Anda di halaman 1dari 14

MEKANISME KERJA OBAT

ANTIBIOTIK TETRASIKLIN TERHADAP PENYAKIT KOLERA

Dosen Pengampu : Rizmahardian Ashari Kurniawan S.Si, M.Si, M.Sc


Mata Kuliah Biokimia II

Di Susun Oleh
Witdya Ayu Setianingsih

141620046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat


rahmat-Nya penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Mekanisme
Kerja Obat Antibiotik Tetrasiklin Terhadap Penyakit Kolera”. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Biokimia II.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Biokimia II Bapak Rizmahardian Ashari Kurniawan, S.Si, M.Si, M.Sc yang telah
membimbing dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun
harapkan demi kesempurnaannya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat mengenai
Mekanisme Kerja Obat Antibiotik Tetrasiklin Terhadap Penyakit Kolera dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Pontianak, 28 Juni 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………… i

KATA PENGANTAR…………………………………………….. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………. iii

BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………….. 1


1.1 Latar Belakang……………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………. 2

1.3 Tujuan Masalah………………………………………………. 2

1.4 Manfaat………………………………………………………. 2

BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………….. 3

2.1 Penyakit Kolera …………………………………………… 3

2.2 Gejala Penyakit Kolera …………………………………… 3

2.3 Morfologi Vibrio cholerae ………………………………... 4

2.4 Patogenesis dan Patologi Vibrio cholerae ………………… 4

2.5 Mekanisme Kolera (Diare) oleh Kolera Toksin ………….. 5

2.6 Tertasiklin …………………………………………………. 5

2.7 Farmakokinetik Tetrasiklin ……………………………….. 6

2.8 Farmakodinamik Tetrasiklin ……………………………… 7

2.9 Dosis Tertasiklin ……………..……………………………. 8

2.10 Efek Samping Obat Tetrasiklin…………………………….. 8

BAB III. PENUTUP……………………………………………… 10


3.1 Kesimpulan…………………………………………………… 10

3.2 Saran …………………………………………………………. 10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kolera pertama kali ditemukan di Gangga Delta, suatu bagian
dari distrik di India pada tahun 1817 dan berlangsung sampai tahun 1824.
Selanjutnya penyakit ini menyebar dari India ke Asia Tenggara, Cina, Jepang,
Timur Tengah, dan selatan Rusia. Pada tahun 2010, dunia dikejutkan dengan
adanya wabah cholera yang terjadi di Haiti. Korban jiwa cholera mencapai 1.721
orang (WHO,2011). Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun
atau sekitar 460 balita setiap harinya. Hasil Riset Departemen Kesehatan pada
tahun 2007 menunjukkan bahwa 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan kejadian
luar biasa (KLB) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan
sebanyak 10.980, 277 di antaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama
disebabkan oleh rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk, dan perilaku
hidup tidak sehat. Diare akut pada manusia dapat disebabkan oleh bakteri, virus
maupun parasit. Salah satu bakteri penyebab diare akut adalah Vibrio cholerae
dan biasanya penyakit yang ditimbulkan disebut kolera (Departemen Kesehatan,
2008).
Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek
dengan ukuran sekitar 0,5 µm x 1,5-3 µm. Gejala khas akibat terinfeksi oleh
bakteri kolera ini biasanya dimulai dengan munculnya diare encer yang berlimpah
tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu singkat
tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih keruh
yang mirip air cucian beras. Gejala mual akan timbul setelah diare yang diikuti
gejala muntah, dan selanjutnya biasanya diikuti oleh kejang otot, terutama pada
otot-otot betis, biseps, triseps, pektoralis, dan dinding, kelopak mata cekung,
diuresis berangsur-angsur kurang dan berakhir dengan anuria. Bila tidak diobati,
tingkat kematian dapat mencapai 25% sampai 50% (Rahayu,2011). Sehingga
diperlukan obat untuk menghambat bahkan menyembuhkan penyakit kolera
akibat bakteri Vibrio cholera.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk
garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk
basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Tetrasiklin adalah zat anti
mikroba yang diperolah dengan cara deklorrinasi klortetrasiklina, reduksi
oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi. Tetrasiklin digunakan untuk mengatasi
berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif maupun gram negatif
dengan cara menghambat sintesis protein pada perkembangan bakteri, terutama
pada penyakit saluran pernafasan, kolera (diare), dan leptospirosis. Mekanisme
kerja obat antibiotik Tetrasiklin terbukti dapat menghambat bakteri Vibrio cholera
penyebab penyakit kolera. Sehingga makalah ini bertujuan untuk memudahkan

