal Natur
Indonesia. Vol. 13(1): 27 – 32.

Putri, S.K., Supranto, dan R. Sudiyo. 2012. Studi


proses pembuatan biodiesel dari minyak
kelapa (coconut oil) dengan bantuan
gelombang ultrasonik. Jurnal Rekayasa
Proses. Vol. 6(1) : 20 – 25.

Satriana., N. E. Husna, Desrina dan M. D.


Supardan. 2012. Karakteristik biodiesel hasil
transesterifikasi minyak jelantah
menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik.
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia. Vol. 4(2):15 – 20.

Sinaga, S.V., A. Haryanto, S. Triyono. 2013.


Pengaruh suhu dan waktu reaksi pada proses
pembuatan biodiesel dari minyak jelantah.
Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 3(1):
27 – 34.

Sipahutar, R., dan H.L.L.Tobing. 2013. Pengaruh


variasi suhu dan waktu konversi biodiesel
dari minyak jarak terhyadap kuantitas
biodiesel yang dihasilkan. Jurnal Rekayasa
Mesin.Vol. 13(1) : 15 – 20.

Sirvastava, A.,and R. Prasad. 2000. Triglycerides


based biodiesel fuels. Renewable and
Sustainable Energy Reviews. Vol. 4:111 – 133.

Sumangat, D. dan T. Hidayat. 2008. Karakteristik


metil ester minyak jarak pagar hasil proses
transesterifikasi satu dan dua tahap. Jurnal
Pascapanen. Vol. 5(2):18 – 26.

166
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166

Halaman ini sengaja dikosongkan

167
Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

KONVERSI GLISEROL DARI BIODIESEL MINYAK JELANTAH


DENGAN KATALISATOR KOH

GLYCEROL CONVERSION FROM WASTE COOKING OIL USING


KOH AS CATALYST

Endah Pratiwi*, Fristita Mauliana Sinaga


Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman Samarinda
Jl. Sambaliung No.09 Gunung Kelua 75119
* e mail: fristitas@yahoo.com

ABSTRAK

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam
lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber
terbaharui seperti minyak sayur, minyak kedelai dan sebagainya. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan
minyak tumbuhan dengan alkohol menggunakan basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu.
Dalam penelitian ini digunakan minyak kelapa bekas (jelantah) yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku
pembuatan biodiesel. Gliserol merupakan hasil samping pembuatan biodiesel. Gliserol adalah senyawa gliserida
yang paling sederhana.Gliserol tidak berwarna, tidak berbau, dan berupa cairan kental dan biasa digunakan
sebagai bahan farmasi. Gliserol memiliki tiga kelompok hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik.
Gliserol merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Pada penelitian ini
minyak kelapa bekas (jelantah) diproses melalui dua tahap reaksi yaitu, reaksi esterifikasi dan reaksi
transesterifikasi. Tahap esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak.
Minyak diesterifikasi dengan methanol dan katalisator H2SO4 ,dipanaskan pada suhu 60 ºC dengan waktu 30
menit.Hasil reaksi esterifikasi, direaksikan lagi dengan metanol dan katalisator KOH pada suhu kamar, reaksi
yang terjadi adalah reaksi transesterifikasi.

Kata kunci: gliserol,konversi, transesterifikasi

ABSTRACT

Biodiesel is a fuel source alternative to diesel fuel made from mixed of mono-alkyl ester from fat acid long
chain that used as an alternative choice for diesel fuel and made by renewable source like vegetable oils,
soybean oil, etc. Biodiesel is produced by reacting vegetable oils with alcohols using alkaline substances as
catalysts in the temperature and composition. In this study used coconut oil used (jelantah) which can be used
to manufacture biodiesel raw material. Glycerol is a byproduct of biodiesel production. Glycerol is a
simple polyol compound. It is a colorless, odorless, viscous liquid that is widely used in
pharmaceuthical formulations. Glycerol has threehydroxyl groups that are responsible for its solubility in
water and higroscopic nature. The glycerol backbone is central to all lipids known as triglycerides. This study
was used coconut oil waste (jelantah) which processed through two stages of reactions, esterification and
transesterification. Esterification stage is to reduce levels of free fatty acids in the oil.And the oil was
esterificated with methanol and H2SO4 and heated to 60 º C for 30 minutes .And the oil was transesterificated
with methanol and KOH.
Keywords: glycerol, conversion, transesterification

1. PENDAHULUAN memanfaatkan bahan alternatif lain yang


Di Indonesia sendiri, sumber energi merupakan tersedia di alam untuk dapat digunakan.
salah satu bahan bakar yang tergolong banyak Biodiesel salah satu sumber energi terbarukan
digunakan.Baik dalam hal sebagai bahan bakar yang dapat menggantikan bahan bakar mesin
alat trasnportasi, alat pertanian, penggerak, dan diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau
lain sebagainya.namun, seiring bertambahnya secara khusus merupakan bahan bajar mesin
tahun, sumber energi yang tersedia dialam tentu diesel yang terdiri dari ester dari asam-asam
akanmenipis jika digunakan terus menerus. lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minya nabati,
Keadaan ini membuat upaya dalam mencari dan

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

minyak hewani, atau dari minyak jelantah TINJAUAN PUSTAKA


(minyak bekas penggorengan). Minyak jelantah (waste cooking oil)
Pemanfaatan dari minyak jelantah (minyak adalah minyak limbah yang bisa berasal dari
bekas penggorengan) menjadi biodiesel sifatnya jenis-jenis minyak goreng seperti halnya
ramah lingkungan, tidak mencemari air, udara, minyak jagung, minyak sayur, minyak samin,
maupun tanah karena terurai secara biologis dan dan sebagainya. Minyak ini merupakan minyak
bahan bakunya dapat diperbarui.Disamping itu bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga,
untuk mengurangi pencemaran lingkungan umumnya dapat digunakan kembali untuk
akibat buangan dari limbah minyak goreng yang keperluan kuliner akan tetapi bila ditinjau dari
berasal dari industri-industri rumah tangga. kompisisi kimianya, minyak jelantah
Keuntungan lain penggunaan bahan ini mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
dibanding yang lain dapat meningkatkan daya karsinogenik yang terjadi selama proses
pelumasan karena viskositasnya yang lebih penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian
tinggi. 1 minyak jelantah yang berkelanjutan dapat
Beranjak dari pembahasan diatas maka dalam merusak kesehatan manusia, menimbulkan
penelitian ini melakukan suatu pengujian penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat
kinetika reaksi pembuatan biodiesel dari minyak mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
jelantah dan methanol dengan katalisator KOH Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar
dengan variabel jumlah katalis dan mengetahui limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat
perbandingan terhadap metanol murni dan dan menimbulkan kerugian dari aspek
metanol recovery. kesehatan manusia dan lingkungan.
Bahan dasar minyak goreng bisa
RUMUSAN MASALAH bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,
Untuk merancang reaktor pembuatan jagung, dan lain-lain.meski beragam secara
biodiesel dari minyak goreng bekas, diperlukan kimia isi kandungannya sebetulnya, tak jauh
data kinetika reaksi antara lain bagaimana beda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak
bentuk persamaan kecepatan reaksinya dan jenuh (ALJ). Dalam jumlah kecil kemungkinan
berapa nilai konstanta kecepatan teaksinya, terdapat juga lesitin, cephalin, fosfatida lain,
kemudian dari data kinetika maupun data sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen
termodinamikanya, dapat ditentukan ukuran larut.lemak, dan hidrkarbon, termasuk
reaktor dan kondisi operasi yang baik untuk karbohidrat dan protein.Hal yang kemungkinan
reaksi tersebut. berbeda adalah komposisinya. Kandungan asam
lemak dari minyak jelantah dibagi dua, yakni :
BATASAN MASALAH Asam lemak jenuh mengandung asam stearat
Batasan masalah dalam penelitian ini dan Asam lemak tak jenuh mengandung
adalah hanya untuk mengetahui kinetika reaksi palmitat dan linoleat.
transesterifikasi minyak kelapa bekas (jelantah) Biodiesel merupakan bahan bjar yang
menjadi biodiesel dengan variabel waktu terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari
pengadukan dan jumlah katalisator. rantai panjang asam lemak, yang dipakai
sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin diesel
HIPOTESIS dan terbuat dari sumber terbagarui seperti
Dari percobaan pendahuluan yang minyak nabati misalnya: minyak sawit, minyak
dilakukan, serta dari hasil penelitian yang kelapa, minyak kemiri, minyak jarak pagar, dan
sejenis yang sudah dilakukan, reaksi pembuatan minyak berbagai tumbuhan yang mengandung
esterifikasi pada awal reaksi akan terjadi trigliserida.
perubahan konversi reaktan yang cukup besar, Biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding
kemudian semakin turun dan akhirnya berhenti solar, yakni :
pada konversi tertentu. Hal ini menunjukan 1. Angka setana lebih tinggi (>57) sehingga
adanya indikasi reaksi yang terjadi ádalah reaksi efisiensi pembakaran lebih baik dibanding
bolak balik. Adapun order reaksi maupun nilai dengan minyak solar.
konstanta kecepatan reaksinya dapat dihitung 2. Biodiesel diproduksi dari bahan prtanian
berdasarkan eksperimen yang akan dilakukan. sehingga dapat terus diperbarui.

1
http:// digilib.unimus.ac.id ( 07 Februari 2015)

10

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

3. Ramah lingkungan karena tidak ada emisi Faktor utama yang mempengaruhi kadar ester
dalam hasil reaksi transesterifikasi adalah rasio
gas sulfur. molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
4. Aman dalam penyimpanan dan transfortasi katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu
karena tidak mengandung racun. reaksi, kandungan air dan kandungan asam
5. Meningkatkan nilai produk pertanian lemak bebas pada bahan baku yang dapat
Indonesia. menghambat reaksi. Faktor lain yang
6. Memungkinkan diproduksi dalam sakla mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel,
kecil dan menengah sehingga bisa diantaranya kandungan gliserol, jenis alkohol
yang digunakan pada reaksi transesterifikasi,
diproduksi di daerah pedesaaan. jumlah katalis sisa. (Ramadhas dkk. 2005).
Methyl ester (biodiesel) dari minyak Dalam penelitian kinetika reaksi pembuatan
kelapa bekas (jelantah) dapat dihasilkan melalui biodiesel dari minyak kelapa bekas (jelantah)
proses transesterifikasi, yaitu dengan cara perhitungan konversi dilakukan dengan
mengeluarkan gliserin dari minyak dan menganalisis kadar gliserol dalam hasil reaksi.
mereaksikan asam lemak bebasnya dengan Analisis gliserol dalam bahan dapat dilakukan
alkohol (misalnya methanol) menjadi alkohol dengan metode asetin (Griffin,1958). Penelitian
ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), atau sejenis dengan dua tahap reaksi pernah
biodiesel. Methanol lebih umum digunakan dilakukan sebelumnya menggunakan metode
untuk proses transesterifikasi karena harganya analisa Iodometri-Asam Periodat (Prasetyo,
lebih murah dan lebih mudah untuk direcovery. 2006; Winoto, 2006)
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi
kesetimbangan.Untuk mendorong reaksi agar LANDASAN TEORI
bergerak ke kanan sehingga dihasilkan methyl Senyawa-senyawa yang ada selama
ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol proses alkoholisis adalah trigliserida (minyak
dalam jumlah berlebih atau salah satu produk kelapa bekas (jelantah)), alkohol (metanol),
yang dihasilkan harus dipisahkan. gliserol, ester baru dan katalisator KOH.
Pada penelitian ini reaksi pembuatan Menurut Schmidt,1998 dan Butt, 1999.
biodiesel dilakukan melalui dua tahap reaksi, Persamaan reaksi alkoholisis dapat ditulis
yaitu reaksi esterifikasi asam lemak bebas sebagai berikut:
dalam minyak minyak kelapa bekas (jelantah) M + 3A G + 3 E ....................... (1)
dengan metanol menggunakan katalisator tu v
H2SO4 , kemudian dilanjutkan dengan
reaksi
transesterifikasi minyak kelapa bekas (jelantah)
hasil reaksi tahap pertama dan metanol
menggunakan katalisator KOH. Penggunaan
katalis asam disamping katalis basa guna
menurunkan kadar asam lemak bebas dalam
minyak kelapa bekas (jelantah). Karena minyak x = konversi
kelapa bekas (jelantah) yang digunakan berasal t, u, v, w= orde reaksi
dari minyak kelapa yang didalamnya Cm,Ca = konsentrasi minyak, alkohol
mengandung asam lemak seperti asam kaprilat Cg,Ce = konsentrasi gliserol dan ester
8%, asam kaprat 7%, asam laurat 48%, asam Penentuan orde reaksi metanolisis
miristat 17,5%, asam palmitat 8,8%, asam minyak kelapa bekas (jelantah) dilakukan
stearat 2%, asam oleat 6% dan asam linoleat dengan coba-coba (trial error) besarnya orde
2,5%.(Kirk Othmer, 1951) Reaksi esterifikasi reaksi sampai diketemukan persamaan reaksi
yang berkatalis asam berjalan lebih lambat yang sesuai dengan data hasil penelitian.
namun metode ini lebih sesuai untuk minyak Misalnya dicoba reaksi ke kanan maupun ke kiri
atau lemak yang memiliki kandungan asam orde dua maka persamaan kecepatan reaksi
lemak bebas relatif tinggi ((Freedman and menjadi:
Mounts,1984). Dengan esterifikasi, kandungan
asam lemak bebas dapat diminimalisir hingga
2% dan diperoleh tambahan ester (Ramadhas

11

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

12

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

13

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

14

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga

15

Jurnal Chemurgy,Vol 01, No.1 Juni, 2017


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

Perbandingan Proses Esterifikasi dan Esterifikasi -Trans-esterifikasi


dalam Pembuatan Biodisel dari Minyak Jelantah

Niken Pratiwi1,Masriani1, Indah Prihatiningtyas2


Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Kampus Gunung Kelua, Jl. Sambaliung No.9 Samarinda
E-mail: indah.unmul@gmail.com

Abstract

In recent years, some researchers are exploring many new sources of energy, such as biofuels. Biodiesel
attracted the attention of various researchers as an alternative fuel because it is non-toxic, biodegradable
and renewable as well as contributing the minimum amount of net greenhouse gases, such as CO2, SO2 and
NO emissions into the atmosphere. The use of waste cooking oil to produce biodiesel reduced the raw
material cost. The acid-catalyzed process using waste cooking oil proved to be technically feasible with less
complexity than the alkali-catalyzed process using waste cooking oil, thereby making it a competitive
alternative to commercial biodiesel production by the alkali-catalyzed process. The main objective of this
study was to compare the process of making biodiesel. Esterification process would be compared with
esterification followed by a trans-esterification process. The results showed that biodiesel was produced by
esterification followed by trans-esterification process and esterification process , they have met SNI for
parameters such as density, acid number, pH, cloud point and flash point, but the parameters of the viscosity
and water content did not meet standards. Biodiesel using esterification followed by trans-esterification) was
better than esterification process due to the yield produced higher (62.667%) than the esterification process
(48%)
Key Words : Biodisel, Waste cooking oil, Esterification, Esterification-transesterification

Pendahuluan
Perkembangan kebutuhan energi yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta
kepedulian terhadapkelestarian lingkungan hidup, menyebabkan perhatian terhadap energi terbarukan semakin
meningkat, terutama terhadap sumber-sumber energi terbarukan. Pengembangan bahan bakar nabati untuk
menggantikan bahan bakar fosil terus dilakukan. Biofuel merupakan bahan bakar yang berasal dari biomasa dan
diharapkan dapat menggantikan premium, solar, maupun kerosin atau minyak tanah.
Biodiesel merupakan mono alkil ester asam lemak yang besal dari minyak sayuran dan lemak hewan. Biodisel
dibuat dari reaksi kimia antara minyak sayur atan lemak dengan alcohol, dengan atau tanpa dibantu katalis. Katalis
digunakan untuk meningkatkan laju reaksi transesterifikasi dengan reaksi ke kanan (Ramadhas, 2009). Biodisel
merupakan salah satu biofuel cair yang merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar karena memiliki
karakterisik serupa dengan solar. Sebagai bahan bakar, biodiesel memiliki beberapa kelebihan seperti merupakan
turunan dari sumber daya alam domestik yang dapat diperbarui, mudah terurai oleh organisme hidup, dapat
mengurangi emisi gas buang. Biodiesel dapat diproduksi dari bahan yang mengandung asam lemak, sehingga
berbagai minyak nabati, lemak hewan dan limbah pengolahan minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk produksi biodiesel. Pemilihan bahan baku memperhatikan beberapa variabel seperti ketersediaannya, harga
atau biaya, dukungan pemerintah dan kinerjanya sebagai bahan bakar. Penggunaan biodiesel secara masal sebagai
bahan bakar alternatif masih terkendala oleh mahalnya biaya produksi, Menurut Behzadi (2007), 70% biaya
produksi biodiesel berasal dari biaya bahan baku (Setyawardhani dkk, 2009). Indonesia merupakan negara agraris
yang kaya akan berbagai tanaman penghasil minyak nabati, namun minyak nabati tersebut masih digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Para peneliti mulai mencari serta mengembangkan biodiesel yang dihasilkan dari
minyak nabati namun tidak mengganggu stabilitas pangan.
Minyak goreng bekas (jelantah) adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali pemakaian oleh
konsumen. Minyak jelantah memiliki warna tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai
potensi besar dalam mambahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah mengandung radikal bebas yang setiap saat
siap untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat
meningkatkan potensi kanker didalam tubuh (Andarwulan, 2006). Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas dan
tergolong non edible fat yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel tanpa mengganggu stabilitas dan

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 1


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

ketahanan pangan, selain itu pengolahan biodiesel dari minyak jelantah juga merupakan cara yang efektif untuk
menurunkan harga jual biodiesel karena murahnya biaya bahan baku.
Minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis pada saat digunakan, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan
terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas (Ketaren, 1996).
Kandungan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah tersebut dapat diesterifikasi dengan metanol
sehingga menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya dapat pula ditransesterifikasi dengan
metanol yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat
bernilai tinggi (Suirta, 2007). Biodiesel dapat disintesis melalui esterifikasi asam lemak bebas atau transesterifikasi
trigliserida dari minyak nabati dengan metanol sehingga dihasilkan metil ester (Elisabeth, dkk, 2001).
Katalis sering digunakan dalam proses pembuatan biodiesel. Penggunaan katalis alkali menghasilkan kuantitas
tinggi dan biodiesel yang dihasilkan memiliki kemurnian tinggi dalam waktu reaksi yang lebih singkat (Antolin et
al, 2002). Namun, proses ini tidak cocok untuk bahan baku dengan asam lemak bebas yang tinggi (FFA) konten.
Oleh karena itu, proses trans-esterifikasi dua langkah (esterifikasi asam diikuti oleh transesterifikasi alkali)
dikembangkan untuk menghilangkan asam lemak bebas yang tinggi (FFA) konten dan untuk meningkatkan hasil
biodiesel (Patil et al, 2012). Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali,
dikarenakan proses tersebut beberapa trigliserida terurai menjadi senyawa-senyawa lain salah satunya asam lemak
bebas, oleh karena itu minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi. Pada penelitian
ini akan dilakukan pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dengan proses esterifikasi dan proses esterifikasi yang
dilanjutkan dengan proses trans-esterifikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas
biodiesel dengan perbedaan proses dalam pembuatan biodiesel.

