Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia
sepanjang masa, baik langsung maupun tidak langsung. Apabila tidak diperhatikan
maka air dari sumber seperti air permukaan dan air tanah ataupun air hujan mungkin
dapat menggangu kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya gangguan ataupun
penyakit yang disebabkan melalui air, maka air yang dipergunakan terutama untuk
diminum harus mengalami proses penjernihan aor agar memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih
kurangnya perhatian yang serius terhadap pengolahan air limbah. Air limbah dari
rumah tangga dan industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya
dibuang langsung ke badan-badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan
kualitas air permukaan dan air tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air
baku untuk air minum.
Seperti yang telah kita lihat diatas, sumber air yang semakin lama semakin
memburuk dapat kita antipasi dengan salah satu alternatif mendapatkan air bersih
adalah dari air sumur atau sungai yang tidak tercemar bahan-bahan kimia, yaitu
dengan membuat penjernihan air secara sederhana yang memanfaatkan sumber daya
disekitar kita.
Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk
meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut, sedimentasi ini merupakan suatu
proses pengendapan maaterial yang ditranport oleh media air, angin, es, atau glester
di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses
pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir
(sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari
material-material yang diangkut oleh angin.

1
1.2 Tujuan Percobaan
1. Menentukan efisiensi proses sedimentasi dengan tawas sebagai koagulan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air
Air merupakan kebutuhan yang paling utama bagi makhluk hidup. Manusia dan
makhluk hidup lainnya sangat bergantung dengan air demi mempertahankan
hidupnya. Air yang digunakan untuk konsumsi sehari -hari harus memenuhi standar
kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi fisik, kimia,
mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak selamanya
tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara sederhana
maupun modern. Jika air yang digunakan belum memenuhi standar kualitas air
bersih, akibatnya akan menimbulkan masalah lain yang dapat menimbulkan kerugian
bagi penggunanya. Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar
air berasal dari :
a. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
b. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta
sumber-sumber lainnya.
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Masalah
pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah pokok. Hal ini
mengingat keadaan perairan-alami di banyak negara yang cenderung menurun, baik
kualitas maupun kuantitasnya.

2.2 Karakteristik Air


2.2.1 Karakteristik Fisik Air
a. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan
organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri.

3
b. Temperatur
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar
oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat
degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.
c. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-
tumbuhan.
d. Solid (Zat padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan
turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari
kedalam air.
e. Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga
serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh
adanya senyawa-senyawa organik tertentu

2.2.2 Karakteristik Kimia Air


a. pH
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan
efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk
molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH.
b. DO (dissolved oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan
absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik.
Satuan DO biasanya dinyatakan dalam persentase saturasi.
c. BOD (biological oxygent demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk
menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air buangan

4
secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self
purification badan air penerima.
Reaksi:
Zat Organik + m.o + O2 CO2 + m.o + sisa material organik (CHONSP)
d. COD (chemical oxygent demand)
COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi bahan-
bahan organik secara kimia.
Reaksi:
Zat Organik + O2 CO2 + H2O
e. Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian sabun,
namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk
industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air tidaklah
dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu
terlarut yang tinggi dalam air.
f. Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan racun
terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l).
Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau
ligam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen terlarut
yang dapat menjadi racun bagi manusia.

2.3 Proses Pengolahan Air


Proses pengolahan air menjadi air bersih harus melalui beberapa tahapan-
tahapan, yaitu :
1. Screening
Screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah-sampah dalam ukuran
besar.

5
2. Tangki sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa
lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki
sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan.
Sebagai oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
3. Klarifier (clearator)
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan
larutan Alum (Al2(SO4)3 sebagai bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator yang
berfungsi sebagai alat untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi
pemisahan antara air bersih dan air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan
menggunakan pipa yang besar untuk kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat
dari beton yang berbentuk bulat yang dilengkapi dengan penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam primary reaction zone. Di dalam
prymari reaction zone dan secondary reaction zone, air dan bahan kimia (koagulan
yaitu tawas) diaduk dengan alat agitator blade agar tercampur homogen. Maka koloid
akan membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk
melalui return floc zone dialirkan ke clarification zone. Sedimen yang mengendap
dalam concentrator dibuang. Hal ini berlangsung secara otomatis yang akan terbuka
setiap satu jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification
zone sudah tidak dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya
mengendap. Air yang berada dalam clarification zone adalah air yang sudah jernih.
4. Sand Filter
Penyaring yang digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat). Sand
filter jenis ini berupa bak yang beriisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring
flok halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier. Air yang masuk ke filter ini telah
dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu
dengan mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat

6
yang tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air yang jernih akan terkumpul
di bagian dasar dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju reservoir.
5. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring
melalui filter, air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan harus
dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum.

