Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran sumber daya manusia (SDM) dalam menentukan keberhasilan perusahaan tidak
dapat diabaikan begitu saja. Menurut Pfeffer yang dikutip oleh Sutrisno (2012) sumber daya
manusia merupakan sumber keunggulan daya saing yang mampu menghadapi berbagai
tantangan. Hal ini juga didukung oleh Gomez (1997), yang mengatakan bahwa sumber daya
manusia memegang peranan penting dan menentukan keberhasilan suatu perusahaan (Sutrisno,
2012).
Perkembangan teknologi semakin pesat dan penggunaan mesin-mesin dalam pekerjaan
semakin banyak. Namun, manusia sebagai komponen paling penting tetap menjadi hal yang
paling utama dalam pekerjaan. Maka dari itu, keselamatan dan kesehatan manusia dalam
sebuah pekerjaan harus diperhatikan. Gangguan-gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja
fisik dapat berakibat buruk bagi kesehatan juga dapat mengakibatkan kelelahan kerja.
Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada
tenaga kerja. Menurut Setyawati (2010), bahwa kelelahan kerja terjadi akibat penumpukan
asam laktat. Pada saat bekerja tubuh membutuhkan energi. Energi tersebut diperoleh dari hasil
pemecahan
glikogen. Selain energi, asam laktat merupakan salah satu hasil dari pemecahan glikogen. Saat
otot berkontraksi, maka akan terjadi penumpukan asam laktat. Asam laktat ini menghambat
kerja otot dan menyebabkan rasa lelah. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktivitas.
Menurut Cameron (1973) dalam Setyawati (2010), bahwa kelelahan kerja menyangkut
penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan
produktivitas kerja. Menurut Suma’mur (2009), bahwa kelelahan merupakan penurunan
ketahanan dan daya tubuh untuk melakukan pekerjaan. Menurut Setyawati (2010), kelelahan
kerja tidak dapat didefinisikan tetapi dapat dirasakan sehingga penentuan kelelahan kerja dapat
diketahui secara subjektif berdasarkan perasaan yang dialami tenaga kerja. Menurut Suma’mur
(2009), bahwa kelelahan kerja tidak hanya terjadi pada akhir waktu kerja, namun juga dapat
terjadi sebelum bekerja.
Apabila kelelahan kerja tidak segera ditangani dan segera beristirahat, maka akan terjadi
akumulasi kelelahan dalam sehari, sehingga dapat berdampak lebih parah terhadap kesehatan.
Risiko dari kelelahan kerja yaitu: motivasi kerja menurun, performansi rendah, kualitas kerja
rendah, banyak terjadi kesalahan, produktivitas kerja rendah, stress akibat kerja, penyakit
akibat kerja, cedera, dan terjadi kecelakaan kerja (Tarwaka, 2010). Data dari ILO menyebutkan
bahwa setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang
disebabkan oleh faktor kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari 58.115 sampel, 32,8%
diantaranya atau sekitar 18.828 sampel menderita kelelahan.
Salah satu upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah memelihara faktor-faktor
lingkungan kerja agar senantiasa dalam batas-batas yang aman dan sehat sehingga tidak terjadi
penyakit atau kecelakaan akibat kerja dan tenaga kerja dapat menikmati derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Karena hal tersebut maka perlu dilakukan adanya pengukuran tingkat
kelelahan terhadap pekerja agar dapat diketahui bagaimana keadaan pekerja dilapangan
sehingga dapat meminimalisir dampak-dampak dari kelelahan kerja yang dapat merugikan
pekerja dan pengusaha.

