Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mutu pelayanan keperawatan merupakan indikator kualitas pelayanan
kesehatan. Penentu citra institusi pelayanan kesehatan di masyarakat adalah
perawat. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat akan terlihat dari
asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien. Pengetahuan perawat
memegang peranan penting dalam pendokumentasian proses keperawatan.
Perawat perlu memperoleh pengetahuan tentang aplikasi proses keperawatan
yang digunakan untuk menginterpretasi data pasien.
Dengan tingkat pengetahuan yang berbeda, dokumentasi proses
keperawatan akan menghasilkan dokumentasi yang tidak lengkap dan
seragam yang akan berpengaruh pada mutu asuhan yang berbeda pula.Dalam
aspek hukum, perawat tidak mempunyai bukti tertulis bila pasien menuntut
ketidakpuasan terhadap pelayanan keperawatan. Dalam kenyataannya dengan
semakin kompleksnya pelayanan dan peningkatan kualitas keperawatan,
perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan tetapi
dituntut untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan secara benar
(Nursalam, 2012).
Pendokumentasian merupakan unsur pokok dalam pertanggung
jawaban kinerja profesi keperawatan setelah melakukan intervensi
keperawatan langsung kepada klien. Mutu asuhan keperawatan dapat
tergambar dari dokumentasi proses keperawatan (Dalami, dkk, 2011). Dalam
pendokumentasi asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi sebagai metode penyelesaian masalah keperawatan
pada klien yang akan meningkatkan kesehatan klien (Hidayat, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah “ apa konsep mutu
pelayanan keperawatan beserta pelayanan publik”

1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang hal
hal yang mengenai Konsep Pelayanan Mutu Keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pelayanan Publik


2.1.1 Pengertian Pelayanan
Istilah pelayanan dalam bahasa Inggris adalah “service” A.S.
Moenir (2002:26-27) mendefinisikan “pelayanan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan
tertentu dimana tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang
yang melayani atau dilayani, tergantung kepada kemampuan penyedia
jasa dalam memenuhi harapan pengguna.” Pelayanan pada hakikatnya
adalah serangkaian kegiatan, karena itu proses pelayanan berlangsung
secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan
organisasi dalam masyarakat. Proses yang dimaksudkan dilakukan
sehubungan dengan saling memenuhi kebutuhan antara penerima dan
pemberi pelayanan.
Selanjutnya A.S. Moenir A(2002: 16) menyatakan bahwa proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah
yang dinamakan pelayanan. Jadi dapat dikatakan pelayanan adalah
kegiatan yang bertujuan untuk membantu menyiapkan atau mengurus
apa yang diperlukan orang lain.
Dari definifi tersebut dapat dimaknai bahwa pelayanan adalah
aktivitas yang dapat dirasakan melalui hubungan antara penerima dan
pemberi pelayanan yang menggunakan peralatan berupa organisasi atau
lembaga perusahaan.
2.1.2 Pengertian Pelayanan Publik
Dalam kamus Bahasa Indonesia (1990), pelayanan publik
dirumuskan sebagai berikut :
1) Pelayanan adalah perihal atau cara melayani.
2) Pelayanan adalah kemudahan yang diberikan sehubungan dengan
jual beli barang dan jasa.

3
3) Pelayanan medis merupakan pelayanan yang diterima seseorang
dalam hubungannya dengan pensegahan, diagnosa dan pengobatan
suatu gangguan kesehatan tertentu.
4) Publik berarti orang banyak (umum) Pengertian publik menurut Inu
Kencana Syafi’ie, dkk (1999:18) yaitu : “Sejumlah manusia yang
memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai- nilai norma yang
mereka miliki”.
Pengertian lain berasal dari pendapat A.S. Moenir (1995:7)
menyatakan bahwa : “Pelayanan umum adalah suatu usaha yang
dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu”. Pelayanan merupakan kegiatan utama pada orang yang
bergerak di bidang jasa, baik itu orang yang bersifat komersial ataupun
yang bersifat 12 non komersial. Namun dalam pelaksanaannya terdapat
perbedaan antara pelayanan yang dilakukan oleh orang yang bersifat
komersial yang biasanya dikelola oleh pihak swasta dengan pelayanan
yang dilaksanakan oleh organisasi non komersial yang biasanya adalah
pemerintah. Kegiatan pelayanan yang bersifat komersial melaksanakan
kegiatan dengan berlandaskan mencari keuntungan, sedangkan kegiatan
pelayanan yang bersifat non- komersial kegiatannya lebih tertuju pada
pemberian layanan kepada masyarakat (layanan publik atau umum)
yang sifatnya tidak mencari keuntungan akan tetapi berorientasikan
kepada pengabdian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala
bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan
oleh Instansi pemerintah di Pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan.