Gambar 2.1 Proses pengolahan air minum

2.4 Sedimentasi
Sedimentasi adalah salah satu metoda pengolahan air limbah secara fisik atau
pengolahan awal (primary treatment) yang dilakukan sebelum dilakukan pengolahan
lanjutan (secondary treatment). Tujuan dari proses pengolahan secara fisik adalah
untuk memilahkan padatan-padatan tersuspensi dalam air limbah.

2.4.1 Prinsip Sedimentasi


Prinsip kerja dari sedimentasi pengolahan air limbah adalah memisahkan
padatan tersuspensi dalam limbah cair dengan bantuan gaya gravitasi, semakin besar
laju alir limbah masuk maka semakin sulit mengendap dan semakin ringan padatan
tersuspensi dalam limbah maka sulit diendapkan.

7
Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi
dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih
berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat.
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi, sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan flokulasi,
dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya. Sedangkan
secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya untuk
memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated sludge,
OD, sbb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan keunit pengolahan
lumpur tersendiri.

2.4.2 Proses Sedimentasi


Ketut Sumada (2012) mengemukakan bahwa proses sedimentasi partikel dapat
diklasifikasikan menjadi empat peristiwa yaitu :

1) Partikel Diskrit, sedimentasi partikel terjadi pada konsentrasi padatan rendah


dimana partikel mengendap secara individu serta tidak terjadi interaksi dengan
partikel yang lainnya. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan partikel pasir pada
air limbah.
2) Partikel Flokulan, sedimentasi partikel dimana partikel mengalami interaksi
dengan partikel lainnya, pada peristiwa interaksi terjadi penggabungan antar
partikel yang mempercepat kecepatan sedimentasi. Peristiwa ini terjadi pada
pemisahan partikel yang telah mengalami proses koagulasi/flokulasi.
3) Partikel Hindered, sedimentasi partikel terjadi karena partikel berinteraksi
dengan partikel lainnya pada posisi yang sama, dan partikel mengendap
terhambat oleh pertikel yang berada disekelilingnya dan tampaknya terjadi
pengendapan secara massal. Persitiwa ini dapat terjadi pada konsentrasi padatan
yang cukup tinggi. Peristiwa ini seperti terjadi pada pemisahan mikroba
(activated sludge) pada pengolahan air limbah secara biologi.

8
4) Partikel kompresi, sedimentasi partikel terjadi karena partikel mengalami
penekanan oleh partikel yang berada diatasnya, peristiwa ini terjadi pada
konsentrasi padatan yang sangat tinggi. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan
mikroba (activated sludge) pada pengolahan air limbah secara biologi.

Proses sedimentasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu :


1) Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi
batch paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah.
Mekanisme sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada
gambar berikut :

Gambar 2.2 Mekanisme sedimentasi batch

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi seragam
dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel mulai
mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat. Zona D
yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap. Pada
zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C adalah
daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam.

9
Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan komsentrasi dan distribusi sama
dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah (gambar
2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya zona B, C
dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling
point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan.
2) Cara Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan masuk
saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan
yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar
berikut :

Gambar 2.3 Mekanisme sedimentasi semi-batch

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
3 ) Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang dikeluarkan
secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan.
Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :

10
Gambar 2.4 Mekanisme sedimentasi kontinyu

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan
ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant (beningan) pada
suhu seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena konveksi.
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan
partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi dalam empat tipe yaitu :
1) Settling tipe I : pengendapan partikel disekret, partikel mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel.
2) Settling tipe II : pengendapan partikel flokulan, terjadi interaksi antar partikel
sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
3) Settling tipe III : pengendapan pada lumpur biologi, dimana gaya antar-partikel
saling menahan partikel lainnya untuk mengengendap.
4) Settling tipe IV : terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang
terjadi karena berat partikel.

