5
6
parameter tidak melebihi syarat bilangan Reynold yaitu Re<2000 dan angka
Froude yaitu Fr<0,005. Pengolahan air asam tambang dilakukan dengan
menggunakan metode pengolahan aktif yaitu pemberian kapur dan tawas
dengan rapid mixing yang tenaga pengadukannya berasal dari terjunan hidrolis.
4. Isnaeni, dkk (2016) dalam Jurnal Teknologi Pertambangan volume 4 tahun
2016 yang berjudul “Kajian Teknis Dimensi Kolam Pengendapan di Settling
pond 71 C PT Perkasa Inakakerta Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai
Timur Provinsi Kalimantan Timur” dimana saat ini untuk parameter kualitas
air yang belum memenuhi standar baku mutu adalah pH dan TSS, koagulan
yang digunakan terlalu banyak, faktor yang mempengaruhi adalah dimensi
kolam pengendapan yang terlalu luas sehingga kurang efektif. Metode yang
digunakan yaitu kuantitatif dilakukan agar parameter kualitas air memenuhi
baku mutu dan koagulan yang digunakan tidak terlalu banyak adalah
melakukan perbaikan pada dimensi kolam menjadi 2 kompartemen sebagai
proses pengendapan material padatan dan 3 kompartemen untuk perawatan
(treatment) dengan luas 5.505 m2 dan volume 24.663 m3 sehingga koagulan
yang digunakan sebanyak 48 kg/jam.
5. Arisepta, dkk (2014) dalam Jurnal Ilmu Teknik Universitas Sriwijaya Vol 2
No 6 Tahun 2014 yang berjudul “ Kajian Efektivitas Penentuan Dosis
Kuriflock PC-702 untuk Mengurangi TSS (Total Suspended Solid) pada Air
Tambang di KPL Stockpile 1 PT Bukit Asam Tbk. Pada musim penghujan laju
debit air yang masuk ke catchment area seluas 35 Ha di kawasan KPL
stockpile 1 PT BA akan meningkat dan menyebabkan air di KPL stockpile 1
menjadi lebih keruh daripada kondisi tidak hujan. Akibat kekeruhan itu
didapatlah tingkat TSS yang tinggi merupakan salah satu standar baku mutu
lingkungan yang wajib dipenuhi oleh PT BA sebagai perusahaan pertambangan
batubara di Indonesia yang sangat peduli terhadap kestabilan ekosistem alam
sekitar. Oleh sebab itu perlu dilakukan proses pengendalian dengan cara aktif
yang dalam hal ini menggunakan reagen kimia polimer flokulan yaitu
Kuriflock PC-702 yang dapat mengurangi kadar TSS air, sehingga diharapkan
hasil akhir pengendalian air asam tambang memenuhi baku mutu lingkungan
8
mutu air pH normal adalah 6-9. Air yang bersifat asam dapat keluar dari asalnya
jika terdapat air pereaksi aktif yang cukup, umumnya air hujan yang pada timbunan
batuan dapat meresap (infiltrasi). Air yang keluar dari sumbernya inilah yang lazim
disebut dengan istilah air asam tambang (AAT).
Menurut Said (2014) Tipe air tambang merupakan hasil dari reaksi kimia
yang menghasilkan berbagai macam senyawa kimia yang mengalami degradasi
secara alami dan mengakibatkan ditemukannya berbagai macam tipe atau bentuk
senyawa air tambang tersebut. Dalam menentukan kualitas air tambang diperlukan
beberapa kriteria yang dapat menentukan apakah air tambang dapat dimanfaatkan
untuk kehidupan manusia, seperti air minum, air mandi dan cuci, air toilet, air
irigasi untuk pertanian, air minum untuk pertenakan atau air untuk usaha budidaya
perikanan atau juga untuk dimanfaatkan sebagai wilayah pariwisata. Adakalanya
wilayah kolam air dapat juga digunakan untuk tempat pengembangan pemukiman
atau sering dimanfaatkan sebagai water front city area.