4
2.2 Prinsip Pelayanan Publik
1) Kesederhanaan
Prosedur pelayanan tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
2) Kejelasan
A. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan public
B. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa
C. Rincian biaya dan tata cara pembayaran
3) Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
4) Akurasi
Produk layanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah
5) Keamanan proses dan produk pelayanan public
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hokum
6) Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggungjawab atas pelyanan dan penyelesaian
keluha/sengketa
7) Kelengkapan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadahi
termasuk sistem TI dan telekomunikasi
8) Kemudahan akses
Tempat dan lokasi pelayanan mudahdijangkau dan mudah dalam
memanfaatkan sistem TI dan telekomunikasi
9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus disiplin, sopan, dan ramah
10) Kenyamanan

5
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang
tunggu yang nyaman yang dilengkapi sarana pendukung pelayanan seperti
parkir, kamar mandi, dll.

2.3 Tujuan Pelayanan Publik


Tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana
mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau
dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada
publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang direncanakan
dan disediakan oleh pemerintah. Lebih rincinya adalah sebagai berikut.
1) Menentukan pelayanan yang disediakan, apa saja macamnya;
2) Memperlakukan pengguna layanan, sebagai customers;
3) Berusaha memuaskan pengguna layanan, sesuai dengan yang
diinginkan mereka;
4) Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan
berkualitas;
5) Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan.

2.4 Penilaian Terhadap Pelayanan Publik


Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu
suatu sikap atau cara penyedia layanan dalam melayani masyarakat sebagai
pelanggan atau secara menmaskan. Untuk melihat kualitas layanan yang
diberikan oleh penyedia layanan, Garvin (dalam Tjiptono) dari hasil
penelitian di beberapa perusahaan manufaktur mengemukakan 8 (delapan)
dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka analisis, yaitu :
1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti,
misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang
dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan
sebagainya.
2) Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti

6
dashboard, AC, sound system, door lock system, power steering, dan
sebagainya.
3) Kehandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal pakai, misalnya mobil tidak sexing
ngadat/macet/rewel/rusak
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to speccations), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standarstandar yang
telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi
terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk Irtik tentunya harus lebih besar
daripada mobil sedan
5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk
dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur
ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatan
Amerika atau Propa lebih baik daripada mobil buatan Jepang.
6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
direparasi; serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang
diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama
proses penjualan hingga puma jual, yang juga mencakup pelayanan
reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan
7) Estetika, yaitu daya tank produk terhadap panca indera, misalnya bentuk
fisik mobil yang menarik, model / desain yang artistik, warna dan
sebagainya.
8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena
kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan
dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitnsnya dan aspek harga,
nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya.
Umumnya orang yan akan menganggap merek Mercedes dan BMW
sebagai jaminan mutu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Gronroos (dalam Tjiptono), yang
menyatakan bahwa ada 3 (tiga) kriteria pokok untuk meniliai kualitas jasa

7
atau layanan, yaitu outcomerelated, process-related, dan image-related
criteria. Ketiga kriteria tersebut dijabarkan menjadi 6 (enam) unsur, yaitu :
1) Profesionalisme and skills
Kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana pelanggan
menyadari bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan, sistem
operasional, dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan
secara profesional
2) Attitudes and behavior
Kriteria ini adalah process-related criteria. Pelanggan merasa
bahwa karyawan perusahaan (contact personnel) menaruh perhadan
terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah
mereka secara spontan dan senang hati
3) Accessibility and flexibility
Kriteria ini termasuk dalam process- related criteria. Pelanggan
merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem
operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga
pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga
dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam
menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.
4) Reliability and Trustworthiness
Kriteria ini juga temiasuk dalam process-related citeria. Pelanggan
memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan
segala sesuatunya kepada penyedia jasa heserta karyawan dan sistemnya
5) Recovery
Kriteria iui termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan
menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk
mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat
6) Reputation and credibility

8
Criteria ini merupakan image-related criteria. Pelanggan meyalcini
bahwa operasi dan penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai
atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.
Menurut Tjiptono, secara garis besar ada 4 (empat) unsur pokok yang
terkandung di dalam pelayanan yang unggul (service excellence), yaitu:
1) Kecepatan
2) Ketepatan
3) Kemudahan
4) Kenyamanan
Tolak ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2000 tentang Program, Pembangunan Nasional (Propenas) telah disusun
dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
Kep/25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Februari 2004 tentang Pedoman Umum
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah, adalah sebagai berikut :
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dan sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administrasi yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya.
3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan
tanggung jawabnya).
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku.
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan.