1
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui cara pengukuran kelelahan kerja


2. Untuk mengetahui hasil pengukuran kelelahan kerja dan menginterpretasikannya
3. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan kelelahan kerja

C. Manfaat

1. Bagi Praktikan
a. Dapat mengetahui cara pengukuran kelelahan kerja
b. Dapat mengetahui hasil pengukuran kelelahan kerja dan
menginterpretasikannya
c. Dapat mengetahui pencegahan dan penanggulangan kelelahan kerja
2. Bagi Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Dapat menambah pengetahuan bagi seluruh mahasiswa D3 Hiperkes dan
Keselamatan Kerja tentang kelelahan kerja
b. Dapat mendidik mahasiswanya menjadi mahasiswa yang bermutu,
berdaya saing, dan mempunyai etos kerja yang tinggi
c. Mendapatkan status atau akreditasi yang baik karena meluluskan
mahasiswa-mahasiswanya yang berkualitas dan berdaya saing tinggi
d. Dapat memberikan gambaran mengenai kelelahan kerja dan cara
mengatasinya di lingkungan kerja
e. Dapat meningkatkan mutu dan kualitas tenaga kerja dari lulusan D3 Hiperkes
dan Keselamatan Kerja
f. Dapat memberikan kemampuan hard skill, soft skill dalam bidang K3 untuk
menunjang dalam dunia kerja

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjuan Pustaka
Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan secara umum
terjadi pada setiap individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitas.
Sampai tahun 1990 masih menjadi misteri dunia kedokteran modern yang penuh
kekaburan dalam hal sebab dan akibat. Menurut Grandjean (1985) menyatakan bahwa
kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas namun dapat dirasakan oleh
pekeja. Beberapa pengertian mengenai kelelahan kerja, antara lain :
1. Dari sudut neurofifiologi diungkapkan bahwa kelelahan dipandang sebagai suatu
keadaan sistematik saraf sentral, akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara
fundamental dikontrol oleh aktivitas berlawanan antara aktivitas dan sistem inhibisa
pada batang otak (Grandjeand dan Kogi,1971)
2. Kelelahan kerja merupakan respon total individu terhadap stres psikososial yang
dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung
menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja bersangkutan.
3. Kelelahan kerj merupakan suatu fenomena yang kompleks yang disebabkan oleh faktor
biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal
(Chavalitsakulchai dan Shahnavas, 1991).
Dilmer (1966) dan Cameron (1973) menyatakan bahwa gejala-gejala kelelahan
kerja adalah sebagai berikut :
1. Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti penurunan kesiagaan dan
perhatian, penurunan dan hambatan presepsi, cara berpikir atau perbuatan anti social,
tidak cocot dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga dan kehilangan inisiatif.
2. Gejala umum yang sering terjadi menyertai gejala-gejala di atas adalah sakit kepala,
vertigo, gangguan fugsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan
pencernaan.
Di samping gejala-gejala di atas pada kelelahan kerja kronis terdapat pula gejala-gejala
yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan dan
kesukaran tidur (Ghilmer, 1966 dan Cameron, 1973). Keleahan kronis ini disebut juga
dengan clinical fatigue dan umumnya diderita oleh pekerja yang mengalami kesulitan-
kesulitan psikososial.
Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang
menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak, dan
semangat kerja menurun (Bartley dan Chute, 1982).
Instrumen yang dapat digunakan untuk pengukuran kelelahan kerja secara ideal telah
sejak lama diharapkan oleh para pemegang unit-unit kerja maupun oleh pihak-pihak yang
menaruh perhatian terhadap masalah-masalah kelelahan kerja.
Paramter-parameter yang pernah diungkapkan oleh beberapa peneliti untuk mengukur
kelelahan kerja anatara lain :
1. Pengukuran waktu reaksi
Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian renggang tunggal sampai
timbulnya respon terhadap rangsang tersebut. Waktu reaksi merupakan reaksi
sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi yang memerlukan koordinasi (Suma`mur,
1984).Pengukuran reaksi ini dipengaruhi oleh intensitas, motivasi kerja, jenis