Metode Penelitian
Alat dan Bahan
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dan dilaksanakan di laboratorium Teknologi Kimia Fakultas
Teknik Universitas Mulawarman. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 November sampai 18 Desember 2015.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak jelantah yang diperoleh dari penjual gorengan dan warung
makan di sekitar Kampus Universitas Mulawarman, NaOH (0,1 M), H 2SO4, H3PO4, asam asetat, aquades,
indikator pp. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah labu leher empat, kondensor, reflux, statif dan klem,
hotplate, magnetic stirrer, thermometer, bulb, pipet volume, erlenmeyer, gelas beker, labu ukur, gelas ukur, buret.

Proses Produksi Biodises dari Minyak Jelantah


Dalam penelitian ini, akan dilakukan perbandingan proses produksi biodiesel dengan satu tahap (esterifikasi)
dengan proses produksi biodiesel dengan dua tahap (esterifikasi dilanjutkan dengan trans-esterifikasi). Adapun
Gambar 1 dan 2 adalah diagram masing-masing proses.

Minyak jelantah - Deguming

Esterifikasi

Pemisahan (dekantasi) Biodisel

Pencucian
Metanol Gliserol
Pemisahan (Pengeringan)

Analisa biodisel

Gambar 1. Proses produksi satu tahap (esterifikasi)

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 2


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

Minyak jelantah - Deguming

Esterifikasi

Trans-esterifikasi

Pemisahan (Dekantasi) Biodisel

Pencucian
Metanol Gliserol
Pemisahan (Pengeringan)

Analisa Biodisel
Gambar 2. Proses produksi dua tahap (esterifikasi dilanjutkan trans-esterifikasi)

Proses De-Gumming
Proses degumming dilakukan untuk memisahkan minyak dari kotoran-kotoran yang berupa gum, protein,
fosfolipid, dan lain. Minyak jelantah sebanyak 300 ml dipanaskan pada suhu 70 0C, kemudian ditambahkan asam
phospat 0.5 % dari berat minyak sambil terus diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer salama 30 menit.
Kemudian minyak tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah, didiamkan selama 24 jam selanjutnya dipisahkan.

Proses Esterifikasi
Proses esterifikasi dilakukan dengan cara menambahkan asam sulfat dengan kadar 98% seberat 0.5% dari berat
minyak jelantah dan metanol 99% sebanyak 2 : 1 dari berat minyak jelantah. Pengadukan menggunakan magnetic
stirrer dilakukan selama 70 menit pada suhu 700C.

Proses Transesterifikasi
Proses ini bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester dengan cara
mereaksikan hasil dari proses esterifikasi dengan metanol 99% sebanyak 2:1 dari volume minyak jelantah dan
menambahkan katalis NaOH sebanyak 1% dari volume minyak jelantah untuk mempercepat reaksi. Kemudian
dilakukan pemanasan pada suhu 700C selama 70 menit dan disertai pengadukan dengan menggunakan
magneticstirrer.

Proses Pencucian
Biodiesel yang dihasilkan biasanya masih tercampur dengan gliserol dan sisa-sisa metanol dan katalis. Untuk itu,
perlu dilakukan proses pencucian agar didapatkan hasil biodiesel yang lebih murni. Proses pencucian biodiesel
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pada tahap pencucian pertama biodiesel dimasukkan kedalam corong pisah
kemudian ditambahkan 5ml larutan asam asetat kemudian dikocok agar terjadi netralisasi, dan ditambahkan aquades
kemudian dihomogenkan. Setelah itu biodiesel didiamkann selama 24 jam sehingga terbentuk dua lapisan yaitu
biodiesel dan air pencuci. Biodiesel yang telah dicuci dipisahkan dari air pencucinya. Kemudian proses pencucian
untuk tahap selanjutnya dilakukan dengan catra yang sama tetapi tanpa penambahan asam. Proses pencucian ini
dilakukan secara berulang-ulang sampai pH biodiesel menjadi 6-8 (Darmawan dan Ferry, 2013)

Proses Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan air pada biodiesel. Pada proses ini, biodiesel yang telah dicuci
dipanaskan pada suhu 1000C sampai kandungan air dalam biodiesel hilang.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 3


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

Hasil dan Pembahasan


A. Perbandingan Densitas Pada Tahap Esterifikasi dan Esterifikasi-Transesterifiksasi
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sample pada saaat proses esterifikasi dan trans-esterifikasi
berlangsung yaitu selama 10 menit sekali, pengambilan sampel dilakukan sampai mendapatkan nilai densitas yang
konstan dan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Gambar 3 menunjukkan perbandingan densitas yang
dihasilkan dari perbedaan proses pembuatan biodiesel.

0.83
0.825
0.82
0.815
0.81
Densitas 0.805 Esterifikasi
0.8 Trans-esterifikasi
0.795
0.79
0.785
10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

Gambar 3.Perbandingan Densitas Pada Tahap Esterifikasi dan Esterifikasi-Transesterifiksasi

Pada gambar 3 terlihat bahwa densitas produk konstan mulai menit ke 60, ketika densitas atau viskositas produk
konstan, maka dapat diperkirakan bahwa produk biodiesel dan ekstraksi minyak telah sepenuhnya terbentuk (Duma,
2012). Selain itu, Gambar 3 menunjukkan bahwa densitas pada tahap esterifikasi yang dilanjutkan dengan trans-
esterifikasi lebih besar dibandingkan densitas pada tahap esterifikasi. Hal ini dikarenakan pada tahap trans-
esterifikasi menggunakan katalis basa yakni NaOH, sedangkan pada tahap esterifikasi hanya menggunakan katalis
asam yakni H2SO4. Semakin banyak jumlah katalis basa yang digunakan pada pembuatan biodiesel, maka semakin
semakin besar pula densitas dari produk biodiesel yang dihasilkan. Jumlah katalis basa yang lebih banyak
mendorong terjadinya reaksi penyabunan. Hal ini dapat menimbulkan zat-zat sisa atau pengotor dari reaksi yang
tidak terkonversi menjadi metil ester akan menyebabkan densitas metil ester semakin besar.

B. Perbandingan Bilangan Asam Pada Tahap Esterifikasi dan Esterifikasi-Transesterifikasi


Gambar 4 menunjukkan perbandingan bilangan asam pada tahap esterifikasi dan tahap esterifikasi yang
dilanjutkan dengan transesterifikasi.

5
Bilangan Asam

3 Esterifikasi
2

0
10 20 30 40 50 60 70
Waktu
Gambar 4.Perbandingan Bilangan Asam Pada Tahap Esterifikasi dan Esterifikasi-Transesterifiksasi

Bilangan asam adalah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan grup karboksil bebas dari setiap gram
sampel. Semakin rendah bilangan asam biodiesel, semakin baik mutu biodiesel karena keasaman biodiesel dapat

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 4


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

menyebabkan korosi dan kerusakan pada mesin diesel. Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa bilangan asam yang
dihasilkan pada kedua tahap ini memiliki nilai yang berbeda-beda. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada
tahap esterifikasi cenderung memiliki nilai bilangan asam yang lebih tinggi sedangkan pada tahap setelah trans-
esterifikasi cenderung memiliki nilai bilangan asam yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada proses
1tahap (esterifikasi) hanya menggunakan katalis asam, sedangkan pada 2 tahap (esterifikasi yang dilanjutkan dengan
trans-esterifikasi), minyak jelantah sebelumnya melewati tahap esterifikasi terlebih dahulu dengan menggunakan
H2SO4 yang merupakan katalis yang bersifat asam dilanjutkan dengan trans-esterifikasi merupakan tahapan yang
menggunakan NaOH sebagai katalis , NaOH memiliki sifat basa, sehingga pada tahap ini nilai bilangan asam yang
dihasilkan cenderung turun.

C. Karakteristik Biodisel
Perbandingan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari berbagai proses dapatdilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Biodiesel dari Esterifikasi dan Esterifikasi-transesterifikasi.

Hasil Penelitian
No Uji Kualitas Biodiesel Satuan Esterifikasi- Menurut SNI
Esterifikasi
Transesterifikasi
1 Berat Jenis kg/m3 867.71 883.62 850-890
2 Viskositas mm2/s 40.224 40.834 min 2.0 / max 4.5
3 Kadar Air % 0.184 0.076 0.05
4 Bilangan Asam mg KaoH/kg 0.54 0.22 Max 0.8
5 pH 6 6.5 6-8
0C
6 Cloud Point 12 13 max 18
0C 237 226 min 100
7 Flash Point
8 Yield % 48 62,667

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa semua uji kualitas yang dilakukan pada kedua tahapan yang dilakukan yakni
dengan 1tahap (esterifikasi) dan 2 tahap (esterifikasi-transesterifikasi) sebagian besar memenuhi SNI terkecuali uji
kualitas viskositas dan kadar air. Viskositas pada tahap esterifikasi sebesar 40.224 mm 2/s dan pada tahap
esterifikasi-transesterifikasi sebesar 40.834 mm2/s, dimana menurut SNI viskositas kinematik antara 2.0 mm2/s
hingga 4.5 mm2/s. Viskositas biodiesel tinggi karena adanya ikatan hidrogen intermolekular dalam asam di luar
gugus karboksil. Viskositas merupakan sifat biodiesel yang paling penting karena viskositas mempengaruhi kerja
system pembakaran bertekanan. Semakin rendah viskositas maka biodiesel tersebut semakin mudah untuk dipompa
dan menghasilkan pola semprotan yang lebih baik (Islam dan Beg, 2004). Sedangkan viskositas biodiesel yang lebih
tinggi pada kombinasi yang lain dipengaruhi oleh kandungan trigeliserida yang tidak bereaksi dengan metanol,
komposisi asam lemak penyusun metil ester, serta senyawa antara seperti monogliserida dan digliserida yang
mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi. Selain itu, kontaminasi gliserin juga memengaruhi nilai
viskositas biodiesel (Bajpai dan Tyagi, 2006).
Kadar air pada hasil penelitian ini tidak memenuhi standar. Pada 1 tahap (esterifikasi), kadar air pada biodiesel
sebesar 0.184% dan pada 2 tahap (esterifikasi-transesterifikasi ) sebesar 0.076% dimana pada SNI kadar air
maksimal sebesar 0.05%. Hal ini dikarenakan pada proses pencucian menggunakan metode bubble yang
menggunakan aquades sebagai pencucinya. Walaupun biodiesel setelah dicuci kemudian dikeringkan dengan
melakukan pemanasan untuk mengurangi kadar air, namun proses ini tidak maksimal dalam mengurangi kandungan
air dalam biodiesel.

Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pembuatan biodiesel dengan menggunakan proses 2 tahap
(esterifikasi dilanjutkan dengan trans-esterifikasi) dan dengan proses 1 tahap (esterifikasi) menghasilkan biodiesel
dengan nilai yang memenuhi SNI untuk parameter seperti : berat jenis, bilangan asam, pH, cloud point dan flash
point, namun parameter viskositas dan kadar air tidak memenuhi SNI. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pembuatan biodiesel dengan menggunakan proses 2 tahap (esterifikasi dilanjutkan dengan trans-esterifikasi) lebih
baik dibandingkan dengan proses 1 tahap (esterifikasi). Hal ini dikarenakan yield yang dihasilkan dengan proses 2
tahap lebih tinggi yaitu sebesar 62,667% dibandingkan dengan proses 1 tahap sebesar 48%.

Daftar Pustaka
Andarwulan. Cara-cara Daur Ulang Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah). ITB. Bandung. 2006.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 5


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

Bajpai, D. dan Tyagi, V.K. Biodiesel : Source, Production, Composition, Properties and its Benefits. Joul of Oleo
Sci. 2006; 10 : 487-502.
D.A. Seytawardhani, Sperisa Distantina, Minyana Dewi Utami, Nuryah Dewi. Hidrolisis Multistage dan Acid pre-
treatment Untuk Pembuatan Biodisel dari minyak Biji Kare. Simposium Nasional RAPI VIII. 2009 : 38 – 43.
Darmawan dan Ferry Indra. Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Metode Pencucian Dry-Wash
Sistem. Universitas Negeri Surabaya 2013; 1 (2) : 80-87
Duma, Agam. Studi Proses Produksi Biodiesel dari Biji Karet (Hevea brasiliensis) dengan Metode
(Trans)esterifikasi in situ. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. 2012.
Elisabeth dan Haryati. Biodiesel Sawit untuk Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 2001.
G. Antolin, F. V. Tinaut, Y. Briceno, V. Castano, C. Perez and A. I. Ramirez. Optimization of Biodiesel Pro-duction
by Sunflower Oil Transesterification, Biore-source Technology. 2002; 83 (2) : 111-114.
Islam, M.N., and Beg, M.R.A. The Fuel Properties of Pyrolysis Liquid Derived from Urban Solid Wastes in
Bangladesh. Bioresources Technology. 2004; 92 : 181-186.
Ketaren.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press Jakarta. 1986.
Prafulla D. Patil, Veera Gnaneswar Gude, Harvind K. Reddy, Tapaswy Muppaneni, Shuguang Deng . Biodiesel
Production from Waste Cooking Oil Using Sulfuric Acid and Microwave Irradiation Processes. Journal of
Environmental Protection. 2012; 3 : 107-113.
Ramadhas, AS. Biodiesel Production Technologies and Substrates. Handbook of Plant-Based Biofuels. New York :
CRC Press Taylor & Francis Group. 2009 : 183.
Suirta, Indah. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Journal of Chemistry. Universitas Udayana.
Bali. 2007

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 6


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016

Lembar Tanya Jawab


Moderator : Mahreni (UPN “Veteran” Yogyakarta)
Notulen : Handrian (UPN “Veteran” Yogyakarta)

1. Penanya : Mahreni (UPN ”Veteran” Yogyakarta)


Pertanyaan : 1. Apakah Biodiesel ini masih crude?
2. Bagaimana sistem pemurnian?
3. Realita sisanya masuk ke gliserol atau biodiesel?
4. Signifikan atau tidak terhadap yield pada e step esterifikasi?

Jawaban : 1. Biodiesel tidak dalam crude


2. sudah dilakukan pemurnian dengan dekantasi, destilasi dan pencucian.
3. Reaktan sisa di biodiesel tetapi selanjutnya dilakukan dengan pemisahan
4. Dengan 2 tahap proses menghasilkan yield ± 2 kali yield dengan 1 proses

2. Penanya : Oki (UPN ”Veteran” Yogyakarta)


Pertanyaan : 1. Minyak jelantah itu FFA nya berapa?
2. Pertambahan Suhu dan konsentrasi, katalis apakah menambah kecepatan reaksi?
3. Berapa persen katalis yang dipakai atas dasar apa penentuan jumlah katalis?

Jawaban : 1. Tidak dilakukan analisa FFA pada bahan baku. Menurut referensi FFA minyak
jelantah tinggi.
2. Suhu dapat menambah kecepatan reaksi, sedang konsentrasi katalis memiliki
batasan tertentu.
3. Na2SO4 (0,5% dari berat minyak), NaOH (1% dari berat minya)
4. Jumlah penentuan katalis berdasarkan referensi.

Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta J4 - 7


Prosiding Seminar
Jurnal Nasional Teknik
Teknologi KimiaKimia “Kejuangan”
Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 - 30 ISSN 1693-4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 17 Maret 2016
Jurnal
Jurnal Teknologi Kimia Unimal Teknologi
http:// ojs.unimal.ac.id/ index.php/ jtk Kimia
Unimal

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Biji Jarak Pagar


(Jatropha Curcas L.) Melalui Proses Ekstraksi Reaktif
Retno Atika Putri1, Azhari Muhammad1, Ishak1
1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh
Laboratorium Teknik Kimia, Jl. Batam No. 2, Lhokseumawe 24353, Indonesia
e-mail: retnoatikaputri@gmail.com

Abstrak
Biodiesel merupakan suatu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.Dalam
penelitian ini bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan biodiesel biji jarak
pagar. Proses pembuatan biodiesel yang digunakan adalah ekstraksi reaktif, yaitu
proses ekstraksi dan reaksi transesterifikasi, berjalan secara simultan, dimana
metanol memliki fungsi ganda, yaitu sebagai pelarut dan sebagai reaktan. Pelarut
yang digunakan pada penelitian ini adalah nheksana. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimum proses pembuatan biodiesel
dari Jatropha curcas L. seed (biji jarak pagar) dengan menggunakan Software
Design Expert V.6.0.8 metode Response Surface Methodology (RSM) Box
Behnken Design (BBD). Biji jarak pagar sebanyak 200 gr, menggunakan pelarut
CH3OH dan katalis KOH sebesar 0,8% w/w dengan perbandingan mol
(minyak:alkohol) adalah 1:4, 1:5, 1:6, suhu reaksi 55, 60 dan 65oC dengan waktu
reaksi adalah 60 menit, 120 menit dan 180 menit. Berdasarkan hasil eksperimen
diperoleh yield tertinggi sebesar 12,80% pada kondisi 120 menit pada suhu 60oC
dan perbandingan mol 1:5, sedangkan Design Expert memberikan prediksi untuk
memperoleh titik optimal yaitu, pada kondisi suhu 60oC perbandingan mol 1:5,03
dan lama reaksi berlangsung adalah selama 131,92 menit dengan yield biodiesel
sebesar 12,88%.Biodiesel merupakan suatu bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan. Dalam penelitian ini bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan
biodiesel biji jarak pagar. Proses pembuatan biodiesel yang digunakan adalah
ekstraksi reaktif, yaitu proses ekstraksi dan reaksi transesterifikasi, berjalan
secara simultan, dimana metanol memliki fungsi ganda, yaitu sebagai pelarut dan
sebagai reaktan. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah nheksana.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimum proses
pembuatan biodiesel dari Jatropha curcas L. seed (biji jarak pagar) dengan
menggunakan Software Design Expert V.6.0.8 metode Response Surface
Methodology (RSM) Box Behnken Design (BBD). Biji jarak pagar sebanyak 200
gr, menggunakan pelarut CH3OH dan katalis KOH sebesar 0,8% w/w dengan
perbandingan mol (minyak:alkohol) adalah 1:4, 1:5, 1:6, suhu reaksi 55, 60 dan
65oC dengan waktu reaksi adalah 60 menit, 120 menit dan 180 menit.
Berdasarkan hasil eksperimen diperoleh yield tertinggi sebesar 12,80% pada
kondisi 120 menit pada suhu 60oC dan perbandingan mol 1:5, sedangkan Design
Expert memberikan prediksi untuk memperoleh titik optimal yaitu, pada kondisi
suhu 60oC perbandingan mol 1:5,03 dan lama reaksi berlangsung adalah selama
Makalah
Makalah sudah
sudah dipresentasikan
dipresentasikan dalam
dalam Seminar
Seminar Nasional
Nasional Teknik
Teknik Kimia
Kimia 17
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

131,92 menit dengan yield biodiesel sebesar 12,88%.


Kata kunci : Biodiesel, ekstraksi reaktif, minyak jarak pagar, Response
Surface Methodology, transesterifikasi
1. Pendahuluan
Saat ini, bahan bakar fosil merupakan sumber energi secara global. Namun,
persediaan energi fosil seperti minyak, gas dan batubara di Indonesia yang selama
ini digunakan semakin menipis, dan akan diperkirakan habis pada tahun 2025.
Indonesia sedang mengalami krisis energi dan terpaksa harus impor BBM dari
negara asing, padahal Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak
bumi di dunia. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan
usaha-usaha untuk mencari bahan energi terbarukan (renewable energy). Salah
satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan berasal dari sumber daya
yang dapat diperbaharui adalah biodiesel.
Menurut American Society for Testing Materials (ASTM Internasional),
biodiesel didefinisikan sebagai mono-alkil ester rantai panjang asam lemak yang
berasal dari sumber yang terbarukan, yang digunakan untuk mesin diesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan, biodegradable, tidak beracun, dan
ramah lingkungan. Biodiesel menghasilkan emisi yang lebih rendah, memiliki
titik flash tinggi, daya pelumas yang lebih baik, dan cetane number tinggi.
Penggunaan biodiesel memiliki potensi untuk mengurangi tingkat polusi dan
kemungkinan karsinogen [Novalina, 2015].
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman
yang berpotensi sebagai bahan bakar alami terbarukan. Tanaman ini sangat cepat
tumbuh dan struktur akarnya mampu menahan erosi, terutama apabila ditanam
dengan jarak yang sangat rapat. Biji jarak merupakan bagian dari tanaman jarak
pagar yang mengandung minyak cukup tinggi. Tanaman sejak lama dikenal
sebagai tanaman konservasi karena sifatnya yang sangat toleran terhadap jenis
tanah dan iklim.
Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel dari minyak jarak dan
tipe lainnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu ekstraksi minyak, purifikasi dan
reaksi esterifikasi atau transesterifikasi, proses ini merupakan proses yang
panjang. Metode pengolahan ini menghabiskan 70% dari total biaya produksi jika

UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)


Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

refined oil digunakan sebagai bahan baku. Pengembangan ekstraksi reaktif


memiliki potensi untuk mengurangi biaya pengolahan dengan segala jenis bahan
baku. Hybrid atau proses simultan yang meng-kombinasikan reaksi dan proses
pemisahan adalah satu hal yang telah menerima banyak perhatian akhir-akhir ini
dikarenakan untuk menghemat biaya investasi dan energi dan beberapa hal lain.
Ekstraksi reaktif adalah proses yang melibatkan reaksi dan pemisahan dilakukan
secara bersamaan. Pemisahan fase dapat dilakukan secara alami dalam sistem
reaktif dengan menambahkan pelarut. Alkohol bertindak sebagai pelarut di proses
ekstraksi dan sebagai reagent pada reaksi transesterifikasi selama ekstraksi reaktif
berlangsung [Supardan, 2013]. Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan,
maka penulis melakukan penelitian pembuatan biodiesel minyak jarak pagar
(Jatropha curcas L.) dengan menggunakan ekstraksi reaktif, sehingga metode ini
nantinya dapat dikembangkan untuk skala industri dan mampu meminimalkan
dampak lingkungan.

2. Tinjauan Pustaka

Tanaman jarak dapat tumbuh di tanah yang kering, mudah tumbuh dengan
cepat dan tanaman ini dapat menghasilkan biji selama 40 tahun. Tanaman jarak
ini mnghasilkan biji dengan kandungan minyak hingga 37%, hampir dua kalilipat
dibandingkan kedelai dan hampir sama dengan kandungan minyak pada camelina.
Minyak dari tanaman ini dapat diekstrak dari bijinya setelah 2 hingga 5 tahun
penanaman, tergantung kualitas tanah dan curah hujan [Honary, L.A.T, 2011].
Bunga tanaman jarak berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk
berbentuk malai, bermah satu. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning ketika telah
masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi 3 biji. Biji
berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak
mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-40%. Minyak jarak pagar
diperoleh dari biji dengan metode pengempaan panas atau dengan ekstraksi
pelarut. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung
racun yang disebabkan adanya senyawa ester forbol [Syah, 2006].
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 18
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti, sangat baik


bagi lingkungan, diproduksi dalam negeri dengan sumber daya alam untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar impor dan dapat memberikan
kontribusi untuk perekonomian negara [biodiesel.org, 2016]. Menurut American
Society of Testing Material bahwa biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang
menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau
minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol. Sumber alkohol yang
digunakan dapat bermacam-macam. Apabila direkasikan dengan metanol, maka
akan didapati metil ester, apabila direaksikan dengan etanol akan diperoleh etil
ester. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya
lebih pendek, lebih polar dan harganya lebih murah dari alkohol lainnya (Ma dkk.,
2001).

2.1 Pembuatan Biodiesel

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan cara 2 langkah, yaitu


esterifikasi dan transesterifikasi. Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan
kadar FFA minyak/lemak yang akan digunakan. Bahan baku minyak jarak dan
minyak jelantah harus mengandung asam lemak bebas dalam minyak serendah
mungkin (<1%). Adanya sedikit kandungan asam lemak bebas dalam reaktan
akan menyebabkan terbentuknya sabun dan akan menurunkan yield ester serta
mempersulit pemisahan pemisahan ester dan gliserol. Kehadiran asam lemak
bebas dalam minyak juga akan mengkonsumsi katalis sehingga menurunkan
efisiensi katalis. Transesterifikasi berkatalis basa akan efisien jika bahan baku
minyak berkemurnian tinggi (Rahmania, 2004).
Reaksi transesterifikasi disebut juga dengan reaksi alkoholisis. Alkohol
yang biasa digunakan dalam rekasi tranesterifikasi adalah metanol. Proses
transestrifikasi dengan menggunakan katalis basa mampu mencapai 98 %
konversi dengan waktu reaksi minimum. Berikut ini adalah reaksi pembentukan
metil ester dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan tahap-tahap reaksi
transesterifikasi yang ditampilkan dalam Gambar 2.

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 19


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

Reaksi terjadi secara bertahap. Pada reaksi pertama adalah konversi dari
trigliserida menjadi digliserida, diikuti dengan digliserida menjadi monogliserida,
dan terakhir adalah monogliserida menjadi gliserol, menghasilkan satu molekul
metil ester dari setiap gliserida pada setiap tahap. Reaksi transesterifikasi
dilakukan menggunakan katalis basa kuat, yaitu KOH. Menurut Encinar dkk.
(1999), melaporkan bahwa dibandingkan dengan NaOH, kinerja KOH sebagai
katalis lebih unggul dimana produk metil ester yang dihasilkan lebih banyak serta
pemisahan produk metil ester dari gliserol lebih mudah. Kombinasi antara katalis
KOH dengan pelarut metanol dalam reaksi transesterifikasi diharapkan dapat
menghasilkan produk biodiesel yang maksimal.

Tujuan reaksi transesterifikasi adalah untuk menghilangkan secara utuh


kandungan trigliserida, titik didih, titik nyala, viskositas dari minyak yang
direaksikan, agar metil ester yang dihasilkan dapat digunakan pada mesin diesel
tanpa merusak atau merubah mesin diesel.

2.2 Ekstrasksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutan terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Prinsip ekstraksi adalah
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 20
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah
menguap. Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel dari minyak jarak
dan tipe lainnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu ekstraksi minyak, purifikasi dan
reaksi esterifikasi atau transesterifikasi. Ini merupakan proses yang panjang
Metode pengolahan ini menghabiskan 70% dari total biaya produksi jika refined
oil digunakan sebagai bahan baku. Pengembangan ekstraksi reaktif memiliki
potensi untuk menrurangi biaya pengolahan sengan segala jenis bahan baku.
Hybrid atau proses simultan yang meng-kombinasikan reaksi dan proses
pemisahan adalah satu hal yang telah menerima banyak perhatian akhir-akhir ini
dikarenakan untuk menghemat biaya investasi dan energi dan beberapa hal lain.
Ekstraksi reaktif adalah proses yang melibatkan reaksi dan pemisahan
dilakukan secara bersamaan. Pemisahan fase dapat dilakukan secara alami dalam
sestem reaktif dengan menambahkan pelarut. Alkohol bertindak sebagai pelarut di
proses ekstraksi dan sebagai reagent di reaksi transesterifikasi selama ekstraksi
reaktif berlangsung. Oleh sebab itu alkohol diperlukan dalam jumlah yang sangat
banyak (Supardan, 2013).

3. Metode Penelitian

Adapun tahapan dalam melakukan penelitian ini meliputi persiapan bahan


baku, tahapan penelitian, dan tahap analisa. Biji buah jarak yang sudah tua
dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu dihancurkan, kemudian dikeringkan
hingga suhu 76 oC. Biji yang telah dihaluskan dan dikeringkan, ditimbang
sebanyak 200 gram dan dimasukkan ke dalam lab leher tiga (reaktor). Selanjutnya
600 ml pelarut n-heksana dan KOH yang telah dilarutkan dengan metanol
dimasukkan ke reaktor. Perbandingan mol 1:4 (minyak:metanol), metanol
sebanyak 40 ml dimasukkan ke dalam reaktor. Campuran dipanaskan pada suhu
55 oC . Campuran di-homogenkan dengan kecepatan pengadukan 400 rpm selama
1 jam.
Setelah ekstraksi reaktif selesai, peralatan pemanas dimatikan dan
campuran reaksi dikeluarkan dari reaktor. Campuran dipisahkan dengan proses
penyaringan menggunakan kertas saring, sedangkan residu yang tersisa dibuang.
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 21
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

Filtrat yang diperoleh di-destilasi hingga suhu 70 oC untuk menghilangkan


pelarut (n-heksana dan metanol) dari minyak. Minyak yang telah dipisahkan dari
pelarut dimasukkan ke dalam corong pemisah selama beberapa jam sehingga
terlihat 2 lapisan, yaitu lapisan atas adalah metil ester dan lapisan bawah adalah
gliserol. Metil ester atau biodiesel yang telah diperoleh, dicuci dengan air hangat
(suhu 50 oC) untuk menghilangkan residu katalis dan sabun. Gliserol merupakan
produk samping dari proses ini, maka gliserol dipisahkan dari biodiesel.
Selanjutnya, biodiesel dikeringkan untuk mengurangi kadar air, kemudian
dilakukan analisa hasil. Untuk variabel lain akan dilakukan dengan langkah-
langkah yang sama tetapi dengan mengubah variabel suhu, waktu reaksi dan
perbandingan mol sesuai dengan yang diinginkan. Biodiesel yang diperoleh
diambil untuk dianalisa yield, viskositas, densitas, moisture content, cloud point
(F) dan pour point (F) dan analisa komposisi kimia biodiesel.

Metode yang digunakan untuk merancang percobaan ini adalah RSM


(Metode Response Surface Methodology). RSM merupakan penggabungan teknik
matematika dan statistik yang berguna untuk permodelan dan analisis problem
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 22
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

yang mana respon yang diamati dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan
untuk mengoptimalkan hasil penelitian ini.
Adapun diagram optimasi proses pembuatan biodiesel minyak jarak pagar
(Jatropha curcas L.) dengan menggunakan ekstraksi reaktif dapat dilihat pada
Gambar 3.

4. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini didesain dengan menggunakan Response Surface


Methodology (RSM) dengan software Design Expert V.6.0.8 Hasil penelitian
berupa yield biodiesel diperoleh dari hasil perhitungan data penelitian yang
dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Malikussaleh dan
Laboratorium Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka data pengamatan proses
pembuatan biodiesel biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui proses ekstraksi
reaktif dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data hasil Penelitian Menggunakan Box Behnken Method

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 23


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

Model kuadratik dipilih sebagai model permukaan respon aktivitas terhadap


mol rasio, suhu dan waktu berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan.
Keakuratan model tersebut dapat diketahui dari harga R-squared yaitu R2 =
0,9537. Berdasarkan nilai tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa nilai yield
biodiesel yang diperkirakan dengan model mendekati nilai yang diperoleh dari
hasil penelitian. Nilai R2 > 0,85 artinya model dapat diterima. Adapun model
yang dihasilkan adalah bentuk persamaan matematis yang disusun sebagai
berikut:

4.1 Interaksi antara suhu dan waktu

Grafik tiga dimensi yang menunjukkan interaksi antara suhu dan waktu
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan interaksi antara suhu dan waktu. Pada umumnya


Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 24
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 60.65 oC pada tekanan atmosfer.


Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur, yang
berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan reaksi untuk mencapai
energi aktivasi, sehingga akan menyebabkan semakin banyak tumbukan terjadi
antara molekul-molekul reaktan.
Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak ester yang dihasilkan.
Hal ini dapat terjadi karena situasi ini akan memberikan kesempatan molekul-
molekul reaktan untuk semakin lama bertumbukan. Grafik hubungan suhu dan
waktu disajikan pada Gambar 5.

Suhu reaksi yang digunakan pada proses transesterifikasi sebaiknya tepat,


karena suhu yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi menjadi tidak sempurna.
Pada penelitian ini digunakan suhu bervariasi, yaitu 55,60 dan 65 oC. Gambar 5 di
atas, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi yang dioperasikan, maka
yield metil ester semakin besar. Hal ini terjadi karena dengan naiknya suhu reaksi,
maka tumbukan partikel akan semakin besar, sehingga reaksi berjalan semakin
cepat dan konstanta reaksi akan semakin besar. Ketika reaksi berlangsung selama
180 menit, pada suhu 55 dan 60 oC mengalami penurunan, karena pelarut (n-
heksana) dan metanol kemungkinan mengalami penguapan ketika reaksi
berlangsung. Pada Reaksi ini merupakan reaksi endotermis, sehingga apabila suhu
dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke produk (Dogra, 1990).

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 25


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

4.2 Interaksi antara suhu dan perbandingan mol

Berikut adalah grafik tiga dimensi yang menunjukkan interaksi antara


perbandingan mol dengan suhu. Gambar di atas menunjukkan interaksi antara
perbandingan mol dan suhu. Pada reaksi transesetrifikasi, penggunaan suhu yang
tidak tepat dapat mengakibatkan reaksi tidak sempurna dan menyebabkan
berkurangnya yield biodiesel. Penggunaan suhu yang tepat mengakibatkan reaksi
bergeser ke arah kanan (produk), peningkatan laju reaksi ini disebabkan oleh
meningkatnya konstanta laju reaksi yang merupakan fungsi dari temperatur.
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi reversible, maka pada kondisi suhu
yang tinggi kesetimbangan bergeser ke arah kiri (dekomposisi produk).
Perbandingan reaktan yang semakin tinggi, maka semakin besar pula yield yang
diperoleh. Hal ini dapat terjadi karena perbandingan mol reaktan yang berlebih,
yang diharapkan reaksi akan bergeser ke kanan. Perbandingan mol 1:6 mengalami
penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh trigliserida yang telah habis
bereaksi. Metanol yang digunakan adalah methanol teknis, dimana metanol
tersebut masih mengandung air. Keberadaan air akan menyebabkan reaksi
bergeser kea rah kiri. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi reversible yang
menghasilkan produk samping berupa air.

