Puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah denagn judul “Malpractice :
Tindakan Operasi yang dilakukan Oleh Perawat” ini selesai pada waktunya. Dalam meyusun
makalah ini, kami menyadari bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari beberapa pihak.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
Untuk itu kami pada kesempatan kali ini, iznkan kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. DR. Hj.Tri Kurniati SKp.M Kep., selaku koordinator dan dosen mata ajar Etika dan
Aspek Legal dalam keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
2. Teman-teman kelompok 3 atas kerjasamanya yang sangat baik, hingga tersusun tugas
pembuatan makalah selesai tepat waktu.
3. Teman-teman mahasiswa Program Magister Keperawatan Muhammadiyah Jakarta atas
support dan kerjasamanya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kelompok Etika dan Aspek Legal
Keperawatan. Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membuat makalah ini.
Jika masih terdapat kekurangan maka kami mengaharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
para pembaca semuanya. Amin.
Kelompok 3
1
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi.......................................................................................................... 2
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 20
4.2 Saran .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan
yang dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki
kode etik keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan
keputusan MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan
dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum
disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga
perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan
praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk
menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya
juga berbeda.
4
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan
hukum yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga
sebagai perawat nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa
memperhatikan kedua aspek tersebut
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek
2. Untuk mengetahui pengertian malpraktek dalam keperawatan
3. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan malpraktek
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah terjadinya malpraktek
5. Untuk mengetahui bagaimana contoh kasus malpraktek keperawatan
5
BAB II
MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
Terdapat dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktek,
yaitu kelalaian (Negligence) dan malpaktek (Malpractice) itu sendiri.
2.1 Kelalaian
Kelalaian berarti melakukan sesuatu di bawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko
melakukan kesalahan (Keeton, 1998). Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa
kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hatinya melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hatinya tidak akan melakukannya. Sementara
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk melakukan
sesuatu yang umumnya seseorang yang wajar dan hati-hati akan melakukannya di dalam
keadaan tersebut.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian tersebut
tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat
menerimanya (Hanafiah dan Amir, 1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan
kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini ini
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga
kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban.
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian
yang setidaknya menurunkan Proximate cause
Dari beberapa pengertian di atas dapat difahami bahwa kelalaian merupakan bentuk
ketidaksengajaan, kurang hati-hati, kurang peduli dengan kepentingan orang lain,
namun akibat yang ditimbulkan bukan merupakan tujuannya.
6
2.2 Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan
atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat
diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip
transparansi atau keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang
pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun
pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Malpraktek (malpractice) adalah kelalaian dalam melakukan pelayanan professional
atau kegiatan yang dilakukan oleh orang yang bukan professional
dibidangnya.(Dr.Anwar, K. 2015)
Malpraktek adalah kegagalan seorang profesional untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W,1995)
Definisi mengenai istilah malpraktik secara baku ataupun kesepakan resmi sampai
saat ini sebenarnya belum ada. Wirawan (2004) menyatakan bahwa malpraktik pada
dasarnya adalah suatu tindakan tenaga profesional yang bertentangan dengan standard
operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang (baik disengaja
maupun akibat kelalaian), yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain yang
memerlukan bantuan.
Hal serupa diutarakan oleh J. Guwandi dengan mengutip Blacks Law Dictionary,
Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam
ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap
tindak dari para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan
pelayanan profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian
7
yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu,
sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan
tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di
dalamnya setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang
tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal
atau sikap immoral.
Any professional misconduct, unreasonable lack of skill. This term is usually applied
to such conduct by doctors, lawyers, and accountants. Failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied
under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member
of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those
entitled to rely upon them. It is any professional misconduct, unreasonable lack of skill
or fidelity in professional or judiciary duties, evil practice, or illegal or immoral conduct.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktek bersifat lebih spesifik dan
terkait dengan status profesional seseorang. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan
bahwa malpraktek merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian yang ditujukan
kepada seseorang yang terlatih atau berpendidikan dalam kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekerjaannya.
Kelalaian memang bisa masuk di dalam pengertian malpraktek, tetapi tidak semua
malpraktek merupakan bentuk kelalaian. Malpraktek bersifat lebih luas daripada
kelalaian, karena dalam malpraktek bisa mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja (criminal malpractice) atau melanggar hukum dan Undang-undang.
Artinya di dalam malpraktek bisa jadi tersirat adanya motif (guilty mind).
