Anda di halaman 1dari 26

PENYELESAIAN SENGKETA PERWAKAFAN DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL*

Disampaikan oleh :
Drs.H.Anshoruddin,S.H.,M.A.
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Barat

A. Pendahuluan

Dalam membentuk satu sistem Hukum Nasional diperlukan usaha yang


serius dan terus menerus. Sebab dalam kenyataannya, bahwa sebagian besar
hukum yang berlaku belum membentuk satu system karena adanya pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan : "Segala badan Negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut UndangUndang Dasar ini" Akibatnya adalah, bahwa tata hukum kita
masih beragam, misalnya:

1. Ada Hukum Barat dari zaman penjajahan yang individualistik

2. Ada Hukum Adat yang bersifat komunal dan

3. Ada Hukum Islam yang religius.


Hukum Islam sebagai sumber hukum nasionalmenurut sejarahnya,
sebelum penjajahan Belanda datang ke Indonesia mereka mengira Indonesia
(Hindia Belanda) masih berupa hutan belantara, hanya dihuni satwa dan tidak
ada hukum didalamnya. Padahal kenyataannya, sudah ada hukum yang
berlaku, yaitu hukum Islam.

Islam telah diterima oieh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang
ke Indonesia. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad I
Hijriyah ada pula yang mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13
Masehai. Yang jelas Islam datang sekaligus hukum Islam telah diikuti dan
dilaksanakan oleh pemeluknya di Indonesia.

Fakta sejarah menunjukkan pada pertengahan abad ke 14 Masehi telah


muncul seorang ahli agama dan hukum Islam dari Samudra Pasai, yaitu Sultan
Malik Zahir. Bahkan pada zaman itu, para ahli hukum Kerajaan Malaka datang
ke Samudra Pasai untuk memecahkan permasalahanpermasalahan hukum.

1
Ada juga ahli Hukum Islam, Nuruddin Ar-Raniri menulis sebuah buku
yang berjudul as Sirath al-Mustaqim pada tahun 1628. juga pada abad ke 16
Masehi sudah muncul kerajaan-kerajaan Islam, seperti Mataram, Banten dan
Cirebon yang lambat laun bisa mengislamkan penduduknya.

Bahkan kenyataan lain telah diakui oleh Belanda, setelah melihat banyak
pemberontakan terhadap penjajahannya. Perang Diponegoro yang begitu
dahsyat ternyata merupakan perlawanan untuk menegakkan Hukum Islam. Hal
ini terkuak dari memori seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang
Diponegoro yang mengisahkan bahwa tujuan perlawanan orang jawa
terhadap Belanda sebenarnya adalah agar hukam Islam berlaku untuk
orang Jawa (Belanda menyebut Perang Diponegoro sebagai Perang Jawa).

Tapi sebenarnya, sejak VOC, Belanda sudah mengakui Hukum Islam di


Indonesia. Adanya Regerings Reglemen, mulai tahun 1855 Belanda
mempertegas pengakuannya terhadap Hukum Islam di Indonesia. Apalagi
diperkuat dengan teori Receptio in Complexu oleh Lodewijk Willem Christian van
den Berg. Meskipun pada akhirnya ada penyimpangan, namun teori tersebut
telah menyatakan bahwa Hukum Islam berlaku untuk keseluruhan umat
Islam.

Meskipun pada mulanya kedatangan Belanda tidak ada kaitannya dengan


agama, namun dalam perkembangannya demi kepentingan penjajahan, tidak
bisa dihindari terjadi pergesekan dengan masalah hukum penduduk pribumi.
Dengan berlakunya hukum adat bagi bangsa Indonesia dan hukum agama bagi
pemeluknya muncul beberapa teori, seperti teoriReceptio in Complexu,
Receptie, Receptie Exit, Receptio A Contrario dan Eksistensia.

B. Penyelesaian Sengketa Menurut Hukum Islam Dan Sudah Menjadi Hukum


Nasional .-
Penyelesaian sengketa perwakafan telah diatur dalam Pasal 62 Undang
Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang berbunyi :
- Ayat (1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat.

2
- Ayat (2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana pada ayat (1) tidak
berhasil, sengketa dapat diselesaaikan melalui mediasi, arbitrase, atau
pengadilan.

Pada penjelasan Pasal 62 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004
dijelaskan, yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa
dengan bantuan mediator yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa.
Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa
tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan
arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.

Berdasarkan Pasal 62 Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Penjelasan


Pasal 62 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004, maka penyelesaian
sengketa perwakafan menurut Hukum Islam Yang sudah menjadi Hukum
Nasional adalah :

- Musyawarah untuk mencapai mufakat.


- Mediasi.
- Arbitrase.
- Pengadilan.

ِ ‫ﺎت إِﻟَﻰ أ َْﻫﻠِ َﻬﺎ َوإِذَا َﺣ َﻜ ْﻤﺘُ ْﻢ ﺑَـ ْﻴ َﻦ اﻟﻨ‬


‫ﱠﺎس أَ ْن‬ ِ َ‫إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻳﺄْﻣﺮُﻛﻢ أَ ْن ﺗُـ َﺆدﱡوا ْاﻷَﻣﺎﻧ‬
َ ْ ُُ َ
ِ ‫ﺗَ ْﺤ ُﻜﻤﻮا ﺑِﺎﻟْﻌ ْﺪ ِل إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻧِِﻌ ﱠﻤﺎ ﻳ ِﻌﻈُ ُﻜﻢ ﺑِ ِﻪ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن ﺳ ِﻤﻴﻌﺎ ﺑ‬
(58) ‫ﺼ ًﻴﺮا‬ َ ً َ ْ َ َ ُ

‫اﻟﻨﺴﺎء‬

:‫ﱠﺎس أَ ْن ﺗَ ْﺤ ُﻜ ُﻤﻮا ﺑِﺎﻟ َْﻌ ْﺪ ِل( أﻣﺮ اﷲ ﺑﺎﻟﻌﺪل ﻓﻰ آﻳﺎت ﻛﺜﻴﺮة‬ ِ ‫) َوإِذا َﺣ َﻜ ْﻤﺘُ ْﻢ ﺑَـْﻴ َﻦ اﻟﻨ‬
‫ﻴﻦ‬ ِ ِ ‫ وﻣﻨﻬﺎ »ا ْﻋ ِﺪﻟُﻮا ﻫﻮ أَﻗـْﺮ‬،‫ﻣﻨﻬﺎ ﻫﺬﻩ اﻵﻳﺔ‬
َ ‫ب ﻟﻠﺘﱠـ ْﻘﻮى« وﻗﻮﻟﻪ » ُﻛﻮﻧُﻮا ﻗَـ ﱠﻮاﻣ‬ ُ َ َُ
ِ ‫ﺑِﺎﻟ ِْﻘﺴ ِﻂ« وﻗﻮﻟﻪ »ﻓَﺄَﺻﻠِﺤﻮا ﺑـﻴـﻨَـﻬﻤﺎ ﺑِﺎﻟْﻌ ْﺪ ِل وأَﻗ‬
‫ْﺴﻄُﻮا إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻳُ ِﺤ ﱡ‬
‫ﺐ‬ َ َ ُ َْ ُ ْ ْ