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 26


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

4.3 Interaksi antara waktu dan perbandingan mol

Grafik tiga dimensi yang menunjukkan interaksi antara waktu dan


perbandingan mol dapat dilihat pada Gambar 8 dan grafik perbandingan mol
terhadap waktu reaksi disajikan pada Gambar 9.

Jumlah mol reaktan dalam pembuatan biodiesel juga mempengaruhi yield

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 27


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

biodiesel. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak alkohol yang


digunakan maka semakin banyak yield yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan
pemakaian reaktan yang berlebih akan memperbesar kemungkinan tumbukan
antara zat molekul yang bereaksi sehingga kecepatan reaksinya bertambah besar.
Penggunaan mol reaktan secara berlebihan juga dapat menyebabkan yield kecil.
Kondisi ini dapat terjadi karena dengan penggunaan mol reaktan secara
berlebihan, katalis tidak berperan secara signifikan dalam memperkecil energi
aktivasi. Oleh karena itu, dengan waktu yang diberikan terbatas, kesempatan
molekul untuk bertumbukan semakin kecil, inilah yang menyebabkan yield yang
diperoleh kecil.

4.4 Analisa karakteristik biodiesel

Hasil analisa yang diperoleh dari uji kualitas biodiesel ditampilkan pada
Tabel 2.

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 28


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti tertera pada Tabel 2 dapat


diketahui bahwa densitas, viskositas dan cloud point dari biodiesel yang diperoleh
melalui penelitian ini sudah memenuhi karakteristik sebagaimana yang
dikeluarkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Angka asam yang diperoleh
melebihi standar SNI biodiesel , yaitu 0,6 maks. Angka asam yang tinggi dapat
menyebabkan endapan dalam sistem bahan bakar dan juga merupakan indikator
penurunan kualitas bahan bakar. Semakin tinggi angka asam terhadap biodiesel,
maka semakin rendah pula kualitasnya. Angka asam yang tinggi dapat
menyebabkan korosi dan memperpendek umur pompa maupun filter.
Selanjutnya minyak di analisa dengan menggunaka alat Gas
Chromatography (GC) untuk mengetahui komposisi minyak. Gas
Chromatography yang digunakan adalah GC Shimadzu Seri GC-2010
menggunakan kolom BD 5 AT dengan panjang diameter kolom 15 meter dan
internal diameternya adalah 0,250 mm. Suhu Injector kolom adalah 360oC. Suhu
kolom awal adalah 60oC kemudian ditahan selama 5 menit, dilanjutkan kembali
dengan menaikkan selama 15 menit hingga suhu 350oC, ditahan kembali selama 5
menit. Carier gas pada GC ini adalah nitrogen dengan split rasio 1:50. Hasil
menunjukkan bahwa penelitian ini mengandung senyawa biodiesel (ester).
Senyawa terbanyak ester diperoleh dengan persentase area sebesar 25,227% pada
waktu yang ke 12 menit. Berdasarkan teoritis, kandungan hidrokarbon pada
minyak jarak pagar yang terbanyak adalah metil oleat.

5. Kesimpulan

1. Yield tertinggi yang diperoleh adalah sebesar 12,80% pada kondisi 120 menit
dan suhu 60 oC serta perbandingan mol 1:5.
2. Yield yang diperoleh berdasarkan optimasi model Design Expert adalah 12,887
% pada suhu 60,60 oC dengan waktu reaksi 131,92 menit serta perbandingan
mol 1 : 5,03.
3. Berdasarkan analisa menggunakan Gas Chromatography, biodiesel yang
diperoleh memiliki persentasi area sebesar 25,227% pada waktu ke 12 menit,
dengan komponen utamanya adalah metil oleat.
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 29
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30

6. Daftar Pustaka

Dogra, S.K. dan S. Dogra. (1990). Kimia Fisik Dan Soal-soal. Universitas
Indonesia. Jakarta.

Ma, F., dan Hannah, M.A. (1999). Biodiesel Production: A Review. Bioresource
Technology 70, 1-15.

Novalina S., P. (2015). Pembuatan Biodiesel dari Mesokarp Sawit dengan


Teknologi Reactive Extraction. Skripsi Program Sarjana Departemen
Teknik Kimia USU. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rahmania, O. (2004). Transesterifikasi Minyak Dedak Padi Menjadi Biodiesel


dengan Katalis Asam. Surabaya: Thesis Program Pasca Sarjana, Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.

Supardan, M. D., Satriana, F., Ryan M. (2013). Reactive Extraction of Jatropha


Seed for Biodiesel Production Effect of Moisture Content of Jatropha Seed
and Co-solvent Concentration. International Journal on Advanced Science
Engineering Information Technology 3, 28-31.

Syah, A. N. A. (2006). Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang


Ramah Lingkungan. Jakarta. Agro Media Pustaka.

Syam, A.M., Robiah Y., Suraya A, R. (2012). Synthesis of Biodiesel from


Refined Bleached Deodorized Palm Oil. LAP Lambert Academic
Publishing GmbH & Co. KG. Jerman.

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 30


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
JURNAL TEKNIK ITS Vol.5 , No.2 , (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F225

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa


Menggunakan Microwave : Penggunaan Katalis
KOH dengan Konsentrasi Rendah
Gus Ali Nur Rohman, Farihah Fatmawati, dan Mahfud Mahfud
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: mahfud@chem-eng.its.ac.id

Abstrak–Penelitian pembuatan methyl ester (biodiesel) dari


minyak kelapa dengan katalis KOH dengan bantuan gelombang
mikro (microwave) di latar belakangi oleh adanya krisis energi II. URAIAN PENELITIAN
sehingga memerlukan metode baru untuk membuat renewable
energy dalam hal ini adalah biodiesel. Tujuan dari penelitian ini A. Bahan yang Digunakan
adalah mempelajari proses pembuatan biodiesel dengan metode Minyak nabati yang digunakan yaitu minyak kelapa (coconut
radiasi microwave, pengaruh konsentrasi katalis KOH, pengaruh oil) dengan merek “Barco”. Methanol yang digunakan adalah
daya, waktu pemanasan yang digunakan terhadap yield dan
methanol analis (99,9%) dengan merek “EMSURE”. Katalis
viskositas biodiesel yang dihasilkan. Pembuatan methyl ester
(biodiesel) dari minyak kelapa dilakukan dengan perbandingan yang digunakan adalah KOH analis (99,0%) dengan merek
mol minyak : metanol = 1 : 9. Biodiesel yang dihasilkan kemudian “EMSURE”. Bahan untuk menghentikan reaksi digunakan
dianalisa dengan uji viskositas, uji flash point, dan uji gas asam asetat analis (100%) dengan merek “EMSURE”.
chromatography (GC). Yield optimum pada pembuatan methyl
ester dari minyak kelapa dengan metode microwave-assisted B. Prosedur Penelitian
transesterification untuk katalis KOH adalah konsentrasi 0,5%
dengan daya 400 watt dan waktu reaksi 4 menit.

Kata Kunci: methyl ester, minyak kelapa, microwave, sodium


hydroxide, calcium hydroxide

I. PENDAHULUAN

E NERGI merupakan kebutuhan utama manusia. Hal ini


merupakan kunci penting dalam sektor ekonomi seperti
makanan, industri, transportasi, pertanian, dan pembangkit
listrik [9; 3]. Oleh karena itu, bahan bakar alternatif sangat
populer. Salah satunya yaitu fatty acid methyl ester (biodiesel).
Biodiesel merupakan bahan bakar bersih, karena dihasilkan dari Gambar. 1. Reaktor dengan bantuan gelombang mikro
sumber daya terbarukan [4].
1. Analisa Bahan
Beberapa tahun terakhir, sumber daya alam banyak diteliti
Mengukur kadar free fatty acid (FFA) dalam minyak
sebagai pengganti bahan bakar fosil atau sebagai pelarut untuk
kelapa, menitrasi dengan larutan KOH 1 M sebagai titran dan
energi terbarukan [12]. Banyak perhatian mengenai minyak
Fenolftalein (PP) sebagai indikator. Menganalisa komponen
nabati sebagai sumber energi terbarukan yang dapat
dalam minyak nabati dengan Gas Chromatography (GC),
mengurangi emisi gas rumah kaca. Meskipun minyak nabati
serta menganalisa densitas minyak dan methanol dengan
dapat diubah menjadi bahan bakar dengan pirolisis,
piknometer. Kemudian, dilakukan perhitungan volume
pengenceran dengan hidrokarbon, emulsifikasi,
minyak, volume methanol, dan massa katalis yang
transesterifikasi dengan metanol merupakan teknik yang paling
digunakan.
praktis [7].
2. Persiapan Katalis
Iradiasi microwave dan sumber energi konvensional, telah
Katalis KOH ditimbang sesuai variabel kadar katalis (1%,
digunakan untuk berbagai aplikasi termasuk sintesis organik
0,5%, 0,25%, massa dari massa minyak). Katalis yang sudah
[11]. Iradiasi microwave sangat menguntungkan dibandingkan
ditimbang, dilarutkan dalam 30 ml methanol dengan diaduk
dengan metode konvensional, di mana pemanasan dapat relatif
menggunakan magnetic stirer. Perbandingan mol minyak
lambat dan tidak efisien karena mentransfer energi ke sampel
dan methanol yaitu 1:9.
tergantung pada arus konveksi dan konduktivitas termal dari
3. Transesterifikasi
campuran reaksi [5].
Minyak kelapa 50ml dan katalis yang sudah dilarutkan
dalam methanol, dimasukkan ke dalam reaktor berupa labu
JURNAL TEKNIK ITS Vol.5 , No.2 , (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F226

alas bulat. Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam peralatan


seperti pada Gambar. 1. dengan pengadukan 1180 rpm.
99%
Kondisi operasi sesuai variabel daya (100, 264, 400, 600, 800
Retno(1,
watt) dan variabel waktu Atika
2, 3,Putri
4, 5, dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30
menit).

yield
97%
4. Pemisahan dan Pengovenan
Hasil transesterifikasi ditunggu dalam corong pemisah
selama 30 menit. Kemudian, lapisan bawah (gliserol) 95%
0 1 2 3 4 5 6
dibuang. Lapisan atas (biodiesel) dioven selama semalam daya (watt)
untuk menghilangkan methanol yang masih tersisa. Gambar. 3. Grafik yield terhadap waktu pada daya 400 watt dengan katalis
1% KOH
C. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah jumlah katalis KOH 1%, Dari gambar IV.5 dapat dilihat bahwa range yield tinggi pada
0,5%, 0,25% dari massa minyak, daya 100, 264, 400 watt, dan variasi waktu yakni berkisar antara 96-98%, Dalam hal ini
waktu pemanasan 1, 2, 3, 4, 5 menit. dapat dikatakan dengan adanya peningkatan waktu pemanasan,
waktu yang dibutuhkan methanol untuk mengkonversi
D. Analisa Sampel trigliserida menjadi methyl ester dengan reaksi transesterifikasi
Hasil percobaan dianalisa viskositasnya dengan viscometer semakin banyak sehingga menyebabkan kenaikan yield produk
ostwald, dan analisa Gas Chromatography. Methyl Ester yang dihasilkan. Hasil penelitian ini didukung
dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa waktu
pemanasan berpengaruh terhadap yield yang dihasilkan. [2]
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas FFA lebih
dari 2% harus dilakukan esterifikasi dengan katalis asam 100%
terlebih dahulu sebelum dilakukan transesterifikasi dengan 95%

yield
katalis basa. Karena, reaksi saponifikasi dapat terjadi pada 90%
minyak dengan FFA lebih dari 2% [6; 12]. Hasil uji FFA 85%
minyak kelapa merek “Barco” sebesar 0,1498% sehingga tidak 80%
perlu dilakukan esterifikasi dengan katalis asam. Sedangkan 0.10% 0.35% 0.60% 0.85%
daya (watt)
hasil uji viskositas kinematik yaitu sebesar 42,3048 cSt.
Gambar. 4. Grafik yield terhadap %katalis yang digunakan pada daya 400 watt
dengan waktu pemanasan 4 menit
99% Dari gambar IV.7
Yield optimum dalam penelitian variasi katalis ini pada
yield

97% konsentrasi katalis 0,5% yaitu sebesar 96%. Dalam hal ini dapat
dikatakan adanya penurunan konsentrasi katalis dapat
95% menurunkan efek katalis sebagai penurun energi aktivasi pada
0 200 400 600 800 reaksi transesterifikasi yang menyebabkan yield dari produk
daya (watt) menurun walaupun tidak begitu signifikan. Hasil ini
Gambar. 2. Grafik yield terhadap daya pada waktu 4 menit dengan katalis
membuktikan bahwa penggunaan gelombang mikro dapat
1% KOH
menekan kebutuhan katalis. Hal ini didukung penelitian yang
Dari Gambar. 2. dapat dilihat bahwa range yield pada variasi
dilakukan oleh A. Suryanto dimana penggunaan microwave
daya yakni berkisar antara 97-98%. Yield yang paling baik
dapat menekan kebutuhan katalis. [1]
dalam penelitian ini pada saat daya 400 watt yaitu mencapai
Methyl ester yang dihasilkan, dianalisa viskositas dan flash
yield 98%.
point. Untuk sampel optimum (katalis 0,5%), didapatkan
Dalam hal ini dapat dikatakan dengan adanya peningkatan
viskositas 4,5 cSt. Hasil tersebut masih dalam range viskositas
daya optimum memberikan efek thermal yang besar ditandai
SNI yakni 2 – 6 cSt. Flash point pada methyl ester yang
dengan adanya kenaikan suhu dan kenaikan yield produk
dihasilkan, yaitu 93˚C. Hasil tersebut masih di bawah SNI
Methyl Ester yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh penelitian
untuk FAME (Fatty Acid Methyl Ester), namun masih melebihi
yang dilakukan oleh Satyanarayanareddy.Y dan Iyyaswami
SNI untuk bahan bakar diesel yakni 52˚C.
Regupathi yang meneliti pengaruh daya pada pembuatan
produk methyl ester.
Dari hasil yang mereka dapatkan mereka menemukan bahwa IV. KESIMPULAN
semakin tinggi daya akan meningkatkan yield. Namun Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan:
peningkatan yield ini tidak terlalu signifikan apabila 1) Semakin tinggi daya yang digunakan, semakin tinggi pula
dibandingkan dengan energi yang disuplai ke sistem. Semakin yield methyl ester yang didapatkan. Daya optimum pada
tinggi daya maka semakin tinggi pula temperatur reaksi yang 400 watt.
memungkinkan terjadinya akselerasi reaksi saponifikasi dari 2) Semakin lama waktu reaksi, semakin tinggi pula yield
trigliserida. [8]. methyl ester yang dihasilkan. Waktu pemanasan optimum

Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 22


UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016) 6
JURNAL TEKNIK ITS Vol.5 , No.2 , (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F227

pada 4 menit.
3) Semakin tinggi jumlah katalis yang digunakan, semakin
tinggi yield yang dihasilkan. Yield optimum didapatkan
pada katalis 0,5%.
4) Penggunaan gelombang mikro (microwave) dapat
menekan kebutuhan katalis dalam produksi methyl ester.

V. KESIMPULAN/RINGKASAN
Tuliskan kesimpulan dari penelitian yang artikelnya Anda
tulis ini tanpa mengulang hal-hal yang telah disampaikan di
Abstrak. Kesimpulan dapat diisi pula tentang pentingnya hasil
yang dicapai dan saran untuk aplikasi dan pengembangannya.

DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Suryanto, S. Suprapto, M. Mahfud. Production Biodiesel from Coconut
Oil Using Microwave: Effect of Some Parameters on Transesterification
Reaction by NaOH Catalyst. Bulletin of Chemical Reaction Engineering
& Catalysis 10 (2): hal 162-168,
[2] A. Talebian-Kiakalaieh, N. A. S. Amin, A. Zarei, H. Jaliliannosrati. 2013.
Biodiesel Production from High Free Fatty Acid Waste Cooking Oil by
Solid Acid Catalyst. Proceedings of the 6th International Conference on
Process Systems Engineering (PSE ASIA): hal 572-276,
[3] Enweremadu CC, Mbarawa MM. Technical aspects of production and
analysis of biodiesel from used cooking oil—A review. Renewable and
Sustainable Energy Reviews 2009;13:2205–24,
[4] Falahati H, Tremblay AY. The effect of ?ux and residence time in the
production of biodiesel from various feedstocks using a membrane
reactor. Fuel 2012;91:126–33,
[5] Koopmans C, Iannelli M, Kerep P, Klink M, Schmitz S, Sinnwell S, et al..
Microwave-assisted polymer chemistry: heckreaction, transesteri?cation,
Baeyer-Villiger oxidation, oxazoline polymerization, acrylamides and
porous materials. Tetrahedron 2006;62(19):4709–14,
[6] L.C. Meher, S.S.D. Vidya, S.N. Naik, Optimization of alkali-catalyzed
transesteri?cation of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel,
Bioresour. Technol. 97 (2006) 1392–1397,
[7] Ma F, Hanna MA. Biodiesel production: a review. Bioresour Technol
1999;70:1–15,
[8] Satyanarayanareddy. Y, dan Iyyaswami Regupathi. 2011. Microwave
Assisted Batch And Continuous Transesterification of Karanja Oil:
Optimization of Process Parameters. Chemical Engineering, National
Institute of Technology Karnataka, Surathkal, Srinivasanagar,
[9] Silitonga AS, Atabani AE, Mahlia TMI, Masjuki HH, Badruddin IA,
Mekhilef S. A review on prospect of Jatropha curcas for biodiesel in
Indonesia. Renewable and Sustainable Energy Reviews 2011;15:3733–
56,
[10] S. Zhang, Y.G. Zu, Y.J. Fu, M. Luo, D.Y. Zhang, T. Efferth, Rapid
microwaveassisted transesteri?cation of yellow horn oil to biodiesel using
a heteropolyacid solid catalyst, Bioresour. Technol. 101 (2010) 931–936,
[11] Varma RS. Solvent-free accelerated organic syntheses using microwaves.
Pure Appl Chem 2001;73(1):193–8,
[12] Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D., Kates, M., 2003. Biodiesel
production from waste cooking oil: 2. Economic assessment and
sensitivity analysis. Bioresour. Technol. 90, 229–240.
Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS UNTUK PEMBUATAN


BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT ALAT TERAKTIVASI

UTILIZATION OF USED OIL FOR BIODIESEL MANUFACTURING USING


ZEOLITE ACTIVATED CATALYST

Andi Tri Saputra, M. Arief Wicaksono, Irsan


Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman Samarinda
Email : @anditrisia.com

Abstrak
Biodiesel merupakan bahan bakar nabati alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil yang jumlahnya
semakin hari semakin menipis. Telah dilakukan penelitian untuk membuat biodiesel dengan bahan baku
minyak goreng bekas dan metanol menggunakan zeolit alam teraktivasi sebagai katalis. Dengan
memvariasikan waktu pengadukan dan perbandingan berat campuran pada proses pembuatan biodiesel
didapatkan hasil yield yang tidak begitu berbeda jauh untuk setiap variasi waktu pengadukan, sedangkan
yield nampak berubah untuk variasi perbandingan berat campuran yaitu 6,6493 % untuk perbandingan 4:1
metanol dan 76,4152 % untuk perbandingan 1:4 metanol. Namun biodiesel yang didapatkan tidak memenuhi
standar SNI tentang biodiesel.

Kata Kunci : Biodiesel, waktu yengadukan, zeolit, yield, minyak goreng bekas

Abstract

Biodiesel is an alternative biofuel as a substitute for fossil. The research has been conducted to make
biodiesel with raw materials of used cooking oil and methanol using activated natural zeolite as a catalyst.
By varying the stirring time and the ratio of mixed weights in the biodiesel manufacturing process, the yields
did not differ greatly for each variation of stirring time, while the yield appears to vary for the ratio of weight
6.6493% for a ratio of 4: 1 methanol and 76.4152 % for a ratio of 1: 4 methanol. However, the biodiesel
obtained did not meet the SNI standard on biodiesel.

Keywords: Biodiesel, stirring time, zeolite, yield, used cooking oil

1. PENDAHULUAN Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang


disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan
Biodiesel adalah bahan bakar yang dapat dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua
diperbarui dan diproduksi secara domestik dari produk yaitu metil ester (biodiesel)/mono-alkyl
minyak goreng baru maupun bekas, lemak hewan esters dan gliserin yang merupakan produk
dan lemak sisa restoran. Secara fisik biodiesel samping (Akbar, 2016).
mirip dengan diesel hasil minyak bumi, tapi lebih
lebih bersih untuk pembakaran. Menggunakan Pembuatan biodiesel memerlukan alkohol untuk
biodiesel dibanding diesel hasil minyak bumi memecah rantai trigliserida yang terdapat dalam
secara signifikan menurunkan emisi polusi gas minyak nabati. Alkohol yang biasa digunakan
beracun di udara (U.S. Departement of Energy, adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan
2011). jenis alkohol yang paling disukai karena lebih
reaktif lagi pula untuk mendapatkan hasil biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari yang sama, penggunaan etanol 1,4 kali lebih
campuran mono-alkil ester dari rantai panjang banyak dibandingkan metanol (Aziz, 2007).
asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi
bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari Kerugian dari metanol adalah sifatnya yang
sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak beracun, berbahaya bagi kulit, mata dan paru-paru.
hewan. Biodiesel merupakan bahan bakar yang Selain itu pemisahan hasil samping gliserin dengan
ramah lingkungan dan tidak mengandung belerang menggunakan etanol jauh lebih sulit dan jika tidak
(Suwarso et al., 2008). hati-hati akan berakir dengan terbentuknya emulsi
(Freedman dan Pryde, 1986).

1
2

Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2, Desember 2017


Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan

Pembuatan biodiesel selama ini lebih banyak Transesterifikasi adalah reaksi antara lemak atau
menggunakan katalis homogen, seperti asam dan minyak nabati dengan alkohol untuk membentuk
basa. Penggunaan katalis homogen ini ester dan gliserol. Biasanya dalam reaksi ini
menimbulkan permasalahan pada produk yang digunakan katalis untuk meningkatkan laju reaksi
dihasilkan, misalnya masih mengandung katalis, dan jumlah yield produk (Akbar, 2016). Reaksinya
yang harus dilakukan separasi lagi (Buchori dan adalah sebagai berikut:
Widayat, 2009).

Selain itu penggunaan katalis basa juga dapat


menimbulkan reaksi samping yaitu reaksi
penyabunan sehingga mempengaruhi proses
pembuatan biodiesel (Darnoko dan Cheriyan,
2000). Aziz et al. (2012) menggunakan zeolit alam
sebagai katalis untuk mengatasi beberapa
kekurangan katalis homogen seperti yang
disebutkan di atas.

Zeolit adalah mineral yang terdiri atas kristal


alumino silikat terhidrasi dan kation alkali atau Gambar 1.1 Reaksi transeterifikasi
alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Sebagai
penyerap, zeolit mempunyai kapasitas yang tinggi
karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi
berdasarkan ukuran dan konfigurasi dari molekul reaksi transesterifikasi adalah pengadukan, suhu,
(Affandi, 2011). katalis, perbandingan pereaksi dan waktu reaksi
(Aziz, 2012).
Menurut Trisunaryanti (2005), zeolit alam perlu
diaktivasi dan dimodifikasi guna meningkatkan Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan
karakternya terutama aktivitas katalitiknya. limbah minyak goreng bekas yang selama ini
Keasaman zeolit dapat ditingkatkan dengan cara hanya dibuang untuk dijadikan bahan bakar
pengembanan logam-logam transisi yang memiliki biodiesel dengan menggunakan zeolit alam sebagai
orbital d belum terisi penuh. Logam-logam ini katalisnya.
secara langsung dapat berfungsi sebagai katalis
tanpa diembankan terlebih dahulu pada
pengemban, tetapi memiliki kelemahan, 2. METODE PENELITIAN
diantaranya luas permukaan yang relatif kecil, dan
selama proses katalitik dapat terjadi penggumpalan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember
Keuntungan penggunaan katalis zeolit alam pada 2015 hingga bulan Maret 2016. Penelitian
pembuatan biodiesel adalah proses esterifikasi dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia,
asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.
goreng bekas dapat dilakukan sekaligus dengan
reaksi transesterifikasi trigliserida. Suirta (2009)
dan Yuliani (2008) melakukan dua tahap reaksi Bahan dan Alat
untuk mendapatkan biodiesel dari minyak goreng Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini
bekas. Tahap pertama dilakukan reaksi esterifikasi adalah minyak goreng bekas dari warung ayam
asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng tepung, metanol digunakan untuk memecah
goreng bekas menggunakan katalis asam. Tahap rantai trigliserida dan batu zeolit alam yang akan
kedua dilakukan reaksi transesterifikasi trigliserida dijadikan sebagai katalis.
dengan katalis basa.

Alat yang digunakan antara lain : oven, ayakan 50


Dengan menggunakan katalis zeolit kedua reaksi mesh, penumbuk, gelas kimia, gelas ukur,
tersebut dapat dilakukan sekaligus karena zeolit viskometer, piknometer, viskometer ostwald, bulp,
dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi hotplate, magnetic stirrer, labu erlenmeyer dan
esterifikasi maupun transesterifikasi (Susanto, termometer.
2008).

Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2, Desember 2017


Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan

Aktivasi Katalis Zeolit Alam et al. (2012), konsentrasi katalis zeolit yang
Prosedur aktivasi zeolit mengacu seperti yang ditambahkan dan menghasilkan yield terbesar
dilakukan oleh Aziz et al. (2012) dengan merubah adalah sebanyak 1 %-w. Larutan kemudian diaduk
variasi jumlah zeolit alam yang akan direndam ke dan dipanaskan pada suhu 60 ⁰C untuk terjadinya
dalam larutan HCl serta ukuran zeolit. Zeolit alam reaksi dengan memvariasikan waktu
sebanyak 12 g dihaluskan kemudian diayak pengadukannya; 15 menit diaduk dan 45 menit
menggunakan ayakan 50 mesh dan direndam ke didiamkan, 30 menit diaduk dan 30 menit
dalam 600 ml larutan HCl 6 N, setelah itu disaring didiamkan, dan 45 menit diaduk dan 15 menit
dan dicuci menggunakan aquadest hingga tidak didiamkan, selama didiamkan campuran hanya
ada Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO3. Zeolit dipanaskan tanpa pengadukan. Kemudian larutan
alam dikeringkan di dalam oven dengan suhu 130 dimasukkan ke dalam corong pisah dengan waktu
⁰C selama 3 jam. steady atau waktu didiamkan yang tetap yaitu 6
jam untuk memisahkan lapisan yang terbentuk
setelah reaksi. Percobaan dilakukan dengan 3 kali
Menghitung Densitas pengulangan. Menurut Akbar (2006), hasil reaksi
Ditimbang piknometer kosong, kemudian yang terbentuk berupa dua fasa yaitu lapisan atas
dimasukkan sampel dan ditimbang kembali untuk metil ester berwarna kuning bening, sedangkan
mengatahui densitasnya dengan menggunakan lapisan bawah berwarna kuning dengan sedikit
rumus : lebih pekat. Kedua lapisan itu kemudian
dipisahkan untuk dihitung yield-nya menggunakan
rumus :

Dengan ρ adalah densitas (g/mL), w1 adalah berat


piknometer kosong (g), w2 adalah berat Dimana w1 adalah berat lapisan atas yang berupa
piknometer dengan sampel (g) dan Vp adalah biodiesel (g) dan w2 adalah berat lapisan bawah
volume piknometer (mL). yang berupa gliserin (g).

Menghitung Viskositas
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Cairan yang akan diuji viskositasnya dimasukkan
Pengaruh Variasi Waktu Pengadukan
ke dalam viskometer ostwald. Cairan kemudian
Terhadap Yield Biodiesel
disedot naik menggunakan bulp hingga mencapai
garis, kemudian dihitung waktu cairan untuk turun. Dari hasil percobaan dengan perbandingan berat
Kemudian dihitung menggunakan rumus : campuran 4:1 (minyak goreng : metanol),
didapatkan yield lapisan atas (biodiesel) yang
relatif rendah dibandingkan dengan perbandingan
berat campuran 1:4 (minyak goreng : metanol), hal
ini disebabkan karena metanol bertindah sebagai
penyuplai gugus metil dalam pembuatan biodiesel,
Dimana µk adalah viskositas kinematik (cSt), jadi semakin sedikit jumlahnya maka yield
C adalah konstanta Ostwald (0,4994 cSt/s) biodiesel pun akan menurun. Pada perbandingan
dan t adalah waktu (t). berat campuran 4:1 (minyak goreng : metanol),
didapatkan yield yang paling besar pada waktu
pengadukan 30 menit dan didiamkan 30 menit
Pembuatan Biodiesel
yaitu 7,089 %. Angka itu menurun turun kembali
Minyak goreng bekas disaring untuk pada waktu pengadukan 45 menit dan didiamkan
menghilangkan kotoran-kotoran yang tersisa dari 15 menit yaitu sebesar 6,988 %. Pada
penggorengan. Setelah bersih minyak goreng perbandingan berat campuran 1:4 (minyak goreng :
kemudian dihitung densitasnya menggunakan matanol), didapatkan yield terbesar saat waktu
piknometer. Dihitung juga densitas metanol pengadukan 15 menit dan didiamkan selama 45
menggunakan piknometer. Setelah itu minyak menit yaitu sebesar 76,844 %. Pada waktu
goreng bekas dan metanol dimasukkan ke dalam pengadukan 30 menit dan didiamkan 30 menit,
labu erlenmeyer dengan perbandingan berat yield-nya turun menjadi 76,117 %.
campuran 4:1 (minyak goreng : metanol) dan 1:4
(minyak goreng : metanol). Zeolit alam
ditambahkan dengan konsentrasi 1 %-w larutan,
karena berdasarkan penelitian yang dilakukan Aziz

Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2, Desember 2017


Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan

Tabel 1.1 Perbandingan yield lapisan atas didapatkan dari penelitian ini disajikan pada tabel
(biodiesel) 1.2 di bawah.

Perbandingan Tabel 1.2 Densitas lapisan atas (biodiesel)


(minyak Waktu Yield
Pengadukan (%) Perbandingan
goreng :
(minyak Variasi Densitas
metanol)
goreng : Pengadukan (g/L)
15 menit 5,8704 metanol)
4:1 30 menit 7,0892 15 menit 0,7873
45 menit 6,9884 4:1 30 menit 0,7893
15 menit 76,8436 45 menit 0,7850
1:4 30 menit 76,1173 15 menit 0,7767
1:4 30 menit 0,7767
45 menit 76,2847
45 menit 0,7770

Setiawati (2012) juga melakukan penelitian Dari hasil didapatkan, rata-rata densitas lapisan
tentang pembuatan biodiesel dengan 3 variasi atas yang berupa biodiesel lebih rendah
waktu pengadukan yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 dibandingkan dengan standar SNI untuk biodiesel,
menit, sambil dipanaskan dengan suhu 65 ⁰C, yaitu untuk densitas biodiesel seharusnya berkisar
waktu settling 1 jam dan katalis berupa NaOH. antara 0,85 – 0,89 g/L, sedangkan rata-rata
Kadar ester yang didapatkan besar berkisar antara densitas yang didapatkan dari penelitian ini hanya
95 sampai 97%, paling tertinggu pada rentan 0,78 g/L.
waktu reaksi 60 menit. Pada penelitian Aziz et al.
(2012), menggunakan katalis zeolit alam
teraktivasi sebagai katalis pada pembuatan Tabel 1.3 Densitas lapisan bawah
biodiesel dari minyak goreng bekas, dengan (gliserin)
memvariasi waktu reaksi yang meliputi Perbandingan
pengadukan dan pemanasan pada suhu 60 ⁰C serta (minyak Variasi Densitas
waktu settling tetap selama 8 jam, didapatkan hasil goreng : Pengadukan (g/L)
yield pada 1 jam pertama reaksi sebesar 6%. metanol)
Kemudian saat 3 jam reaksi kenaikan yield tidak
begitu besar. Pada 5 jam reaksi tingkat yield naik
15 menit 0,8883
hingga 12% kemudian menurun pada jam 4:1 30 menit 0,8893
berikutnya. Dari kedua penelitian itu dapat dilihat 45 menit 0,8855
kalau penggunaan zeolit alam teraktivasi yang 15 menit 0,8860
merupan katalis homogen tidak menghasilkan 1:4 30 menit 0,8904
yield yang besar, tidak seperti penggunaan katalis 45 menit 0,8896
heterogen seperti NaOH. Seperti pada penelitian
ini, dengan perbandingan yang sama yaitu 1:4
(minyak goreng : metanol), didapatkan yield yang Untuk lapisan bawah didapatkan rata-rata densitas
tidak begitu besar hanya berkisar 76%, dan hasil yang sama yaitu 0,8882 g/L, lebih rendah
yield lebih rendah dibandingkan perbandingan 4:1 dibandingkan dengan densitas gliserin yaitu 1,23
(minyak goreng : metanol). Pada penelitian ini g/L.
dapat dilihat kalau memvariasikan waktu
pengadukan tidak begitu berpengaruh besar Pengaruh Variasi Pengadukan Terhadap
terhadap yield yang dihasilkan. Viskositas Kinematis
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan
Pengaruh Variasi Waktu Pengadukan fluida yang diubah baik dengan tekanan maupun
Terhadap Densitas tegangan. Pada masalah sehari-hari (dan hanya
Massa jenis (densitas) adalah pengukuran massa untuk fluida), viskositas adalah Ketebalan atau
setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa pergesekan internal. Oleh karena itu, air yang tipis,
jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa memiliki viskositas lebih rendah, sedangkan madu
setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap yang tebal, memiliki viskositas yang lebih tinggi.
benda merupakan total massa dibagi dengan total Sederhananya, semakin rendah viskositas suatu
volumenya (Julianto, 2012). Data densitas yang fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida
tersebut (Massey 1983). Viskositas yang

Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2, Desember 2017


Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan

didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai DAFTAR PUSTAKA


berikut :
Affandi, F., Hadisi, H., 2011, Pengaruh Metode
Tabel 1.4 Viskositas kinematis lapisan atas Aktivasi Zeolit Alam Sebagai Bahan Penurun
(biodiesel) Temperatur Campuran Beraspal Hangat, Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.
Perbandingan
Viskositas Akbar, Riswan, Karakteristik Biodiesel Dari
(minyak Variasi Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil
Kinematis
goreng : Pengadukan Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil, diakses 31
(cSt)
metanol) Maret 2016, http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
15 menit 0,5329 Undergraduate-15905-4207100091-Paper.pdf.
4:1 30 menit 0,5329 Aziz, I., 2007, Kinetika Reaksi Transesterifikasi
45 menit 0,4994 Minyak Goreng Bekas, Valensi, Vol.1, No.1.
15 menit 0,4162 Aziz, I., Nurbayti, S., Rahman, A., 2012,
1:4 30 menit 0,4495 Penggunaan Zeolit Alam sebagai Katalis dalam
45 menit 0,3662 Pembuatan Biodiesel, Valensi Vol. 2 No. 4, 511-
515.
Dari hasil percobaan didapatkan rata-rata Buchori, L. dan Widayat, 2009, Pembuatan
viskositas kinematis lapisan atas yang berupa Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan
biodiesel sebesar 0,4662 cSt, ini lebih rendah Proses Catalytic Cracking, Prosiding Seminar
dibandingkan standar yang ditentukan SNI yaitu Nasional Teknik Kimia Indonesia, Bandung.
memiliki viskositas kinematis antara 2,3 – 6,0 cSt). Darnoko, D. and Cheryan, M., 2000, Kinetics of
Palm Oil Transeterification in a Batch Reactor, J.
Sedangkan untuk lapisan bawah yang berupa Am.Oil Chem.Soc., 77, 1263-1267.
gliserin memiliki rata-rata viskositas kinematis Freedman, B., Butterfield, R.O., and Pryde, E.H.,
sebesar 14,3328 cSt. 1986, Transesterifikasi of Kinetic of Soybean Oil, J.
Am.Oil Chem.Soc., 63, 1375-1380.
4. KESIMPULAN Julianto, Arie, 2012, Densitas, diakses pada 6
April 2016, blogs.unpad.ac.id/ariejulianto/
2012/10/03/hello-world.
Dari penelitian yang sudah dilakukan, dengan Massey, B S, 1983, Mechanics of Fluids, Fifth
memvariasikan waktu pengadukan dalam proses Edition, ISBN 0-442-30552-4.
pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas dan Setiawati, E., Edwar, F., 2012, Teknologi
metanol selama 1 jam dengan menggunakan Pengolahan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas
katalis zeolit alam teraktivasi menghasilkan yield Dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi
lapisan atas yang berupa biodiesel relatif kecil Sebagai Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel,
untuk perbandingan 4:1 (minyak goreng : metanol) Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 2, 2012, Hal.
yaitu hanya sekitar 6,6493 %, sedangkan untuk 117-127.
perbandingan 1:4 (minyak goreng : metanol) Sibarani, J. et al, 2007, Effect of palm empty bunch
didapatkan rata-rata yield yang relatif lebih besar ash on transesterification of palm oil into biodiesel,
yaitu 76,4152 %. Memvariasikan waktu Indo J. Chem Vol 7. No.3. Hal.314-319.
pengadukan tidak memberikan hasil yang Susanto, B.H., Nasikin, M., dan Sukirno, 2008,
signifikan dalam perubahan persen yield. Biodiesel Sintesis Pelumas Dasar Bio melalui Esterifikasi
yang didapatkan dari percobaan ini memiliki Asam Oleat menggunakan Katalis Asam
densitas dan viskositas yang rendah sehingga tidak Heteropoli/Zeolit, Prosiding Seminar Nasional
memenuhi standar SNI tentang biodiesel., yaitu Rekayasa Kimia dan Proses, Semarang.
0,78 g/L dan 0,4662 cSt tidak sesuai dengan
biodiesel yang memenuhi standar yaitu memiliki Susilowati, 2006, Biodiesel dari Minyak Biji
densitas berkisar antara 0,85 – 0,89 g/L dan Kapuk dengan Katalis Zeolit, Jurnal Teknik Kimia,
viskositas antara 2,3 – 6,0 cSt. Vol.1, No.1, hal 10-14.
Suwarsono, WP., Gani, I.Y, dan Kusyanto, 2008,
Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Ketapang yang
Berasal dari Pohon Ketapang Yang Tumbuh di
Kapus UI Depok, Valensi, vol.1, no.2, 44-52.

Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2, Desember 2017


Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan

Trisunaryanti, W., Triwahyuni, E., Sudiono, S.,


2005, Preparasi, Modifikasi Dan Karakterisasi
Katalis Ni-Mo/Zeolit Alam Dan Mo-Ni/Zeolit Alam,
TEKNOIN, Vol. 10, No. 4, 269-282.
U.S. Departement of Energy, 2011, Energy
Efficiency & Renewable Energi : Vehicle
Technologies Program, diakses 29 Maret 2016,
www.afdc.energy.gov/pdfs/ 47504.pdf.

Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2, Desember 2017


Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016 ISSN: 2548-1509

Analisis Korosivitas Biodiesel Yang Diproduksi dari Minyak


Goreng Bekas Terhadap Material Baja Karbon

Adhi Setiawan1*, Agung Nugroho2


1
Program Studi Teknik Pengolahan Limbah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2
Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111
*
adhistw23@gmail.com

Abstrak
Kemajuan teknologi di bidang industri dan transportasi mendorong konsumsi bahan bakar fosil semakin
meningkat sehingga persediannya akan semakin menipis dan berpotensi menimbulkan krisis energi di masa yang
akan datang. Selain itu, pembakaran dari bahan bakar fosil menjadi penyebab utama dari pencemaran udara. Hal
ini mendorong pengembangan energi alternatif terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Biodiesel adalah salah
satu energi alternatif terbarukan yang dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut namun pemakaian
biodiesel masih berpotensi menimbulkan korosi sehingga perlu dilakukan investigasi tentang penyebab dan
mekanisme korosi pada biodiesel khususnya pada baja. Bahan baku yang digunakan dalam sintesis biodiesel
yaitu minyak goreng bekas dan methanol dengan molar rasio 1:6. Reaksi transesterifikasi biodiesel dilakukan
pada suhu 70 oC dengan katalis NaOH dengan waktu reaksi dua dan tiga jam. Dari hasil uji GC-MS
menunjukkan bahwa kandungan FAME pada biodiesel yang ditrasesterifikasi selama 2 dan 3 jam masing-masing
sebesar 98,74% dan 98,41% dengan komponen yang terdiri dari metil palmitate, metil linoleat, metil oleat, dan
metil stearat. Besarnya laju korosi pada baja karbon pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 2 jam-30d-
30oC yaitu 0,0212 mpy sedangkan pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 3 jam-30d-70oC sebesar 0,79
mpy. Analisis XRD pada sample baja menunjukkan munculnya peak yang terdeteksi sebagai senyawa FeO,
Fe2O3, FeO(OH) dan Fe2O2CO3 sebagai akibat dari korosi.

Kata Kunci: Biodiesel, korosi, FAME, transesterifikasi, minyak goreng jelantah

PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi di bidang industri dan transportasi mendorong konsumsi bahan bakar fosil semakin
meningkat dengan cukup pesat sehingga persediannya semakin lama akan semakin menipis. Hal ini disebabkan
bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui sehingga sangat berpotensi
menimbulkan krisis energy dimasa yang akan datang (Jin dkk, 2015). Selain itu pembakaran bahan bakar fosil
menyebabkan masalah bagi lingkungan terutama meningkatkan polusi udara. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk menemukan energy alternative terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil di masa mendatang
sehingga dapat menurunkan angka konsumsi dari bahan bakar fosil. Salah satu bentuk energy terbarukan yang
disintesis dari minyak nabati adalah biodiesel. Indonesia merupakan negara yang menghasilkan produksi minyak
sawit yang melimpah sekitar 7 juta ton/tahun sehingga berpotensi mengembangkan produksi biodiesel dari
minyak sawit (Sibua dan Poshman 2003). Hasil produksi minyak sawit tersebut sebagian diekspor ke pasar
internasional sedangkan sebagian lainnya digunakan sebagai bahan baku produksi minyak goreng.
Pemakaian minyak secara berulang-ulang secara langsung akan menurunkan kualitas dari minyak goreng
yang ditandai perubahan warna minyak dari kuning jernih hingga kecoklatan. Dalam kondisi demikian minyak
harus dibuang karena menurunkan mutu penggorengan bahkan berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
Namun membuang limbah minyak goreng bekas dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan (Charpe
dkk, 2011). Oleh karena itu, dengan memanfaatkan limbah minyak goreng bekas sebagai sumber energy
alternative biodiesel diharapkan dapat menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan serta kesehatan.
Pada dasarnya biodiesel merupakan fatty acid methyl esters (FAMEs). Biodiesel dapat disintesis
melalui esterifikasi asam lemak bebas atau transesterifikasi trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati
(Leung dkk, 2010). Produksi biodiesel dari minyak goreng bekas dapat menjadi solusi terhadap ketergantungan
pemakaian bahan bakar fosil. Namun disisi lain kualitas dari biodiesel yang diproduksi dari limbah minyak
goreng harus ditingkatkan. Biodiesel memiliki kandungan komponen saturated ester dan unsaturated ester yang
cenderung bersifat tidak stabil, sensitive terhadap cahaya, suhu, dan ion logam (Jain dkk, 2011). Bila
dibandingkan dengan diesel, biodiesel memiliki kandungan uap air, asam organic, aldehid, dan peroksida, keton,
dan ester yang menyebabkan korosi pada sistem bahan bakar (Fazal dkk, 2014). Beberapa bagian dari mesin
diesel dibuat dari baja karbon seperti tangki bahan bakar, saluran bahan bakar, sistem injeksi sehingga berpotensi
terserang korosi apabila kandungan impurities dalam biodiesel tinggi (Haseeb dkk, 2011).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan biodiesel bersifat lebih korosiv dibandingkan
dengan bahan bakar diesel biasa namun memberikan lubrikasi pada mesin yang lebih baik dibandingkan dengan
bahan bakar diesel (Haseeb dkk, 2011). Park dkk melaporkan bahwa penggunaan bioethanol yang dicampur
dengan gasoline dapat meningkatkan ketahanan korosi pada paduan aluminium dengan metode analisis elektro
impedance spectroskopi. Savita kaul mempelajari korosi pada mesin diesel dan menemukan bahwa kandungan
belerang dalam biodiesel menjadi penyebab utama timbulnya serangan korosi.
Pada penelitian ini difokuskan untuk mempelajari pengaruh biodiesel yang disintesis oleh limbah minyak
goreng terhadap korosi pada baja karbon yang belum dipelajari oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pemilihan
material baja karbon sebagai pertimbangan bahwa hampir seluruh bagian mesin diesel dibuat dari material baja
karbon. Dengan mengetahui korosivitas pada biodiesel pada baja karbon diharapkan memberikan informasi bagi
peneliti untuk meningkatkan kualitas produk biodiesel sehingga kandungan impurities penyebab terjadinya
korosi dapat dihilangkan serta dapat dikembangkan metode pencegahan korosi yang ditimbulkan pada
pemakaian biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas

METODOLOGI
Sintesis biodiesel dawali dengan tahap perlakuan awal umumnya ditujukan untuk mengurangi kandungan
air dan asam lemak bebas di dalam bahan baku minyak. Untuk menghilangkan kandungan air di dalam minyak
dapat dilakukan pemanasan pada suhu 100 o C. tahap selanjutnya dilakukan filtrasi untuk memisahkan pengotor
yang tersuspensi di dalam minyak jelantah sehingga diperoleh minyak goreng yang jernih dan transparan.
Sintesis biodiesel dilakukan mereaksikan 1,5 gr NaOH (Merck) dengan 100 ml metanol (Merck) agar
terbentuk larutan natrium metoksida. Larutan trigliserida selanjutnya direaksikan dengan larutan metoksida pada
rasio molar 6:1 disertai dengan pengadukan pada 200 rpm dan pemanasan pada suhu 60 oC selama 2 jam.
campuran dipindahkan ke dalam corong pisah kemudian didiamkan selama 24 jam sehingga akan terbentuk
lapisan gliserol dan lapisan biodiesel. Setelah proses tersebut selesai dilanjutkan dengan memisahkan lapisan
biodiesel dan gliserol. Biodisel yang terbentuk dicuci dengan aquadest untuk memisahkan sisa NaOH dan sabun
yang merupakan hasil samping dari reaksi transesterifikasi. Melakukan filtasi pada biodiesel dengan kertas
saring untuk memisahkan pengotor dilanjutkan dengan menguapkan sisa air yang terdistribusi dalam biodiesel
pemanasan pada suhu 105 oC. Melakukan metode yang sama dengan sebelumnya namun dengan waktu
tranesterifikasi selama 3 jam.
Biodiesel yang telah disintesis dari minyak goreng bekas dan telah mengalami trasnesterifikasi
selanjutnya dianalisis beberapa karakteristiknya seperti densitas dan serta kandungan FAME nya dengan
menggunakan GC-MS .Pengujian korosi dilakukan menggunakan metode uji celup berdasarkan ASTM G-31.
Dalam pengujian ini plat baja dipotong dengan dimensi 15 x 15 x 1 mm. Sebelum dilakukan uji pencelupan
potongan logam tersebut diabrasi dengan menggunakan kertas gosok berukuran 600 grit untuk membersihkan
kotoran dan kerak korosi pada permukaan logam uji tersebut. Selanjutnya setelah diabrasi logam uji dibersihkan
dan dibilas dengan aceton. Setelah dicuci logam uji dikeringkan di dalam oven untuk menghilangkan sisa pelarut
dengan suhu pengeringan 60 oC selama 3 jam dilanjutkan dengan penimbangan. Setelah logam uji ditimbang
dilanjutkan dengan pencelupan logam uji pada biodiesel dalam wadah beaker glass 600 ml selama waktu 30 hari
dengan variasi suhu sebesar 30 oC dan 70 oC. Setelah uji pencelupan dilakukan pembersihan dan penimbangan
untuk mengetahui besarnya massa yang hilang akibat korosi. Besarnya laju korosi dihitung dengan persamaan
berikut:
m
CR(mmy)  8,76
TS
(1)
Dimana CR dinyatakan dalam mpy, Δm adalah berat yang hilang (g), D adalah densitas (g/cc), T adalah
waktu celup (h) dan A adalah luas area logam uji (m2).
Morfologi dari logam uji setelah mengalami korosi di uji dengan menggunakan Scanning Electron
Microscope (SEM) Phenom Dekstop. Produk korosi pada permukaan baja dianalisa dengan XRD (X-ray
Diffraction) Philips 30mA, X-ray 40 kV.

2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil eksperimen menunjukkan bahwa biodiesel dapat disintesis dengan menggunakan bahan bahan
baku minyak goreng bekas rasio molar antara trigliserida dan metanol sebesar 1:6 dengan menggunakan katalis
berupa NaOH. Berdasarkan uji densitas menunjukkan bahwa biodiesel yang disintesis dengan waktu reaksi 2
jam dan 3 jam masing-masing memiliki densitas sebesar 0,879 g/ml dan 0,867 g/ml. Dari pengujian sample
biodiesel dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatograpy-Mass Spectrofotometry) pada gambar 1 dan
menunjukkan bahwa biodiesel mengandung komponen Fatty Acid Metil Ester (FAME) yang ditandai dengan
munculnya peak pada waktu retensi 39,82 menit, 43,43 menit, 43,85 menit, dan 44,34 menit untuk waktu reaksi
2 jam. Pada gambar 2 sedangkan pada waktu transesterifikasi selama 3 jam komponen FAME muncul pada
waktu retensi 39,78 menit, 43,41 menit, 43,8 menit, dan 44,32 menit. Perbedaan waktu retensi menunjukkan
bahwa setiap komponen FAME dalam biodiesel memilki kecepatan difusi yang berbeda sehingga komponen
FAME dengan kecepatan difusi lebih besar akan terdeteksi terlebih dahulu. Selain itu hasil analisa dengan Mass
Spectrofotometry menunjukkan bahwa komponen biodiesel tersusun dari FAME yang terdiri dari metil
palmitat,metil linoleat, metil oleat, dan metil stearat dengan komposisi yang dapat diamati pada table 1.