3
kelammin, usia, kesempatan serta anggota tubuh yang digunakan. Alat pemeriksaan
waktu reaksi dalah reaction timer.
2. Uji Finger-Tapping (uji ketik jari)
Uji Finger-Tapping merupakan kecepatan maksimal mengetukan jari tangan dalam
periode waktu tertentu.
3. Uji Flicker-Fusion
Uji Flicker-Fusion merupakan kecepatan berkelipnya cahaya atau lampu yang secara
bertahap ditingkatkan sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur
sebagai cahaya yang kontinyu (Grandjean, 1995).
4. Uji Critical Flicker-Fusion
Uji Critical Flicker-Fusion merupakan modifikasi Uji Flicker-Fusion. Dipergunakan
untuk pengujian kelelahan mata Yng berat, dan dengan mempergunakan Flicker Tester
(Osahidan Kikuchi, 1976).
5. Uji Bourdan Wiersma
Uji Bourdan Wiersma merupakan pengujian terhadap kecepatan bereaksi dan ketelitian.
6. Skala Kelelahan Industrial Fatigue Research Commitee (IFRC)
Skala IFRC merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan
kelelahan. Kelemahan skla ini yaitu bahwa perasaan kelelahan yang dirasakan seorang
pekerja dan tiap butir pernyataan dalam skala IFRC tidak dapat dievaluasi hubunganya
(Kashiwagi, 1971).
7. Pemeriksaan Tremor pada Tangan
Cara ini dipakai untuk mengukur kelelahan pada tiap orang maupun tiap pekerjaan
karena adanay tremor pada tangan dapat terjadi tid9ak saja pada kelelahan tetapi juga
dapat terjadi pada sebagian sari penyakit tertentu (Sutarman, 1972).
8. Metode Blink
Metode blink adalah pengujian untuk kelelahan tubuh secara keseluruhan dengan
melihat objek yang bergerak dengan mata yang terkejap secara cepat dan berulang-
ulang (Fukui dan Marioka, 1971).
9. Ekskresi Kelamin
Hal ini tidak selalu meningkat. Hanya beberapa pekerjan saja yang mengalami
peningkatan.
10. Stroop test
Stroop test sebagai pengujian yang kurang memadai untuk pengujian suatu kelelahan
kerja.
11. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)
KAUPK2 merupakan suatu alat untuk mengukur indikator perasaan kelelahan kerja
yang telah di desain oleh Setyawati (1994) khusus bagi pekerja Indonesia.

B. Perundang- undangan
1. Permenakertrans Nomor PER.01/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981
tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEPTS.333/MEN/1989 tentang Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja.
4. Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus
Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.

4
BAB III
HASIL

A. Gambar Alat dan Cara Kerja.


a. Gambar Alat Reaction Timer

Keterangan:
1) Kabel power : untuk menghubungkan alat dengan sumber listrik.
2) Kabel penghubung mouse : untuk menghubungkan alat dengan mouse.
3) Tombol on/off : untuk menghidupkan alat.
4) Tombol reset : untuk mengubah angka display menjadi nol.
5) Display : menampilkan perolehan waktu reaksi hasil praktikum.

5
6) Tombol sensor cahaya : memilih sensor cahaya.
7) Tombol sensor suara : untuk memilih sensor suara.
8) Tombol mulai : untuk memulai operasi.
9) Sensor cahaya : untuk menghentikan waktu reaksi setelah probandus
mendapatkan rangsangan.
b. Cara Kerja
1) Hubungkan alat dengan sumber listrik.
2) Tekan ON untuk menghidupkan alat.
3) Perhatikan angka pada display, pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika
belum tekan tombol reset.
4) Untuk menilai dengan sensor cahaya, tekan tombol untuk mengaktifkan sensor
cahaya
5) Operator siap untuk menekan saklar rangsang cahaya demikian pula probandus siap
untuk melihat rangsang cahaya
6) Operator menekan saklar sensor cahaya dan probandus secepatnya menekan saklar
OFF apabila probandus telah melihat rangsang cahaya.
7) Untuk menilai dengan sensor suara, tekan tombol untuk mengaktifkan sensor suara.
8) Cara pemeriksaan untuk sensor suara sama dengan cara pemeriksaan dengan sensor
cahaya hanya rangsangan yang diberikan berbeda (diberi rangsang bunyi).
9) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan 1-5 dan 16-20
dihilangkan karena pemeriksaan ke 1-5 probandus sedang dalam taraf penyesuaian
alat dan pemeriksaan ke 16-20 probandus dianggap mengalami tingkat kejenuhan.

