Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah denagn judul “Malpractice :
Tindakan Operasi yang dilakukan Oleh Perawat” ini selesai pada waktunya. Dalam meyusun
makalah ini, kami menyadari bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari beberapa pihak.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
Untuk itu kami pada kesempatan kali ini, iznkan kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. DR. Hj.Tri Kurniati SKp.M Kep., selaku koordinator dan dosen mata ajar Etika dan
Aspek Legal dalam keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
2. Teman-teman kelompok 3 atas kerjasamanya yang sangat baik, hingga tersusun tugas
pembuatan makalah selesai tepat waktu.
3. Teman-teman mahasiswa Program Magister Keperawatan Muhammadiyah Jakarta atas
support dan kerjasamanya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kelompok Etika dan Aspek Legal
Keperawatan. Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membuat makalah ini.
Jika masih terdapat kekurangan maka kami mengaharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
para pembaca semuanya. Amin.

Jakarta, Oktober 2019

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar ............................................................................................... 1

Daftar Isi.......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 3


1.1 Latar Belakang............................................................................................ 5
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 5

BAB II MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN............................... 6


2.1 Kelalaian .................................................................................................... 6
2.2 Malpraktek................................................................................................. 7
2.3 Jenis-Jenis Malpraktek .............................................................................. 9
2.4 Malpraktek Dalam Keperawatan ............................................................... 10
2.5 Kajian Etika Dan Hukum Terhadap Malpraktek Keperawatan ................. 12
2.6 Keselamatan Pasien (Patient Safety) ......................................................... 13
2.7 Upaya Pencegahan Malpraktek ................................................................. 14

BAB III KASUS MALPRACTICE DAN PEMBAHASAN........................ 17


3.1 Kasus ......................................................................................................... 17
3.2 Analisa Kasus ............................................................................................ 18

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 20
4.2 Saran .......................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat
pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu
perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek
keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas
terhadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat
(4), Pasal 53 ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di
pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi
yang juga menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya
tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada
hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di
Indonesia. Disamping itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial
ekonomi yang semakin baik, termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi
yang berdampak pada tuntutan pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial
yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini
yaitu “Etika Profesi”.

3
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan
yang dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki
kode etik keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan
keputusan MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia.

Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian


untuk mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat
diperoleh oleh tenaga keperawatan yang professional.

Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa


memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap
klien ( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang
merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap
praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.

Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan


yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa
mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila
pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek
keperawatan.kejadian ini di kenal dengan malpraktek.

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan
dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum
disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga
perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan
praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk
menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya
juga berbeda.

4
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan
hukum yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga
sebagai perawat nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa
memperhatikan kedua aspek tersebut

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian malpraktek
2. Apa pengertian malpraktek dalam keperawatan
3. Apa dasar hukum yang berkaitan dengan malpraktek
4. Bagaimana cara mencegah terjadinya malpraktek
5. Bagaimana contoh kasus malpraktek Keperawatan

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek
2. Untuk mengetahui pengertian malpraktek dalam keperawatan
3. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan malpraktek
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah terjadinya malpraktek
5. Untuk mengetahui bagaimana contoh kasus malpraktek keperawatan

5
BAB II
MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN

Terdapat dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktek,
yaitu kelalaian (Negligence) dan malpaktek (Malpractice) itu sendiri.
2.1 Kelalaian
Kelalaian berarti melakukan sesuatu di bawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko
melakukan kesalahan (Keeton, 1998). Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa
kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hatinya melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hatinya tidak akan melakukannya. Sementara
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk melakukan
sesuatu yang umumnya seseorang yang wajar dan hati-hati akan melakukannya di dalam
keadaan tersebut.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian tersebut
tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat
menerimanya (Hanafiah dan Amir, 1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan
kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini ini
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga
kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban.
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian
yang setidaknya menurunkan Proximate cause
Dari beberapa pengertian di atas dapat difahami bahwa kelalaian merupakan bentuk
ketidaksengajaan, kurang hati-hati, kurang peduli dengan kepentingan orang lain,
namun akibat yang ditimbulkan bukan merupakan tujuannya.