Gambar 1 Kromatogram biodiesel pada waktu transesterifiksi selama 2 jam

Gambar 2 Kromatogram biodiesel pada waktu transesterifiksi selama 3 jam

Tabel 1. Komponen FAME dalam biodiesel


Komponen FAME Kandungan FAME (% wt)
Transesterifikasi 2 jam Transesterifikasi 3 jam
Metil palmitat 30,08 31,31
Metil linoleat 14,64 14,3
Metil oleat 46,11 45,54
Metil stearat 7,91 7,2

Kandungan total FAME pada biodiesel yang disintesis dengan menggunakan waktu reaksi 2 jam dan 3
jam masing-masing sebesar 98,74 % dan 98,41% dengan komponen penyusun terbesar berupa metil oleat.
Perbedaan ini disebabkan meningkatnya waktu reaksi hingga mencapai waktu transesterifikasi 3 jam
menyebabkan terjadinya reaksi reversible dari esterifikasi bergeser ke arah kiri sehingga akan menurunkan
konversi dan menurunkan produk biodiesel yang telah terbentuk.
Tingkat korosivitas dari biodiesel yang telah terbentuk melalui waktu reaksi selama 2 jam dan 3 jam di uji
dengan menggunakan teknik immersi dengan menggunakan logam berupa baja karbon. Dari hasil uji immersi
diperoleh bahwa laju korosi pada baja karbon yang tercelup dalam biodiesel dengan waktu esterifikasi 2jam-30d-
30oC sebesar 0,0212 mpy sedangakan laju korosi dalam biodiesel dengan waktu esterifikasi 2jam-30d-70oC
sebesar 0,790 mpy. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya suhu biodiesel akan meningkatkan
laju korosi pada baja karbon. Hal ini disebabkan pada suhu yang tinggi proses oksidasi dari komponen pada
biodiesel, oksigen, dan atom oksigen yang ada pada biodiesel mengarah menuju terbentuknya oksida metal (Li
dan Fang, 2009)

3
(a) (b)

Gambar 3. Morfologi baja karbon (a) setelah kontak dengan biodiesel 2H pada 30d-30oC (b) setelah kontak
dengan biodiesel 3H pada 30d-70oC

Fe
3h-30d-70
Intensity [a.u]

Fe O CO
FeO(OH)

FeO(OH)
223

Fe
Fe O
23
FeO
Fe O
23

FeO

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

2
Gambar 4 XRD baja karbon setelah kontak dengan biodiesel 3H pada 30d-70oC

Gambar 3. Menunjukkan SEM dari permukaaan baja karbon yang terserang korosi akibat kontak dengan
biodiesel. Serangan korosi pada baja karbon tersebut tersebar secara merata pada seluruh permukaan baja
ditandai dengan terbentuknya lubang (pit) yang berwarna gelap akibat proses korosi. Meningkanya temperature
fluida akan mengarah pada meningkatnya ukuran lubang (pit) pada baja karbon. Hal ini disebabkan laju korosi
baja karbon semakin meningkat apabila suhu ditingkatkan semakin. Selain itu, sebagian produk oksidasi berupa
ion Fe akan larut ke dalam biodiesel atau terdeposit pada permukaan logam sehingga akan bereaksi dengan asam
lemak bebas dalam biodiesel membentuk garam asam lemak pada permukaan logam baja. Berikut reaksi yang
terjadi selama proses korosi baja karbon
Fe + 3O2 → 2Fe2O3
Fe2O3 + 6R’COOH → 2Fe(R’COO)3 + 3H2O
2R’COOH + Fe → Fe(R’COO)2 + H2

Oleh karena itu, berdasarkan reaksi diatas memungkinkan berat logam akan berkurang setelah uji
immersi. Hal ini disebabkan sebagian ion logam akan terlarut pada biodiesel sehingga menyebabkan warna
biodiesel akan berubah dari kuning jernih menjadi kecoklatan. Adanya senyawa oksida yang terbentuk dari
korosi dapat ditunjukkan dari grafik XRD pada gambar 4 yang menunjukkan adanya senyawa FeO, Fe 2O3,
FeO(OH) dan Fe2O2CO3 sebagai akibat dari korosi.
KESIMPULAN
Biodiesel mengandung komponen Fatty acid metil ester (FAME) yang berpotensi menyebabkan korosi
pada logam baja karbon. Tingkat korosivitas dari baja karbon di dalam biodiesel terutama sangat dipengaruhi
oleh faktor suhu dari biodiesel. Dengan meningkatnya suhu biodiesel menyebabkan laju korosi pada baja karbon
akan semakin tinggi. Besarnya laju korosi pada baja karbon pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 2
jam- 30d-30oC yaitu 0,0212 mpy sedangkan pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 3 jam- 30d-70oC

4
sebesar 0,79 mpy. Hasil XRD menunjukkan bahwa produk korosi baja karbon oleh biodiesel berupa FeO,
Fe2O3, FeO(OH) dan Fe2O2CO3
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) yang telah
mendanai penelitian ini melalui skema DIPA PPNS tahun 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Charpe, T.W., Rathod, V.K., .2011. Biodiesel production using waste frying oil, Waste Management ,31, pp. 85–
90
Fazal MA, Jaceria MR, Haseeb ASMA,. 2014. Effect of copper and mild steel on the stability of palm biodiesel
properties: a comparative study, J. Ind Crops Prod, 58, pp. 8-14
Haseeb ASMA, Fazal M.A. 2011. Jahirul MI, Masjuki HH. Compatibility of auto-motive materials in biodiesel:
a review. J. Fuel, 90, pp. 922-931
Jain S, Sharma MP, .2011. Correlation development for effect of metal contaminantson the stability of Jatropha
curcas biodiesel, J. Fuel, 90, pp. 2045-2050
Jin, Dingfeng., Zhou, Xuehua., Wu, Panpan., Jiang, Li., Ge, Hongliang. 2015. Corrosion behavior of ASTM
1045 mild steel in palm biodiesel, J. Renewable Energy,81, pp. 457-463
Liu J, Fang Y. 2009. The dissolved oxygen on the corrosion of 20R steel by biodiesel. J. Corrosion Protection
2009, 30, pp. 711-3
Sibuea dan Posman. 2003. Pengembangan Industri Biodisel Sawit, www.kcm.com, 10 Oktober 2007

5
Jurnal Material dan Energi Indonesia
Vol. 07, No. 01 (2017) 9-18
© Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran

PENGARUH SUHU DALAM PROSES TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN


BIODIESEL KEMIRI SUNAN (Reautealis trisperma)

ASRI WIDYASANTI†, SARIFAH NURJANAH, TUBAGUS MUHAMAD GILANG SINATRIA


Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran
Jl. Bandung Sumedang km 21, Jatinangor, Sumedang, 45363

Abstrak. Biodiesel dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan bahan bakar fosil. Biodiesel bersifat
ramah lingkungan karena dibuat dengan bahan baku alami. Bahan baku pembuatan biodiesel pada penelitian
ini adalah kemiri sunan (Reautealis trisperma). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu terbaik dan
pengaruh suhu yang digunakan dalam proses transesterifikasi biodiesel tersebut. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali pengulangan dan lima variasi
suhu yang digunakan, yaitu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C. Karakteristik biodiesel kemiri sunan tersebut
lalu dibandingkan dengan standar SNI 04-7182-2006. Karakteristik yang diamati adalah rendemen parsial,
rendemen total, densitas, kadar air, bilangan asam, viskositas dan bilangan iod. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa biodiesel kemiri sunan terbaik memiliki karakteristik rendemen total, densitas, kadar air,
bilangan asam, viskositas dan bilangan iod secara berturut-turut adalah 6,55%; 1,036 g/ml; 0%(bb); 0,862
mgKOH/g; 6,241 cSt dan 32,11 gI2/100g. Biodiesel kemiri sunan tersebut dihasilkan dari proses
transesterifikasi dengan suhu tertinggi 65°C.

Kata kunci: Biodiesel, Kemiri Sunan, Suhu Transesterifikasi


Abstract. Biodiesel can be used as an alternative fuel to replace the use of fossil fuel. Biodiesel is made from
natural raw material so that it has environtmentally friendly characteristics. The raw material of biodiesel
used in this study was Phillipnes tung (Reautealis trisperma). The objectives of the research was to
determine the best transesterification temperature and to investigate the effects of temperature in
transesterification processes to its characteristics. The method used was Completely Randomized Design
(CDR) with three replications. Various temperature of transesterification were 45°C, 50°C, 55°C, 60°C and
65°C. Characteristics of biodiesel observed were total yield, density, moisture content, acid value, viscosity
and iod value. Those characteristics were compared to Indonesian National Standard of Biodiesel SNI 04-
7182-2006. The results revealed that Phillipines tung biodiesel produced by transesterification process with
65°C was the best transesterification temperature. Meanwhile, the characteristics of biodiesel dealing with
total yield, density, moisture content, acid value, viscosity and iod value were 6,55%; 1,036 g/ml; 0% (w.b.);
0,862 mgKOH/g; 6,241 cSt dan 32,11 gI2/100g, respectively.
Keywords: Biodiesel, Phillipines Tung, Transesterification Time

1. Pendahuluan
Konsumsi bahan bakar dunia semakin meningkat dari tahun ke tahunnya karena terjadi
peningkatan jumlah penduduk dan semakin berkembangnya sektor industri. Bahan bakar yang
selama ini digunakan merupakan bahan bakar yang berbahan baku fosil, dimana bahan baku ini
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terbentuk, sehingga bahan baku ini termasuk bahan
yang tidak dapat diperbaharui.

Sektor industri menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsumsi bahan bakar, dimana pada
sektor industri umumnya mengkonsumsi bahan bakar solar untuk mesin-mesin diesel. Penggunaan
bahan bakar alternatif dapat mengurangi penggunaan bahan bakar berbahan baku fosil. Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif untuk solar. Biodiesel merupakan bahan bakar yang


email: asriwidyasanti@gmail.com
9
10 Asri Widyasanti dkk

menggunakan bahan baku minyak nabati. Salah satu bahan pertanian yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber minyak nabati untuk bahan baku biodiesel adalah kemiri sunan.

Pembuatan biodiesel kemiri sunan ini menggunakan dua tahap, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi. Variasi suhu dilakukan pada tahap transesterifikasi untuk mengetahui pengaruh
suhu pada biodiesel yang dihasilkan berdasarkan rendemen, densitas, kadar air, bilangan asam,
viskositas dan bilangan iod biodiesel tersebut. Biodiesel yang dihasilkan dianalisis dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dalam pembuatan biodiesel
kemiri sunan dan suhu terbaik untuk menghasilkan biodiesel kemiri sunan.

2. Eksperimen
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian eksperimental dengan analisis
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini mengamati satu faktor, yaitu suhu dengan
menggunakan tiga kali ulangan pada proses transesterifikasi. Suhu yang digunakan p ada penelitian
adalah 45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C. Biodiesel yang didapat dibandingkan dengan standar
Biodiesel SNI 04-7182-2006. Parameter yang dibandingkan adalah densitas, kadar air, bilangan
asam, viskositas, dan bilangan iod.

Bahan penelitian yang digunakan adalah minyak kasar kemiri sunan, KOH 0,1 N; larutan indikator
fenoltalein 1%; etanol 95%; larutan kloroform; larutan KI 20%; larutan Na 2S203 0,1 N; katalis
H2SO4, 1% w/w; metanol teknis dan aquadest. Adapun alat penelitian yang digunakan diantaranya
mesin pemecah cangkang kemiri sunan, oven konveksi, desikator, hydraulic press, corong pisah,
magnetic stirrer, termometer , waterbath, piknometer, dan viskometer Ostwald.

Pembuatan biodiesel kemiri sunan dimulai dengan tiga proses yaitu proses per siapan bahan, proses
reaksi esterifikasi dan proses reaksi transesterifikasi seperti berikut:
a. Proses Persiapan Bahan
Pada proses ini dilakukan pemecahan cangkang kemiri sunan untuk mendapatkan kernel kemiri
sunan. Selanjutnya kernel kemiri sunan diiris dan dikeringkan dengan oven hingga kadar airya
mencapai <7%. Kernel kemiri sunan disangrai terlebih dahulu sebelum dilakukan pengepresan
dengan hydraulic press secara manual. Hasil akhir yang diperoleh berupa minyak kasar kemiri
sunan.
b. Proses Esterifikasi
Proses esterifikasi dilakukan apabila minyak kasar kemiri sunan memiliki kadar asam lemak
bebas lebih dari 5% [10]. Sehingga proses esterifikasi dapat menurunkan kadar asam lemak
bebas. Metanol dan minyak kasar kemiri sunan dicampur dengan perbandingan molar 6:1 dan
dimasukkan kedalam beaker glass, selanjutnya campuran itu dipanaskan hingga 60 oC. Setelah
itu ditambahkan katalis H2SO4, 1% w/w dan direaksikan selama dua jam. Selanjutkan
campuran dipisahkan dengan corong pisah sehingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas
berupa metanol, air dan asam sulfat, sedangkan lapisan bawah berupa trigliserida.
c. Proses Transesterifikasi
Trigliserida hasil proses esterifikasi dipanaskan hingga 45 oC, selanjutkan dicampur katalis
KOH 1% w/w dan metanol sehingga terbentuk kalium metoksida. Pada suhu 50 oC kalium
metoksida dipanaskan dan diaduk dengan kecepatan putar 350 rpm selama 120 me nit.
Kemudian dilakukan tahapan pemisahan gliserol dari metil ester (biodesel) dengan corong
pisah. Biodiesel yang dihasilkan kemudian masuk ke tahap pencucian dengan aquades dengan
suhu 60-70 oC. Biodiesel selanjutnya dikeringkan pada 60oC selama 60 menit. Prosedur ini
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 11

juga diulang kembali trigliserida dengan pemanasan dengan suhu transesterifikasi 50°C, 55°C,
60°C dan 65°C.

3. Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Rendemen Biodiesel Minyak Kemiri


Sunan

Rendemen merupakan perbandingan antara berat akhir bahan setelah perlakuan dan berat awal
bahan sebelum perlakuan. Rendemen yang diamati dalam penelitian pengolahan kemiri sunan
menjadi biodiesel ini adalah rendemen parsial dan rendemen total. Pengamatan rendemen parsial
dan total ini bertujuan untuk mengetahui kadar bahan yang dihasilkan dari setiap proses yang
dilakukan dalam penelitian ini dan jumlah kebutuhan bahan baku buah kemiri sunan.

Rendemen Parsial

Rendemen parsial pada penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu rendemen pada proses
persiapan bahan, rendemen proses esterifikasi dan rendemen proses transesterifikasi. Dari
pegamatan rendemen ini dapat diketahui kadar bahan yang dihasilkan dari proses -proses tersebut.
Rendemen parsial pembuatan biodiesel kemiri sunan diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Rendemen Parsial Pembuatan Biodisesl Kemiri Sunan

Proses Berat Awal (gram) Berat Akhir (gram) Rendemen (%)


Persiapan bahan 695,80±0,07 70,00±0,01 10,06±0,01
Esterifikasi 70,00±0,01 68,83±0,60 98,34±0,86
Trans-esterifikasi
45°C 69,55±0,43 54,02±0,21 77,67±0,79
50°C 68,73±0,15 50,86±1,93 74,01±2,76
55°C 68,51±0,18 49,74±0,78 72,60±1,32
60°C 68,14±0,26 46,76±1,55 68,61±2,06
65°C 69,23±0,56 45,56±5,46 65,79±7,58

Rendemen parsial pada Tabel 1 menunjukkan kadar bahan yang dihasilkan pada setiap proses yang
dilakukan pada penelitian ini. Untuk proses persiapan bahan kadar minyak yang didapat dari buah
kemiri sunan adalah 10,06%. Rendemen tersebut merupakan rendemen total hasil perhitungan dari
rendemen parsial pada proses persiapan bahan. Dimana pada persiapan bahan terdapat proses
pengupasan buah, pengupasan biji, pengecilan ukuran kernel, pengeringan kernel, pengecilan
ukuran kernel setelah pengeringan dan pengepresan kernel. Pada proses esterifikasi kadar
trigliserida dan FAME yang didapat adalah 98,34%. Dan pada proses transesterifikasi pada suhu
45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C menghasilkan kadar biodiesel secara berturut-turut 77,67%;
74,01%; 72,60%; 68,61% dan 65,79%.

Rendemen Total
Rendemen total pada penelitian ini adalah perbandingan antara berat biodiesel kemiri sunan
dengan berat buah kemiri sunan. Lima variasi suhu yang pada proses transesterifikasi
menghasilkan lima jenis biodiesel kemiri sunan. Rendemen total yang didapat pada penelitian ini
diperlihatkan pada Tabel 2.
12 Asri Widyasanti dkk

Tabel 2. Rata-rata Rendemen Total Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi

Suhu Trans- Berat Buah Berat Biodiesel Rendemen


esterifikasi Kemiri Sunan Kemiri Sunan Total
(°C) (gram) (gram) (%)
45 695,73±0,10 54,02±0,21 7,76±0,03 cd
50 695,83±0,00 50,86±1,93 7,31±0,28bcd
55 695,79±0,06 49,74±0,78 7,15±0,11abc
60 695,83±0,00 46,76±1,55 6,72±0,22 ab
65 695,83±0,10 45,56±5,46 6,55±0,78 a

Keterangan: Nilai rendemen total yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak
berpengaruh nyata

Tabel 2 menunjukkan kadar biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan dari buah kemiri sunan. Ber at
buah kemiri sunan pada Tabel 8 merupakan rata-rata berat buah kemiri sunan yang dibutuhkan
untuk satu sampel biodiesel kemiri sunan. Dimana pada penelitian ini dibutuhkan 15 sampel
biodiesel, sehingga jumlah total kebutuhan biodiesel kemiri sunan adalah 10437,45 gram buah
kemiri sunan.

Proses transesterifikasi pada penelitian ini menghasilkan lima rendemen dari lima variasi suhu
yang digunakan. Lima variasi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi ini diduga
menyebabkan perbedaan rendemen yang didapat. Untuk itu dilakukan analisis RAL terhadap lima
variasi suhu yang digunakan dan rendemen yang didapat. Berdasarkan uji RAL, variasi suhu yang
digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh nyata pada rendemen yang
dihasilkan. Pengujian DMRT juga dilakukan pada rendemen total biodiesel kemiri sunan untuk
mengetahui lebih lanjut pengaruh dari perbedaan suhu yang digunakan.

Rata-rata rendemen total biodiesel kemiri sunan pada Tabel 2 menunjukkan suhu 45°C berbeda
nyata pengaruhnya dengan suhu 60°C dan 65°C. Begitu juga dengan suhu 50°C berbeda nyata
pengaruhnya dengan suhu 65°C. Sedangkan suhu 55°C tidak berbeda nyata pengaruhnya. Hal ini
dilihat dari huruf-huruf yang didapat dalam pengujian DMRT.

Dilihat dari penggunaan suhu terendah 45°C hingga suhu tertinggi 65°C, terjadi penurunan
rendemen yang dihasilkan. Penurunan rendemen ini tidak sesuai dengan penelitian lain dimana
rendemen akan meningkat saat suhu proses transesterifikasi ditingkatkan. Se makin tinggi suhu
pada proses transesterifikasi yang digunakan akan meningkatkan jumlah tumbukan efektif untuk
menghasilkan biodiesel. Sehingga semakin tinggi suhu yang digunakan dapat meningkatkan
rendemen biodiesel yang dihasilkan [3].

