Email: lisaadhani@gmail.com
Received: April 2016; Revised: Mei 2016; Accepted: Mei 2016; Available Online: Mei 2016
Abstrak
Minyak goreng bekas dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel tetapi kadar asam lemak
bebasnya (Free Fatty Acid, FFA) cukup tinggi. Untuk itu perlu dilakukan pretreatment berupa proses adsorpsi
untuk menurunkan kadar FFA. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum proses adsorpsi dan
menentukan kualitas biodiesel yang dihasilkan dari proses adsorpsi dan transesterifikasi. Zeolit alam yang
digunakan sebagai adsorben terlebih dahulu diaktivasi menggunakan ammonium klorida, dikalsinasi dan
dipanaskan sehingga didapatkan H-zeolit. Selanjutnya dilakukan optimasi proses adsorpsi meliputi waktu,
konsentrasi adsorben, suhu dan ukuran partikel. Minyak yang sudah di adsorpsi direaksikan dengan metanol dan
katalis KOH sehingga didapatkan biodiesel. Kondisi optimum adsorpsi didapatkan pada waktu 90 menit,
konsentrasi H-zeolit 12 %, suhu 90oC, dan ukuran partikel 0,2 mm yang mampu menurunkan kadar FFA dari
3,2% menjadi 1,1 %. Kualitas Biodiesel yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI 04-7182-2006 dengan nilai
kadar air 0,02%, massa jenis 857,60 kg/m3, bilangan asam 0,29 mg-KOH/g, bilangan iod 15,71, bilangan
penyabunan 168,02 dan indeks setana 75,62. Senyawa yang terkandung dalam biodiesel ini adalah metil 9-
oktadekanoat (49,45%), metil heksadekanoat (20,79%), dan metil 9,12-oktaekanoat (18,87%).
Abstract
Used cooking oil can be used as raw material for biodiesel, but the levels of free fatty acids (Free Fatty Acid,
FFA) is quite high. It is necessary for pretreatment in the form of the adsorption process to reduce levels of FFA.
This study aims to determine the optimal conditions of adsorption process and determine the quality of biodiesel
produced from adsorption processes and transesterification. Natural zeolites are used as adsorbents activated
beforehand using ammonium chloride, calcined and heated to obtain H-zeolite. Furthermore, the adsorption
process optimization includes the time, the adsorbent concentration, temperature and particle size. The oil that is
already in the adsorption catalyst is reacted with methanol and KOH to obtain biodiesel. The optimum
adsorption conditions obtained at the time of 90 minutes, the concentration of H-zeolite 12%, temperature 90 °
C, and a particle size of 0.2 mm that can lower FFA levels from 3.2% to 1.1%. Biodiesel produced meets the
quality requirements of SNI 04-7182-2006 with a water content of 0.02%, a density of 857.60 kg / m3, the acid
value of 0.29 mg-KOH / g, iodine number 15.71, saponification 168 , 02 and cetane index of 75.62. Compounds
contained in biodiesel are methyl 9-octadecanoic (49.45%), methyl heksadekanoat (20.79%), and methyl
9,12oktaekanoat 9.12 (18.87%).
DOI: http://dx.doi.org/10.15408/jkv.v2i1.3107
Copyright © 2016, Published by Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia,
P-ISSN: 2460-6065
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065
73
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065
74
Pembuatan Biodiesel dengan Cara Absorpsi dan Transesterifikasi Adhani et, al.
Pengaruh Suhu Adsorpsi terhadap Kadar Desorpsi terjadi akibat permukaan adsorben
FFA yang telah jenuh. Pada keadaan jenuh, jumlah
Parameter yang ketiga yang diuji adsorbat yang teradsorpsi akan terlepas dari
adalah pengaruh suhu. Waktu dan konsentrasi pori-pori adsorben sehingga laju adsorpsi
optimum digunakan sebagai parameter konstan menjadi berkurang. Berdasarkan hasil ini,
pada optimasi suhu yaitu pada waktu 90 menit diduga mekanisme adsorpsi didominasi oleh
dan konsentrasi 12%. Gambar 4 yang adsorpsi fisika.
menunjukkan pengaruh suhu terhadap kadar
FFA. Pengaruh Ukuran Partikel Adsorben
terhadap kadar FFA
Variabel keempat yang duji adalah
ukuran partikel H-zeolit. Variasi ukuran
partikel yang digunakan adalah 2 mm, 0.63
mm, dan 0.2 mm. Grafik hubungan antara suhu
adsorpsi dengan kadar FFA dilihat secara jelas
pada Gambar 5.
tebu dengan ukuran partikel paling kecil ini bebas akan bereaksi dengan metanol
mampu menurunkan kadar asam lemak bebas membentuk sabun (reaksi penyabunan). Sabun
yang terkecil hingga 0.0999% minyak jelantah. dapat membentuk emulsi dengan air dan
Selain kadar FFA yang berkurang, proses gliserin sehingga pemisahannya menjadi lebih
adsorpsi pada minyak goreng bekas juga sulit. Selain itu, pembentukan sabun juga
mengakibatkan warna pada minyak goreng mengurangi perolehan biodiesel. Produk
bekas semakin berkurang seiring dengan biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada
semakin kecilnya ukuran partikel pada Gambar 7.
adsorben. Menurut penelitian yang dilakukan
Pakpahan et al., (2013) efisiensi adsorpsi
merupakan fungsi luas permukaan adsorben,
dimana semakin besar luas permukaan
adsorben semakin besar pula kapasitas suatu
adsorben dalam mengadsorpsi suatu adsorbat.
Pengurangan warna yang paling efektif didapat
pada saat proses adsorpsi menggunakan
adsorben zeolit ukuran 0.2 mm, hal ini sesuai
dengan teori yang dinyatakan di atas. Gambar
6 menunjukkan hasil adsorpsi minyak goreng
bekas dengan berbagai variasi ukuran partikel
zeolite.
Karakterisasi Biodiesel
Analisis terhadap sifat fisik dan kimia
produk biodiesel dilakukan untuk menentukan
kualitas biodiesel yang kemudian
diperbandingkan dengan biodiesel sesuai
dengan standar SNI 04-7182-2006. Hasil
penelitian pembuatan biodiesel yang
didapatkan mempunyai sifat fisik dan kimia
Gambar 6. Warna minyak goreng bekas dengan ditunjukkan pada Tabel 1.
variasi ukuran zeolit
Tabel 1. Hasil analisa sifat fisika dan kimia
Parameter Biodisel hasil SNI
Proses Transesterifikasi penelitian
Pada dasarnya proses pembuatan Kadar air o 0.02 % 3 Maks. 0.05 % 3
Massa jenis 40 C 857.60 kg/m 850 – 890 kg/m
biodiesel pada penelitian ini adalah mengubah Angka asam 0.29 mg- Maks 0.8 mg-KOH/g
minyak goreng bekas kedalam bentuk ester. KOH/g
Bilangan 168.02 -
Untuk memperoleh ester, minyak goreng bekas penyabunan
hasil adsorpsi pada kondisi optimum (waktu, Bilangan iod 15.71 Maks. 115
konsentrasi, suhu, dan ukuran partikel) Angka setana 75.62 Min. 51
biodiesel
direaksikan dengan metanol (reaksi
esterifikasi), dan untuk mempercepat jalannya
reaksi maka ditambahkan katalisator yaitu Kadar Air
KOH. Rendemen biodiesel yang dihasilkan Berdasarkan Standar Nasional
pada penelitian kali ini menghasilkan Indonesia kadar air yang terkandung dalam
rendemen yang cukup tinggi yaitu sebsesar biodiesel maksimum 0.05%. Kadar air
93.64%. Rendemen biodiesel dari bahan baku merupakan salah satu tolak ukur mutu
minyak goreng bekas dipengaruhi oleh kadar biodiesel. Berdasarkan data yang ada pada
asam lemak bebas. Keberadaan asam lemak Tabel 4 kadar air yang terkandung di dalam
bebas akan mengakibatkan proses esterifikasi biodiesel berbasis minyak goreng bekas yang
tidak berjalan sempurna karena aam lemak telah diadsorpsi sebesar 0.02 %. Kadar air
77
Jurnal Kimia VALENSI, Vol 2, No. 1, Mei 2016 [71-80] P-ISSN : 2460-6065
yang terkandung di dalam biodiesel lebih dengan logam seperti besi, seng, timbal,
rendah bila dibandingkan dengan SNI sehingga mangan, kobalt, timah dan logam lainnya,
biodiesel lebih aman. Kandungan air yang dimana kejadian tersebut dapat mempercepat
tinggi dalam biodiesel yang digunakan sebagai kerusakan komponen mesin diesel.
bahan bakar juga dapat menyebabkan turunnya Bilangan Penyabunan
panas pembakaran, berbusa, bersifat korosif Angka penyabunan merupakan jumlah
jika bereaksi dengan sulfur karena akan miligram KOH yang diperlukan untuk
membentuk asam, dan memberi ruang bagi menyabunkan satu gram biodiesel. Dalam hal
mikroba untuk tumbuh sehingga akan menjadi ini akan terjadi reaksi antara KOH dengan
pengotor bagi biodiesel. metil ester. Parameter ini adalah ukuran dari
massa molekul relative rata-rata (panjang
Massa Jenis rantai) dari semua asam lemak yang terdapat
Massa jenis biodiesel (40 oC) yang dalam biodiesel. Angka penyabunan yang
dihasilkan sebesar 857.60 kg/m3. Jika diperoleh pada penelitian ini 168.02. Dari hasil
dibandingkan dengan standar SNI biodiesel, perhitungan, angka sabun biodiesel dari
biodiesel ini masuk dalam range yang masing-masing sampel telah sesuai dengan
ditetapkan. Nilai massa jenis pada suatu syarat mutu biodiesel menurut SNI-04-7182-
biodiesel menunjukkan bahwa nilai kalor dan 2006 sebesar < 500.
daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per
satuan volume bahan bakar. Menurut Peterson Bilangan iod
(2001), penggunaan katalis basa yang berlebih Hasil analisis pada Tabel 4
akan menyebabkan reaksi penyabunan. Hal ini memperlihatkan bahwa bilangan iod hasil
memungkinkan adanya zat pengotor seperti penelitian sebesar 15.71. Bilangan iod yang
sabun kalium dan gliserol hasil reksi tinggi merupakan sifat yang tidak
penyabunan, asam-asam lemak yang tidak menguntungkan untuk bahan bakar. Minyak
terkonversi menjadi metil ester (biodiesel), air, yang mengandung asam lemak tak jenuh
kalium hidroksida sisa, kalium metoksida (memiliki ikatan rangkap) dalam jumlah yang
ataupun sisa metanol yang menyebabkan tinggi akan mudah mengalami oksidasi ketika
massa jenis biodiesel menjadi lebih besar minyak tersebut mengalami kontak dengan
begitu sebaliknya jika penggunaan katalis basa oksigen. Karbon yang berikatan rangkap (π)
kecil menyebabkan massa jenis biodiesel dengan karbon yang lainnya akan berikatan
menjadi rendah. Massa jenis berkaitan dengan dengan oksigen akibat nilai kelektrogenatifan
nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh oksigen yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan
pembakaran persatuan volume bahan bakar. oleh sifat ikatan pi yang agak kuran stabil
Semakin besar nilai densitas menyatakan sehingga mudah diserang oleh atom atau
bahwa semakin banyak komponen yang molekul luar.
terkandung di dalamnya. Banyaknya Ketaren (2005) menjelaskan oksidasi
komponen yang terkandung dalam minyak biasanya dimulai dengan pembentukan
memperpanjang proses atomisasi komponen- peroksida dan hidroperoksida. Tingkat
komponen penyusun minyak saat pembakaran, selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak
sehingga meningkatkan nilai kalor hasil disertai dengan konversi hidroperoksida
pembakaran minyak. menjadi aldehid dan keton serta asam-asam
lemak bebas. Asam-asam lemak bebas inilah
Angka Asam yang akan menyebabkan korosi pada mesin
Berdasarkan hasil penelitian angka pembakar saat sampel minyak ini digunakan
asam pada biodiesel adalah 0.29 mg-KOH/g. sebagai bahan bakar.
Nilai ini memenuhi standar biodiesel menurut Adapun secara keseluruhan bilangan
SNI yaitu maksimal 0.8 mg KOH/g. Nilai iod yang terkandung dalam biodiesel hasil
angka asam yang kecil ini mengindikasikan penelitian tersebut masih memenuhi standar
bahawa asam lemak bebas sudah dapat SNI 04-7182-2006, yakni tidak melebihi nilai
dihilangkan melalui pretreatment (proses 115. Semakin tinggi nilai bilangan iod, akan
adsorpsi). Menurut Sangha et al., (2005) semakin tinggi pula jumlah asam lemak
menyatakan bahwa bilangan asam yang terlalu berikatan rangkap yang terkandung dalam
tinggi tidak dikehendaki, karena pada suhu minyak tersebut. Semakin banyak ikatan ganda
yang tinggi asam lemak bebas dapat bereaksi yang dimiliki dalam sampel memiliki potensi
78
Pembuatan Biodiesel dengan Cara Absorpsi dan Transesterifikasi Adhani et, al.
4. SIMPULAN
Las T. 1989. Use of Natural Zeolite for Nuclear
Kondisi optimum dalam proses Waste Treatment, Departement Chemistry
and Applied Chemistry, Salford
adsorpsi minyak goreng bekas sebagai bahan
University, UK (Mechlenbacher, V.C.
baku pembuatan biodiesel yaitu waktu reaksi 1960, The Analysis of Fats and Oils,
90 menit, konsentrasi zeolit 12%, suhu 90 oC, Garrard Press Publishers, Champaign, IL.
dan ukuran partikel 0.2 mm dengan kadar FFA
1.1%. Kualitas biodiesel yang dihasilkan Yusnimar. 2006. Pemanfaatan bentonit sebagai
dalam penelitian ini yang meliputi kadar air, adsorbent pada proses bleaching minyak
massa jenis, bilangan asam, bilangan iod dan sawit. Prosiding Nasional Teknik Kimia
bilangan penyabunan, memenuhi persyaratan Teknologi Oleo dan Ptetrokimia Industri
SNI 04-7182-2006. Hasil analisa GCMS ISSN : 1907-0500.
menunjukkan bahawa ada senyawa metil ester
Suarya P. 2008. Adsorpsi pengotor minyak daun
utama yang terkandung dalam biodiesel adalah
cengkeh oleh lempung teraktivasi asam.
metil 9-oktadekanoat (49.45%), metil Jurusan Kimia FMIPA Univeritas
heksadekanoat (20.79%), dan metil 9,12- Udayana, Bukit Jimbaran.
oktadekanoat (18.87%).
Suseno. 2010. Optimasi proses adsorpsi minyak
SARAN goreng bekas dengan adsorben zeolit alam.
Pada penelitian ini masih diperlukan Jurnal Kimia dan Teknologi. 6(1): 20-26.
langkah-langkah lanjutan, yaitu perlu adanya
Hidayat Y, Wibowo, Atmanto H, Sulistyowati.
variasi adsorben dalam menurunkan kadar
2010. Studi adsorpsi larutan gliserol
FFA yang terkandung dalam minyak goreng menggunakan ZAA sebagai model
bekas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel pemisahan gliserol pada limbah produksi
Biodiesel yang dihasilkan juga perlu diuji biodiesel. Jurnal Ekosains. II(3).
menggunakan mesin lebih lanjut untuk
mengetahui apakan biodiesel dapat digunakan Susantiani E. 2009. Pengaruh temperatur larutan
sebagai bahan bakar. terhadap adsorpsi ion Cd+2 dengan Co-Ion
Cu 2+ dalam berbagai konsentrasi oleh
arang sekam padi dengan metode batch.
DAFTAR PUSTAKA Skripsi, FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Aziz I. 2007. Pembuatan biodiesel dari minyak
goreng bekas dalam reaktor tangki
Ramdja AF, Febrina L, Daniel K. 2010. Pemurnian
berpengaduk. Valensi. 1(1): 19-23.
minyak jelantah menggunakan ampas tebu
sebagai adsorben. Jurnal Teknik Kimia.
Aziz I, Nurbaiti S, Ulum B. 2011. pembuatan
1(17).
produk biodiesel dari minyak goreng
bekas dengan cara esterifikasi dan
Pakpahan JF, Thomas T, Agnes H, Yusuf R. 2013.
transesterifikasi. Valensi. 2(2). 384-388.
Pengurangan FFA dan warna dari minyak
jelantah dengan adsorben serabut kelapa
Gerpen Vj. 2005. Biodiesel Processing And
dan jerami. Jurnal Teknik Kimia USU.
Production. Fuel Process Technol
2(1).
86.1097-1107
Sangha MK, PK Gupta, VK Thapar, Verma. 2005.
Ketaren S. 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan
Storage Studies on Plants Oil and Their
Lemak Pangan. Cetakan pertama. Jakarta.
Methyls Esters. College of Agricultural
UI press.
Engineering, Punyab Agricultural
University, India.
Setiadji AHB. 1996. Zeolite material unggulan
masa depan. Makalah Dalam Lokakarya
Nasional Kimia, Yogyakarta.
80
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017
Winny Andalia†
Program Studi Teknik Industri Universitas Tridinanti Palembang
Jl. Kapten Marzuki N0. 2446 Kamboja Palembang 30129
winnyandalia90@gmail.com
Irnanda Pratiwi
Program Studi Teknik Industri Universitas Tridinanti Palembang
Jl. Kapten Marzuki N0. 2446 Kamboja Palembang 30129
nanda101084@gmail.com
Abstrak
Selama krisis energi, harga minyak mentah mahal dan keprihatinan lingkungan telah
mendorong pemerintah dan masyarakat untuk menetapkan kebijakan energi nasional dengan
penekanan pada energi terbarukan seperti biodisel untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil
dan untuk meningkatkan keamanan energi negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memilih katalis mana yang terbaik diantara NaOH, KOH dan CaO berdasarkan kriteria-kriteria
yang digunakan dalam metode AHP(Analytical Hierarchy Process). Biodisel merupakan bahan
bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak nabati maupun lemak hewan
melalui reaksi transesterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memiliki keunggulan dibandingkan
dengan minyak diesel yaitu: merupakan sumber daya energi terbarukan, tidak bersifat toksik,
ramah lingkungan karena bahan baku tidak mengandung sulfur serta emisi rendah. Pada
penelitian ini setelah mendapatkan struktur hirarki dan mendapatkan hasil katalis mana yang
terbaik, lalu dilanjutkan pada pembuatan biodiesel reaksi transesterifikasi dari minyak kelapa
sawit (CPO). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa katalis terbaik dilihat dari segi
kualitas, harga dan kecepatan reaksi katalis yaitu pada katalis KOH (kalium hidroksida) dengan
nilai Overall Composite Weight sebesar 0.472. Sedangkan berdasarkan analisa hasil pembuatan
biodiesel secara kualitatif menggunakan katalis KOH didapatkan nilai FFA sebesar 0,3072%,
Angka asam sebesar 0,02244, Densitas sebesar 0,8945, Viskositas sebesar 4,5684 cst, dan
konversi tertinggi yaitu 95,6%.
† Corresponding Author
81
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017
kelapa, kelapa sawit, padi, jagung, jarak, membentuk ester atau biodiesel itu sendiri.
papaya dan banyak lagi melalui proses (Mardiah, Widodo, Trisningwati, &
transesterifikasi sederhana (Mardiah, Widodo, Purijatmiko, 2006)
Trisningwati, & Purijatmiko, 2006).
1.5 Analytic Hierarchy Process
1.4 Transesterifikasi
Metode Analytic Hierarchy Process
Transesterifikasi merupakan suatu
(AHP) merupakan teori umum mengenai
proses penggantian tahap dari suatu gugus
pengukuran.Empat macam skala pengukuran
ester (trigliserida) dengan ester lain atau
yang biasanya digunakan secara berurutan
mengubah asam – asam lemak ke dalam
adalah skala nominal, ordinal, interval dan
bentuk ester sehingga menghasilkan alkyl
rasio.Skala yang lebih tinggi dapat
ester. Proses tersebut dikenal sebagai proses
dikategorikan menjadi skala yang lebih
alkoholisis. Proses alkoholisis ini merupakan
rendah, namun tidak sebaliknya.Pendapatan
reaksi yang biasanya berjalan lambat namun
per bulan yang berskala rasio dapat
dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis.
dikategorikan menjadi tingkat pendapatan
Katalis yang biasanya digunakan adalah
yang berskala ordinal atau kategori (tinggi,
katalis asam seperti HCl dan H2SO4, dan
menengah, rendah) yang berskala
katalis basa NaOH dan KOH (Indartono,
nominal.Sebaliknya jika pada saat dilakukan
2008). Proses pembuatan biodiesel minyak
pengukuran data yang diperoleh adalah
jelantah adalah dengan proses reaksi
kategori atau ordinal, data yang berskala lebih
transesterifikasi.
tinggi tidak dapat diperoleh.AHP mengatasi
Mekanisme reaksi transesterifikasi
sebagian permasalahan itu (Saaty, 2001).
minyak nabati dengan methanol atau disebut
Comparative Judgement adalah
juga dengan metanolisis yang terlihat di
penilaian yang dilakukan berdasarkan
bawah ini, (Alamsyah, 2006) :
kepentingan relatif dua elemen pada suatu
tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
Reaksi Transesterifikasi
tingkatan di atasnya. Comparative Judgement
merupakan inti dari penggunaan AHP karena
O akan berpengaruh terhadap urutan prioritas
H2C O C R H2C O H CH3O dari elemen-elemennya.
O R' kalor Skala preferensi yang digunakan
HC O C + 3 CH3OH HC O H + CH3O yaitu skala 1 yang menunjukkkan tingkat yang
O katalis
paling rendah (equal importance) sampai
H2C O C R'' H2C O H CH3O dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan
Trigliserida metanol gliserol metil yang paling tinggi (extreme importance)
ester (Saaty, The Analytical Hierarchy Process :
Planning, Priority Setting, Resource
Katalis yang sering digunakan untuk Allocation, 1993). Skala penilaian
reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau perbandingan berpasangan ditunjukkan pada
enzim. Alkali yang sering digunakan yaitu Tabel 2.
natrium metoksida (NaOCH3), natrium
hidroksida (NaOH), kalium hidroksida Tabel 2. Skala penilaian perbandingan
(KOH), kalium metoksida, natrium amida, berpasangan
natrium hidrida, kalium amida, dan kalium Tingkat
hidrida (Sprules & Donald, 1950). Katalis Definisi
Kepentingan
adalah suatu bahan yang digunakan untuk
Sama
memulai reaksi dengan bahan lain. Katalis 1
Pentingnya
dimanfaatkan untuk mempercepat suatu
reaksi, terlibat dalam reaksi tetapi tidak ikut Agak lebih
terkonsumsi menjadi produk.Pemilihan katalis penting
ini sangat bergantung pada jenis asam lemak 3 yang satu
yang terkandung dalam minyak tersebut. Jenis atas
lainnya
asam lemak dalam minyak sangat berpengaruh
terhadap karakteristik fisik dan kimia cukup
5
biodiesel, karena asam lemak ini akan penting
10
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017
[ ]
Tabel 3. Nilai Random Index (RI)
Dimana:
N 1 2 3 4 5 6
K11 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24
dengan kriteria 1
Bila matriks pairwise comparison dengan nilai
K12 = Nilai dari kriteria 1 dibandingkan CR lebih kecil dari 0,100 maka
dengan kriteria 2 ketidakkonsistenan pendapat dari decision
maker masih dapat diterima jika tidak maka
kij = Nilai dari kriteria ke i dibandingkan
penilaian perlu diulang. Nilai Random Index
kriteria ke j
(RI) ditunjukkan pada Tabel 3.
Untuk setiap kriteria ke i dan j, berlaku:
2. METODE PENELITIAN
kii = 1, dan kij = kji-1
Penelitian ini dilakukan di
Matriks adalah sekumpulan elemen Laboratorium Pilot Plant Biodiesel di
berupa angka/simbl tertentu yang tersusun Indralaya dan Laboratorium Statistik di
dalam baris dan kolom berbentuk Universitas Tridinanti Palembang.Waktu
persegi.Suatu matriks biasanya dinotasikan penelitian dilaksanakan kurang lebih enam
dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks bulan. Adapun alat dan bahan yang digunakan
A, dituliskan dengan A). Pengukuran adalah : Magnetic stirrer, Stirrer, Labu leher
konsistensi dari suatu matriks didasarkan atas tiga, Beker gelas, Erlenmeyer, Termometer,
eigen value maksimum , dimana nilai index Corong pemisah, Kertas saring, Gelas ukur,
konsistensi dapat dihitung dengan Hot plate, Kondenser, Pompa, Klem dan statif,
menggunakan Persamaan (1) : Pipet tetes, Neraca Analitis, Oven, Minyak
Crude Palm Oil, NaOH, KOH, Aquadest,
(1) Indikator PP, Alkohol, Metanol teknis,
Ethanol analis. Stuktur hirarki dala penelitian
Dimana : pemilihan katalis dalam pembuatan biodiesel
ditunjukkan pada Gambar 2.
CI = rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi
(Consistency Index)
Jenis
n = Orde Matriks (banyaknya alternatif)
11
Quality Price Quick
12
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017
Overall
Composite Weight KOH NaOH CaO
Weight
Quality 0.6480 0.6480 0,2298 0,1222
Price 0.2298 0.6480 0,2298 0,1222
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Quick
Reaction 0.1222 0,120 0,320 0,560
Dari Analisis hasil dapat disimpulkan
bahwa : 0.472 0.2598 0.2681
Composite Weight
1. Bentuk hirarki dari permasalahan ini
berupa Tujuan (level 1) : Katalis
Terbaik; Kriteria (Level 2) : Kualitas, Alamsyah, A. N. (2006). Biodiesel Jarak
Harga Katalis, Reaksi Cepat Katalis; Pagar. Bogor: PT. Agromedia Pustaka.
Alternatif Katalis (Level 3) : KOH,
NaOH dan CaO. Pada saat penentuan D, Z., & Y, G. (2006). Transesterification of
matrix perbandingan berpasangan dan Neat and Used Frying Oil : Optimization for
bobot prioritas pada kriteria didapatkan Biodiesel Production. Fuel Processing
bahwa prioritas tertinggi secara Technology , 883-890.
berurutan adalah Konversi, Harga katalis
GAPKI. (2015, April 29). Konsumsi Sawit di
dan Reaksi Cepat suatu katalis. Hasil
Indonesia. Retrieved April 29, 2015, from
pada perbandingan matriks berpasangan
kriteria dianggap konsisten karena nilai Sawit Indonesia Web Site:
CR < 0,1 atau < 10% yaitu 0,0043 atau http://www.sawitindonesia.com
0,43%. Indartono, Y. S. (2008, Juni 28). Mengenal
2. Setelah didapatkan hasil overall Biodiesel : Karakteristik Produksi, Hingga
composite weight, composite weight Performansi Mesin. Retrieved Mei 2, 2017,
terbesar dari perbandingan kriteria from Padusi: http://www.padusi.com
dengan alternatif yang ada adalah KOH
dengan nilai composite weight sebesar Ketaren. (2009). Pengantar Teknologi Minyak
0.472. Hasil dari keseluruhan dapat dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas
disimpulkan bahwa katalis terbaik yang Indonesia.
dapat digunakan pada pembuatan
biodiesel reaksi transesterifikasi dengan Mardiah, Widodo, A., Trisningwati, E., &
menggunakan metode AHP yaitu Purijatmiko, A. (2006). Pengaruh Asam
menggunakan katalis KOH. Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam
3. Berdasarkan analisa hasil pembuatan terhadap Karakteristik dan Konversi Biodiesel
biodiesel secara kualitatif menggunakan pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak
katalis KOH didapatkan nilai FFA Padi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
sebesar 0,3072%, Angka asam sebesar November.
0,02244, Densitas sebesar 0,8945,
Viskositas sebesar 4,5684 cst, dan Prihandana. (2006). Menghasilkan Biodiesel
konversi tertinggi yaitu 95,6%. Hasil Murah, Mengatasi Polusi dan Kelangkaan
analisa tersebut sudah memenuhi kualitas BBM . Jakarta: Agro Media Pustaka .
biodiesel menurut standar SNI-04-7182-
2006. Saaty, T. (2001). Pengambilan Keputusan
bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki
4.2 Saran Analitikuntuk Pengambilan Keputusan dalam
Dari kesimpulan di atas ada beberapa Situasi yang Kompleks. Jakarta: Pustaka
saran yang bisa diberikan dan mungkin dapat Binaman Pressindo.
bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yaitu
pada saat pembuatan biodiesel sebaiknya Saaty, T. (1993). The Analytical Hierarchy
temperatur harus dijaga 55-650C agar tidak Process : Planning, Priority Setting, Resource
terjadi reaksi penyabunan. Allocation. Pittsburg: University of Pittsburg
Press.
5. DAFTAR PUSTAKA
13
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017
14
Journal Industrial Servicess Vol. 3 No. 1a Oktober 2017
15
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
Abstrak
Pada penelitian ini, biodiesel diproduksi dari new feedstock minyak Kemiri Sunan.
Minyak Kemiri Sunan merupakan minyak non edible sehingga sangat menarik untuk
diproduksi sebagai biodiesel. Minyak Kemiri sunan diproduksi dengan dua tahapan
reaksi yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi menggunakan katalis H2SO4 dan
KOH. Reaksi esterifikasi telah dilakukan perbandingan minyak:metanol (3:1) selama
2 jam. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan variasi konsentrasi katalis KOH (0,5;
1,0; 1,5; 2,0 %berat minyak), rasio minyak:metanol (1:1; 2:1; 3:1 (berat/berat)), dan
suhu reaksi 65 selama 1 jam. Yield dan sifat biodiesel dianalisis dengan
Chromatography Gas (GC) dan ASTM D 6751. Yield optimum biodiesel diperoleh
sebesar 96,91%, pada kondisi optimum konsentrasi katalis KOH 1 % berat minyak,
rasio minyak:metanol 1:1 (berat/berat) dan suhu reaksi 65oC. Biodiesel berbahan dasar
minyak kemiri sunan mempunyai rentang angka asam 0,41-0,56 mgKOH/gram,
densitas 0,89-0,91 gram/cm3, viscositas 8,28-12,70 cSt, angka setana 58,2-63,3 dan
residu karbon 0,23-0,59 %berat/berat.
Kata kunci: Minyak kemiri sunan (Reutealis trisperma Oil), yield biodiesel, KOH.
Abstract
In this research, biodiesel was produced from new feedstock Kemiri Sunan oil. Kemiri
Sunan oil is non edible oil, an attractive raw material for production of biodiesel.
Biodiesel was produced by two steps of reactions, i.e. esterification and
transesterification, using H2SO4 and KOH as catalyst, respectively. Esterification
reaction was carried out with methanol for 2 h, ratio oil:methanol (3:1).
Transesterification was done at various catalyst concentration (0.5; 1.0; 1.5; 2.0 %wt
oil), ratio oli:methanol (1:1, 2:1, 3:1 (wt/wt)), and reaction temperature (30, 50, 65,
70oC) for 1 h. The yield and properties of biodiesel were analysed by Gas
Chromatography (GC) and ASTM D 6751 methods, respectively. High yield of
biodiesel was produced at KOH 1 %wt catalyst, ratio methanol:oil (1:1) and 65oC i.e.
96,91 %. Kemiri Sunan oil-based biodiesel had a range of acid number 0,41-0,56
(mgKOH/g), densitas 0,89-0,91 (g/cm3), viscosity 8,28-12,70 (cSt), cetane number
58,2-63,3, and residu carbon 0,23-0,59.
Keywords: Kemiri sunan Oil (Reutealis trisperma Oil), yield biodiesel, KOH.
Pendahuluan
Dewasa ini krisis energi dunia semakin meningkat hal ini disebabkan semakin
menipisnya cadangan bahan bakar fosil. Oleh karena itu sekarang ini dikembangkan bahan
bakar alternatif yaitu biodiesel. Salah satu minyak nabati yang banyak terdapat di Indonesia
1
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
dan bersifat non edible adalah minyak kemiri sunan. Daging biji kemiri sunan mengandung
minyak 52% atau 40% dari biji/gelondong. Kemiri sunan termasuk salah satu tanaman yang
benilai ekonomi baik dan bersifat multiguna. Salah satu keunggulan dari kemiri sunan
merupakan bahan non edible, sehingga tidak menyebabkan kesenjangan dengan bahan
makanan. Kemiri sunan memiliki kandungan minyak yang tinggi, karakteristik minyak yang
khas sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, pertumbuhannya relatif cepat,
wilayah pengembangannya luas dari dataran rendah hingga 1.000 m diatas permukaan laut,
dan sangat cocok sebagai tanaman konservasi (Oetami, 2012). Minyak kemiri sunan belum
banyak diperdagangkan sehingga kemiri sunan merupakan salah satu alternatif bahan dasar
biodiesel yang perlu diteliti.
Biodiesel dihasilkan dari minyak tumbuhan atau lemak hewan melalui reaksi esterifikasi
dari asam lemak bebas dengan alkohol melalui katalis asam atau transesterifikasi dari
trigliserida dengan alkohol melalui katalis basa (McNeff dkk., 2008). Katalis adalah suatu zat
yang dapat mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi. Metode paling
umum untuk menghasilkan biodiesel adalah melalui proses transesterifikasi dengan
menggunakan katalis homogen basa kuat seperti NaOH dan KOH. Penggunaan katalis
homogen ini banyak keuntungan yaitu reaksi pembentukan biodiesel lebih cepat dan yield
biodieselnya besar, akan tetapi penggunaaan katalis homogen ini dapat menghasilkan sabun
(saponifikasi) pada saat reaksi dan pencucian biodiesel (Agarwal dkk., 2009). Katalis basa
homogen yang umumnya digunakan untuk sintesis biodiesel menggunakan reaksi
transesterifikasi minyak nabati yaitu logam alkali (Na dan K) hidroksida (Chitra dkk., 2005).
Transesterifikasi feedstock minyak nabati banyak menggunakan katalis homogen KOH,
misalnya Li dkk (2012) melaporkan sintesis minyak kedelai dengan katalis KOH dapat
menghasilkan yield biodiesel 96% dan Encinar dkk (2012) juga melaporkan sintesis minyak
rapeseed menggunakan katalis KOH menghasilkan yield biodiesel 95%.
Ada beberapa parameter untuk mengoptimasi yield biodiesel salah satunya adalah variasi
konsentrasi katalis, variasi rasio metanol:minyak dengan dan variasi suhu reaksi. Agarwal
dkk (2009) melakukan sintesis biodiesel dari limbah minyak goreng dengan variasi
konsentrasi katalis KOH, pada konsentrasi tertentu diperoleh yield optimum dan semakin
tinggi konsentrasi katalis terjadi penurunan jumlah yield karena terjadi reaksi penyabunan.
Adanya sabun ini sangat tidak menguntungkan untuk proses sintesis biodiesel, oleh karena itu
perlu dilakukan reaksi esterifikasi untuk mengurangi nilai FFA (Free Fatty Acid) dan variasi
konsentrasi katalis untuk mencapai yield yang maksimal. Penurunan nilai FFA dapat
dilakukan dengan reaksi esterifikasi yaitu minyak dengan alkohol (metanol) menggunakan
katalis asam H2SO4, hal ini dapat memperkecil nilai angkA asam sehingga mengurangi efek
penyabunan untuk reaksi transesterifikasi (Yingying dkk., 2012).
Pada penelitian ini akan dilakukan rekayasa sintesis biodiesel dengan bahan dasar
minyak kemiri sunan dengan mengunakan katalis basa homogen yaitu KOH dan dipelajari
pengaruh variasi konsentrasi katalis KOH, variasi rasio minyak dengan metanol dan variasi
suhu tersebut terhadap yield biodieselnya. Biodiesel hasil sintesis dari minyak kemiri sunan
akan diamati pula karakteristiknya dan dibandingkan dengan standar biodiesel ASTM D
6751-02 dan SNI.
Metode Penelitian
2
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
analisis angka setana, Chromatography Gas (GC) (techcomp 7900) untuk pengujian hasil
biodiesel.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak kemiri sunan yang di
suplay dari PT. KEMIRI SUNAN, KOH (Merck, 99%), KOH (merck, 99%) sebagai katalis
pada reaksi transesterifikasi, metanol (Merck, 99%), n-heksana (Merck, 99%), H2SO4
(Merck, 98%) sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi, etanol (Merck 99%), phenolphtalein
(Merck, 99%), asam oksalat (Merck, 99%), metil palmitat (Merck, 99%), metil oleat (Merck,
99%), metil stearat (Merck, 99%), metil heptadekanoat (Merck, 99%) sebagai standart
internal dan akuades.
2.1 Prosedur Penelitian
Esterifikasi Asam Lemak Bebas Minyak Kemiri Sunan
Minyak kemiri sunan dengan kandungan FFA 2,44% dapat diturunkan angka asamnya dengan
reaksi esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam sulfat. Reaksi esterifikasi dilakukan
dengan perbandingan rasio metanol:minyak 1:3 (berat/berat) dengan penambahan katalis asam
sulfat 3 %berat minyak. Reaksi esterifikasi terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas yang terdiri
dari metanol sisa dan air sedangkan lapisan bawah yaitu minyak kemiri sunan hasil reaksi
esterifikasi (RETROE). (RETROE) dipisahkan dengan corong pisah dan dilanjutkan dengan reaksi
transesterifikasi (Prasetyoko dan oetami, 2012)
Transesterifikasi Minyak Kemiri Sunan Hasil Reaksi Esterifikasi
Minyak kemiri sunan hasil reaksi esterifikasi (RETROE) dilakukan reaksi transeterifikasi dengan
menggunakan metanol dan katalis basa kalium hidroksida (KOH). Reaksi transesterifikasi dilakukan
dengan perbandingan rasio minyak:metanol 2:1 (berat/berat) dengan penambahan katalis KOH 1
%berat minyak. Reaksi dilakukan dengan kondisi suhu 65 oC selama 1 jam. Hasil akhir reaksi
transesterifikasi terbentuk dua lapisan yang terpisah yaitu bagian bawah metil ester (biodiesel)
sedangkan bagian atas adalah sisa metanol dan gliserol. Lapisan yang berupa metil ester di cuci
dengan etanol dan air sampai jernih. Pada tahap pencuci terbentuk dua fasa yaitu fasa bagian bawah
metil ester sedangkan fasa bagian atas etanol dan air (Prasetyoko dan oetami, 2012). Reaksi
transesterifikasi dilakukan dengan variasi katalis (0,5; 1,0; 1,5; 2,0 %berat), variasi minyak: metanol
(1:1; 2:1; 3:1 berat/berat) dan variasi suhu (30, 50, 65, 70oC). Hasil reaksi transesterifikasi dihitung
nilai yield metil esternya.
2.2 Karakterisasi
Analisis Gas Chromatography (GC)
Biodiesel hasil produksi dengan variasi katalis KOH, rasio metanol:minyak dan suhu reaksi
dianalisis dengan alat Kromatografi Gas. Kromatografi gas ini digunakan untuk mengetahui
konsentrasi metil ester yang terkandung dalam biodiesel. Yield biodiesel dari minyak kemiri sunan
dapat ditentukan dengan Persamaan 1 (Yang dkk., 2011). Gas Chromatography (GC) 7600 jenis
detektor yang digunakan adalah Flame Ionization Detector (FID), kolom kapiler yang berjenis
nonpolar EC-TM5-(5% phenyl)-methyl polixinoxane dengan panjang kolom: 30 m diameter kolom
(id): 0,25 m dan film thickness: 0,25 µm. Kondisi operasi yang digunakan dengan suhu oven 200 oC
(2 menit) (5 oC /menit 220 oC, 2menit) (4 oC /menit 250 oCmenit) suhu inlet 250 oC, suhu detector 250
o
C, running 17 menit. Biodiesel sebanyak 70 mg dilarutkan dalam 1 ml n-heksana, lalu disuntikkan
pada GC dengan microliter syringe.
Yield=𝑊𝑊⁄𝑊𝑊.C.100% ................................................................ (1)
𝑊𝑊
Keterangan :
Wb = berat biodiesel hasil reaksi (gram), Wa = berat minyak sebelum reaksi (gram)
Ci = Konsentrasi biodiesel yang diinjekan (ppm), C = Konsentrasi biodiesel (ppm)
Angka asam (Acid Number)
3
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
Angka asam dapat diperoleh dari minyak nabati murni dalam pelarut organik tertentu (alkohol 95%
netral) dengan penitraan dengan basa (NaOH atau KOH). Analisis angka asam dilakukan dengan
metode titrasi sesuai dengan ASTM D 664
Densitas
Analisis densitas menggunakan alat piknometer dengan metode ASTM D-4052.
Viskositas
Viskositas biodiesel diukur dengan alat Kinematic Viscometer Bath metode ASTM D-445.
Angka Setana (Cetane Number)
Analisis nilai angka setane ditentukan dengan alat octane meter sesuai ASTM D-613.
Residu Karbon
Massa residu karbon biodiesel dapat dianalisis dengan metode ASTM D-4530
4
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
Gambar 1. Hasil reaksi transesterifikasi minyak kemiri sunan dengan dua lapisan yaitu (a) Lapisan
polar, (b) Lapisan non polar dan (c) hasil pencucian
Pada reaksi transesterifikasi, kondisi reaksi sangat penting untuk mendapatkan yield yang
optimum. Xu dan Hanna (2009) melaporkan bahwa biodiesel dapat dihasilkan dari minyak biji kedelai
dengan reaksi transesterifikasi selama 80 menit, suhu reaksi 65oC, dan konsentrasi katalis 0,7 %berat
minyak menghasilkan yield optimum 99%. Optimasi dilakukan pada reaksi transesterifikasi
menggunakan variasi konsentrasi katalis basa homogen (KOH dan NaOH) (0,1-0,9% berat), suhu (25-
85 oC) dan metanol. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi konsentrasi
katalis, rasio berat minyak dengan metanol dan suhu reaksi pada reaksi transesterifikasi.
5
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
(a) 5,8
5,6
(b)
4,6
(c)
3,7
(d)
3,741
5,623
4,6
(e) 5,855
Gambar 2. Kromatogram (a) metil stearat, (b) metil oleat, (c) metil heptadekanoat, (d) metil
palmitat, (e) biodiesel yang diproduksi dengan menggunakan katalis KOH 1% berat, rasio berat
minyak:metanol 1:1 dan suhu reaksi 65oC selama 1 jam.
6
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
10
Metil Oleat
Rasio area*
y = 2,76.10-4x + 0,271
5 R² = 0,994
0
0 20000 40000
Konsentrasi (ppm)
*Rasio area = area metil oleat pada biodiesel/area internal standart
Gambar 3. Kurva kalibrasi Metil Oleat
Gambar 2 (e) adalah kromatogram GC dari sampel biodiesel yang menunjukkan puncak-puncak
dengan waktu retensi yang sesuai dengan metil ester eksternal standart. Metil palmitat, metil oleat,
metil stearat pada sampel biodiesel diperoleh luas puncak berturut-turut 29444, 38565, 10697. Luas
puncak metil ester dibagi dengan standart internal dengan luas puncak 2653, diperoleh rasio area.
