Anda di halaman 1dari 45

RENCANA PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN : ANALISIS FAKTOR RISIKO MALNUTRISI


PADA ANAK BALITA DI WILAYAH
KECAMATAN TAMALANREA KOTA
MAKASSAR
NAMA MAHASISWA : HIDRO MUH PERDANA
NIM : 70600116008
PEMBIMBING I : dr Darmawansyih M.Kes
PEMBIMBING II : dr Andi Faradillah Sp.GK, M.Kes
PENGUJI KOMPETENSI : dr Utami Murti Pratiwi M.Kes
PENGUJI AGAMA : Prof Dr. Mukhtar Lutfi, M.Pd

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu atau

masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan

masyarakat (Fitri, 2014). Nutrisi yang memadai sangat penting pada anak usia dini

untuk memastikan pertumbuhan yang sehat, pembentukan dan fungsi organ yang

tepat, membentuk sistem imunitas tubuh yang kuat, perkembangan neurologis dan

kognitif (Franscesco, Werner, & Tessa, 2012). Kelompok masyarakat yang paling

rentan terkena masalah gizi ialah bayi dan balita karena memerlukan nutrisi

tambahan untuk pertumbuhan dan perkembangan, memiliki cadangan energi yang

terbatas, dan masih bergantung pada orang lain (Eka, Juffrie, & Siti, 2015).

Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi defisiensi, kelebihan atau

ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan

gangguan fungsi pada tubuh (Ari, 2014). Secara umum malnutrisi terbagi atas dua

1
2

bagian yaitu undernutrition dan overnutrition. Undernutrition terdiri dari

marasmus, kwashiorkor, serta marasmus-kwashiorkor. Sedangkan overnutrtion

lebih dikenal dengan obesitas. Malnutrisi yang terjadi pada tahap awal kehidupan

dapat meningkatkan risiko infeksi, morbiditas, dan mortalitas bersamaan dengan

penurunan perkembangan mental dan kognitif (Neima, Henok, & Lamessa, 2017).

Status gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap beberapa aspek.

Pemeriksaan Berat Badan/Umur merupakan salah cara untuk memantau berat

badan anak sekaligus sebagai pendeteksi adanya kekurangan gizi (Dewi, 2012).

Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif terhadap perkembangan

motorik, menghambat perkembangan perilaku dan kognitif yang berakibat pada

menurunnya prestasi belajar dan keterampilan sosial. Selain itu kekurangan gizi

selama masa kanak-kanak menyebabkan konsekuensi jangka panjang yang serius

di kemudian hari yang meningkatkan risiko terserang penyakit atau cacat dan

bahkan kematian (Anice, Ansuya, & Suneel, 2018). Sedangkan gizi buruk

merupakan suatu kondisi seseorang mengalami kekurangan zat gizi yang

diakibatkan oleh rendahnya asupan protein dan energi, yang biasa dikenal sebagai

istilah severely underweight yaitu anak dengan indeks berat badan menurut umur<

-3 SD berdasarkan standar baku WHO-NCHS (Kurnia, Dian, & Indra, 2017).

Adapun klasifikasi gizi buruk terbagi menjadi 3 yaitu marasmus, kwashiorkor, dan

marasmus-kwashiorkor. Marasmus merupakan suatu kondisi kekurangan kalori

dan energi sedangkan kwashiorkor adalah suatu keadaan dimana terjadi

kekurangan protein dalam jumlah yang besar, dan marasmus-kwashiorkor


3

merupakan campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan kwashiorkor yang

disertai dengan gejala edema(Dewi, 2012).

Menurut data dari WHO angka kejadian kekurangan gizi pada anak balita

tahun 2014 sebanyak 50 juta anak dan gizi buruk sebanyak 16 juta anak (WHO,

2015). Sedangkan, di Indonesia terjadi peningkatan angka kejadian gizi kurang

dan gizi buruk dari tahun 2010 sebesar 17,9%, dan 4,9% menjadi 19,6%, dan 5,7%

pada tahun 2013. Untuk wilayah Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah

dengan peringkat 10 tertinggi untuk prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada

balita yaitu 25,6%, dan 6,6% (Depkes RI, 2014). Dan hasil pemetaan yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan untuk prevalensi

marasmus-kwashiorkor tertinggi adalah di Kota Makassar sebesar 16,39% gizi

kurang, dan 3,66% gizi buruk (Dinkes Prov.Sulsel, 2014).