Air asam tambang adalah air bersifat asam dan mengandung zat besi dan
sulfat yang terbentuk pada kondisi alami pada saat strata geologi yang mengandung
pyrite terpapar ke atmosfir atau lingkungan yang bersifat oksidasi. Air asam
tambang dapat terbentuk dari tambang batubara, baik pada pertambangan
permukaan maupun pertambangan bawah tanah. Air tambang alkali (alkaline mine
drainage) adalah air tambang yang mempunyai tingkat keasaman (pH) 6 atau lebih,
mengandung alkalinitas, tetapi masih mengandung logam terlarut. Kualitas air
tambang, asam atau alkali, bergantung pada ada atau tidaknya kandungan mineral
asam (sulfida) dan material alkali (material karbonat) di dalam strata geologi.
Umumnya material yang banyak mengandung sulfida dan mengandung sedikit
material alkali cenderung membentuk air asam tambang. Sebaliknya material yang
banyak mengandung alkali, walaupun mengandung material sulfida dengan
konsentrasi yang banyak, sering menghasilkan air alkali (net akaline water).
Menurut Skousen dan Ziemkiewicz (1996) air tambang dapat dikelompokkan ke
dalam 5 tipe yaitu:
a) Air Tambang Tipe 1
Air tambang yang tidak atau sedikit mengandung alkalinitas (pH < 4,5)
10
dan mengandung Fe, Al, Mn, dan logam lainnya, asam (H+ ) dan oksigen dengan
konsentrasi yang tinggi. Air tambang tipe ini disebut air asam tambang (acid
mine drainage, AMD). Air asam tambang (AMD) mungkin juga merujuk pada
air yang mempunyai pH < 6 dan mengandung keasaman bersih (net acidity),
yaitu keasamannya lebih besar daripada alkalinitasnya.
b) Air Tambang Tipe 2
Air tambang yang mempunyai kandungan zat padat terlarut yang tinggi, yakni
mengandung besi ferro dan Mn yang tinggi, sedikit atau tanpa megandung
oksigen, dan pH > 6. Pada kondisi teroksidasi, pH air tipe ini dapat turun secara
tajam, sehingga berubah menjadi air tipe 1.
c) Air Tambang Tipe 3
Air tambang yang mengandung zat padat terlarut dengan konsentrasi sedang
sampai tinggi, mengandung besi ferro dan Mn dengan konsentrasi rendah sampai
sedang, tanpa atau sedikit mengandung oksigen, pH > 6, dan alkalinitas lebih
besar dari keasaman (acidity). Umumnya disebut juga dengan air tambang alkali
(alkaline mine drainage). Pada kondisi teroksidasi, asam yang terbentuk dari
hidrolisa logam dan reaksi pengendapan akan dinetralkan oleh senyawa alkali
yang sudah terdapat di dalam air.
d) Air Tambang Tipe 4
Air asam tambang tipe 1 yang dinetralkan hingga pH-nya > 6 dan mengandung
partikel tersuspensi dengan konsentrasi yang tinggi. Pengendapan hidroksida
logam di dalam air belum terjadi. Dengan waktu tinggal yang cukup di dalam
kolam, maka partikel tersuspensi akan mengendap.
e) Air Tambang Tipe 5
Air asam tambang yang telah dinetralkan sehingga pH-nya > 6 dan mengandung
zat padat terlarut dengan konsentrasi yang tinggi. Setelah hampir seluruh
hidroksida logam diendapkan di dalam kolam pengendap, kation utama yang
masih tertinggal di dalam air dengan konsentrasi yang tinggi umumnya adalah
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) terlarut. Anion terlarut seperti bikarbonat dan
sulfat masih tertinggal di dalam air. Jika pada proses netralisasi mengalami
kekurangan alkalinitas, air tambang tipe 5 ini tidak akan terbentuk.
11
Tipe lain dari air tambang terjadi dari tambang yang mengandung sedikit
sulfida dan karbonat dengan konsentrasi rendah sampai sedang. Air tipe ini
biasanya mendekati pH netral, spesifik konduktan rendah (< 100 μS/mm) dan
alkalinitas mendekati setimbang. Air tipe ini dikelompokkan sebagai air netral
atau inert. Di antara tipe-tipe air tambang di atas terdapat kemungkinan adanya
tipe transisi sehingga pengambilan data yang sesuai dan analisa konsentrasi
logam, pH air, serta status oksigen perlu dilakukan untuk menentukan tipe atau
karakteristik air tambang.
nama daerah yang sedikit banyak mengindikasikan adanya aliran air alami yang
bersifat asam.