Rasio area metil ester dimasukkan dalam persamaan linier masing-masing larutan standart untuk
menentukan konsentrasi. Konsentrasi biodiesel diperoleh dengan menjumlahkan ketiga konsentrasi
metil ester tersebut. Konsentrasi biodiesel digunakan untuk menentukan yield biodiesel. Berdasarkan
pada Persamaan 2, yield biodiesel diperoleh dengan mengalikan berat hasil biodiesel per berat awal
minyak dengan konsentrasi metil ester yang terdapat pada biodiesel kemiri sunan (Yang dkk., 2011).
𝑊𝑊⁄
Yield = 𝑊𝑊 . C . 100% ............................................................. (2)
𝑊𝑊
Keterangan :
Wb = Berat biodiesel hasil reaksi (gram)
Wa = Berat minyak sebelum reaksi (gram)
Ci = Konsentrasi biodiesel yang disuntik ke GC (ppm)
C = Konsentrasi biodiesel (ppm)
Berat minyak kemiri sunan awal sebesar 30 gram. Berat biodiesel (konsentrasi katalis KOH 1%
berat, rasio metanol:minyak 1:1 (berat/berat) dan suhu 65oC) yang diperoleh sebesar 26,06 gram.
Yield biodiesel diperoleh sebesar 96,91 %.
Pengaruh Kondisi Reaksi Transesterifikasi terhadap Yield Biodiesel dari Minyak Kemiri Sunan
Kondisi reaksi transesterifikasi memiliki peran penting untuk mendapatkan yield biodiesel yang
optimum. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengoptimasi yield biodiesel,
diantaranya adalah konsentrasi katalis, rasio metanol:minyak dan suhu reaksi (Agarwal dkk., 2012).
Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi kondisi reaksi tersebut.
Pengaruh Konsentrasi Katalis
Pada reaksi transesterifiasi untuk mendapatkan yield biodiesel yang optimum dilakukan variasi
konsentrasi katalis (Goodrum dan Geller, 2005). Konsentrasi katalis KOH yang dipelajari pada
penelitian ini adalah 0,5; 1,0; 1,5;dan 2,0 % berat minyak. Kondisi reaksi transesterifikasi dilakukan
pada suhu reaksi 65oC dan rasio minyak:metanol 2:1 (berat/berat) selama 1 jam. Minyak kemiri sunan
secara visual berwarna coklat dan keruh. Hasil yang diperoleh setelah reaksi transesterifikasi dengan
variasi konsentrasi katalis adalah biodiesel dengan warna kuning dan jernih.
Variasi konsentrasi katalis menghasilkan yield dan jumlah kandungan metil ester yang berbeda
pada setiap variasinya. Yield dan kandungan metil ester pada biodiesel dengan variasi konsentrasi
katalis ditunjukkan pada Tabel 1. Jumlah metil ester pada konsentrasi 0,5 dan 1% didominasi oleh
metil oleat, sedangkan pada konsentrasi katalis 1,5% dan 2,0% didominasi metil palmitat. Pada
konsentrasi 1% diperoleh yield optimum biodiesel sebesar 86,92% dengan kandungan metil oleat
yang besar yaitu 57,23% dibandingkan dengan metil palmitat dan stearat 27,55% dan 15,22%.
Berbeda halnya dengan konsentrasi 0,5% diperoleh yield biodiesel yang kecil yaitu 50,57% dengan
7
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
kandungan metil oleat 45,83%. Pada konsentrasi katalis 1,5% dan 2% diperoleh hasil yang serupa
yaitu yield biodiesel kecil dengan didominasi oleh metil palmitat sebesar 36,51%dan 40,59%.
Giakaumis dkk (2012) melaporkan hal yang serupa kandungan metil ester dari Rice bran oil (minyak
dedak padi) didominasi metil oleat 42,35% dan metil palmitat 18,12%.Sementara itu, Li dkk (2012)
telah melaporkan juga bahwa biodiesel berbahan dasar minyak Xanthoceras sibifolia mempunyai
kandungan utama yaitu metil linoleat dan metil oleat berturut-turut 41,27 % dan 29,04 %.
Pengaruh konsentrasi katalis terhadap yield biodiesel ditunjukkan pada Gambar 4. Pada
konsentrasi 0,5-1,0 %berat menunjukkan semakin tinggi konsentrasi katalis KOH yang digunakan
untuk reaksi transesterifikasi akan menghasilkan yield biodiesel yang semakin besar. Peningkatan
nilai yield biodiesel tersebut dapat dilihat pada konsentrasi 0,5 %berat minyak diperoleh yield 50,57%
dan pada konsentrasi 1 %berat minyak sebesar 86,92%. Nilai yield biodiesel pada konsentrasi katalis
0,5% berat minyak nilainya lebih rendah dari pada konsentrasi 1 %berat minyak. Hal ini
dimungkinkan karena katalis yang digunakan untuk reaksi transesterifikasi terlalu sedikit, sehingga
hanya sebagian reaktan yang bereaksi membentuk produk biodiesel (Yang dkk., 2009). Yield biodiesel
berkurang setelah konsentrasi lebih dari 1 %berat minyak, yang mungkin disebabkan reaksi
penyabunan. Fenomena ini diamati, sulitnya pemisahan antara gliserol dengan metil ester dikarenakan
meningkatnya emulsifikasi pada metil ester dan gliserol. Hasil ini sesuai dengan biodiesel yang
diperoleh dari minyak sisa penggorengan menggunakan katalis basa homogen KOH. Nilai yield
biodiesel meningkat dengan meningkatnya konsentrasi katalis, dan menurun setelah konsentrasi
katalis 1%, yang dikarenakan biodiesel membentuk partikel sabun dan akan membentuk emulsi
dengan sabun saat pencucian [1].
Tabel 1. Yield dan kandunganmetil ester biodieselminyak kemiri sunan yang diproduksi dengan
variasi konsentrasi katalis.
No. Konsentrasi katalis Jenis metil ester (%) Yield (%)
KOH (%) Palmitat Stearat Oleat
1. 0.50 32,33 21,84 45,83 50.57
2. 1.00 27,55 15,22 57,23 86.92
3. 1.50 36,51 35,13 28,36 56.61
4. 2.00 40,59 20,69 38,72 37.81
Efektifitas penggunaan katalis KOH pada reaksi transesterifikasi dapat diketahui dengan
menghitung nilai TOF (Turn over frequency). Penentuan nilai TOF biodiesel dapat ditentukan dari
perbandingan nilai mol metil ester (produk) dengan jumlah mol sisi aktif katalis per waktu reaksi.
Nilai TOF yang besar menunjukkan bahwa katalis efektif untuk reaksi. Pada penelitian ini nilai TOF
katalis 0,5; 0,1; 1,5; 2,0 % berat minyak berturut-turut 58,30; 52,43; 15,95; 14,05%. Pada konsentrasi
0,5 % diperoleh nilai TOF yang besar menunjukkan efektifitas yang baik. Namun pada konsentrasi ini
diperoleh yield yang sedikit disebabkan jumlah katalis yang digunakan pada konsentrasi ini lebih
sedikit. Pada konsentrasi 1,0% nilai TOF nya lebih kecil dibandingkan 0,5 %, akan tetapi diperoleh
nilai yield yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi 1% memiliki efektifitas yang baik
untuk waktu reaksi ini. Pada konsentrasi 1,5 % dan 2,0 % memiliki nilai TOF dan yield yang rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut kurang efektif terhadap reaksi karena katalis
yang digunakan terlalu banyak dan terjadi reaksi penyabunan yang menyebabkan yield biodieselnya
kecil.
8
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
Tabel 2. Yield dan kandungan metil ester biodiesel minyak kemiri sunan yang diproduksi dengan
variasi rasio berat minyak:metanol.
Variasi rasio minyak dengan metanol menghasilkan yield dan jumlah kandungan metil ester yang
berbeda. Yield dan kandungan metil ester pada biodiesel dengan variasi rasio minyak dengan metanol
Jenis metil ester (%)
Rasio berat
No. Yield (%)
minyak:metanol Palmitat Stearat Oleat
ditunjukkan pada Tabel 2. Jumlah metil ester pada variasi rasio minyak:metanol seluruhnya
didominasi oleh metil oleat. Pada rasio minyak:metanol 1:1 memiliki yield biodesel paling optimum
96,91% dengan kandungan metil oleat besar yaitu 55,55% dibandingkan dengan metil palmitat
15,30% dan stearat 28,15%. Berbeda halnya dengan rasio minyak:metanol (2:1) diperoleh yield
biodiesel yang kecil yaitu 86,92% dengan kandungan metil oleat yang besar 57,23%. Pada rasio
minyak:metanol 3:1 diperoleh yield biodiesel terkecil yaitu 47,33% dengan kandungan metil oleat
cukup kecil 46,49% dibandingkan dengan vaiasi rasio yang lain.
Nilai yield biodiesel dengan variasi rasio berat minyak:metanol 1:1; 2:1; dan 3:1 (berat/berat)
berturut-turut 96,91; 86,92 dan 47,33%. Yield biodiesel optimum diperoleh dari variasi
metanol:minyak (1:1) yaitu sebesar 96,91%, hal ini dikarenakan jumlah metanol yang digunakan
dalam reaksi berlebih sehingga akan menggeser reaksi ke produk (Dermibas, 2007). Agarwal dkk
(2012) melaporkan produksi biodiesel menggunakan katalis KOHdari minyak limbah penggorengan
menunjukkan bahwa rasio minyak:metanol sangat berpengaruh pada hasil yield biodiesel. Semakin
tinggi rasio minyak:metanol maka yield biodiesel yang dihasilkan juga semakin besar, akan tetapi jika
jumlah metanol yang digunakan untuk produksi biodiesel terlalu besar, maka pemisahan gliserol
menjadi sulit dan mengakibatkan turunnya nilai yield biodiesel. Penurunan yield biodiesel ditunjukkan
dengan rasio berat minyak :alkohol 1,5:1 diperoleh yield biodiesel 98,5% dan dengan rasio berat
minyak :alkohol 1:3,3 diperoleh yield 94,1% (Wang dkk., 2012). Pada penelitian ini diperoleh rasio
berat minyak metanol optimal yaitu pada rasio berat minyak:metanol (1:1), dilihat dari yield yang
dihasilkan sebesar 96,91%.
9
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
96,91%
86,92 %
Yield (%)
42,33 %
Kesimpulan
Rekayasa produksi biodiesel dari minyak kemiri sunan (Reutealis trisperma oil) dengan katalis
KOH diperoleh kondisi optimum reaksi transesterifikasi pada suhu 65oC, konsentrasi katalis 1,0 %,
rasio berat minyak:metanol 1:1 (berat/berat), selama 1 jam dengan yield 96,91 %. Karakteristik
biodiesel tersebut diperoleh angka asam 0,55 mgKOH/gram, densitas 0,89 gram/cm3, viskositas 9,33
cSt, angka setana 63,3 dan residu karbon 0,25 % berat/berat. Nilai karakteristik biodiesel kemiri sunan
dengan beberapa variasi kondisi secara umum berada pada rentang angka asam 0,41-0,56
mgKOH/gram, densitas 0,89-0,91 gram/cm3, viskositas 8,28-12,70 cSt, angka setana 58,2-63,3 dan
residu karbon 0,23-0,59 %berat/berat.
5.1 Saran
Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan proses pemurnian minyak kemiri sunan sehingga
diharapkan dapat diperoleh yield biodiesel yang lebih tinggi dan lebih murni. Selain itu juga perlu
dilakukan beberapa upaya untuk menangani karakteristik dari biodiesel kemiri sunan seperti
viskositas dan residu karbon agar memasuki rentang standart biodiesel SNI 04-7182 dan ASTM D-
6751.
10
JATI UNIK, 2018, Vol.2, No.1, Hal. 1-11 ISSN : 2597-6257 (Print)
ISSN : 2597-7946 (Online)
Daftar Pustaka
[1] Agarwal, M., Chauhan, G., Chaurasia, S.P., dan Singh, K. (2012), “Study of Catalytic Behavior of
KOH as Homogeneous and Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production”, Journal of the
Taiwan Institute of Chemical Engineers, Vol. 43, Hal. 89–94.
[2] Chitra, P., Venkatachalam, P., dan Sampathrajan, A. (2005), “ Optimisation of Experimental
Conditions for Biodiesel Production form Alkali Catalyzed Transesterification of Jatropha
curcas Oil, Energy Sustainable Development, Vol. 9, Hal.13–8.
[3] Encinar, J.M., Pardal, A., dan Martines, G. (2012), “Transesterification of Rapeseed Oil in
Subcrical Methanol Condition”, Fuel Processing technology, Vol. 6, Hal. 40-46.
[4] Giakoumis, A.G. (2012), “Statistical Investigation of Biodiesel Physical and Chemical Properties
and their Correlation with the Degree of Unsaturation: A Review”, Renewable Energy, Vol. 50,
Hal. 858-878.
[5] Goodrum, J.W dan Geller, D.P. (2005), “ Influence of fatty acid methyl esters from hydroxylated
vegetable oils on diesel fuel lubricity”, Biosource Tecnology 96, 851-855.
[6] Li, Y., Qiua, F., Yanga, D., Sunb, P dan Li, X. (2012), “Transesterification of Soybean Oil and
Analysis of Bioproduct”, Food and Bioproducts Processing, Vol. 90, Hal. 135–140.
[7] Prasetyoko, D dan Oetami, T.P. (2012), Uji pendahuluan intesis Biodiesel dari Minyak kemiri
sunan (reautealis trisperma oil) dengan katalis asam dan basa homogen, Hasil tidak
dipublikasikan.
[8] Wang, R., Zhou, W-W., Hanna, M.A., Zhang, Y-P., Bhadury, P.S., Wang, Y., Song, Bao-An,
Yang, S. (2012), “Biodiesel preparation, optimization, and fuel properties from non-edible
feedstock, Datura stramonium L”, Fuel, Vol. 91, Hal. 182-186.
[9] Xu, Y., dan Hanna, M., (2009), “Synthesis and Characterization of Hazelnut Oil-Based Biodiesel”,
Biological Systems Engineering: Papers and Publications. Vol. xxx, Hal.114.
[10] Yang, R., Su, M., Zhang, J., Jin, F., Zha C., Li, M dan Hao, X. ( 2011), Biodiesel Production
from Rubber Seed Oil Using Poly (Sodium Acrylate) Supporting NaOH as A Water-Resistant
Catalyst, Bioresource Technology, Vol. 102, Hal. 2665-2671.
[11] Yingying, L., Houfang, L., Wei, J., Dongsheng L, Shijie, L dan Bin, L. (2012), Biodiesel
Production from Crude Jatropha curcas L. Oil With Trace Acid Catalyst, Chinese Journal of
Chemical Engineering, Vol. 20, Hal.740-746.
11
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ABSTRACT
Biodiesel is one of the alternative energy and environmentally friendly substitutes that can be used as
fuel in order to reduce fuel usage. This study aims to assess the performance of a tubular reactor in the
process of making biodiesel from used cooking oil. This study used two variables, percent catalyst: 1.5;
2; 2.5; 3 and the molar ratio of methanol Oil: 4: 1,5: 1,6: 1,7: 1. The process of making biodiesel takes
place continuously. From the results showed that the type of tubular reactor with continuous processes
can be produced according to ASTM standard biodiesel and FAME% 97.7% at a molar ratio of 4: 1 and
the catalyst 3% and more economical.
ABSTRAK
Biodiesel merupakan salah satu energy alternatif dan ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai
penggati BBM dalam rangka menurunkan penggunaan BBM. Penelitian ini berujuan untuk mengkaji
performa dari reactor tubular dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak curah. Dalam penelitian ini
digunakan dua variable, yaitu persen katalis : 1.5; 2;2.5;3 dan molar ratio Methanol Minyak :
4:1,5:1,6:1,7:1. Proses pembuatan biodiesel ini berlangsung secara kontinyu. Dari hasil menunjukkan
bahwa reactor tipe tubular dengan proses kontinu dapat dihasilkan biodiesel sesuai standar ASTM dan
%FAME 97.7% pada molar ratio 4:1 dan katalis 3% serta lebih ekonomis.
PENDAHULUAN
Umumnya pembuatan biodiesel menggunakan proses transesterifikasi dengan metode
batch, dimana proses tersebut terjadi pencampuran serta pengadukan antara bahan baku utama
biodiesel dengan katalis secara bersamaan dan adanya proses pendiaman dalam selang waktu
tertentu sampai terbentuk 2 lapisan (Anshary,dkk, 2012). Ada metode lain dalam pembuatan
biodiesel, yaitu metode kontinyu dengan menggunakan plug flow reactor. Metode kontinyu
memiliki keuntungan dibandingkan dengan metode batch yaitu kemudahan pengendalian
reaksinya,kekompakannya karena kebutuhan ruangan yang relatif kecil, serta kemudahan
melakukan scaling untuk produksi berskala besar (Buasri,dkk, 2012).
- 211 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Dari penelitian sebelumnya (Heny, 2011)dari rancang reaktor alir berisian (fixed bed) yang
digunakan untuk pembuatan biodiesel secara kontinyu,dapat menghasilkan biodiesel dengan %
FAME tertinggi 98% pada rasio mol methanol dengan mol minyak 7:1 dan % katalis 2% dari berat
minyak, didapat kualitas biodiesel yang memenuhi standar ASTM. Sedangkan Busari dkk (2012)
telah melakukan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak jarak dengan reactor fixed bed secara
kontinu menghasilkan % yield 86% pada ratio molar methanol/minyak 16 dan panjang katalis
250mm. Pada penelitian kali ini reaktor yang akan digunakan adalah type tubular yang bertujuan
untuk mengetahui performa reactor tipe tubular dalam pembuatan biodiesel dari minyak curah
secara kontinyu.
TINJAUAN PUSTAKA
Reaktor Tubular
Reaktor tubular ada bermacam macam,antara lain adalah :
a. Plug flow reactor :Biasanya berupa gas-gas,cair-cair dimana reaksi tidak menimbulkan
panas yang terlalu tinggi. Reaktor ini memiliki aliran yang optimal untuk kecepatan reaksi
tetapi cukup sulit untuk alat transfer panasnya.
b. Shell And Tube Reactor :Seperti reactor pipa di atas tetapi berupa beberapa pipa yang
disusun dalam sebuah shell, reaksi berjalan di dalam pipa-pipa pemanas/pendingin di shell.
Alat ini digunakan apabila dibutuhkan sistem transfer panas dalam reaktor. Suhu dan
konversi tidak homogen di semua titik.
c. Fixed Bed :Reaktor berbentuk pipa besar yang didalamnya berisi katalisator padat. Bisanya
digunakan untuk reaksi fasa gas dengan katalisator padat. Apabila diperlukan proses
transfer panas yang cukup besar biasanya berbentuk fixed bed multitube, dimana reaktan
bereaksi di dalam tube-tube berisi katalisator dan pemanas/pendingin mengalir di luar tube
di dalam shell.
d. Fluidized Bed Reactor :Biasanya digunakan untuk reaksi fasa gas katalisator padat dengan
umur katalisator yang sangat pendek sehingga harus cepat diregenerasi.Atau padatan dalam
reaktor yang merupakan reaktan yang bereaksi menjadi produk.
Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang berasal dari sumber yang
terbarukan. Secara kimiawi, biodiesel merupakan campuran metil ester dengan asam lemak rantai
panjang yang dihasilkan dari sumber hayati seperti minyak nabati dan lemak hewani atau dari
minyak goreng bekas pakai. Minyak nabati merupakan sumber bahan baku yang menjanjikan bagi
proses produksi biodiesel karena bersifat terbarukan, dapat diproduksi dalam skala besar dan ramah
lingkungan.
Minyak nabati terdiri dari minyak pangan dan minyak non-pangan. Hingga saat ini lebih
dari 95% bahan baku proses produksi biodiesel berasal dari minyak pangan karena umumnya dapat
diproduksi di berbagai daerah dan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari minyak ini lebih
sesuai untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif selain bahan bakar diesel turunan minyak
bumi. Biodiesel memiliki beberapa keunggulan diantaranya :
1. Efisiensi pembakaran dan angka setana yang lebih tinggi dari pada bahan bakar diesel
turunan minyak bumi.
- 212 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2. Biodiesel memiliki kandungan senyawa sulfur dan aromatik yang lebih rendah daripada
bahan bakar diesel sehingga emisi gas berbahaya hasil pembakarannya lebihrendah
daripada emisi bahan bakar diesel turunan minyak bumi .
3. Biodiesel juga dapat terdegradasisecara alami. Lebih dari 90% biodiesel dapat terdegradasi
secara biologis selama 21 hari.
Proses produksi biodiesel umumnya melalui reaksi transesterifikasi senyawa trigliserida
yang terkandung didalam minyak atau lemak. Reaksi transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan
viskositas minyak atau lemak agar dapat memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar. Terdapat
berbagai metode reaksi transesterifikasi melalui berbagai variasi bahan baku, jenis alkohol, katalis,
temperatur reaksi, waktu reaksi, jenis reaktor dan proses pemisahan.
METODE
Bahan Baku
Minyak kelapa sawit curah dan katalis yang digunakan adalah larutan metoksida (methanol +
NaOH).
Alat Penelitian
Feed yang digunakan adalah minyak kelapa sawit curah dan katalis yang digunakan adalah
larutan metoksida (methanol + NaOH).
PALM OIL
METOKSID
T
A
Valve 4
thermometer
separator
Heater Valve 3
TURBULAR
Valve 2
PI
Valve 1
Valve 5
Valve 6
- 213 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Prosedur Penelitian
1. Menyiapkan minyak curah 5 L masukan dalam tangki 1
2. Membuat larutan metoksida pada tangki 2
3. Pastikan untuk valve 3 , valve 5 dan valve 6 tertutup
4. Nyalakan heater dan pompa, pantau suhu melalui thermometer, jaga suhu stabil dengan
mengatur on/off heater pada 50 ⁰C.
5. Atur valve 3 dan valve 4 untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran di dalam tubular,
run pompa selama 15, 30, 45 menit
6. Atur bukaan valve 5 dan 6 untuk mengatur interface antara biodiesel dan gliserol
7. Run sampai seluruh feed habis.
0.882
0.880
0.878
Densitas
0.876
0.874
0.872
0.870
4:1 5:1 6:1 7:1
Molar Rasio Metanol : Minyak
- 214 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
90.0%
88.0%
86.0%
84.0%
82.0%
%Yield
80.0%
78.0%
76.0%
74.0%
72.0%
70.0%
4:1 5:1 6:1 7:1
Molar Rasio Metanol : Minyak
Pengaruh Katalis
Persentase katalis NaOH yang ditambahkan pada pembuatan biodiesel dengan
proses kontinu ini sangat berpengaruh terhadap yield biodiesel yang diperoleh. Pada
Gambar 4 menyajikan pengaruh % katalis dengan % yield pada molar ratio 7: 1. Pada
Gambar 4 menunjukkan pengaruh semakin besar %katalis semakin naik pula % yield
biodiesel yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan teori semakin banyak katalis yang
ditambahkan menyebabkan reaksi yang berlangsung cepat sehingga yield yang didapatkan
cenderung banyak (Anshari,2011).
90.0%
85.0%
80.0%
75.0%
% Yield
70.0%
65.0%
60.0%
55.0%
50.0%
1.4 1.9 2.4 2.9 3.4
% katalis
- 215 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Persen FAME yang didapat dengan menggunakan analisa GCMS. Biodiesel yang
dianalisakan pada molar ratio 4: 1 dan katalis 3% diperoleh persen FAME 97.7%. Fenomena ini
disebabkan penambahan katalis dan proses turbulensi yang membantu mempercepat terjadinya
reaksi. Hal ini lebih ekonomis dibandingkan yang dilakukan Henny (2011) diperoleh persen FAME
98% pada molar ratio 7:1 dan katalis 2% dengan penggunaan reactor model berisian. Penggunaan
reactor tipe tubular ini dapat meminimalis biaya pembuatan biodiesel khususnya untuk biaya
penggunaan katalis
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anshary, M.A., Damayanti, O., Roesyadi., A. 2012. Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Kelapa Sawit dengan Katalis Padat Berpromotor Ganda dalam Reaktor Fixed
Bed. Jurnal Teknik POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4
ASTM. 2002. Annual Book of ASTM Standar Section Five Petroleum Products,
Lubrication and fossil fuels. ASTM, America
Buasri, A., Chaiyut, N., Loryuenyong, V., Rodklum, C.,Chaikwen, T., Komphan, N.
2012. Continuous Process for Biodiesel Production in Packed Bed Reactor from
Waste Frying Oil using Pottasium Hydroxide Supported on Jatropha curcas Fruit
Shell as Solid Catalyst. Appl. Sci.2012, 2, 641-653;doi:10.3390/app2030641
- 216 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Dewajani, H. 2011. Pembuatan Biodiesel dari minyak Sawit secara Kontinyu dalam
Model Reaktor Berisian. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”, ISSN 1693-4393.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Institut Teknologi Adhi Tama
(ITATS) yang telah membantu terlaksananya penelitian ini dengan dana penelitian dosen
pemula
- 217 -
- 217 -
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 ISBN 978-602-98569-1-0
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
- 218 -
Jurnal DAUR LINGKUNGAN Februari 2018, Vol. 1 (1): 16-21 http://daurling.unbari.ac.id
ISSN 2615-1626
ABSTRAK
Minyak jelantah merupakan minyak bekas yang telah dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan telah mengalami perubahan,
baik secara fisik maupun kimia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk minyak jelantah adalah
mengubah minyak jelantah menjadi bahan biodiesel. Pada penelitian ini pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dilakukan dengan
menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya melalui pretreatment guna menurunkan angka asam
pada minyak jelantah. Angka asam yang terlalu tinggi akan mempersulit pemisahan gliserol dari biodiesel sehingga produksi biodiesel
akan sedikit. Parameter uji kualitas biodiesel yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi mengacu pada baku mutu biodiesel
Indonesia SNI 7182:2015. Produksi biodiesel dari minyak jelantah pada eksperimen ini menggunakan variasi rasio larutan metanol dan
NaOH terhadap minyak jelantah yaitu 1 : 2 ; 1 : 4 dan 1 : 8. Hasil uji menunjukkan bahwa kualitas biodiesel telah memenuhi SNI
7182:2015 pada parameter viskositas, densitas dan uji nyala. Sedangkan Asam lemak bebas masih berada diatas baku mutu SNI
7182:2015.
Kata kunci : Minyak jelantah; Transesterifikasi; Biodiesel
ABSTRACT
Waste cooking oil is used oil that has been used for domestic purposes and has undergone changes, both physically and chemically.
One effort that can be done to reduce the adverse effects of used cooking oil is changed the material used cooking oil into biodiesel. In
this study of biodiesel production from waste cooking oil is done by using biodiesel transesterification reaction as generally through a
pretreatment in order to reduce the number of Free Fatty Acid in cooking oil. The high number of Free Fatty Acid will complicate the
separation of glycerol from biodiesel so that production of biodiesel will be slight. Test parameters of biodiesel quality produced by
transesterification process refers to the Indonesian biodiesel quality standard ISO 7182: 2015. The production of biodiesel from used
cooking oil in this experiment using variations methanol and sodium hydroxide solution ratio to the used cooking oil is 1: 2; 1: 4 and
1: 8. Test results showed that the quality of biodiesel is in compliance with ISO 7182: 2015 on the parameters of viscosity, density and
flame test. While the Free Fatty Acids remained above the quality standard ISO 7182: 2015.
Keywords : Waste cooking oil, Transesterification, Biodiesel
16
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)
Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis
menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
biodiesel pada umumnya, dengan pretreatment guna
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
menurunkan angka asam pada minyak jelantah. Angka
dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut :
asam yang terlalu tinggi akan mempersulit pemisahan
gliserol dari biodiesel sehingga produksi biodiesel akan
sedikit.
Ketentuan paling penting dalam pembuatan
biodiesel adalah kadar ester (minimal 96,5%), bilangan
asam (maksimum 0,5 mg KOH/gr).Kadar ester Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam
dipengaruhi oleh kualitas teknologi dan proses yang lemak bebas menjadi ester, pada transesterifikasi yang
digunakan, serta komposisi bahan baku yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi ester.
digunakan. Selain itu, parameter penting lainnya berupa Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi
kandungan sulfur, fosfor, logam alkali, total menjadi sangat penting ketika memilih bahan baku dan
kontaminasi, dan hasil gliserol yang tidak bereaksi. katalis. Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau basa,
sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis
Teknologi proses produksi biodiesel yang
oleh asam (Nourredine, 2010).
berkembang saat ini dapat dikelompokkan menjadi
proses satu tahap (transesterifikasi) dan proses dua Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi
tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Sedangkan minyak Transesterifikasi
yang memiliki nilai Free Fatty Acid (FFA) di atas 1%,
seperti minyak goreng bekas, sebaiknya menggunakan Menurut Arpiwi (2015), faktor–faktor yang
proses dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Minyak mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah sebagai
yang mengandung asam lemak bebas lebih dari 1% berikut:
akan membentuk formasi emulsi sabun yang 1. Lama Reaksi
menyulitkan pada saat pemisahan biodiesel.
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan
kadar asam lemak bebasnya meningkat akibat dari kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
proses pemanasan yang terus menerus, sehingga proses bertumbukan satu sama lain. Namun setelah
pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak
biasanya dilakukan melalui dua tahap proses yaitu mempengaruhi reaksi.
esterifikasi dan transesterifikasi. Menurut Julianus
(2006), tahap esterifikasi diperlukan untuk 2. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak
mengesterifikasi asam lemak bebas Free Fatty Acid Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati
(FFA) dalam minyak bekas agar jumlahnya tidak terlalu sangat mempengaruhi dengan metil ester yang
banyak. Asam lemak bebas yang terlalu banyak akan dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang
membentuk banyak sabun sehingga akan mengurangi dugunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan
produksi biodiesel. bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol
Transesterifikasi dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses
industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1.
molekul trigliserida yang besar, bercabang dari minyak
nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, 3. Jenis katalis
molekul rantai lurus, dan hampir sama dengan molekul Katalis adalah suatu zat yang berfungsi
dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau lemak mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi
hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol) aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan.
dengan bantuan katalis (biasanya basa) yang Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat
menghasilkan alkil ester (atau untuk metanol, metil reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Tanpa katalis
ester) (Knothe et al., 2005 dalam herlina 2014) reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil 250oC. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan
ester adalah : massa katalis yang sama seperti pada awal kita
tambahkan. Katalis yang dapat digunakan dapat berupa
katalis homogen atau heterogen.
4. Suhu
Kecepatan reaksi transesterifikasi akan meningkat
pada suhu yang mendekati titik didih alhohol yang
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam
digunakan. Suhu selama reaksi transesterifikasi dapat
reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang
dilakukan pada rentang suhu 300C - 65°C dan dijaga
dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan
selama proses, tergantung dari jenis minyak yang
lambat. (Mittlebatch, 2004). Katalis yang bisa
digunakan. Dalam proses transesterifikasi perubahan
17
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)
suhu reaksi menyebabkan gerakan molekul semakin membentuk dua lapisan (membentuk dua fase) dan
cepat sehingga bisa mengatasi energi aktivasi. Suhu diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati
mempengahuhi viskositas dan densitas, karena dapat larut di dalam metanol.
viskositas dan densitas merupakan dua parameter fisis
penting yang mempengaruhi pemanfaatan biodiesel 2. Metode Penelitian
sebagai bahan bakar. Semakin tinggi suhu Sampel yang digunakan adalah minyak goreng
menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau bekas 2 - 3 kali penggorengan dari aktivitas rumah
energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksi makan dan katering di Kota Jambi. Pengujian kualitas
semakin besar sehingga tumbukan antara molekul biodiesel dilakukan di Laboratorium Lingkungan
pereaksi juga meningkat . Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi.
Penelitian dilakukan pada bulan (Juli - November
5. Pengadukan
2017).
Peningkatan kecepatan pengadukan meningkatkan
Alat yang dipakai pada penelitian ini yaitu gelas
kecepatan reaksi karena dengan pengadukan akan
ukur, labu ukur, erlenmeyer, gelas beaker, pipet tetes,
mempercepat pergerakan molekul dan memperbesar
pipet ukur, batang pengaduk, magnetic stirrer, gelas
peluang terjadinya tumbukan antar molekul.
kaca, timbangan, filler, spatula logam, corong gelas, hot
6. Lama Waktu Pengendapan (Settling) plate, buret, piknometer, stopwatch, bola logam,
pemanas bunsen, mikrometer skrup. Bahan-bahan yang
Lama waktu pengendapan berpengaruh pada proses
digunakan pada percobaan ini yaitu minyak jelantah,
tranesterifikasi 2 tahap yaitu melakukan dua kali proses
asam asetat, NaOH, Air, Methanol 99%, Indikator PP,
transesterifikasi. Pengendapan bertujuan untuk
dan Aquades.
memisahkan gliserol dan biodiesel. Waktu pengendapan
metil ester mempengaruhi bilangan asam. Ketika Pembuatan Reagen
pengendapan yang lebih lama, diduga tingkat oksidasi
pada proses dua tahap lebih tinggi dari pada proses satu Larutan indikator Phenolphthalein (PP) 0,5 %
tahap. Hal ini mengakibatkan bilangan asam menjadi Timbang 0,5 gram Phenolphthalein dan larutkan
lebih tinggi. dalam 100 ml alkohol dalam labu ukur 100 ml.
Larutan NaOH 0,1 N
7. Kandungan Air Timbang 1 gram NaOH dan masukkan dalam labu
Kandungan air yang berlebihan dapat menyebabkan ukur 250 ml, lalu larutkan dengan air suling.
sebagian reaksi dapat berubah menjadi reaksi sabun Pembuatan Biodiesel
atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun,
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan Cara pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dengan
dapat menyulitkan pemisahan antara gliserol dan proses transesterifikasi.
Biodiesel. 1. Minyak jelantah dipanaskan sampai suhu 1000C
untuk menghilangkan kandungan airnya. Gunakan
8. Methanol alat pengaduk untuk pengaduk untuk memudahkan
Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses penghilangan uap air. Setelah air yang mendidih
transesterifikasi adalah metanol dan etanol. Metanol dalam minyak mulai hilang, selanjutnya panaskan
merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam sampai suhu 1300C selama 10 menit dan
pembuatan biodiesel karena methanol (CH3OH) dinginkan.
mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau 2. Titrasi untuk menentukan banyaknya katalis
lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) (NaOH) yang diperlukan dengan cara :
karena metanol memiliki satu ikatan carbon sedangkan a) Siapkan alat titrasi terdiri buret dan gelas piala
etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga lebih kecil.
mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding b) Siapkan larutan 1 gram NaOH ke dalam 1 liter
air suling (larutan 0,1% NaOH).
dengan etanol.
c) Larutkan 1 ml minyak jelantah ke dalam 10 ml
9. Kosolven isopropil alkohol dipanaskan sambil diaduk
sampai campuran jernih.
Pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang lambat
d) Tambahkan 2 tetes larutan PP.
karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan
e) Isi buret dengan larutan NaOH 0,1% , teteskan
tersebut dapat di atasi dengan penambahan kosolven
larutan tersebut tetes demi tetes ke dalam
kedalam campuran minyak nabati, metanol dan katalis,
larutan minyak jelantah-alkohol-PP, sambil
sehingga penambahan kosolven bertujuan untuk
diaduk sampai larutan berwarna merah muda
membentuk sistem larutan menjadi berlangsung dalam
selama 10 detik.
satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa kosolven
f) Lihat pada buret, volume (ml) larutan 0,1%
ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil
NaOH yang digunakan dan tambahkan 5 maka
ester yang kurang signifikan dibanding penambahan
ketemu jumlah gram NaOH yang diperlukan
kosolven (Baidawi, A., 2007), Hal ini terjadi karena
perliter minyak.
adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati
dengan metanol, dalam metanol campuran reaktan
18
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)
3. Pendiaman dan pemisahan metil ester (minyak d) Minyak yang telah bersih dialirkan untuk
biodiesel) dengan gliserin. Cara pemisahannya memisahkan dengan air yang mengandung
adalah : sabun.
a) Proses dibiarkan sampai sempurna sedikitnya 8 e) Proses pencucian ini diulang 2-3 kali, tanpa
jam dan suhu dipertahankan pada 380C. penambahan asam. Pada pencucian ketiga,
b) Biodiesel akan berada di bagian atas dan biodiesel hasil pencucian dipanaskan untuk
gliserin ada dibagian bawah berwarna coklat menghilangkan air yang masih terikut. pH
gelap. Gliserin merupakan cairan kental yang biodiesel hasil pencucian mempunyai pH 7
dapat memadat dibawah suhu 380C. (netral).
c) Alirkan gliserin dengan hati-hati dari bagian 5. Pengecekan kualitas biodiesel. Biodiesel yang
bawah reaktor, sehingga biodiesel dapat akan digunakan untuk bahan bakar mesin diesel
dipisahkan kemudian ditempatkan di wadah seperti pada mobil memerlukan kualitas biodiesel
lain. yang tinggi.
d) Apabila gliserin memadat maka dapat
3. Hasil dan Pembahasan
dipanaskan kembali agar mencair.
e) Gliserin masih bercampurkan dengan sisa Produksi biodiesel dari minyak jelantah pada
reaktan dan alkohol, maka dinetralisasi eksperimen ini menggunakan variasi komposisi metanol
menggunakan asam mineral dan dipanaskan dan NaOH serta rasio larutan metanol dan NaOH
pada suhu 660C untuk mengambil kembali terhadap minyak jelantah yaitu 1 : 2 ; 1 : 4 dan 1 : 8
alkohol, sehingga diperoleh gliserin kemurnian seperti terlihat pada Tabel 1.
tinggi.
4. Hasil biodiesel sering tercampur dengan sabun. Berdasarkan hasil uji kualitas biodiesel dapat
disimpulkan bahwa biodiesel minyak jelantah telah
Biodiesel dicuci menggunakan air suling untuk
menghilangkan sabun dan sisa-sisa bahan lain. memenuhi standar baku mutu kecuali asam lemak bebas
Proses pencuciannya adalah sebagai berikut : (FFA) seperti terlihat pada Tabel 2.
a) Pada pencucian pertama, biodiesel ditambah Tabel 1. Perbandingan Rasio Metanol dan NaOH pada
sedikit larutan asam asetat, kemudian diaduk Sampel
agar terjadi netralisasi. Bahan Baku Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
(1:2) (1:4) (1:8)
b) Tuangkan air suling dalam wadah, kemudian
Minyak 500 500 500
dituangi biodiesel yang akan dicuci, kemudian jelantah (ml)
diaduk. NaOH (gr) 3,5 3,5 3,5
c) Setelah didiamkan antara 12-24 jam, minyak Metanol 99% 100 125 175
(ml)
biodiesel akan terpisah dengan air pencuci.
Sumber : Data Primer
19
Analisis Minyak Jelantah sebagai Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi
(Hadrah, Kasman, M., dan Sari, F.M)
4.4 4.31
3.8
3.6
1:2 1:4 1:8
Rasio NaOH : Methanol
Gambar 2. Biodiesel dari Minyak Jelantah
Gambar 4. Grafik Pengaruh Rasio Methanol dan
Pada Gambar 2 terlihat bahwa secara fisik tidak
NaOH terhadap Viskositas Biodiesel
tampak perbedaan biodiesel yang dihasilkan dengan
variasi rasio NaOH dan Methanol namun pengujian Selain parameter densitas, viskositas dan asam
nilai asam lemak dan viskositas biodiesel menunjukkan lemak bebas juga dilakukan uji nyala pada biodiesel
terdapat perbedaan kualitas biodiesel yang dihasilkan. dengan menggunakan Bunsen sebagai alat pembakaran.
Hasil uji menunjukkan terjadi pembakaran yang
menandakan biodiesel dapat digunakan sebagai bahan
1.42 bakar.
1.5 1.22
1.01 4. Kesimpulan dan Saran
1 Rasio komposisi metanol dan NaOH berpengaruh
FFA (%)
Hikmah. M. N dan Zuliyana. (2010). Pembuatan Metil Ester Production, Thesis, Virginia Polytechnic Institute and
(Biodiesel) Dari Minyak Dedak Dan Metanol Dengan State University, Blacksburg, Virginia.
Proses Esterifikasi Dan Transesterifikasi. Skripsi. Rahkadima, Y., dan Purwati, P. A. (2011). Pembuatan
Universitas Diponegoro. Semarang. Biodiesel dari Minyak Jelantah Melalui Proses
Knothe G, JV Gerpen and J. Krahl. (2005). The Biodiesel Transesterifikasi Dengan Menggunakan CaO Sebagai
Handbook. United States of America: AOCS Press. Katalis.
Listiadi A. P., dan I. M. B. Putra. (2013). Intensifikasi Rhofita, E I. (2015). Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai
Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Metode Biodiesel : Kajian Temperatur dan waktu Reaksi
Interesterifikasi dan Pemurnian Dry Washing. Skripsi. Transesterifikasi. Skripsi. Jurnal Ilmu-ilmu Teknik –
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon. Sistem, Vol. 12 No.3.
Majid, Atsari. A, dkk. (2012). Pembuatan Biodiesel Dari Setiawati. E. Edwar. F. (2012). Teknologi Pengolahan
Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Iradiasi Biodiesel Dari Minyak Goreng Dengan Teknik
Gelombang Mikro. Skripsi Universitas Sebelas Maret. Mikrofitrasi dan transesterifikasi sebagai Alternatif Bahan
Surakarta. Bakar Mesin Diesel. Balai Riset dan standarisasi Industri
Nourredine, Abdoulmoumine, (2010). Sulfate and Hydroxide Banjarbaru.
Supported on Zirconium Oxide Catalysts for Biodiesel Sudradjat. (2008). Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar.
Jakarta : Swadaya.