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya gizi kurang dan gizi buruk

diantaranya adalah tidak adekuatnya asupan makanan dan riwayat penyakit

infeksi. Penyebab tersebut selalu diiringi dengan latar belakang lain yang lebih

kompleks seperti kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan, kondisi lingkungan,

dan pola asuh yang diberikan kepada balita (Eka, Juffrie, & Siti, 2015). Selain itu,

faktor pemberian air susu ibu (ASI), riwayat kelahiran premature, dan BBLR

merupakan faktor risiko terbesar (Kurnia, Dian, & Indra, 2017). Rendahnya

konsumsi protein, jarak kelahiran, usia ibu, pengetahuan orang tua, dan peran dari

anggota keluarga dapat menjadi faktor risiko terjadinya gizi kurang dan gizi buruk

(Lilis, Nurdin, & Hermiyanti, 2017).


4

Selain dari sisi bidang sains dan kedokteran betapa pentingnya pemberian

gizi dan nutrisi yang baik, pemberian gizi dan nutrisi yang baik dijelaskan pula

dalam Al-Qur’an Surah Thaha ayat 81 :

Terjemahnya:

“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan

janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku

menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya

binasalah ia.”

B. Rumusan Masalah

Apa sajakah faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya kasus gizi

kurang atau gizi buruk pada anak balita?

C. Hipotesis

a. Hipotesis Nol (H0)

1. Pemberian ASI Eksklusif tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi

kurang dan gizi buruk pada balita.

2. Konsumsi Makanan tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang

dan gizi buruk pada balita.


5

3. Penyakit Infeksi tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang dan

gizi buruk pada balita.

4. Riwayat Berat Badan Lahir tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi

kurang dan gizi buruk pada balita.

5. Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan Orang Tua tidak

berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita.

6. Status Sosial Ekonomi tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang

dan gizi buruk pada balita.

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

1. Pemberian ASI Eksklusif berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang

dan gizi buruk pada balita.

2. Konsumsi Makanan berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang dan gizi

buruk pada balita.

3. Penyakit Infeksi berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang dan gizi

buruk pada balita.

4. Riwayat Berat Badan Lahir berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang

dan gizi buruk pada balita.

5. Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan Orang Tua

berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita.

6. Status Sosial Ekonomi berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang dan

gizi buruk pada balita.

D. Kajian Pustaka
6

NO Nama Judul penelitian dan Hasil Perbedaan Persamaan


Peneliti Tahun penelitian penelitian penelitian penelitian
1. Eka Diah Faktor Risiko Hasil penelitian 1. Variabel Menggunakan
Kartiningrum Kejadian Gizi Kurang menunjukkan penelitian sampel anak
pada balita di desa bahwa terdapat terdahulute balita
Gayaman, Kecamatan hubungan yang rdiri dari 3
Mojoanyar, signifikan variabel
Kabupaten Mojokerto antara riwayat sedangkan
Tahun 2015 penyakit penelitian
infeksi, riwayat saat ini
ASI eksklusif, terdiri dari
inisiasi 6 variabel
menyusui dini 2. Tempat
(IMD) dengan dan waktu
kejadian gizi penelitian
kurang pada 3.Penlitian
balita terdahulu
mengguna
kan
metode
penelitian
case
control
sedangaka
n
penelitian
saat ini
mengguna
7

kan
metode
penelitian
cross
sectional
4.Variabel
terikat
penelitian
terdahulu
hanya gizi
kurang
sedangkan
penelitian
saat ini
terdiri dari
status gizi,
gizi
kurang,
dan gizi
buruk
2. K. Dwi Faktor Risiko Gizi Hasil peneitian 1.Tempat 1.Menggunaka
Ariesthi Kurang dan Gizi menunjukkan dan waktu n sampel anak
Buruk pada balita di bahwa faktor penelitian balita
Kabupaten Sumba risiko yang 2.Penlitian 2.Meneliti
Barat, Nusa Tenggara paling berperan terdahulu tentang faktor
Timur pada Tahun adalah mengguna risiko kejadian
2015 frekuensi sakit kan gizi kurang
balita, metode dan gizi buruk
8

pendapatan penelitian
keluarga, case
pengetahuan control
ibu tentang gizi, sedangaka
frekuensi ke n
Posyandu, dan penelitian
sumber air saat ini
minum mengguna
kan
metode
penelitian
cross
sectional
3.Jumlah
sampel
anak balita
pada
penelitian
saat ini
berjuamlah
200 orang