3
‫ ﻣﻨﻬﺎ اﻟﻮﻻﻳﺔ اﻟﻌﺎﻣﺔ واﻟﻘﻀﺎء وﺗﺤﻜﻴﻢ‬:‫ﻴﻦ« واﻟﺤﻜﻢ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎس ﻟﻪ ﻃﺮق‬ ِِ
َ ‫اﻟ ُْﻤ ْﻘﺴﻄ‬
.‫اﻟﻤﺘﺨﺎﺻﻤﻴﻦ ﻟﺸﺨﺺ ﻓﻰ ﻗﻀﻴﺔ ﺧﺎﺻﺔ‬
:‫واﻟﺤﻜﻢ ﺑﺎﻟﻌﺪل ﻳﺤﺘﺎج إﻟﻰ أﻣﻮر‬
‫ ﻟﻴﻌﺮف ﻣﻮﺿﻮع‬،‫( ﻓﻬﻢ اﻟﺪﻋﻮى ﻣﻦ اﻟﻤ ّﺪﻋﻰ واﻟﺠﻮاب ﻣﻦ اﻟﻤ ّﺪﻋﻰ ﻋﻠﻴﻪ‬1
.‫اﻟﺘﻨﺎزع واﻟﺘﺨﺎﺻﻢ ﺑﺄدﻟﺘﻪ ﻣﻦ اﻟﺨﺼﻤﻴﻦ‬
.‫ﺧﻠﻮ اﻟﺤﺎﻛﻢ ﻣﻦ اﻟﺘﺤﻴﺰ واﻟﻤﻴﻞ إﻟﻰ أﺣﺪ اﻟﺨﺼﻤﻴﻦ‬
ّ (2
‫( ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﺤﺎﻛﻢ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺬي ﺷﺮﻋﻪ اﷲ ﻟﻴﻔﺼﻞ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎس ﻋﻠﻰ ﻣﺜﺎﻟﻪ ﻣﻦ‬3
.‫اﻟﻜﺘﺎب أو اﻟﺴﻨﺔ أو إﺟﻤﺎع اﻷﻣﺔ‬
.‫( ﺗﻮﻟﻴﺔ اﻟﻘﺎدرﻳﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﻴﺎم ﺑﺄﻋﺒﺎء اﻷﺣﻜﺎم‬4
‫ ﻗﺎل‬،‫وﻗﺪ أﻣﺮ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن ﺑﺎﻟﻌﺪل ﻓﻰ اﻷﺣﻜﺎم واﻷﻗﻮال واﻷﻓﻌﺎل واﻷﺧﻼق‬

-( ‫) ﺗﻔﺴﻴﺮ اﻟﻤﺮاﻏﻰ‬. «‫ﺗﻌﺎﻟﻰ » َوإِذا ﻗُـﻠْﺘُ ْﻢ ﻓَﺎ ْﻋ ِﺪﻟُﻮا َوﻟَ ْﻮ ﻛﺎ َن ذا ﻗُـ ْﺮﺑﻰ‬
Penyelasaian sengketa perwakafan menurut hukum Islam adalah melalui
: al sulh (perdamaian), tahkim (arbitrase) dan wilayat al qhada (pengadilan).
Sedangkan penyelesaian sengketa perwafakan menurut hukum nasional adalah
dengan melalui : musyawarah untuk mufakat (perdamaian), mediasi, Arbitrase /
BASYARNAS dan melalui Peradilan Agama.

Penyelasaian sengketa perwakafan menurut hukum Islam , sekarang


sudah terintegrasi dalam hukum positif / hukum nasional ;

C. Ruang Lingkup Kewenangan Pengadilan Agama

Ketentuan pasal 49 UU RI No. 7 Th. 1989 Tentang Peradilan Agama telah


diubah dengan UU No. 3 Th 2006, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pengadilan Agamabertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
islam dibidang :
4
a. Perkawinan;
b. Waris;
c. Wasiat;
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Infaq;
h. Shadaqah; dan
i. Ekonomi Syari’ah
Huruf e:
Yang dimaksud dengan “Wakaf” adalah perbuatan hukum seseorang atau
sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentinganya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Wewenang Peradilan Agama dalam masalah perwakapan tanah ini,
meliputi masalah-masalah :
a. Wakaf , Wakif, Ikrar , Nadzir dan Saksi . Kewenangan dibidang ini
menyangkut sah tidaknya perebuatan mewakafkan , yaitu yang
menyangkut benda yang diwakafkan , wakif , ikrar , saksi dan nadzir .
Didalam hal ini perselisihan banyak didorong oleh factor yang
mendorong seseorang untuk tidak mengakui adanya ikrar wakaf atau
untuk menarik kembali tanah ( harta ) yang telah diwakafkan baik oleh
wakif atau oleh ahli warisnya . Faktor pendorongnya anata lain :
1. Makin langkanya tanah
2. Makin tingginya harga
3. Menipisnya kesadaran beragama
4. Wakif mewakafkan seluruh atau sebahagian besar dari
hartanya , sehingga dengan demikian keturunannya merasa
kehilangan sumber rezeki dan menjadi terlantar kehidupannya
, akibatnya tidak mustahil dijumpai ahli waris yang
mengingkari adanya ikrar wakaf dari orang tuanya dan tidak
mau menyerahkan tanah wakaf kepada Nadzir atau sama
sekali tidak melaporkan .

5
5. Sikap serakah dari ahli waris atau sama sekali tidak tahu
adanya ikrar wakap karena tidak diberitahu oleh orang tuanya
.-
b. Bayyinah ( alat bukti administrasi tanah wakaf ), seperti Akta Ikrar
Wakaf, Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf, Sertifikat Tanah Wakaf dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan pencatatan dan pendaftaran
perwakafan dan tanah wakaf dan termasik Bayyinah adalah Saksi .-
c. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf , seperti penyimpangan
penggunaan harta wakaf oleh Nadzir dan lain-lain
Kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan masalah
perselisihan/ sengketa wakaf juga diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977
Pasal 12 dan PERMENAG No. 1 Tahun 1978 Pasal 17 .-

D. Dasar Hukum Acara Peradilan Agama


Hukum acara yang berlaku bagi lingkungan peradilan Agama ditentukan
oleh pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Th. 2006 yang berbunyi
:“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusu dalam
Undang-undang ini “.
Berdasarkan dari telaahan berbagai Yurisprudensi yang ada, bahwa
orang yang berhak mengajukan perkara sengketa wakaf itu adalah :
a. Wakif atau Keluarganya ( Ahli Warisnya )
b. Wakaf ( yang pelaksanaannya dilakukan oleh Nadzir )
c. Secara bersama-sama Wakif ( Ahli Warisnya ) dan Wakaf ( Nadzir )
d. Orang lain yang merasa berkepentingan dengan perwakafan tersebut
e. Nadzir atau anak keturunannya .
Mereka yang tersebut diatas didalam mengajukan perkaranya ke
Pengadilan Agama berkedudukan sebagai Penggugat, sedangkan
lawannya berkedudukan sebagai Tergugat .