9
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan
kepada masyarakat.
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan
ramah serta saling menghargai dan rnenghormati.
10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih, rapi, teratur, sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada pemberi pelayanan.
14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat kcamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap
resikoresiko yang diakihatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Memahami konsep pelayanan publik secara sederhana dapat
digambarkan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik merupakan isu penting
dalam reformasi birokrasi yang terus berkembang dan penuh kritik dewasa
ini.
Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah untuk memuaskan dan
memenuhi kebutuhan sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya

10
untuk mencapai hal ini, diperlukan kualitas pelayanan sesuai harapan dari
masyarakat.
Kualitas pelayanan publik merupakan tolak ukur untuk menentukan
bagaimana kinerja layanan publik di suatu lembaga penyedia layanan publik.
Terkait kualitas pelayanan publik menurut pasalong (2010:132) sebagai
berikut.
Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif
bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau menentukan
tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifikasinya itu
terpenuhi berarti kualitas suatu hal yang dimaksud dapat dikatakan baik,
sebaliknya jika persyaratan tidak terpenuhi maka dapat dikatakan tidak baik.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat.
Sinambela (2006:6) menjelaskan bahwa, untuk mencapai kepuasan
dituntutkan kualitas pelayanan prima yang terdiri dari:
1) Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
2) Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Koordinasi, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemmapuan
pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip
efisensi dan efektifitas.
4) Pertisipasi, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5) Kesamaan hak, yakni pelayanana yang tidak melakukan diskriminasi
dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status
sosial, dan lain-lain.
6) Kesinambungan hak dan kewajiban, yakni pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.

11
Kualitas pelayanan publik tersebut, dalam Mahmudi (2010:228) adalah
asas pelayanan publik yang perlu diperhatikan oleh instansi penyedia layanan
publik. Asas pelayanan publik tersebut diantaranya adalah Transparansi,
Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Tidak diskriminatif (kesamaan hak),
dan kesinambungan hak dan kewajiaban.
Widodo (2005:162) mengemukakan bahwa Arah yang dicapai oleh
pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik, tidak lain yakni
layanan yang lebih baik (better), lebih dekat (closer), lebih murah (cheaper)
dan lebih cepat (faster). Muaranya yakni terwujudnya kepuasan masyarakat
dalam menerima layanan yang diberikan oleh perangkat pemerintah daerah.
Paiman Napitulu (2007:174), menyatakan bahwa Prinsip kepuasan
masyarakat dalam proses pelayanan jasa publik oleh pemerintah sebagai
service provider sangat penting karena hanya dengan memenuhi kebutuhan
pelanggan secara memuaskan, keberadaan pemerintah itu diakui dan
mendapatkan legitimasi serta kepercayaan dari rakyatnya.
Hal ini berarti pemerintah sebagai pemberi pelayanan mempunyai
peranan penting untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah yang mendapat kepercayaan atau legitimasi dari masyarakat
dalam melaksanakan proses pelayanan jasa publik, haruslah benar-benar
dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya, tanpa membeda-bedakan suku,
agama, golongan, ras dan lainnya
Selanjutnya menurut Subarsono (2006:142), Kualitas pelayanan publik
yang diberikan oleh birokrasi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
tingkat kompetensi aparat, kualitas peralatan yang digunakan untuk
memproses pelayanan, budaya, birokrasi, dan sebagainya. Kompetensi aparat
birokrasi merupakan akumulasi dari sejumlah sub variabel seperti tingkat
pendidikan, jumlah tahun pengalaman kerja dan variasi pelatihan yang telah
diterima. Sedangkan kualitas dan kuantitas peralatan yang digunakan akan
mempengaruhi prosedur, kecepatan proses, dan kualitas keluaran (output)
yang akan dihasilkan.