6
2.2 Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan
atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat
diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip
transparansi atau keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang
pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun
pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Malpraktek (malpractice) adalah kelalaian dalam melakukan pelayanan professional
atau kegiatan yang dilakukan oleh orang yang bukan professional
dibidangnya.(Dr.Anwar, K. 2015)
Malpraktek adalah kegagalan seorang profesional untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W,1995)
Definisi mengenai istilah malpraktik secara baku ataupun kesepakan resmi sampai
saat ini sebenarnya belum ada. Wirawan (2004) menyatakan bahwa malpraktik pada
dasarnya adalah suatu tindakan tenaga profesional yang bertentangan dengan standard
operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang (baik disengaja
maupun akibat kelalaian), yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain yang
memerlukan bantuan.
Hal serupa diutarakan oleh J. Guwandi dengan mengutip Blacks Law Dictionary,
Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam
ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap
tindak dari para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan
pelayanan profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian

7
yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu,
sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan
tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di
dalamnya setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang
tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal
atau sikap immoral.
Any professional misconduct, unreasonable lack of skill. This term is usually applied
to such conduct by doctors, lawyers, and accountants. Failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied
under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member
of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those
entitled to rely upon them. It is any professional misconduct, unreasonable lack of skill
or fidelity in professional or judiciary duties, evil practice, or illegal or immoral conduct.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktek bersifat lebih spesifik dan
terkait dengan status profesional seseorang. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan
bahwa malpraktek merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian yang ditujukan
kepada seseorang yang terlatih atau berpendidikan dalam kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekerjaannya.
Kelalaian memang bisa masuk di dalam pengertian malpraktek, tetapi tidak semua
malpraktek merupakan bentuk kelalaian. Malpraktek bersifat lebih luas daripada
kelalaian, karena dalam malpraktek bisa mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja (criminal malpractice) atau melanggar hukum dan Undang-undang.
Artinya di dalam malpraktek bisa jadi tersirat adanya motif (guilty mind).
Untuk menentukan secara pasti sebuah tindakan itu adalah malpraktik, maka harus
terpenuhi hal-hal berikut ini :
a. Peristiwa terjadi saat pelaku sedang menjalankan tugasnya.
b. Adanya penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku terhadap
kewajiban profesionalnya.
c. Adanya cedera yang dialami korban.
d. Cedera yang terjadi merupakan akibat langsung dari tindakan salah yang dilakukan
pelaku.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktek adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
profesional

8
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang profesional dengan
kata lain melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan peraturan atau perundang-undangan.

2.3 Jenis-Jenis Malpraktek


MalpraktekSesuai bidang hukum yang dilanggar maka malpraktek dikategorikan
menjadi 3 jenis, yaitu:
2.3.1 Criminal Malpractice
Malpractice Criminal practice merupakan pelanggaran terhadap hukum yang
berlaku. Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu:
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intentional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka
rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya
kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa
tempatnya bernaung.
2.3.2 Civil Malpractice
Civil Practice merupakan pelanggaran terhadap kode etik profesi. Seorang
tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati
(ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.

9
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi
dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability.
Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam
rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
2.3.3 Administrative Malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek),
batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.

2.4 Malpraktek Dalam Keperawatan


Sesuai pengertian malpraktek yang dikemukakan oleh Ellis dan Hartley (1998) maka
Malpraktek dalam keperawatan adalah suatu batasan yang digunakan untuk
menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya
perawat, dokter, atau penasihat hukum.
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik,
apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau
setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar
profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban
berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.

10
Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam
memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat
dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk
dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen
dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan
malpraktik.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan
tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut :
2.4.1 Assessment errors
termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara
adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data
hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar
secara komprehensif dan mendasar.
2.4.2 Planning errors
ErrorsAdalah kesalahan dalam melakukan perencanaan asuhan keperawatan.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam
rencana keperawatan.