c. Prosedur Pengukuran
1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
2) Menentukan jenis sensor yang akan digunakan dalam pengukuran (cahaya atau
suara).
3) Melakukan pengukuran waktu reaksi masing-masing probandus dengan
menggunakan reaction timer.
4) Probandus duduk memperhatikan sensor cahaya.
5) Operator siap untuk menekan saklar rangsang cahaya demikian juga probandus siap
melihat lampu pada alat.
6) Operator menekan saklar sensor suara, probandus secepatnya menekan saklar mouse,
untuk sensor suara apabila mendengar suara.
7) Untuk menghilangkan angka di display, operator menekan tombol nol atau reset,
pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 20 kali untuk tiap probandus tetapi yang
digunakan dalam perhitungan mulai dari hitungan ke 6 sampai 15.
8) Mencatat hasil pengukuran sesuai dengan yang tertera pada display alat reaction
timer.

6
B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan
1. Hasil Pengukuran
Praktikum kelelahan kerja dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Selasa, 23 April 2019.
Probandus : Devi Mega, Nurul Hasanah, Rofi Utomo
Tempat : Laboratorium Hiperkes dan KK

HASIL NAMA
PENGUKURAN Rofi Nurul Devi
1 522,0 666,9 413,0
2 470,3 599,6 320,7
3 490,3 413,7 284,6
4 540,5 397,5 215,6
5 459,5 373,7 196,8
6 531,2 396,3 195,0
7 441,5 366,0 249,1
8 428,0 550,7 310,9
9 414,5 840,3 297,1
10 416,8 446,2 179,0
11 194,0 398,3 317,1
12 446,8 404,5 249,2
13 359,2 371,2 230,0
14 431,6 427,4 256,9
15 466,7 360,7 305,7
16 593,3 559,0 200,2
17 361,3 252,1 288,6
18 459,5 281,4 193,4
19 444,1 329,1 289,9
20 442,5 359,4 265,4
Rata-rata 458,98 493,53 278,68

2. Perhitungan
Nilai yang digunakan dalam perhitungan adalah hasil pengukuran ke-6 sampai
ke-15 karena ke-1 sampai ke-5 probandus diangggap masih dalam penyesuaian diri
dengan alat, sedangkan ke-16 sampai ke-20 dianggap tingkat kejenuhan probandus
mulai muncul. Perhitungan kelelahan kerja dengan percobaan diatas, diambil hasil dari
rerata pengukuran kelelahan kerja mulai dari percobaan ke-6 sampai ke-15, dengan
rumus :
hasilpengu kuran1sampaidengan15
Re aksiCahaya 
10
a. Probandus 1 : Rofi Utomo
∑6-15 = 531,2+441,5+428,0+414,5+416,8+194,0+446,8+359,2+431,6+466,7
10

= 4589,8
10
= 458,98 (Lelah Sedang)

7
b. Probandus 2 : Nurul Hasanah
∑6-15 = 396,3+366,0+550,7+840,3+446,2+398,3+404,5+371,2+427,4+360,7
10

= 4561,6
10

= 456,16 (Lelah Sedang)

c. Probandus 3 : Devi Mega


∑6-15 = 195,0+249,1+310,9+297,1+179,0+317,1+249,2+230,0+256,9+305,7
10
= 2590
10
= 259,0 (Lelah Ringan)