Pada suatu areal penambangan AAT dapat terbentuk melalui berbagai proses,
antara lain :
1. Air limpasan hujan yang mengalir dan kontak dengan dinding pit
penambangan.
2. Air hujan yang jatuh dan terinfiltrasi pada timbunan batuan pnutup.
3. Air hujan yang jatuh dan terinfiltrasi pada timbunan batubar atau bijih hasil
penambangan ( Run of mine, ROM), tumpukan bijih pada ekstrasi mineral
berharga dengan metode heapleach, timbunan tailing dan timbunan limbah sisa
cucian batubara.
4. Air tanah mengalir ke dalam bukaan tambang bawah tanah dan kontak dengan
batuan dinding bukaan.
5. Air tanah dan limpasan air hujan yang mengalir ke zona ambrukan pada
tambang bawah tanah dengan metode ambrukan.
Proses pembentukan AAT dapat berlangsung cepat tetapi dapat juga
berlangsung dengan lama setelah mineral sulfida terendapkan. Pembentukan AAT
ditemukan baik dilokasi penambangan dengan tinggkat curah hujan yang tinggi
maupun pada daerah yang relatif kering, jadi pembentukan AAT tidak tergantung
pada iklim, AAT ditemukan terjdi pada lokasi penambangan di daerah tropis seperti
di indonesia maupun di wilayah dekat kutub seperti di kanada.
Proses oksidasi mineral sulfida tidak hanya menghasilkan asam tetapi juga
dapat melepaskan logam dan sulfat ke dalam AAT dan melindi unsur-unsur lain
yang terdapat di dalam mineral ganggue. AAT umumnya diasosiasikan dengan
kandungan sulpaf, logam berat (F, Cu, Pb, Zn, Cd, Co, Cr, Ni, Hg), metalloid
(As,Sb) dan unsur lain seperti Al, Mn, Si,Ca, Na, Mg,Ba, dan F. Kandungan logam
yang tinggi umumnya ditemukan pada AAT yang dibangkitkan di tambang bijih
logam dasar atau emas sementara di tambang batubara kandungan logam dan
metalloid lebih rendah. AAT biasanya dicirikan oleh kandungan sulfat yang tinggi
(>1000 mg/l), kandungan besi dan alumunium yang tinggi (>100 mg/l) dan
konsentrasi tembaga, kromonium, nikel, timbal dan zinc dari 10 mg/l ( Lottermoser,
13
Menurut Stumm & Morgan (1996) Reaksi pembentukan air asam tambang
dapat dirinci menjadi empat tahap reaksi yaitu :
1. Reaksi pertama adalah reaksi pelapukan dari pyrite disertai proses oksidasi.
Sulfur dioksidasi menjadi sulfat dan besi fero dilepaskan. Dari reaksi ini
dihasilkan dua mol keasaman dari setiap mol pyrite yang teroksidasi.
14
Besi (Fe) berada dalam tanah dan batuan sebagai ferioksida (Fe2O2) dan
ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air, besi berbentuk ferobikarbonat (Fe(HCO3)2),
ferohidroksida (Fe(OH)2), ferosulfat (FeSO4) dan besi organik kompleks. Air tanah
mengandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe2+). Jika air tanah dipompakan keluar
dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi (Fe2+) akan teroksidasi menjadi
ferihidroksida (Fe(OH)3).
Ferihidroksida dapat mengendap dan berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat
menodai peralatan porselen dan cucian. Bakteri besi (Crenothrix dan Gallionella)
memanfaatkan besi fero (Fe2+) sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya dan
mengendapkan ferrihidroksida. Pertumbuhan bakteri besi yang terlalu cepat (karena
adanya besi ferro) menyebabkan diameter pipa berkurang dan lama kelamaan akan
tersumbat.
4. Mangan (Mn)
Mangan merupakan unsur logam yang termasuk golongan VII, dengan berat
atom 54,93, titik lebur 1247˚C, dan titik didihnya 2032˚C (BPPT, 2004). Menurut
Slamet (2007), Mangan (Mn) adalah metal berwarna kemerah – merahan, di alam
mangan (Mn) umumnya ditemui dalam bentuk senyawa dengan berbagai macam
valensi. Air yang mengandung mangan (Mn) berlebih menimbulkan rasa, warna
(coklat/ungu/hitam), dan kekeruhan (Fauziah, 2010).