11
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang
telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang
tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk
mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam
membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik.
Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas
berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh
pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi
yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
2.4.3 Intervention errors
Termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan
kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan
dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive
therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada
tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik
di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.

2.5 Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Keselamatan pasien (Patient safety) adalah suatu sistim dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, termasuk assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisi insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistim ini mencegah terjadinya resiko cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya dilakukan ( DepKes RI, 2006 ).

12
Menurut Kohn.Corrigan & Donaldson (2000), patien safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan atau suatu sistim dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil iputi pengenalan
resiko, identifikasi dan tindakan yang seharusnya diambil. Sistim tersebut meliputi
pengenalan resiko, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk memnimilkan resiko.
Tujuan pasien safety rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan
agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat
ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat
terjadinya resiko yang sebenarnya dapatdicegah. Tujuan sistim keselamatan pasien di
rumah sakit adalah :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap psien dan masyarakat.
c. Menurunnya KTD d rumah sakit
d. Terlaksananya Program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggunangan KTD.

Tujuan Keselamatan Pasien secara Internasional :

1. Mengidentifikasi pasien secara benar


2. Meningkatkan komunikasi secara efektif
3. Meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi
4. Mengeliminasi kesalahan penempatan , kesaslahana pengenalan pasien, kesalahan
prosedur.
5. Mengurangi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
6. Mengurangi resiko pasien terluka karena jatuh.

2.6 Kajian Etika Dan Hukum Terhadap Malpraktek Keperawatan


Keperawatan Apabila terjadi malpraktek dalam bidang keperawatan maka secara
umum kejadian malpraktek tersebut dapat ditinjau dari dasar hukum dan etika yang
bersumber kepada Kode Etik Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Undang-undang
Keperawatan, dan Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

13
2.7 Upaya Pencegahan Malpraktek
Meskipun kelalaian dan malpraktek bisa terjadi karena ketidaksengajaan namun hal
tersebut sesungguhnya dapat dicegah dengan tindakan-tindakan yang terencana dan
sistematis. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh seorang perawat untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya malpraktek keperawatan, yaitu:
2.7.1 Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan
kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan
yang dimiliki maka berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal
yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau
berdiskusi dengan teman sekerja/kolega. Apabila berhubungan seorang
supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan
menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk
itu. Jangan menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang
ada tidak dapat dipenuhi.
2.7.2 Beradaptasi Terhadap Tugas Yang Diemban
Tenaga keperawatan yang diberikan tugas pada suatu unit perawatan dimana dia
merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut,
maka sebaiknya perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di
unit tersebut. Perawat perlu berkonsultasi dengan perawat senior yang ada di unit
tersebut
2.7.3 Mengikuti Kebijakan Dan Prosedur
Yang Ditetapkan Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu
mempertimbangkan kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti
kebijakan dan prosedur yang berlaku secara cermat, misalnya
kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
2.7.4 Mengevaluasi Kebijakan Dan Prosedur
Yang BerlakuIlmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis
artinya berkembang secara terus menerus. Dalam perkembangannya,
kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada diperlukan guna menyesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu itu ada kebutuhan untuk
menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu
merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan
mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.

14
2.7.5 Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan
kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh
perawat merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan.
Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang
dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan penilaian
terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang medukung suatu
tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan
diperlukan secara jelas, benar, dan tepat sehingga dapat dipahami.

Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya


malpraktik, sebagai berikut:
1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri.
Layani pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
2. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan
yang tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat
mempunyai kewajiban untuk menyusun pengkajian dan melaksanakan
pengkajian dengan benar.
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap
tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi
pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan masukan
yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,
masalah itu ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang
meragukan atau tidak tepat sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan
pasien. Terima perintah dengan jelas dan tertulis.
5. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga
pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti
perkembangan yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan bekerjalah
berdasarkan pedoman yang berlaku.
6. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan.
Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan keperawatan.