E. Tata Cara Mengajukan Perkara Perwakafan Tanah di Pengadilan Agama.


Dalam hal Penggugat mengajukan gugatan perwakafan tanah , maka
gugatan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang
mewilayahi tanah wakaf atau tempat terjadinya perwakapan tanah tersebut .-
6
Gugatan tersebut dapat diajukan secara tertulis atau lisan , yang harus
memuat antara lain ;
a. Identitas Penggugat
b. Identitas Tergugat
c. Posita ( Dasar- dasar gugatan ) , dan
d. Petitum ( Isi Tuntutan atau apa yang dituntut atau apa yang dimohonkan .

Kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan masalah perselisihan/


sengketa wakaf juga diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 Pasal 12 dan
PERMENAG No. 1 Tahun 1978 Pasal 17.
Dalam menggunakan saksi dalam masalah sengketa wakaf diutamakanSaksi
yang sesuai dengan keriteria dibahaw ini :

Saksi mata (Ps.168-172 HIR/165-179 RBg)

Saksi adalah orang yang melihat, mendengar dan mengetahui fakta secara
langsung dengan pancainderanya;

Saksi harus memenuhi syarat formil dan materiil;


Bukti saksi mempunyai kekuatan pembuktian bebas, tidak mengikat, dan
tidak memaksa;

Hakim dapat mengesampingkan kesaksian jika bertentangan dengan alat


lain yang lebih kuat atau bertentangan dengan akal sehat.

Dasar hukum bukti saksi :


- Pasal 139-152 HIR/165-179 RBg.
- Pasal 164, 169-172 HIR/Pasal 306-309 RBg.

Syarat formil bukti saksi:


- Orang yang cakapuntukmenjadisaksi;
- Orang yang tidak dilarang untuk menjadi saksi oleh undang-undang; (Pasal
145 ayat (1) HIR/172 ayat (1) RBg. Pasal 76 ayat (1) UU. No. 1989 yang
sudah diubah dengan UU. No. 3/2006 dan UU. No. 50/2009 dan
Yurisprudensi);
- Keterangan disampaikan di depan persidangan pengadilan;
7
- Diperiksa satu persatu, maksudnya ketika memeriksa saksi A, saksi lainnya
harus diluar sidang; (Pasal 144 ayat (1) HIR/171 ayat (1) RBg.);
- Mengucapkan sumpah; (Pasal 147 HIR/175 RBg.).

Syarat materiil bukti saksi:


- Minimal harus 2 ( dua ) orang saksi; (Pasal 169 HIR/Pasal 306 RBg.);
- Keterangan saksi atas dasar pengetahuan berupa melihat sendiri,
mendengar sendiri, mengalami sendiri fakta peristiwa yang diterangkan;
(Pasal 171 ayat (2) HIR./Pasal …)
- Saksi harus menjelaskan alas an atau latar belakang pengetahuannya,
bagaimana sampai ia dapat mengetahui fakta peristiwa yang
diterangkannya; (Pasal 171 ayat (1)/Pasal …)
- Keterangan saksi satu dengan lainnya harus bersesuaian. (Pasal 170 dan
172 HIR./Pasal 307 dan 309 RBg./Pasal 1905 KUHPerdata).

Kekuatan hukum bukti saksi:


- Nilai pembuktiannya bebas.

Saksi Istifadhah;

Saksi istifadhah adalah saksi yang mengetahui sesuatu fakta secara tidak
langsung melainkan diperoleh dari orang lain yang mengetahuinya secara
langsung;

Testimonium de auditu;
Saksi istifadhoh tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna;
Dapat dipergunakan untuk menyusun bukti persangkaan.

Apakah ada peluang syahadah istifadhah dalam penyelesaian sengketa


wakaf?

:‫ﺿ ِﺔ‬
َ ‫ْﺤ ْﻜ ُﻢ ﺑِ ِﺎﻻ ْﺳﺘِ َﻔﺎ‬
ُ ‫اﻟ‬

8
‫ﺎر اﻟﱠ ِﺬي‬ ‫ﺎد‪ ،‬ﻓَ ِﺎﻻﺳﺘِ َﻔﺎ َ ِ ِ ِ‬
‫ِﻫﻲ َدرﺟﺔٌ ﺑـﻴﻦ اﻟﺘـﱠﻮاﺗُ ِﺮ و ْاﻵﺣ ِ‬
‫ﺿﺔُ‪ :‬ﻫ َﻲ اﻻ ْﺷﺘ َﻬ ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ َ َ َْ َ َ َ َ‬

‫ْﺤﻨَ ِﻔﻴﱠﺔُ ْاﻷَ ْﺧﺒَ َﺎر إﻟَﻰ ﺛََﻼﺛَِﺔ‬


‫ﺴ َﻢ اﻟ َ‬
‫ﺎض ﺑَـ ْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ‪َ .‬وﻗَ ْﺪ ﻗَ ﱠ‬
‫ﱠﺎس‪َ ،‬وﻓَ َ‬
‫ﻳـﺘَﺤ ﱠﺪ ُ ِ ِ‬
‫ث ﺑﻪ اﻟﻨ ُ‬ ‫َ َ‬

‫ﻴﺾ َﻣ ْﺮﺗَـﺒَﺔً ﺑَـ ْﻴ َﻦ‬ ‫ِ‬ ‫ﺎد وﺗَـﻮاﺗُ ٍﺮ‪ ،‬واﺳﺘِ َﻔﺎ َ ٍ‬
‫أَﻗْﺴ ٍﺎم‪ٍ .‬‬
‫ﺿﺔ‪َ ،‬و َﺟ َﻌﻠُﻮا اﻟ ُْﻤ ْﺴﺘَﻔ َ‬ ‫آﺣ َ َ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫اﻟ َْﻤ ْﺮﺗَـﺒَﺘَـ ْﻴ ِﻦ‪.‬‬

‫ﺿﺔَ ﻃَ ِﺮﻳ ٌﻖ ِﻣ ْﻦ ﻃُُﺮ ِق اﻟ ِْﻌﻠ ِْﻢ اﻟﱠﺘِﻲ ﺗَـ ْﻨ ِﻔﻲ اﻟﺘـ ْ‬


‫ﱡﻬ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ‬ ‫ﻮد‪ :‬أَ ﱠن ِاﻻ ْﺳﺘِ َﻔﺎ َ‬
‫ﺼ ُ‬‫َواﻟ َْﻤ ْﻘ ُ‬

‫ﺎد ِة اﺛْـﻨَـ ْﻴ ِﻦ َﻣ ْﻘﺒُﻮﻟَْﻴ ِﻦ‪ ).‬ﻃﺮق‬ ‫ِ‬


‫ْﺤﺎﻛِ ِﻢ‪َ ،‬و ِﻫ َﻲ أَﻗْـ َﻮى ﻣ ْﻦ َﺷ َﻬ َ‬ ‫اﻟ ﱠ ِ ِ‬
‫ﺸﺎﻫﺪ َواﻟ َ‬

‫اﻟﺤﻜﻤﻴﺔ ‪,‬ص‪(170.‬‬

‫وﻣﮭﻣﺎ ﺗﺷﮭد اﻟﺷﮭود ﺑﻣﺎ ﺳﻣﻌوا ﺛﺑت اﻟوﻗف ‪ ) .‬ﻛﺗﺎب اﻷﻧوار ‪ .‬ج ‪1‬‬
‫ص‪(438 .‬‬

‫‪Kaidah Ishtishab‬‬

‫اﻷ ﺻل ﺑﻘﺎء ﻣﺎ ﻛﺎن ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻛﺎن‬

‫;‪Artinya: pada dasarnya sesuatu itu tetap pada keadaan semula‬‬


‫‪Suatu keadaan (fakta) secara hukum dinilai sebagai keadaan semula (tetap‬‬
‫‪seperti semula), kecuali ada bukti yang menunjukkan telah terjadi‬‬
‫;‪perubahan‬‬