8
BAB IV
PEMBAHASAN

Kelelahan kerja pada umumnya dikeluhkan sebagai kelelahan dalam sikap,


orientasi dan penyesuaian pekerja yang mengalami kelelahan kerja
(Chavalitsakulchai dan Shahnavaz, 1991). Menurut Balai Hiperkes (2004)
interpretasi hasil tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu
reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu:

Tabel Kategori Kelelahan Menurut Balai Hiperkes Tahun 2004

Kategori Kelelahan Waktu reaksi (mili detik)


Normal (belum lelah) 150 – 240

Kelelahan Kerja Ringan (KKR) >240 s/d ≤410


Kelelahan Kerja Sedang (KKS) >410 s/d ≤ 580
Kelelahan Kerja Berat (KKB) >580

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan alat ukur


Reaction Timer didapatkan hasil perhitungan kelelahan kerja terhadap probandus
yaitu sebagai berikut :

1. Devi Mega N 278,68


2. Nurul Hasanah 493,53
3. Rofi Utomo 458,98

Berdasarkan standar waktu reaksi yang telah ditentukan dan nilai waktu reaksi
yang telah didapatkan dari perhitungan maka probandus Devi Mega N dinyatakan
berada dalam taraf Kelelahan Kerja Ringan (KKR) yaitu antara >240 s/d ≤410
milidetik, sedangkan dari perhitungan probandus Nurul Hasanah dan Rofi Utomo
dinyatakan berada dalam taraf Kelelahan Kerja Sedang (KKS) yaitu antara >410
s/d ≤ 580 milidetik.

Perlu diketahui bahwa, pengukuran terhadap probandus dilakukan pada pukul


13.00 WIB. Dimana pada waktu tersebut probandus mulai lelah setelah melakukan
akitivitas dari pagi hari. Dan saat pada saat praktikum keadaan ruang praktikum
kurang begitu kondusif sehingga mengakibatkan beberapa probandus merasa hilang
konsentrasi saat pengukuran.

9
Tingkat kelelahan kerja yang dialami probandus ini bisa disebabkan karena
beberapa faktor di bawah ini (sesuai dengan Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab
Kelelahan dan Penyegaran Grandjean) :

a. Lingkungan : ketika proses praktikum berlangsung, kondisi lingkungan sekitar


kurang kondusif karena praktikum bersamaan dengan kelompok 5 sehingga
minimbulkan sedikit kegaduhan karena lebih banyak orang. sehingga ketika
setiap probandus melakukan praktikum, probandus kurang dapat konsentrasi
dan fokus pada sensor suara dalam pelaksanaan praktikum. Namun untuk
cuaca cukup baik, penerangan dan pencahayaan di dalam Ruang Laboratorium
D3 Hiperkes dan Kesehatan Kerja cukup terang.

b. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental : praktikum ini dilaksanakan pada
siang hari pukul 12.00 WIB. Saat-saat seperti itu dirasa waktu cukup
melelahkan ditambah banyak probandus yang begadang di malam hari untuk
mempersiapkan praktikum dan tugas perkuliahan hingga merasa kelelahan di
keesokan harinya. Hal ini mempengaruhi keadaan fisik dan mental si
probandus. Selain tubuh terasa lelah, beban materi kuliah atau hal lain yang
membebani pikiran/kejiwaan probandus pada hari itu juga cukup tinggi.