Untuk menentukan secara pasti sebuah tindakan itu adalah malpraktik, maka harus
terpenuhi hal-hal berikut ini :
a. Peristiwa terjadi saat pelaku sedang menjalankan tugasnya.
b. Adanya penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku terhadap
kewajiban profesionalnya.
c. Adanya cedera yang dialami korban.
d. Cedera yang terjadi merupakan akibat langsung dari tindakan salah yang dilakukan
pelaku.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktek adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
profesional
8
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang profesional dengan
kata lain melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan peraturan atau perundang-undangan.
9
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi
dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability.
Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam
rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
2.3.3 Administrative Malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek),
batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.
10
Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam
memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat
dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk
dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen
dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan
malpraktik.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan
tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut :
2.4.1 Assessment errors
termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara
adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data
hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar
secara komprehensif dan mendasar.
2.4.2 Planning errors
ErrorsAdalah kesalahan dalam melakukan perencanaan asuhan keperawatan.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam
rencana keperawatan.
11
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang
telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang
tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk
mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam
membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik.
Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas
berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh
pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi
yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
2.4.3 Intervention errors
Termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan
kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan
dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive
therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada
tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik
di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
12
Menurut Kohn.Corrigan & Donaldson (2000), patien safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan atau suatu sistim dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil iputi pengenalan
resiko, identifikasi dan tindakan yang seharusnya diambil. Sistim tersebut meliputi
pengenalan resiko, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk memnimilkan resiko.
Tujuan pasien safety rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan
agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat
ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat
terjadinya resiko yang sebenarnya dapatdicegah. Tujuan sistim keselamatan pasien di
rumah sakit adalah :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap psien dan masyarakat.
c. Menurunnya KTD d rumah sakit
d. Terlaksananya Program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggunangan KTD.
13
2.7 Upaya Pencegahan Malpraktek
Meskipun kelalaian dan malpraktek bisa terjadi karena ketidaksengajaan namun hal
tersebut sesungguhnya dapat dicegah dengan tindakan-tindakan yang terencana dan
sistematis. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh seorang perawat untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya malpraktek keperawatan, yaitu:
2.7.1 Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan
kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan
yang dimiliki maka berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal
yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau
berdiskusi dengan teman sekerja/kolega. Apabila berhubungan seorang
supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan
menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk
itu. Jangan menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang
ada tidak dapat dipenuhi.
2.7.2 Beradaptasi Terhadap Tugas Yang Diemban
Tenaga keperawatan yang diberikan tugas pada suatu unit perawatan dimana dia
merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut,
maka sebaiknya perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di
unit tersebut. Perawat perlu berkonsultasi dengan perawat senior yang ada di unit
tersebut
2.7.3 Mengikuti Kebijakan Dan Prosedur
Yang Ditetapkan Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu
mempertimbangkan kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti
kebijakan dan prosedur yang berlaku secara cermat, misalnya
kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
2.7.4 Mengevaluasi Kebijakan Dan Prosedur
Yang BerlakuIlmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis
artinya berkembang secara terus menerus. Dalam perkembangannya,
kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada diperlukan guna menyesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu itu ada kebutuhan untuk
menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu
merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan
mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
14
2.7.5 Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan
kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh
perawat merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan.
Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang
dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan penilaian
terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang medukung suatu
tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan
diperlukan secara jelas, benar, dan tepat sehingga dapat dipahami.
15
8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan
keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin
fakta yang anda observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan
kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing.
Jangan pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab
yang tidak dapat anda tangani.
16
BAB III
KASUS MALPRACTICE DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu. Kejadian ini
bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang dilakukan oleh perawat.
An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F yang baru setahun buka dengan
mengontrak salah satu rumah warga di Kampung Krompol, Desa Paya Bagas, Kec.
Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B
berusia 4 tahun, mengalami benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian
punggungnya. Benjolan itu sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan,
dr. F menyarankan agar benjolan itu sebaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun
menyetujui dilakukannya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada tanggal 12
September 2004.
Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan operasi
bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan sejawatnya, dokter
bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing tinggi yang ternyata adalah seorang
perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi bersama temannya bernama Ai. Pada
saat operasi berlangsung, dr.F tidak ikut membantu, tetapi hanya menyaksikan bersama
dengan keluarga pasien. Operasi berlangsung sekitar 30 menit. Benjolan yang ada di
punggung An. B akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada benjolan yang
telah dibuang itu mengalami perdarahan, sehingga penyembuhan luka cukup lama
sampai memakan waktu enam bulan.