21
p- ISSN : 2407 – 1846
TK- 013 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek
ABSTRAK
Biodiesel, bahan bakar alternatif yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan dan lemak
hewan.Biodiesel dapat diperbaharui, biodegradable, ramah lingkungan dan tidak beracun. Objek
percobaan menggunakan dedak padi sebagai bahan baku, diperoleh dari proses ekstraksi
menggunakan N-hexane. Metode yang digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah
transesterifikasi asam dan transesterifikasi basa menggunakan metanol dan katalis. Katalis yang
digunakan dalam percobaan adalah katalis homogen H2SO4 dan katalis heterogen zeolit alam yang
diperoleh dari Bayah Banten. Preparasi biodiesel dilakukan dengan memvariasikan temperatur pada
transesterifikasi basa 50°C, 60°C dan 70°C. Zeolit di preparasi dengan poses impregnasi padi variasi
konsentrasi KOH/zeolit (25 gr KOH dalam 100 ml air destilasi, 37.5 gr KOH dalam 100 ml air
destilasi dan 50 gr KOH dalam 100 ml air destilasi). Waktu reaksi 60 menit dengan konsentrasi
katalis 2%. Spesifikasi biodiesel yang dihasilkan sesuai dengan Standar nasional Indonesia (SNI)
dengan hasil terbaik pada variasi temperature 60°C
Kata kunci : dedak padi, biodiesel, zeolit
ABSTRACT
Biodiesel, an alternative energy that normally produced from plant oil and animal fatty.Biodiesel is
an renewable energy, biodegradable, environment friendly and nontoxic fuel. The objectives of this
research is to use rice bran as raw material, rice bran done by extraction process using n-hexane to
get the rice bran oil. The method use to produced biodiesel is the acid transesterification followed by
base transesterification with methanol in the presence of catalyst. The catalyst used in this research is
homogenous catalyst such as H2SO4 and heterogonous catalyst such as natural zeolite from Bayah
Banten. The preparation of biodiesel was done by varying the temperature in base transesterification
process 50°C, 60°C dan 70°C. The zeolite prepared by impregnation process in various concentration
KOH/zeolite (25 gr KOH in 100 ml distilled water, 37.5 gr KOH in 100 ml distilled water and 50 gr
KOH in 100 ml distilled water). The reaction time was 60 minute with the concentration of catalyst is
2%. The biodiesel properties were comparable to Indonesian National Standard (SNI) with the best result in the
temperature variations of 60°C
Keyword: rice bran, biodiesel, zeolite
Pemanfaatan minyak nabati sebagai suplai dari dedak padi pun ikut melimpah.
bahan baku biodiesel memiliki beberapa Dedak padi yang melimpah dapat
kelebihan, Diantaranya yaitu sumber minyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
nabati yang dapat dengan mudah diperoleh, biodiesel.
proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati Minyak dedak padi merupakan turunan
mudah dan cepat, serta tingkat konversi penting dari dedak padi. Bergantung pada
minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi varietas beras dan derajat penggilingannya,
(95%). Minyak nabati memiliki komposisi dedak padi mengandung 16%-32% berat
asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis minyak. Kandungan asam lemak bebas 4%-
tanamannya. Zat penyusun utama minyak- 8% berat pada minyak dedak padi tetap
lemak (nabati maupun hewani) adalah diperoleh walaupun dilakukan ekstraksi dedak
trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam- padi sesegera mungkin. Peningkatan asam
asam lemak (C8 –C24). Komposisi asam lemak bebas secara cepat terjadi karena
lemak dalam minyak nabati menentukan sifat adanya enzim lipase aktif dalam dedak padi
fisik kimia minyak (Erliza hambali et al. setelah proses penggilingan. Minyak dedak
2007). padi sulit dimurnikan karena tingginya
kandungan asam lemak bebas dan senyawa-
DEDAK PADI senyawa tak tersaponifikasikan. Lipase dalam
Dedak padi patut dipertimbangkan dedak padi mengakibatkan kandungan asam
menjadi bahan baku untuk proses produksi lemak bebas minyak dedak padi lebih tinggi
biodiesel yang potensial. Masyarakat dari minyak lain sehingga tidak dapat
Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai digunakan sebagai edible oil (Dharsono et al,.
makanan pokok, nasi berasal dari beras 2010 ).
menghasilkan produk samping berupa dedak
padi dalam proses penggilingannya. Besarnya
jumlah produksi padi yang melimpah, maka
Tabel 1. Komposisi Umum Minyak Mentah Dedak Padi (Rachmaniah et al,. 2004)
Komponen Komposisi (% berat)
Trigliserida 18,90
Digliserida 6,69
Monogliserida 0,19
Asam Lemak 69,54
γ-oryzanol 3,77
Vitamin E dan tocopherol 0,91
untuk transesterifikasi basa. Penggunaan katalis hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar
heterogen dimaksudkan untuk meminimalisir mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui
terbentuknya reaksi penyabunan dan reaksi transesterikasi trigliserida dan atau reaksi
memudahkan proses separasi. Sebelumnya zeolit esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari
di preparasi terlebih dahulu agar siap untuk kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai
dijadikan katalis. bahan baku.
Proses transesterifikasi dengan katalis
TRANSESTERIFIKASI asam diperlukan jika minyak nabati mengandung
Transesterifikasi (biasa disebut dengan FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA
alkoholisis) adalah tahap konversi dari tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan
melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun
produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol- dalam jumlah yang cukup besar dapat
alkohol monohidrik yang menjadi kandidat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester
sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses
yang paling umum digunakan, karena harganya pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
murah dan reaktifitasnya tinggi (sehingga reaksi proses pendahuluan untuk mengkonversikan
disebut metanolisis). Biodiesel praktis identik FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya
Acids Metil Ester, FAME). ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester
BIODIESEL ( Hikmah et al,. 2010)
Biodiesel merupakan monoalkil ester
dari asam-asam lemak rantai panjang yang
terkandung dalam minyak nabati atau lemak
Residu karbon
- dalam percontoh asli 0,5
7 atau %-massa, maks
-dalam 10% ampas destilasi
0,3
o
9 Temperatur Distilasi 90% C, maks 360
Pada suhu 70 terjadi penurunan % FFA yang dihasilkan tidak sesuai dengan SNI karena
sebesar 14.44, hal ini disebabkan tidak suhu reaksi belum mencapai suhu maksimum
sempurnanya proses pembuatan biodiesel karena sehingga reaksi berjalan lebih lambat.
titik didih methanol adalah 64,7 maka metanol Densitas biodiesel terbaik terjadi pada
suhu 60°C karena reaksi berjalan dengan cepat ,
akan cepat menguap sehingga menurunkan rasio
tumbukan antar molekul yang terjadi pada suhu
perbandingan antara methanol dengan minyak
mendekati titik didih metanol dengan variasi
dedak padi ( Wahyuni et al,. 2015). Pada suhu
katalis 50 gr KOH/100mL.
50 terjadi penurunan % FFA sebesar 4.3 %,
ini disebabkan karena suhu reaksi belum
mencapai suhu maksimum sehingga reaksi
berjalan lebih lambat. Pengaruh Variasi Suhu dan Katalis Terhadap
Pengaruh Variasi Suhu dan Katalis Terhadap Viskositas Biodiesel
Densitas Biodiesel
pada suhu 60 . Naiknya suhu menyebabkan Dyah, Shintawati. 2015. Pembuatan Biodiesel
dari Mikroalga Chlorella Sp Melalui Dua
tumbukan antar partikel semakin besar, sehingga
reaksi berjalan semakin cepat dan konstanta Tahap Reaksi In-Situ.Laporan penelitian.
reaksi semakin besar. Pada suhu yang lebih Semarang: Universitas Diponegoro
tinggi yaitu 70 reaksi berjalan tidak karena
titik didih methanol adalah 64,7 maka Dharsono, W. dan Oktari, Y. S. (2010). Proses
Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan
metanol akan cepat menguap sehingga Methanol dengan Esterifikasi in situ.
menurunkan rasio perbandingan antara methanol Fakultas teknik Universitas Diponegoro,
dengan minyak dedak padi (Silvira et al,. 2015), Semarang.
Pada suhu yang lebih rendah 50 suhu reaksi
belum mencapai suhu maksimum sehingga reaksi Erliza Hambali, Siti M, Armansyah H
berjalan lebih lambat. Tambunan, Abdul W P, Roy H, 2007.
Pengaruh jumlah katalis (gram KOH/100 Teknologi Bioenergi. Jakarta : PT
ml) terhadap yield adalah semakin banyak
Agromedia Pustaka.
jumlah KOH yang diberikan pada proses
impregnasi akan meningkatkan %yield biodiesel.
Pada Gambar 8. di atas dapat dilihat terjadi Gerpen JV, B Shanks, R Pruszko, D Clements
sedikit penurunan % yield pada katalis 50 gram dan G Knothe. 2004. Biodiesel Production
KOH/100 mL, ketidaksesuain karena masih Technology.United State of America:
terdapat kandungan air hasil transesterifikasi National Renewable Energi Laboratory.
asam, dimana proses transesterifikasi asam
menghasilkan air , sehingga kandungan air dalam
minyak nabati harus diperiksa sebelum Hikmah, Maharani N & Zuliyana. 2010.
dilakukan proses transesterifikasi. Kandungan Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari
air yang tinggi dapat mendeaktivasi katalis asam Minyak Dedak dan Metanol dengan
dan katalis basa, sehingga dapat menurunkan Proses Esterifikasi dan
rendemen biodiesel yang dihasilkan (Gerpen et al Transesterifikasi.Skripsi. Semarang:
2004). Universitas Diponegoro.
& Ismadji, Suryadi. (2013).” Natural Rachmaniah, O., Ju, Y. dan Vali, S. R. (2004)
zeolite from Pacitan Indonesia, as catalyst Potensi Minyak Mentah Dedak Padi
support for transesterification of palm sebagai Bahan Baku Pembuatan
oil”. Applied Clay Science, 74(0), 121-126 Biodiesel. Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November.
Lai,G.G and Zulaikah,S. 2005. Lipase-catalyzed Surabaya.
production of biodiesel from rice brain oil.
Sutarti, Mursi dan Rahmawati, M. 1994. Zeolit:
J.Chem.Biotechnol.80,331-337
Tinjauan Literatur. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah
Nuryoto, Hary Sulistiyo, Wahyudi Budi
Setiawan, Indra Perdana 2011. Modifikasi Zhang Y., Dube, M. A., McLean, D. D., Kates,
Zeolit Alam Modernit Sebagai Katalisator M., (2003), Review Paper: Biodiesel
Ketalisasi dan Esterifikasi. Reaktor, Production from Waste Cooking Oil: 1.
Vol.16 No.2, Hal. 72-80 Process Design and Technological
Rusdi, Irfan Saptajani, R.Hartono., 2015 Assessment,dalam:BioresourceTechnol..V
“Potensi Minyak Dedap Padi sebagai 0l.89.1-16.
Bahan Baku Pembuatan Biodiesel
Dengan Proses Transesterifikasi Asam Wahyuni S, Ramli, Mahrizal.2015.”Pengaruh
dan Basa” Prosiding Seminar Nasional Suhu dan Lama Pengendapan terhadap
Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah”.
Universitas Muhammadiyah Jakarta Laporan penelitian. Padang: Universitas
2015, ISSN :2407-1848, e-ISSN : 2460- Negeri Padang
8416.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh intensitas daya dan waktu reaksi terhadap rendemen dan karakteristik
biodiesel dari minyak jelantah yang dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi yang dibantu dengan pemberian
gelombang mikro (microwave). Minyak jelantah diperoleh dari pabrik kerupuk yang berlokasi di Sukarame, Bandar
Lampung. Reaksi pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan gelas erlenmeyer yang dipanaskan di dalam oven
microwave berdaya 399 watt dan frekuensi 2.450 MHz yang telah dilengkapi dengan pengaduk listrik berkecepatan
1446 RPM. Penelitian menggunakan rancangan acak faktorial dengan dua faktor. Kedua faktor adalah intensitas daya
gelombang mikro dengan tiga taraf [(30, 50, dan 70%) dan waktu reaksi, juga dengan tiga taraf (30, 60, dan 120 detik).
Setiap kombinasi perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan 100 ml
minyak jelantah pada perbandingan molar minyak jelantah terhadap metanol 1:6. Parameter yang dianalisis meliputi
rendemen, bilangan asam, massa jenis, dan viskositas biodiesel. Data dianalisis menggunakan ANOVA diikuti uji beda
nyata terkecil (BNT) pada tingkat signifikansi a = 5% dan a = 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas daya
gelombang mikro dan waktu reaksi tidak berpengaruh terhadap bilangan asam, viskositas, dan massa jenis biodiesel.
Biodiesel yang dihasilkan memiliki bilangan asam 2,98–4,20 mgKOH/g, massa jenis 0,87–0,88 g/mL, dan viskositas
1,9–2,0 cSt. Intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi serta interaksinya berpengaruh nyata pada rendemen
biodiesel. Dalam penelitian ini, tanpa memperhatikan intensitas daya gelombang mikro, waktu reaksi terbaik adalah 30
detik saat rendemen biodiesel rata-rata mencapai 91,1%.
Kata kunci: Biodiesel, minyak jelantah, transesterifikasi, gelombang mikro
ABSTRACT
The purpose of this research was to study the effect of power intensity and reaction time on the yield and the characteristic
of biodiesel made from waste cooking oil via transesterification reaction assisted by microwave. Waste cooking oil was
collected from a cracker industry located in Sukarame, Bandar Lampung. The transesterification reaction is conducted
using an erlenmeyer glass heated in a microwave oven with power capacity of 399 watt and frequency of 2,450
MHz which has been fitted with an electric stirrer at 1446 RPM. A completely randomized design with 2x3 factorial
arrangements was used in this experiment. Treatment consisted of two factors, namely power intensity and reaction
time. The power intensity included three levels (30, 50, and 70%). Similarly did for the reaction time (30, 60, and 120
seconds). Transesterification reaction was carried out with 100 ml waste cooking oil at a molar ratio of 1:6 (waste
cooking oil to methanol). Parameters to be analyzed included biodiesel yield, acid number, density, and viscosity of
biodiesel. Data was analyzed using ANOVA followed by least significant difference test at a level of a = 5% and a
= 1%. The results showed that both microwave power intensity and reaction time and their interaction had no effect
on the viscosity, acid number and density of produced biodiesel. Biodiesel produced has acid number of 2.98 to 4.20
mgKOH/g, density of 0.87 to 0.88 g/mL, and viscosity of 1.9 to 2 cSt. Microwave power intensity and reaction time and
their interaction had significantly affected the yield of biodiesel. Regardless the microwave power intensity, reaction
time of 30 seconds was adequate for microwave-assisted biodiesel synthesis with an average yield reaching 91.1%.
Keywords: Biodiesel, waste cooking oil, transesterification, microwave
234
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015
METODE PENELITIAN
235
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015
asam lemak bebas (ALB). Metanol dan katalis NaOH yang 1:6 (Jagadale dan Jugulkar, 2012). Sebanyak 100 ml minyak
digunakan dalam penelitian ini adalah berkualitas teknis jelantah dicampur dengan 20 ml larutan metoksida (NaOH
(technical grade). Bahan kimia lain adalah aquades, indikator dalam metanol) dalam erlenmeyer. Selanjutnya campuran
PP, isopropil alkohol, dan KOH. minyak dan metoksida dipanaskan di dalam oven microwave
berpengaduk listrik (Gambar 1). Biodiesel yang dihasilkan
Alat didiamkan selama kurang lebih 24 jam untuk mengendapkan
Peralatan yang digunakan adalah oven microwave gliserol. Setelah dipisahkan dari gliserol, biodiesel dicuci
dengan daya keluaran maksimum 399 W dan frekuensi menggunakan aquades tiga sampai empat kali hingga jernih.
gelombang 2450 MHz yang telah dimodifikasi di bagian
atasnya untuk menempatkan pengaduk listrik dengan Pengamatan dan Pengukuran
kecepatan 1446 RPM (Gambar 2). Peralatan lain meliputi Parameter yang diamati meliputi suhu reaksi, rendemen
peralatan gelas, pengaduk listrik, spatula, buret, falling ball biodiesel, bilangan asam, massa jenis, dan viskositas biodiesel.
viscometer, neraca analitik, piknometer, dan pemanas (hot Rendemen biodiesel dihitung menggunakan Persamaan (2):
plate).
hasil biodiesel(g) ………… (2)
Rendemen 100%
minyak jelantah (g)
236
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015
Karakteristik Nilai
Massa jenis (g/mL) 0,910
Bilangan asam (mgKOH/g) 5,6
ALB (%) 2,81
Warna Gelap, keruh
Tabel 2. Rendemen dan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari perlakuan intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi
Perlakuan
Rendemen rata- Bilangan asam Viskositas Massa jenis
Intensitas daya D (%) Waktu reaksi T (detik) rata (%) (mgKOH/g) (cSt) (kg/L)
F TAB
Sumber Keragaman db JK KT FHIT
0,05 0,01
Perlakuan 8 581,97 72,75 14,66
Intensitas Daya (D) 2 243,98 121,99 25,18* 3,55 6,01
Waktu Reaksi (T) 2 102,75 51,38 10,60* 3,55 6,01
D×T (DT) 4 230,54 57,64 11,90* 2,93 4,58
GALAT 18 87,21 4,85
TOTAL 26 1253,24
*) berbeda nyata
237
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015
Tabel 4. Hasil uji BNT untuk rendemen biodiesel Hal yang sama terjadi pada waktu reaksi 60 detik (rendemen
rata-rata 88,3%). Secara umum rendemen biodiesel yang
Perlakuan
tinggi diperoleh pada waktu reaksi yang lebih singkat
Intensitas Waktu reaksi Rendemen (%) a =1%
(30 detik) tanpa memperhatikan besarnya intensitas daya
daya D (%) T (detik) gelombang mikro. Meningkatkan waktu reaksi menjadi 60
30 30 76,67 a
detik tidak secara signifikan mengubah rendemen biodiesel
30 60 87,72 b
untuk reaksi dengan intensitas daya gelombang mikro 50
30 120 88,51 bc dan 70%, tetapi secara signifikan menurunkan rendemen
50 30 88,52 bc untuk reaksi dengan intensitas daya 30%. Dari waktu reaksi
50 60 89,18 bcd 60 hingga 120 detik, rendemen biodiesel tidak berubah
50 120 90,06 bcd untuk reaksi dengan intensitas daya 30 dan 50%, tetapi turun
70 30 90,45 bcd signifikan untuk reaksi dengan intensitas daya 70%.
70 60 92,71 cd Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa pada perlakuan
93,58 d intensitas daya gelombang mikro 70% mengakibatkan
70 120
terjadinya penurunan rendemen biodiesel yang signifikan dari
*) angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom a yang sama
berarti tidak berbeda nyata. 89,2% pada waktu reaksi 30 detik menjadi 76,7% pada waktu
reaksi 120 detik. Hal ini terjadi karena transfer panas yang
Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada waktu reaksi 30 efektif mengakibatkan naiknya suhu reaksi secara cepat. Hasil
detik, perlakuan daya menghasilkan rendemen biodiesel yang pengukuran menunjukkan bahwa suhu reaksi dapat mencapai
tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen rata-rata 91,1%. hingga 84oC pada intensitas daya 70% dan waktu reaksi 120
detik (Gambar 4). Suhu ini lebih tinggi dari suhu penguapan
100 metanol (65 oC) sehingga sebagian metanol berada dalam fase
uap dan menurunkan efektivitas reaksi. Penurunan rendemen
pada suhu tinggi (70 oC) juga terjadi pada proses produksi
Rendemen BiodieseI (%)
60 62.9
60 44.5
50
0 15 30 45 60 75 90 105 120 49.1 45.5
40 39.3
Waktu Reaksi (detik) 30%
30 34.3 37.8
100 50%
20
70%
10
Rendemen Biodiesel (%)
0
90
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135
238
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015
menit. Transfer panas melalui gelombang mikro berlangsung digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Oleh sebab
secara efektif mengakibatkan pemanasan yang lebih cepat itu dipandang perlu untuk melihat potensi pemanfaatannya
yang pada gilirannya meningkatkan laju reaksi. sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Untuk itu
dilakukan uji kapilaritas untuk mengetahui seberapa jauh
Bilangan Asam biodiesel yang dihasilkan mampu diserap oleh sumbu
Bilangan asam di dalam bahan bakar dapat kompor minyak tanah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
mempengaruhi sifat korosinya terhadap mesin. Semakin biodiesel yang dihasilkan memiliki kapilaritas yang tidak
tinggi bilangan asam maka korosivitasnya semakin tinggi. kalah dari minyak tanah, yaitu setinggi 37,5 cm hingga 38,5
Bilangan asam dalam biodiesel yang dihasilkan berkisar dari cm (Tabel 5).
2,98 mgKOH/g hingga 4,20 mgKOH/g. Jika dibandingkan
dengan bilangan asam bahan baku minyak jelantah, yaitu
5,6 mgKOH/g (Tabel 1), maka bilangan asam biodiesel yang
dihasilkan telah mengalami penurunan. Meskipun demikian,
nilai bilangan asam biodiesel yang dihasilkan masih lebih
tinggi dari nilai SNI, yaitu 0,8 mgKOH/g. Hal ini menunjukkan
bahwa biodiesel yang dihasilkan masih memiliki kandungan
asam yang tinggi sehingga belum dapat digunakan sebagai
campuran minyak solar untuk menggerakkan motor diesel.
Tingginya bilangan asam karena penggunaan metanol
teknis (70%) sebagai pereaksi sehingga mengakibatkan Gambar 5. Hubungan antara intensitas daya dan waktu reaksi terhadap
reaksi kurang sempurna. Satriana dkk. (2012) menunjukkan viskositas
bahwa penurunan konsentrasi metanol dari 90% hingga 70%
telah mengakibatkan terjadinya peningkatan bilangan asam Tabel 5. Tabel perbandingan kapilaritas minyak tanah dan
biodiesel dari 0,8 mgKOH/g menjadi 3,73 mgKOH/g. biodiesel
239
AGRITECH, Vol. 35, No. 2, Mei 2015
rata mencapai 91,1% tanpa memperhatikan intensitas daya An overview. Journal of Sustainable Energy &
gelombang mikro. Biodiesel yang dihasilkan berpotensi dapat Environment 2: 71-75.
digunakan sebagai pengganti bahan bakar kompor minyak Kheang, L.C., May, C.Y., Foon, C.S. dan Ngan, M.A. (2006).
tanah. Recovery and conversion of palm olein-derived used
frying oil to methyl esters for biodiesel. Journal of Oil
UCAPAN TERIMA KASIH Palm Research 18: 247-252.
Penelitian ini didanai oleh DIPA Fakultas Pertanian, Knothe, G., Gerpen, J.V. dan Krahl, J. (editor). (2005). The
Universitas Lampung dengan Kontrak No. 270.A/UN26/4/ Biodiesel Handbook. AOCS Press, Champaign, Illinois.
DT/2013, tanggal 25 Februari 2013. Kwartiningsih, E., Setyawardhani, D.A., Widyawati, E.D.
dan Adi, W.K. (2007). Pengaruh temperatur terhadap
DAFTAR PUSTAKA kinetika reaksi metanolisis minyak jelantah menjadi
Aziz, I. (2011). Kinetika reaksi transesterifikasi minyak biodiesel (ditinjau sebagai reaksi homogen). Jurnal
goreng bekas. Jurnal Valensi 1: 19-23. Ekuilibrium 6(2): 71-74.
Barnard, T.M., Leadbeater, N.E., Boucher, M.B., Stencel, Lin, Y.C., Lin, J.F., Hsiao, Y.H. dan Hsu, K.H. (2012).
L.M. dan Wilhite, B.A. (2007). Continuous-flow Soybean oil biodiesel production assisted a microwave
preparation of biodiesel using microwave heating. system and sodium methoxide catalyst. Sustainable
Energy and Fuels 21: 1777-1781. Environment Research 22(4): 247-254.
Berrios, M., Martín, M.A., Chica, A.F. dan Martín, A. Ma, F. dan Hanna, H.A. (1998). Biodiesel production: A
(2010). Study of esterification and transesterification in review. Bioresource Technology 70: 1-15.
biodiesel production from used frying oils in a closed Manurung, R. (2006). Transesterifrikasi minyak nabati.
system. Chemical Engineering Journal 160: 473-479. Jurnal Teknologi Proses 5(1): 47-52.
Canakci, M, dan van Gerpen, J.H. (2003). Comparison Motasemi, F. dan Ani, F.N. (2012). A review on microwave-
of engine performance and emissions for petroleum assisted production of biodiesel. Renewable and
dieselfuel, yellow-grease biodiesel and soybean-oil Sustainable Energy Reviews 16: 4719-4733.
biodiesel. Transactions of the ASAE 46: 937-944. Ribeiro, A., Castro, F. dan Carvalho, J. (2011). Influence of
Freedman, B., Pryde, E.H. dan Mounts, T.L. (1984). Variables free fatty acid content in biodiesel production on non-
affecting the yields of fatty ester from transesterified edible oils. lst International Conference on WASTES:
vegetable oils. Journal of American Oil Chemists’ Solutions, Treatments and Opportunities. September
Society 61(10): 1638-43. 12th-14th 2011.
van Gerpen, J. (2005). Biodiesel processing and production. Ryan, D. 2004. Biodiesel: A Primer. National Center for
Fuel Processing Technology 86: 1097-1107. Appropriate Technology. 13 hal. Davis, California.
Haas, M.J., Scott, K.M., Alleman, T.L. dan McCormick, R.L. Satriana, N.E. Husna, Desrina dan Supardan, M.D. (2012).
(2001). Engine performance of biodiesel fuel prepared Karakterisitk biodiesel hasil transesterifikasi minyak
from soybean soapstock: A high quality renewable fuel jelantah menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik.
produced from a waste feedstock. Energy and Fuels 15: Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian 4(2): 15-20.
1207-1212. Sinaga, S.V., Haryanto, A. dan Triyono, S. (2014). Pengaruh
Hernando, J., Leton, P., Matia, M.P., Novella, J.L. dan suhu dan waktu reaksi pada proses pembuatan biodiesel
Alvarez-Builla, J. (2006). Biodiesel and FAME dari minyak jelantah. Jurnal Teknik Pertanian 3(1): 27-
synthesis assisted by microwaves: Homogeneous batch 34.
and flow process. Fuel 86: 1641-1644. Widodo, C.S., Nurhuda, M., Aslama, A., Hexa, A. dan Rahman,
Jagadale, S.S. dan Jugulkar, L.M. (2012). Review of various S. (2007). Studi penggunaan microwave pada proses
reaction parameters and other factors affecting on transesterifikasi secara kontinyu untuk menghasilkan
production of chicken fat based biodiesel. International biodiesel. Jurnal Teknik Mesin 9(2): 54-58.
Journal of Modern Engineering Research 2(2): 407- Yuniawati, M. dan Karim, A.A. (2009). Kinetika reaksi
411. pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas
Jaichandar, S. dan Annamalai, K. (2011). The status of (jelantah) dan metanol dengan katalis KOH. Jurnal
biodiesel as an alternative fuel for diesel engine - Teknologi 2(2): 130-136.
240
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 37-45
ISSN: 0216-4329 Terakreditasi
No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012
Djeni Hendra
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610 Telp. (0251) 8633378, Fax. (0251) 8633413
Email: djeni_hendra@yahoo.co.id
ABSTRACT
Due to limitation of resources the availability offossil fuel is become decreasing, an alternative fuel is needed such as
Aleurites trisperma Blancoseed before of big potential as source for plantation, the composition of seed kernel hasa high
level of oil (43.3%).
Biodiesel production process was done in the laboratory, its objective to establish the optimum condition. The addition of
catalyst H3PO4 (degumming process) of 0,5%, 0,75%, 1%. The esterification treatment use a methanol catalyst mixture
of 10%, 15%, 20% with HCl and H2SO4 of 0,5%, 0,75% and 1%. The transestrification treatment use a methanol
catalyst mixture of 10%, 15% and 20% with KOH and NaOH of 0,2%, 0,4%, 0,6%. Optimum results will be
apllied to biodiesel production in large scale.
In making Aleurites trisperma Blanco biodiesel which meet the Indonesian National Standard quality (SNI),
chemical used were mixture of methanol 20% (v/v) and catalys NaOH 0.6% (w/v), where resulting in biodiesel with
moisture content 0.05 %, acid number 0.76 mg KOH/g, free fatty acid content 0.38 %, density 865 kg/m3, kinetic
viscocity at 40 0C of 5.41 mm2/s (cSt), base number 101.49 mg KOH/g, alcyl ester content 104.55% massa, iod
number 109.73 g I2/100 g, cetana number 59,08, and yield of biodiesel oil 79.92 %.
ABSTRAK
Ketersediaan bahan bakar minyak semakin menipis, oleh karena itu dibutuhkan bahan bakar
alternatif. Biji kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) merupakan salah satu bahan yang memiliki
potensi cukup besar untuk dijadikan biodiesel, karena inti bijinya memiliki kandungan minyak mentah
yang cukup tinggi yaitu sebesar 43,3%.
Proses pembuatan biodiesel dilakukan secara laboratorium dengan tujuan untuk menetapkan
kondisi optimum. Penambahan katalis H3PO4, (proses degumming) sebesar 0,5%, 0,75%, 1%, perlakuan
esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol sebesar 10%, 15%, 20% dengan HCl, dan H2SO4
sebesar 0,5%, 0,75% dan 1%. Pada perlakuan transesterifikasi digunakan campuran katalis metanol
sebesar 10%, 15%, 20% dengan KOH dan NaOH sebesar 0,2%, 0,4%, 0,6%. Hasil yang optimum akan
diterapkan pada pembuatan biodiesel skala besar.
Pembuatan biodiesel dari minyak biji kemiri sunan, mutunya sudah sesuai dengan persyaratan
ketentuan standar biodiesel (SNI-2006) dengan menggunakan campuran metanol 20% (v/v) dan katalis
NaOH 0,6% (b/v), menghasilkan nilai kadar air sebesar 0,05%, bilangan asam 0,76 mg KOH/g, kadar
asam lemak bebas 0,38%, densitas 865 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 5,41 mm2/s (cSt),
bilangan penyabunan 101,49 mg KOH/g, kadar alkil ester 104,55% massa, bilangan Iod 109,73 g I2/100
g, angka setana 59,08 dan rendemen minyak biodiesel sebesar 79,92%.
Kata kunci : Biji kemiri sunan, minyak, biodiesel, bahan bakar diesel
36
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)
37
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44
yang akan digunakan pada proses degumming, dimasukan air hangat sebanyak 30% (v/v) sambil
esterifikasi dan transesterifikasi, ditentukan dari diaduk dengan putaran rendah selama 2-5 menit di
hasil penelitian pendahuluan. ulang tiga kali sampai air cucian pH netral
Minyak mentah (crude oil) yang sudah disaring (pH = 7).
dengan mesin filter bertekanan, kemudian di Proses pemurnian minyak biodiesel yaitu
degumming menggunakan mesin degumming multi dengan cara minyak dimasukan kembali ke dalam
fungsi (maksimum 100 liter/batch) dengan reaktor degumming kemudian dipanaskan pada
penambahan H3PO4 teknis sebanyak 1% (v/v) suhu 105°C, sampai warna minyak kuning muda
sambil diaduk selama 60 menit pada suhu 50-60oC. dan jernih.
Diendapkan minimal selama 3 jam, dipisahkan 3. Pengujian biodiesel
minyaknya dan dianalisis bilangan asamnya, jika Pengujian sifat fisiko kimia minyak biodiesel
bilangan asamnya sudah mencapai kurang dari 2 dari bahan baku minyak biji kemiri sunan yang
mg KOH/g dapat dilanjutkan langsung ke proses dilakukan dalam penelitian ini yaitu : kadar air,
transesterifikasi, akan tetapi jika bilangan asam bilangan asam, kadar asam lemak bebas, densitas,
minyak diatas 2 mg KOH/g harus melalui proses viskositas kinematik, bilangan penyabunan,
esterifikasi. kadar alkil ester, bilangan iod, bilangan setana
Proses esterifikasi dilakukan jika bilangan asam (BSN, 2006) dan uji emisi.
dalam minyak di atas 2 mg KOH/g. Minyak yang
sudah bebas gum minimal sebanyak 30 liter C. Pengolahan Data
dimasukkan ke dalam reaktor degumming multi
fungsi, selanjutnya dipanaskan sambil diaduk pada Data yang dihasilkan pada penelitian ini berupa
suhu 60 °C, kemudian sejumlah campuran katalis data hasil pengujian fisiko-kimia biodiesel, data
metnol 20% (v/v) dan H2SO4 teknis 1% (v/v) pengujian kinerja biodiesel, data pengujian
ditambahkan ke dalam minyak, proses pemanasan aplikasi biodiesel di lapangan pada kendaraan
dijaga pada suhu 50-60°C sambil diaduk selama 1 darat bermesin diesel, dan motor diesel. Data hasil
jam, dikeluarkan dari reaktor dan didiamkan penelitian biodiesel dianalisa secara tabulasi dan
dalam tangki pemisah minimum selama 3 jam, dibandingkan dengan bahan bakar solar.
selanjutnya dipisahkan antara minyak dan katalis
metanol asam sisa reaksi.
Dalam penelitian ini proses transesterifikasi III. HASIL DAN PEMBAHASAN
langsung dilakukan jika bilangan asam dalam
minyak di bawah 2 mg KOH/g. Minyak yang A. Penelitian Pendahuluan
sudah dipisahkan dari katalis metanol asam Pada Tabel 1 dan 2 dapat diketahui bilangan
minimal sebanyak 30 liter dimasukkan ke dalam asam, kadar air, densitas, viskositas kinematik,
reaktor degumming multi fungsi, kemudian rendemen dan penampakan minyak mentah dari
dipanaskan sambil diaduk hingga suhunya biji kemiri sunan yang digunakan sebagai bahan
mencapai 60°C setelah itu sejumlah campuran baku pada pembuatan biodiesel. Hasil analisis sifat
metanol 10% (v/v) dan katalis NaOH 0,6% (b/v) fisiko kimia minyak mentah dari biji kemiri sunan
ditambahkan ke dalam minyak, proses pemanasan dapat di lihat pada Tabel 1.
dijaga pada suhu 50 - 60°C sambil diaduk selama 1 Hasil ekstraksi biji kemiri sunan menghasilkan
jam, dikeluarkan dari reaktor dan didiamkan minyak mentah berwarna kuning kecoklatan, hal
dalam tangki pemisah minimum selama 3 jam, ini menunjukkan bahwa masih banyaknya
selanjutnya dipisahkan antara minyak dan katalis kandungan gum (getah) atau lendir yang terdiri dari
metanol basa sisa reaksi. fosfatida, protein, karbohidrat, dan resin yang
Proses pencucian minyak biodiesel dari sisa terkandung pada biji kemiri sunan, disamping itu
metanol dan air yaitu dengan cara minyak sangat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, waktu
dimasukan kembali ke dalam reaktor pencuci, panen, penyimpanan biji, faktor genetik, dan cara
dipanaskan pada suhu ± 35°C kemudian ekstraksi minyak (Sudradjat et al., 2007).
38
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)
Rendemen minyak biodiesel tertinggi terdapat bilangan asam telah memenuhi persyaratan
pada perlakuan transesterifikasi yang meng- standar biodiesel (SNI-2006), kecuali pada
gunakan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan perlakuan penambahan campuran katalis metanol
NaOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 87,3%, sedang- 10% (v/v) dengan NaOH 0,2% (b/v) sebesar 0,89
kan nilai terendah terdapat pada perlakuan tran- mg KOH/g dan campuran katalis metanol 10%
sesterifikasi yang menggunakan campuran katalis (v/v) dan KOH 0,2% (b/v) sebesar 0,92 mg
metanol 10% (v/v) dan NaOH 0,2% (b/v) yaitu KOH/g, (Tabel 3). Menurut Sonntag (1982),
sebesar 51,8%. Hal ini dikarenakan reaksi antara proses esterifikasi terjadi bila asam lemak direaksi-
minyak dengan campuran metanol basa pada kan dengan gliserol atau alkohol dan membentuk
proses transesterifikasi kurang bereaksi sehingga ester serta akan melepaskan molekul air.
metil ester yang dihasilkan sedikit (Tabel 2). R1COOH + CH3OH R1 COOCH3 + H2O
Minyak biodiesel yang dihasilkan dari Asam lemak bebas Metanol Metil ester Air
penelitian pendahuluan menunjukan bahwa nilai (Free fatty acid ) (Methanol) (Methil ester) (water)
39
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44
Proses esterifikasi menghasilkan produk sedangkan lapisan bagian bawah adalah campuran
dengan dua lapisan yang sangat berbeda, sehingga metil ester dengan pengotor, untuk mendapatkan
mudah dipisahkan. Lapisan atas adalah campuran pemisahan secara sempurna perlu didekantasi
gliserol dengan sisa katalis metanol asam, (aging) minimal selama 3 jam.
Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak biodiesel dari minyak biji kemiri sunan
Table 3. Physico characteristics of biodiesel oil from Aleurites trisperma seed oil
Viskositas Kadar ester
Bilangan asam Densitas Kadar air Bilangan iod alkil
Perlakuan (Kine-matic
(Acid number) (Density) (Moisture (Iod number) (Alcyl ester
(Treatment) visco-sity)
(mg NaOH/g) (g/ml) content) (%) (g I2/100g) content)
(cSt)
(mg KOH/g)
NaOH 0,2 0.89 0.899 0.25 62.951 12.5 120.901
ME 10%
NaOH 0,4% ME 0.78 0.892 0.23 67.447 9.5 121.805
15%
NaOH 0,6% ME 0.74 0.891 0.05 55.545 5,65 113.055
20%
KOH 0,2% ME 0.92 0.894 0.21 62.951 11.0 103.216
10%
KOH 0,4% ME 0.79 0.894 0.35 41.055 10.2 104.666
15%
KOH 0,6% ME 0.78 0.888 0.02 46.148 9.2 106.221
20%
SNI-2006 Maks 0,80 0,850-0,890 Maks 0,05 Maks 115 2,3-6,0 Min 96,5
biodiesel
Keterangan (Remarks): ME = Metanol (Methanol)
40
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)
Tabel 4. Sifat fisiko kimia minyak biodiesel dari minyak biji kemiri sunan skala besar
Table 4. Physico-chemical characteristic of biodiesel oil from Aleiurites trisperma Seedoilat
high intake scale
Standar
No. Parameter (Parameters) Nilai (Value)* biodiesel
SNI**
1. Kadar air (Moisture content), % 0,05 0,05
2. Bilangan asam (Acid value), mg KOH/g 0,76 0,80
3. Kadar asam lemak bebas (Free fatty acid number), % 0,38 -
4. Densitas (Density), Kg/m³ 865 850-890
5. Viskositas kinematik (Kinematic viscosity), mm²/s (cSt) 5,41 2,3-6,0
6. Bilangan penyabunan (Base number), mg KOH/g 101,49 -
7. Kadar ester alkil (Alkil ester content), % massa 104,55 Min.96,5
8. Bilangan Iod (Iod number), g I2/100g 109,73 Mak.115
9. Bilangan setana (Cetane number) 59,08 Min.51
10. Penampakan minyak biodiesel (Biodiesel oil appearance) Kuning encer -
Sumber (Source) :* Penelitian (Research) **, BSN. 2006
41
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44
Minyak biodiesel umumnya dipengaruhi oleh akan semakin tinggi (Demiebas 2008).Viskositas
nilai bilangan asam, densitas, viskositas, bilangan merupakan sifat biodiesel yang paling penting
setana dan nilai kadar air (Tabel 4). karena viskositas memperngaruhi kerja sistem
pembakaran bertekanan, semakin rendah
1. Bilangan asam
viskositas biodiesel tersebut semakin mudah
Bilangan asam adalah jumlah milligram basa
dipompa dan menghasilkan pola semprotan yang
yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam
lebih baik. Viskositas biodiesel dipengaruhi oleh
lemak bebas dari 1 gram minyak atau lemak,
kandungantrigeliseridayangtidak bereaksi dengan
sedangkan asam lemak bebas (FFA) merupakan
metanol, komposisi asam lemak penyusun metil
persentasi asam lemak bebas yang terdapat pada
ester, serta senyawa antara monogliserida dan
minyak. Bilangan asam pada minyak biodiesel dari
digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot
minyak biji kemiri sunan sebesar 0,76 mg KOH/g
molekul yang cukup tinggi.
dengan kadar asam lemak bebas (FFA) 0,38%.
Nilai bilangan asam hasil produksi ini sudah 4. Bilangan setana
memenuhi persyaratan standar biodiesel (SNI- Bilangan setana minyak biodiesel hasil
2006) yaitu maksimum sebesar 0,8 mg KOH/g. produksi sebesar 59,08 nilai ini telah memenuhi
Semakin rendah bilangan asam pada minyak persyaratan standar biodiesel yaitu minimum 51.
biodiesel, maka semakin baik mutunya dan aman Nilai bilangan setana merupakan ukuran kualitas
dalam penggunaannya, akan tetapi tingginya nilai pembakaran atau waktu tunggu pembakaran, hal
bilangan asampada minyak biodiesel dapat ini berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan
menyebabkan korosi dan kerusakan pada mesin bahan bakar cair untuk terbakar setelah dipompa
diesel. Apabila hasil ini dibandingkan dengan ke mesin pembakaran, semakin tinggi bilangan
minyak biodisel dari biji kepuh tidak jauh berbeda setana, semakin cepat pula waktu tunggu pemba-
yaitu sebesar 0,66 mg KOH/g dengan kadar asam karan, hal ini mengakibatkan pembakaran menjadi
lemak bebas (FFA) 0,33%. lebih efektif dan efisien (Demiebas 2008).
2. Densitas 5. Kadar air
Densitas menunjukkan nisbah berat persatuan Nilai kadar air minyak biodiesel yang
volume dari suatu cairan pada suhu tertentu. Nilai disyaratkan standar biodiesel (0,05%), nilai ini
densitas minyak biodiesel hasil produksi sebesar sesuai dengan kadar air hasil produksi minyak
865 kg/m3, jika dibandingkan dengan persyaratan biodiesel yaitu sebesar 0,05%. Kandungan air
standar biodiesel (SNI-2006), ternyata minyak yang tinggi dalam minyak nabati akan
biodiesel yang diproduksi telah memenuhi menyebabkan terjadinya hidrolisis yang akan
persyaratan yang ditetapkan (Tabal 4). Minyak menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak
biodiesel dengan nilai densitas melebihi ketentuan nabati. Fukuda et al. (2001) melaporkan bahwa
persyaratan standar biodiesel akan meningkatkan keberadaan air yang berlebihan dapat
keausan mesin, tingginya nilai emisi, dan merusak menyebabkan sebagian reaksi berubah menjadi
komponen mesin, selain itu nilai densitas ini dapat reaksi saponifikasi antara asam lemak bebas hasil
dipergunakanuntuk menentukan bilangan setana. hidrolisis minyak dengan katalis basa yang akan
semakin rendah densitas maka bilangan setana menghasilkan sabun. Sabun akan mengurangi
akan semakin tinggi (Srivastava dan Prasad 2000). efisiensi katalis sehingga meningkatkan viskositas,
terbentuk gel, dan menyulitkan pemisahan gliserol
3. Viskositas dengan metil ester.
Viskositas minyak biodiesel hasil produksi
sebesar 5,41 mm2/s (cSt), nilai viskositas ini sudah 6. Rendemen
memenuhi persyaratan standar biodiesel yaitu Rendemen minyak biodiesel hasil produksi
berkisar antara 2,3-6,0 mm2/s (cSt). Tingginya berkisar antara 79,42-80,42 %, tinggi rendahnya
viskositas minyak biodiesel dikarena adanya ikatan rendemen biodiesel yang dihasilkan dipengaruhi
hidrogen intermolekular dalam asam luar gugus oleh bahan baku pada pembuatan minyak mentah
karboksil. Nilai viskositas sebanding dengan yaitu tempat tumbuh, ketepatan waktu panen,
densitas, semakin tinggi viskositas maka densitas penyimpanan biji, faktor genetik, dan kadar air
42
Pembuatan Biodiesel dari Biji Kemiri Sunan (Djeni Hendra)
kernel, sehingga minyak yang dihasilkan minyak biji kemiri sunan dapat dilihat pada
mempunyai bilangan asam tinggi. Disamping itu Tabel 5.
juga sangat dipengaruhi oleh reaksi antara minyak Minyak biodiesel hasil produksi jika
dengan campuran katalis metanol asam dan basa dibandingkan dengan viskositas, densitas dan
pada perlakuan esterifikasi dan transesterifikasi bilangan setana minyak solar mutunya masih lebih
kurang bereaksi sehingga metil ester yang baik, kecuali nilai densitas masih diatas minyak
dihasilkan sedikit. Rendemen biodiesel dari solar yaitu sebesar 865 kg/m3 (Tabel 6).