1
pembaca dalam menggali informasi terhadap penyakit kolera dan antibiotik
tetrasiklin serta memudahkan pembaca dalam memahami mekanisme yang terjadi,
mulai dari mekanisme pembentukkan penyakit kolera oleh bakteri Vibrio cholera
hingga mekanisme kerja obat antibiotik tetrasiklin dalam menghambat bakteri
Vibrio cholera (Mycek,2001).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penyakit Kolera dan gejala penyakit Kolera ?
2. Bagaimana Morfologi, Patogenesis dan patologi Vibrio cholera dan
Mekanisme Kolera (Diare) oleh Kolera Toksin ?
3. Apa pengertian Tetrasiklin?
4. Bagaimana Mekanisme Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Tetrasiklin ?
5. Bagaimana Dosis Tertasiklin ?
6. Bagaimana Efek Samping Obat Tertasiklin ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit Kolera dan gejala penyakit
Kolera.
2. Untuk mengetahui ekanisme Kolera (Diare) oleh Kolera Toksin.
3. Untuk mengetahui pengertian Tetrasiklin.
4. Untuk mengetahui Mekanisme Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Tetrasiklin.
5. Untuk mengetahui Dosis Tertasiklin.
6. Untuk mengetahui Efek Samping Obat Tertasiklin.

1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dalam memilih obat yang tepat untuk
menyembuhkan penyakit kolera.
2. Sebagai referensi bagi pembaca mengenai mekanisme obat Tetrasiklin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kolera
2.1.1 Penyakit Kolera
Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri Vibrio cholerae
dengan manifes diare disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin
yang dihasilkan bakteri tersebut. Bentuk manifest klinisnya yang khas adalah
dehidrasi, berlanjut dengan rejatan hipovolemik dan asidosis metabolic yang
terjadi dalam waktu singkat akibat diare sekretorik dan dapat mengakibatkan
kematian apabila tidak ditanggulangi. Bakteri Vibrio cholerae banyak ditemukan
di permukaan air yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung kuman
tersebut. Oleh karena itu, penularan penyakit kolera ini dapat melalui air,
makanan dan sanitasi yang buru. Setelah Vibrio cholerae tertelan dan masuk
kedalam tenggorokkan, bakteri berjalan dan masuk ke usus kecil di mana mereka
mulai berkembang biak. Bakteri Vibrio cholera berikan dengan permukaan sel
diusus halus. Kemudian menyebabkan mual, muntah dan kehilangan cairan dan
mengalami diare. Dan kolera dapat menyebar dengan cepat di tempat - tempat
yang tidak mempunyai penanganan pembuangan kotoran/sewage dan sumber air
yang tidak memadai (Gomez, 1992).

Gambar 2.1. Proses masuknya Bakteri Vibrio cholera kedalam tubuh

2.1.2 Gejala Penyakit Kolera


Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang
ditampakkan, antara lain ialah (Rahayu, 2011):
1. Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau
tenesmus.
2. Feaces (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi
cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun
amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
3. Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan
akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
4. Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.

3
5. Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi,
penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
6. Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
7. Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi
dengan tanda-tandanya seperti: detak jantung cepat, mulut kering,
lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak
segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang
dapat mengakibatkan kematian.