Toksisitas mangan relatif sudah tampak pada konsentrasi rendah. Kandungan
mangan yang diizinkan dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik yaitu
dibawah 0,05 mg/l. Air yang berasal dari sumber tambang asam dapat mengandung
mangan terlarut dengan konsentrasi ±1 mg/l. Pada pH yang agak tinggi dan kondisi
aerob terbentuk mangan yang tidak larut seperti MnO2, Mn3O4 atau MnCO3
meskipun oksidasi dari Mn3+ itu berjalan relatif lambat (Achmad, 2004).
untuk AAT yang memiliki keasaman bersih, nilai pH ysng rendah, kandungan
Fe yang tinggi dan oksigen terlarut tinggi (> 2 mg/l), serta telah berhasil untuk
pengolahan AAT dengan debit rendah dan kualitas sedang.
Anaerobic biochemical reactor (BCR) Menggunakan bahan organik
(umumnya kompos) untuk mereduksi sulfat menjadi H2S. Penambahan alkalin
dilakukan untuk menetralkan keasaman. Sistem ini terdiri atas lapisan subtrat
dasar dari campuran material alami (misalnya potongan kayu, pecahan batu
gamping, limbah pengolahan, alang-alang, kotoran binatang dan kompos).
3. Anoxic Limestone Drain (ALD)
ALD adalah sel atau saluran batugamping dengan penudungan untuk
meminimalkan kontak deangan oksigen di atmosfer dan memaksimalkan
akumulasi CO2. Lapisan penudung yang umum adalah lempung setebal 1-3m.
Bisa juga ditambahkan lapisan plastik di antara batu gamping dan lempung
untuk mencegah peluang infiltrasi oksigen. Pada sistem ini batugamping larut
dalam AAT dan meningkatkan pH serta menambahkan alkalinitas. Pada
kondisi anaxic tidak akan terjadi pelapisan batugamping oleh ferihidroksida
karena Fe²+ tidak akan mengalami presipitasi pada kondisi pH dekat nertal.
Batugamping dengan kandungan CaCO3 tinggi (>80%) lebih cepat melarut
dari pada tinggi. Batugamping yang baik untuk sitem ini adalah yang
mengandung CaCO3 atau CaMg(CO3)² yang tinggi. Batugamping yang baik
untuk sistem ini adalah yang mengandung CaCO3 antara 80-95% dan
berukuran 5-20 cm.
Keberhasilan ALD bergantung pada beberapa hal berikut :
Besi harus dalam bentuk besi ferro (Fe II) karena besi feri (Fe III) akan
melapisi batu gamping.
Jangan sampai kandungan oksigen bebas agar tidak memicu prepitasi besi
feri (Fe III).
Konsentrasi Al rendah atau kurang dari 2 mg/l karena presipitasi aluminium
hidroksida akan menyumbat lapisan batuganping.
Menungkinkan pelepasan CO2 yang terbentuk.
23
Aliran air dikatakan memiliki sifat ideal apabila air tersebut tidak dapat
dimanfaatkan dan berpindah tanpa mengalami gesekan, hal ini berarti pada gerakan
air tersebut memiliki kecepatan yang tetap pada masing-masing titik dalam pipa
dan gerakannya beraturan akibat pengaruh gravitasi bumi.
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air
sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan
tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran
air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai
per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan
meter kubik per detik (m³/detikt). Kemampuan pengukuran debit aliran sangat
diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit
aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air
suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada.
Untuk menghitung aliran debit air menggunakan persamaan di bawah ini :
v
Q= ....................................................................................................(2.1)
t
Keterangan : Q = Debit Air (m³/detik)
V = Volume alat tampung (m³)
t = Waktu (m³/s)
Untuk dapat menentukan debit air maka kita harus mengetahui satuan ukuran
volume dan satuan ukuran waktu terlebih dahulu, karena debit air berkaitan erat
dengan satuan volume dan satuan waktu. Perhatikan konversi satuan waktu berikut:
1 jam = 60 menit
1 menit = 60 detik
1 jam = 3.600 detik
1 menit = 1/60 jam
1 detik = 1/60 detik
1 jam = 1/3.600 detik
26
Nilai penurunan
Persentase penurunan ₌ × 100 % ....................................(2.2)
Nilai sebelum penurunan
pengujian derajat keasaman (pH) sesuai dengan SNI 06-6989.11-2004 (Air dan Air
Limbah) :
a. Uji Kekeruhan Sampel
Sampel dibawa ke laboratorium dalam 1 x 24 jam untuk diuji kekeruhannya
menggunakan Turbidity meter MicroTPW 20000. Sampel diambil sebanyak 10
mL dengan cuvet untuk diukur tingkat kekeruhannya, dengan aquades sebagai
larutan pembanding (kalibrasi).