15
8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan
keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin
fakta yang anda observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan
kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing.
Jangan pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab
yang tidak dapat anda tangani.

16
BAB III
KASUS MALPRACTICE DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus
An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu. Kejadian ini
bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang dilakukan oleh perawat.
An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F yang baru setahun buka dengan
mengontrak salah satu rumah warga di Kampung Krompol, Desa Paya Bagas, Kec.
Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B
berusia 4 tahun, mengalami benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian
punggungnya. Benjolan itu sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan,
dr. F menyarankan agar benjolan itu sebaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun
menyetujui dilakukannya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada tanggal 12
September 2004.
Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan operasi
bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan sejawatnya, dokter
bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing tinggi yang ternyata adalah seorang
perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi bersama temannya bernama Ai. Pada
saat operasi berlangsung, dr.F tidak ikut membantu, tetapi hanya menyaksikan bersama
dengan keluarga pasien. Operasi berlangsung sekitar 30 menit. Benjolan yang ada di
punggung An. B akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada benjolan yang
telah dibuang itu mengalami perdarahan, sehingga penyembuhan luka cukup lama
sampai memakan waktu enam bulan.
Beberapa bulan setelah operasi, tubuh An. B menjadi lemas dan kaku, bahkan kedua
kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan. An. B hanya dapat berbaring dan duduk di
rumahnya sambil menjalani proses pengobatan. Setelah 6 bulan melakukan operasi
kepada An.B, klinik dr. F ditutup dan tidak beroperasi lagi. Perawat Ag sempat
membantu biaya pengobatan sebanyak 2 kali, tetapi setelah itu sudah tidak pernah
kelihatan lagi. Sejak saat itu, An. B tidak bisa lagi bermain dengan anak-anak seusianya.
Sampai sekarang, kedua kaki An. B lumpuh, timbul tulang di telapak kaki kiri, telapak
kaki kanan berlubang, kencing bernanah dan susah buang air besar. Pihak keluarga
akhirnya mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres Tebing Tinggi,
karena dugaan telah melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses hukum atas kasus

17
ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi (Sumber: Posmetro
Medan & KPK Pos)

3.2 Analisa Kasus


3.2.1 Berdasarkan Konsep Malpraktik
Kasus diatas merupakan salah satu bentuk malpraktik keperawatan, karena telah
memenuhi keempat kriteria (duty, breach of the duty, injury, causation), yaitu :
a. Perawat Ag berkewajiban melakukan tugasnya sebagai seorang perawat
sesuai dengan kewenangannya. Perawat tersebut melakukan hal di luar
kewenangan profesinya dan melakukan kewenangan profesi lain (dokter).
b. Perawat Ag gagal melakukan tanggung jawabnya sesuai standar profesi
perawat dimana kewajiban perawat melaksanakan asuhan keperawatan yang
holistik.
c. Perawat Ag membuat pasien menderita cedera fisik dan perdarahan.
d. Tindakan operasi mandiri Perawat Ag mendatangkan akibat yang buruk bagi
pasien yaitu pasien harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu yang
lama serta mengalami kelumpuhan.
3.2.2 Berdasarkan Kajian Hukum
a. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB III Hak dan Kewajiban
dalam Pasal 4 bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Dalam hal ini klien
berhak mendapatkan pengobatan guna mendapatkan kesehatan dan setiap
orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, serta terjangkau. Pada kasus An. B klien tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau karena klien
mengalami luka yang mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. Hal ini
membuat pengobatan klien semakin lama dan biaya yang dikeluarkan
semakin besar.
b. UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
1. Pasal32 ayat 2 menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang tindakan
medis kepada perawat dapat dilakukan secara delegatif dan mandat.
Selanjutnya, pada penjelasan ayat 4 dapat diketahui bahwa tindakan
medis yang dapat dilimpahkan secara delegatif adalah menyuntik,
memasang infus, dan memberikan imunisasi sedangkan secara mandat
yaitu pemberian terapi parenteral dan penjahitan luka. Berdasarkan kasus