2.2 Bakteri Vibrio cholera


2.2.1 Morfologi Vibrio cholerae
Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek
dengan ukuran sekitar 0,5 µm x 1,5-3 µm. Koch menamakannya
“kommabacillus”. Bila inkubasi diperpanjang, bentuk bakteri ini bisa berubah
menjadi batang yang lurus yang mirip dengan bakteri enterik gram negatif.
Bakteri ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai satu buah flagellum
halus pada ujungnya (Monotrikh). Karakteristik morfologi lain dari bakteri ini
antara lain, tidak membentuk spora, bentuk koloninya cembung (Convex),
Opaque, dan bergranul bila disinari.

Gambar 2.2. Bentuk sel bakteri V. cholerae

2.2.2 Patogenesis dan Patologi Vibrio cholerae


Secara alamiah, V. cholerae hanya patogen terhadap manusia. Seseorang
dengan asam lambung normal akan terinfeksi oleh Vibrio bila mengkonsumsi
makananyang mengandung sebanyak 102 - 104 sel/gram makanan, karena bakteri
ini sangat sensitif dengan suasana asam. Beberapa proses pengobatan atau
keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam lambung membuat seseorang
lebih sensitif terhadap infeksi V. cholerae(Amelia, 2005).
Vibrio cholerae dapat menghasilkan enterotoksin, dengan berat molekul
sekitar 90.000 yang mengandung 98% protein, 1% lipid, dan 1% karbohidrat.
Bakteri ini tidak tahan asam dan panas. Pada tiap molekul enterotoksin V.
cholerae terdapat 5 sub unit B (binding) dan 1 sub unit A (active). Sub unit A ini
mempunyai 2 komponen A1 dan A2. Enterotoksin berikatan dengan reseptor
ganglion pada permukaan enterocytes melalui 5 sub unit B. Sedangkan komponen

4
sub unit A2 mempercepat masuknya enterotoksin ke sel dan komponen sub unit
A1 bertugas meningkatkan aktivitas Adenil siklase akibatnya produksi cyclic
AMP meningkat yang menyebabkan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit.
Sehingga menimbulkan diare masif dengan kehilangan cairan mencapai 20 liter
perhari yang dikenal dengan Watery Diarrhea. Pada kasus berat dengan gejala
dehidrasi, syok, dan gangguan elektrolit dapat menyebabkan kematian(Amelia,
2005).

2.2.3 Mekanisme Kolera (Diare) oleh Kolera Toksin

Gambar 2.3. Mekanisme Kolera(diare) oleh Cholera Toxin

Cholera Toxin (CT) yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae merupakan molekul
protein yang terdiri dari sub unit beta (terdiri dari 5 molekul yang berikatan secara
nonkovalen) dan sub unit alpha (memiliki 2 peptida, alpha 1 and 2) dengan BM
~84,000. Sub unit 5B, berfungsi sebagai alat pengikatan (penempelan) CT ke
membran reseptor spesifik (disebut GM1-ganglioside) yang ada pada membrane
luminal dari enterosit. Sub unit A1 kemudian masuk kedalam sel dan
mengaktivasi adenilat siklase yang ada pada membrane basolateral, menginisiasi
pembentukan AMP siklik dari ATP. Peningkatan jumlah AMP siklik ini
mengubah proses metabolisme yang berperan dalam mengatur transport garam
dan air didalam usus. Kondisi ini akhirnya menyebabkan penghambatan absorpsi
NaCl netral dan menstimulasi sekresi anion sehingga terjadi akumulasi fluida
didalam luminal yang memicu terjadinya diare(Amelia, 2005).