c. Nutrisi : nasi merupakan sumber energi bagi tubuh kita. Dalam setiap akan
melakukan aktivitas, terlebih full activity, sebaiknya disarankan agar selalu
mengisi energi bagi tubuh kita terlebih dahulu agar di tengah-tengah aktivitas
berlangsung, kita tidak kekurangan cadangan energi.
Menanggapi hal tersebut alangkah baiknya juga perlu dijadikan perhatian bagi
probandus untuk melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kelelahan lebih
lanjut. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kelelahan kerja antara lain :
a. Ciptakan lingkungan kerja yang terbebas dari zat berbahaya, penerangan
memadai sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, maupun pengaturan
udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan
b. Pengaturan waktu kerja yang diselingi dengan istirahat pendek dan istirahat
untuk makan
c. Kesehatan umum harus dijaga dan dipantau secara rutin
d. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban
kerja yang dilakukan
e. Untuk pengerjaan beban kerja berat sebaiknya tidak berlangsung terlalu lama
f. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu
bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari
perusahaan
g. Perlu dilakukan pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka
stabilitas kerja dan kehidupannya

10
h. Disediakaan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan waktu istirahat
diolaksankan secara baik
i. Pemberian cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya
j. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda
usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari,
tenaga baru pindahan
k. Mengusahakan tenaga kerja bebas dari pengonsumsian alkohol, narkoba, dan
obat berbahaya

11
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Kelelahan kerja pada umumnya dikeluhkan sebagai kelelahan dalam sikap,


orientasi dan penyesuaian pekerja yang mengalami kelelahan kerja
(Chavalitsakulchai dan Shahnavaz, 1991). Menurut Balai Hiperkes (2004)
interpretasi hasil tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu
reaksi yang diukur dengan reaction timer.
2. Kategori Kelelahan Menurut Balai Hiperkes Tahun 2004
a. Normal (belum lelah) : 150 – 240
b. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : >240 s/d ≤410
c. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : >410 s/d ≤ 580
d. Kelelahan Kerja Berat (KKB) : >580
3. Tingkat kelelahan kerja yang dialami probandus ini bisa disebabkan karena
beberapa faktor :
a. Lingkungan : ketika proses praktikum berlangsung, kondisi lingkungan sekitar
kurang kondusif karena praktikum bersamaan dengan kelompok 5 sehingga
minimbulkan sedikit kegaduhan karena lebih banyak orang.
b. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental.
c. Nutrisi : nasi merupakan sumber energi bagi tubuh kita. Dalam setiap akan
melakukan aktivitas, terlebih full activity.
4. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan
kerja antara lain :
a) Ciptakan lingkungan kerja yang terbebas dari zat berbahaya.
b) Pengaturan waktu kerja yang diselingi dengan istirahat pendek dan istirahat
untuk makan
c) Kesehatan umum harus dijaga dan dipantau secara rutin
d) Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan
beban kerja yang dilakukan
e) Untuk pengerjaan beban kerja berat sebaiknya tidak berlangsung terlalu
lama
f) Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau
perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi
dari perusahaan
g) Perlu dilakukan pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka
stabilitas kerja dan kehidupannya
h) Disediakaan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan waktu istirahat
diolaksankan secara baik
i) Pemberian cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya
j) Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja
beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di
malam hari, tenaga baru pindahan.
k) Mengusahakan tenaga kerja bebas dari pengonsumsian alkohol, narkoba,
dan obat berbahaya.

12
B. SARAN

A. Untuk Praktikan :
1. Sebaiknya saat melakukan praktikum diusahakan kondisi lingkungan yang
kondusif, tenang, dan aman supaya keadaan sekitar tidak dominan mempengaruhi
hasil pengukuran.
2. Saat melakukan pengambilan data sebaiknya praktikan melakukan dengan cermat
dan teliti sehingga hasilnya maksimal.
B. Untuk Program Studi
1. Sebaiknya pihak laboratorium mendampingi mahasiswa saat melakukan
pengambilan data, sehingga mahasiswa tidak melakukan manipulasi data.
2. Sebaiknya pihak prodi menambah alat praktikum supaya dalam pelaksaan para
praktikan tidak saling menunggu alat untuk bergantian, selain itu juga supaya
lebih efisien dalam waktu.

13
DAFTAR PUSTAKA

14
15

Anda mungkin juga menyukai