3. Sihombing Analisis Faktor- Hasil penelitian 1. Sampel 1.Menggunaka


Natalia Faktor yang menunjukkan penelitian n sampel anak
Mempengaruhi anak balita yang balita
Kejadian Gizi Kurang yang dilakukan
pada Anak Balita di mengalami gizi saat ini
9

wilayah Kerja kurang di diambil 2. Desain


Puskesmas Saitnihuta wilayah kerja mengguna penelitian
Kecamatan Puskesmas kan teknik cross sectional
Doloksanggul, Saitnihuta simple
Kabupaten Humbang Kecamatan random
Hasundutan pada Doloksanggul sampling
Tahun 2017 lebih banyak 2. Tempat
pada kategori dan waktu
gizi kurang penelitian
ringan yaitu 3. Varia
sebesar 89,1% bel terikat
dan anak balita terdahulu
dengan status hanya gizi
gizi kurang kurang
berat yaitu sedangkan
sebesar 10,9% penelitian
saat ini
terdiri dari
status gizi,
gizi
kurang,
dan gizi
buruk
4. Dedi Beberapa Faktor Hasil penelitian 1. Variabel 1. Desain
Alamsyah Risiko Gizi Kurang menunjukkan penelitian penelitian
dan Gizi Buruk pada adanya terdahulu cross
Balita 12-59 bulan hubungan yang terdiri dari sectional
pada Tahun 2015 signifikan yaitu 5 variabel
10

pendidikan ibu, sedangkan 2. Meneliti


jumlah anak penelitian tentang
>2, pendapatan saat ini faktor
keluarga, terdiri dari risiko
sanitasi 6 variabel kejadian
lingkungan, dan 2. Tempat gizi kurang
sikap ibu dan waktu dan gizi
dengan penelitian buruk
kejadian gizi
kurang dan gizi
buruk pada
balita

Tabel 1.1 Kajian Pustaka

E. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur skala


operasional
Variabel independen
1. Faktor orang Jenjang pendidikan Dinilai Tingkat Ordinal
tua formal yang berdasarkan pendidikan ibu :
a. Tingkat pernah ditempuh jawaban 1 : Tamat SD
pendidikan ibu atau dijalani oleh subjek 2 : Tamat SMP
ibu dan berijazah. 3 : Tamat SMA
b. Pengetahuan Sesuatu yang Menggunakan Pengetahuan ibu Ordinal
ibu tentang gizi diketahui ibu yang kuisioner yang tentang gizi
balita sebelumnya balita :
11

berkenaan dengan pernah diteliti 9-10 : Subjek


gizi balita. oleh mampu
Sihombing menjawab
Natalia pada dengan baik
tahun 2017 dan beberapa
kita menilai pertanyaan yang
berdasarkan kita ajukan
jawaban 0-5 : Subjek
subjek hanya mampu
menjawab
sebagian dari
beberapa
pertanyaan yang
kita ajukan

2. Faktor sosial Suatu kondisi yang Dinilai Status ekonomi Ordinal


ekonomi berkaitan dengan berdasarkan berdasarkan
tingkat pendapatan, jawaban Upah Minimum
dan status sosial di subjek Kota Makassar
dalam masyarakat. tahun 2019 :
0 : < Rp.
2.941.270
1 : > Rp.
2.941.270
3. Berat badan Berat badan yang Dinilai Berat badan lahir Ordinal
lahir di timbang dalam berdasarkan :
12

waktu 1 jam jawaban 0 : < 2.000 gr


pertama setelah subjek 1 : < 2.500 gr
kelahiran. 2 : 2.500 - 3.500
gr
4. Penyakit infeksi Riwayat penyakit Dinilai dari Riwayat Ordinal
yang pernah jawaban penyakit infeksi
dialami oleh balita subjek :
yang disebabkan 0 : Tidak sedang
oleh mengalami
mikroorganisme. penyakit infeksi
atau tidak
memiliki riwayat
penyakit infeksi
1 : Pernah
mengalami
penyakit infeksi

5. Balita Anak yang berusia Dinilai Berdasarkan Numerik


diatas 1 tahun dan berdasarkan wawancara
dibawah 5 tahun (1- jawaban dengan orang tua
5 tahun). subjek
6. Konsumsi Asupan makanan Dinilai Hasil ukur Numerik
makanan dan minuman yang berdasarkan memperlihatkan
dikonsumsi balita jawaban intake makanan
setiap hari. subjek pada anak
food frequency berdasarkan
13