Tabel 6. Perbandingan mutu biodiesel kemiri sunan terhadap minyak nabati lainnya serta
minyak solar.
Table 6. Comparison of biodiesel quality between aleurites trisperma with another vegetable
oil and solar oil
Viskositas
Kinematik
Densitas (Density), Bilangan Setana
No. Metil ester (Methil ester) (Kinematic (Cetanenumber)
kg/m3
viscosity), mm2/s
(cSt)
43
Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1, Maret 2014: 36-44
DAFTAR PUSTAKA
44
Otomasi Reaktor Transesterifikasi
Biodiesel Berbasis Programmable Logic
Controller (PLC)
Darmawan Hidayat1, Aji Zaelani Ahmad2, Tuti Aryati Demen3, Nendi Suhendi Syafei4
1,2,3,4
Departemen Teknik Elektro, FMIPA, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363, West Java, Indonesia
darmawan.hidayat@unpad.ac.id1
Abstract – Biodiesel merupakan hasil dari minyak nabati yang direaksikan dengan metanol dan KOH di
dalam reaktor transesterifikasi. Namun dalam reaktor tersebut masih terdapat besaran fisis yang masih
dikendalikan oleh manusia yaitu temperatur, rasio massa, dan kecepatan pengadukan sehingga dapat
membahayakan manusia dan keterbatasan proses produksi. Dalam skripsi ini penulis merancang dan
membangun sebuah prototipe sistem otomatisasi reaktor transesterifikasi biodiesel, yang mengendalikan
temperatur, kecepatan pengadukan, juga perbandingan massa zat cair, dikendalikan digital oleh PLC.
Prototipe ini dirancang untuk mereaksikan 10 kg minyak dan 1 kg metanol, dengan temperatur reaksi di
atas 55 ̊C dan kecepatan aduk antara 300 ̶500 rpm. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini telah dibangun
sebuah prototipe reaktor transesterifikasi biodiesel yang dikendalikan PLC dengan waktu satu kali
produksi 211 menit 10 detik, faktor konversi 87,3 %, error 7,7 %, dan rugi-rugi proses sebesar 10,6 %.
1. Pendahuluan
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam
lemak yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans-esterifikasi atau estrifikasi, yang
merupakan proses kimiawi pengkonversi bahan trigliserida menjadi bahan alkil ester dan
menghasilkan bahan buangan berupa gliserol dengan menggunakan alkohol [1,2]. Dalam
pembuatannya terdapat beberapa tahap diantaranya adalah pencampuran katalis alkalin dengan
alkohol, pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak nabati selanjutnya disebut proses trans-
esterifikasi, pemisahan antara gliserol dan alkil ester dan terakhir adalah purifikasi yang
merupakan pencucian dan pengeringan air yang terkandung dalam biodiesel [3,4].
Dalam setiap tahapan produksinya terutama di dalam reaktor yang meliputi proses
transesterifikasi, terdapat beberapa besaran fisis krusial yang masih dikendalikan secara
konvensional atau menggunakan operator manusia, diantaranya adalah temperatur, aliran fluida,
tinggi fluida, dan pemisahan antara biodiesel dan bahan buangannya [5,6], yang mengakibatkan
keterbatasan efisiensi kerja dan waktu produksi, dan kecenderungan manusia yang mempunyai
sifat kelelahan membuat kurang telitinya dalam pengendalian, sehingga hal itu memengaruhi
standar produksi [7-9].
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah sistem kendali otomatis yang mengintegrasikan
berbagai macam komponen yang berdiri sendiri menjadi suatu sistem terpadu dan mudah
dimodifikasikan tanpa harus mengganti semua instrumen yang ada, salah satunya dengan
menggunakan Programmable Logic Controller (PLC), yang meningkatkan efisiensi kerja dan
mempercepat waktu produksi dengan standar yang tepat.
Untuk meningkatkan produksi biodiesel secara otomatis, perlu dibangun sistem pengendali
dalam proses transesterifikasi yang meliputi pengendalian temperatur, aliran fluida, pencampuran
fluida, dan sistem pemisahan fluida yang dikendalikan secara digital oleh PLC. Makalah ini
menyajikan desain sistem otomatis pada pembuatan biodiesel dan mengendalikan besaran fisis
dalam proses trans-esterifikasi dan proses separasi.
2. Perancangan
2.1 Disain Reaktor Transesterifikasi Biodiesel
Disain reaktor transesterifikasi biodiesel diperlihatkan pada Gambar 1. Sebagai bahan baku,
alkohol dan katalis proses digunakan masing-masing adalah 10 kg minyak goreng, 1 kg metanol,
dan 100 gr potasium hidroksida (KOH) [10,11]. Reaktor ini mencampurkan seluruh bahan baku.
Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan hingga 55 C, dan diaduk selama 30 menit setelah itu
didiamkan selama 2 jam. Proses pembentukan biodiesel terjadi selama rentang waktu 2 jam ini,
membentuk dua jenis cairan terpisah akibat perbedaan berat jenis yaitu gliserin dan biodiesel.
Sebuah sensor optik terkalibrasi digunakan untuk deteksi pemisahan gliserin dan biodiesel.
Reaktor terdiri dari lima tangki identik dengan ukuran diameter dan tinggi masing-masing
23 dan 33 cm. Tangki 1 dan 2 masing-masing untuk minyak kelapa dan campuran metanol-KOH.
Setiap bahan disalurkan ke Tangki-3 oleh sebuah keran elektronik (solenoid valve) melalui pipa
PVC ukuran 0,5 inci.
Proses transesterifikasi terjadi di Tangki 3. Tangki ini dilengkapi dua sensor ketinggian
cairan berupa LS (limit switch). Sensor LS1 untuk mendeteksi ketinggian bahan baku minyak
sedangkan LS2 untuk mendeteksi ketinggian campuran minyak dan methanol-KOH. Dengan
masa jenis minyak 877,13 kg/m3 dan massa 10 kg, ketinggian minyak di dalam Tangki 3 adalah
27,4 cm. Sensor LS2 mendeteksi ketinggian campuran metanol yang mempunyai rapat jenis 791.
Dengan dimensi Tangki-3, ketinggian methanol-KOH adalah 3 cm. Ketinggian campuran total
dalam Tangki-3 adalah 30,4 cm. Jika bahan baku minyak menyentuh LS1 maka PLC menutup
SV dan menyalakan pemanas (heater) Tangki-3, dan membuka SV Tangki-2 untuk mengalirkan
campuran metanol-KOH hingga campuran total menyentuh LS2. Jika campuran total menyentuh
LS2 maka PLC menutup SV2 dan menyalakan heater hingga 55 C.
Jika temperatur campuran Tangki-3 mencapai 55 C maka PLC menggerakkan motor DC
dengan kecepatan 333 rpm selama 30 menit untuk pengadukan, sambil menjaga temperatur stabil
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 168
pada 55 C. Setelah 30 menit pengadukan, pemanas dipadamkan dan campuran didiamkan selama
2 jam, sampai terjadi pembentukan dua jenis cairan berbeda massa jenis di dalam Tangki-3, yaitu
biodiesel di atas dan gliserin di bagian bawah. Deteksi pemisahan cairan dilakukan dengan
menggunakan sensor absorbsi cahaya laser oleh medium berdasarkan perbedaan kekentalan.
Sumber cahaya adalah laser dioda panjang gelombang 630-680 nm, dan penerima adalah LDR
dengan jarak 23 cm. Laser dioda ditempatkan di luar tangki. LDR juga dipasang di luar tangki
dengan diselubung batang silinder bolong sepanjang 5 cm untuk menghindari interferensi cahaya
lingkungan ke LDR.
Jika sensor LDR mendeteksi gliserin maka PLC menutup SV3 dan membuka SV4 untuk
mengalirkan gliserin ke Tangki-5. Jika sensor LDR mendeteksi biodiesel maka PLC menutup
SV4 dan membuka SV3 untuk mengalirkan biodiesel ke Tangki-4. Jika LDR mendeteksi kosong
maka proses keseluruhan selesai selesai lalu PLC mematikan semua sistem secara otomatis.
Gambar 2 memperlhatkan diagram perkabelan sistem keseluruhan. Perkabelan sensor,
aktuator pemanas, SV1, SV2, SV3, SV4, SV5, aktuator motor DC pengaduk.
AC 220 V
MCB
9 8
t°
S
1 2 3 4 5
cv cv
cv cv cv cv
B B B B B
Adaptor Laser
Keterangan :
1. selenoidvalve minyak
2. selenoidvalve methanol
Relay
3.selenoidvalve gliserin
4.selenoidvalve biodiesel 6
5.heater B
6.lampu merah AC TO DC 7
Konverter
7.lampu hijau B
8.sistem fotosensor
9. sensor suhu
Keterangan alamat :
Input : Out put:
Komponen Alamat Komponen Alamat
Push botton start 0.00 Lampu Indikator 100.00
Push botton stop 0.07 Selenoid valve 1( minyak ) 100.04
Limit switch minyak 0.01 Selenoid Valve 2( Metanol) 100.05
Limit switch methanol 0.02 Selenoid Valve 3(gliserin) 100.06
Sensor panas 0.03 Selenoid Valve 4( Biodiesel) 100.07
Sensor sparator 1 0.04 Heater 100.03
Sensor sparator 2 0.05 Motor DC 100.02
Sensor sparator 0.06 Laser 100.01
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 169
mati. Indikator lampu merah menyala menandakan sistem siap dijalankan. Ada beberapa tahapan
yang dilakukan oleh sistem yaitu:
- jika push button ditekan maka lampu hijau menyala dan SV1 terbuka sampai LS1 mendeteksi
ketinggian pertama. Ketika ketinggiannya sampai 5 cm maka pemanas menyala.
- Ketika LS1 pertama aktif (minyak terdeteksi penuh) maka SL1 tertutup dan SL2 terbuka.
- Ketika LS2 aktif (campuran total terdeteksi penuh) maka SL2 tertutup dan pemanas tetap
menyala hingga temperatur 55 C
- Ketika temperatur mencapai 55 C maka motor DC berputar menggerakkan pengaduk selama
30 menit.
Timer menghitung mundur selama dua jam. Lalu laser menyala sehingga LDR sistem pemisah
mendeteksi keadaan dalam tangki. Jika sensor mendeteksi biodiesel maka SV3 terbuka dan SV4
tertutup. Jika sensor LDR mendeteksi gliserin maka SV4 terbuka dan SV3 tertutup. Jika terdeteksi
kosong maka program memberi waktu untuk pengosongan yang lebih sempurna sehingga tidak
ada lagi sisa dalam tangki. Setelah waktu pengosongan habis, sistem dimatikan.
Begin A
Y
T=55 0 C T
Valve 1 terbuka, limitswitch
?
menditeksi ketinggian (H)
Y
Motor DC berputar
timer tunda 75 s heater on 35 menit
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 170
Gambar 6. Kenaikan volume dalam proses pengisian bahan baku minyak dan campuran methanol-KOH
ke tangka reactor, (a) pengujian pengisian minyak bahan baku, dan (b) pengujian pengisian metanol
Gambar 6.a memperlihatkan bahwa waktu pengisian minyak ke Tangki-3 sampai minyak
menyentuh sensor LS1 (volume 11,42 liter) dibutuhkan waktu 1010 s (16 menit 50 detik) dan
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 171
ketika minyak berada pada level 2,1 liter dengan ketinggian 5 cm dibutuhkan waktu 75 detik (1
menit 15 detik). Waktu pengisian 1,12 liter metanol adalah 125 s (2 menit 5 detik). Waktu total
pengisian bahan baku minyak dan campuran methanol-KOH ke Tangki-3 transesterifikasi adalah
18 menit 55 detik.
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 172
yang dikontrol oleh SV3 dan SV4. SV disambung kembali dengan pipa sepanjang 23 cm yang
terpasang dengan siku lalu diturunkan ke Tangki 4 dan 5 seperti Gambar 1.
Pipa keluaran Tangki-4 dipasang lebih tinggi daripada pipa Tangki-5 karena cairan biodiesel
berada di atas gliserin. Tangki pengosongan dipasang sebuah penggaris agar dapat mengukur
penurunan zat cair. Data yang diambil adalah ketinggian bahan setiap 5 detik sekali.
Dari Gambar 8 diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan biodiesel dari dalam
tangki transesterifikasi sebanyak 9,97 liter biodiesel adalah 490 detik atau 8 menit 10 detik. Untuk
pengosongan gliserin tidak bisa dilakukan karena gliserin tepat berada di tengah-tengah lubang
keluar sehingga gliserin tidak dapat keluar. Banyaknya gliserin yang tersimpan di dalam reaktor
adalah 1,24 liter.
Berdasarkan hasil pengujian keseluruhan, dapat diketahui waktu yang diperlukan satu kali
proses dengan bahan baku minyak dan methanol-KOH masing-masing sebanyak 11,38 dan 1,24
liter adalah 211 menit 10 detik. Total bahan baku 12,54 liter menghasilkan dua cairan produk
11,21 liter, masing-masing 9,97 liter biodiesel dan 1,24 liter gliserin. Terdapat pengurangan
sebanyak 1,33 liter.
bahan hasil
x100% ker ugian
bahan
12,54 11,21
x100% 10,60%
12,54
Rugi-rugi (losses) proses adalah 10,60%. Hal ini disebabkan oleh penguapan dan kebocoran
kecil tangki yang terbuat dari plastik ketika proses pemanasan. Tangki-3 memuai sehingga
sambungan antara solenoid valve dan menyebabkan kebocoran.
Prosentasi faktor konversi dari minyak menjadi biodiesel adalah:
Biodiesel
x100% konversi
min yak
9,97
x100% 87,3%
11,42
Berarti sistem ini dapat mengkonversi minyak sebanyak 87,3% menjadi biodiesel. Literatur
menerangkan dengan metode transesterifikasi dapat mengkonversi bahan baku minyak tumbuhan
ke biodiesel sampai 95 %, berarti error dari setem ini sebanyak 95%–87,3% = 7,7 % hal tersebut
dapat dikarenakan oleh kebocoran sistem.
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 173
Untuk produksi selanjutnya dapat dihitung, dengan asumsi kerugian tetap 10,6% dan faktor
konversi 87,3%, dan volume gliserin 1,24 L maka ketinggiannya adalah 3 cm yang mengendap
di dalam reaktor dan tidak dapat keluar. Untuk perhitungan minyak yang masuk dengan
ketinggian 27,5 – 3 cm yaitu 24,5 cm sehingga volumenya adalah 0,245 x 3,14 x 0,25 x 0,232 x
1000 yaitu 10,17 liter atau 8,9 kg.
Untuk faktor konversinya adalah 87,3 % dari volum minyak, sehingga minyak dapat
diubah ke biodiesel sebanyak 8,87 L dan gliserinnya adalah 10,17 L – 8,87 L = 1,3 L ditambah
dengan gliserin sebelumnya adalah 1,24 L sehingga gliserin yang ada dalam reaktor adalah 2,54
L dengan ketinggian
0,00254
h 6,1 cm (4.3)
0,25.3,14.0,232
Sensor pemisah dipasang di ketinggian 6 cm dan pipa untuk keluar gliserin dipasang di
ketinggian 1 cm dari dasar reaktor sehingga gliserin keluar sampai pertengahan lubang pipa atau
pada ketinggian 3 cm gliserin keluar setinggi 3,1 cm atau 0,031 x 0,25 x 3,14 x 0,232 x 1000 =
1,2 liter sehingga untuk peroses selanjutnya tetap seperti itu.
Jika dibandingkan dengan keadaan aktualnya, reaktor yang sudah ada di pabrik-pabrik terdiri
dari beberapa kapasitas reaktor, namun pada penelitian ini sistem dibandingkan dengan reaktor
komersial berkapasitas 6600 ton/tahun. Dengan asumsi seluruh produksi sama dengan satu kali
produksi awal, perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1.
Terdapat kerugian sebanyak 1692 ton atau 25,6 %, hal ini dikarenakan pada reaktor aktual
pemanas didisain menyelimuti reaktor sehingga pemanasan lebih efektif dan lebih merata,
sehingga pemanasan relatif lebih cepat. Reaktor prototipe hanya bisa memproduksi 6,8 kali dalam
sehari, sedangkan disain yang aktual bisa memproduksi sampai 7,8 kali dalam sehari.
Tabel 1. Perbandingan dengan reaktor aktual (6600 ton/ tahun)
Prototipe Aktual
Tangki
Ukuran 1x proses 78 x proses
Diameter (m) 0,23 5,23
Tinggi (m) 0,33 15,68
Penyimpanan Minyak
Diameter Pipa (m) 0,013 0,038
Volume (L) 13,8 335930,8
Diameter (m) 0,23 5,61
Tinggi (m) 0,3 16,8
Penyimpan metanol
Diameter Pipa (m) 0,013 0,003
Volume (L) 13,8 415350,7
Diameter (m) 0,23 1,60
Tinggi (m) 0,33 1,50
Reaktor Transesterifikasi
Diameter Pipa (m) 0,013 0,038
Volume (L) 13,8 2992,6
Kapasitas produksi annual (Ton) 21,84 4.91
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa sistem otomatisasi protipe reaktor
transesterifikasi menggunakan PLC telah berhasil dirancang dan dicobakan. Proses reaksi
pembentukan biodiesel berhasil. Algoritma perangkat lunak beroperasi dan berfungsi sesuai
dengan perencanaan. Kapasitas reaktor adalah 12,54 liter menghasilkan biodiesel dan gliserin
masing-masing sebanyak 9,97 dan 1,24 liter, menunjukkan factor konversi 87,3% (rugi-rugi
proses 10,6%). Waktu proses total adalah 211 menit 10 detik.
ISBN: 978-602-512-810-3
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 174
Daftar Pustaka
[1] G. Knothe, and L. F. Razon. Biodiesel fuels. Progress in Energy and Combustion Science
2017; 58:36–59.
[2] M. Farieda, M. Samera, E. Abdelsalam, R. S. Yousef, Y. A. Attia, and A. S. Ali. Biodiesel
production from microalgae: Processes, technologies and recent advancements. Renewable
and Sustainable Energy Reviews 2017; 79:893–913.
[3] K. Varatharajana, D. S. Pushparani. Screening of antioxidant additives for biodiesel fuels.
Renewable and Sustainable Energy Reviews 2017; Article in-press.
[4] M. Ali, R. Sultana, S. Tahir, I. A. Watsond, and M. Saleem. Prospects of microalgal
biodiesel production in Pakistan – A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews
2017; 80:1588–1596.
[5] M. Hassani, G. D. Najafpour and M. Mohammadi. Transesterification of Waste Cooking
Oil to Biodiesel using γ-alumina Coated on Zeolite Pellets. J. Mater. Environ. Sci. 2016;
7(4):1193-1203.
[6] S. H. Sonawane, S.H. Gharat, J. Dixit, K. Patil and V.S. Mane. Biodiesel Synthesis from
Karanja Oil Using Transesterification Reaction. Asian Journal of Chemistry 2008;
20(2):857-862.
[7] G. Anastopoulos, Y. Zannikou, S. Stournas and S. Kalligeros. Transesterification of
Vegetable Oils with Ethanol and Characterization of the Key Fuel Properties of Ethyl
Esters. Energies 2009; 2:362-376.
[8] E. T. Akhihiero, K. M. Oghenejoboh, and P. O. Umukoro. Effects of Process Variables on
Transesterification Reaction of Jatropha Curcas Seed Oil for the Production of Biodiesel.
International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering 2013; 3(6):
388-393.
[9] W. A. Wali, J. D. Cullen, S. Bennett, and A. I. Al-Shamma’a. Intelligent PID Controller
for Real Time Automation of Microwave Biodiesel Reactor. International Journal of
Computer and Information Technology 2013; 2(4)809-814.
[10] A.A. Olufemi and S.E. Ogbeide. Dynamics and Control System Design for Biodiesel
Transesterification Reactor. International Robotics & Automation Journal 2017; 2(6): 1-6.
[11] R. Richard, S. T.-Roux, and L. E. Prat. Modelling the kinetics of transesterification reaction
of sunflower oil with ethanol in microreactors. Chemical Engineering Science 2013, (87):
258-269.
ISBN: 978-602-512-810-3
Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia
JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Kusmardiana, p.1-5.
SENTER 2017: Seminar Nasional Teknik Elektro 2017 175
Abstrak.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti minyak diesel yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau
lemak hewan. Proses pembuatan biodiesel dijalankan secara kontinyu menggunakan Continuous Microwave Biodiesel
Reactor yang di dalam reaktor terdapat pipa kaca yang berisi katalis padat sebagai tempat terjadinya reaksi antar reaktan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Contionuous Microwave Biodiesel Reactor (CMBR) dan mengetahui
pengaruh variabel-variabel, yaitu: Bilangan Reynold dengan level 2000, 3000, dan 5000, rasio mol umpan metanol : umpan
trigliserida dengan level 5:1, 6:1, dan 7:1 serta berat katalis 3 gram, 6 gram, dan 9 gram. Sedangkan variabel tetap pada
penelitian ini adalah suhu 70OC. Proses berlangsung selama satu jam sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan,
kemudian dilakukan analisis bilangan asam, bilangan penyabunan, dan gliserol total untuk menghitung nilai konversi. Hasil
penelitian menunjukan konversi tertinggi yaitu sebesar 87,08% yang diperoleh pada kondisi operasi Bilangan Reynold 5000,
berat katalis 3 gram, dan Rasio Mol reaktan 6:1, dengan densitas sebesar 0,934 g/ml dan viskositas sebesar 3,750 cSt.
II. URAIAN PENELITIAN Seperti yang terlihat pada Gambar 1, bahan baku
akan direaksikan didalam CMBR dan mengalir tangki
Bahan produk. Semua alat dioperasikan sesuai dengan
kondisi yang diinginkan dan setelah beroperasi selama
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Minyak kelapa, methanol teknis dengan kemurnian 5 menit dengan asumsi operasi telah kontinyu,
1
ISBN: 978-602-512-810-3
Kusmardiana - Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan … 2
maka dialirkan larutan reaktan (campuran methanol berpendingan udara dan mendidihkan labu tersebut
dan minyak kelapa) kedalam reaktor. Campuran perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi
reaktan direaksikan didalam CMBR sesuai dengan ester-ester.
laju alir. Menambahkan 91 ± 0,2 ml kloroform dari sebuah
Produk yang didapatkan selanjutnya dipisahkan buret ke dalam labu takar 1 liter lalu menambahkan 25
dengan menggunakan dekanter. Dimana lapisan atas ml asam asetat glasial dengan menggunakan gelas
dari produk merupakan metil ester sedangkan bagian ukur.
bawah merupakan gliserol dan sisa reaktan. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu
Biodiesel yang diperoleh kemudian dilakukan saponifikasi secara kuantitatif ke dalam labu takar
pencucian dengan air panas dengan suhu 50oC dengan dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai
perbandingan volume 1:10 ml metil ester/ ml air. Sisa pembilas. Menutup rapat labu takar dan mengocok
reaktan dibiarkan mengendap kemudian dipisahkan. kuat-kuat selama 30 detik.
Sisa air dalam metil ester diuapkan dengan Menambahkan akuades sampai ke garis batas takar
menggunakan evaporator hingga diperoleh biodiesel lalu menutup labu rapat-rapat dan mengaduknya,
yang murni. setelah tercampur baik lalu biarkan sampai lapisan
kloroform dan lapisan aquades terpisah secara
Uji Standar untuk Bilangan Asam
sempurna. Pipet masing-masing 6 ml larutan asam
Sampel (minyak) sebanyak 2 gram dimasukkan periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala ukuran 400 atau
kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml 500 ml dan menyiapkan 2 blangko dengan mengsi
alkohol panas (60oC) yang telah dinetralkan, masing-masing 50 ml akuades.
kemudian dikocok. Setelah asam lemak terlarut, Pipet 100 ml larutan akuatik ke dalam gelas piala
ditambahkan 4 tetes indikator Phenol Phtalin dan yang berisi larutan asam periodat. Mengocok gelas
dikocok lagi. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N piala secara perlahan agar tercampur secara sempurna,
perlahan-lahan. Titrasi berakhir bila warna berubah lalu menutup gelas piala dengan kaca arloji dan
menjadi merah muda. Warna merah muda yang membiarkannya selama 30 menit. Menambahkan
terbentuk, menandakan adanya metil ester dalam larutan KI 3 ml lalu mencampur dengen melakukan
sampel. pengocokan secara perlahan dan membiarkannya
Perhitungan: selama 1 menit.
Menitrasi isi gelas piala dengan larutan natium
tiosulfat sampai warna cokelat iodium hampir hilang
Dimana: ml alkali = Volume NaOh yang lalu menambahkan 2 ml larutan indikator pati dan
digunakan, N = Normalitas NaOH meneruskan titrasi sampai warna biru komplek iodium
benar-benar hilang. Membaca buret titran.
ISBN: 978-602-512-810-3
Kusmardiana - Metanolisis Minyak Kelapa pada Pembuatan … 4
Hubungan Hasil Penelitian terhadap Sifat Fisis Negeri Lampung yang telah membantu dalam
Biodiesel menganalisis sampel produk biediesel.
Massa jenis menunjukkan perbandingan berat per
satuan volume. Karakteristik ini berkaitan dengan DAFTAR PUSTAKA
nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel [1] F. Shahidi, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products.
Memorial University of Newfoundland. Six Edition. Vol 1-6,
per satuan volume bahan bakar. Analisis massa jenis
2005;
dilakukan menggunakan piknometer dimana berat [2] T.H. Soerawidjaya, “Studi Kebijakan Penggunaan Biodiesel
piknometer kosong ditimbang beratnya, lalu di Indonesia”. Di dalam. P. Hariyadi, N. Andarwulan, L.
piknometer diisi dengan sampel biodiesel dan Nuraida dan Y. Sukmawati. Editor. Bogor : Kajian Kebijakan
dan Kumpulan Artikel Penelitian Biodiesel. Kementrian Riset
ditimbang beratnya. Setelah didapat berat keduanya, dan Teknologi RI-MAKSI IPB, 2005;
kemudian dihitung massa jenisnya. Berdasarkan [3] V. Lertsathapornsuk, “Continuous Transethylation of
perhitungan, didapat nilai massa jenis sebesar 0,93 Vegetable Oils by Microwave Irradiation”. Thailand:
Proceedings of the 1st conference on energy network, 2005.
g/mL. [4] C.S. Widodo, M. Nurhuda, A. Aslama , A. Hexa, dan S.
Pada Standar mutu Biodiesel disebutkan bahwa Rahman, ”Studi Penggunaan Microwave pada Proses
viskositas biodiesel sebesar 2,3 – 6,0 cSt[11]. Dimana Transesterifikasi Secara Kontinyu Untuk Menghasilkan
Biodiesel”. Jurnal Teknik Mesin, Vol 9, No.2, Oktober 2007,
rentang nilai ini yang menjadi patokan untuk biodiesel 54-5;
agar dapat digunakan untuk kendaraan bermotor [5] Kirk Othmer. Encyclopedia of Chemical Technology. New
berbahan bakar solar. Dengan hasil analisis yang telah York: J Wiley & Sons;
[6] O. Rachmaniah, R. D. Setyarini, dan L. Maulida, “Pemilihan
dilakukan dengan produk sampel penilitian ini sebesar Metode Ekstraksi Minyak Alga dari Chlorella sp. dan
3,0 – 4,1 cSt. Dengan rentang nilai demikian, maka Prediksinya Sebagai Biodiesel, Seminar Teknik Kimia
hasil produk biodiesel dapat digunakan dan sesuai Soehadi Reksowardojo”. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia,
standar. Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
November, 2010;
[7] M. M. P. Putri, M. Rachimoellah, N. Santoso, dan F. Pradana,
IV. KESIMPULAN “Biodiesel Production from Kapok Seed Oil (Ceiba
pentranda) Through the Transesterification Process by Using
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah CaO as Catalyst”. Global Journal of Research in Engineering,
kinerja Continuous Microwave Biodiesel Reactor Vol. 12, Issue 2, 2012;
[8] H. Siswoyo dan Taharuddin, “Pembuatan Biodiesel dari
(CMBR) masih bekerja dengan baik, dengan variabel Crude Palm Oil dengan Menggunakan Fix Bed Reaktor secara
rasio mol methanol dengan trigliserida dan bilangan Kontinyu”. Bandar Lampung: Jurusan Teknik Kimia
Reynold didapatkan konversi terbaik sebesar 87,08% Universitas Lampung, 2006;
[9] B. D. Wijayanti, “Metanolisis Minyak Goreng Curah menjadi
dengan rasio mol 6:1, berat katalis 3 gram dan Biodiesel Menggunakan Katalis Grace Davison pada
bilangan Reynold 3000, serta viskositas dari produk Continuous Microwave Biodiesel Reactor (CMBR). Bandar
biodiesel sudah masuk dalam spesifikasi dari SNI Lampung: Jurusan Teknik Kimia Universitas Lampung, 2013;
biodiesel, yaitu 3,1-4,0 cSt. dan
[10] M. Fangrui, “Biodiesel production‟, A Review. Elsevier
Science B.V., 1999.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis V.K. mengucapkan terima kasih kepada
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik
ISBN: 978-602-512-810-3
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 34(1), 19-26, 2018
©Author(s); https://doi.org/10.20543/mkkp.v34i1.3893
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta, 55166, Indonesia
*Penulis korespondensi. Telp.: +62274 512929, 563939, Faks.: +62274563655
E-mail: emil_bbkkp@yahoo.com
ABSTRACT
The function of oil in the process of fatliquoring is to keep the skin fibers remain separate during the drying
process and to reduce the friction force in woven fibers, so the skin becomes flexible. The objective of the study
was to synthesize palm oil into sulfuric oil through sulphate process and characterization of palm oil and sulfate
oil resulting from sulphate process. The method included palm oil synthesis using 25% H 2SO4 for 3 hours, at
temperature < 20oC, with 300 rpm of speed. The result of characterization of palm oil shows that Iodine number
49.95 mg I2/oil; free fatty acids 0.05%; 0.18% moisture content; peroxide number 16.23 mg/kg; acid number 0.19
mg KOH/g. Most of saturated fatty acids are methyl palmitate and methyl butyrate, while the unsaturated fatty
acids are cis-9-oleic methyl ester and methyl linoleate. The resulting sulfuric oil has a moisture content of 6.47%;
pH at 8; 81.28% oil content; total alkalinity of 0.25%; 192.74% saponification number; 2.77% ash content and
bound SO3 content of 7.68%. The tensile strength and elongation of the leather was 286.50 kg/cm 2 and 63.33%,
respectively.
ABSTRAK
Fungsi minyak pada proses peminyakan kulit untuk menjaga agar serat kulit tetap terpisah selama proses
pengeringan dan untuk mengurangi gaya gesekan dalam tenunan serat, sehingga kulit menjadi fleksibel. Tujuan
penelitian untuk mensintesis minyak kelapa sawit menjadi minyak sulfat melalui proses sulfatasi dan karakterisasi
minyak kelapa sawit dan minyak sulfat yang dihasilkan dari proses sulfatasi. Metode yang dilakukan meliputi
sintesis minyak kelapa sawit menggunakan 25% H2SO4 selama 3 jam, suhu < 20ºC, kecepatan 300 rpm. Hasil
karakterisasi minyak kelapa sawit menunjukkan angka Iodin 49,95 mg I 2/minyak; asam lemak bebas 0,05%; kadar
air 0,18%; angka peroksida 16,23 mg/kg; angka asam 0,19 mg KOH/gr. Asam lemak jenuh yang dominan adalah
metil palmitat dan metil butirat, sedangkan asam lemak tidak jenuh yang dominan cis-9-oleic methyl ester dan metil
linoleat. Minyak sulfat yang dihasilkan mempunyai kadar air 6,47%; pH 8; kadar minyak 81,28%; total alkalinitas
0,25%, angka penyabunan 192,74%; kadar abu 2,77% dan kadar SO 3 terikat 7,68%. Hasil uji kekuatan tarik kulit
tersamak adalah 286,50 kg/cm2 dan kemuluran 63,33%.
Kata kunci: minyak kelapa sawit, asam sulfat, sulfonasi, minyak sulfat, peminyakan.
20 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
selama 3 jam. Minyak sulfat dicuci dengan larutan karena itu penambahan asam sulfat harus sangat
garam jenuh (10% NaCl) suhu 35C sebanyak tiga lambat menggunakan pengaduk yang konstan
kali. Kemudian minyak dipisahkan dengan air untuk menghindari kenaikan temperatur (Nadew,
garam. Minyak sulfat dinetralkan dengan larutan 2014) dan dikondisikan pada suhu rendah < 28C
50% NaOH sampai pH 6,5-7. Metode sulfatasi ini (Covington, 2009).
merupakan modifikasi cara sulfatasi dari Nurbalia Sulfatasi adalah proses perlakuan minyak
(2000) serta Papalos dan Ledgewood (1975). dengan asam sulfat pekat untuk mendapatkan
minyak yang teremulsi dalam air. Pada proses
Karakterisasi minyak kelapa sawit (raw sulfatasi dapat terjadi dua reaksi yaitu reaksi
material) dan minyak sulfat sulfatasi dan reaksi sulfonasi sekaligus karena
Karakterisasi meliputi uji fisiko kimia minyak adanya gugus hidroksil dan ikatan rangkap.
kelapa sawit tanpa kemasan (minyak curah) yaitu Bila minyak bereaksi dengan gugus hidroksil,
uji asam lemak bebas, kadar air, angka peroksida, terjadi reaksi sulfatasi, bila bereaksi dengan
angka asam, dan angka Iodin. Sedangkan uji ikatan rangkap, maka terjadi reaksi sulfonasi
kimia minyak sulfat meliputi uji kadar air, pH, (Nadew, 2014). Minyak kelapa sawit tidak
kadar minyak, total alkalinitas, kadar abu, kadar mempunyai ikatan hidroksil, hanya mempunyai
SO3 terikat, dan analisis FT-IR serta uji komposisi ikatan rangkap terdiri dari asam oleat
asam lemak pada kulit tersamak. CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH dan asam
linoleat CH3(CH2)4CH=CHCHCH=CH(CH2)7C
Proses peminyakan O2H. Oleh karena itu reaksi yang terjadi adalah
Kulit wet blue dicuci dengan air selama 10 reaksi sulfonasi. Minyak sulfat yang baik adalah
menit dan air dibuang. Kemudian kulit dinetralisasi minyak yang banyak mengandung ikatan rangkap.
menggunakan 1% natrium format, 2% Tanigan Dalam proses sulfonasi, asam sulfat masuk ke
PAK dalam 150% air, drum diputar selama 20 dalam ikatan rangkap seperti halnya reaksi adisi
menit. Kemudian ditambah 0,8% soda kue, drum yang menyebabkan minyak menjadi polar. Gugus
diputar selama 45 menit, kulit diuji menggunakan sulfonat akan berikatan dengan atom C asam lemak
bromo cresol green (pH 5-5,5). Selanjutnya kulit jenuh menggantikan atom H atau dapat disebut
dicuci dan disamak ulang menggunakan 2% sebagai reaksi subtitusi. Setelah terbentuk minyak
Novaltan PF, 4% Tanicor RS38, 3% Mimosa dan sulfat, maka dilakukan pencucian menggunakan
3% Tanicor TNB, drum diputar selama 45 menit. larutan NaCl dengan tujuan untuk menghilangkan
Lalu ditambah 2% cat dasar dan 6% minyak sulfat sisa asam. Selanjutnya minyak sulfat dinetralisasi
hasil penelitian selama 60 menit dan difiksasi menggunakan larutan jenuh NaOH (Covington,
menggunakan 1% asam formiat. 2009).
22 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
Komposisi asam lemak Sedangkan metil ester linolelaidic acid dan metil
Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit cis 5, 8, 11, 14, 17 eicosapentanoate tidak terdapat
dan minyak sulfat pada kulit disajikan pada pada minyak kelapa sawit, setelah menjadi asam
Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa asam sulfat yang diaplikasikan pada kulit berturut-turut
lemak jenuh berupa metil butirat yang terdapat menjadi 5,37% dan 3,75%. Hal ini diduga masih
pada minyak kelapa sawit tidak dijumpai pada adanya lemak alami yang terdapat pada kulit
minyak sulfat. Hal ini diduga karena metil butirat karena proses penghilangan lemak (degreasing)
telah hilang pada saat pencucian ataupun telah yang belum sempurna dan adanya minyak yang
tersabunkan pada saat netralisasi menggunakan ditambahkan pada pembuatan kulit wet blue.
NaOH. Sedangkan asam lemak jenuh berupa
asam palmitat yang terdapat pada minyak kelapa Analisis FT-IR
sawit yang semula 35,76%, setelah menjadi Analisis FT-IR minyak kelapa sawit dan
minyak sulfat yang diaplikasikan pada kulit minyak sulfat (25% H2SO4 – 3 jam) disajikan
jumlahnya bertambah menjadi 48,61%. Metil pada Gambar 1. Gambar 1 menggambarkan FT-
oktadekanoat yang terdapat pada minyak kelapa IR (absorbance) spektrum minyak kelapa sawit
sawit yang semula 3,61% menjadi 5,13%. Hal ini dan minyak sulfat hasil sulfatasi minyak kelapa
diduga masih adanya lemak natural yang terdapat sawit (25% H2SO4 – 3 jam) dari range 4000
pada kulit karena proses penghilangan lemak sampai 1000 cm-1. Spektrum dari minyak kelapa
(degreasing) yang belum sempurna dan adanya sawit, menunjukkan puncak (peak) penyerapan
minyak yang ditambahkan pada pembuatan kulit dan penyempitan pada 3006,02 dan 721,35 cm-1
wet blue. Asam lemak tidak jenuh berupa cis-9- diberikan oleh asam lemak tak jenuh cis-9-oleic
oleic methyl ester yang terdapat pada minyak methyl ester (cis=CH). Penyerapan puncak
kelapa sawit 39,37% setelah menjadi minyak yang kuat sekitar 2921,66 sampai 2852 cm-1
sulfat yang diaplikasikan pada kulit jumlahnya yaitu getaran peregangan asimetris CH3 dan
berkurang menjadi 31,80%. Demikian juga metil CH2. Spektrum menunjukkan peregangan pita
linoleat yang terdapat pada minyak kelapa sawit penyerapan pada 1743,25 dan 1464,30 cm-1 yang
sejumlah 11,02% setelah menjadi asam sulfat sesuai dengan ikatan konjugasi masing-masing
yang diaplikasikan pada kulit menjadi tidak ada. (cis C=C) dan C-H.
Hal tersebut diduga karena sebagian cis-9-oleic Spektrum minyak sulfat, menunjukkan
methyl ester bereaksi dengan asam sulfat dan metil puncak (peak) penyerapan dan penyempitan
linoleat telah bereaksi semua dengan asam sulfat. pada 3401,16 dan 715,52 cm-1 diberikan oleh
24 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 34 No. 1 Juni Tahun 2018: 19-26
26(3), 246-254. Sciences, 6(2), 11-16.
Sarkar, K. T. (1995). Theory practice leather https://doi.org/10.5281/zenodo.266664
manufacture. Madras, India: The CLS Press. Wang, C., Li, T., & Feng, S. (2012). Synthesis of
Strijbos, L., Saumweber, R., Hess, M., Gabagnou, C., fatliquor from palm oil and hydroxyl-terminated
& Fennen, J. (2012). High-fastness fatliquors from organosilicon. Asian Journal of Chemistry, 24(1),
sustainable resources. World Leather, 20, 19-21. 63-67.
Tawfik, H. M., Gasmelseed, G. A., & Mohammed, F.
E. F. (2017). Using characterization and synthesis
of fatliquor from Sudanese castor oil. Indian
Journal of Medical Research and Pharmaceutical
Abstrak
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan selain bahan bakar diesel
dari minyak bumi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu reaksi dan kecepatan
pengadukan pada pembuatan biodiesel dari lemak ayam terhadap konversi dan karakteristik biodiesel
dengan katalis kapur tohor dan proses transesterifikasi. Variabel kontrol yang digunakan adalah bahan
baku yang digunakan berupa lemak ayam yang diambil dari limbah pedagang ayam potong dipasar
Indralaya, Ogan Ilir, temperatur reaksi 60oC, rasio perbandingan minyak ayam dan metanol adalah 1:6.
Variasi waktu reaksi yang digunakan 20 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit. Dan variasi
kecepatan pengadukan 500 rpm, 750 rpm, 1000 rpm, 1250 rpm, dan 1500 rpm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa waktu reaksi 75 menit dan kecepatan pengadukan 750 rpm menghasilkan konversi
tertinggi yaitu 89,47%, dengan densitas 0,868 gr/cm3, viskositas kinematik 5,7057 cSt, titik nyala 205 oC,
angka setana 105,8 dan karakteristik bioiesel tersebut memenuhi standar mutu bioiesel berdasarkan SNI
No.04-7182-2006.
Kata Kunci: Biodiesel, lemak ayam, kapur tohor, transesterifikasi
Abstract
Biodiesel is an alternative fuel from renewable raw materials other than diesel fuel from petroleum. This
research aims to investigate the influence of reaction time and stirring speed in making biodiesel from
chicken fat in conversions and characterizing the biodiesel with a quicklime catalyst transesterification
process. The control variables are the raw materials which are used in the form of chicken fat is taken
from the waste of chicken broilers merchant in Indralaya, Ogan Ilir, reaction temperature is 60°C, the
ratio of chicken fat and methanol is 1: 6. Variations of reaction time are 20 minutes, 60 minutes, 90
minutes, 120 minutes and 150 minutes, and variations of stirring speed are 500 rpm, 750 rpm, 1000 rpm,
1250 rpm and 1500 rpm. The results showed that the reaction time at 75 minutes at the stirring speed of
750 rpm produces the highest conversion that is 89.47%, with 0.868 g/cm 3 density, kinematic viscosity is
5.7057 cSt, flash point is 205°C, with 105.8 cetane number and characteristics of the biodiesel biodiesel
has met quality standards of ISO No.04-7182-2006.