2.3. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk
garam natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk
basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan
tetrasiklin sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya. Tetrasiklin adalah zat

5
anti mikroba yang diperolah dengan cara deklorrinasi klortetrasiklina, reduksi
oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi. Tetrasiklin mempunyai mempunyai
potensi setara dengan tidak kurang dari 975 μg tetrasiklin hidroklorida,
(C22H24N2O8.HCl), per mg di hitung terhadap zat anhidrat. Tetrasiklin adalah
salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein pada perkembangan
organisme(Istriyati, 2006).
Struktur kimia dari tetrasiklin adalah sebagai berikut:

Gambar.2.4.Struktur Tetrasiklin

2.3.1 Mekanisme Tetrasiklin


2.3.1.1 Farmakokinetik Tetrasiklin

Gambar.2.5. Mekanisme Farmakokinetik Tetrasiklin

1. Absorbsi
Kira-kira 30-80% tetrasklin diserap lewat saluran cerna. Doksisiklin dan
minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi ini sebagian besar berlangsung di
lambung dan usus halus bagian atas. Berbagai faktor dapat menghambat
penyerapan tetrasiklin seperti adanya makanan dalam lambung (kecuali
doksisiklin dan monosiklin), pH tinggi, pembentukan kelat (kompleks tetrasiklin
dengan zat lain yang sukar diserap seperti kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, Al3+, yang
terdapat dalam susu dan antasid). Oleh sebab itu sebaiknya tetrasiklin diberikan
sebelum atau 2 jam setelah makan(Koto, 2010).

6
2. Distribusi
Dalam plasma serum jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam
jumlah yang bervariasi. Obat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di
hati. Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufisiensi ginjal sehingga obat
ini boleh diberikan pada gagal ginjal. Dalam cairan serebrospinal (CSS) kadar
golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak
tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dalam jaringan
tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun dalam sistem retikuloendotelial di
hati, limpa dan sumsum tulang, serta di dentin dan email gigi yang belum
bererupsi(Koto, 2010).
3. Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin berdasarkan filtrasi
glomerulus. Pada pemberian per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin
diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam
empedu mencapai kadar 10 kali kadar serum. Sebagian besar obat yang diekskresi
ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih
terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi
obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami
kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja(Koto,
2010).

2.3.1.2 Farmakodinamik Tetrasiklin


Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan jalan menghambat sintesis
protein. Ketika bakteri Vibrio cholerae masuk kedalam tubuh, maka akan terjadi
peningkatan jumlah AMP dan mengubah proses metabolisme yang berperan
dalam mengatur transport garam dan air didalam usus. Kondisi ini akhirnya
menyebabkan penghambatan absorpsi NaCl netral dan menstimulasi sekresi anion
sehingga terjadi akumulasi fluida didalam luminal yang memicu terjadinya kolera
atau diare. Tetrasiklin menghambat sintesis protein dengan cara mengikat unit
ribosoma sel kuman 30 S sehingga t-RNA tidak menempel pada ribosom yang
mengakibatkan tidak terbentuknya amino asetil RNA. Antibiotik ini dilaporkan
juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg. Ada 2 proses masuknya antibiotik
ke dalam ribosom bakteri gram negativ, pertama secara difusi pasif melalui kanal
hidrofilik, kedua melalui sistem transport aktif. Setelah antibiotik tetrasiklin
masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S pada mencegah ikatan
tRNA – amino asil pada kompleks mRNA – ribosom. Hal tersebut mencegah
perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya
sintesis protein bakteri(Koto, 2010).

7
Gambar.2.6. Mekanisme Tetrasiklin

2.3.2 Dosis Tertasiklin


Dosis penggunaan antibiotic Tertasiklin(Mycek, 2001) :
1. Dewasa: 4 kali sehari 250 mg - 500 mg.
Lama pemakaian:
Kecuali apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pengobatan dengan
Tetracycline kapsul hendaknya paling sedikit berlangsung selama 3 hari,
agar kuman-kuman penyebab penyakit dapat terberantas seluruhnya dan
untuk mencegah terjadinya resistansi bakteri terhadap tetrasiklin.
2. Anak-anak di atas 8 tahun: sehari 25 - 50 mg/kg berat badan dibagi
dalam 4 dosis, maksimum 1 g.
Diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.