questionary frekuensi dan


(FFQ) porsi konsumsi
makanan
7. ASI Eksklusif Pemberian ASI Menggunakan ASI eksklusif : Ordinal
selama 6 bulan kuisioner yang 0 : Tidak
tanpa diberikan sebelumnya mendapatkan
makanan pernah diteliti ASI eksklusif
pendamping oleh 5 : Mendapatkan
apapun Sihombing ASI eksklusif
Natalia pada ditambah dengan
tahun 2017 dan penggunaan susu
kita menilai formula
berdasarkan 10 :
jawaban Mendapatkan
subjek ASI eksklusif
Variabel dependen
8. Status gizi Keadaan gizi pada Menggunakan Status gizi Ordinal
balita dengan grafik berdasarkan :
menggunakan pertumbuhan A. Berat badan
indikator anak menurut
antropometri berdasarkan umur (BB/U)
berdasarkan WHO-NCHS :
standar WHO- (dalam Z- Gizi Lebih :
NCHS (dalam Z- score) > 2 SD
score) yang terdiri Gizi Baik :
dari beberapa -2 SD s/d 2
metode seperti SD
berdasarkan berat
14

badan menurut Gizi Kurang


umur (BB/U), :
panjang badan <-2 SD s/d -3
menurut umur SD
(TB/U), dan berat Gizi Buruk :
badan menurut <-3 SD
tinggi badan B. Tinggi badan
(BB/TB). menurut
umur (TB/U)
:
Sangat
Pendek :
<-3,0 SD
Pendek :
-3,0 SD s/d
<-2,0 SD
Normal :
> -2,0 SD
C. Berat badan
menurut
tinggi badan
(BB/TB) :
Gemuk :
> 2 SD
Normal :
-2 SD s/d 2
SD
Kurus :
15

< -3 SD s/d -
2 SD
Sangat Kurus
: <-3 SD
9. Gizi kurang Status gizi Menggunakan Menggunakan Ordinal
pada balita berdasarkan indek grafik interpretasi
berat badan pertumbuhan berdasarkan
menurut tinggi anak standar baku
badan (BB/TB), berdasarkan WHO-NCHS
dan Berat badan WHO-NCHS berdasarkan
menurut umur (dalam Z- BB/U, dan
(BB/U) dengan score) BB/TB
interpretasi nilai Z-
score < -3 standar
deviasi atau dengan
tanda-tanda klinis.
10. Gizi buruk pada Status gizi Menggunakan Menggunakan Ordinal
balita berdasarkan indek grafik interpretasi
berat badan pertumbuhan berdasarkan
menurut tinggi anak standar baku
badan (BB/TB) berdasarkan WHO-NCHS
dengan Z-score < - WHO-NCHS berdasarkan
3 standar deviasi (dalam Z- BB/U, dan
atau dengan tanda- score) BB/TB
tanda klinis.

Tabel 1.2 Definisi Operasional


16

2. Ruang Lingkup Penelitian

Menganalisis faktor-faktor risiko apa sajayang dapat

mempengaruhi terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita

dengan menggunakan metode wawancara secara langsung orang tua anak,

pengisian kuisioner, dan rekam data medis dari puskesmas setempat.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor

risiko yang berperan dalam mempengaruhi masalah gizi kurang dan gizi

buruk pada anak balita.

2. Tujuan Khusus Penelitian

a. Mengetahui faktor risiko malnutrisi pada anak balita

b. Mengetahui faktor risiko gizi kurang pada anak balita

c. Mengetahui faktor risiko gizi buruk pada anak balita

d. Mengetahui apakah ada hubungan faktor risiko malnutrisi terhadap

terjadinya gizi kurang pada anak balita?

e. Mengetahui apakah ada hubungan faktor risiko malnutrisi terhadap

terjadinya gizi buruk pada anak balita?

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti sendiri merupakan suatu pengalaman dan


17

pembelajaran yang sangat berharga dalam meningkatkan wawasan dan

pengetahuan khususnya dalam bidang penelitian.

2. Bagi Institusi

Sebagai bahan masukan kepustakaan Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar yang dapat dijadikan sebagai informasi bagi riset

maupun penelitian selanjutnya dengan variabel yang lebih luas.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi kurang atau gizi buruk

pada anak balita, sehingga diharapkan dapat dilakukan upaya pencegahan

terjadinya gizi kurang atau gizi buruk pada anak balita.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi

Gizi merupakan faktor utama yang mendukung terjadinya proses

metabolisme di dalam tubuh. Setiap reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh

membutuhkan zat gizi tertentu untuk pelaksanaannya.Masalah gizi, baik

kekurangan atau kelebihan, dapat memengaruhi keseimbangan endokrin.

Kekurangan gizi dapat berdampak pada pertumbuhan dan pematangan organ yang

terlambat, serta ukuran tubuh jauh lebih pendek (Sandra, Ahmad, & Arinda, 2017).