‫‪Istishab‬‬ ‫‪berarti melestarikan keadaan hukum sebagaimana keadaan‬‬


‫‪semula.‬‬
‫‪9‬‬
CONTOH :Putusan PA Lhoksukon Aceh, No. 1/P/1990 / PA
LSK- Tgl.21 Pebruari 1990 H/ 25 Rajab 1410 H, Dalam
Petitumnya Sbb:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat


2. Menetapkan bahwa Tanah Kebun Sengketa , adalah tanah
kebun Wakaf untuk masyarakat Desa Tanjung Ara ,Lhoksukon
Aceh.
3. Memerintahkan Tergugat untuk mengembalikan tanah kebun
tersebut kepada masyarakat Desa Tanjung Ara, Lhoksukon
Aceh.
4. Memerintahkan Tergugat untuk membayar biaya perkara.
5. Mohon Keputusan yang seadil-adilnya .
Catatan ;
- Ternyata saksi- saksi Penggugat sejumlah 5 ( lima )
Orang semuanya saksi ISTIFADHOH ( Testimonium de
auditu ).-
- Telah terjadi perubahan peruntukan atau penggunaan
lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf .( tidak
memenuhi pasal 11 PP RI No.28 Tahun 1977 Ttg
Perwakafan Tanah Milik )

Diktum Amar Putusan PA Lhoksukon Aceh, No. 1/P/1990 /


PA LSK- Tgl.21 Pebruari 1990 H/ 25 Rajab 1410 H, Sbb:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat Sebahagiaan .
2. Menetapkan bahwa tanah terperkara ( Sengketa ) adalah
Tanah Wakaf Ampon , Ubit , Katijah dan Tulot untuk
masyarakat Desa Tanjung Ara, Lhoksukon , Aceh .

10
3. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah Wakaf
kepada Penggugat demi kepentingan kemaslahatan ummat
islam di desa Tanjung Ara , Lhoksukon Aceh .-
4. Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.
5. Memerintahkan Tergugat untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini diperhitungkan sebesar Rp 25.000,- ( dua puluh lima
ribu rupiah )

- Putusan PA Lhoksukon Aceh, No. 1/P/1990 / PA LSK- Tgl.21


Pebruari 1990 H/ 25 Rajab 1410 H
- Putusan Tingat Banding No.30 Tahun 1991Tg.26 Mei 1992
- Putusan Kasasi ( MA RI ) No. 131 K/AG/1992 Tgl. 30 Januari
1993.- ( Putusan PA dikuatkan )
-

F. Contoh Putusan Pengadilan Agama mengenai Penyelesaian Perselisihan


Perwakapafan Tanah :

Contoh :

Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor:


3862/PDT.G/2010/PA.Sby Tentang Pembatalan Ikrar Wakaf

Perkara gugatan dalam sengketa wakaf antara lain terjadi di Pengadilan


Agama Surabaya. Perkara tersebut terdaftar di Pengadilan Agama Surabaya
dengan registrasi Nomor: 3862/Pdt.G/2010/PA.Sby tentang sengketa wakaf.

Posisi kasus dalam putusan Nomor: 3862/Pdt.G/2010/PA.Sby dengan


dibatalkannya Akta Ikrar Wakaf Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret
2009 dan Ikrar Wakaf tanggal 17 Maret 2009 dan Surat Pengesahan nadzir
Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret 2009 yang dibuat Kantor Urusan
Agama Kecamatan Tambaksari.

Duduk perkara terjadinya wakaf ini dimulai dengan niat mulia waqif
(Almarhum KH. Ardjo Usman) pada tahun 1926 mewakafkan sebidang tanah
yang terletak di Jln. Kedungsroko Gg. V No. 15; 17; dan 19, Kelurahan
Pacarkembang, Kecamatan Tambaksari, Surabaya seluas 800 M2 (delapan
11
ratus meter persegi), sebagaimana tercantum dalam (Petok D No. 107, persil 21
D,II) dengan batas-batas:1

1. Sebelah timur : Jalan Kedungsroko Gg. IV

2. Sebelah barat : Rumah bapak Mat jaheng

3. Sebelah utara : Rumah bapak Ghufron

4. Sebelah selatan : Jalan Kedung Sroko Gg. V

Adapun asal usul tanah yang akan diwakafkan ini adalah tanah milik
si waqif (KH. Ardjo Usman) sendiri, berdasarkan petok D No. 107 persil 21 D.II
dimaksudkan untuk ‚Madrasah PUI yang dikelola (nadzir) oleh badan hukumyaitu
‚Yayasan Taman Pendidikan Mahfudz Samsulhadi,‛ di bawah naungan ‚Lembaga
Pendidikan PUI Sebagai ketua umum bapak Iswaf Purnawirawan ABRI (Alm),
Drs. Abd. Syakur Towil (Alm), dan H. Mochammad Toha, S.H.

Pada tahun 1969, saat itu ketua yayasan Drs. Abd. Syakur Towil
selaku nadzir tanah wakaf tersebut, mendidirikan gedung baru ‚Sekolahan
Dipenegoro‛ (terdiri dari TK, SD, SMP, SMA dan SMK) yang mulanya terdiri dari
gedung semi permanen, bagian dinding bawah tembok dan dinding bagian atas
terdiri dari papan, serta merubah nama yayasan yang semula bernama
‚Yayasan Taman Pendidikan Mahfudz Samsulhadi,‛ menjadi ‚Yayasan
Pendidikan Diponegoro.

Dalam perjalanan berikutnya, pada tahun 2000 digantikan oleh H.


Mochammad Toha, S.H. Pada tanggal 17 Maret 2009, H. Mochammad Toha,
S.H datang ke Kantor Urusan Agama Tambaksari, untuk mengurus Akta Wakaf
dengan menggunakan waqif baru (cucu pewa<kif) tanpa persetujuan semua
ahli waris yang ada, serta mengalihkan pemanfaatan wakaf tersebut dari
‚Madrasah PUI dirubah menjadi ‚Sekolah Diponegoro.

Atas latar belakang tersebut dari pihak Husein Malik Trijanto (ahli waris
dari wakif) merasa dirugikan atas terbitnya Akta Ikrar Wakaf Nomor:
BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret 2009 dan Ikrar Wakaf tanggal 17 Maret

1
Pengadilan Agama Surabaya, Berkas Putusan Perkara Sengketa Wakaf, Nomor:
3862/Pdt.G/2010/PA.Sby.
12
2009 dan Surat Pengesahan nadzir No:BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret
2009 yang dibuat Kantor Urusan Agama Kecamatan Tambaksari Surabaya.