18
diatas, Perawat Ag telah melakukan tindakan pembedahan, tindakan
tersebut di luar kewenangan yang diperbolehkan dalam UU
Keperawatan.
2. Pasal 36 menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktek
keperawatan, berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang
bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, profesi, SPO, atau
ketentuan peraturan perundang undangan. Sesuai dengan kode etik
keperawatan (PPNI, 2005), perawat juga berhak menolak tindakan
operasi secara mandiri yang bertentangan dengan kode etik keperawatan
antara perawat dan teman sejawat. Perawat harus bertindak melindungi
klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
3. Pasal 37 poin (f) menjelaskan bahwa perawat dalam melaksanakan
praktik keperawatan berkewajiban melaksanakan tindakan pelimpahan
wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi
perawat. Pelayanan keperawatan berdasarkan standar kompetensi
perawat Indonesia merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek
etik legal dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan
tersebut meliputi kegiatan prosedural, pengambilan keputusan klinik
yang memerlukan analisi kritis serta kegiatan advokasi dengan
menunjukkan perilaku caring. Berdasarkan kasus diatas, perawat tidak
melakukan pelayanan keperawatan sesuai ranah kompetensi praktik
profesional, etis, legal dan peka budaya (PPNI, 2005).

Malprakek yang dilakukan oleh perawat Ag akan memberikan dampak


yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada institusi
pemberi pelayanan keperawatan, individu perawat pelaku malpraktek dan
terhadap profesi. Secara hukum Perawat Ag dapat dikenakan gugatan hukum
pidana dan perdata, sedangkan secara profesi Perawat Ag dapat dikenakan
sanksi disiplin profesi perawat yang akan dikeluarkan oleh Konsil
Keperawatan.

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat
kompleks karena berbagai faktor yang terkait di dalamnya. Saat ini perawat
diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan kelalaian
akan dihadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi pelayanan
kesehatan, dan tuntutan hukum. Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan
malpraktik karena tidak didukung oleh kemampuan yang memadai (profesional dalam
bidangnya), banyak mengerjakan tindakan kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin
bukan bidang pekerjaannya sebagai layaknya seorang perawat profesional.

4.2 Saran
Sebagai perawat profesional dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya
dengan mengikuti perkembangan yang terjadi baik oleh karena perkembangan IPTEK
khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat. Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk
meningkatkan mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya.
Operasionalisasi kegiatan organisasi PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di
Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Komisariat Instituasi pendidikan sebagai lembaga
yang menghasilkan tenaga keperawatan profesional bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan cara mengembangkan dan
mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum institusi, menyediakan
segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan. Demikian
pula perlu didukung tersedianya lahan praktik yang memungkinkan
mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang
mendukung.

20
DAFTAR PUSTAKA

- Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC.Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi
Praktik Perawat.
- ANN HELM,RN, MS, JD.2005 MALPRAKTIK KEPERAWATAN. Jakarta: EGC
- Kurniadi, A. (2016). Etika dan Hukum Keperawatan. Jakarta:Penerbit FK.UI
- Narrullah, D. (2014). Etika dan Hukum Keperawatan untuk Mahasiswa dan Praktisi
Keperawatan. Jakarta: TIM
- Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.Undang-
undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.
- Polina, V.BR.G (2017). Skripsi Penanggulangan Malpraktek yang dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan. Diakses tanggal 20 Oktober 2019
- Undang-undang Republik Indonesia tahun nomor 38 tahun 2014 tentang
KeperawatanChristian Nordqvist (2014), What is Medical Malpractice?.
http://www.medicalnewstoday.com. Nopember 2014
- https://www.academia.edu/9293545/makalah_malpraktek diakses tanggal 20
Oktober 2019

21

Anda mungkin juga menyukai