Status gizi adalah keadaan tubuh atau kondisi keseimbangan yang

diakibatkan oleh pemasukan zat-zat gizi dan penggunaan zat gizi yang diperlukan

dalam tubuh dapat menjadi faktor penentu kondisi kesehatan seseorang. Asupan

gizi sangat mempengaruhi beberapa variable pertumbuhan termasuk di dalam

berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar lengan

(Almatsier, 2009). Jika terjadi ketidakseimbangan antara variable tersebut dapat

menyebabkan terjadinya malnutrisi yaitu gangguan status gizi akibat defisiensi

asupan gizi, gangguan metabolisme, dan inflamasi sehingga fungsi tubuh juga

dapat terganggu (Tri, Yaldiera, 2014).

Masa balita merupakan masa emas dalam pertumbuhan dan perkembangan

otak terutama periode 2 tahun pertama kehidupan (Katherine, Rachel, & Betty,

2011). Namun, pada masa ini merupakan masa yang sangat rentan terhadap

17
18

beberapa penyakit termasuk kekurangan gizi. Oleh karena itu, status gizi suatu

masyarakat dapat dimulai dengan mengukur dengan mengukur status gizi balita

(Supariasa, 2016)

B. Penilaian Status Gizi

Menurut American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN),

penilaian status gizi dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu (Tri, Yaldiera,

2014) :

1. Metode Langsung

a. Penilaian Klinis

Dapat dilakukan dengan cepat dan mudah melalui tanda-tanda

klinis yang timbul dari suatu individu yaitu mata, kulit, rambut, dan

mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh

seperti kelenjar tiroid (Tri, Yaldiera, 2014).

b. Pengukuran Antropometri

Dapat dinilai dengan mengukur dimensi dan komposisi tubuh

seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar

kepala, dan lingkar dada (Tri, Yaldiera, 2014).

i.Umur

Parameter ini sangat penting dalam menginterpretasi status

gizi individu. Menurut rujukan dari center of disease control (CDC)

jika umur anak lebih dari 16 hari maka dibulatkan menjadi 1 bulan,

dan untuk umur anak yang kurang dari 15 hari maka usianya tidak
19

dibulatkan (Supariasa, 2016).

ii. Berat Badan

Parameter ini sangat mudah dilakukan dan dapat

menggambarkan jumlah makromolekul yang terdapat di dalam

tubuh. Alat yang sering digunakan adalah timbangan digital dengan

beban maksimun 100 kg dan timbangan dacin dengan beban

maksimum 25 kg (Tri, Yaldiera, 2014).

iii. Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan untuk objek anak-anak diatas dua

tahun (yang dapat berdiri) maka dilakukan dengan posisi berdiri

menggunakan alat vertical measure (microtoise), sedangkan untuk

bayi dan balita dibawah dua tahun dengan berbaring (supinasi)

menggunakan alat baby length board(Tri, Yaldiera, 2014).

iv. Lingkar Kepala

Parameter pengukuran ini adalah yang terbaik dalam melihat

pertumbuhan struktur intracranial (Soetjiningsih, 2013). Pengukuran

ini sebaiknya dilakukan sampai usia 2 tahun menggunakan pita ukur

yang elastisdari bagian atas alis, melewati bagian atas telinga, sampai

bagian paling menonjol di belakang kepala (protuberantia

occipitalis). Untuk pengukuran ubun-ubun diukur dengan rata-rata

menggunakan ukuran anteroposterior dan transversal (IDAI, 2017).

Ukuran lingkar kepala saat lahir sampai usia 2 tahun berkisar


20

antara 35-49 cm. Sedangkan, ukuran ubun-ubun saat lahir adalah 2,1

cm yang akan mengecil dengan bertambahnya usia. Ubun-ubun akan

menutup pada saat usia 13 bulan (IDAI, 2017). Ubun-ubun yang

lebar atau terlambat menutup terjadi pada atrofi otak, peningkatan

tekanan intracranial, dan sebagainya. Ubun-ubun yang cekung dapat

terjadi pada atrofi otak dan dehidrasi. Ubun-ubun yang menutup

dibawah usia 6 bulan atau belum menutup pada usia 18 bulan,

mencerminkan adanya gangguan pertumbuhan otak (Harris, 2015).

v. Lingkar Lengan Atas

Parameter ini dapat menggambarkan status gizi dan tumbuh

kembang melalui jaringan otot, dan lapisan lemak bawah kulit

(Soetjiningsih, 2013).

vi. Lingkar Dada

Pemeriksaan lingkar dada biasa digunakan pada anak usia 2-

3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada berkembang pesat sampai

anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar kepala dan dada dapat

digunakan sebagai indicator KEP pada balita (Soetjiningsih, 2013).

c. Pemeriksaan Biokimia

Dilakukan untuk menilai status mikronutrien menggunakan

laboratorium berupa specimen darah, urine, tinja, rambut, dan kuku (Tri,
21

Yaldiera, 2014).

d. Pemeriksaan Biofisik

Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi

suatu jaringan dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Tri,

Yaldiera, 2014).