2.3.3 Efek Samping Obat Tetrasiklin


Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian tetrasiklin dapat
dibedakan dalam 3 kelompok yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif serta
reaksi yang timbul akibat perubahan biologik(Mycek, 2001) :
1. Reaksi Kepekaan
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin
ialah erupsi mobiliformis, urtikaria dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang lebih
hebat ialah edema angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam, mual, muntah,
perusakan warna gigi(menguning) dan eosinofilia dapat pula terjadi pada waktu
terapi berlangsung. Sensitisasi silang antara berbagai derivat tetrasiklin sering
terjadi.
2. Reaksi toksik dan iritatif
Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin per oral,
terutama dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang
diberikan, makin sering terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mengurangi dosis.

8
Terapi dalam waktu lama dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti
leukositosis, limfosit atipik, granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia.
Reaksi fototoksik dapat menimbulkan demam dan eosinofilia. Pigmentasi
kuku dan onikolisis, yaitu lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.
3. Efek samping akibat perubahan biologik
Seperti antibiotik lain yang berspektrum luas, pemberian golongan
tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman resisten
dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi dalam rongga mulut, faring,
bahkan kadang-kadang menyebabkan infeksi sistemik. Faktor predisposisi yang
memudahkan terjadinya superinfeksi ini ialah diabetes melitus, leukimia, lupus
eritematosus diseminata, daya tahan tubuh yang lemah dan pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid dalam waktu lama.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut
yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh
seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces
(kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkon-taminasi
air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut
beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
Tetrasiklin menghambat sintesis protein dengan cara mengikat unit
ribosoma sel kuman 30 S sehingga t-RNA tidak menempel pada ribosom yang
mengakibatkan tidak terbentuknya amino asetil RNA. Antibiotik ini dilaporkan
juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg. Ada 2 proses masuknya antibiotik
ke dalam ribosom bakteri gram negativ, pertama secara difusi pasif melalui kanal
hidrofilik, kedua melalui sistem transport aktif. Setelah antibiotik tetrasiklin
masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S pada mencegah ikatan
tRNA – amino asil pada kompleks mRNA – ribosom. Hal tersebut mencegah
perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya
sintesis protein bakteri.
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian tetrasiklin dapat
dibedakan dalam 3 kelompok yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif serta
reaksi yang timbul akibat perubahan biologik

3.2 Saran

Adapun saran kepada seluruh masyarakat adalah hendaknya selalu


melakukan hidup bersih, melakukan sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air
dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar
lingkungan.
Penggunaan klorokuin memerlukan resep dokter atau apoteker penyaji
obat tersebut dikarekan penggunaan klorokuin memiliki efek samping sehingga
dalam pengguanaannya perlu diawasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amelia S.2005. Vibrio Cholerae. Departemen Mikrobiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatra Utara Medan. In press 2005

Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar


RISKESDAS Indonesia tahun 2007.

Gomez H.F dan Cleary T.G. 1992. Kolera, Nelson, Ilmu Kesehatan Anak,
Bagian 2, edisi 12, EGC, Jakarta, , hal 102.

Istriyati , Bejo Basuki, 2006, Pengaruh Pemberian Tetrasiklin Pada Induk


Mencit (Mus musculus L.) Terhadap Struktur Skeleton Fetus, Berkala
Ilmiah Biologi, Volume 5, Nomor 1, Juni 2006, halaman 45-50.

Koto,Putri,Dkk. Tetracycline.2010. Yogyakarta: Program Studi Farmasi


Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam
Indonesia

Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : ulasan bergambar Ed.2. Jakarta : Widya


Medika.

Rahayu, A. 2011. CHOLERA. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas


Wijaya Kusuma Surabaya.

World Health Organization.2011. Cholera. (www. who.org., diakses tanggal 29


Juni 2017)

11

Anda mungkin juga menyukai