Husein Malik Trijanto (Penggugat/Tergugat IntervensiI) mengajukan


gugatan sengketa wakaf melalui kuasa hukumnya, terhadap H. Mochammad
Toha, S.H (Tergugat I/Tergugat Intervensi II) selaku nadzir, Kepala Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya (Tergugat II
/Tergugat Intervensi III) selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, Nurul Afifah
(Turut Tergugat/turut tergugat Intervensi).

Pada saat Pembuktian, Pengurus Besar PUI telah masuk sebagai


Intervensi (Interveinent) telah memberi Surat Kuasa Khusus Kepada Pengurus
Cabang PUI Kota Surabaya .

Setelah PB PUI masuk sebagai Intervienent, Majelis Hakim telah


berupaya menasehati para pihak, upaya damai dan menasehati para pihak
agar perkara ini diselesaikan secara damai, atau musyawarah kekeluargaan,
mengingat para pihak adalah masih sama-sama warga PUI, ternyata para pihak
bersiteguh denganpendiriannya masing-masing, tidak bersedia damai dan agar
perkaranya tetap dilanjutkan sampai putusan akhir.
Alhasil, Pengadilan Agama Surabaya memutus perkara tersebut dengan
membatalkan Akta Ikrar Wakaf Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret
2009 dan Ikrar Wakaf tanggal 17 Maret 2009 dan Surat Pengesahan Nadzir
Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret 2009 yang dibuat Kantor Urusan
Agama Kecamatan Tambaksari Surabaya. Kemudian putusan tersebut dikuatkan
lagi pada tingkat selanjutnya, yaitu putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
dengan Nomor: 332/Pdt.G/2011/PTA.Sby.

Dasar Dan Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara No:


3862/PDT.G/2010/PA.Sby Tentang Pembatalan Akta Ikrar Wakaf.
Adapun dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Surabaya dengan
membatalkan Akta Ikrar Wakaf Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret
2009 dan Ikrar Wakaf tanggal 17 Maret 2009 dan Surat Pengesahan nadzir
Nomor: BA.03.1/99/III/2009 tanggal 17 Maret 2009 yang dibuat Kantor Urusan
Agama Kecamatan Tambaksari, adalah sebagai berikut:

13
Bahwa Majelis terlebih dahulu mempertimbangkan bahwa rukun hukum
perwakafan sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia,
maupun hukum syar’i terdiri dari:

1. Orang yang berwakaf (wakif) yaitu pemilik harta benda yang diwakafkan.
2. Harta benda yang diwakafkan (Mauquf bih).
3. Tujuan wakaf yang disebut Mauquf ‘alaihi
4. Persyaratan wakaf dari waqif yang disebut Shighat atau Ikrar Wakaf.
5. Yang menerima harta wakaf sebagaimana tujuan wakaf (nadzir)

Menimbang, bahwa majelis hakim setelah mendengar keterangan


penggugat dan para tergugat serta penggugat intervensi, setelah membaca dan
mempelajari bukti-bukti tulis, dan setelah memeriksa obyek sengketa serta
memeriksa dokumen atau buku tanah di Kantor Kelurahan Pacarkembang,
Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya telah menemukan fakta-fakta hukum
yang akan diuraikan dalam pertimbangan dibawah ini:

Menimbang, bahwa dari uraian rukun wakaf sebagaimana tersebut diatas,


Majelis akan menjelaskan syarat-syarat wakif: sebagaimana pasal 7 dan pasal 8
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Undang-Undang Wakaf. Bahwa
dalam pasal 7 tentang waqif meliputi. a. perseorangan, b. Organesasi, c. Badan
Hukum. Dan pasal 8 persyaratan waqif adalah

a. Dewasa.
b. Berakal sehat ;
c. Tidak berhalangan melakukan perbuatan hukum;
d. Pemilik sah harta benda wakaf.

Menimbang, bahwa penggugat dalam gugatannya tentang tuntutan hak


pengembalian Harta wakaf berupa tanah (mauquf bih) yang sekarang telah
dikuasai oleh pihak tergugat I, yang semula tanah wakaf dari waqif (KH.
Ardjo Usman). Dan tujuan wakaf (mauquf alaih) adalah bertujuan untuk
pendidikan Madrasah Islamiyah PUI. Dan pernyataan Wakaf Shighat atau ikrar
Wakaf dilakukan oleh waqif sendiri KH. Ardjo Usman diperuntukkan Tempat
Pendidikan (Sekolahan Madrasah Islamiyah PUI ) yang semula bernama
Yayasan Pendidikan Machfudz Syamsulhadi. Namun dalam perjalanan
berikutnya tergugat I telah merubah menjadi Yayasan Pendidikan
14
Diponegoro yang telah dilakukan oleh pendahulu Tergugat I bernama Bapak
Abd. Syakur Thowil, dilanjutkan oleh Tergugat I dengan diubah menjadi Yayasan
Pendidikan

Diponegoro (terdiri dari TK, SD, SMP dan SMA dan SMK) dan Yayasan
Pendidikan tersebut telah memutuskan hubungan dengan LP. PUI. Bahkan
tergugat I, telah menggunakan Nurul Afifah (turut tergugat) sebagai ahli waris
buyut/cicit (KH. Ardjo Usman) untuk memproses penerbitan Ikrar Wakaf yang
ditunjuk selaku waqif oleh tergugat I, dan tergugat I sendiri menjadi nadzir
sebagaimana Ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan Tambaksari, sebagaimana bukti (P-8, P-9, P10 dan P-11, P-12
)maka penggugat atas sikap dan langkah yang ditempuh oleh tergugat I
tersebut, dianggap telah menyalahi hukum Syari’ah Islam dan perundang-
undangan yang berlaku. Maka Penggugat mohon kepada Pengadilan Agama
Surabaya agar ikrar wakaf dan Akta wakaf, dan pengesahan nadzir tanah
wakaf tersebut dibatalkan dan agar obyek sengketa wakaf tersebut untuk
dikembalikan kepada ahli waris.

Menimbang, bahwa atas gugatan dari Penggugat tersebut, Tergugat telah


menjawab dan menolak gugatan Penggugat, yang petitum penolakan Tergugat
bahwa Wakaf tidak boleh diwariskan dan dihibahkan kepada ahli waris. Dan
Tergugat membenarkan bahwa obyek tanah wakaf benar dari KH. Ardjo
Usman.

Menimbang, bahwa Penggugat atas tuntutan dalam sengketa wakaf,


karena pihak Tergugat I, melibatkan adik kandung Penggugat bernama Nurul
Afifah, dijadikan waqif dalam akta wakaf. Karena Penggugat adalah saudara
kandung dari pihak Turut Tergugat. Langkah yang ditempuh oleh pihak
Tergugat I adalah dianggap telah menyalahi hukum syar’at Islam. Sebab
tanah obyek sengketa wakaf telah diwakafkan oleh KH. Ardjo Usman untuk
Sekolahan Madrasah Islamiyah PUI, sebagaimana bukti (P-13).

Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan gugatan wakaf ini dengan


mendalilkan, bahwa Tergugat I telah memproses tanah wakaf yang telah
dilakukan oleh waqif KH. Ardjo Usman dalam surat pernyataannya sebagaimana
bukti (P-13) diperuntukkan untuk Pendidikan Madarsah Islamiyah PUI. Oleh
pihak Tergugat I disalahgunakan tujuan wakaf dalam ikrar yang dikeluarkan
15
oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Tambaksari yang dipergunakan
untuk sarana dan tempat Pendidikan Yayasan Pendidikan Diponegoro.
Dimana Yayasan Diponegoro adalah semula dari Yayasan Pendidikan Machfudz
Samsul Hadi yang mana pendidikan tersebut berada dalam naungan Lembaga
Pendidikan PUI Cabang Surabaya. Yang selanjutnya beralih nama Yayasan
Pendidikan Diponegoro sejak tahun 1989 dimana yayasan Pendidikan tersebut
melepaskan diri dari Lembaga PendidikanPUI .

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dan pertimbangan tersebut diatas,


Tergugat I telah mengalihkan fungsi dan tujuan wakaf adalah sudah keluar
dari Lembaga Pendidikan PUI bahkan simbol-simbol dan lambang Lembaga PUI
telah tidak dipergunakan oleh Tergugat I sebagai pengelola dan sebagai Ketua
Yayasan Pendidikan Diponegoro saat ini, dengan demikian Penggugat beralasan
bahwa Tergugat I telah melanggar Pernyataan Wakaf yang dikehendaki oleh
waqif K.H. Ardjo Usman, sebagaimana bunyi pernyataan wakaf Untuk
Madrasah PUI. Terbukti telah disimpangi dan dilanggar .

Bahwa waqif adalah K.H. Ardjo Usman, bermaksud melepaskan harta


miliknya berupa tanah yang berada di wilayah Kedungsroko Kelurahan
Pacarkembang, adalah bertujuan dan dimaksudkan untuk ‚Sekolahan Madrasah
PUI‛. Oleh karena itu Majelis berpendapat sebagaimana bukti tertulis ( P-13 )
adalah Tergugat I telah melanggar dan menyalahi tujuan wakaf yang
dikehendaki oleh waqif (KH.Ardjo Usman), yang sekarang telah dialihkan
menjadi Yayasan Pendidikan Diponegoro, yang telah melepaskan dari
naungan Lembaga Pendidikan PUI

Menimbang, bahwa dalam hal upaya Tergugat membuat dan memproses


Akta Ikrar Wakaf yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Wakaf (PPAIW)
dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Tambasari Surabaya, dengan wa<qif
yang baru bernama NURUL AFIFAH, selaku Cicit/buyut KH. Ardjo Usman
tersebut Majelis Hakim berpendapat: Bahwa berdasarkan bukti (P-8, P-9, P.10)
dan (T-3, T4 dan T-5) langkah yang ditempuh oleh Tergugat I yang
menggunakan NURUL AFIFAH sebagai wa<qif mendapat tantangan keras
oleh Penggugat selaku ahli waris lainnya dari KH. Ardjo Usman dan mohon
Akta Ikrar Wakaf tersebut dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan Ikrar Wakaf,
Akta Ikrar Wakaf, dan Pengesahan nadzir tersebut. Bahwa yang mempunyai

16
tanah adalah KH. Ardjo Usman bukan NURUL AFIFAH. Oleh karena itu
Majelis Hakim berdasarkan Kaidah Fiqhiyah yang diambil alih Majelis Hakim
sebagai pendapat Hakim dalam perkara ini yang berbunyi sebagai berikut:

‫اﻻﺻل ﺑﻘﺎء ﻣﺎ ﻛﺎن ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻛﺎن‬


‚Bahwa pada dasarnya berlakunya hukum itu sesuai dengan hukum asalnya
keberadaannya‛ (Kaidah fiqhiyah).

Dengan demikian tentang hukum wakaf dalam kasus perkara ini yang
berlaku adalah hukum wakaf yang telah dinyatakan oleh KH. Ardjo Usman,
belum pernah dicabut atau dibatalkan, dengan demikian Majelis berpendapat
Pernyataan Wakaf yang dilakukan KH. Ardjo Usman masih melekat dan berlaku.

Sebagaimana pasal 40 (huruf e) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004


Tentang Wakaf menyatakan: Harta benda Wakaf yang sudah diwakafkan
dilarang :

a. Dijadikan jaminan;
b. Disita;
c. Dihibahkan;
d. Dijual
e. Diwariskan;
f. Ditukar; atau
g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Oleh karena itu gugatan tentang Pengembalian obyek tersebut kepadaAhli


Waris harus ditolak.

Menimbang, bahwa dalam hal gugatan Penggugat poin (8) dalam petitum,
agar Tergugat menyerahkan obyek wakaf tersebut dalam keadaan kosong
seperti sediakala dengan membongkar gedung bangunan sekolah yang dikuasai
oleh Tergugat I. Tergugat dalam hal ini telah menjawab bahwa tanah dari
KH.Ardjo Usman dan bangunan sekolah telah dibangun oleh Yayasan
Diponegoro tersebut adalah tempat pendidikan dan untuk ummat.

Menimbang, bahwa dalam hal gugatan Penggugat agar Tergugat


menyerahkan obyek sengketa dalam keadaan kosong kepada Penggugat,
17
Majelis Hakim berpendapat bahwa pembanguan gedung sekolah tersebut adalah
dibangun dan atas biaya dari dana Masyarakat, dari Shadaqah dan infaq
masyarakat, ditambah dengan dana bantuan APBD sebagaimana keterangan
saksi-saksi Tergugat, Maka Hakim berdasarkan fakta tersebut yang oleh karena
dana berasal dari shadaqah dan infaq dari masyarakat berlaku hukum Syar’i.
Jika dibongkar atau dimusnahkan akan bertentangan niat para penyandang dana
dan donator yang bersedekah dan berinfak. Sebagaimana petunjuk Firman Allah
dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 195:

ۚ
‫ﯾل ٱ ﱠ ِ َو َﻻ ُﺗ ۡﻠﻘُو ْا ِﺑﺄ َ ۡﯾدِﯾ ُﻛمۡ إِﻟَﻰ ٱﻟ ﱠﺗ ۡﮭﻠُ َﻛ ِﺔ َوأَ ۡﺣﺳِ ُﻧ ٓو ْا إِنﱠ ٱ ﱠ َ ُﯾﺣ ﱡ‬
‫ِب‬ َ ‫َوأَﻧﻔِﻘُو ْا ﻓِﻲ‬
ِ ‫ﺳ ِﺑ‬
١٩٥ َ‫ۡٱﻟ ُﻣ ۡﺣﺳِ ﻧِﯾن‬
195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik

Dan petunjuk Kaidah Ushul Fiqh yang artinya:

‫درأ اﻟﻣﻔﺎﺳد أوﻟﻰ ﻣن ﺟﻠب اﻟﻣﺻﺎﻟﺢ‬


‚Menghindarkan kerusakan harus diutamakan untuk mendapatkan
kemaslahatan‛

Oleh karena itu, gugatan penyerahan obyek sengketa wakaf tersebut


dalam keadaan kosong atau dibongkar tidak beralasan hukum dan tidak
patut untukdipertimbangkan. Justru akan menimbulkan masalah baru dan
membawa mudlarat dan mafsadat dikemudian hari. Maka gugatan penyerahan
obyek wakaf dalam keadaan kosong atau pembongkaran gedung Sekolah
tersebut bertentangan hukum hukum Syar’I maka gugatan dalam hal ini harus
ditolak

Catatan Perhatian :Dari kasus tersebut diatas maka diperlukan


Sebagai berikut:

1. PPAIW sebagai pejabat yang berwenang membuat Akta Ikrar Wakaf dan

melaksanakan pendaftaran sertifikat tanah wakaf seharusnya teliti dalam

18
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

mengenai perwakafan tanah. Pemahaman pendafataran tanah wakaf

khususnya seharusnya lebih ditingkatkan terhadap sumber daya manusia

PPAIWnya itu sendiri untuk meminimalisir kelalaian pendafataran tanah wakaf

dari pihak PPAIW.