12
Menurut Kristian Widya Wicaksono (2006:9), pada level yang umum,
apabila birokrasi melakukan pelayanan publik dengan baik maka birokrasi
tersebut mampu menunjukkan sejumlah indikasi perilaku:
1) Memproses pekerjaannya secara stabil dan giat.
2) Memperlakukan individu yang berhubungan dengannya secara adil dan
berimbang.
3) Mempekerjakan dan mempertahankan pegawai berdasarkan kualifikasi
professional dan orientasi terhadap keberhasilan program.
4) Mempromosikan staf berdasarkan system meriet dan hasil pekerjaan baik
yang dapat dibuktikan.
5) Melakukan pemeliharaan terhadap prestasi yang sudah dicapai sehingga
dapat segera bangkit bila menghadapi keterpurukan.

Sedangkan tujuan penyajian birokrasi pemerintahan adalah, sebagai berikut:

1) Menyediakan sejumlah layanan sebagai hakikat dari tanggung jawab


pemerintah.
2) Memajukan kepentingan sektor ekonomi spesific, seperti pertanian,
buruh atau segmen tertentu dari bisnis privat.
3) Membuat regulasi atas berbagai aktivitas privat.
4) Meredistribusikan sejumlah keuntungan seperti pendapatan, hak-hak,
perawatan medis dan lain-lain.
Menurut Nogi (2005:216), untuk menciptakan Kualitas pelayanan yang
berkualitas, maka memodifikasi lima dimensi pokok yang berkaitan dengan
kualitas jasa, yaitu:
1) Wujud (tangibles), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkaan, personel,
sarana komunikasi.
2) Kehandalan (realibility), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3) Ketanggapan (responsiveness), yaitu keinginan untuk memberikan
pelayanan tanggap.
4) Jaminan (assurance), yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh staf.

13
5) Empati (Emphaty), yaitu kemudahan dalam hubungan komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan kualitas
pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut sebagaimana
pemikiran Hanjoon Lee dkk (2000:236), yaitu:
1) Jaminan: Courtesy ditampilkan oleh dokter, perawat, atau staf kantor dan
kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan pasien dan
keyakinan.
2) Empati: Peduli, perhatian individual yang diberikan dokter, perawat dan
staf mereka kepada pasien.
3) Keandalan: Kemampuan untuk melakukan pelayanan yang diharapkan
dependably dan akurat.
4) Responsif: Kesediaan untuk memberikan layanan yang cepat.
5) Tangibles: fisik fasilitas, peralatan dan penampilan dari kontak.
6) Inti Medis Layanan, yaitu Aspek medis pusat layanan: Kesesuaian,
efektivitas dan manfaat kepada pasien,
7) Profesionalisme/ketrampilan pengetahuan, keahlian teknis, jumlah
pelatihan dan pengalaman.
Penilaian kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur
pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan
publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk? Parasuraman dkk
(1990:23) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 5 (lima)
dimensi yang harus diperhatikan dalam melihat pelayanan publik, yaitu
sebagai berikut:
1) Tangibles/Benda berwujud, penampilan fisik, perlengkapan, karyawan
dan bahan komunikasi.
2) Reliability/Keandalan, kemampuan melaksanakan layanan yang
dijanjikan secara meyakinkan dan akurat;
3) Responsiveness/Daya Tanggap, kesediaan membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat
4) Assurance/Jaminan, pengetahuan dan kesopanan karyawan dan
kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan;

14
5) Empaty/Empati, kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan
khusus kepada masing-masing pelanggan.

2.5 KONSEP MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN


2.5.1 Mutu
Pengertian mutu berbeda diantara tiap orang, ada yang berarti
bagus, luxurious, ataupun paling bagus. Tetapi ada beberapa pengertian
mutu menurut para ahli, sebagai berikut:
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memberikan kebutuhan kepuasan.(American society for quality
control). Mutu adalah “fitness for use” atau kemampuan kecocokan
penggunaan.(J.M. Juran, 1989).
Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat
kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga
merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan,
sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian
terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku
serta tercapainya tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai
kondisi dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan,
standar yang berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas
pada produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk produk yang
menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.
2.5.2 Pelayanan Keperawatan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan
barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu
menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai
pelayanan telah banyak dijelaskan, dan Kottler (2000, dalam Supranto,
2006) menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan
di mana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada
kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan

15
produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk,
sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan merupakan
aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual,
sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu
aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan
Sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau
dirasakan. Kotler (1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan
mengenai karakteristik dari pelayanan dengan membuat batasan-batasan
untuk jenis-jenis pelayanan pelayanan sebagai berikut :
1) pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan
(equipment based) atau basis orang (people based) dimana
pelayanan berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu
pekerja tidak terlatih, terlatih atau profesional; Disampaikan dalam
Pelatihan Manajemen Keperawatan
2) beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s
precense)
3) pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan
(personal need) atau kebutuhan bisnis (business need)
4) pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba
(profit or non profit) dan kepemilikannya swasta atau publik
(private or public).
Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari
produk yang memberikan pelayanan yang mempunyai sifat tidak
berwujud sehingga pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang
tersebut menerima pelayanan tersebut. Selain itu, pelayanan
memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan dan pemberi
pelayanan baik yang professional maupun tidak profesional secara
bersamaan sehingga dampak dari transaksi jual beli pelayanan dapat
langsung dirasakan dan jika pelanggan itu tidak ada maka pemberi
pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.

16
2.5.3 Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan
menurut Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan
keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit
dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut
sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak
dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan
apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa
keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan
bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-
sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga,
dan masyarakat baik sakit maupun sehat, yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia. Layanan keperawatan diberikan karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta
kurangnya kemauan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari
secara mandiri.
Berdasarkan penjelasan mengenai mutu dan pelayanan
keperawatan di atas, maka Mutu Pelayanan Keperawatan dapat
merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi
bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional
kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit
maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien dan standart.
2.5.4 Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan
Menurut Nursamalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan
keperawatan terdapat 5 tahap yaitu:
1) Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria.
Dimaksudkan agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan
terencana berdasarkan standar kriteria masing-masing perawat.
2) Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan
kriteria. Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam

17
proses asuhan keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas
pelayanan keperawatan.
3) Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih
informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang ketat dan
berkesinambungan. Beberapa informasi juga didapatkan dari pasien
itu sendiri.
4) Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data.
Perawat dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian
menganalisa satu- persatu.
5) Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Dihahap ini berfungsi untuk
meminimkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan pada asuhan
dan tidakan keperawatan.
2.5.5 Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan
Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri
atas beberapa faktor yaitu:
1) Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication),
biasanya komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh
masyarakat awam yang telah mendapatkan perawatan dari sebuah
instansi. Yang nantinya akan menyebarkan berita positif apabila
mereka mendapatkan perlakuan yang baik selama di rawat atau
menyampaikan berita negatif tentang mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
2) Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing
pasien bervariasi maka mutu pelayanan keperawatan juga harus
menyesuaikan berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.
3) Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan
cenderung menilai sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah
mereka alami. Didalam mutu pelayanan keperawatan yang baik
akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien,
namun sebaliknya jika seseorang pernah mengalami hal kurang baik
terhadap mutu pelayanan keperawatan maka akan melekat sampai
dia mendapatkan perawatan kembali di suatu instansi.

18
4) Komunikasi eksternal (company’s external communication),
sebagai pemberi mutu pelayanan keperawatan juga dapat
melakukan promosi sehingga pasien akan mempercayai penuh
terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut.
Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7
kriteria diantaranya:
1) Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan
sebuah tindakan keperawatan kepada pasien harus mengetahui
kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri perawat sendiri.
Karena intropeksi diri yang baik akan menghasilkan atau
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
2) Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam
melakukan asuhan keperawatan baik dengan tim medis, teman
sejawat perawat, pasien dan keluarga pasien.
3) Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat
lebih memiliki pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam
penyelesaian keluhan pasien dengan cermat dan baik.
4) Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang
paling dekat dengan pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk
mengetahui keluhan pasien dengan mendetail dan melakukan
pendokumentasian teliti setelah melakukan asuhan.
5) Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu
melakukan penilaian dan tindakan keperawatan sesuai dengan
prioritas utama pasien.
6) Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat
juga harus melakukan evaluasi pasien agar tindakan perawatan
berjalan dengan baik, dan perawat mampu melakukan pemantauan
evaluasi secara berkelanjutan.
2.5.6 Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan
Setiap instansi kesehatan akan lebih mengedepankan mutu
pelayanan dibandingkan dengan hal lainnya. Mutu pelayanan itu sendiri