2. Metode Tidak Langsung

a. Survei Asupan Gizi

Survei ini dilakukan untuk mengidentifikasi asupan konsumsi

zat gizi, sehingga masalah kelebihan dan kekurangan zat gizi dapat

diketahui(Supariasa, 2016).

b. Statistik Vital

Dilakukan melalui proses analisa data angka kematian, angka

kesakitan secara statistik (Tri, Yaldiera, 2014).

c. Faktor Ekologi

Pengukuran ini penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi

berdasarkan faktor biologis, lingkungan, budaya, dan ekonomi suatu

individu (Tri, Yaldiera, 2014).

C. Faktor Risiko Gizi Kurang & Gizi Buruk Pada Balita

Kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita sangat erat hubungannya

dengan beberapa faktor risiko diantaranya faktor internal yang meliputi jenis
22

kelamin, umur, berat badan lahir, antropometri, sedangkan faktor eksternal

meliputi lingkungan dan penyakit infeksi (Almatsier, 2009).

i. Faktor internal

- Umur

Sangat penting dalam menentukan status gizi suatu individu.

Balita adalah kelompok yang paling rentan mengalami masalah gizi

karena merupakan masa pertumbuhan (Supariasa, 2016 ; Soeditama,

2010).

- Jenis kelamin

Terdapat perbedaan kebutuhan asupan energy antara anak

laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih berpotensi untuk

mengalami masalah gizi karena aktivitas pertumbuhan yang tinggi

dibandingkan perempuan (Almatsier, 2009).

- Berat Badan lahir

Berat badan lahir bayi yang dibawah normal (<2500 gram)

memerlukan kebutuhan nutrisi yang lebih besar dibandingkan bayi

yang lahir normal, karena rentan terkena penyakit infeksi

(Hadi,2015).

- Asupan Makanan

Balita merupakan kelompok umur yang perlu diperhatikan

kebutuhan zat gizinya karena jika tidak memenuhi maka tubuh akan
23

menggunakan cadangan zat gizi yang ada sehingga lama kelamaan

akan terjadi kekurangan dan menimbulkan gejala (Adriani, 2012).

Makronutrien seperti karbohidrat, lemak, dan protein

merupakan sumber energi yang dibutuhkan anak terutama usia

balita, namun dipengaruhi oleh beberapa faktor dari masing-masing

individu yaitu aktivitas fisik, umur, dan lingkungan. Dianjurkan

jumlah energi yang dikonsumsi adalah 50-60% karbohidrat, 25-

35% protein, dan 10-15% lemak (Adriani, 2012). Selain energi,

protein itu sendiri merupakan zat gizi penting yang dibutuhkan

untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, dan atau bayi

dibutuhkan 2,5-3 gram/KgBB bayi dan 1,5-2 gram/KgBB untuk

anak usia sekolah sampai remaja. Namun, jika kebutuhan energi

tidak terpenuhi maka protein digunakan untuk memenuhi

kekurangan kebutuhan energi tersebut. Angka kecukupan gizi

(AKG) rata-rata yang dianjurkan dalam WKPG VI tahun 1998

untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut (Adriani, 2016) :


24

Tabel 1.3 Angka Kecukupan Energi dan Protein Rata-Rata Yang

Dianjurkan Per Hari(Adriani, 2016)

ii. Faktor eksternal

- Lingkungan

o Pendidikan Ibu

Rendahnya pendidikan terutama seorang ibu dapat

mempengaruhi kualitas dalam pengasuhan anak, sedangkan

tingginya tingkatan pendidikan dapat mengembangkan

kemampuan terutama seorang ibu dalam mengasuh anak,

misalnya dalam penentuan konsumsi makanan, pengetahuan ibu

akan pentingnya konsumsi makanan yang cukup zat gizi akan

berpengaruh dalam status gizi anaknya dan begitu pula

sebaliknya (Abu A, 2010).

o Sosial- Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi yang buruk seperti rendahnya

gaji ayah mendorong gizi kurang dan gizi buruk pada anak-anak.
25

Ayah yang bekerja tetapi memiliki penghasilan rendah atau

memiliki pekerjaan yang tidak stabil cenderung kurang dapat

mencukupi nutrisi anak-anak mereka (Ayensu, 2013).

o Pelayanan Kesehatan

Tingkatan sistem pelayanan kesehatan terutama balita

dicakup dalam posyandu, puskesmas, dan kegiatan lain yang

terkait. Kurangnya pelayanan kesehatan baik karena masalah

jarak tempat pelayanan yang jauh, pelayanan yang kurang

handal, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

pentingnya pelayanan tersebut dapat menjadi faktor risiko

terjadinya masalah gizi pada balita (Lestrina, 2009). Salah satu

contoh adalah pentingnya memberikan edukasi dan informasi

kepada para ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai umur

2 tahun dan pemberian MP-ASI yang tepat (IDAI,2015).