b. Uji Total Padatan Tersuspensi Sampel
Sampel dibawa ke laboratorium dalam 1 x 24 jam untuk diuji total padatan
tersuspensi. Sampel diambil sebanyak 50-100 ml untuk diuji menggunakan
metode berdasar SNI 06 - 6989.27-2005 Cara uji kadar padatan terlarut total
secara gravimetri.
c. Besar tingkat kekeruhan dan total padatan tersuspensi
Berdasarkan hasil uji dari beberapa sampel, diambil nilai terbaik yang mewakili
kelusuhan sampel. Nilai tertinggi digunakan untuk membuat kekeruhan dan total
padatan tersuspensi artificial menggunakan kaolin clay dan aquadest.
d. Pengkondisian kekeruhan dan total padatan tersuspensi artificial Kekeruhan dan
total padatan tersuspensi artificial dibuat dengan cara melarutkan kaolin clay
dengan jumlah bervariasi pada aquadest sebanyak 1 Liter, kemudian dilakukan
pengukuran nilai kekeruhan dan totalpadatan tersuspensi seperti langkah diatas
hingga didapatkan nilai yang mendekati hasil uji sampel (trial and error).
Larutan terbentuk akan digunakan untuk diuji penurunan kekeruhan dan total
padatan tersuspensi menggunakan roughing filter GRF desain terpilih.
e. Mengetahui kemampuan roughing filteram menurunkan tingkat kekeruhan dan
l padatan tersuspensi pada air hujan diampung air hujan langkah yang dilakukan
adalah :
Memilih diameter media filter yang akan digunakan berdasarkan kriteria
desain roughing filter.
Memilih jenis material filter yang akan digunakan berdasarkan kriteria desain
roughing filter berupa kerikil (gravel), batu kapur (limestone), pecahan batu
30
bata (broken bricks), batu belah (broken stones), potongan plastik (plastic
chips) atau ijuk (coconut fibre).
Desain roughing filter dalam skala laboratorium
- GRF (Gravity Roughing Filter) atau Down flow Roughing Filter
Tinggi : 100 cm
Lebar : 15 cm
Panjang : 15 cm
- HRF (Horizontal Roughing Filter)
Tinggi : 20 cm
Lebar : 15 cm
Panjang : 95 cm
2.7.4 Kolam Pengendapan Lumpur (KPL)
Kolam pengendapan lumpur adalah sebagai tempat menampung air tambang
sekaligus untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut bersama air dari
lokasi penambangan. Kolam pengendapan dibuat pada daerah terendah dari suatu
daerah penambangan, sehingga air akan masuk ke kolam pengendapan secara alami
dan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui saluran pembuangan.
Kolam pengendapan akan berfungsi dengan baik apabila rancangan kolam
pengendapan yang dibuat sesuai dengan debit air limpasan yang akan ditampung
untuk pengendapan lumpur. Rancangan kolam pengendapan dari segi geometri
harus mampu menampung debit air dari lokasi penambangan, sedangkan dari segi
operasional dapat menjamin partikel-pertikel padatan mempunyai waktu yang
cukup untuk mengendap serta mudah dibersihkan dari segi lumpur yang
mengendap. Keberadaan kolam pengendapan lumpur diharapkan pada saat air yang
keluar dari daerah penambangan sudah bersih dari partikel-partikel padatan,
sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut sebagai pembuangan
akhir. Selain itu juga tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel
padatan yang terbawa bersama air.
Untuk menghitung volume kolam pengendapan lumpur (KPL) dapat
menggunakan rumus dibawah ini:
Volume = P x L x T ................................................................................ (2.4)
31