2. Pemerintah seharusnya membuat peraturan yang jelas dan rinci terhadap

sanksi administratif bagi PPAIW yang melakukan pelanggaran dalam

pendaftaran tanah wakaf. Pemerintah juga seharusnya menugaskan BWI

dalam hal pembinaan dan pengawasan terhadap tanggung jawab PPAIW

dalan pendaftaran tanah wakaf tidak sebatas pembinaan dan pengawasan

terhadap nazhir saja.

3. Bagi masyarakat yang hendak melakukan perbuatan wakaf yang mulia ini,

diharuskan untuk membuat Akta Ikrar Wakaf (bagi Wakif yang masih hidup)

dan didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan Peraturan-

peraturan yang berlaku. Dan obyek wakaf yang belum ada AIW dan belum

bersertifikat, sedangkan Wakif sudah meninggal, maka bisa melakukan Isbat

Wakaf ke Pengadilan Agama setempat dan dibuatkan Akta Pengganti Ikrar

Wakaf. Hal ini diharapkan agar tidak ada lagi kasus sengketa dikemudian

hari, sehingga tanah wakaf tersebut bermanfaat bagi kepentingan umum.

CONTOH ;

Putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor: 1521 /Pdt.G/2008/PA.Sm


Tentang Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Ahli Waris.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum, Majelis Hakim


Pengadilan Agama Semarang memutus perkara tersebut sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;

19
2. Menyatakan Para Penggugat adalah para pemberi jariyah untuk fasilitas masjid

yang terletak diatas sebidang tanah hak milik Verponding Indonesia No.

308/245 dan 309/244 seluas lebih kurang 100 m² adalah sebesar Rp 297.450,-

(dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah;

3. Menyatakan harta warisan yang berasal dari harta bersama dengan istrinya

dan telah bercampur dengan harta jariyah senilai Rp 297.450.000,- (dua ratus

sembilan puluh tujuh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah);

4. Menghukum Para Tergugat secara tanggung rentang untuk mengeluarkan

harta jariyah (Wakaf) senilai Rp 297.450.000,- (dua ratus sembilan puluh tujuh

juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) yang melekat dengan harata warisan

sebagaimana diktum angka 3 (tiga) tersebut sebelum dilakukan pelelangan

oleh Para Tergugat dan menyerahkan kepada Para Penggugat;

5. Memerintah kepada Para Penggugat dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan

setelah menerima uang jariyah senilai Rp 297.450.000,- (dua ratus sembilan

puluh tujuh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) tersebut untuk mewakafkan

kembali kepada masjid atau musholla baik yang sudah ada atau yang akan

dibangun baru yang digunakan untuk kegiatan ibadah sosial keagamaan

sesuai dengan fungsi dan tujuan pemberian pemberi jariyah (wakaf) sesuai

peraturan berlaku;

6. Menolak untuk yang selain dan selebihnya;

7. Menghukum para Tergugat secara tanggung rentang untuk membayar biaya

perkara yang timbul akaibat perkara ini sebesar Rp 3.861.000,- (tiga juta

delapan ratus enam puluh satu ribu rupiah);

Demikian putusan ini dijatuhkan di Semarang pada Senin tanggal 18


Januari 2010 Masehi bertepatan tanggal 02 Shafar 1431 Hijriyah oleh kami Drs.
NURMANSYAH,SH.,MH. Sebagai Hakim Ketua Majlis, MOH. ICHWAN,SH. Dan
20
Drs. WAHYUDI,SH.,MSI masing-masing sebagai Hakim Anggota dan dibantu
MIFTAH, SH. sebagai Panitera Pengganti, Putusan diucapkan oleh Ketua Majlis
tersebut dalam sidang terbuka untuk umum yang dihadiri oleh Penggugat dan
Tergugat.

Dasar Pertimbangan Para Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Agama


Semarang

Nomor: 1521/Pdt.G/2008/PA.Sm.

Adapun dasar pertimbangan para hakim terhadap putusan Pengadilan


Agama Semarang Nomor: 1521/Pdt.G/2008/PA.Sm tentang penarikan kembali
harta wakaf oleh warga dari ahli waris adalah sebagai berikut :

1. Gugatan yang diajukan para penggugat merupakan gugatan atas putusan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sedang dalam proses

eksekusi, maka guagatan ini merupakan Derden Verzet;

2. Pada dasarnya verzet merupakan perlawanan terhadap suatu putusan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang diajukan paling lambat

sebelum eksekusi selesai dilaksanakan dan didasarkan atas adanya hak

milik atau paling tidak pemegang hak berdasar hukum perjanjian (vide ps.

195 ayat 6 HIR atau ps. 378 Rv.) meskipun gugatan bukan dijadikan atas

hak sebagaimana tersebut diatas akan tetapi gugatan ini mengenai amal

jariyah/wakaf yang terkandung hak Allah atas kepemilkikannya dan

menyangkut keadilan masyarakat, berdasarkan pasal 49 huruf e UU No.

3 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama oleh karenanya Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan

mengadili perkara aquo;

21
3. Para Tergugat telah mengajukan eksepsi yang pada pokoknya Para

Tergugat mengatakan bahwa gugatan Penggugat kabur dan salah alamat

dengan alasan sebagai berikut :

a. Gugatan para Penggugat yang terdaftar dalam register perkara No.

1521/Pdt.G/2008/PA.Sm sangat mengada-ada, tidak jelas dan kabur

dan jelas-jelas bermaksud membuat persoalan yang sudah sangat jelas

menjadi bias, apalagi di dalam posita maupun petitum gugatan Para

Penggugat dengan jelas menyatakan bahawa dasar diajukannya

gugatan Penggugat adalah Putusan perkara Jo. No.

987/Pdt.G/2003/PA.Sm No. 88/Pdt.G/2005/PTA.Sm Jo.