11
Gambar 2.5 Empat tipe sedimentasi

2.4.3 Bak Sedimentasi


Menurut soeparman & suparmin dalam bukunya Pembuangan Tinja dan
Limbah Cair (halaman 113, 2001), pada proses sedimentasi limbah cair mengalir
kedalam tangki ataupun bak pengendap dengan kecepatan alitan sekitar 0,9 cm/s
sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Bak sedimentasi
atau clarifier dapat berbentuk persegi maupun lingkaran dan umumnya dirancang
untuk waktu penahanan selama 1,5-2,5 jam dengan aliran limbah sebesar 24-32
m/hari dengan kedalaman minimum bak sebesar 2-3 meter. Rancangan clarifier yang
umum digunakan adalah jenis bak pengendap dengan aliran horizontal, tangki
pengendapan dengan aliran radial, maupun bak sedimentasi dengan aliran vertikal. Di
bagian dasar bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi yang
kemudian dikumpulkan dengan menggunakan lengan pengumpul yang digerakkan
dengan mesin (rotating scrappers) atau secara gravitasi yang dibuat dengan cara
membuat kemiringan kearah pusat dasar tangki (kemiringan yang digunakan 1,7 : 1).

12
Gambar 2.6 (a) tangki sedimentasi bentuk persegi dengan aliran horizontal (b)
tangki sedimentasi bentuk persegi dengan aliran radial.

Gambar 2.7 Tangki sedimentasi sistem aliran naik dengan bak penangkap
lumpur.

2.5 Parameter TSS, TDS dan TS


Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau

13
lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat,
logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan
dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di
perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS.
Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya.
Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel.
Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda
akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel
yang mengandung 1.000 mg / L dari fine talcum powder akan memberikan
pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel yang mengandung 1.000 mg / L
coarsely ground talc . Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan yang berbeda
kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg / L ground pepper. Meskipun tiga
sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total
(TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai berat
kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari kesalahan
yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat
penguapan atau oksidasi.
Prinsip analisa TSS sebagai berikut : Contoh uji yang telah homogen disaring
dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan
dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC.
Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan
tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori
saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh
estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total.
(𝐴−𝐵)
𝑇𝑆𝑆(𝑚𝑔𝐿) = 𝑥1000 (2.1)
𝑉

Dengan:
A = berat kertas saring + residu kering (mg) V = Volume (ml)
B = berat kertas saring (mg)

14
2.6 Zat Kimia yang Digunakan
2.6.1 Tawas
Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan
ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya.
Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin
tinggi turbidity air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan.
Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air
baku tersebut. Reaksi yang terjadi adalah:
Al2(SO4)3 2 Al+3 + 3(SO4)-2
Air akan mengalami:
H2O H+ + OH-
Selanjutnya:
2 Al+3 + 6OH- 2Al(OH)3
Selain itu akan dihasilkan asam:
3(SO4)-2 + 6H+ H2SO4
Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan
semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang
efektif antara pH 5,8-7,4. Jika alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis
tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2)
atau soda abu (Na2CO3). Reaksi yang terjadi:
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH3) + 3CaSO4 + 6CO2
Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH3) + 3Na2SO4 + 3CO2
Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 2Al(OH3) + 3CaSO4

15
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan yang Digunakan


1. Sampel air
2. Tawas
3. Akuades
4. Kertas Saring

3.2 Alat yang Digunakan


1. Corong kaca
2. Erlenmeyer
3. Satu unit bak sedimentasi
4. Gelas ukur
5. TDS meter
6. Oven
7. Gelas Kimia

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Pengukuran TDS
1. ± 200 ml sampel diambil kemudian TDS diukur dengan menggunakan TDS
meter dan diamati serta dicatat nilai yang terbaca.
2. TDS meter dibersihkan menggunakan akuades.
3. Langkah yang sama dilakukan sebanyak dua kali.

3.3.2 Pengukuran TSS


1. 250 ml sampel diambil kemudian disaring menggunakan kertas saring yang
telah dilipat dan diletak diatas corong dengan erlenmeyer sebagai penampung
filtrat.
2. Endapan yang tersaring dioven sampai beratnya konstan.

16
3. Hasil berat kertas saring dengan endapan dicatat kemudian dikurang dengan
berat kertas saring kosong untuk mengetahui berat murni endapan.

3.3.3 Pengukuran TS
1. Nilai TDS dan TSS yang didapat dijumlahkan.

3.3.4 Proses Sedimentasi


1. Alat sedimentasi diperiksa sehingga aliran air dapat mengalir, mudah diamati,
dan mudah diolah sehingga aliran air dapat mudah dioperasikan. Skema alat
dapat dilihat pada gambar.