19
dapat terwujud apabila didalam setiap instasi memiliki peranan dan
tugas sesuai dengan profesi. Setiap profesi kesehatan juga harus
mengedepankan mutu dengan memberikan pelayanan yang optimal
kepada semua pasien.
Suatu pelayanan keperawatan dapat dikatakan baik apabila dalam
pemenuhan kebutuhan pasien berjalan dengan sesuai. Dari pelayanan
yang baik tersebut maka akan menimbulkan budaya penanganan yang
baik kepada semua pasien. Dan akan tercapainya tingkat kepuasan
pasien pada standar yang setinggi-tingginya
Mutu pelayanan keperawatan sebagai alat ukur dari kualitas
pelayanan kesehatan dan mejadi salah satu faktor penentu citra instansi
pelayanan kesehatan di masyarakat. Di karenakan keperawatan
merupakan salah satu profesi dengan jumlah terbanyak dan yang paling
dekat dengan pasien. Mutu pelayanan keperawatannya sendiri dilihat
dari kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan puas atau tidak
puas (Nursalam, 2011).
Menurut Nursalam (2013) suatu pelayanan keperawatan harus
memiliki mutu yang baik dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah:
1) Caring adalah sikap perduli yang ditunjukkan oleh perawat kepada
pasiennya. Perawat akan senantiasa memberikan asuhan dengan
sikap yang siap tanggap dan perawat mudah dihubungi pada saat
pasien membutuhkan perawatan.
2) Kolaborasi adalah tindakan kerja sama antara perawat dengan
anggota medis lain, pasien, keluarga pasien, dan tim sejawat
keperawatan dalam menyelesaikan prioritas perencanaan pasien.
Disini perawat juga bertanggung jawab penuh dalam kesembuhan
dan memotivasi pasien.
3) Kecepatan, suatu sikap perawat yang cepat dan tepat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dimana perawat menunjukkan
sikap yang tidak acuh tak acuh, tetapi akan memberikan sikap baik
kepada pasien.

20
4) Empati adalah sikap yang harus ada pada semua perawat. Perawat
akan selalu memperhatikan dan mendengarkan keluh kesah yang
dialami pasien. Tetapi perawat tidak bersikap simpati, sehingga
perawat dapat membimbing kepercayaan pasien.
5) Courtesy adalah sopan santun yang ada pada diri perawat
sendiri. Perawat tidak akan cenderung membela satu pihak, tetapi
perawat akan bersikap netral kepada siapapun pasien mereka.
Perawat juga akan menghargai pendapat pasien, keluarga pasien,
dan tim medis lain dalam hal kebaikan dan kemajuan pasien.
6) Sincerity adalah kejujuran dalam diri perawat. Jujur juga merupkan
salah satu kunci keberhasilan perawat dalam hal perawatan kepada
pasien. Perawat akan bertanggung jawab atas kesembuhan dan
keluhan yang dialami pasien.
7) Komunikasi teraupetik merupakan salah satu cara yang paling
mudah untuk dilakukan perawat dalam memberikan asuhan.
Karena komunikasi teraupetik sendiri merupakan cara efektif agar
pasien merasa nyaman dan lebih terbuka dengan perawat.
Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen,
instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014).
1) Aspek struktur (input)
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah
RS yang meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3
(metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan
lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur
sistem RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu
pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran,
kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing
komponen struktur.
2) Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga
profesi lain yang mengadakan interaksi secara professional dengan
pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian

21
tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan
pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
3) Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan
tenaga profesi lain terhadap pasien.
4) Proses Quality Control ( Kendali Mutu)
Secara sederhana proses kendali mutu(Quality Control )
dimulai dari menyusun strandar – standar mutu, selanjutnya
mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan
standar yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakan
tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu
menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya. (Djoko
Wijono, 1999)
2.5.7 Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan
1) Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak
tahun 1960-an implementasi pertama yaitu audit keperawatan.
Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar
pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar
tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering
diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena
Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya
meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan
atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan
teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk
menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu organisasi
mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur
tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Dengan
demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah

22
kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar.
Dimana metode yang digunakan adalah Audit internal dan
surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai
dengan standar operating procedure (SOP), Evaluasi proses,
Mengelola mutu, Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu
system (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan
keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses
pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan
2) Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu
Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan
merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai
sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam
Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality
Management dimaksudkan pada program industry sedangkan
Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon
(2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu
merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang
dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan
yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku.
3) Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh)
adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus
pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional
dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan
pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009).