100
60
40
20
0
250 500 750 1000 1250
Kecepatan Pengadukan (rpm)
90
asam lemak bebas sebelum dilakukan reaksi
transesterifikasi. Hal ini dikarenakan jika nilai 80
asam lemak bebas melebihi 5% maka harus 70
dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu 60
sedangkan jika nilai asam lemak bebas kurang
50
dari 5% maka dapat langsung melalui proses
transesterifikasi (Evy Setiawati, dkk, 2012). 40
Nilai asam lemak bebas yang tinggi dapat 30 45 60 75 90
menganggu jalannya proses transesterifikasi Waktu Reaksi (menit)
Proses transesterifikasi dapat dilakukan tanpa 250 rpm 500 rpm 750 rpm
melalui reaksi esterifikasi terlebih dahulu karena
minyak dari lemak ayam mengandung nilai 1000 rpm 1250 rpm
asam lemak bebas sebesar 2,17%. Gambar 3. Grafik konversi biodiesel yang
Hasil Kalsinasi Katalis CaO dari Kapur diperoleh dengan variasi
Mentah kecepatan pengadukan dan waktu
Pembentukan CaO dari kalsinasi kapur reaksi
mentah dapat dilihat dari perubahan berat
sampel sebelum dan sesudah kalsinasi. Dapat Dari data hasil analisa yang diperoleh
diasumsikan perubahan berat sampel terjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. dan
karena pelepasan CO2 dari molekul CaCO3. gambar 3., kecepatan pengadukan 750 rpm
Mula-mula sampel kapur mentah memiliki dengan waktu reaksi 75 menit menghasilkan
massa 146,9026 gram. Setelah dilakukan konversi biodiesel tertinggi yaitu sebesar
89,47% atau dengan volume 94 ml dari bahan
20 DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R.D.N., dkk. 2013. Produksi Biodiesel
0 dari Lemak Sapi dengan Proses
250 500 750 1000 1250 Transesterifikasi dengan Katalis Basa
Kecepatan Pengadukan (rpm) NaOH. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 2.
No. 1.
30 menit 45 menit 60 menit Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
75 menit 90 menit Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Faizal, M., dkk. 2013. Pengaruh Kadar
Gambar 6. Pengaruh waktu reaksi dan Metanol, Jumlah Katalis, dan Waktu
kecepatan pengadukan terhadap Reaksi pada Pembuatan Biodiesel dari
angka setana biodiesel dari Lemak Sapi Melalui Proses
lemak ayam Transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia
Standar mutu angka setana biodiesel No.4, Vol. 19.
berdasarkan SNI No.04-7182-2006 adalah Freedman B, Pryde EH, Mounts TL. 1984.
minimal 51. Berdasarkan standar tersebut, Variables Affecting The Yields of Fatty
dilihat dari gambar 6. dapat diketahui bahwa Esters from Transesterified Vegetable Oils.
semua sampel memenuhi standar mutu angaka J. Am. Oil Chem. Soc., 61 (10): 1638–
setana biodiesel. Semakin tinggi angka setana 1643.
maka semakin cepat pembakaran. Perlakuan Hermanto, Sandra dan Anna Muawanah. 2008.
kecepatan pengadukan yang tinggi dan waktu Profil dan Karakteristik Lemak Hewani
yang semakin lama menghasilkan rantai karbon (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR
ester yang semakin pendek yang menyebabkan dan GCMS. Universitas Islam Negeri
angka setana semakin tinggi sehingga Syarif Hidayatullah Jakarta.
kemampuan terbakar atau kemampuan biodiesel Irdoni, H. S., dkk. 2007. Pengaruh Kecepatan
sebagai bahan bakar untuk menyala juga Pengaukan pada Proses Pembuatan
semakin tinggi. Hasil penelitian ini sesuai Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jatropha Curcas L) dengan Menggunakan
Irdoni, S. H., dkk (2007) yaitu terjadi kenaikan Katalis Abu Tandan Sawit. Fakultas
angka setana seiring dengan kenaikan kecepatan Teknik Jurusan Teknik Kimia UNRI.
pengadukan. Marnoto, T., dkk. 2011. Biodiesel dari Lemak
Hewani (Ayam Broiler) dengan Katalis
4. KESIMPULAN Kapur Tohor. Prosiding Seminar Nasional
1. Kenaikan waktu reaksi mengakibatkan Teknik Kimia Kejuangan, ISSN 1693 –
peningkatan pada konversi biodiesel. Pada 4393.
kecepatan pengadukan 750 rpm, dengan Nur, S. M. 2014. Perbedaan Biofuel,
waktu 30 menit konversi biodiesel adalah Bioethanol, Biodieseldan Biogas.
H O S TE D BY
Egyptian Petroleum Research Institute
REVIEW
Adamawa State University, Mubi, PMB 25, Mubi, Adamawa State, Nigeria
KEYWORDS Abstract The nature of alcohol and alcohol to oil molar ratio plays an important role on the method of biodiesel
Biodiesel; Production; production. As a result, this paper examined different alcohols commonly used for the production of biodiesel fuel with
Transesterification; Alcohols; more emphasis on methanol and ethanol. Further the different alcohol to oil molar ratios used for the production of
Molar ratios biodiesel have been extensively discussed and reported. Also the effects of alcohol to molar ratios on biodiesel refining
process and its physicochemical properties were investigated.
© 2015 The Author. Production and hosting by Elsevier B.V. on behalf of Egyptian Petroleum Research
Institute. This is an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/
licenses/by-nc-nd/4.0/).
has increased due to its environmental benignity [49]. For countries in effects of alcohols and oil to alcohol molar ratios as main variables in the
which petroleum is imported, biodiesel technology is a big advantage production and refining of crude biodiesel products.
[54].
The technologies usually employed to produce biodiesel fuel are 2. Alcohols for biodiesel production
classified into direct/blends, microemulsion, pyrolysis and transesterification
reaction [26,29,32]. However, transes- terification reaction is the most Alcohol is one of the most important raw materials for the production of
commercially used technology for the production of biodiesel [6,5]. biodiesel. Alcohols are primary and secondary monohydric aliphatic
Transesterification is the reaction through which triglycerides react with an alcohols comprising 1–8 carbon atoms [57]. A number of alcohols have been
alcohol in the presence of catalyst to produce biodiesel and by-product, explored for biodiesel production, the most widely used acyl acceptors are
glycerol [27,28,30,33]. This reaction is mostly affected by numerous methanol and to a slight extent, ethanol. Other alcohols utilized in pro- ducing
factors among others which include: alcohol to oil molar ratio, reaction time, biodiesel are the short-chain alcohols such as propanol, butanol, isopropanol,
nature and amount of catalyst, reaction temperature, and the nature of tert-butanol, branched alcohols and octanol, however these alcohols are
feedstocks composi- tion [26]. Nonetheless, alcohol to oil molar ratio is costly [93].
believed to be the most critical in the dynamics of biodiesel production [48]. Methanol and ethanol are the most often used alcohols in biodiesel
Conventionally, biodiesel is transesterified using refined production. Methanol is particularly preferred because of its physical and
vegetable oils, catalyzed by an alkali [51]. Fig. 1 presents a schematic
chemical advantages. Beside its reaction with triglycerides is quick and
diagram of alkali-catalyzed transesterification for the production of
it can be easily dissolved in NaOH [57]. Demirbas [27] remarked that
biodiesel. However, edible vegetable oils contribute over 95% of global
metha- nol, also known as ‘‘wood alcohol”, is usually simpler to find
biodiesel production [48]. This process usually provides high-quality
compared to ethanol. Additionally triglycerides can react with varieties
biodiesel fuel with less refining procedure. But, the prices of refined virgin
of alcohols. But the short-chain alcohols provide better conversions
oils are usually very high, hence rendering commercial biodiesel fuel
under the same reaction time [89]. Table 1 presents main production facilities
production impracticable [16]. Recently, alternative feed- stocks such as
of methanol and bio-methanol [27].
natural plant oils, animal fats, waste/used cooking oils, and non-edible
feedstocks such as jatropha cur- cas, pongamia, castor and microalgal oils 2.1. Methanol
are used to pro- duce biodiesel fuels, to circumvent the high prices of
biodiesel fuel and improve its development [59]. Other low quality
feedstocks being explored include: chicken fats, pork lard, beef tallow, and As earlier mentioned, for biodiesel production via transesteri- fication
yellow grease [23]. Currently, microal- gae are considered the most reaction, methanol is the most common alcohol used. However, the level of
promising source of renewable energy. Although, these feedstocks are of low water in an alcohol is crucial for its successful application in the
prices, the pro- duction and the refining processes of biodiesel products production of biodiesel. This is because the presence of water during
through such low quality feedstocks are difficult [48,24]. However several transesterification reac- tion causes hydrolysis of triglycerides to free fatty acids
investigations have revealed the potential of biodiesel production through which leads to soap formation, and poor yield. Unfortunately, the entire
low-quality feedstocks. Fig. 2 shows percentage share of each renewable short-chain alcohols are hygroscopic and could easily absorb water from the
energy source [25]. Also, several researches have investigated the effects atmosphere [84,92]. On the other hand, long-chain alcohols are mostly
of alcohol to molar ratios on the production of biodiesel [63]. Therefore, sensitive to contamination by water [85]. Van Gerpen et al. [84] remarked
this paper critically analyzed the that biodiesel is produced from various alcohols, and the nature of alcohol
used in the production process does not make any chemical
Figure 1 Schematic diagram of alkali-catalyzed transesterification for the production of biodiesel [48].
Effects of alcohol on biodiesel production 23
difference, as long as the finished biodiesel product meets ASTM D6751. catalysts. Fig. 3 shows the structure of triglyceride [10]. Vari- ous kinds of
However higher chain molecular alcohols are usually avoided during alcohols have been used for the production of biodiesel fuels. Saka and
transesterification reaction, due to steric hindrance effect. Yohei (2009) investigated a new technique for catalyst-free biodiesel
production using super- critical methyl acetate. The authors noted that
2.2. Other alcohols comparing methanol and methyl acetate in the transesterification of
triglycerides (TG), within all the temperature ranges experi- mented shows
For the most part, ethanol is of great interest, because it is less costly compared that the reactivity of methanol was higher. Further the overall reaction
to methanol, and biodiesel produced from ethanol is entirely bio-based. In between triglycerides and alcohol to give biodiesel (fatty acid alkyl esters,
addition butanol could also be achieved from biological materials as a FAAE) is a three sequential reaction [21]:
result yielding biodiesel that is also entirely bio-based. However, alcohols Triglycerideþ R0OH ! Diglycerideþ FAAE ð1Þ
such as methanol, propanol, and iso-propanol are usually obtained from
petrochemical materials such as methane derived from natural gas in the Diglycerideþ R0OH ! Monoglycerideþ FAAE ð2Þ
case of methanol. The renewa- bility of ethanol has suggested advantages due to
being carbon dioxide neutral, less toxic and environmentally based, making it Monoglycerideþ R0OH ! Glycerolþ FAAE ð3Þ
the most suitable substitute to methanol [45]. However, ethanol is more
Furthermore, methanol is chosen in the production of biodiesel
expensive and less reactive than methanol [90,77]. Van Gerpen [84]
because it is relatively inexpensive and reactive. Besides, methanol
remarked that removal of alcohols such as ethanol or isopropanol if used in
(CH3OH) is a simple compound and does not contain complex organic
biodiesel production is difficult, because the alcohols form an azeotrope with
compounds or sulfur [96,13]. Van Gerpen [85] remarked that two major
water. Even though, a molecular sieve can be used to remove the water.
factors leading to the choice of methanol despite its more toxic levels are:
methanol does not form azeotrope, therefore it is easily recy- cled and
3. Production of biodiesel via transesterification reaction
ethanol forms an azeotrope with water. Also, regarding their
characteristics as fuels, biodiesel from metha- nol and ethanol demonstrate
As earlier mentioned, biodiesel is usually produced via transes- terification of slight variations; for example, biodiesel fuels from methanol have slightly
triglycerides with alcohol in the presence of higher pour and cloud points and slightly lower viscosities than those
obtained from ethanol [93]. However use of methanol raises environmental
concern [46], since non-renewable fossil sources, such as natural gas are
Table 1 Main production facilities of methanol and bio- methanol [27].
presently the main sources of methanol [93].
and alkyl esters slightly recombined to monoglycerides since during the [66]. Similarly Meher et al. [60,61] investigated biodiesel pro- duction from
course of the reaction their concentration keeps increasing, this is in contrast Karanja oil using rate of stirring (180–600 rev. per min), temperature (37–
with transesterification reactions carried out using low molar ratios. The 65 °C), catalyst concentration (0.25–1.5% wt) and alcohol/oil molar ratio
authors also noted that the alkyl esters yield is lowered, when the by-product (6:1–24:1). They achieved biodiesel yield of 97% after 3 h of reaction time
glycerol remains in solution because it helps in shifting the equilibrium back to for
the left. As a result, alcohol to oil molar ratio is considered to be among the a molar ratio of 6:1, while a similar yield was achieved in 30 min for a
most important variables affecting the yield alkyl esters. For that reason, molar ratio of 24:1. The authors observed that a higher molar ratio of
optimization of alcohol to oil molar ratio prior to transesterification process is methanol to oil provided faster reaction rates while a lower methanol to oil
essential and has to be carried out for the best biodiesel yield to be molar ratio (6:1) requires longer reaction times to achieve equal conversion.
achieved. Furthermore biodiesel production from soybean oil was conducted In another study, Canoira et al. [18] transesterified Jojoba oil-wax to
by Silva et al. [80] using ethanol/oil ratio (3:1, 6:1, 9:1, 12:1 and 15:1 M), and biodiesel and obtained a biodiesel yield of 79 wt.%. The
0.1%, 0.5%, 0.9%, 1.3% and transesterification reaction was conducted in an autoclave
1.7 % w/v of NaOH, as an alkaline catalyst. The reaction con- ditions were; vigorously stirred at a speed of 600 rpm, temperature of 60 °C, with a
temperature of 40.0 °C, reaction time of 80 min, catalyst concentration of 1.3 methanol to oil molar ratio of 7.5:1, and a reaction time of 4 h.
wt.%, and molar ratio, of 9:1. The authors concluded that methanol can Furthermore, a statistical model predicted that at the optimized reaction
be effectively substituted with ethanol, when the ethanol is applied using conditions of a catalyst amount of 1.26%, oil-to-methanol molar ratio of
optimized condition (molar ratio (9:1)). This will certainly lead to biodiesel 7.5:1, reaction temperature of 65 °C, and reaction time of 20 min, the highest
production from sources that are completely renewable (ethanol obtained conversion yield of lard biodiesel would be 98.6% [52].
from soybean oil and sugar cane). They further affirmed that for molar ratios
less than 6:1, the reaction was incomplete, and for a molar ratio of 15:1 the sep- 4.2. Effects of molar ratios on acid-catalyzed transesterification
aration of by-product, glycerol was difficult and the apparent yield of esters
was decreased. The authors also commented that for methanol, a molar Because of the high cost of refined feedstocks, acid-catalyzed
ratio of 6:1 is most suitable, and for ethanol, molar ratio 9:1 is the most transesterification reactions have been explored to circumvent the problems
favorable. In contrast, Santos et al. [74] used response surface methodology associated with the conversion of low quality feedstocks to biodiesel. Fig.
(RSM) to evaluate the effects of catalyst concentration and methanol to oil 5 shows the mechanism of acid catalyzed esterification of fatty acids [27], and
ratio on soybean oil conversion to biodiesel. And observed that the overall Fig. 6 presents the mechanism of acid catalyzed transesterification of
conversion of oil to biodiesel was achieved when catalyst concentration of vegetable oils [22]. Ghadge and Raheman [40] reported that a 2-step
0.2 w/w and alcohol to oil ratio of 9:1 were used. esterification for the pretreatment process using
Also methanol to oil molar ratio ranging from 3:1 to 9:1 acid catalyzed (1% v/v H2SO4) reaction with methanol (0.30–0.35 v/v)
was varied for karanja and jatropha oil. At a molar ratio of 6:1, the highest
at a temperature of 60 °C and a reaction time of 1 h was employed to reduce
ester conversions from karanja were observed to be 80% and from jatropha
high FFAs (19%) content of crude mahua oil to a value below 1%. In
oil to be 90–95%, respectively
another study, Canakci and Gerpen [17] observed that at a temperature of
60 °C and a molar ratio of 30:1 with sulfuric acid catalyst, a biodiesel
conversion of 98.4% can be obtained. The authors reported a conversion of
95.8% for fatty acid ethyl ester compared to 87.8%, 92.1%, and 92.9%, for
fatty acid methyl ester, 1-bytyle fatty acid ester and 2-propyl fatty acid ester,
respectively.
Further, Banerjee and Chakraborty [11] reported transes- terification of
waste frying oils via acid catalyst for biodiesel production. The optimum
reaction parameters were noted to be; temperature (70 °C) and methanol/oil
molar ratio (250:1). The authors observed that at a molar ratio of
oil:methanol: acid of 1:74:1.9 and 1:162:4.2 at 80 °C, high biodiesel yields
of 98.8%, and 98.9 were obtained respectively. In another investigation,
Sahoo et al. [73] converted free fatty acids to triglycerides to reduce the acid
value using a molar ratio of
6:1 and H2SO4 acid and achieved optimum conversion efficiency with
acid value below 4 mg KOH/g. Additionally,
Figure 4 Esters yield vs. time. Influence of ethanol/oil molar ratio (T = Figure 5 Mechanism of acid catalyzed esterification of fatty acids [27].
60 °C; [KOH] = 1 wt.%) [37].
26 I.A. Musa
of 150 °C, 7.61 wt.% for catalyst loading and methanol to oil molar ratio of the production of biodiesel fuel. The catalyst was prepared from sulfonated
9.88 mol/mol, an optimum alkyl ester yield of poly(vinyl alcohol) (SPVA) and zirconium sulfate (Zr(SO4)2). Acidified
90.32 wt.% was achieved. Further, [95] investigated the opti- mization of the oil was esterified with methanol to determine the effectiveness of the hybrid
activity of CaO/Al2O3 catalyst for biodiesel production using response membranes. The esterification results obtained revealed that the FFA conver-
surface methodology. The authors employed fifty grams of oil into a 150 ml sions in acidified oil were 81.2% and 94.5% for Zr(SO4)2/ PVA and
glass-jacketed reactor equipped with a digital magnetic stirrer and a Zr(SO4)2/SPVA catalytic membranes, respectively. The transesterification
water-cooled condenser. The transesterification process was performed using reaction conditions were: reaction
3.5 wt.% of the catalyst, methanol to oil time of 2 h, reaction temperature of 65°C, methanol to oil
ratio of 12:1, and the mixture was rigorously stirred for 5 h. A water molar ratio of 6:1, the weight ratio of polymer to Zr (SO4)2/SPVA was 1:1
bath at a temperature of 65 °C was used to heat up the mixture and a in the catalytic membrane and the amount of catalytic membrane with
biodiesel yield of 94% was obtained. Also, Chai et al. [19] have respect to reactant was 4 wt.%. The Zr(SO4)2/SPVA catalytic membrane
transesterified vegetable oil using the solid heteropolyacid was used to esterify the acidified oil with methanol, increase in molar ratio
Cs2.5H0.5PW12O40 as a catalyst to of methanol to oil increased the conversion consider- ably. Additionally
produce high-quality biodiesel. The authors employed low catalyst when the methanol to oil molar ratio was 1:1, 3:1 and 6:1, the FFA
concentration (1.85 10×3:1 weight × ratio of catalyst to oil), at low conversion was 60.2%, 80.3% and 94.5%, respectively. As well the
temperature (338 K), low methanol-to-oil ratio (5.3:1), and a relatively short conversion was almost kept stable, that is, 95.0% and 95.1%, respectively
reaction time (45 min), the solid acid catalyst was found to be efficient and when the ratio was increased to 9:1, even 12:1. In another investigation,
yielded a high yield of biodiesel (99%). Besides, the process was found to Guerreiro et al. [42] have transesterified soy- bean oil with methanol using
be environmentally friendly and economical. The transesteri- fication process solid acid catalysts (ion- exchange resins, Nafion membranes, and poly(vinyl
involving the catalyst was pronounced eco- nomical since the activity of alcohol) membranes containing sulfonic groups), at atmospheric
Cs2.5PW was not significantly affected by the water content and the level of pressure and temperature of 60 °C. The higher reaction rate
free fatty acid of the oil. And the catalyst was easily removed from the pro- (catalytic activity) was due to higher reactant concentrations in the close
duct mixture and reused several times. Jacobson et al. [50] investigated vicinity of the sulfonic groups. The authors noted that at the start of the
solid acid-catalyzed transesterification of waste cooking oil for biodiesel reaction, methanol is likely to be hydrogen bonded to the polymer OH
production. The authors optimized the reaction parameters using the most groups but the small size of its molecule is not enough to move away the
active ZS/Si catalyst identified. The optimum conditions obtained are 3 polymer chains. Another study conducted by Boz et al. [14] employed KF
wt.% cat- loaded nano-c-Al2O3 as catalyst to transesterify veg- etable oil to biodiesel.
alyst loading, temperature of 200 °C, and 1:18 oil to alcohol During the transesterification process a biodiesel yield of 97.7 ± 2.14% was
molar ratio, and recorded ester yield of 98 wt.%. obtained using a molar ratio of methanol/oil of 15:1 and 3 wt.% catalysts.
Further, a novel organic–inorganic hybrid membrane was developed by
Shi et al. [78] as heterogeneous acid catalyst for 4.4. Effects of molar ratios on enzymatic-catalyzed
transesterification
production of biodiesel fuel from soybean oil. The authors noted that the
Table2 Detailoptionstoavoidlipaseinactivationcausedby
optimum conditions for processing 10 g of soybean oil were: 35 °C, 0.5 g methanol [82].
water and 475 mg lipase for the reactions with methanol, 1:7.5 oil to
methanol molar ratio, 35 °C, 0.3 g water and 475 mg lipase for the reactions Options Operating Yield Advantages Disadvantage
conditions (%)
with ethanol, 1:15.2 oil to ethanol molar ratio. Based on the optimum
conditions, methyl and ethyl ester formation of 67 and 65 mol% in 1 h Methanol Three-step or >87 Higher yield is The
was obtained. As well, Ha et al. stepwise two- step achieved operation is
[43] reported the influence of methanol to soybean oil molar ratio on the addition methanol without relative
production of biodiesel fuel in ionic liquids. The authors tested different addition inactivation to the complicated in
lipase large scale
molar ratios, and the best conversion in [Emim][TfO] was obtained at 4:1.
production
The methanolysis in [Emim][TfO] considerably reduced when the molar
Acyl Methyl >90 No The reaction
ratio of methanol to soybean oil was 8:1 and greater. This scenario might rate is low
acceptor acetate, inactivation
be due to the deactivation of Novozym 435 caused by the high alterations acetate effect occurs and the acyl
methanol concentration. Ethyl and no glycerol acceptor cost is
Furthermore, Tan et al. [82] noted the effects of alcohol to oil molar is produced high
ratios in producing biodiesel by means of immo- bilized lipase. They Good solvents of
observed that the major cause of the deactivation of lipases is the high Solvent With t- >80 methanol and Increment of
molar ratios of ethanol to fatty acid residues. As a result of the contact engineering butanol, glycerol, so the solvent
of the enzyme with the immiscible polar organic phase formed. In 1,4- methanol recovery cost
addition, Shimada et al. [79] hypothesized that the low methanolysis dioxane, inactivation
ionic and glycerol
(ethanolysis) commonly encountered is because of the deactivation of
liquid as deposit are
lipases by contact with insoluble MeOH (EtOH) which exists as drops in avoided
solvents
the oil. Table 2 sum- marizes the options to avoid lipase inactivation
caused by methanol [82].
5. Recovery/removal of excess alcohol from crude biodiesel diesel phase is washed three times with distilled water at 50 °C in a separatory
funnel, and the biodiesel phase is then dried using anhydrous Na2SO4.
The recovery of alcohol is required to minimize the waste of alcohol after Gomes et al. [41] and Chongkhong et al. [21] reported the passing of fatty acid
the transesterification is completed. Although higher energy input for methyl esters phase through an evaporator to recover traces of methanol.
distillation is required to achieve high alcohol recovery, for processes involving Eevera et al. [36] employed evaporation under atmospheric condition to
recovery of methanol is considerably easier to recover than ethanol, because it remove excess methanol and water in biodiesel phase. In addition a
does not form azeotrope. The formation of an azeotrope by ethanol with water separation funnel was used to eliminate sulfuric acid, excess alcohol, and
makes its purification costly during ethanol recov- ery (Demirbas, 2002). other impurities from reaction mixture [66]. Karaosmanogˇlu et al. [53]
Van Gerpen et al. [85] noted that to minimize environmental impacts and reported that the methanol in the biodiesel phase was removed using a
operating costs, recovery of residual alcohol and its recycling back into the rotary evaporator under vacuum. Also a heat exchanger was used to remove
process is essential. The authors reported that input costs for the process is part of methanol, whereas the other part was driven off by vacuum distillation
saved when the unused methanol is recovered. Besides, the recovery of [39]. In contrast to the discussions involving acid and alkaline catalysts, the
excess alcohol is necessary to eliminate the emissions of methanol to the process of alcohol recovery is eliminated completely in the enzyme
surrounding. Furthermore the emission reduction is required because catalyzed route, since enzymes are inactivated at a higher alcohol
methanol is toxic and highly flammable. concentration.
In most of the researches conducted, the recovery of metha-
nol is carried out through either vacuum or conventional distillations, 5.1. The effects of alcohol on the refining of crude biodiesel
evaporation or it is recovered partially in a single stage flash. Besides, falling-
film evaporator is used as an alter- native to distillation [88,7]. It was noted Oils to alcohols molar ratios play a critical role in the deter- mination of the
that separation and purification of alcohol at the end of the transesterification purity and quality of alkyl esters. The higher the molar ratio the more the
is difficult and costly [12]. Refaat [72] remarked that recovery of glycerol is complexity of biodiesel separation and purification processes vice versa
rendered difficult due to excess alcohol, therefore establishing empirically [8]. It was noted that the addition of higher amounts of alcohol could
ideal alcohol to oil molar ratio is essential. As well, an excess of alcohol in prolong the required separation time since biodiesel layer separation from
large amount could slow down the phase separation of glycerol and biodiesel water layer becomes more complex in the presence of a huge quantity of
[4]. Also, separation of glycerol from ester becomes more difficult at higher alcohol. This is because methanol having one hydroxyl group could act as
alcohol to oil molar ratios [9]. Meher et al. [60,61] observed that to ensure an emul- sifier, thus enhancing emulsion formation [36]. Miao and Wu
separation of methanol, the crude bio- (2009) noted that excess alcohol in large amounts could slow down biodiesel
and glycerol separation as in the case of the values of 70:1 and 84:1 M ratios.
The authors revealed that a 56:1 M ratio is the best option for the
transesterifica- tion of microalgal oil.
Effects of alcohol on biodiesel production 29
For transesterification method involving supercritical methanol, a high (1) It was found that quite a number of biodiesel production facilities
molar ratio (40:1) is required [77]. However care must be taken to recover employ methanol due to its low cost and short- chain molar size (for the
the excess alcohol after the completion of the reaction. avoidance of steric hindrance effects).
Furthermore, Sharma and Singh [77] noted the treatment of crude biodiesel (2) It was also found that methanol does not form zoetrope, hence its
for the removal of dissolved contaminants such as alcohol, catalysts, etc. by recovery is simple compared to ethanol.
washing with hot distilled water. Van Gerpen [85] reported that water washing (3) Although ethanol is more expensive than methanol but biodiesel
step is intended to remove any remaining methanol, soap, catalyst, free glyc- production involving ethanol is completely bio-base, hence
erol and salts from the biodiesel. Van Gerpen et al. [84] renewable.
reported that warm (140 °F), softened water can be used to (4) Most of the researchers recommend a 6:1 M ratio for methanol and
wash alkyl esters for the elimination of soaps and residual methanol. a 9:1 M ratio for ethanol.
Saleh et al. [76] noted that methanol present in the biodiesel phase is (5) Care must be taken to determine empirically ideal molar ratios to
eliminated by distillation or evaporation under vacuum or atmospheric employ otherwise excess methanol will result in severe difficulty in
pressure. In a different study, Saleh et al. [75] remarked the performance of biodiesel refining process.
membranes for glycerol separation from biodiesel, but the membrane is (6) It was found that the presence of alcohol affects the quality of
strongly affected by the presence of methanol. The authors noted application biodiesel fuel by lowering its viscosity and density values, and
of decantation technique to separate alcohol phase from the organic phase flash point.
(biodiesel) and the use of a rotary evaporator to eliminate the traces of (7) For solid catalysts, it was found that application of co-solvents
methanol in the methyl ester phase. such as n-hexane and ethanol, dimethyl sulfoxide (DMSO), and
tetrahydrofuran (THF) could reduce diffusion problems and
5.2. The effects of alcohol on the quality of biodiesel fuel enhance miscibility of oil and alcohol and speed up the rate of
reaction.
The amount of glycerol, catalyst, soap, and the residual metha- nol, is
controlled by the limits of the fuel’s free glycerol, ash level, and flashpoint.
Therefore meeting these limits indicates that alkyl esters can be directly applied Acknowledgement
in most modern engines without necessarily modifying it, while
maintaining the engine’s reliability and durability [85]. Karaosmanogˇlu et I hereby wish to immensely thank Adamawa State University, Mubi, Nigeria for
al. their support during the course of this study.
[53] noted that fuel must be almost free from impurities such as water, alcohol,
glycerin, and catalyst. Berrios and Skelton References
[13] observed that the presence of methanol could lead to low flash point
causing transport, storage and use problems, low values of viscosity and [1] M. Abraham, Bio–fuels as Future Fuels for Automotive Vehicles––
density, and corrosion of Zn and Al pieces. Moser [63] reported that OEM’s Viewpoint of Requirements and View point Issues, 5th International
impurities in fatty acid alkyl esters include among others mono-, di-, Bio—Fuels, New Delhi 77–8 Feb, 2008.
[2] A.K. Agarwal, Prog. Energy Combust. Sci. 33 (2007) 233–271.
triglycerides, FFA, methanol, metals, soaps, water, glycerol, and catalyst.
[3] M.S. Antczak, A. Kubiak, T. Antczak, S. Bielecki, Renewable Energy 34
The author noted that methanol impurity in esters is indirectly measured (2009) 1185–1194.
through flash point determination following ASTM D93. Also, [4] G. Antolın, F.V. Tinaut, Y. Briceno, V. Castano, C. Perez, A.I. Ramırez,
contamination of biodiesel with methanol may result in biodiesel failing to Bioresour. Technol. 83 (2002) 111–114.
meet the standard specification for minimum flash point for fuels. The [5] A.E. Atabani, A.S. Silitonga, I.A. Badruddin, T.M.I. Mahlia, H.
contamination of methanol usually occurred due to insufficient purification H. Masjuki, S. Mekhilef, Renewable Sustainable Energy Rev. 16 (2012) 2070–
of esters after transesterification reaction. In addition the wear problem is 2093.
believed to be caused by formic acid attack when methanol is employed [6] I.M. Atadashi, M.K. Aroua, A.R. Abdul Aziz, N.M.N. Sulaiman,
(Demirbas, 2002). Saleh et al. [76] reported that the presence of high levels of Renewable Sustainable Energy Rev. 15 (2011) 5051– 5062.
methanol can accel- erate the deterioration of natural rubber seals and [7] I.M. Atadashi, M.K. Aroua, A. Abdul Aziz, Renewable Energy (2010) 1–7,
xxx.
gaskets. Also the presence of methanol could corrode engine alu- minums
[8] I.M. Atadashi, M.K. Aroua, A. Abdul Aziz, Renewable Sustainable
and zinc parts as well as lower flash point of biodiesel fuels [1]. Energy Rev. 14 (2010) 1999–2008.
[9] M. Balat, H. Balat, Energy Convers. Manage. 49 (2008) 2727– 2741.
[10] B.K. Barnwal, M.P. Sharma, Renewable Sustainable Energy Rev. 9 (2005)
6. Conclusion and recommendation 363–378.
[11] A. Banerjee, R. Chakraborty, Conserv. Recycl. 53 (2009) 490– 497.
[12] S. Behzadi, M.M. Farid, Bioresour. Technol. 100 (2009) 683–689.
Based on the foregoing, the following conclusions and recom- mendations
[13] M. Berrios, R.L. Skelton, Chem. Eng. J. 144 (2008) 459–465.
were made: [14] N. Boz, N. Degirmenbasi, D.M. Kalyon, Appl. Catal. B: Environ. 89
(2009) 590–596.
[15] L. Brennan, P. Owende, Renewable Sustainable Energy Rev. 14 (2010) 557–
577.
[16] M. Canakci, Bioresour. Technol. 98 (2007) 183–190.
30 I.A. Musa
[17] M. Canakci, J. Van Gerpen, Trans. ASAE 42 (5) (1999) 1203– [54] A. Keskin, M. Gu¨ru D. Altiparmakc, K. Aydin, Renewable
1210. Energy 33 (2008) 553–557.
[18] L. Canoira, R. Alca´ ntara, M.J. Garcıa-Martı´nez, J. Carrasco,Biomass [55] J.-S. Lee, S. Saka, Bioresour. Technol. 101 (2010) 7191–7200.
Bioenergy 30 (2006)76–81. [56] D.Y.C. Leung, X. Wu, M.K.H. Leung, Appl. Energy 87 (2010) 1083–1095.
[19] F. Chai, F. Cao, F. Zhai, Y. Chen, X. Wang, Z. Su, Adv. Synth. Catal. 349 [57] F. Ma, M.A. Hanna, Bioresour. Technol. 70 (1999) 1–15.
(2007) 1057–1065. [58] X. Miao, Q. Wu, Bioresour. Technol. 97 (2006) 841–846.
[20] T.L. Chew, S. Bhatia, Bioresour. Technol. 99 (2008) 7911– 7922. [59] T.M. Mata, A.A. Martins, N.S. Caetano, Renewable Sustainable
[21] S. Chongkhong, C. Tongurai, P. Chetpattananondh, Renewable Energy 34 Energy Rev. 14 (2010) 217–232.
(2009) 1059–1063. [60] L.C. Meher, V.S.S. Dharmagadda, S.N. Naik, Bioresour. Technol. 97
[22] W.W. Christie, Gas Chromatography and Lipids: A Practical Guide, The (2006) 1392–1397.
Oily Press, Dundee, 1989. [61] L.C. Meher, D. Vidya Sagar, S.N. Naik, Renew. Sustain. Energy Rev.
[23] A. Demirbas, Appl. Energy 88 (2011) 17–28. 10 (2006) 248–268.
[24] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 51 (2010) 2738–2749. [62] X. Meng, J. Yang, X. Xu, L. Zhang, Q. Nie, M. Xian, Renewable
[25] A.H. Demirbas, I. Demirbas, Energy Convers. Manage. 48 (2007) 2386– Energy 34 (2009) 1–5.
2398. [63] B.R. Moser, In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 45 (2009) 229–266.
[26] A. Demirbas, Biomass Bioenergy 33 (2009) 113–118. [64] K. Nie, F. Xie, F. Wang, T. Tan, J. Mol. Catal. B: Enzym. 43 (2006) 142–
[27] A. Demirbas, Bioresour. Technol. 99 (2008) 1125–1130. [28] A. 147.
Demirbas, Fuel 87 (2008) 1743–1748. [65] H. Noureddini, X. Gao, R.S. Philkana, Bioresour. Technol. 96 (2005) 769–
[29] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 50 (2009) 923–927. 777.
[30] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 49 (2008) 2106–2116. [66] P.D. Patil, S. Deng, Fuel 88 (2009) 1302–1306.
[31] A. Demirbas, M.F. Demirbas, Energy Convers. Manage. 52 (2011) 163– [67] A.N. Phan, T.M. Phan, Fuel 87 (2008) 3490–3496.
170. [68] Z.J. Predojevic´, Fuel 87 (2008) 3522–3528.
[32] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 50 (2009) 14–34. [69] M.L. Pisarello, B. Dalla Costa, G. Mendow, C.A. Querini, Fuel Process.
[33] A. Demirbas, Energy Convers. Manage. 49 (2008) 125–130. Technol. 91 (2010) 1005–1014.
[34] M. Di Serio, R. Tesser, L. Pengmei, E. Santacesaria, Energy Fuels 22 [70] A.V.L. Pizarro, E.Y. Park, Process Biochem. 38 (2003) 1077– 1082.
(2008) 207–217. [71] U. Rashid, F. Anwar, B.R. Moser, A. Samia, Biomass Bioenergy 32
[35] M.G.M. D’Oca, C.V. Vieˆ gas, J.S. Lemo¸ es, E.K. Miyasaki, J.A.Moron- (2008) 1202–1205.
Villarreyes, E.G. Primel, P.C. Abreu, Biomass Bioenergy (2011) 1– [72] A.A. Refaat, Int. J. Environ. Sci. Technol. 7 (1) (2010) 183–213.
6, xxx. [73] P.K. Sahoo, L.M. Das, M.K.G. Babu, S.N. Naik, Fuel 86 (2007) 448–454.
[36] T. Eevera, K. Rajendran, S. Saradha, Renewable Energy 34 (2009) 762– [74] F.F.P. Santos, R. Sueli, A.N.F. Fabiano, Fuel Process. Technol. 90 (2009)
765. 312–316.
[37] J.M. Encinar, J.F. Gonza´ lez, A. Rodrı´ guez-Reinares, Fuel Process. [75] J. Saleh, A.Y. Tremblay, M.A. Dube´ , Fuel 89 (2010) 2260–2266.
Technol. 88 (2007) 513–522. [76] J. Saleh, M.A. Dube, A.Y. Tremblay, Energy Fuels 24 (2010) 6179–6186.
[38] J.M. Encinar, J.F. Gonza´ lez, A. Pardal, G. Martı´ nez, Fuel Process. [77] Y.C. Sharma, B. Singh, Renewable Sustainable Energy Rev. 13 (2009) 1646–
Technol. 91 (2010) 1530–1536. 1651.
[39] F. Ferella, G. Mazziotti, C. Di, I. De Michelis, V. Stanisci, F. Veglio` , Fuel [78] W. Shi, B. He, J. Ding, J. Li, X. Yan, F. Liang, Bioresour. Technol.
(2009), xxx, xxx-xxx. 101 (2010) 1501–1505.
[40] S.V. Ghadge, H. Raheman, Biomass Bioenergy 28 (2005) 601– 605. [79] Y. Shimada, Y. Watanabe, A. Sugihara, Y. Tominaga, J. Mol. Catal. B:
[41] M.C.S. Gomes, N.C. Pereira, S.T. Davantel de Barros, J. Membr. Sci. Enzym. 17 (2002) 133–142.
352 (2010) 271–276. [80] G.F. Silva, F.L. Camargo, A.L.O. Ferreira, Fuel Process. Technol. 92
[42] L. Guerreiro, J.E. Castanheiro, I.M. Fonseca, R.M. Martin- Aranda, A.M. (2011) 407–413.
Ramos, J. Vital, Catal. Today 118 (2006) 166– 171. [81] N.U. Soriano Jr., R. Venditti, D.S. Argyropoulos, Fuel 88 (2009) 560–
[43] S.H. Ha, M.N. Lan, S.H. Lee, S.M. Hwang, Y.-M. Koo, Enzyme 565.
Microb. Technol. 41 (2007) 480–483. [82] T. Tan, J. Lu, K. Nie, L. Deng, F. Wang, Biotechnol. Adv. 28 (2010) 628–
[44] S.F.A. Halim, A.H. Kamaruddin, W.J.N. Fernando, Bioresour. Technol. 634.
100 (2009) 710–716. [83] W.-J. Ting, C.-M. Huang, N. Giridhar, W.-T. Wu, J. Chin. Inst. Chem. Eng.
[45] B.H. Hameed, L.F. Lai, L.H. Chin, Fuel Process. Technol. 90 (2009) 606– 39 (2008) 203–210.
610. [84] J. Van Gerpen, B. Shanks, R. Pruszko, D. Clements, G. Knothe, Biodiesel
[46] K.G. Harding, J.S. Dennis, H. von Blottnitz, S.T.L. Harrison, J. Cleaner Production Technology August 2002–January 2004, NREL/SR-510-36244.
Prod. 16 (2007)1368–1378. [85] J. Van Gerpen, Fuel Process. Technol. 86 (2005) 1097–1107.
[47] M. Hayyan, F.S. Mjalli, M.A. Hashim, I.M. AlNashef, Fuel Process. [86] V.B. Veljkovic, S.H. Lakicevic, O.S. Stamenkovic, Z.B. Todorovic, M.L.
Technol. 91 (2010) 116–120. Lazic, Fuel 85 (2006) 2671–2675.
[48] Z. Helwani, M.R. Othman, N. Aziz, W.J.N. Fernando, J. Kim, Fuel [87] Y. Watanabe, Y. Shimada, A. Sugihara, H. Noda, H. Fukuda,
Process. Technol. 90 (2009) 1502–1514. Y. Tominaga, JAOCS 77 (4) (2000).
[49] S.K. Hoekman, A. Broch, C. Robbins, E. Ceniceros, M. Natarajan, [88] Y. Wang, X. Wang, Y. Liu, S. Ou, Y. Tan, S. Tang, Fuel Process.
Renewable Sustainable Energy Rev. 16 (2012) 143– 169. Technol. 90 (2009) 422–427.
[50] K. Jacobson, R. Gopinath, L.C. Meher, A.K. Dalai, Appl. Catal. B: [89] D. Wen, H. Jiang, K. Zhang, Prog. Nat. Sci. 19 (2009) 273–284.
Environ. 85 (2008)86–91. [90] L. Yao, E.G. Hammond, J. Am. Oil Chem. Soc. 83 (2006) 547– 552.
[51] P. Jaruwat, S. Kongjao, M. Hunsom, Energy Convers. Manage. 51 (2010) [91] K.F. Yee, K.T. Lee, R. Ceccato, A.Z. Abdullah, Bioresour. Technol.
531–537. 102 (2011) 4285–4289.
[52] G.-T. Jeong, H.-S. Yang, D.-H. Park, Bioresour. Technol. 100 (2009) 25– [92] G. Yin-yu, W. Chen, H. Lei, Y. Liu, X. Lin, R. Ruan, Biomass Bioenergy
30. 33 (2009) 277–282.
[53] F. Karaosmanogˇlu, K. Bary´ su¨ Cy´ gˇy´zogˇlu, T. Melek, E. Serap,Energy Fuels 10
(1996)890–895.
Effects of alcohol on biodiesel production 31
[93] N.N.A.N. Yusuf, S.K. Kamarudin, Z. Yaakub, Energy Convers. [95] M. Zabeti, W.M.A.W. Daud, M.K. Aroua, Appl. Catal. A: Gen. 366
Manage. 52 (2011) 2741–2751. (2009) 154–159.