Bak Equalisasi Bak Sedimentasi

Tangki penyimpan air

Pompa air

Gambar 3.1 Skema alat proses sedimentasi

2. Sampel air dimasukkan kedalam tangki penyimpan air.


3. Tawas sebanyak 500 gram ditambahkan kedalam tangki dan dibiarkan selama
10 menit.
4. Pompa dihidupkan kemudian air mulai mengisi bak equalisasi.
5. Setelah bak equalisasi terisi penuh kemudian bak sedimentasi akan mulai terisi.
6. Setelah bak sedimentasi penuh, sampel didiamkan selama 30 menit.
7. Sampel yang telah didiamkan, diambil sebanyak ± 100 ml kemudian diukur TS,
TDS, dan TSS nya.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Peungukuran TSS
Percobaan ini menggunakan proses sedimentasi dengan variabel jumlah plate
dan debit aliran. Sedimentasi merupakan pengolahan air dengan pengendapan secara
gravitasi untuk memisahkan padatan yang terdapat dalam air untuk menghasilkan
cairan yang lebih jernih. Tipe sedimentasi yang digunakan pada praktikum yaitu
sedimentsi tipe 1 (discrete settling) dimana proses ini menggunakan zat koagulan.
Percobaan ini menggunakan bak sedimentasi. Sampel air yang digunakan adalah air
yang berada di dekat FKIP. Sampel air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet
sementara partikel mengendap ke bawah. Dari percobaan didapatkan nilai total
suspended solid (TSS), total dissolved solid (TDS), dan total solid (TS). Data hasil
percobaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai TDS, TSS, TS


TSS sebelum di TSS sesudah Efisiensi
oven dioven
240 mg/L 150 mg/L 37 %

4.1.2 Pengukuran TDS


Pengukuran TDS dengan cara mengukurnya dengan alat TDS meter. Lalu,
pada TDS meter akan muncul nilai yang telah dihitung oleh TDS meter.

Tabel 4.2 Pengukuran TDS


TDS sebelum TDS sesudah Efisiensi
dioven dioven
76 mg/L 62 mg/L 22,6 %

4.1.3 Pengukuran TS
Pengukuran TS dengan cara menggabungkan TDS dan TSS.

18
Tabel 4.3 Pengukuran TS
TS sebelum TS sesudah Efisiensi
dioven dioven
316 mg/L 212 mg/L 18,5 %

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Jumlah Plate Settler dan Debit terhadap Kandungan TSS pada
Air
Pada percobaan ini dilakukan proses sedimentasi air kotor dengan waktu
detensi selama 30 menit dengan menggunakan 9 plate. Sebelum sampel dialirkan ke
bak sedimentasi dan equalisasi, terlebih dahulu dihitung nilai TSS-nya. Dengan cara
penyaringan dan dioven dengan suhu 1000C. Maka didapatkan nilai TSS sebesar 0,24
gr/l. Nilai TSS didapatkan setelah berat kertas saring ditambah endapan dikurangi
dengan berat kertas saring kosong.
Lalu ketika ditambahkan dengan koagulan diaduk selama 5 menit dan di
diamkan selama 10 menit. Lalu dinyalakan pompa. Setelah proses sedimentasi selesai
dihitung kembali nilai TSS-nya. Dengan proses yang sama, didapatkan nilai TSS
sebesar 0,15 gr/l. Kemudian dihitung nilai efisiensi TSS. Dan nilai efisiensi yang
didapat sebesar 37,5 %. Nilai efisiensi yang didapatkan pada percobaan ini dapat
dikatakan rendah, yaitu dibawah 50%. Karena selain alat yang digunakan mengalami
kebocoran dan air yang dijadikan sampel kurang, dan juga endapan yang terdapat
dalam air juga sedikit. Maka efesiensi yang dihasilkan pun juga rendah.