23
2.5.8 Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan
Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan
keperawatan terbagi kedalam 5 macam, diantaranya:
1) Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung
oleh pasien yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan
staf keperawatan’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti
langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan
kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan;
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang
digunakan; dan kerapian serta kebersihan penampilan perawat.
2) Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan
kemampuan untuk memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat
dan dapat dipercaya’, dimana ‘dapat dipercaya’ dalam hal ini
didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang ‘konsisten’.
Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan
keperawatan adalah : prosedur penerimaan pasien yang cepat dan
tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat; jadwal pelayanan
perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian
makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak
berbelat belit.
3) Responsiveness (ketanggapan)
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau
membantu pelanggan’ dan memberikan’pelayanan yang
cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi pasien
sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu
ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat dijabarkan
sebagai berikut : perawat memberikan informasi yang jelas dan
mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat membantu
pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat

24
tanggap menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat
pada saat pasien membutuhkan.
4) Assurance (jaminan kepastian)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat
menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien
berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan pelayanan
keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian
dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen :
‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan;
‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek
dari sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang
menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak
yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan
kepada pasien aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen
Keperawatan.
5) Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang
diberikan kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan
melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada
setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya;
perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status
sosial dan lain-lain.
Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita
untuk menentukan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan
keperawatan jika dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari
input, proses dan outcome.
2.5.9 Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable
untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan
yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan.Program keselamatan

25
pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak
diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di
rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun
pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang
tepat, penggunaan sarana yang kurang tepat dan lain sebagainya.
Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan
dan perbaikan lebih lanjut, misalnya untuk menunjukkan:
1) adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu
2) bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik
atau terapi sebagaimana yang diharapkan
3) tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4) ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya,
5) pemerintah dengan swasta atau urban dengan rural)
Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH
(Singapore General Hospital, 2006) meliputi:
1) Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran
pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan,
dan keluhan keluarga
2) Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya
kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respons pasien terhadap
perawat, dan peraturan rumah sakit
3) Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumalah pasien
ulkus decubitus, jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien tromboli,
dan jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan yang
berlebih
4) Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali,
kurangnya ketrampilan perawat, dan complain pasien.
5) Medication incident, meliputi lima tidak tepat(jenis, obat, dosis,
pasien, cara, waktu)
Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit

26
1) Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip
2) Pastikan identitas pasien
3) Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien
4) Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
5) Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
6) Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan
7) Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube)
8) Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai
9) Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan
lnfeksi Nosokomial

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan publik menurut Mahmudi adalah kegiatan pelayanan oleh
penyelenggaraan layanan publik untuk pemenuhan kebutuhan publik.
Menurut Juliantara (2005) tujuan pelayanan publik adalah memuaskan
atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk
mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan masyarakat.
Kualitas/mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan
dengan kenyataan. Mutu Pelayanan Keperawatan dapat merupakan suatu
pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual
yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga
maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan.

3.2 Saran
Diharapkan penulis dapata menyampaikan dengan baik materi yang
meliputi mutu pelayanan keperawatan dan pelayanan public dengan Bahasa
yang mudah di cermati serta dapat di manfaatkan dengan baik dengan adanya
makalah ini.

28
Daftar Pustaka

Effendy. F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.

Griffiths et al. 2008. International Relations: The Key Concepts Second Edition.

New York: Routledge.

Crane.P. 2004. Nurses Implementer of Organization Culture Medscape.Diperoleh

6 Januari 2009.

Croby B, 2009, Manajemen Mutu, Total Quality Management. Edisi Revisi,

Yogyakarta.

Ade, IZN. 2009. Pengaruh Karakteristik Individu dan Psikologis terhadap Kinerja

Perawat dalam Kelengkapan Rekam Medis di Ruang Rawat Inap Rumah


Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Penelitian Medan: Program pasca
Sarjana USU.

Boaden, R. (2008). “Does lean enhance public services?”, Editorial. Public

Money & Management, Vol. 28, pp. 3-6 (special issue on Lean in public
services).

Depkes RI. 2010. Capaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2011. Jakarta

Depkes, RI 2002 , Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakatdi

PuskesmasJakarta : Dirjen Binkesmas.

Depkes. 2008. Petunjuk Tehnis Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di

Puskesmas dan Jaringannya. Jakarta : Dirjen Binkesmas.

29

Anda mungkin juga menyukai