[94] M. Zabeti, W.M.A.W. Daud, M.K. Aroua, Fuel Process. Technol. 90 [96] Y. Zhang, M.A. Dube, D.D. McLean, M. Kates, Bioresour. Technol. 90
(2009) 770–777. (2003) 229–240.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
E-mail :pascalisnovalina@rocketmail.com
Abstrak
Metode konvensional untuk produksi biodiesel memerlukan minyak yang diekstrak dari biomassa sebelum
dapat ditransesterifikasikan menjadiasam lemak metil ester (FAME). Ekstraksi reaktif dapat digunakan
untuk menghasilkan biodiesel denganperolehan yield tinggi, biaya produksi yang rendah, mengurangi
waktu reaksi dan penggunaan reagen serta co-pelarut, sehingga mempermudah untuk menghasilkan
biodiesel. Dalam penelitian ini, ekstraksi reaktif diterapkan untuk menghasilkan biodiesel dari CPO hasil
ekstraksi mesokarp buah sawitmenggunakan dimetil karbonat sebagai pelarut dan reagen, dan novozym®
435 sebagai katalis. Metanol digantikan oleh dialkil karbonat, terutama dimetilkarbonat. Dimetil karbonat
dapat digunakan sebagai pelarut dan sebagai reagen, sehingga ekstraksi reaktif sangat mudah untuk
diaplikasikan. Parameter yang dipelajari meliputi suhu reaksi (50, 60, dan 70 °C), waktu reaksi (8, 16, 24
jam), rasio molar reaktan DMC/mesokarp sawit (50:1, 60:1,70:1n/n), jumlah konsentrasi novozym® 435
(5%, 10%, 15% wt). Danyield biodiesel tertinggi diperoleh pada kondisi suhu reaksi 60 °C, waktu reaksi 24
jam, rasio molar reaktan DMC/mesokarp sawit 60:1 (n/n), dan konsentrasi novozym® 435 sebesar 10% b/b.
Penelitian menunjukkan bahwa sintesis biodiesel melalui ekstraksi reaktif menggunakan mesokarp buah
sawit sebagai bahan bakumemerlukan biaya produksi yang rendah.
Kata kunci: biodiesel, dimetil karbonat, ekstraksi reaktif, mesokarp sawit, novozym® 435
Abstract
The conventional method for the production of biodiesel needed the oil that is extracted from the biomass
before it can be transesterified into fatty acid methyl esters (FAME). Reactive extraction can be used to
produce biodiesel with high-yield, low production costs, reduce the reaction time and the use of reagents
and co-solvents, making it easier to produce biodiesel. In this study, reactive extraction applied to produce
biodiesel from palm fruit mesocarp extracted using dimethyl carbonate as a solvent and reagents, and
novozym®435 as a catalyst. Methanol was replaced by dialkyl carbonates, particularly dimethyl carbonate.
Dimethyl carbonate can be used as a solvent and as a reagent, so reactive extraction is very easy to apply.
The parameters will be study are reaction temperature (50, 60, and 70 °C), reaction time (8, 16, 24 hours),
the molar ratio of reactants (50: 1, 60: 1, 70: 1 n/n ), the concentration of novozym ® 435 (5%, 10%, 15%
wt).The results showed that the highest biodiesel yield can be achivied at conditions temperature of 60 °C,
reaction time 24 hours, molar ratio of reactants palm mesocarp to DMC 1:60, and novozym ®435
concentration of 10wt%. The results showed that the synthesis of biodiesel via reactive extraction using
palm mesocarp as raw material requires a low production cost.
Keywords:biodiesel, dimethyl carbonate, reactive extraction, oil palm mesocarp, Novozym ®435
18
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
Oleh karena itu, penggunaan buah sawit sebagai secara luas diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
bahan baku biodiesel selain murah, berlimpah berbasis transesterifikasi kimia dan enzimatik [13].
ketersediaannya langkah penting menuju proses Ekstraksi reaktif menggunakan katalis padat memiliki
produksi biodiesel dan berkelanjutan biaya operasi yang lebih rendah dan lebih kompatibel
Dalam proses produksi biodiesel, proses kimia lingkungan [31]. Produksi biodiesel dengan teknologi
transesterifikasi banyak digunakan. Namun ia ekstraksi reaktif dipengaruhi oleh enam parameter
memiliki beberapa kelemahan seperti pemulihan yaitu: ukuran partikel, kecepatan pengadukan, suhu
katalis dan pemurnian gliserol sulit dan membutuhkan reaksi, waktu reaksi, konsentrasi katalis dan rasio
banyak air cuci. Penggunaan katalis enzim dapat molar alkohol minyak [14].
mengatasi kelemahan tersebut. Proses enzimatik Dalam penelitian ini, ekstraksi reaktif
mampu bereaksi pada kondisi suhu moderat, dilakukan dalam erlenmeyer dilengkapi dengan
pemulihan produk lebih mudah, dan konversi produk pengaduk dan pemanas. Mesokarp kelapa sawit
yang tinggi [2]. dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 50 ml,
Enzim lipase adalah salah satu yang cocok dan Novozym® 435 digunakan sebagai katalis
sebagai katalis untuk transesterifikasi dari berbagai transesterifikasi. Variabel yang diteliti adalah reaksi
bahan baku, bahan baku bahkan dengan nilai asam konsentrasi enzim (5%, 10%, 15% wt), waktu reaksi
tinggi, yang dianggap sebagai bahan baku berkualitas (8, 16, 24 jam), suhu reaksi (50-70 ° C), dan rasio mol
rendah. Jenis immobilized lipase (IL) yang paling reaktan (50: 1, 60: 1, 70: 1). Campuran dipanaskan
umum adalah Novozym® 435, Candida antarctica sampai suhu reaksi yang diinginkan dengan kecepatan
lipase B [9,10,34]. Metode konvensional untuk pengadukan 300 rpm. Setelah tercapai waktu reaksi,
produksi biodiesel membutuhkan minyak yang campuran didinginkan dan kemudian disaring melalui
diekstrak dari biomassa sebelum dapat kertas saring. Residu padat dicuci berulang kali
ditransesterifikasikan menjadi ester. Ini adalah proses dengan DMC, dan kelebihan DMC dalam filtrat di
yang panjang [3]. Ekstraksi dan transesterifikasi dapat dipulihkan menggunakan rotary evaporator. Setelah
terjadi dalam satu langkah, dimana alkohol bertindak penguapan, campuran metil ester ditimbang dan
sebagai pelarut ekstraksi dan reagen transesterifikasi dicatat.
[26].
Namun, dalam transesterifikasi enzim-katalis, Dimetil Karbonat (DMC)
metanol menunjukkan efek negatif pada aktivitas Dimetil karbonat (DMC) dihasilkan dari
enzim sehingga menurunkan hasil produksi [1]. Oleh metanol, karbon monoksida dan oksigen. DMC
karena itu, untuk meningkatkan aktivitas enzim dan merupakan senyawa serbaguna yang memiliki
konversi biodiesel digunakan dimethylcarbonate reaktivitas kimia, sifat fisik yang lebih baik
(DMC) sebagai substitusi dari metanol. DMC dapat dibandingkan dengan metanol dan metil asetat [20].
digunakan sebagai pelarut dan sebagai reagen. DMC Dimetil karbonat dapat digunakan sebagai pelarut,
marupakan pelarut yang ramah lingkungan, tidak resin fungsional, dan intermediet kimia polar untuk
berbau, non-korosif, dan tidak beracun [8]. berbagai jenis senyawa organik [20]. Su et al. [24]
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah telah melaporkan produksi biodiesel menggunakan
untuk mempelajari teknologi pembuatan biodiesel dari dimetil karbonat (DMC) sebagai akseptor asil dapat
mesokarp buah sawit dengan metode teknologi menghilangkan resiko penonaktifan lipase yang
ekstraksi reaktif., mengamati pengaruh variabel waktu disebabkan oleh alkohol rantai pendek. Selain itu,
reaksi, rasio mol mesokarp terhadap DMC, dan reaksi antara minyak dan DMC tidak bisa kembali,
jumlah katalis Novozym 435 dalam proses sintesis dan karenanya meningkatkan kecepatan reaksi dan
biodiesel dan menganalisis sifat fisik biodiesel yang meningkatkan hasil biodiesel [24,25]. Dimetil
dihasilkan. karbonat (DMC) merupakan sebuah alternatif
pengganti metanol sebagai akseptor asil dan bahan
Teori kimia ramah lingkungan karena sifat netral, tidak
Ekstraksi Reaktif berbau, non-korosif dan tidak beracun [8]. Selain itu,
Ekstraksi reaktif merupakan proses langsung tidak ada gliserol yang dihasilkan selama proses
di mana semua padat, pelarut dan katalis dicampur transesterifikasi minyak dan DMC dalam pembuatan
dalam satu fase untuk mendapatkan ester metil lebih biodiesel [33].
tinggi. Dengan kata lain, dalam proses ini, alkohol
bertindak baik sebagai ekstraksi pelarut dan pereaksi Novozym® 435
transesterifikasi selama proses ekstraksi reaktif [12]. Novozym® 435 dapat digunakan untuk
Ekstraksi reaktif dapat digunakan untuk mencapai mengkatalisis transesterifikasi dan hidrolisis reaksi
yield biodisel tinggi dan membantu untuk mengurangi untuk produksi biodiesel. Novozym® 435 memiliki
biaya produksi serta menyederhanakan proses itu struktur berpori dan lebih sensitif terhadap perubahan
sendiri. Hal ini juga dapat mengurangi waktu reaksi dalam rasio mol dan dapat mencapai konversi yang
dan penggunaan reagen dan co-pelarut [27]. tinggi dengan rasio mol, suhu dan jumlah katalis lebih
Berdasarkan katalis yang digunakan dalam proses rendah [10].
ekstraksi reaktif, metode produksi biodiesel dapat
19
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
20
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
Dari gambar 1 dapat dilihat hubungan antara Pengaruh Konsentrasi Katalis Novozym® 435
rasio molar reaktan terhadap perolehan yield metil terhadap Perolehan Yield Metil Ester
ester dengan berbagai variasi konsentrasi katalis Pengaruh konsentrasi katalis novozym® 435
novozym® 435, grafik tersebut menunjukkan bahwa terhadap yield metil ester yang diperoleh pada
pada konsentrasi katalis 5% semakin besar rasio molar penelitian ini diperlihatkan pada gambar 3.
reaktan yang digunakan maka yield yang dihasilkan
akan semakin kecil atau mengalami penurunan, 100
sedangkan pada konsentrasi katalis 10% dan 15%
90
persen, diperoleh kondisi perbandingan reaktan
Yield (%)
terbaik pada rasio reaktan 60:1. Gambar 2 80
menunjukan reaksi trigliserida dengan 70 8 jam
dimetilkarbonat. 16 jam
60
CH2-OCOR O 24 jam
| O 50
CH-OCOR + 1,5 O 3R-COOCH3 + O O 5 10 15
| O
CH2-OCOR HO Konsentrasi Katalis (%)
Trigliserida Dimetil karbonat Metil Ester Gliserol Karbonat
21
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Perolehan Yield Sifat Fisik Dari Biodiesel
Metil Ester Analisis Densitas Biodiesel
Pengaruh waktu reaksi terhadap perolehan Semakin tinggi rasio molar reaktan maka akan
yield metil ester yang diperoleh pada penelitian ini semakin rendah densitas biodisel yang dihasilkan.
diperlihatkan pada gambar 4. Setyopratomo,dkk. [20] memaparkan bahwa hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya tingkat konversi
100 akibat meningkatnya laju reaksi dan bergesernya
kesetimbangan reaksi. Semakin meningkatnya tingkat
90
Yield (%)
22
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
23
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
[18] Nazir, Novizar., Nazaruddin Ramli, Djumali [27] Sulaiman, Sarina., A.R. Abdul Aziz, Mohamed
Mangunwidjaja, Erliza Hambali, Dwi Kheireddine Aroua., “Reactive Extraction of
Setyaningsih, Sri Yuliani, Mohd. Ambar Solid Coconut Waste to Produce Biodiesel”,
Yarmo, Jumat Salimon., “Extraction, Journal of The Taiwan Institute of Chemical
Transesterification and Process Control In Engineers 44, Hal : 233 - 238, 2013.
Biodiesel Production from Jatropha Curcas”, [28] Sundaryono, Agus., Karakteristik Biodiesel
Review Article Eur. J. Lipid Sci.Technol, 111, Dan Blending Biodiesel Dari Oil Losses Cair
Hal : 1185-1200, 2009. Pabrik Minyak Kelapa Sawit, J. Tek. Ind. Pert.
[19] Seong, Pil-Je, Byoung Wook Jeon, Myunggu Vol. 21 (1), Hal: 34-40, 2005.
Lee, Dae Haeng Cho, Duk-Ki Kim, Kwang S. [29] Taher, Hanifa., Sulaiman Al-Zuhair, Ali H. Al-
Jung, Seung Wook Kim, Sung Ok Han, Yong Marzouqi, Yousef Haik, dan Mohammed M.
Hwan Kim, Chulhwan Park., “Enzymatic Farid, “A Riview of Enzimatic
Coproduction of Biodiesel and Glycerol Tranesterification of Microalgal Oil-Based
Carbonate from Soybean Oil and Dimethyl Biodiesel Using Supercritical Technology”,
Carbonate”, Enzyme and Microbial Enzyme Research, Article ID 468292,
Technology, Vol. 48, pp. 505-509, 2011. doi:10.4061/2011/468292, 2011.
[20] Setyopratomo, Puguh., Purwanto, Edy., [30] Watanabe, Y., Shimada, Y., Sugihara, A.,
Hartanto, Rudy., & J. Kristianto., “Pengaruh Tominaga, T., “Conversion of Degummed
Suhu Reaksi dan Rasio CPO/Metanol terhadap Soybean Oil to Biodiesel Fuel with
Karakteristik Produk pada Pembuatan Biodisel Immobilized Candida Antartica Lipase,
dengan Co-solvent Dietil Eter”, Jurnal Ilmu J.Mol.Catal.B Enzyme, Vol. 17, No. 1, Hal:
Dasar, Vol. 9 No. 1, Hal: 72-77, 2008 151-155, 2002.
[21] Silalahi, J., & Nurbaya, S., “Komposisi, [31] Wu, Haitang, Yanping Liu, Junhua Zhang,
Distribusi, dan Sifat Arterogenik Asam Lemak Guanglu Li, “In Situ Reactive Extraction Of
dalam MinyakKelapa dan Minyak Sawit”, Cottonseeds With Methyl Acetate For
Indon Med Assoc, Vol. 61, No. 11, Hal: 453- Biodiesel Production Using Magnetic Solid
457. Acid Ctalysts”, Biosource Technology 10,
[22] Silalertruksa, Thapat, Sebastien Bonnet, Hal : 026, 2014.
Shabbir H. Gheewala., “Life Cycle Costing [32] Zakaria, Rabitah dan Adam P. Harvey, “Direct
and Externalities of Palm Oil Biodiesel in Production Of Biodiesel From Rapeseed By
Thailand”, Journal of Cleaner Production 28, Reactive Extraction/In Situ
Hal : 225 - 232, 2012. Transesterification”, Fuel Processing
[23] SNI, Biodiesel. SNI 04-7182-2006, 2006. Technology, 102, Hal : 53 - 60, 2012.
[24] Su E Z, Zhang M J, Zhang J G, Gao J F, Wei [33] Zhang, Liping., Shuzhen Sun, Zhong Xin,
D Z. “Lipase-Catalyzed Irreversible Boyang Sheng, Qun Liu., “Synthesis and
Transesterification of Vegetable Oils for Fatty Component Confirmation of Biodiesel from
Acid Methyl Ester Production with Dimethyl Palm Oil and Dimethyl Carbonate Catalyzed
Carbonate as The Acyl Acceptor”. by Immobilized-Lipase in Solvent-Free
Biochemical Engineering Journal 2007; 36: System”, Fuel 89, Hal : 3960 - 3965, 2010.
167-173. [34] Zhao, Xuebing, Feng Qi, Chongli Yuan, Wei
[25] Su E, You P, Wei D, “In Situ Lipase-Catalyzed Du, Dehua Liu, “Lipase-Catalyzed Process For
Reactive Extraction of Oilseeds with Short- Biodiesel Production: Enzyme Immobilization,
Chained Dialkyl Carbonates for Biodiesel Process Simulation and Optimization”,
Production”, Bioresource Technology Journal Renewable and Sustainable Energy Reviews,
2009; 100: 5813-7. 44, Hal : 182 - 197, 2015.Energy Reviews, 44,
[26] Suganya, T., Kasirajan, R., Renganathan, S., Hal : 182 - 197, 2015.
“Ultrasound-Enchanced Rapid In Situ
Transesterification Of Marine Macroalgae
Enteromorpha compressa For Biodiesel
Production”, Biosource Technology Vol.156,
Hal: 183 – 290, 2014.
24
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166
2)
Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
3)
Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Komunikasi Penulis, email : risainggit18@gmail.com
Naskah ini diterima pada 15 September 2016; revisi pada 3 Oktober 2016;
disetujui untuk dipublikasikan pada 10 Oktober 2016
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the molar ratio of oil : methanol and duration of the reaction on the
yield of biodiesel produced from palm oil transesterification. The transesterification reaction is carried out
using coconut oil at 60 °C and 0.5 grams of NaOH catalyst. The method is a completely randomized design with
a combination of two factors, namely the molar ratio and the duration of the reaction. The molar ratio consists
of four levels (1: 3, 1: 4, 1: 5 and 1: 6), while the duration of the reaction is composed of three levels (15, 30, and
60 minutes). Parameter observations include yield, density, and viscosity of biodiesel produced. Each unit of
experiment was performed using 100 ml of coconut oil and each treatment was repeated three times. The
results showed that duration factor significantly influence the yield and viscosity of biodiesel, while the molar
ratio factor significantly influence the viscosity of biodiesel. Interaction of these factors, however, do not affect
the parameters observed. The highest yield of biodiesel (75.56%) resulted within duration of 60 minutes and
the lowest (60.27%) on within duration of 15 minutes. Biodiesel produced has a density of 0.86 to 0.87 g/ml
(complies SNI), and a viscosity of between 3.40 to 4.55 cSt (complies SNI).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio molar minyak : metanol dan durasi reaksi terhadap
rendemen biodiesel yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak kelapa. Reaksi transesterifikasi dilakukan
menggunakan minyak kelapa pada suhu 60oC dan 0,5 gram katalis NaOH. Metode penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan kombinasi dua faktor, yaitu rasio molar dan durasi reaksi. Rasio molar terdiri
dari empat level (1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6), sedangkan durasi reaksi terdiri dari tiga level (15, 30, dan 60 menit).
Parameter pengamatan meliputi rendemen, massa jenis, dan viskositas biodiesel yang dihasilkan. Setiap unit
percobaan dilakukan menggunakan 100 ml minyak kelapa dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor durasi reaksi berpengaruh signifikan terhadap rendemen dan viskositas biodiesel,
sedangkan faktor rasio molar berpengaruh signifikan terhadap viskositas biodiesel. Interaksi kedua faktor
tersebut tidak berpengaruh terhadap parameter yang diamati. Rendemen biodiesel paling tinggi (75,56%)
dihasilkan pada durasi 60 menit dan terendah (60,27%) pada durasi 15 menit. Biodiesel yang dihasilkan
memiliki massa jenis antara 0,86 – 0,87 gram/ml (memenuhi SNI), dan viskositas antara 3,40– 4,55 cSt
(memenuhi SNI).
Kata Kunci : Biodiesel, Minyak Kelapa, Rendemen, Massa Jenis, Viskositas.
157
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)
tangga, dan lain sebagainya). Konsumsi energi di Indonesia pada periode 2000 – 2012 meningkat
Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dari minyak goreng bekas
Sifat fisik/ kimia Biodiesel Solar
Densitas (40 oC), kg/L 850 820
Viskositas kinematik (40 oC), cSt 3, 2 2,0
Bilangan asam, mg KOH/g 0, 5 0,3
Kadar air, % vol 0, 02 0,05
Titik nyala, C o 176 55
Titik tuang, oC 9 18
Titik kabut, oC 14,6 -
Indeks Cetana 51 -
Sumber : (Aziz,dkk 2011)
Tabel 2. Proyeksi kebutuhan biodiesel di Indonesia
No Tahun Kebutuhan Biodiesel (juta kilo liter)
1 2014 70
2 2015 73
3 2016 77
4 2017 81
5 2018 86
6 2019 92
Sumber :Badan pengkajian dan penerapan teknologi, (2014)
Tabel 3. Beberapa tanaman sebagai bahan baku biodiesel
Isi % Berat
No Nama Lokal Nama Latin Sumber Minyak
Kering
1 Jarak Pagar Jatropha curcas Inti biji 40 – 60
2 Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 – 20
3 Kapok/Randu Ceiba pantandra Biji 24 – 40
4 Ketiau Madhuca mottleyana Inti Biji 50 – 57
5 Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 – 20
6 Kelapa Cocos nucifera Inti biji 60 – 70
7 Kelor Moringa oleifera Biji 30 – 49
8 Kacang Tanah Aleurites moluccana Inti biji 57 – 69
9 Kusambi Sleichera trijuga Sabut 55 – 70
10 Nimba Azadiruchta indica Inti biji 40 – 50
11 Saga Utan Adenanthera pavonina Inti biji 14 – 28
12 Sawit Elais suincencis Sabut dan biji 45- 70+46- 54
13 Nyamplung Callophyllum lanceatum Inti biji 40 – 73
14 Randu Alas Bombax malabaricum Biji 18 – 26
15 Sirsak Annona murucata Inti biji 20 – 30
16 Srikaya Annona squosa Biji 15 – 20
158
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166
rata-rata sebesar 2,9% per tahun. Jenis energi dari 5%, maka pembuatan biodiesel dari minyak
yang paling dominan adalah penggunaan bahan kelapa dapat dilakukan dengan proses
bakar minyak (BBM) yang meliputi avtur, avgas, transesterifikasi langsung seperti pembuatan
bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak biodiesel pada umumnya. Biodiesel dari minyak
diesel, dan minyak bakar (Badan Pengkajian dan kelapa merupakan bahan bakar yang cocok
Penerapan Teknologi, 2014). Di sisi lain, untuk mesin diesel karena memiliki
ketersediaan bahan bakar fosil terus mengalami rantai hidrokarbon jenuh cukup besar (Padil
penurunan. Menurut statistik British Petroleum dkk, 2010).
(2015), pada akhir 2014 cadangan minyak bumi
Indonesia tinggal 0,5 milyar ton. Pada tingkat Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi 852 ribu barrel per hari, cadangan ini reaksi transesterifikasi adalah pengadukan, suhu,
hanya akan bertahan selama 12 tahun. katalis, lama reaksi, dan perbandingan molar
pereaksi (Darnoko and Cheryan, 2000; Azocar,
Biodiesel merupakan suatu energi alternatif 2007; Awaluddin dkk. 2009). Kenaikan suhu
yang bisa digunakan sebagai bahan bakar akan menyebabkan gerakan molekul semakin
pengganti bahan bakar solar (Manai, 2010). cepat, keadaan ini menyebabkan kecepatan
Biodiesel didefinisikan sebagai ester monoalkil reaksi semakin meningkat sehingga konversinya
dari minyak nabati dan hewani. Menurut Fidaus meningkat juga (Kartika dan Widyaningsih,
(2010) biodiesel menghasilkan tingkat emisi 2012). Suhu yang rendah dapat menghasilkan
hidrokarbon yang lebih kecil dibanding solar konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu
yaitu sekitar 30%, emisi CO juga lebih rendah reaksi yang lebih lama (Destianna, 2007).
sekitar 18%, emisi particulate lebih rendah 17%, Semakin banyak katalis yang digunakan maka
sedangkan untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar semakin banyak ion metoksida yang terbentuk
10%. Sehingga tingkat emisi biodiesel lebih dan semakin besar konversi minyak kelapa
rendah dibanding dengan solar, sehingga lebih menjadi biodiesel (Putri dkk. 2012). Menurut
ramah lingkungan. Perbandingan sifat fisik dan Sinaga dkk. (2013) semakin tinggi waktu dan
kimia biodiesel dari minyak goreng bekas dengan suhu reaksi maka rendemen biodiesel yang
minyak solar dapat lihat pada (Tabel 1). Sejak diperoleh akan semakin tinggi dan karakteristik
Mei 2006 Pertamina sudah mulai biodiesel akan semakin baik. Sedangkan untuk
mengembangkan biodiesel ini dengan perbandingan rasio molar akan berpengaruh
mengeluarkan biosolar. Proyeksi konsumsi terhadap kualitas dan rendemen biodiesel yang
biodiesel di Indonesia dapat dilihat pada (Tabel dihasilkan, semakin tinggi rasio molar yang
2). diberikan maka semakin besar rendemen
biodiesel yang dihasilkan (Desiyana dkk., 2014).
Minyak yang berasal dari tumbuhan dan lemak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hewan serta turunannya dapat dimanfaatkan pengaruh rasio molar minyak terhadap metanol
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dan durasi reaksi terhadap rendemen biodiesel
(Srivastava dan Prasad, 2000). Indonesia sangat dari minyak kelapa melalui reaksi
kaya dengan berbagai jenis tanaman penghasil transesterifikasi basa.
minyak yang bisa dikembangkan sebagai bahan
baku biodiesel, seperti terlihat pada (Tabel 3).
II. BAHAN DAN METODA
Salah satu sumber minyak nabati yang potensial
sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak 2.1 Waktu dan Tempat
kelapa. Jumlah produksi kelapa di Lampung pada
tahun 2012 sebesar 113,2 ton, tahun 2013 Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2016
sebesar 113,52 ton, tahun 2014 sebesar 109,16 sampai dengan Agustus 2016 bertempat di
ton. Sedangkanproduksikelapadi Indonesiapada Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan
tahun 2012 sebesar 2.938,41 ton, tahun 2013 Lahan, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
sebesar 3.051,58 ton, dan pada tahun 2014 Pertanian, Universitas Lampung.
sebesar 3.031,31 ton (Badan Pusat Statistik,
2015). Karena kandungan asam lemak bebas
atau FFA (free fatty acid) minyak kelapa kurang
159
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)
2.2 Alat dan Bahan menghasilkan rasio molar dapat dilihat pada
Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah Tabel 4.
hotplate dan stirrer, pipet tetes, alumunium foil,
2.3 Rancangan Percobaan
labu Erlenmeyer, gelas ukur, piknometer,
timbangan analitik, spatula, stopwatch, sarung
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu
tangan, masker, dan falling balls viscometers
60oC dengankatalis NaOH 0,35 gram per 100 ml
(Gilmont Instruments GV-2100). Sedangkan
minyak kelapa. Perlakuan dalam penelitian ini
bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah pemberian variasi rasio molar minyak :
adalah adalah minyak kelapa, metanol, NaOH, dan
metanol (1:3, 1:4, 1:5, 1:6), durasi reaksi (15,
aquades. Minyak kelapa dibeli dari supermarket
30, dan 60 menit). Masing-masing dengan
yang ada di Bandar Lampung. Minyak kelapa
perlakuan dilakukan menggunakan minyak
berwarna jernih dan memiliki massa jenis
0,9115 gram/ml. Kebutuhan metanol untuk
160
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166
Dimana ñbiodisel adalah massa jenis biodiesel (gram/l), m adalahmassa biodiesel (gram), dan v adalah
volume biodiesel (ml)
161
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)
durasi 60 menit. Sedangkan rendemenbiodiesel pada taraf á 0,05) terhadap massa jenis biodiesel.
terendah dihasilkan pada durasi 15 menit yaitu Uji BNT 5% menunjukkan bahwa massa jenis
sebesar 60,27% (Tabel 6). Hasil ini tidak terlalu biodiesel menurun terhadap rasio molar dengan
jauh dengan penelitian Putri dkk (2012) yang massa jenis tertinggi 0,872 gram/ml terjadi pada
mengahasilkan rendemen biodiesel dari minyak rasio molar 1:3 dan massa jenis terendah
kelapa sebesar 85,66% pada durasi 60 menit. dihasilkan pada rasio molar 1:6 yaitu sebesar
Semakin lama durasi reaksi pembentukan 0,863 gram/ml (Tabel 7). Namun dalam
biodiesel semakin baik dan gliserol yang prakteknya massa jeniis biodiesel tidakberbeda
terbentuk akan turun, hal ini menyebabkan nyata,massa jenis yang berbedadisebabkan oleh
rendemen yang dihasilkan akan semakin adanya zat pengotor seperti sabun kalium dan
meningkat . Pada penelitian Sipahutar dan gliserol hasil reksi penyabunan, air, kalium
Tobing (2013) menggunakan 100 gram minyak hidroksida sisa, kalium metoksida sisa ataupun
jarak dengan 20 gram metanol dan katalis NaOH sisa metanol. Faktor durasi tidak berpengaruh
menghasilkan biodiesel tertinggi pada suhu 60oC terhadap massa jenis biodiesel yang dihasilkan.
sebesar 98,8% dan untuk pengaruh waktu Interaksi faktor rasio molar dengan durasi reaksi
mengasilkan biodiesel tertinggi pada durasi 120 tidakberpengaruhsignifikan(padatarafá = 0,05)
menit sebesar 99,2 %. terhadap massa jenis biodiesel yang dihasilkan.
Hasil penelitian Padil dkk (2010) biodiesel yang
3.2 Massa Jenis Biodiesel diperoleh dari minyak kelapa menghasilkan
massa jenis 0,86 gram/ml. Nilai massa jenis
Salah satu sifat fisik yang dianalisis pada biodiesel yang dihasilkan berada dalam kisaran
penelitian ini yaitumassa jenis biodiesel. Analisis standar mutu biodiesel Indonesia (SNI) yaitu 0,85
Sidik Ragam menunjukkan bahwa faktor rasio – 0,89 gram/ml. Biodiesel dengan mutu yang
molar berpengaruh signifikan (berbeda nyata
Tabel 5. Rendemen, massa jenis, dan viskositas biodiesel yang dihasilkan dari kombinasi faktor
rasio molar dan durasi reaksi (rata-rata dari 3 ulangan).
Percobaan Rasio Molar Durasi Rendemen Massa Jenis Viskositas
(menit) (%) (gram/ml) (cSt)
1 1:3 15 60,06 0,873 4,33
2 1:3 30 60,06 0,873 4,01
3 1:3 60 66,60 0,871 3,94
1 1:4 15 57,73 0,867 3,63
2 1:4 30 72,31 0,867 3,39
3 1:4 60 77,24 0,865 3,40
1 1:5 15 57,47 0,867 3,53
2 1:5 30 66,70 0,868 3,62
3 1:5 60 78,36 0,863 3,24
1 1:6 15 65,82 0,865 3,38
2 1:6 30 72,59 0,862 3.13
3 1:6 60 80,06 0,862 3,40
Tabel 6. Hasil uji BNT rendemen biodiesel (%) pada taraf á = 0,05.
Rasio minyak dengan metanol
Durasi (menit) 1:3 1:4 1:5 1:6 Rata-Rata Group
15 60,06 57,73 57,47 65, 82 60,27 a
30 60,06 72,31 66,70 72, 59 67,91 b
60 66,60 77,24 78,36 80, 06 75,56 c
*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf á = 0,05.
162
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166
tidak sesuai SNI sebaiknya tidak digunakan bahan bakar mesin diesel. Viskositas yang
untuk mesin diesel karena akan menyebabkan rendah menunjukkan bahwa mutu biodiesel
kerusakan pada mesin (Satriana, 2012). yang dihasilkan semakin berkualitas. Biodiesel
Tabel 7. Hasil uji BNT massa jenis biodiesel pada taraf á = 0,05.
Massa Jenis Pada Durasi(menit)
Molaritas Rata – rata Group
15 30 60
3 0,873 0,873 0,871 0,872 a
4 0,867 0,867 0,865 0,866 ab
5 0,867 0,868 0,864 0,866 b
6 0,865 0,862 0,862 0,863 c
*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf á = 0,05.
Tabel 9. Hasil uji BNT pengaruh rasio molar terhadap viskositas biodiesel
Durasi (menit)
Rasio Molar
15 30 60
163
*Angka-angka
Pengaruh yang...diikuti
perbandingan molar (Risa I.P,huruf yang
Agus H sama dalam
dan Sugeng T) kolom yang sama berarti t idak berbeda nyata pada
taraf á = 0,05.
yang dihasilkan memiliki viskositas antara 3,13
3.3 Viskositas Biodiesel hingga 4,33 cSt. Sedangkan hasil penelitian Padil
dkk (2010) menghasilkan biodiesel dari minyak
Hasil penelitian didapat nilai viskositas untuk kelapa dengan viskositas sebesar 2,44 cSt. Hasil
minyak kelapa yaitu 28,01 Cp dan jika ini menunjukkan bahwa viskositas biodiesel
dikonversikan ke satuan cSt maka diperoleh yang dihasilkan dari minyak kelapa memenuhi
bahwa viskositas minyak kelapa dibagi dengan standar SNI (2,0 – 6,0 cSt). Biodiesel sendiri
massa jenis minyak kelapa(0,9115 gram/ml) adalah bahan bakar yang nantinya akan
sehingga menghasilkan viskositas minyak kelapa menggantikan akan menggantikan solar yang
sebesar 30,73 cSt. Salah satu tujuan akan habis. Sehingga karakteristik biodiesel
transesterifikasi yaitu menurunkan viskositas harus sama atau mendekati karakteristik solar.
minyak nabati sehingga memenuhi standar Sebagai perbandingan, Tabel 8 memberikan nilai
164
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166
viskositas biodiesel dari berbagai jenis bahan dilakukan cara alternatif pemisahan yang lain
baku yang sangat mendekati viskositas minyak seperti cara sentrifugasi (Putra dkk, 2012).
solar.
Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa IV. KESIMPULAN
faktor rasio molar berpengaruh signifikan
(berbeda nyata pada taraf á 0,05) terhadap 4.1 Kesimpulan
viskositas biodiesel. Uji BNT 5% menunjukan
bahwa viskositas menurun terhadap rasio molar, Kesimpulan penelitian ini adalah :
viskositas tertinggi (4,09 cSt) terjadi pada rasio
molar 1:3, hal ini berbeda nyata dengan semua 1. Minyak kelapa dapat dijadikan bahan baku
perlakuan lainnya. Sedangkan pada rasio molar dalam pembuatan biodiesel.
1:4, 1:5, dan 1:6 tidak berbeda nyata (Tabel 9). 2. Biodiesel yang dihasilkan memiliki
Faktor durasi juga berpengaruh signifikan karakteristik massa jenis berkisar antara 0,86 –
(berbeda nyata pada taraf á = 0,05) terhadap 0,87 gram/ml (memenuhi SNI yaitu 0,85 – 0,89
viskositas biodiesel. Semakin lama durasi maka gram/ml) dan viskositas berkisar antara 3,30 –
nilai viskositas biodiesel akan turun. Uji BNT 4,09 cSt, (memenuhi SNI 2,3 – 6 cSt).
5% menunjukan bahwa viskositas menurun 3. Faktor durasi berpengaruh terhadap
terhadap durasi reaksi dengan viskositas rendemen dan viskositas biodiesel yang
tertinggi 3,71 cSt terjadi pada durasi reaksi 15 dihasilkan. Sedangkan faktor rasio molar
menit. Sedangkan pada faktor durasi 30 dan 60 bepengaruh terhadap viskositas biodiesel yang
menit perlakuan tidak berbeda nyata. Viskositas dihasilkan.
biodiesel terendah diperoleh pada durasi 60 4. Rendemen biodiesel paling tinggi terjadi pada
menit sebesar 3,49 cSt (Tabel 10). Sedangkan durasi reaksi 60 menit menghasilkan 75,56%,
interaksi faktor rasio molar dengan durasi reaksi dan rendemen terendah terjadi pada durasi
tidakberpengaruhsignifikan (padatarafá = 0,05) reaksi 15 menit menghasilkan 60,27%.
viskositas biodiesel yang dihasilkan.
Tabel 10. Hasil uji BNT pengaruh durasi terhadap viskositas biodiesel
Durasi (menit)
Rasio Molar
15 30 60
*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam baris yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf á = 0,05.
Penurunan nilai densitas menyebabkan nilai V. UCAPAN TERIMAKASIH
viskositas akan semakin kecil. Selain itu, nilai
viskositas mengalami penurunan yang Penelitian ini dibiayai melalui Skim Fundamental
disebabkan oleh semakin lamanya waktu reaksi a.n. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P dengan nomor
serta semakin meningkatnya temperatur kontrak 76/UN26/8/LPPM/2016 Tanggal 13
(Wahyuni, 2010). Selain itu terjadinya April 2016.
perbedaan viskositas pada biodiesel yang
dihasilkan disebabkan oleh beberapa impuritis VI. DAFTAR PUSTAKA
yang masih terkandung dalam biodiesel berupa
sisa-sisa reaktan yang tidak bereaksi. Hal ini juga Awaluddin, A.,Suryono, S. Nelvia, dan Wahyuni.
bisa disebabkan pemisahan yang kurang 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sempurna. Untuk mengatasi hal itu bisa produksi biodiesel dariminyak sawit mentah
165
Pengaruh perbandingan molar ... (Risa I.P, Agus H dan Sugeng T)
Firdaus, I.U. 2010. Usulan teknis pembuatan Susila, I. W. 2009. Pengembangan Proses
biodiesel dari minyak jelantah. PT. Produksi Biodiesel Biji Karet Metode Non-
Nawapanca Engineering: Bandung. Laporan. Katalis “Superheated Methanol” pada
Tekanan Atmosfir. Jurnal Tehnik Mesin. Vol.
Kartika, D dan S. Widyaningsih. 2012. 11(2):115 – 124.
Konsentrasi katalis dan suhu optimum pada
reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit Syamsudin, M. 2010. Membuat sendiri biodiesel
alam aktif (ZAH) dalam pembuatan biodiesel bahan bakar alternatif pengganti solar.
dari minyak jelantah. Jurnal Natur Indonesia. Yogyakarta. 46 hlm.
Vol. 14(3). 219 – 226.
Wirawan, S. S. 2007. Future Biodiesel Research
Padil, S. Wahyuningsih dan A. Awaluddin. 2010. in Indonesia. Asian Science and Tecnology
Pembuatan biodiesel dari minyak kelapa Seminar. BPPT, Jakarta, 8 Maret 2007.
melalui reaksi metanolisis menggunakan
katalis CaCO3 yang dipijarkan. Jurnal Natur
Indonesia. Vol. 13(1): 27 – 32.
166
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol 5, No. 3: 157- 166
167
Endah Pratiwi, Konversi Gliserol dari Biodiesel Minyak Jelantah dengan katalisator KOH
Fristita Mauliana Sinaga
ABSTRAK
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam
lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber
terbaharui seperti minyak sayur, minyak kedelai dan sebagainya. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan
minyak tumbuhan dengan alkohol menggunakan basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu.
Dalam penelitian ini digunakan minyak kelapa bekas (jelantah) yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku
pembuatan biodiesel. Gliserol merupakan hasil samping pembuatan biodiesel. Gliserol adalah senyawa gliserida
yang paling sederhana.Gliserol tidak berwarna, tidak berbau, dan berupa cairan kental dan biasa digunakan
sebagai bahan farmasi. Gliserol memiliki tiga kelompok hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik.
Gliserol merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Pada penelitian ini
minyak kelapa bekas (jelantah) diproses melalui dua tahap reaksi yaitu, reaksi esterifikasi dan reaksi
transesterifikasi. Tahap esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak.
Minyak diesterifikasi dengan methanol dan katalisator H2SO4 ,dipanaskan pada suhu 60 ºC dengan waktu 30
menit.Hasil reaksi esterifikasi, direaksikan lagi dengan metanol dan katalisator KOH pada suhu kamar, reaksi
yang terjadi adalah reaksi transesterifikasi.
ABSTRACT
Biodiesel is a fuel source alternative to diesel fuel made from mixed of mono-alkyl ester from fat acid long
chain that used as an alternative choice for diesel fuel and made by renewable source like vegetable oils,
soybean oil, etc. Biodiesel is produced by reacting vegetable oils with alcohols using alkaline substances as
catalysts in the temperature and composition. In this study used coconut oil used (jelantah) which can be used
to manufacture biodiesel raw material. Glycerol is a byproduct of biodiesel production. Glycerol is a
simple polyol compound. It is a colorless, odorless, viscous liquid that is widely used in
pharmaceuthical formulations. Glycerol has threehydroxyl groups that are responsible for its solubility in
water and higroscopic nature. The glycerol backbone is central to all lipids known as triglycerides. This study
was used coconut oil waste (jelantah) which processed through two stages of reactions, esterification and
transesterification. Esterification stage is to reduce levels of free fatty acids in the oil.And the oil was
esterificated with methanol and H2SO4 and heated to 60 º C for 30 minutes .And the oil was transesterificated
with methanol and KOH.
Keywords: glycerol, conversion, transesterification
1
http:// digilib.unimus.ac.id ( 07 Februari 2015)
10
3. Ramah lingkungan karena tidak ada emisi Faktor utama yang mempengaruhi kadar ester
dalam hasil reaksi transesterifikasi adalah rasio
gas sulfur. molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
4. Aman dalam penyimpanan dan transfortasi katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu
karena tidak mengandung racun. reaksi, kandungan air dan kandungan asam
5. Meningkatkan nilai produk pertanian lemak bebas pada bahan baku yang dapat
Indonesia. menghambat reaksi. Faktor lain yang
6. Memungkinkan diproduksi dalam sakla mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel,
kecil dan menengah sehingga bisa diantaranya kandungan gliserol, jenis alkohol
yang digunakan pada reaksi transesterifikasi,
diproduksi di daerah pedesaaan. jumlah katalis sisa. (Ramadhas dkk. 2005).
Methyl ester (biodiesel) dari minyak Dalam penelitian kinetika reaksi pembuatan
kelapa bekas (jelantah) dapat dihasilkan melalui biodiesel dari minyak kelapa bekas (jelantah)
proses transesterifikasi, yaitu dengan cara perhitungan konversi dilakukan dengan
mengeluarkan gliserin dari minyak dan menganalisis kadar gliserol dalam hasil reaksi.
mereaksikan asam lemak bebasnya dengan Analisis gliserol dalam bahan dapat dilakukan
alkohol (misalnya methanol) menjadi alkohol dengan metode asetin (Griffin,1958). Penelitian
ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), atau sejenis dengan dua tahap reaksi pernah
biodiesel. Methanol lebih umum digunakan dilakukan sebelumnya menggunakan metode
untuk proses transesterifikasi karena harganya analisa Iodometri-Asam Periodat (Prasetyo,
lebih murah dan lebih mudah untuk direcovery. 2006; Winoto, 2006)
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi
kesetimbangan.Untuk mendorong reaksi agar LANDASAN TEORI
bergerak ke kanan sehingga dihasilkan methyl Senyawa-senyawa yang ada selama
ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol proses alkoholisis adalah trigliserida (minyak
dalam jumlah berlebih atau salah satu produk kelapa bekas (jelantah)), alkohol (metanol),
yang dihasilkan harus dipisahkan. gliserol, ester baru dan katalisator KOH.