No.194K/AG/2006 yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah

dieksekusi oleh Pengadilan Agama Semarang;

b. Para Tergugat tidak pernah memerintahkan ataupun meminta bantuan

untuk dalam bentuk apapun untuk perbaikan maupun kelengkapan

sarana maupun prasarana masjid diatas tanah warisan tersebut kepada

Para Penggugat, sehingga apabila Para Penggugat memohon agar

dilakukan pemisahan dan mengeluarkan harta jariyah yang pernah

diberikan oleh Para Penggugat untuk memakmurkan masjid adalah hal

yang sangat lucu mengada-ada dan tidak berdasar, karena Para

Tergugat sama sekali tidak pernah ada sangkut paut dengan para

penggugat mengenai hal tersebut, karena tanah warisan peninggalan

ayah Para Tergugat belum dan tidak pernah diwakafkan, jadi apabila

ada pihak-pihak lain yang merasa dirugikan maupun kecewa karena

pernah ikut memberikan kontribusi berupa apapun terhadap tanah

warisan yang diatasnya berdiri bangunan masjid tersebut, kami

persilahkan untuk meminta pertanggung jawaban kepada pihak-pihak

yang pernah meminta ataupun menerima amal jariyah tersebut secara

pribadi dan bukan kepada Para Tergugat;


22
c. Gugatan Para Penggugat tidak lengkap, kabur dan salah alamat

sebagaimana terurai pada posita 8 gugatan Para Penggugat, karena

tidak pernah menyebutkan secara spesifik siapa pihak-pihak yang telah

memobilisasi dana untuk pembangunan masjid dan siapa pula pihak-

pihak yang bertangung jawab menerima dan mengelola untuk

pembangunan masjid tersebut , karena Para Tergugat (klien kami) tidak

pernah berhubungan dengan Para Penggugat untuk persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan pembangunan masjid;

4.Terhadap hal ini majlis akan memepertimbangkan sebagai berikut :

a. mengenai gugatan kabur, dalam gugatan Para Penggugat secara

tegas menyebutkan bahwa terhadap harta warisan yang didalamnya

terdapat bangunan masjid dimana pada lingkungan sekitar masjid

terdapat fasilitas masjid yang digunakan untuk kepentingan masjid

guna ibadah sosial keagamaan bagi masyarkat/jama’ah yang dibangun

dengan amal jariyah yang dikumpulkan oleh dan dari

masyarakat/jama’ah, sehingga disana telah bercampur dengan harta

jariyah oleh karenanya oleh para penggugat harta jariyah tersebut

untuk dipisahkan dengan harta warisan. Majlis telah menilai gugatan

tersebut telah jelas duduk masalahnya dan arah serta tujuannya,

oleh karena keberatan para tergugat harus ditolak.

b. Para Tergugat yang disebutkan dalam surat gugatan merupakan

seluruh ahli waris hidup yang mendapat bagian dari harta warisan

sebagaimana tercantum dalam putusan Nomor

987/Pdt.G/2008/PA.Sm, oleh karena itu gugatan sudah tepat, maka

keberatan para tergugat haruslah ditolak.

Bahwa penarikan tanah wakaf oleh ahli warisnya ini, menurut Imam Syafi’i
yang disetujui oleh Imam Malik dan Imam Ahmad, bahwa wakaf itu suatu amal
23
ibadah yang disyari’atkan dan dia telah menjadi hukum lazim dengan sebutan
lafadz, walaupun tidak diputuskan oleh Hakim dan hilang pemilikan wakif
walaupun benda wakaf masih ada di tangannya. Harta benda wakaf itu secara
otomatis menjadi milik Allah, walaupun harta benda wakaf tersebut masih dalam
ampuan wakif. Jadi, penarikan tanah wakaf oleh wakif atau bahkan oleh warisnya
hukumnya haram secara mutlak.

Bahwa Barang wakaf kepemilikannya terlepas dari hak milik wakif (orang
yang mewakafkan) dan tidak pula pindah menjadi milik orang-orang atau badan-
badan yang menjadi tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) namun menjadi hak Allah,
siapapun tidak boleh memiliki atas barang wakaf tersebut.

Sebagaimana sebuah hadits :

“Artinya : Dari Abi Hurairah, bahwasannya Rasulullah bersabda:


“(Seluruh pahala) perbuatan manusia terputus apabila telah meninggal,
kecuali tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
sholeh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim).

G. Penutup :

Penyelasaian sengketa perwakafan menurut hukum Islam adalah melalui :


al sulh (perdamaian), tahkim (arbitrase) dan wilayat al qhada (pengadilan).
Sedangkan penyelesaian sengketa perwafakan menurut hukum nasional adalah
dengan melalui : musyawarah untuk mufakat (perdamaian), mediasi, Arbitrase /
BASYARNAS dan melalui Peradilan Agama.

Penyelasaian sengketa perwakafan menurut hukum Islam , sekarang


sudah terintegrasi dalam hukum positif / hukum nasional ;

Semoga bermanfaat .

Pontianak , Selasa 27 September 2016 M

25 Dzulhijjah 1437 H

24
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan dan M Fauzan, POKO-POKOK HUKUM PERDATA WEWENANG


PERADILAN AGAMA ,Rajawali Pers, Jakarta, 2001.

Anshoruddin, HUKUM PEMBUKTIAN MENURUT HUKUM ACARA ISLAM DAN


HUKUM POSITIF, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.

Mahmud Syaltout, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih, Jakarta : Bulan


Bintang 1996.

Abdul Manan, Drs.H. SH,SIP.M.Hum, Hukum Islam Dalam Berbagai Wacana,


Penerbit Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003.

Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Pembangunan Hukum Nasional, PT. Citra


Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Bustanul Arifin, Prof.Dr.H. SH, Transformasi Hukum Islam Ke Hukum Nasional,


Yayasan Al-Hikmah, Jakarta, 2001.

Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan


Agama, Jakarta, 2001.

Juhaya s. Praja, Filsafat Hukum Islam, LPMM Universitas Islam Bandung, Bandung,
1995..
Taufiq Hamami ,Drs.,S.H. Perwakafan Tanah Milik Dalam Politik Hukum Agraria
Nasianal ;Tatanusa , Jakarta 2003 .-

UU No.5 Tahun 1960 ttg Pokok-Pokok Agraria

UU No.41 Tahun 2004 ttg Wakaf

UU No.7 Tahun 1989 ttg Peradilan Agama

PP No.28 Tahun 1977 ttg Perwakafan Tanah Milik

PP No.42 Tahun 2006 ttg Pelaksanaan UU No.41 tahun 2004 ttg Wakaf

PMA No.1 Tahun 1978 ttg Pelaksanaan PP No.28 Tahun 1977 ttg Perwakafan Tanah
Milik

Peraturan Perundang-undangan lain yg terkait

25
Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor: 3862/PDT.G/2010/PA.Sby Tentang
Pembatalan Ikrar Wakaf

Putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor: 1521 /Pdt.G/2008/PA.Sm Tentang


Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh Ahli Waris.

Tafsir Al MaroghiOleh Mushthofa Al Maroighi

Thuruqul Hukmiyyah Oleh Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah

*Disampaikan dihadapan Pengurus Masjid , Majlis Ta’lim dan Pengelola


Pondok Pesantren Se KALBAR ,berkaitan dengan kergiatan Kanwil Kemenag
Kalbar : Sosialisasi ttg Wakaf ,Selasa 27 September 2016 .,

26

Anda mungkin juga menyukai