Ketidaksesuaian ini diduga karena masih terdapat kandungan air pada trigliserida hasil esterifikasi
minyak kemiri sunan. Dimana proses esterifikasi pada minyak kemiri sunan menghasilkan
trigliserida dan air. Kandungan air yang terdapat pada trigliserida kemiri sunan dapat bereaksi
dengan katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi sehingga dapat mempengaruhi jumlah
katalis. Selain dipengaruhi oleh suhu transesterifikasi yang digunakan, rendemen biodiesel juga
dapat dipengaruhi oleh rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan,
jenis alkohol yang digunakan, lama reaksi, kandungan air, kandungan asam lemak bebas dan
kandungan sabun [4].
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 13

Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Densitas Biodiesel Minyak Kemiri


Sunan
Nilai densitas suatu biodiesel dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan biodiesel tersebut.
Terdapat lima nilai densitas pada penilitian biodiesel kemiri sunan ini yang dihasilkan dari lima
variasi suhu yang digunakan saat proses transesterifikasi pembuatan biodiesel. Nilai biodiesel yang
didapat dari penelitian ini dengan lima variasi suhu, yaitu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C
diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Densitas Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan SNI

SNI 04-7182-2006
No. Suhu (°C) Densitas (g/ml)
(g/ml)
1 45 1,038 ± 0,001 b
2 50 1,038 ± 0,000 b
3 55 1,036 ± 0,001ab 0,85-0,89
ab
4 60 1,037 ± 0,000
5 65 1,036 ± 0,001 a
Keterangan: Nilai rendemen total yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak
berpengaruh nyata

Densitas biodiesel kemiri sunan berdasarkan Tabel 3 memiliki nilai yang berbeda -beda pada setiap
suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi. Berdasarkan uji analisis RAL, suhu yang
digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh sangat nyata pada densitas biodiesel.
Untuk mengetahui lebih lanjut dilakukan uji lanjutan DMRT.

Uji lanjutan DMRT yang dilakukan pada rata-rata densitas biodiesel kemiri sunan menunjukkan
suhu 45°C pada proses transesterifikasi berbeda nyata pengaruhnya dengan suhu 65°C. Selain itu,
suhu 50°C juga menunjukkan berbeda nyata pengaruhnya dengan suhu 65°C. Sedangkan suhu
yang lainnya tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut uji lanjutan DMRT yang dilakukan.

Densitas biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan lima variasi
suhu ini memiliki nilai yang berbeda-beda. Secara teori, semakin tinggi suhu suatu zat maka akan
semakin kecil densitas zat tersebut. Dimana semakin tinggi suhu zat tersebut, semakin bertambah
juga volume zat tersebut dengan massa yang tetap [8]. Biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini
tidak memiliki kualitas yang baik karena tidak memenuhi standar biodiesel SNI 04 -7182-2006.
Nilai densitas biodiesel menurut standar SNI tersebut adalah 0,85-0,89 g/ml pada suhu 40°C.
Biodiesel dengan densitas yang tidak memenuhi standar dapat menyebabkan kerusakan mesin,
dimana terjadi peningkatan keausan pada mesin dan emisi buangan [2]

Meningkatnya sebagian densitas biodiesel kemiri sunan pada saat suhu ditingkatkan ini diduga
karena masih terdapat kandungan gliserol di dalam biodiesel kemiri sunan tersebut. Dimana
gliserol memiliki nilai densitas yang tinggi yaitu 1,26 g/ml sehingga dapat mempengaruhi densitas
biodiesel kemiri sunan itu sendiri [5]. Proses pemisahan biodiesel dengan gliserol yang tidak
sempurna dapat menyisakan kandungan gliserol pada biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan.
Dimana pada penilitian ini proses pemisahan biodiesel dilakukan secara manual menggunakan
corong pisah.
14 Asri Widyasanti dkk

Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Kadar Air Biodiesel Minyak Kemiri
Sunan

Kandungan kadar air dalam biodiesel dapat mempengaruhi kualitas biodiesel. Biodiesel
berkualitas tinggi memiliki kandungan kadar air yang rendah. Menurut SNI 04 -7182-2006, batas
maksimal kadar air pada biodiesel adalah 0,05%. Kadar air basis basah biodiesel kemiri sunan
yang didapat dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar Air Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan standar SNI

No. Suhu (°C) Kadar Air (%) SNI 04-7182-2006 (%)


1 45 0,118±0,133a
2 50 0,017±0,029a
3 55 0,006±0,011a ≤0,05
4 60 0,000±0,000a
5 65 0,000±0,000a
Keterangan: Nilai kadar air yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak berpengaruh
nyata

Kandungan kadar air biodiesel kemiri sunan tidak sama pada lima suhu proses transesterifikasi.
Untuk mengetahui apakah perbedaan suhu yang digunakan berpengaruh nyata pada kadar air
biodiesel, maka dilakukan uji analisis RAL. Berdasarkan uji analisis RAL dan DMRT, suhu-suhu
yang digunakan pada proses transesterifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kadar
air biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan.

Kadar air biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini memenuhi standar SNI 04 -7182-2006. Pada
Tabel 4 menunjukkan kadar air biodiesel kemiri sunan mengalami penurunan saat suhu proses
transesterifikasi ditingkatkan. Sehingga semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kandungan air
yang terkandung pada minyak pun akan semakin banyak yang teruapkan. Perbeda an nilai titik
didih pada air dan biodiesel menyebabkan tidak terjadinya penguapan secara bersamaan. Air yang
memiliki titik didih lebih rendah akan teruapkan lebih cepat. Rendahnya kandungan kadar air
dalam biodiesel dapat mencegah terjadinya hidrolisis yang dapat meningkatkan kadar asam lemak
[9].

Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Bilangan Asam Biodiesel Minyak


Kemiri Sunan
Biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini dibuat dengan lima perbedaan suhu transesterifikasi.
Penggunaan lima suhu transesterifikasi ini menghasilkan biodiesel dengan bilangan asam yang
berbeda-beda. Bilangan asam pada biodiesel kemiri sunan yang dibuat dalam penelitian ini
diperlihatkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Bilangan Asam Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan Standar SNI
No. Suhu (°C) Bilangan Asam (mgKOH/g) SNI 04-7182-2006 (mgKOH/g)
a
1 45 0,945±0,137
2 50 1,008±0,161a
3 55 0,849±0,022a ≤0,80
4 60 0,847±0,128a
5 65 0,862±0,036a
Keterangan: Nilai bilangan asam yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak
berpengaruh nyata
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 15

Nilai bilangan asam yang dihasilkan dari proses transesterifikasi pembuatan biodiesel kemiri sunan
ini dilanjutkan dengan uji analisis RAL. Uji ini bermaksud untuk mengetahui apakah lima suhu
yang digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh nyata pada perbedaan nilai
bilangan asam yang dihasilkan. Hasil uji RAL dan DMRT menunjukkan bahwa perbeda an suhu
yang digunakan pada proses transesterifikasi tidak berpengaruh nyata pada bilangan asam
biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan.

Tabel 5 menunjukkan bilangan asam biodiesel kemiri sunan tidak memenuhi standar SNI 04 -7182-
2006. Hal ini diduga karena katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi tidak
bereaksi dengan sempurna. Apabila pada trigliserida kemiri sunan yang digunakan terdapat air sisa
proses esterifikasi, maka katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi akan menye rap
air dan tidak bekerja secara maksimal [6].

Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Viskositas Biodiesel Minyak Kemiri


Sunan
Pembuatan biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini menggunakan lima variasi suhu. Dimana
suhu terendah yang digunakan adalah 45°C dan suhu tertinggi yang digunakan adalah 65°C. Lima
variasi suhu tersebut digunakan pada proses transesterifikasi pembuatan biodiesel dan
menghasilkan biodiesel dengan viskositas yang berbeda-beda. Standar SNI 04-7182-2006
menunjukkan batas viskositas biodiesel yang baik adalah 2,3 cSt sampai 6,0 cSt. Viskositas
biodiesel kemiri sunan yang dibuat dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Viskositas Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan Standar SNI
No. Suhu (°C) Viskositas (cSt) SNI 04-7182-2006 (cSt)
1 45 5,908±0,087a
2 50 6,005±0,106a
3 55 5,976±0,162a 2,3 - 6,0
4 60 5,991±0,079a
5 65 6,241±0,252a

Keterangan: Nilai viskositas yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak berpengaruh
nyata

Nilai viskositas yang didapat dari lima variasi suhu transesterifikasi pada Tabel 6 dilakukan uji
RAL. Uji RAL ini bertujuan untuk mengetahui apakah lima variasi suhu yang digunakan
memberikan pengaruh nyata pada viskositas biodiesel atau tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan
hasil uji RAL dan DMRT yang dilakukan perbedaan suhu yang digunakan saat proses
transesterifikasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan.

Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel menyebabkan turunnya nilai viskositas


trigliserida yang digunakan. Hal ini dikarenakan berkurangnya berat molekul trigliserida yang
dikonversi menjadi metil ester [7]. Viskositas biodiesel kemiri sunan pada Tabel 6 menunjukkan
tiga perlakuan suhu proses transesterifikasi menghasilkan viskositas yang memenuhi standar SNI
04-7182-2006. Pada suhu proses transesterifikasi 50°C dan 65°C viskositas biodiesel tidak
memenuhi standar. Hal ini diduga karena proses konversi yang dibantu dengan katalis KOH tidak
bereaksi dengan baik.
Viskositas yang tidak memenuhi standar dapat mempengaruhi proses atomisasi bahan bakar pada
ruang bakar. Viskositas bahan bakar yang tinggi dapat menyebabkan bahan bakar teratomisasi
16 Asri Widyasanti dkk

menjadi tetesan yang lebih besar. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan deposit dan emisi bahan
bakar [9].

Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Bilangan Iod Biodiesel Minyak


Kemiri Sunan

Biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini menggunakan lima variasi suhu pada saat proses
transesterifikasi. Dimana suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah 45°C, 50°C, 55°C, 60°C
dan 65°C. Lima variasi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi menghasilkan bilangan
iod yang berbeda-beda. Untuk mengetahui pengaruh dari lima suhu yang digunakan pada
penelitian ini dilakukan pengujian RAL.
Biodiesel dengan kualitas yang baik menurut standar SNI 04-7182-2006 memiliki nilai bilangan
iod maksimal 115 gI 2/100g. Bilangan iod menunjukkan banyaknya iod yang diikat oleh asam
lemak tidak jenuh atau banyaknya ikatan rangkap [1]. Bilangan iod biodiesel kemiri sunan pada
penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bilangan Iod Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan Standar SNI
No. Suhu (°C) Bilangan Iod (gI2/100g) SNI 04-7182-2006 (gI2/100g)
1 45 35,54±0,64b
2 50 39,09±0,58c
3 55 42,38±0,93 ≤115
4 60 33,91±0,51b
5 65 32,11±0,68a

Keterangan: Nilai bilangan iod yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak berpengaruh
nyata

Hasil uji RAL menunjukkan bahwa variasi suhu yang digunakan saat proses transesterifikasi
memberikan pengaruh sangat nyata. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan suhu yang
memberikan pengaruh nyata pada bilangan iod biodiesel dilakukan uji lanjutan DMRT. Bilangan
iod pada Tabel 7 menunjukkan suhu perlakuan yang berbeda nyata pengaruhnya. Hal itu dapat
dilihat dari huruf yang mengikuti di belakang bilangan iod setiap suhu. Suhu 45°C p ada proses
transesterifikasi berbeda nyata pengaruhnya dengan suhu 50°C, 55°C dan 65°C. Sedangkan suhu
60°C tidak berbeda nyata dengan suhu 45°C pada proses transesterifikasi.

Penggunaan lima variasi suhu pada saat proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan
bilangan iod yang berbeda-beda. Hal ini dapat menunjukkan dengan perbedaan suhu yang
digunakan pada proses transesterifikasi dapat mempengaruhi jumlah ikatan rangkap dalam asam
lemak biodiesel sehingga terjadi perbedaan nilai bilangan iod biodiesel tersebut. Semakin tinggi
ketidakjenuhan pada suatu biodiesel, maka cloud point dan titik tuang akan semakin rendah. Tetapi
dengan tingginya ketidakjenuhan suatu biodiesel juga dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya
pembentukan asam lemak bebas [10].

Rekapitulasi Hasil Uji Fisiko Kimia Biodiesel Kemiri Sunan


Pengujian fisiko kimia yang dilakukan pada biodiesel kemiri sunan dalam penelitian ini adalah
rendemen, densitas, kadar air, bilangan asam, viskositas dan bilangan iod. Hasil uji fisiko kimia
biodiesel kemiri sunan ini lalu dibandingkan dengan standar fisiko kimia biodiesel berdasarkan
SNI 04-7182-2006. Selain itu, dilakukan juga analisis RAL fisiko kimia biodiesel kemiri sunan
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 17

terhadap variasi suhu yang digunakan. Rekapitulasi hasil terbaik uji dan analisis fisiko kimia
biodiesel kemiri sunan diperlihatkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil uji dan Analisis Fisiko Kimia Biodiesel Kemiri Sunan

Suhu (°C)
Karakteristik Standar
45 50 55 60 65
Rendemen
7,76 7,31 7,15 6,72 6,55 Rendemen tertinggi
(%)
Densitas
1,038 1,038 1,036 1,037 1,036 Densitas terendah
(g/ml)
Kadar air
0,118 0,017 0,006 0 0 Kadar air terendah
(%)
Bilangan asam
0,945 1,008 0,849 0,847 0,862 Bilangan asam terendah
(mgKOH/g)
Viskositas
5,908 6,005 5,976 5,991 6,241 Viskositas terendah
(cSt)
Bilangan iod
35,54 39,09 42,38 33,91 32,11 Bilangan iod terendah
(gI2/100g)

Ket: (Suhu transesterifikasi berpengaruh nyata)

(Nilai terbaik)

Tabel 8 menunjukkan nilai-nilai dari karakteristik fisiko kimia yang diuji pada penelitian ini
dengan lima variasi suhu. Berdasarkan Tabel 8 di atas, suhu terbaik yang digunakan saat proses
transesterifikasi pada penelitian ini adalah 65°C. Dimana pada suhu tersebut menghasilkan nilai
densitas, kadar air dan bilangan iod terendah. Selain itu, penggunaan suhu transesterifikasi 65°C
memberikan pengaruh nyata pada rendemen, densitas dan bilangan iod. Berdasarkan hasil tersebut,
suhu proses transesterifikasi tertinggi pada penelitian ini menghasilkan hasil terbaik.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan pada biodiesel kemiri sunan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji RAL yang dilakukan, variasi suhu yang digunakan pada proses
transesterifikasi kemiri sunan memberikan pengaruh nyata pada rendemen, biodiesel
kemiri sunan.
2. Variasi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh sangat
nyata pada densitas dan bilangan iod kemiri sunan
3. Kadar air, bilangan asam dan viskositas tidak dipengaruhi oleh variasi suhu yang
digunakan
4. Suhu terbaik yang digunakan pada proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel
kemiri sunan adalah 65°C.

Ucapan Terimakasih
Terimakasih kami sampaikan kepada Universitas Padjadjaran yang telah memberikan dukungan
dana pada penelitian Bioenergi dari Kemiri Sunan.
18 Asri Widyasanti dkk

Daftar Pustaka

1. Dewi, M. T. I. dan Hidajati, N., Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah Menggunakan
Adsorben Bentonit Teraktivasi. UNESA Journal of Chemistry. Vol 1, No. 2, 2012, 47-53
2. Nurdiansyah dan Redha, A., Efek Lama Maserasi Bubuk Kopra Terhadap Rendemen, Densitas
dan Bilangan Asam Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Transesterifikasi In Situ, Jurnal
Belian. Vol. 10, No. 2, 2011, 218-224
3. Prihanto, Antonius, Pramudono, B. dan Santosa, H., Peningkatan Yield Biodiesel dari Minyak
Biji Nyamplung melalui Transesterifikasi Dua Tahap, Jurnal Momentum. Vol 9, No. 2, 2013,
46-53.
4. Priyanto, U., Menghasilkan Biodiesel Jarak Pagar Berkualitas. Jakarta: Agromedia Pustaka,
2007.
5. Putra, R. P., Wibawa, Gria, A., Pantjawarni dan Mahfud, Pembuatan Biodiesel Secara Batch
dengan Memanfaatkan Gelombang Mikro, Jurnal Teknik ITS. Vol. 1, No. 1, 2012, 34-37.
6. Rahayu, M., Teknologi Proses Produksi Biodiesel, 2005. Diakses melalui
http://www.reocities.com/markal_bppt/publish/biofbbm/biraha.pdf pada tanggal 10 April 2016
pukul 16.48.
7. Santoso, Nidya, Pradana F. dan Rachimoellah, H. M., Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji
Kapuk Randu (Ceiba Pentandra) Melalui Proses Transesterifikasi dengan Menggunakan CaO
Sebagai Katalis, 2010. Diakses melalui http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23912-
2307100108-Paper.pdf pada tanggal 8 April 2016 pukul 16.48.
8. Setiorini, I. dan Zuhri, A. A., Massa Jenis Padat Bentuk Tak Kontinyu dan Zat Cair, Laporan
Seminar Fisika Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya, 2010.
9. Syamsidar, Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah, Jurnal Tekno Sains.
Vol 7, No. 2, 2013, 209-218.
10. Sudrajat, R., S. Yogie, D. Hendra dan D. Setiawan, Pembuatan Biodiesel Biji Kepuh dengan
Proses Transesterifikasi, Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 28, No. 2, 2010, 145-155.

Anda mungkin juga menyukai