Pada penelitian ini reaksi pembuatan Menurut Schmidt,1998 dan Butt, 1999.
biodiesel dilakukan melalui dua tahap reaksi, Persamaan reaksi alkoholisis dapat ditulis
yaitu reaksi esterifikasi asam lemak bebas sebagai berikut:
dalam minyak minyak kelapa bekas (jelantah) M + 3A G + 3 E ....................... (1)
dengan metanol menggunakan katalisator tu v
H2SO4 , kemudian dilanjutkan dengan
reaksi
transesterifikasi minyak kelapa bekas (jelantah)
hasil reaksi tahap pertama dan metanol
menggunakan katalisator KOH. Penggunaan
katalis asam disamping katalis basa guna
menurunkan kadar asam lemak bebas dalam
minyak kelapa bekas (jelantah). Karena minyak x = konversi
kelapa bekas (jelantah) yang digunakan berasal t, u, v, w= orde reaksi
dari minyak kelapa yang didalamnya Cm,Ca = konsentrasi minyak, alkohol
mengandung asam lemak seperti asam kaprilat Cg,Ce = konsentrasi gliserol dan ester
8%, asam kaprat 7%, asam laurat 48%, asam Penentuan orde reaksi metanolisis
miristat 17,5%, asam palmitat 8,8%, asam minyak kelapa bekas (jelantah) dilakukan
stearat 2%, asam oleat 6% dan asam linoleat dengan coba-coba (trial error) besarnya orde
2,5%.(Kirk Othmer, 1951) Reaksi esterifikasi reaksi sampai diketemukan persamaan reaksi
yang berkatalis asam berjalan lebih lambat yang sesuai dengan data hasil penelitian.
namun metode ini lebih sesuai untuk minyak Misalnya dicoba reaksi ke kanan maupun ke kiri
atau lemak yang memiliki kandungan asam orde dua maka persamaan kecepatan reaksi
lemak bebas relatif tinggi ((Freedman and menjadi:
Mounts,1984). Dengan esterifikasi, kandungan
asam lemak bebas dapat diminimalisir hingga
2% dan diperoleh tambahan ester (Ramadhas
11
12
13
14
15
Abstract
In recent years, some researchers are exploring many new sources of energy, such as biofuels. Biodiesel
attracted the attention of various researchers as an alternative fuel because it is non-toxic, biodegradable
and renewable as well as contributing the minimum amount of net greenhouse gases, such as CO2, SO2 and
NO emissions into the atmosphere. The use of waste cooking oil to produce biodiesel reduced the raw
material cost. The acid-catalyzed process using waste cooking oil proved to be technically feasible with less
complexity than the alkali-catalyzed process using waste cooking oil, thereby making it a competitive
alternative to commercial biodiesel production by the alkali-catalyzed process. The main objective of this
study was to compare the process of making biodiesel. Esterification process would be compared with
esterification followed by a trans-esterification process. The results showed that biodiesel was produced by
esterification followed by trans-esterification process and esterification process , they have met SNI for
parameters such as density, acid number, pH, cloud point and flash point, but the parameters of the viscosity
and water content did not meet standards. Biodiesel using esterification followed by trans-esterification) was
better than esterification process due to the yield produced higher (62.667%) than the esterification process
(48%)
Key Words : Biodisel, Waste cooking oil, Esterification, Esterification-transesterification
Pendahuluan
Perkembangan kebutuhan energi yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta
kepedulian terhadapkelestarian lingkungan hidup, menyebabkan perhatian terhadap energi terbarukan semakin
meningkat, terutama terhadap sumber-sumber energi terbarukan. Pengembangan bahan bakar nabati untuk
menggantikan bahan bakar fosil terus dilakukan. Biofuel merupakan bahan bakar yang berasal dari biomasa dan
diharapkan dapat menggantikan premium, solar, maupun kerosin atau minyak tanah.
Biodiesel merupakan mono alkil ester asam lemak yang besal dari minyak sayuran dan lemak hewan. Biodisel
dibuat dari reaksi kimia antara minyak sayur atan lemak dengan alcohol, dengan atau tanpa dibantu katalis. Katalis
digunakan untuk meningkatkan laju reaksi transesterifikasi dengan reaksi ke kanan (Ramadhas, 2009). Biodisel
merupakan salah satu biofuel cair yang merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar karena memiliki
karakterisik serupa dengan solar. Sebagai bahan bakar, biodiesel memiliki beberapa kelebihan seperti merupakan
turunan dari sumber daya alam domestik yang dapat diperbarui, mudah terurai oleh organisme hidup, dapat
mengurangi emisi gas buang. Biodiesel dapat diproduksi dari bahan yang mengandung asam lemak, sehingga
berbagai minyak nabati, lemak hewan dan limbah pengolahan minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk produksi biodiesel. Pemilihan bahan baku memperhatikan beberapa variabel seperti ketersediaannya, harga
atau biaya, dukungan pemerintah dan kinerjanya sebagai bahan bakar. Penggunaan biodiesel secara masal sebagai
bahan bakar alternatif masih terkendala oleh mahalnya biaya produksi, Menurut Behzadi (2007), 70% biaya
produksi biodiesel berasal dari biaya bahan baku (Setyawardhani dkk, 2009). Indonesia merupakan negara agraris
yang kaya akan berbagai tanaman penghasil minyak nabati, namun minyak nabati tersebut masih digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Para peneliti mulai mencari serta mengembangkan biodiesel yang dihasilkan dari
minyak nabati namun tidak mengganggu stabilitas pangan.
Minyak goreng bekas (jelantah) adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali pemakaian oleh
konsumen. Minyak jelantah memiliki warna tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai
potensi besar dalam mambahayakan kesehatan tubuh. Minyak jelantah mengandung radikal bebas yang setiap saat
siap untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat
meningkatkan potensi kanker didalam tubuh (Andarwulan, 2006). Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas dan
tergolong non edible fat yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel tanpa mengganggu stabilitas dan
ketahanan pangan, selain itu pengolahan biodiesel dari minyak jelantah juga merupakan cara yang efektif untuk
menurunkan harga jual biodiesel karena murahnya biaya bahan baku.
Minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis pada saat digunakan, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan
terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas (Ketaren, 1996).
Kandungan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah tersebut dapat diesterifikasi dengan metanol
sehingga menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya dapat pula ditransesterifikasi dengan
metanol yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat
bernilai tinggi (Suirta, 2007). Biodiesel dapat disintesis melalui esterifikasi asam lemak bebas atau transesterifikasi
trigliserida dari minyak nabati dengan metanol sehingga dihasilkan metil ester (Elisabeth, dkk, 2001).
Katalis sering digunakan dalam proses pembuatan biodiesel. Penggunaan katalis alkali menghasilkan kuantitas
tinggi dan biodiesel yang dihasilkan memiliki kemurnian tinggi dalam waktu reaksi yang lebih singkat (Antolin et
al, 2002). Namun, proses ini tidak cocok untuk bahan baku dengan asam lemak bebas yang tinggi (FFA) konten.
Oleh karena itu, proses trans-esterifikasi dua langkah (esterifikasi asam diikuti oleh transesterifikasi alkali)
dikembangkan untuk menghilangkan asam lemak bebas yang tinggi (FFA) konten dan untuk meningkatkan hasil
biodiesel (Patil et al, 2012). Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali,
dikarenakan proses tersebut beberapa trigliserida terurai menjadi senyawa-senyawa lain salah satunya asam lemak
bebas, oleh karena itu minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi. Pada penelitian
ini akan dilakukan pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dengan proses esterifikasi dan proses esterifikasi yang
dilanjutkan dengan proses trans-esterifikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas
biodiesel dengan perbedaan proses dalam pembuatan biodiesel.
Metode Penelitian
Alat dan Bahan
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dan dilaksanakan di laboratorium Teknologi Kimia Fakultas
Teknik Universitas Mulawarman. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 November sampai 18 Desember 2015.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak jelantah yang diperoleh dari penjual gorengan dan warung
makan di sekitar Kampus Universitas Mulawarman, NaOH (0,1 M), H 2SO4, H3PO4, asam asetat, aquades,
indikator pp. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah labu leher empat, kondensor, reflux, statif dan klem,
hotplate, magnetic stirrer, thermometer, bulb, pipet volume, erlenmeyer, gelas beker, labu ukur, gelas ukur, buret.
Esterifikasi
Pencucian
Metanol Gliserol
Pemisahan (Pengeringan)
Analisa biodisel
Esterifikasi
Trans-esterifikasi
Pencucian
Metanol Gliserol
Pemisahan (Pengeringan)
Analisa Biodisel
Gambar 2. Proses produksi dua tahap (esterifikasi dilanjutkan trans-esterifikasi)
Proses De-Gumming
Proses degumming dilakukan untuk memisahkan minyak dari kotoran-kotoran yang berupa gum, protein,
fosfolipid, dan lain. Minyak jelantah sebanyak 300 ml dipanaskan pada suhu 70 0C, kemudian ditambahkan asam
phospat 0.5 % dari berat minyak sambil terus diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer salama 30 menit.
Kemudian minyak tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah, didiamkan selama 24 jam selanjutnya dipisahkan.
Proses Esterifikasi
Proses esterifikasi dilakukan dengan cara menambahkan asam sulfat dengan kadar 98% seberat 0.5% dari berat
minyak jelantah dan metanol 99% sebanyak 2 : 1 dari berat minyak jelantah. Pengadukan menggunakan magnetic
stirrer dilakukan selama 70 menit pada suhu 700C.
Proses Transesterifikasi
Proses ini bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester dengan cara
mereaksikan hasil dari proses esterifikasi dengan metanol 99% sebanyak 2:1 dari volume minyak jelantah dan
menambahkan katalis NaOH sebanyak 1% dari volume minyak jelantah untuk mempercepat reaksi. Kemudian
dilakukan pemanasan pada suhu 700C selama 70 menit dan disertai pengadukan dengan menggunakan
magneticstirrer.
Proses Pencucian
Biodiesel yang dihasilkan biasanya masih tercampur dengan gliserol dan sisa-sisa metanol dan katalis. Untuk itu,
perlu dilakukan proses pencucian agar didapatkan hasil biodiesel yang lebih murni. Proses pencucian biodiesel
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pada tahap pencucian pertama biodiesel dimasukkan kedalam corong pisah
kemudian ditambahkan 5ml larutan asam asetat kemudian dikocok agar terjadi netralisasi, dan ditambahkan aquades
kemudian dihomogenkan. Setelah itu biodiesel didiamkann selama 24 jam sehingga terbentuk dua lapisan yaitu
biodiesel dan air pencuci. Biodiesel yang telah dicuci dipisahkan dari air pencucinya. Kemudian proses pencucian
untuk tahap selanjutnya dilakukan dengan catra yang sama tetapi tanpa penambahan asam. Proses pencucian ini
dilakukan secara berulang-ulang sampai pH biodiesel menjadi 6-8 (Darmawan dan Ferry, 2013)
Proses Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan air pada biodiesel. Pada proses ini, biodiesel yang telah dicuci
dipanaskan pada suhu 1000C sampai kandungan air dalam biodiesel hilang.
0.83
0.825
0.82
0.815
0.81
Densitas 0.805 Esterifikasi
0.8 Trans-esterifikasi
0.795
0.79
0.785
10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Menit)
Pada gambar 3 terlihat bahwa densitas produk konstan mulai menit ke 60, ketika densitas atau viskositas produk
konstan, maka dapat diperkirakan bahwa produk biodiesel dan ekstraksi minyak telah sepenuhnya terbentuk (Duma,
2012). Selain itu, Gambar 3 menunjukkan bahwa densitas pada tahap esterifikasi yang dilanjutkan dengan trans-
esterifikasi lebih besar dibandingkan densitas pada tahap esterifikasi. Hal ini dikarenakan pada tahap trans-
esterifikasi menggunakan katalis basa yakni NaOH, sedangkan pada tahap esterifikasi hanya menggunakan katalis
asam yakni H2SO4. Semakin banyak jumlah katalis basa yang digunakan pada pembuatan biodiesel, maka semakin
semakin besar pula densitas dari produk biodiesel yang dihasilkan. Jumlah katalis basa yang lebih banyak
mendorong terjadinya reaksi penyabunan. Hal ini dapat menimbulkan zat-zat sisa atau pengotor dari reaksi yang
tidak terkonversi menjadi metil ester akan menyebabkan densitas metil ester semakin besar.
5
Bilangan Asam
3 Esterifikasi
2
0
10 20 30 40 50 60 70
Waktu
Gambar 4.Perbandingan Bilangan Asam Pada Tahap Esterifikasi dan Esterifikasi-Transesterifiksasi
Bilangan asam adalah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan grup karboksil bebas dari setiap gram
sampel. Semakin rendah bilangan asam biodiesel, semakin baik mutu biodiesel karena keasaman biodiesel dapat
menyebabkan korosi dan kerusakan pada mesin diesel. Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa bilangan asam yang
dihasilkan pada kedua tahap ini memiliki nilai yang berbeda-beda. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada
tahap esterifikasi cenderung memiliki nilai bilangan asam yang lebih tinggi sedangkan pada tahap setelah trans-
esterifikasi cenderung memiliki nilai bilangan asam yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada proses
1tahap (esterifikasi) hanya menggunakan katalis asam, sedangkan pada 2 tahap (esterifikasi yang dilanjutkan dengan
trans-esterifikasi), minyak jelantah sebelumnya melewati tahap esterifikasi terlebih dahulu dengan menggunakan
H2SO4 yang merupakan katalis yang bersifat asam dilanjutkan dengan trans-esterifikasi merupakan tahapan yang
menggunakan NaOH sebagai katalis , NaOH memiliki sifat basa, sehingga pada tahap ini nilai bilangan asam yang
dihasilkan cenderung turun.
C. Karakteristik Biodisel
Perbandingan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari berbagai proses dapatdilihat pada Tabel 1
Hasil Penelitian
No Uji Kualitas Biodiesel Satuan Esterifikasi- Menurut SNI
Esterifikasi
Transesterifikasi
1 Berat Jenis kg/m3 867.71 883.62 850-890
2 Viskositas mm2/s 40.224 40.834 min 2.0 / max 4.5
3 Kadar Air % 0.184 0.076 0.05
4 Bilangan Asam mg KaoH/kg 0.54 0.22 Max 0.8
5 pH 6 6.5 6-8
0C
6 Cloud Point 12 13 max 18
0C 237 226 min 100
7 Flash Point
8 Yield % 48 62,667
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa semua uji kualitas yang dilakukan pada kedua tahapan yang dilakukan yakni
dengan 1tahap (esterifikasi) dan 2 tahap (esterifikasi-transesterifikasi) sebagian besar memenuhi SNI terkecuali uji
kualitas viskositas dan kadar air. Viskositas pada tahap esterifikasi sebesar 40.224 mm 2/s dan pada tahap
esterifikasi-transesterifikasi sebesar 40.834 mm2/s, dimana menurut SNI viskositas kinematik antara 2.0 mm2/s
hingga 4.5 mm2/s. Viskositas biodiesel tinggi karena adanya ikatan hidrogen intermolekular dalam asam di luar
gugus karboksil. Viskositas merupakan sifat biodiesel yang paling penting karena viskositas mempengaruhi kerja
system pembakaran bertekanan. Semakin rendah viskositas maka biodiesel tersebut semakin mudah untuk dipompa
dan menghasilkan pola semprotan yang lebih baik (Islam dan Beg, 2004). Sedangkan viskositas biodiesel yang lebih
tinggi pada kombinasi yang lain dipengaruhi oleh kandungan trigeliserida yang tidak bereaksi dengan metanol,
komposisi asam lemak penyusun metil ester, serta senyawa antara seperti monogliserida dan digliserida yang
mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi. Selain itu, kontaminasi gliserin juga memengaruhi nilai
viskositas biodiesel (Bajpai dan Tyagi, 2006).
Kadar air pada hasil penelitian ini tidak memenuhi standar. Pada 1 tahap (esterifikasi), kadar air pada biodiesel
sebesar 0.184% dan pada 2 tahap (esterifikasi-transesterifikasi ) sebesar 0.076% dimana pada SNI kadar air
maksimal sebesar 0.05%. Hal ini dikarenakan pada proses pencucian menggunakan metode bubble yang
menggunakan aquades sebagai pencucinya. Walaupun biodiesel setelah dicuci kemudian dikeringkan dengan
melakukan pemanasan untuk mengurangi kadar air, namun proses ini tidak maksimal dalam mengurangi kandungan
air dalam biodiesel.
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pembuatan biodiesel dengan menggunakan proses 2 tahap
(esterifikasi dilanjutkan dengan trans-esterifikasi) dan dengan proses 1 tahap (esterifikasi) menghasilkan biodiesel
dengan nilai yang memenuhi SNI untuk parameter seperti : berat jenis, bilangan asam, pH, cloud point dan flash
point, namun parameter viskositas dan kadar air tidak memenuhi SNI. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pembuatan biodiesel dengan menggunakan proses 2 tahap (esterifikasi dilanjutkan dengan trans-esterifikasi) lebih
baik dibandingkan dengan proses 1 tahap (esterifikasi). Hal ini dikarenakan yield yang dihasilkan dengan proses 2
tahap lebih tinggi yaitu sebesar 62,667% dibandingkan dengan proses 1 tahap sebesar 48%.
Daftar Pustaka
Andarwulan. Cara-cara Daur Ulang Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah). ITB. Bandung. 2006.
Bajpai, D. dan Tyagi, V.K. Biodiesel : Source, Production, Composition, Properties and its Benefits. Joul of Oleo
Sci. 2006; 10 : 487-502.
D.A. Seytawardhani, Sperisa Distantina, Minyana Dewi Utami, Nuryah Dewi. Hidrolisis Multistage dan Acid pre-
treatment Untuk Pembuatan Biodisel dari minyak Biji Kare. Simposium Nasional RAPI VIII. 2009 : 38 – 43.
Darmawan dan Ferry Indra. Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Metode Pencucian Dry-Wash
Sistem. Universitas Negeri Surabaya 2013; 1 (2) : 80-87
Duma, Agam. Studi Proses Produksi Biodiesel dari Biji Karet (Hevea brasiliensis) dengan Metode
(Trans)esterifikasi in situ. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. 2012.
Elisabeth dan Haryati. Biodiesel Sawit untuk Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 2001.
G. Antolin, F. V. Tinaut, Y. Briceno, V. Castano, C. Perez and A. I. Ramirez. Optimization of Biodiesel Pro-duction
by Sunflower Oil Transesterification, Biore-source Technology. 2002; 83 (2) : 111-114.
Islam, M.N., and Beg, M.R.A. The Fuel Properties of Pyrolysis Liquid Derived from Urban Solid Wastes in
Bangladesh. Bioresources Technology. 2004; 92 : 181-186.
Ketaren.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press Jakarta. 1986.
Prafulla D. Patil, Veera Gnaneswar Gude, Harvind K. Reddy, Tapaswy Muppaneni, Shuguang Deng . Biodiesel
Production from Waste Cooking Oil Using Sulfuric Acid and Microwave Irradiation Processes. Journal of
Environmental Protection. 2012; 3 : 107-113.
Ramadhas, AS. Biodiesel Production Technologies and Substrates. Handbook of Plant-Based Biofuels. New York :
CRC Press Taylor & Francis Group. 2009 : 183.
Suirta, Indah. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Journal of Chemistry. Universitas Udayana.
Bali. 2007
Jawaban : 1. Tidak dilakukan analisa FFA pada bahan baku. Menurut referensi FFA minyak
jelantah tinggi.
2. Suhu dapat menambah kecepatan reaksi, sedang konsentrasi katalis memiliki
batasan tertentu.
3. Na2SO4 (0,5% dari berat minyak), NaOH (1% dari berat minya)
4. Jumlah penentuan katalis berdasarkan referensi.
Abstrak
Biodiesel merupakan suatu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.Dalam
penelitian ini bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan biodiesel biji jarak
pagar. Proses pembuatan biodiesel yang digunakan adalah ekstraksi reaktif, yaitu
proses ekstraksi dan reaksi transesterifikasi, berjalan secara simultan, dimana
metanol memliki fungsi ganda, yaitu sebagai pelarut dan sebagai reaktan. Pelarut
yang digunakan pada penelitian ini adalah nheksana. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimum proses pembuatan biodiesel
dari Jatropha curcas L. seed (biji jarak pagar) dengan menggunakan Software
Design Expert V.6.0.8 metode Response Surface Methodology (RSM) Box
Behnken Design (BBD). Biji jarak pagar sebanyak 200 gr, menggunakan pelarut
CH3OH dan katalis KOH sebesar 0,8% w/w dengan perbandingan mol
(minyak:alkohol) adalah 1:4, 1:5, 1:6, suhu reaksi 55, 60 dan 65oC dengan waktu
reaksi adalah 60 menit, 120 menit dan 180 menit. Berdasarkan hasil eksperimen
diperoleh yield tertinggi sebesar 12,80% pada kondisi 120 menit pada suhu 60oC
dan perbandingan mol 1:5, sedangkan Design Expert memberikan prediksi untuk
memperoleh titik optimal yaitu, pada kondisi suhu 60oC perbandingan mol 1:5,03
dan lama reaksi berlangsung adalah selama 131,92 menit dengan yield biodiesel
sebesar 12,88%.Biodiesel merupakan suatu bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan. Dalam penelitian ini bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan
biodiesel biji jarak pagar. Proses pembuatan biodiesel yang digunakan adalah
ekstraksi reaktif, yaitu proses ekstraksi dan reaksi transesterifikasi, berjalan
secara simultan, dimana metanol memliki fungsi ganda, yaitu sebagai pelarut dan
sebagai reaktan. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah nheksana.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimum proses
pembuatan biodiesel dari Jatropha curcas L. seed (biji jarak pagar) dengan
menggunakan Software Design Expert V.6.0.8 metode Response Surface
Methodology (RSM) Box Behnken Design (BBD). Biji jarak pagar sebanyak 200
gr, menggunakan pelarut CH3OH dan katalis KOH sebesar 0,8% w/w dengan
perbandingan mol (minyak:alkohol) adalah 1:4, 1:5, 1:6, suhu reaksi 55, 60 dan
65oC dengan waktu reaksi adalah 60 menit, 120 menit dan 180 menit.
Berdasarkan hasil eksperimen diperoleh yield tertinggi sebesar 12,80% pada
kondisi 120 menit pada suhu 60oC dan perbandingan mol 1:5, sedangkan Design
Expert memberikan prediksi untuk memperoleh titik optimal yaitu, pada kondisi
suhu 60oC perbandingan mol 1:5,03 dan lama reaksi berlangsung adalah selama
Makalah
Makalah sudah
sudah dipresentasikan
dipresentasikan dalam
dalam Seminar
Seminar Nasional
Nasional Teknik
Teknik Kimia
Kimia 17
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30
2. Tinjauan Pustaka
Tanaman jarak dapat tumbuh di tanah yang kering, mudah tumbuh dengan
cepat dan tanaman ini dapat menghasilkan biji selama 40 tahun. Tanaman jarak
ini mnghasilkan biji dengan kandungan minyak hingga 37%, hampir dua kalilipat
dibandingkan kedelai dan hampir sama dengan kandungan minyak pada camelina.
Minyak dari tanaman ini dapat diekstrak dari bijinya setelah 2 hingga 5 tahun
penanaman, tergantung kualitas tanah dan curah hujan [Honary, L.A.T, 2011].
Bunga tanaman jarak berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk
berbentuk malai, bermah satu. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning ketika telah
masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi 3 biji. Biji
berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak
mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-40%. Minyak jarak pagar
diperoleh dari biji dengan metode pengempaan panas atau dengan ekstraksi
pelarut. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung
racun yang disebabkan adanya senyawa ester forbol [Syah, 2006].
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 18
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30
Reaksi terjadi secara bertahap. Pada reaksi pertama adalah konversi dari
trigliserida menjadi digliserida, diikuti dengan digliserida menjadi monogliserida,
dan terakhir adalah monogliserida menjadi gliserol, menghasilkan satu molekul
metil ester dari setiap gliserida pada setiap tahap. Reaksi transesterifikasi
dilakukan menggunakan katalis basa kuat, yaitu KOH. Menurut Encinar dkk.
(1999), melaporkan bahwa dibandingkan dengan NaOH, kinerja KOH sebagai
katalis lebih unggul dimana produk metil ester yang dihasilkan lebih banyak serta
pemisahan produk metil ester dari gliserol lebih mudah. Kombinasi antara katalis
KOH dengan pelarut metanol dalam reaksi transesterifikasi diharapkan dapat
menghasilkan produk biodiesel yang maksimal.
2.2 Ekstrasksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutan terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Prinsip ekstraksi adalah
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 20
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30
melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah
menguap. Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel dari minyak jarak
dan tipe lainnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu ekstraksi minyak, purifikasi dan
reaksi esterifikasi atau transesterifikasi. Ini merupakan proses yang panjang
Metode pengolahan ini menghabiskan 70% dari total biaya produksi jika refined
oil digunakan sebagai bahan baku. Pengembangan ekstraksi reaktif memiliki
potensi untuk menrurangi biaya pengolahan sengan segala jenis bahan baku.
Hybrid atau proses simultan yang meng-kombinasikan reaksi dan proses
pemisahan adalah satu hal yang telah menerima banyak perhatian akhir-akhir ini
dikarenakan untuk menghemat biaya investasi dan energi dan beberapa hal lain.
Ekstraksi reaktif adalah proses yang melibatkan reaksi dan pemisahan
dilakukan secara bersamaan. Pemisahan fase dapat dilakukan secara alami dalam
sestem reaktif dengan menambahkan pelarut. Alkohol bertindak sebagai pelarut di
proses ekstraksi dan sebagai reagent di reaksi transesterifikasi selama ekstraksi
reaktif berlangsung. Oleh sebab itu alkohol diperlukan dalam jumlah yang sangat
banyak (Supardan, 2013).
3. Metode Penelitian
yang mana respon yang diamati dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan
untuk mengoptimalkan hasil penelitian ini.
Adapun diagram optimasi proses pembuatan biodiesel minyak jarak pagar
(Jatropha curcas L.) dengan menggunakan ekstraksi reaktif dapat dilihat pada
Gambar 3.
Grafik tiga dimensi yang menunjukkan interaksi antara suhu dan waktu
dapat dilihat pada Gambar 4.
Hasil analisa yang diperoleh dari uji kualitas biodiesel ditampilkan pada
Tabel 2.
5. Kesimpulan
1. Yield tertinggi yang diperoleh adalah sebesar 12,80% pada kondisi 120 menit
dan suhu 60 oC serta perbandingan mol 1:5.
2. Yield yang diperoleh berdasarkan optimasi model Design Expert adalah 12,887
% pada suhu 60,60 oC dengan waktu reaksi 131,92 menit serta perbandingan
mol 1 : 5,03.
3. Berdasarkan analisa menggunakan Gas Chromatography, biodiesel yang
diperoleh memiliki persentasi area sebesar 25,227% pada waktu ke 12 menit,
dengan komponen utamanya adalah metil oleat.
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia 29
UNIMAL 2016 (17 Oktober 2016)
Retno Atika Putri dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 : 2 (November 2017) 16 –30
6. Daftar Pustaka
Dogra, S.K. dan S. Dogra. (1990). Kimia Fisik Dan Soal-soal. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Ma, F., dan Hannah, M.A. (1999). Biodiesel Production: A Review. Bioresource
Technology 70, 1-15.
I. PENDAHULUAN
yield
97%
4. Pemisahan dan Pengovenan
Hasil transesterifikasi ditunggu dalam corong pemisah
selama 30 menit. Kemudian, lapisan bawah (gliserol) 95%
0 1 2 3 4 5 6
dibuang. Lapisan atas (biodiesel) dioven selama semalam daya (watt)
untuk menghilangkan methanol yang masih tersisa. Gambar. 3. Grafik yield terhadap waktu pada daya 400 watt dengan katalis
1% KOH
C. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah jumlah katalis KOH 1%, Dari gambar IV.5 dapat dilihat bahwa range yield tinggi pada
0,5%, 0,25% dari massa minyak, daya 100, 264, 400 watt, dan variasi waktu yakni berkisar antara 96-98%, Dalam hal ini
waktu pemanasan 1, 2, 3, 4, 5 menit. dapat dikatakan dengan adanya peningkatan waktu pemanasan,
waktu yang dibutuhkan methanol untuk mengkonversi
D. Analisa Sampel trigliserida menjadi methyl ester dengan reaksi transesterifikasi
Hasil percobaan dianalisa viskositasnya dengan viscometer semakin banyak sehingga menyebabkan kenaikan yield produk
ostwald, dan analisa Gas Chromatography. Methyl Ester yang dihasilkan. Hasil penelitian ini didukung
dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa waktu
pemanasan berpengaruh terhadap yield yang dihasilkan. [2]
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas FFA lebih
dari 2% harus dilakukan esterifikasi dengan katalis asam 100%
terlebih dahulu sebelum dilakukan transesterifikasi dengan 95%
yield
katalis basa. Karena, reaksi saponifikasi dapat terjadi pada 90%
minyak dengan FFA lebih dari 2% [6; 12]. Hasil uji FFA 85%
minyak kelapa merek “Barco” sebesar 0,1498% sehingga tidak 80%
perlu dilakukan esterifikasi dengan katalis asam. Sedangkan 0.10% 0.35% 0.60% 0.85%
daya (watt)
hasil uji viskositas kinematik yaitu sebesar 42,3048 cSt.
Gambar. 4. Grafik yield terhadap %katalis yang digunakan pada daya 400 watt
dengan waktu pemanasan 4 menit
99% Dari gambar IV.7
Yield optimum dalam penelitian variasi katalis ini pada
yield
97% konsentrasi katalis 0,5% yaitu sebesar 96%. Dalam hal ini dapat
dikatakan adanya penurunan konsentrasi katalis dapat
95% menurunkan efek katalis sebagai penurun energi aktivasi pada
0 200 400 600 800 reaksi transesterifikasi yang menyebabkan yield dari produk
daya (watt) menurun walaupun tidak begitu signifikan. Hasil ini
Gambar. 2. Grafik yield terhadap daya pada waktu 4 menit dengan katalis
membuktikan bahwa penggunaan gelombang mikro dapat
1% KOH
menekan kebutuhan katalis. Hal ini didukung penelitian yang
Dari Gambar. 2. dapat dilihat bahwa range yield pada variasi
dilakukan oleh A. Suryanto dimana penggunaan microwave
daya yakni berkisar antara 97-98%. Yield yang paling baik
dapat menekan kebutuhan katalis. [1]
dalam penelitian ini pada saat daya 400 watt yaitu mencapai
Methyl ester yang dihasilkan, dianalisa viskositas dan flash
yield 98%.
point. Untuk sampel optimum (katalis 0,5%), didapatkan
Dalam hal ini dapat dikatakan dengan adanya peningkatan
viskositas 4,5 cSt. Hasil tersebut masih dalam range viskositas
daya optimum memberikan efek thermal yang besar ditandai
SNI yakni 2 – 6 cSt. Flash point pada methyl ester yang
dengan adanya kenaikan suhu dan kenaikan yield produk
dihasilkan, yaitu 93˚C. Hasil tersebut masih di bawah SNI
Methyl Ester yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh penelitian
untuk FAME (Fatty Acid Methyl Ester), namun masih melebihi
yang dilakukan oleh Satyanarayanareddy.Y dan Iyyaswami
SNI untuk bahan bakar diesel yakni 52˚C.
Regupathi yang meneliti pengaruh daya pada pembuatan
produk methyl ester.
Dari hasil yang mereka dapatkan mereka menemukan bahwa IV. KESIMPULAN
semakin tinggi daya akan meningkatkan yield. Namun Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan:
peningkatan yield ini tidak terlalu signifikan apabila 1) Semakin tinggi daya yang digunakan, semakin tinggi pula
dibandingkan dengan energi yang disuplai ke sistem. Semakin yield methyl ester yang didapatkan. Daya optimum pada
tinggi daya maka semakin tinggi pula temperatur reaksi yang 400 watt.
memungkinkan terjadinya akselerasi reaksi saponifikasi dari 2) Semakin lama waktu reaksi, semakin tinggi pula yield
trigliserida. [8]. methyl ester yang dihasilkan. Waktu pemanasan optimum
pada 4 menit.
3) Semakin tinggi jumlah katalis yang digunakan, semakin
tinggi yield yang dihasilkan. Yield optimum didapatkan
pada katalis 0,5%.
4) Penggunaan gelombang mikro (microwave) dapat
menekan kebutuhan katalis dalam produksi methyl ester.
V. KESIMPULAN/RINGKASAN
Tuliskan kesimpulan dari penelitian yang artikelnya Anda
tulis ini tanpa mengulang hal-hal yang telah disampaikan di
Abstrak. Kesimpulan dapat diisi pula tentang pentingnya hasil
yang dicapai dan saran untuk aplikasi dan pengembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Suryanto, S. Suprapto, M. Mahfud. Production Biodiesel from Coconut
Oil Using Microwave: Effect of Some Parameters on Transesterification
Reaction by NaOH Catalyst. Bulletin of Chemical Reaction Engineering
& Catalysis 10 (2): hal 162-168,
[2] A. Talebian-Kiakalaieh, N. A. S. Amin, A. Zarei, H. Jaliliannosrati. 2013.
Biodiesel Production from High Free Fatty Acid Waste Cooking Oil by
Solid Acid Catalyst. Proceedings of the 6th International Conference on
Process Systems Engineering (PSE ASIA): hal 572-276,
[3] Enweremadu CC, Mbarawa MM. Technical aspects of production and
analysis of biodiesel from used cooking oil—A review. Renewable and
Sustainable Energy Reviews 2009;13:2205–24,
[4] Falahati H, Tremblay AY. The effect of ?ux and residence time in the
production of biodiesel from various feedstocks using a membrane
reactor. Fuel 2012;91:126–33,
[5] Koopmans C, Iannelli M, Kerep P, Klink M, Schmitz S, Sinnwell S, et al..
Microwave-assisted polymer chemistry: heckreaction, transesteri?cation,
Baeyer-Villiger oxidation, oxazoline polymerization, acrylamides and
porous materials. Tetrahedron 2006;62(19):4709–14,
[6] L.C. Meher, S.S.D. Vidya, S.N. Naik, Optimization of alkali-catalyzed
transesteri?cation of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel,
Bioresour. Technol. 97 (2006) 1392–1397,
[7] Ma F, Hanna MA. Biodiesel production: a review. Bioresour Technol
1999;70:1–15,
[8] Satyanarayanareddy. Y, dan Iyyaswami Regupathi. 2011. Microwave
Assisted Batch And Continuous Transesterification of Karanja Oil:
Optimization of Process Parameters. Chemical Engineering, National
Institute of Technology Karnataka, Surathkal, Srinivasanagar,
[9] Silitonga AS, Atabani AE, Mahlia TMI, Masjuki HH, Badruddin IA,
Mekhilef S. A review on prospect of Jatropha curcas for biodiesel in
Indonesia. Renewable and Sustainable Energy Reviews 2011;15:3733–
56,
[10] S. Zhang, Y.G. Zu, Y.J. Fu, M. Luo, D.Y. Zhang, T. Efferth, Rapid
microwaveassisted transesteri?cation of yellow horn oil to biodiesel using
a heteropolyacid solid catalyst, Bioresour. Technol. 101 (2010) 931–936,
[11] Varma RS. Solvent-free accelerated organic syntheses using microwaves.
Pure Appl Chem 2001;73(1):193–8,
[12] Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D., Kates, M., 2003. Biodiesel
production from waste cooking oil: 2. Economic assessment and
sensitivity analysis. Bioresour. Technol. 90, 229–240.
Andi Tri Saputra Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi
M. Arief Wicaksono
Irsan
Abstrak
Biodiesel merupakan bahan bakar nabati alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil yang jumlahnya
semakin hari semakin menipis. Telah dilakukan penelitian untuk membuat biodiesel dengan bahan baku
minyak goreng bekas dan metanol menggunakan zeolit alam teraktivasi sebagai katalis. Dengan
memvariasikan waktu pengadukan dan perbandingan berat campuran pada proses pembuatan biodiesel
didapatkan hasil yield yang tidak begitu berbeda jauh untuk setiap variasi waktu pengadukan, sedangkan
yield nampak berubah untuk variasi perbandingan berat campuran yaitu 6,6493 % untuk perbandingan 4:1
metanol dan 76,4152 % untuk perbandingan 1:4 metanol. Namun biodiesel yang didapatkan tidak memenuhi
standar SNI tentang biodiesel.
Kata Kunci : Biodiesel, waktu yengadukan, zeolit, yield, minyak goreng bekas
Abstract
Biodiesel is an alternative biofuel as a substitute for fossil. The research has been conducted to make
biodiesel with raw materials of used cooking oil and methanol using activated natural zeolite as a catalyst.
By varying the stirring time and the ratio of mixed weights in the biodiesel manufacturing process, the yields
did not differ greatly for each variation of stirring time, while the yield appears to vary for the ratio of weight
6.6493% for a ratio of 4: 1 methanol and 76.4152 % for a ratio of 1: 4 methanol. However, the biodiesel
obtained did not meet the SNI standard on biodiesel.
1
2
Pembuatan biodiesel selama ini lebih banyak Transesterifikasi adalah reaksi antara lemak atau
menggunakan katalis homogen, seperti asam dan minyak nabati dengan alkohol untuk membentuk
basa. Penggunaan katalis homogen ini ester dan gliserol. Biasanya dalam reaksi ini
menimbulkan permasalahan pada produk yang digunakan katalis untuk meningkatkan laju reaksi
dihasilkan, misalnya masih mengandung katalis, dan jumlah yield produk (Akbar, 2016). Reaksinya
yang harus dilakukan separasi lagi (Buchori dan adalah sebagai berikut:
Widayat, 2009).
Aktivasi Katalis Zeolit Alam et al. (2012), konsentrasi katalis zeolit yang
Prosedur aktivasi zeolit mengacu seperti yang ditambahkan dan menghasilkan yield terbesar
dilakukan oleh Aziz et al. (2012) dengan merubah adalah sebanyak 1 %-w. Larutan kemudian diaduk
variasi jumlah zeolit alam yang akan direndam ke dan dipanaskan pada suhu 60 ⁰C untuk terjadinya
dalam larutan HCl serta ukuran zeolit. Zeolit alam reaksi dengan memvariasikan waktu
sebanyak 12 g dihaluskan kemudian diayak pengadukannya; 15 menit diaduk dan 45 menit
menggunakan ayakan 50 mesh dan direndam ke didiamkan, 30 menit diaduk dan 30 menit
dalam 600 ml larutan HCl 6 N, setelah itu disaring didiamkan, dan 45 menit diaduk dan 15 menit
dan dicuci menggunakan aquadest hingga tidak didiamkan, selama didiamkan campuran hanya
ada Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO3. Zeolit dipanaskan tanpa pengadukan. Kemudian larutan
alam dikeringkan di dalam oven dengan suhu 130 dimasukkan ke dalam corong pisah dengan waktu
⁰C selama 3 jam. steady atau waktu didiamkan yang tetap yaitu 6
jam untuk memisahkan lapisan yang terbentuk
setelah reaksi. Percobaan dilakukan dengan 3 kali
Menghitung Densitas pengulangan. Menurut Akbar (2006), hasil reaksi
Ditimbang piknometer kosong, kemudian yang terbentuk berupa dua fasa yaitu lapisan atas
dimasukkan sampel dan ditimbang kembali untuk metil ester berwarna kuning bening, sedangkan
mengatahui densitasnya dengan menggunakan lapisan bawah berwarna kuning dengan sedikit
rumus : lebih pekat. Kedua lapisan itu kemudian
dipisahkan untuk dihitung yield-nya menggunakan
rumus :
Menghitung Viskositas
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Cairan yang akan diuji viskositasnya dimasukkan
Pengaruh Variasi Waktu Pengadukan
ke dalam viskometer ostwald. Cairan kemudian
Terhadap Yield Biodiesel
disedot naik menggunakan bulp hingga mencapai
garis, kemudian dihitung waktu cairan untuk turun. Dari hasil percobaan dengan perbandingan berat
Kemudian dihitung menggunakan rumus : campuran 4:1 (minyak goreng : metanol),
didapatkan yield lapisan atas (biodiesel) yang
relatif rendah dibandingkan dengan perbandingan
berat campuran 1:4 (minyak goreng : metanol), hal
ini disebabkan karena metanol bertindah sebagai
penyuplai gugus metil dalam pembuatan biodiesel,
Dimana µk adalah viskositas kinematik (cSt), jadi semakin sedikit jumlahnya maka yield
C adalah konstanta Ostwald (0,4994 cSt/s) biodiesel pun akan menurun. Pada perbandingan
dan t adalah waktu (t). berat campuran 4:1 (minyak goreng : metanol),
didapatkan yield yang paling besar pada waktu
pengadukan 30 menit dan didiamkan 30 menit
Pembuatan Biodiesel
yaitu 7,089 %. Angka itu menurun turun kembali
Minyak goreng bekas disaring untuk pada waktu pengadukan 45 menit dan didiamkan
menghilangkan kotoran-kotoran yang tersisa dari 15 menit yaitu sebesar 6,988 %. Pada
penggorengan. Setelah bersih minyak goreng perbandingan berat campuran 1:4 (minyak goreng :
kemudian dihitung densitasnya menggunakan matanol), didapatkan yield terbesar saat waktu
piknometer. Dihitung juga densitas metanol pengadukan 15 menit dan didiamkan selama 45
menggunakan piknometer. Setelah itu minyak menit yaitu sebesar 76,844 %. Pada waktu
goreng bekas dan metanol dimasukkan ke dalam pengadukan 30 menit dan didiamkan 30 menit,
labu erlenmeyer dengan perbandingan berat yield-nya turun menjadi 76,117 %.
campuran 4:1 (minyak goreng : metanol) dan 1:4
(minyak goreng : metanol). Zeolit alam
ditambahkan dengan konsentrasi 1 %-w larutan,
karena berdasarkan penelitian yang dilakukan Aziz
Tabel 1.1 Perbandingan yield lapisan atas didapatkan dari penelitian ini disajikan pada tabel
(biodiesel) 1.2 di bawah.
Setiawati (2012) juga melakukan penelitian Dari hasil didapatkan, rata-rata densitas lapisan
tentang pembuatan biodiesel dengan 3 variasi atas yang berupa biodiesel lebih rendah
waktu pengadukan yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 dibandingkan dengan standar SNI untuk biodiesel,
menit, sambil dipanaskan dengan suhu 65 ⁰C, yaitu untuk densitas biodiesel seharusnya berkisar
waktu settling 1 jam dan katalis berupa NaOH. antara 0,85 – 0,89 g/L, sedangkan rata-rata
Kadar ester yang didapatkan besar berkisar antara densitas yang didapatkan dari penelitian ini hanya
95 sampai 97%, paling tertinggu pada rentan 0,78 g/L.
waktu reaksi 60 menit. Pada penelitian Aziz et al.