- Penyakit Infeksi

Kurangnya asupan gizi dapat menjadi awal timbulnya

penyakit infeksi, karena gangguan penyerapan makanan

(Almatsier,2009). Selain itu, masalah sanitasi merupakan salah satu

penyebab mudahnya penyakit infeksi itu terjadi (Listyowati, 2010).


26

D. Klasifikasi Status Gizi Pada Balita

Status gizi balita adalah keadaan gizi pada balita yang dapat diketahui

dengan membandingkan antara berat badan menurut umur (BB/U) atau panjang

badan menurut umur (TB/U), atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Pengukuran dilakukan menggunakan parameter umur, berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit

(Supariasa, 2016). Klasifikasi status gizi berdasarkan status antropometri dibagi

menjadi :

- Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Penentuan status gizi yang umum dilakukan adalah

menimbang berat badan yang dibandingkan dengan umur anak. Salah

satu standar antopometri yang biasa digunakan antara lain adalah

WHO-NCHS (National Center Health Statistics).

Tabel 1.4 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan

/ Umur (Depkes, 2012)


27

Penialian status gizi dapat berdasarkan berat badan menurut

umur (BB/U) dapat dibagi menjadi empat menurut buku standar

WHO-NCHS status gizi (Supariasa, 2016), yaitu :

1. Gizi lebih : overweight dan obesitas

2. Gizi baik

3. Gizi kurang : under weight (mild dan moderate PCM (Protein

Calori Malnutrition)

4. Gizi buruk :severe PCM ( marasmus, marasmus- kwasiorkor dan

kwashiorkor)

- Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan

kualitas gizi pada seseorang. Faktor yang mempengaruhi tinggi

badan adalah hereditas dan zat gizi yang diperoleh dari makanan

sehari-hari. Gizi makanan sangat penting dalam membantu

pertumbuhan tinggi badan anak (Supariasa, 2016).

Salah satu standar antopometri yang biasa digunakan untuk

menentukan kategori TB/U antara lain adalah WHO-NCHS

(National Center Health Statistics).


28

Tabel 1.5Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Tinggi

Badan / Umur (Depkes, 2012)

- Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Penggunaan standar Antopometri WHO 2015 dalam menilai

status gizi anak yaitu status gizi yang didasarkan pada indeks berat

badab menurut panjang badan (BB/TB) atau berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB), yang merupakan padanan istilah wasted

(kurus) dan severely wasted (Sangat Kurus) (Adriani M, 2016).

Tabel 1.6 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan

/ Tinggi Badan (Depkes, 2012)

Selain itu, klasifikasi status gizi malnutrisi energy protein (MEP)

berdasarkan antropometri terbagi menjadi (Adriani, 2012) :

- Klasfikasi MEP Menurut Latham

Tabel 1.7 Klasifikasi MEP Menurut Latham (Adriani, 2016)


29

- Klasifikasi MEP Menurut WellcomeTrust

Tabel 1.8 Klasifikasi MEP Menurut Wellcome Trust (Adriani, 2016)

- Klasifikasi MEP Menurut Bengoa

Tabel 1.9 Klasifikasi MEP Menurut Bengoa (Adriani, 2016)

E. Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,

atau nutrisinya dibawah rata-rata (Nelson, 2007). Gizi kurang pada anak-anak

merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting di seluruh

dunia tetapi keparahannya bervariasi dari satu daerah ke daerah lain. Secara global,

ini merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah

lima tahun terutama di negara-negara berkembang (Issac, Puoane, 2015).

F. Gizi Buruk

Gizi buruk dapat diartikan sebagai kurangnya asupan energi dan protein

sehari-hari atau karena suatu penyakit tertentu (Supriasa, 2016). Menurut Depkes

RI 2012, merupakan status gizi dengan z-score <-3 menurut BB/TB atau dengan
30

tanda-tanda marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor (Depkes RI,

2012). Kelompok umur balita merupakan kelompok umur yang sangat rentan

mengalami gizi buruk. Secara garis besar klasifikasinya dapat dibagi menjadi

(Nelson, 2007) :

a. Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling

sering ditemukan pada balita. Ini merupakan hasil akhir dari tingkat

keparahan gizi buruk. Gejala klinis marasmus antara lain terlihat wajah

seperti orang tua, terlihat tulang belakang menonjol dan kulit di pantat

berkeriput (baggy pant), perut umumnya cekung, iga gambang, dan

sering disertai penyakit infeksi (umumnya penyakit kronis yang

berulang), dan diare (Nelson, 2007).