Beberapa bulan setelah operasi, tubuh An. B menjadi lemas dan kaku, bahkan kedua
kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan. An. B hanya dapat berbaring dan duduk di
rumahnya sambil menjalani proses pengobatan. Setelah 6 bulan melakukan operasi
kepada An.B, klinik dr. F ditutup dan tidak beroperasi lagi. Perawat Ag sempat
membantu biaya pengobatan sebanyak 2 kali, tetapi setelah itu sudah tidak pernah
kelihatan lagi. Sejak saat itu, An. B tidak bisa lagi bermain dengan anak-anak seusianya.
Sampai sekarang, kedua kaki An. B lumpuh, timbul tulang di telapak kaki kiri, telapak
kaki kanan berlubang, kencing bernanah dan susah buang air besar. Pihak keluarga
akhirnya mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres Tebing Tinggi,
karena dugaan telah melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses hukum atas kasus
17
ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi (Sumber: Posmetro
Medan & KPK Pos)
18
diatas, Perawat Ag telah melakukan tindakan pembedahan, tindakan
tersebut di luar kewenangan yang diperbolehkan dalam UU
Keperawatan.
2. Pasal 36 menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktek
keperawatan, berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang
bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, profesi, SPO, atau
ketentuan peraturan perundang undangan. Sesuai dengan kode etik
keperawatan (PPNI, 2005), perawat juga berhak menolak tindakan
operasi secara mandiri yang bertentangan dengan kode etik keperawatan
antara perawat dan teman sejawat. Perawat harus bertindak melindungi
klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
3. Pasal 37 poin (f) menjelaskan bahwa perawat dalam melaksanakan
praktik keperawatan berkewajiban melaksanakan tindakan pelimpahan
wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi
perawat. Pelayanan keperawatan berdasarkan standar kompetensi
perawat Indonesia merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek
etik legal dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan
tersebut meliputi kegiatan prosedural, pengambilan keputusan klinik
yang memerlukan analisi kritis serta kegiatan advokasi dengan
menunjukkan perilaku caring. Berdasarkan kasus diatas, perawat tidak
melakukan pelayanan keperawatan sesuai ranah kompetensi praktik
profesional, etis, legal dan peka budaya (PPNI, 2005).
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat
kompleks karena berbagai faktor yang terkait di dalamnya. Saat ini perawat
diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan kelalaian
akan dihadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi pelayanan
kesehatan, dan tuntutan hukum. Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan
malpraktik karena tidak didukung oleh kemampuan yang memadai (profesional dalam
bidangnya), banyak mengerjakan tindakan kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin
bukan bidang pekerjaannya sebagai layaknya seorang perawat profesional.
4.2 Saran
Sebagai perawat profesional dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya
dengan mengikuti perkembangan yang terjadi baik oleh karena perkembangan IPTEK
khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat. Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk
meningkatkan mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya.
Operasionalisasi kegiatan organisasi PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di
Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Komisariat Instituasi pendidikan sebagai lembaga
yang menghasilkan tenaga keperawatan profesional bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan cara mengembangkan dan
mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum institusi, menyediakan
segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan. Demikian
pula perlu didukung tersedianya lahan praktik yang memungkinkan
mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang
mendukung.
20
DAFTAR PUSTAKA
- Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC.Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi
Praktik Perawat.
- ANN HELM,RN, MS, JD.2005 MALPRAKTIK KEPERAWATAN. Jakarta: EGC
- Kurniadi, A. (2016). Etika dan Hukum Keperawatan. Jakarta:Penerbit FK.UI
- Narrullah, D. (2014). Etika dan Hukum Keperawatan untuk Mahasiswa dan Praktisi
Keperawatan. Jakarta: TIM
- Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.Undang-
undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.
- Polina, V.BR.G (2017). Skripsi Penanggulangan Malpraktek yang dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan. Diakses tanggal 20 Oktober 2019
- Undang-undang Republik Indonesia tahun nomor 38 tahun 2014 tentang
KeperawatanChristian Nordqvist (2014), What is Medical Malpractice?.
http://www.medicalnewstoday.com. Nopember 2014
- https://www.academia.edu/9293545/makalah_malpraktek diakses tanggal 20
Oktober 2019
21