(2012), menggunakan katalis zeolit alam
teraktivasi sebagai katalis pada pembuatan Tabel 1.3 Densitas lapisan bawah
biodiesel dari minyak goreng bekas, dengan (gliserin)
memvariasi waktu reaksi yang meliputi Perbandingan
pengadukan dan pemanasan pada suhu 60 ⁰C serta (minyak Variasi Densitas
waktu settling tetap selama 8 jam, didapatkan hasil goreng : Pengadukan (g/L)
yield pada 1 jam pertama reaksi sebesar 6%. metanol)
Kemudian saat 3 jam reaksi kenaikan yield tidak
begitu besar. Pada 5 jam reaksi tingkat yield naik
15 menit 0,8883
hingga 12% kemudian menurun pada jam 4:1 30 menit 0,8893
berikutnya. Dari kedua penelitian itu dapat dilihat 45 menit 0,8855
kalau penggunaan zeolit alam teraktivasi yang 15 menit 0,8860
merupan katalis homogen tidak menghasilkan 1:4 30 menit 0,8904
yield yang besar, tidak seperti penggunaan katalis 45 menit 0,8896
heterogen seperti NaOH. Seperti pada penelitian
ini, dengan perbandingan yang sama yaitu 1:4
(minyak goreng : metanol), didapatkan yield yang Untuk lapisan bawah didapatkan rata-rata densitas
tidak begitu besar hanya berkisar 76%, dan hasil yang sama yaitu 0,8882 g/L, lebih rendah
yield lebih rendah dibandingkan perbandingan 4:1 dibandingkan dengan densitas gliserin yaitu 1,23
(minyak goreng : metanol). Pada penelitian ini g/L.
dapat dilihat kalau memvariasikan waktu
pengadukan tidak begitu berpengaruh besar Pengaruh Variasi Pengadukan Terhadap
terhadap yield yang dihasilkan. Viskositas Kinematis
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan
Pengaruh Variasi Waktu Pengadukan fluida yang diubah baik dengan tekanan maupun
Terhadap Densitas tegangan. Pada masalah sehari-hari (dan hanya
Massa jenis (densitas) adalah pengukuran massa untuk fluida), viskositas adalah Ketebalan atau
setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa pergesekan internal. Oleh karena itu, air yang tipis,
jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa memiliki viskositas lebih rendah, sedangkan madu
setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap yang tebal, memiliki viskositas yang lebih tinggi.
benda merupakan total massa dibagi dengan total Sederhananya, semakin rendah viskositas suatu
volumenya (Julianto, 2012). Data densitas yang fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida
tersebut (Massey 1983). Viskositas yang
Abstrak
Kemajuan teknologi di bidang industri dan transportasi mendorong konsumsi bahan bakar fosil semakin
meningkat sehingga persediannya akan semakin menipis dan berpotensi menimbulkan krisis energi di masa yang
akan datang. Selain itu, pembakaran dari bahan bakar fosil menjadi penyebab utama dari pencemaran udara. Hal
ini mendorong pengembangan energi alternatif terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Biodiesel adalah salah
satu energi alternatif terbarukan yang dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut namun pemakaian
biodiesel masih berpotensi menimbulkan korosi sehingga perlu dilakukan investigasi tentang penyebab dan
mekanisme korosi pada biodiesel khususnya pada baja. Bahan baku yang digunakan dalam sintesis biodiesel
yaitu minyak goreng bekas dan methanol dengan molar rasio 1:6. Reaksi transesterifikasi biodiesel dilakukan
pada suhu 70 oC dengan katalis NaOH dengan waktu reaksi dua dan tiga jam. Dari hasil uji GC-MS
menunjukkan bahwa kandungan FAME pada biodiesel yang ditrasesterifikasi selama 2 dan 3 jam masing-masing
sebesar 98,74% dan 98,41% dengan komponen yang terdiri dari metil palmitate, metil linoleat, metil oleat, dan
metil stearat. Besarnya laju korosi pada baja karbon pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 2 jam-30d-
30oC yaitu 0,0212 mpy sedangkan pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 3 jam-30d-70oC sebesar 0,79
mpy. Analisis XRD pada sample baja menunjukkan munculnya peak yang terdeteksi sebagai senyawa FeO,
Fe2O3, FeO(OH) dan Fe2O2CO3 sebagai akibat dari korosi.
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi di bidang industri dan transportasi mendorong konsumsi bahan bakar fosil semakin
meningkat dengan cukup pesat sehingga persediannya semakin lama akan semakin menipis. Hal ini disebabkan
bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui sehingga sangat berpotensi
menimbulkan krisis energy dimasa yang akan datang (Jin dkk, 2015). Selain itu pembakaran bahan bakar fosil
menyebabkan masalah bagi lingkungan terutama meningkatkan polusi udara. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk menemukan energy alternative terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil di masa mendatang
sehingga dapat menurunkan angka konsumsi dari bahan bakar fosil. Salah satu bentuk energy terbarukan yang
disintesis dari minyak nabati adalah biodiesel. Indonesia merupakan negara yang menghasilkan produksi minyak
sawit yang melimpah sekitar 7 juta ton/tahun sehingga berpotensi mengembangkan produksi biodiesel dari
minyak sawit (Sibua dan Poshman 2003). Hasil produksi minyak sawit tersebut sebagian diekspor ke pasar
internasional sedangkan sebagian lainnya digunakan sebagai bahan baku produksi minyak goreng.
Pemakaian minyak secara berulang-ulang secara langsung akan menurunkan kualitas dari minyak goreng
yang ditandai perubahan warna minyak dari kuning jernih hingga kecoklatan. Dalam kondisi demikian minyak
harus dibuang karena menurunkan mutu penggorengan bahkan berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
Namun membuang limbah minyak goreng bekas dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan (Charpe
dkk, 2011). Oleh karena itu, dengan memanfaatkan limbah minyak goreng bekas sebagai sumber energy
alternative biodiesel diharapkan dapat menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan serta kesehatan.
Pada dasarnya biodiesel merupakan fatty acid methyl esters (FAMEs). Biodiesel dapat disintesis
melalui esterifikasi asam lemak bebas atau transesterifikasi trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati
(Leung dkk, 2010). Produksi biodiesel dari minyak goreng bekas dapat menjadi solusi terhadap ketergantungan
pemakaian bahan bakar fosil. Namun disisi lain kualitas dari biodiesel yang diproduksi dari limbah minyak
goreng harus ditingkatkan. Biodiesel memiliki kandungan komponen saturated ester dan unsaturated ester yang
cenderung bersifat tidak stabil, sensitive terhadap cahaya, suhu, dan ion logam (Jain dkk, 2011). Bila
dibandingkan dengan diesel, biodiesel memiliki kandungan uap air, asam organic, aldehid, dan peroksida, keton,
dan ester yang menyebabkan korosi pada sistem bahan bakar (Fazal dkk, 2014). Beberapa bagian dari mesin
diesel dibuat dari baja karbon seperti tangki bahan bakar, saluran bahan bakar, sistem injeksi sehingga berpotensi
terserang korosi apabila kandungan impurities dalam biodiesel tinggi (Haseeb dkk, 2011).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan biodiesel bersifat lebih korosiv dibandingkan
dengan bahan bakar diesel biasa namun memberikan lubrikasi pada mesin yang lebih baik dibandingkan dengan
bahan bakar diesel (Haseeb dkk, 2011). Park dkk melaporkan bahwa penggunaan bioethanol yang dicampur
dengan gasoline dapat meningkatkan ketahanan korosi pada paduan aluminium dengan metode analisis elektro
impedance spectroskopi. Savita kaul mempelajari korosi pada mesin diesel dan menemukan bahwa kandungan
belerang dalam biodiesel menjadi penyebab utama timbulnya serangan korosi.
Pada penelitian ini difokuskan untuk mempelajari pengaruh biodiesel yang disintesis oleh limbah minyak
goreng terhadap korosi pada baja karbon yang belum dipelajari oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pemilihan
material baja karbon sebagai pertimbangan bahwa hampir seluruh bagian mesin diesel dibuat dari material baja
karbon. Dengan mengetahui korosivitas pada biodiesel pada baja karbon diharapkan memberikan informasi bagi
peneliti untuk meningkatkan kualitas produk biodiesel sehingga kandungan impurities penyebab terjadinya
korosi dapat dihilangkan serta dapat dikembangkan metode pencegahan korosi yang ditimbulkan pada
pemakaian biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas
METODOLOGI
Sintesis biodiesel dawali dengan tahap perlakuan awal umumnya ditujukan untuk mengurangi kandungan
air dan asam lemak bebas di dalam bahan baku minyak. Untuk menghilangkan kandungan air di dalam minyak
dapat dilakukan pemanasan pada suhu 100 o C. tahap selanjutnya dilakukan filtrasi untuk memisahkan pengotor
yang tersuspensi di dalam minyak jelantah sehingga diperoleh minyak goreng yang jernih dan transparan.
Sintesis biodiesel dilakukan mereaksikan 1,5 gr NaOH (Merck) dengan 100 ml metanol (Merck) agar
terbentuk larutan natrium metoksida. Larutan trigliserida selanjutnya direaksikan dengan larutan metoksida pada
rasio molar 6:1 disertai dengan pengadukan pada 200 rpm dan pemanasan pada suhu 60 oC selama 2 jam.
campuran dipindahkan ke dalam corong pisah kemudian didiamkan selama 24 jam sehingga akan terbentuk
lapisan gliserol dan lapisan biodiesel. Setelah proses tersebut selesai dilanjutkan dengan memisahkan lapisan
biodiesel dan gliserol. Biodisel yang terbentuk dicuci dengan aquadest untuk memisahkan sisa NaOH dan sabun
yang merupakan hasil samping dari reaksi transesterifikasi. Melakukan filtasi pada biodiesel dengan kertas
saring untuk memisahkan pengotor dilanjutkan dengan menguapkan sisa air yang terdistribusi dalam biodiesel
pemanasan pada suhu 105 oC. Melakukan metode yang sama dengan sebelumnya namun dengan waktu
tranesterifikasi selama 3 jam.
Biodiesel yang telah disintesis dari minyak goreng bekas dan telah mengalami trasnesterifikasi
selanjutnya dianalisis beberapa karakteristiknya seperti densitas dan serta kandungan FAME nya dengan
menggunakan GC-MS .Pengujian korosi dilakukan menggunakan metode uji celup berdasarkan ASTM G-31.
Dalam pengujian ini plat baja dipotong dengan dimensi 15 x 15 x 1 mm. Sebelum dilakukan uji pencelupan
potongan logam tersebut diabrasi dengan menggunakan kertas gosok berukuran 600 grit untuk membersihkan
kotoran dan kerak korosi pada permukaan logam uji tersebut. Selanjutnya setelah diabrasi logam uji dibersihkan
dan dibilas dengan aceton. Setelah dicuci logam uji dikeringkan di dalam oven untuk menghilangkan sisa pelarut
dengan suhu pengeringan 60 oC selama 3 jam dilanjutkan dengan penimbangan. Setelah logam uji ditimbang
dilanjutkan dengan pencelupan logam uji pada biodiesel dalam wadah beaker glass 600 ml selama waktu 30 hari
dengan variasi suhu sebesar 30 oC dan 70 oC. Setelah uji pencelupan dilakukan pembersihan dan penimbangan
untuk mengetahui besarnya massa yang hilang akibat korosi. Besarnya laju korosi dihitung dengan persamaan
berikut:
m
CR(mmy) 8,76
TS
(1)
Dimana CR dinyatakan dalam mpy, Δm adalah berat yang hilang (g), D adalah densitas (g/cc), T adalah
waktu celup (h) dan A adalah luas area logam uji (m2).
Morfologi dari logam uji setelah mengalami korosi di uji dengan menggunakan Scanning Electron
Microscope (SEM) Phenom Dekstop. Produk korosi pada permukaan baja dianalisa dengan XRD (X-ray
Diffraction) Philips 30mA, X-ray 40 kV.
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil eksperimen menunjukkan bahwa biodiesel dapat disintesis dengan menggunakan bahan bahan
baku minyak goreng bekas rasio molar antara trigliserida dan metanol sebesar 1:6 dengan menggunakan katalis
berupa NaOH. Berdasarkan uji densitas menunjukkan bahwa biodiesel yang disintesis dengan waktu reaksi 2
jam dan 3 jam masing-masing memiliki densitas sebesar 0,879 g/ml dan 0,867 g/ml. Dari pengujian sample
biodiesel dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatograpy-Mass Spectrofotometry) pada gambar 1 dan
menunjukkan bahwa biodiesel mengandung komponen Fatty Acid Metil Ester (FAME) yang ditandai dengan
munculnya peak pada waktu retensi 39,82 menit, 43,43 menit, 43,85 menit, dan 44,34 menit untuk waktu reaksi
2 jam. Pada gambar 2 sedangkan pada waktu transesterifikasi selama 3 jam komponen FAME muncul pada
waktu retensi 39,78 menit, 43,41 menit, 43,8 menit, dan 44,32 menit. Perbedaan waktu retensi menunjukkan
bahwa setiap komponen FAME dalam biodiesel memilki kecepatan difusi yang berbeda sehingga komponen
FAME dengan kecepatan difusi lebih besar akan terdeteksi terlebih dahulu. Selain itu hasil analisa dengan Mass
Spectrofotometry menunjukkan bahwa komponen biodiesel tersusun dari FAME yang terdiri dari metil
palmitat,metil linoleat, metil oleat, dan metil stearat dengan komposisi yang dapat diamati pada table 1.
Kandungan total FAME pada biodiesel yang disintesis dengan menggunakan waktu reaksi 2 jam dan 3
jam masing-masing sebesar 98,74 % dan 98,41% dengan komponen penyusun terbesar berupa metil oleat.
Perbedaan ini disebabkan meningkatnya waktu reaksi hingga mencapai waktu transesterifikasi 3 jam
menyebabkan terjadinya reaksi reversible dari esterifikasi bergeser ke arah kiri sehingga akan menurunkan
konversi dan menurunkan produk biodiesel yang telah terbentuk.
Tingkat korosivitas dari biodiesel yang telah terbentuk melalui waktu reaksi selama 2 jam dan 3 jam di uji
dengan menggunakan teknik immersi dengan menggunakan logam berupa baja karbon. Dari hasil uji immersi
diperoleh bahwa laju korosi pada baja karbon yang tercelup dalam biodiesel dengan waktu esterifikasi 2jam-30d-
30oC sebesar 0,0212 mpy sedangakan laju korosi dalam biodiesel dengan waktu esterifikasi 2jam-30d-70oC
sebesar 0,790 mpy. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya suhu biodiesel akan meningkatkan
laju korosi pada baja karbon. Hal ini disebabkan pada suhu yang tinggi proses oksidasi dari komponen pada
biodiesel, oksigen, dan atom oksigen yang ada pada biodiesel mengarah menuju terbentuknya oksida metal (Li
dan Fang, 2009)
3
(a) (b)
Gambar 3. Morfologi baja karbon (a) setelah kontak dengan biodiesel 2H pada 30d-30oC (b) setelah kontak
dengan biodiesel 3H pada 30d-70oC
Fe
3h-30d-70
Intensity [a.u]
Fe O CO
FeO(OH)
FeO(OH)
223
Fe
Fe O
23
FeO
Fe O
23
FeO
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
2
Gambar 4 XRD baja karbon setelah kontak dengan biodiesel 3H pada 30d-70oC
Gambar 3. Menunjukkan SEM dari permukaaan baja karbon yang terserang korosi akibat kontak dengan
biodiesel. Serangan korosi pada baja karbon tersebut tersebar secara merata pada seluruh permukaan baja
ditandai dengan terbentuknya lubang (pit) yang berwarna gelap akibat proses korosi. Meningkanya temperature
fluida akan mengarah pada meningkatnya ukuran lubang (pit) pada baja karbon. Hal ini disebabkan laju korosi
baja karbon semakin meningkat apabila suhu ditingkatkan semakin. Selain itu, sebagian produk oksidasi berupa
ion Fe akan larut ke dalam biodiesel atau terdeposit pada permukaan logam sehingga akan bereaksi dengan asam
lemak bebas dalam biodiesel membentuk garam asam lemak pada permukaan logam baja. Berikut reaksi yang
terjadi selama proses korosi baja karbon
Fe + 3O2 → 2Fe2O3
Fe2O3 + 6R’COOH → 2Fe(R’COO)3 + 3H2O
2R’COOH + Fe → Fe(R’COO)2 + H2
Oleh karena itu, berdasarkan reaksi diatas memungkinkan berat logam akan berkurang setelah uji
immersi. Hal ini disebabkan sebagian ion logam akan terlarut pada biodiesel sehingga menyebabkan warna
biodiesel akan berubah dari kuning jernih menjadi kecoklatan. Adanya senyawa oksida yang terbentuk dari
korosi dapat ditunjukkan dari grafik XRD pada gambar 4 yang menunjukkan adanya senyawa FeO, Fe 2O3,
FeO(OH) dan Fe2O2CO3 sebagai akibat dari korosi.
KESIMPULAN
Biodiesel mengandung komponen Fatty acid metil ester (FAME) yang berpotensi menyebabkan korosi
pada logam baja karbon. Tingkat korosivitas dari baja karbon di dalam biodiesel terutama sangat dipengaruhi
oleh faktor suhu dari biodiesel. Dengan meningkatnya suhu biodiesel menyebabkan laju korosi pada baja karbon
akan semakin tinggi. Besarnya laju korosi pada baja karbon pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 2
jam- 30d-30oC yaitu 0,0212 mpy sedangkan pada biodiesel dengan waktu esterifikasi reaksi 3 jam- 30d-70oC
4
sebesar 0,79 mpy. Hasil XRD menunjukkan bahwa produk korosi baja karbon oleh biodiesel berupa FeO,
Fe2O3, FeO(OH) dan Fe2O2CO3
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) yang telah
mendanai penelitian ini melalui skema DIPA PPNS tahun 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Charpe, T.W., Rathod, V.K., .2011. Biodiesel production using waste frying oil, Waste Management ,31, pp. 85–
90
Fazal MA, Jaceria MR, Haseeb ASMA,. 2014. Effect of copper and mild steel on the stability of palm biodiesel
properties: a comparative study, J. Ind Crops Prod, 58, pp. 8-14
Haseeb ASMA, Fazal M.A. 2011. Jahirul MI, Masjuki HH. Compatibility of auto-motive materials in biodiesel:
a review. J. Fuel, 90, pp. 922-931
Jain S, Sharma MP, .2011. Correlation development for effect of metal contaminantson the stability of Jatropha
curcas biodiesel, J. Fuel, 90, pp. 2045-2050
Jin, Dingfeng., Zhou, Xuehua., Wu, Panpan., Jiang, Li., Ge, Hongliang. 2015. Corrosion behavior of ASTM
1045 mild steel in palm biodiesel, J. Renewable Energy,81, pp. 457-463
Liu J, Fang Y. 2009. The dissolved oxygen on the corrosion of 20R steel by biodiesel. J. Corrosion Protection
2009, 30, pp. 711-3
Sibuea dan Posman. 2003. Pengembangan Industri Biodisel Sawit, www.kcm.com, 10 Oktober 2007
5
Jurnal Material dan Energi Indonesia
Vol. 07, No. 01 (2017) 9-18
© Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran
Abstrak. Biodiesel dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan bahan bakar fosil. Biodiesel bersifat
ramah lingkungan karena dibuat dengan bahan baku alami. Bahan baku pembuatan biodiesel pada penelitian
ini adalah kemiri sunan (Reautealis trisperma). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu terbaik dan
pengaruh suhu yang digunakan dalam proses transesterifikasi biodiesel tersebut. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali pengulangan dan lima variasi
suhu yang digunakan, yaitu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C. Karakteristik biodiesel kemiri sunan tersebut
lalu dibandingkan dengan standar SNI 04-7182-2006. Karakteristik yang diamati adalah rendemen parsial,
rendemen total, densitas, kadar air, bilangan asam, viskositas dan bilangan iod. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa biodiesel kemiri sunan terbaik memiliki karakteristik rendemen total, densitas, kadar air,
bilangan asam, viskositas dan bilangan iod secara berturut-turut adalah 6,55%; 1,036 g/ml; 0%(bb); 0,862
mgKOH/g; 6,241 cSt dan 32,11 gI2/100g. Biodiesel kemiri sunan tersebut dihasilkan dari proses
transesterifikasi dengan suhu tertinggi 65°C.
1. Pendahuluan
Konsumsi bahan bakar dunia semakin meningkat dari tahun ke tahunnya karena terjadi
peningkatan jumlah penduduk dan semakin berkembangnya sektor industri. Bahan bakar yang
selama ini digunakan merupakan bahan bakar yang berbahan baku fosil, dimana bahan baku ini
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terbentuk, sehingga bahan baku ini termasuk bahan
yang tidak dapat diperbaharui.
Sektor industri menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsumsi bahan bakar, dimana pada
sektor industri umumnya mengkonsumsi bahan bakar solar untuk mesin-mesin diesel. Penggunaan
bahan bakar alternatif dapat mengurangi penggunaan bahan bakar berbahan baku fosil. Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif untuk solar. Biodiesel merupakan bahan bakar yang
†
email: asriwidyasanti@gmail.com
9
10 Asri Widyasanti dkk
menggunakan bahan baku minyak nabati. Salah satu bahan pertanian yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber minyak nabati untuk bahan baku biodiesel adalah kemiri sunan.
Pembuatan biodiesel kemiri sunan ini menggunakan dua tahap, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi. Variasi suhu dilakukan pada tahap transesterifikasi untuk mengetahui pengaruh
suhu pada biodiesel yang dihasilkan berdasarkan rendemen, densitas, kadar air, bilangan asam,
viskositas dan bilangan iod biodiesel tersebut. Biodiesel yang dihasilkan dianalisis dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dalam pembuatan biodiesel
kemiri sunan dan suhu terbaik untuk menghasilkan biodiesel kemiri sunan.
2. Eksperimen
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian eksperimental dengan analisis
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini mengamati satu faktor, yaitu suhu dengan
menggunakan tiga kali ulangan pada proses transesterifikasi. Suhu yang digunakan p ada penelitian
adalah 45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C. Biodiesel yang didapat dibandingkan dengan standar
Biodiesel SNI 04-7182-2006. Parameter yang dibandingkan adalah densitas, kadar air, bilangan
asam, viskositas, dan bilangan iod.
Bahan penelitian yang digunakan adalah minyak kasar kemiri sunan, KOH 0,1 N; larutan indikator
fenoltalein 1%; etanol 95%; larutan kloroform; larutan KI 20%; larutan Na 2S203 0,1 N; katalis
H2SO4, 1% w/w; metanol teknis dan aquadest. Adapun alat penelitian yang digunakan diantaranya
mesin pemecah cangkang kemiri sunan, oven konveksi, desikator, hydraulic press, corong pisah,
magnetic stirrer, termometer , waterbath, piknometer, dan viskometer Ostwald.
Pembuatan biodiesel kemiri sunan dimulai dengan tiga proses yaitu proses per siapan bahan, proses
reaksi esterifikasi dan proses reaksi transesterifikasi seperti berikut:
a. Proses Persiapan Bahan
Pada proses ini dilakukan pemecahan cangkang kemiri sunan untuk mendapatkan kernel kemiri
sunan. Selanjutnya kernel kemiri sunan diiris dan dikeringkan dengan oven hingga kadar airya
mencapai <7%. Kernel kemiri sunan disangrai terlebih dahulu sebelum dilakukan pengepresan
dengan hydraulic press secara manual. Hasil akhir yang diperoleh berupa minyak kasar kemiri
sunan.
b. Proses Esterifikasi
Proses esterifikasi dilakukan apabila minyak kasar kemiri sunan memiliki kadar asam lemak
bebas lebih dari 5% [10]. Sehingga proses esterifikasi dapat menurunkan kadar asam lemak
bebas. Metanol dan minyak kasar kemiri sunan dicampur dengan perbandingan molar 6:1 dan
dimasukkan kedalam beaker glass, selanjutnya campuran itu dipanaskan hingga 60 oC. Setelah
itu ditambahkan katalis H2SO4, 1% w/w dan direaksikan selama dua jam. Selanjutkan
campuran dipisahkan dengan corong pisah sehingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas
berupa metanol, air dan asam sulfat, sedangkan lapisan bawah berupa trigliserida.
c. Proses Transesterifikasi
Trigliserida hasil proses esterifikasi dipanaskan hingga 45 oC, selanjutkan dicampur katalis
KOH 1% w/w dan metanol sehingga terbentuk kalium metoksida. Pada suhu 50 oC kalium
metoksida dipanaskan dan diaduk dengan kecepatan putar 350 rpm selama 120 me nit.
Kemudian dilakukan tahapan pemisahan gliserol dari metil ester (biodesel) dengan corong
pisah. Biodiesel yang dihasilkan kemudian masuk ke tahap pencucian dengan aquades dengan
suhu 60-70 oC. Biodiesel selanjutnya dikeringkan pada 60oC selama 60 menit. Prosedur ini
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 11
juga diulang kembali trigliserida dengan pemanasan dengan suhu transesterifikasi 50°C, 55°C,
60°C dan 65°C.
Rendemen merupakan perbandingan antara berat akhir bahan setelah perlakuan dan berat awal
bahan sebelum perlakuan. Rendemen yang diamati dalam penelitian pengolahan kemiri sunan
menjadi biodiesel ini adalah rendemen parsial dan rendemen total. Pengamatan rendemen parsial
dan total ini bertujuan untuk mengetahui kadar bahan yang dihasilkan dari setiap proses yang
dilakukan dalam penelitian ini dan jumlah kebutuhan bahan baku buah kemiri sunan.
Rendemen Parsial
Rendemen parsial pada penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu rendemen pada proses
persiapan bahan, rendemen proses esterifikasi dan rendemen proses transesterifikasi. Dari
pegamatan rendemen ini dapat diketahui kadar bahan yang dihasilkan dari proses -proses tersebut.
Rendemen parsial pembuatan biodiesel kemiri sunan diperlihatkan pada Tabel 1.
Rendemen parsial pada Tabel 1 menunjukkan kadar bahan yang dihasilkan pada setiap proses yang
dilakukan pada penelitian ini. Untuk proses persiapan bahan kadar minyak yang didapat dari buah
kemiri sunan adalah 10,06%. Rendemen tersebut merupakan rendemen total hasil perhitungan dari
rendemen parsial pada proses persiapan bahan. Dimana pada persiapan bahan terdapat proses
pengupasan buah, pengupasan biji, pengecilan ukuran kernel, pengeringan kernel, pengecilan
ukuran kernel setelah pengeringan dan pengepresan kernel. Pada proses esterifikasi kadar
trigliserida dan FAME yang didapat adalah 98,34%. Dan pada proses transesterifikasi pada suhu
45°C, 50°C, 55°C, 60°C dan 65°C menghasilkan kadar biodiesel secara berturut-turut 77,67%;
74,01%; 72,60%; 68,61% dan 65,79%.
Rendemen Total
Rendemen total pada penelitian ini adalah perbandingan antara berat biodiesel kemiri sunan
dengan berat buah kemiri sunan. Lima variasi suhu yang pada proses transesterifikasi
menghasilkan lima jenis biodiesel kemiri sunan. Rendemen total yang didapat pada penelitian ini
diperlihatkan pada Tabel 2.
12 Asri Widyasanti dkk
Tabel 2. Rata-rata Rendemen Total Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi
Keterangan: Nilai rendemen total yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak
berpengaruh nyata
Tabel 2 menunjukkan kadar biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan dari buah kemiri sunan. Ber at
buah kemiri sunan pada Tabel 8 merupakan rata-rata berat buah kemiri sunan yang dibutuhkan
untuk satu sampel biodiesel kemiri sunan. Dimana pada penelitian ini dibutuhkan 15 sampel
biodiesel, sehingga jumlah total kebutuhan biodiesel kemiri sunan adalah 10437,45 gram buah
kemiri sunan.
Proses transesterifikasi pada penelitian ini menghasilkan lima rendemen dari lima variasi suhu
yang digunakan. Lima variasi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi ini diduga
menyebabkan perbedaan rendemen yang didapat. Untuk itu dilakukan analisis RAL terhadap lima
variasi suhu yang digunakan dan rendemen yang didapat. Berdasarkan uji RAL, variasi suhu yang
digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh nyata pada rendemen yang
dihasilkan. Pengujian DMRT juga dilakukan pada rendemen total biodiesel kemiri sunan untuk
mengetahui lebih lanjut pengaruh dari perbedaan suhu yang digunakan.
Rata-rata rendemen total biodiesel kemiri sunan pada Tabel 2 menunjukkan suhu 45°C berbeda
nyata pengaruhnya dengan suhu 60°C dan 65°C. Begitu juga dengan suhu 50°C berbeda nyata
pengaruhnya dengan suhu 65°C. Sedangkan suhu 55°C tidak berbeda nyata pengaruhnya. Hal ini
dilihat dari huruf-huruf yang didapat dalam pengujian DMRT.
Dilihat dari penggunaan suhu terendah 45°C hingga suhu tertinggi 65°C, terjadi penurunan
rendemen yang dihasilkan. Penurunan rendemen ini tidak sesuai dengan penelitian lain dimana
rendemen akan meningkat saat suhu proses transesterifikasi ditingkatkan. Se makin tinggi suhu
pada proses transesterifikasi yang digunakan akan meningkatkan jumlah tumbukan efektif untuk
menghasilkan biodiesel. Sehingga semakin tinggi suhu yang digunakan dapat meningkatkan
rendemen biodiesel yang dihasilkan [3].
Ketidaksesuaian ini diduga karena masih terdapat kandungan air pada trigliserida hasil esterifikasi
minyak kemiri sunan. Dimana proses esterifikasi pada minyak kemiri sunan menghasilkan
trigliserida dan air. Kandungan air yang terdapat pada trigliserida kemiri sunan dapat bereaksi
dengan katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi sehingga dapat mempengaruhi jumlah
katalis. Selain dipengaruhi oleh suhu transesterifikasi yang digunakan, rendemen biodiesel juga
dapat dipengaruhi oleh rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan,
jenis alkohol yang digunakan, lama reaksi, kandungan air, kandungan asam lemak bebas dan
kandungan sabun [4].
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 13
Tabel 3. Rata-rata Densitas Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan SNI
SNI 04-7182-2006
No. Suhu (°C) Densitas (g/ml)
(g/ml)
1 45 1,038 ± 0,001 b
2 50 1,038 ± 0,000 b
3 55 1,036 ± 0,001ab 0,85-0,89
ab
4 60 1,037 ± 0,000
5 65 1,036 ± 0,001 a
Keterangan: Nilai rendemen total yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak
berpengaruh nyata
Densitas biodiesel kemiri sunan berdasarkan Tabel 3 memiliki nilai yang berbeda -beda pada setiap
suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi. Berdasarkan uji analisis RAL, suhu yang
digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh sangat nyata pada densitas biodiesel.
Untuk mengetahui lebih lanjut dilakukan uji lanjutan DMRT.
Uji lanjutan DMRT yang dilakukan pada rata-rata densitas biodiesel kemiri sunan menunjukkan
suhu 45°C pada proses transesterifikasi berbeda nyata pengaruhnya dengan suhu 65°C. Selain itu,
suhu 50°C juga menunjukkan berbeda nyata pengaruhnya dengan suhu 65°C. Sedangkan suhu
yang lainnya tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut uji lanjutan DMRT yang dilakukan.
Densitas biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan lima variasi
suhu ini memiliki nilai yang berbeda-beda. Secara teori, semakin tinggi suhu suatu zat maka akan
semakin kecil densitas zat tersebut. Dimana semakin tinggi suhu zat tersebut, semakin bertambah
juga volume zat tersebut dengan massa yang tetap [8]. Biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini
tidak memiliki kualitas yang baik karena tidak memenuhi standar biodiesel SNI 04 -7182-2006.
Nilai densitas biodiesel menurut standar SNI tersebut adalah 0,85-0,89 g/ml pada suhu 40°C.
Biodiesel dengan densitas yang tidak memenuhi standar dapat menyebabkan kerusakan mesin,
dimana terjadi peningkatan keausan pada mesin dan emisi buangan [2]
Meningkatnya sebagian densitas biodiesel kemiri sunan pada saat suhu ditingkatkan ini diduga
karena masih terdapat kandungan gliserol di dalam biodiesel kemiri sunan tersebut. Dimana
gliserol memiliki nilai densitas yang tinggi yaitu 1,26 g/ml sehingga dapat mempengaruhi densitas
biodiesel kemiri sunan itu sendiri [5]. Proses pemisahan biodiesel dengan gliserol yang tidak
sempurna dapat menyisakan kandungan gliserol pada biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan.
Dimana pada penilitian ini proses pemisahan biodiesel dilakukan secara manual menggunakan
corong pisah.
14 Asri Widyasanti dkk
Pengaruh Perbedaan Suhu Transesterifikasi terhadap Kadar Air Biodiesel Minyak Kemiri
Sunan
Kandungan kadar air dalam biodiesel dapat mempengaruhi kualitas biodiesel. Biodiesel
berkualitas tinggi memiliki kandungan kadar air yang rendah. Menurut SNI 04 -7182-2006, batas
maksimal kadar air pada biodiesel adalah 0,05%. Kadar air basis basah biodiesel kemiri sunan
yang didapat dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kadar Air Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan standar SNI
Kandungan kadar air biodiesel kemiri sunan tidak sama pada lima suhu proses transesterifikasi.
Untuk mengetahui apakah perbedaan suhu yang digunakan berpengaruh nyata pada kadar air
biodiesel, maka dilakukan uji analisis RAL. Berdasarkan uji analisis RAL dan DMRT, suhu-suhu
yang digunakan pada proses transesterifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kadar
air biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan.
Kadar air biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini memenuhi standar SNI 04 -7182-2006. Pada
Tabel 4 menunjukkan kadar air biodiesel kemiri sunan mengalami penurunan saat suhu proses
transesterifikasi ditingkatkan. Sehingga semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kandungan air
yang terkandung pada minyak pun akan semakin banyak yang teruapkan. Perbeda an nilai titik
didih pada air dan biodiesel menyebabkan tidak terjadinya penguapan secara bersamaan. Air yang
memiliki titik didih lebih rendah akan teruapkan lebih cepat. Rendahnya kandungan kadar air
dalam biodiesel dapat mencegah terjadinya hidrolisis yang dapat meningkatkan kadar asam lemak
[9].
Tabel 5. Bilangan Asam Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan Standar SNI
No. Suhu (°C) Bilangan Asam (mgKOH/g) SNI 04-7182-2006 (mgKOH/g)
a
1 45 0,945±0,137
2 50 1,008±0,161a
3 55 0,849±0,022a ≤0,80
4 60 0,847±0,128a
5 65 0,862±0,036a
Keterangan: Nilai bilangan asam yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak
berpengaruh nyata
Pengaruh Suhu Dalam Proses Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel Kemiri Sunan (Reautealis trisperma) 15
Nilai bilangan asam yang dihasilkan dari proses transesterifikasi pembuatan biodiesel kemiri sunan
ini dilanjutkan dengan uji analisis RAL. Uji ini bermaksud untuk mengetahui apakah lima suhu
yang digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh nyata pada perbedaan nilai
bilangan asam yang dihasilkan. Hasil uji RAL dan DMRT menunjukkan bahwa perbeda an suhu
yang digunakan pada proses transesterifikasi tidak berpengaruh nyata pada bilangan asam
biodiesel kemiri sunan yang dihasilkan.
Tabel 5 menunjukkan bilangan asam biodiesel kemiri sunan tidak memenuhi standar SNI 04 -7182-
2006. Hal ini diduga karena katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi tidak
bereaksi dengan sempurna. Apabila pada trigliserida kemiri sunan yang digunakan terdapat air sisa
proses esterifikasi, maka katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi akan menye rap
air dan tidak bekerja secara maksimal [6].
Keterangan: Nilai viskositas yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak berpengaruh
nyata
Nilai viskositas yang didapat dari lima variasi suhu transesterifikasi pada Tabel 6 dilakukan uji
RAL. Uji RAL ini bertujuan untuk mengetahui apakah lima variasi suhu yang digunakan
memberikan pengaruh nyata pada viskositas biodiesel atau tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan
hasil uji RAL dan DMRT yang dilakukan perbedaan suhu yang digunakan saat proses
transesterifikasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan.
menjadi tetesan yang lebih besar. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan deposit dan emisi bahan
bakar [9].
Biodiesel kemiri sunan pada penelitian ini menggunakan lima variasi suhu pada saat proses
transesterifikasi. Dimana suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah 45°C, 50°C, 55°C, 60°C
dan 65°C. Lima variasi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi menghasilkan bilangan
iod yang berbeda-beda. Untuk mengetahui pengaruh dari lima suhu yang digunakan pada
penelitian ini dilakukan pengujian RAL.
Biodiesel dengan kualitas yang baik menurut standar SNI 04-7182-2006 memiliki nilai bilangan
iod maksimal 115 gI 2/100g. Bilangan iod menunjukkan banyaknya iod yang diikat oleh asam
lemak tidak jenuh atau banyaknya ikatan rangkap [1]. Bilangan iod biodiesel kemiri sunan pada
penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Bilangan Iod Biodiesel Kemiri Sunan pada Berbagai Suhu Transesterifikasi dengan Perbandingan Standar SNI
No. Suhu (°C) Bilangan Iod (gI2/100g) SNI 04-7182-2006 (gI2/100g)
1 45 35,54±0,64b
2 50 39,09±0,58c
3 55 42,38±0,93 ≤115
4 60 33,91±0,51b
5 65 32,11±0,68a
Keterangan: Nilai bilangan iod yang memiliki huruf superscript yang sama menandakan perlakuan suhu tidak berpengaruh
nyata
Hasil uji RAL menunjukkan bahwa variasi suhu yang digunakan saat proses transesterifikasi
memberikan pengaruh sangat nyata. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan suhu yang
memberikan pengaruh nyata pada bilangan iod biodiesel dilakukan uji lanjutan DMRT. Bilangan
iod pada Tabel 7 menunjukkan suhu perlakuan yang berbeda nyata pengaruhnya. Hal itu dapat
dilihat dari huruf yang mengikuti di belakang bilangan iod setiap suhu. Suhu 45°C p ada proses
transesterifikasi berbeda nyata pengaruhnya dengan suhu 50°C, 55°C dan 65°C. Sedangkan suhu
60°C tidak berbeda nyata dengan suhu 45°C pada proses transesterifikasi.
Penggunaan lima variasi suhu pada saat proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan
bilangan iod yang berbeda-beda. Hal ini dapat menunjukkan dengan perbedaan suhu yang
digunakan pada proses transesterifikasi dapat mempengaruhi jumlah ikatan rangkap dalam asam
lemak biodiesel sehingga terjadi perbedaan nilai bilangan iod biodiesel tersebut. Semakin tinggi
ketidakjenuhan pada suatu biodiesel, maka cloud point dan titik tuang akan semakin rendah. Tetapi
dengan tingginya ketidakjenuhan suatu biodiesel juga dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya
pembentukan asam lemak bebas [10].
terhadap variasi suhu yang digunakan. Rekapitulasi hasil terbaik uji dan analisis fisiko kimia
biodiesel kemiri sunan diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil uji dan Analisis Fisiko Kimia Biodiesel Kemiri Sunan
Suhu (°C)
Karakteristik Standar
45 50 55 60 65
Rendemen
7,76 7,31 7,15 6,72 6,55 Rendemen tertinggi
(%)
Densitas
1,038 1,038 1,036 1,037 1,036 Densitas terendah
(g/ml)
Kadar air
0,118 0,017 0,006 0 0 Kadar air terendah
(%)
Bilangan asam
0,945 1,008 0,849 0,847 0,862 Bilangan asam terendah
(mgKOH/g)
Viskositas
5,908 6,005 5,976 5,991 6,241 Viskositas terendah
(cSt)
Bilangan iod
35,54 39,09 42,38 33,91 32,11 Bilangan iod terendah
(gI2/100g)
(Nilai terbaik)
Tabel 8 menunjukkan nilai-nilai dari karakteristik fisiko kimia yang diuji pada penelitian ini
dengan lima variasi suhu. Berdasarkan Tabel 8 di atas, suhu terbaik yang digunakan saat proses
transesterifikasi pada penelitian ini adalah 65°C. Dimana pada suhu tersebut menghasilkan nilai
densitas, kadar air dan bilangan iod terendah. Selain itu, penggunaan suhu transesterifikasi 65°C
memberikan pengaruh nyata pada rendemen, densitas dan bilangan iod. Berdasarkan hasil tersebut,
suhu proses transesterifikasi tertinggi pada penelitian ini menghasilkan hasil terbaik.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan pada biodiesel kemiri sunan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji RAL yang dilakukan, variasi suhu yang digunakan pada proses
transesterifikasi kemiri sunan memberikan pengaruh nyata pada rendemen, biodiesel
kemiri sunan.
2. Variasi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi memberikan pengaruh sangat
nyata pada densitas dan bilangan iod kemiri sunan
3. Kadar air, bilangan asam dan viskositas tidak dipengaruhi oleh variasi suhu yang
digunakan
4. Suhu terbaik yang digunakan pada proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel
kemiri sunan adalah 65°C.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih kami sampaikan kepada Universitas Padjadjaran yang telah memberikan dukungan
dana pada penelitian Bioenergi dari Kemiri Sunan.
18 Asri Widyasanti dkk
Daftar Pustaka
1. Dewi, M. T. I. dan Hidajati, N., Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah Menggunakan
Adsorben Bentonit Teraktivasi. UNESA Journal of Chemistry. Vol 1, No. 2, 2012, 47-53
2. Nurdiansyah dan Redha, A., Efek Lama Maserasi Bubuk Kopra Terhadap Rendemen, Densitas
dan Bilangan Asam Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Transesterifikasi In Situ, Jurnal
Belian. Vol. 10, No. 2, 2011, 218-224
3. Prihanto, Antonius, Pramudono, B. dan Santosa, H., Peningkatan Yield Biodiesel dari Minyak
Biji Nyamplung melalui Transesterifikasi Dua Tahap, Jurnal Momentum. Vol 9, No. 2, 2013,
46-53.
4. Priyanto, U., Menghasilkan Biodiesel Jarak Pagar Berkualitas. Jakarta: Agromedia Pustaka,
2007.
5. Putra, R. P., Wibawa, Gria, A., Pantjawarni dan Mahfud, Pembuatan Biodiesel Secara Batch
dengan Memanfaatkan Gelombang Mikro, Jurnal Teknik ITS. Vol. 1, No. 1, 2012, 34-37.
6. Rahayu, M., Teknologi Proses Produksi Biodiesel, 2005. Diakses melalui
http://www.reocities.com/markal_bppt/publish/biofbbm/biraha.pdf pada tanggal 10 April 2016
pukul 16.48.
7. Santoso, Nidya, Pradana F. dan Rachimoellah, H. M., Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji
Kapuk Randu (Ceiba Pentandra) Melalui Proses Transesterifikasi dengan Menggunakan CaO
Sebagai Katalis, 2010. Diakses melalui http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-23912-
2307100108-Paper.pdf pada tanggal 8 April 2016 pukul 16.48.
8. Setiorini, I. dan Zuhri, A. A., Massa Jenis Padat Bentuk Tak Kontinyu dan Zat Cair, Laporan
Seminar Fisika Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya, 2010.
9. Syamsidar, Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah, Jurnal Tekno Sains.
Vol 7, No. 2, 2013, 209-218.
10. Sudrajat, R., S. Yogie, D. Hendra dan D. Setiawan, Pembuatan Biodiesel Biji Kepuh dengan
Proses Transesterifikasi, Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 28, No. 2, 2010, 145-155.