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalahsuatu keadaan dimana terjadi kekurangan

protein dalam jumlah yang besar (Onecia, Sarah, 2019). Gejala klinis

dari kwashiorkor antara lain rambut rontok dan berwarna kemerahan,

otot mengecil (hipotrofi), kelainan kulit berupa bercak merah muda

yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan

terkelupas (crazy pavement dermatosis), pembesaran hati, sering

disertai penyakit infeksi (umumnya bersifat akut), anemia, dan diare

(Nelson, 2007).
31

c. Marasmus-Kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran

dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan

Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS

yang disertai edema yang tidak mencolok (Nelson, 2007).


32

G. Kerangka Teori
Sosial - ekonomi
rendah

Pelayanan kesehatan Tingkat Pendidikan


yang kurang memadai rendah

Kurangnya
keterampilan Tingkat pengetahuan
tenaga kesehatan rendah

Pola perawatan dan


pengasuhan anak yang tidak
memadai

Asupan zat gizi Penyakit infeksi


kurang

Kebutuhan energi dan


protein yang
terganggu

Gizi kurang
Atau
gizi buruk

Gambar 2.1 Kerangka Teori

H. Kerangka Konseptual
33

Kerangka konsep penelitan dirumuskan berdasarkan rumusan masalah

yang ada dan tinjauan pustaka dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara

jelas mengenai jalannya penelitian dan untuk mengarahkan peneliti dalam mencari

data yang dibutuhkan.

Pemberian ASI Eksklusif

Konsumsi Makanan

Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Penyakit Infeksi Pada Balita

Riwayat Berat Badan Lahir

Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan


Ibu tentang terkait masalah gizi pada balita

Sosial Ekonomi
Variabel Terikat

Variabel Bebas

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross

sectional dengan menggunakan data kuantitatif untuk mengetahui hubungan

antara kejadian balita gizi kurang dan gizi buruk dengan faktor-faktor risiko

tersebut.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar,

Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang mengalami

malnutrisi di Kota Makassar pada tahun 2019.

C. Sampel

Sampel penelitian ini diambil menggunakan metode Purposive Sampling dan

jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 200 anak balita yang tinggal di wilayah

Kecamatan Tamalanrea dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

1. Orang tua atau wali yang bersedia diambil datanya dan mengisi kuisioner

2. Balita (bayi) dengan umur < 5 tahun

34
35

3. Balita yang memiliki status gizi kurang dan buruk berdasarkan standar

pengukuran

4. Memiliki data rekam medik yang lengkap yang dapat dievaluasi

b. Kriteria Eksklusi

1. Anak yang mengalami gangguan jiwa

2. Anak yang mengalami kelainan congenital

3. Anak balita yang obesitas

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer. Menggunakan data variabel independen seperti riwayat konsumsi

makanan, riwayat berat badan lahir, faktor orang tua, penyakit infeksi, status

sosial ekonomi, serta faktor higenitas dan sanitasi lingkungan yang diperoleh

dari kuisioner penelitian melalui wawancara


2. Data Sekunder , mencakup gambaran umum mengenai angka kejadian gizi

kurang dan gizi buruk pada anak balita di wilayah Kecamatan Tamalanrea, Kota

Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dari puskesmas setempat

E. Instrumen Penelitian

1. Kuisioner yang diisi berdasarkan hasil wawancara responden

2. Data rekam medik responden untuk mengetahui faktor risiko terjadinya gizi

kurang dan gizi buruk pada anak balita

F. Pengolahan dan Penyajian Data


36

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan aplikasi

SPSS For Windows dan kemudian disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan

persentase disertai penjelasan secara naratif.

G. Etika Penelitian

Hal-hal yang berhubungan dengan etika penelitian dalam penelitian iniadalah:

1. Membuat surat pengantar yang ditujukan kepada pihak atau instansi terkait

sebagai permohonan izin untuk melaksanakan penelitian.

2. Menyampaikan tujuan penelitian yang kita lakukan kepada subjek penelitian

secara baik dan sopan.

3. Menjamin kerahasiaan identitas subjek atau responden penelitian sehingga

tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang sedang

dilakukan.

4. Tidak memaksa atapun mengintervensi subjek penelitian pada saat proses

pengumpulan data.

5. Diharapkan dari penelitian yang kita lakukan dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang

telah disebutkan sebelumnya.


37
38
39
40
41
42

.
43
44

Anda mungkin juga menyukai