Tabel 4.4 Efisiensi TSS


Debit Jumlah Plate Efisiensi
15 9 37,5

Menurut PERMEN KES Nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas


Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas. Dengan
kadar TSS maksimum yang masih dapat dijadikan Baku Air Minum sebesar 400
mg/L. Dapat disimpulkan bahwa TSS yang kita dapatkan masuk ke dalam kelas III
dan IV. Kelas III yang berbunyi sebagai air yang digunakan untuk keperluan

19
perikanan dan peternkan. Sedangkan, kelas IV berbunyi air yang digunakan untuk
kerperluan pertanian, usaha diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

4.2.2 Pengaruh Jumlah Plate Settler dan Debit terhadap Kandungan TDS pada
Air
Pada percobaan ini dihitung nilai total dissolved solid (TDS) dari sampel air
sebelum disedimentasi (inlet) dan sampel air dari hasil sedimentasi (outlet). TDS
tidak ditentukan dengan metode gravimetrik karena partikel-partikelnya larut dalam
air sehingga tidak dapat dilakukan penimbangan sampel. nilai TDS ditentukan
dengan alat TDS meter. Sampel dari inlet dan outlet disaring kemudian TDS filtrat
ditentukan dengan menggunakan TDS meter.

Tabel 4.5 Efisiensi TDS


Debit Jumlah Plate Efisiensi

15 9 22,6

Dapat dilihat dari tabel 4.5 yang menggambarkan hubungan antara plate dan
debit terhadap efisiensi penghilanan kandungan TDS pada proses sedimentasi.
Dengan menggunakan debit 15 l/s dan jumlah plate 9. Maka didapat nilai efisiensi
TDS sebesar 22,6%. Efisiensi pada percobaan ini dikatakan rendah karena dibawah
50%. Hal ini dikarenakan lumpur pada bak penampungan tidak tercampur merata
dengan air, adanya lumpur yang tertinggal di proses sebelumnya yaitu pada bak
equalisasi, sehingga lumpur tersebut terakumulasi pada proses sedimentasi
selanjutnya.

Menurut PERMEN KES Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas


Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas. Dengan
kadar maksikmum TDS yang diperbolehkan sebesar 1000 mg/L. Yang dapat
diklasifikasikan ke dalam kelas III dan IV. Kelas III yang berbunyi sebagai air yang
digunakan untuk keperluan perikanan dan peternkan. Sedangkan, kelas IV berbunyi

20
air yang digunakan untuk kerperluan pertanian, usaha diperkotaan, industri, dan
pembangkit listrik tenaga air.

4.2.3 Pengaruh Kondisi Proses Jumlah Plate Settler dan Debit Air Terhadap
Efisiensi Kadar TS
TS (total solid) merupakan jumlah dari TSS dan TDS. Total solid merupakan
banyaknya partikel padatan baik yang terlarut dalam air, maupun yang tidak terlarut
dalam air.

Tabel 4.6 Efisiensi TS


Debit Jumlah Plate Efisiensi
15 9 18,5

Dari tabel 4.6 menunujukkan nilai efisiensi TD dengan debit 15 l/s dan jumlah
plate 9. Nilai efisiensi yang didapatkan sebesar 18,45%. Pengaruh jumlah plate settler
dan debit aliran pada efisiensi TS juga sama halnya dengan efisiensi TSS dan TDS,
hal ini disebabkan karena efisiensi TS merupakan hasil penjumlahan dari efisiensi
TSS dan TDS, sehingga semakin besar efisiensi TSS dan TSS, maka efisiensi TS juga
akan semakin besar. Nilai efisiensi yang didapat rendah, dikarenakan pada sampel air
yang digunakan tidak teraduk sempurna sehingga air yang ada dalam tangki terjadi
pengendapan, lalu alat digunakan mengalami kebocoran dan kekurangan sampel air
yang digunakan dalam proses.

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Nilai efisiensi TSS, TDS, TS yang didapat berturut – turut adalah 37,5%,
22,6%, 18,5%. Dengan debit aliran 15 L/s dan jumlah plate 9.
2. TDS,TSS, dan TS diklasifikasikan pada kelas III dan IV.
3. Semakin lama waktu detensi maka efisiensi pengendapan semakin besar,
sehingga kualitas air semakin bagus.

5.2 Saran
1. Praktikan harus memamahi prosedur percobaan terlebih dahulu sebelum
memulai praktikum.
2. Praktikan harus memastikan alat-alat percobaan dalam keadaan bersih baik
sebelum maupun sesudah praktikum.
3. Praktikan diharapkan serius pada saat praktikum berlangsung.
4. Praktikan diharapkan teliti pada saat mengamati dan mencatat hasil yang ada
pada saat praktikum.

22

Anda mungkin juga menyukai