PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia angka kejadian fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas meningkat, kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan
tinggi sering menyebabkan trauma fisik, salah satu contohnya adalah fraktur. Pada
umumnya dampak yang ditimbulkan pada fraktur adalah terjadinya kerusakan
neuromuskuler akibat kerusakan jaringan atau terputusnya tulang, adanya
perubahan tandatanda vital dan gangguan pergerakan lainnya, tindakan darurat
secara cepat dan tepat pada fraktur adalah melakukan imobilisasi di daerah yang
fraktur (Utara, 2003)
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menyebutkan bahwa kejadian
kecelakaan lalu lintas di daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2% mengalami fraktur. Di
Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39%
diikuti fraktur humerus 15%, fraktur tibia dan fibula 11%, dimana penyebab terbesar
fraktur femur adalah 2 kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh
kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi 62,6% dan jatuh 37,3% dan
mayoritas adalah pria 63,8% .4,5% Puncak distribusi usia pada fraktur femur adalah
pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun) (Medika, No,
Desiartama, & Aryana, 2017). Hasil Riskesdas tahun 2018 menyatakan bahwa
proporsi bagian tubuh yang terkena cedera paling besar adalah Anggota Gerak
Bawah 67,9%, Anggota Gerak Atas 32,7%, kepala 11,9%, punggung 6,5%, dada
2,6%, dan perut 2,2%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eldawati tahun 2011 di
RSUP Fatmawati Jakarta yang menyatakan bahwa jenis fraktur yang banyak terjadi
yaitu fraktur ekstremitas bawah, seperti fraktur femur, fraktur tibia, dan fraktur
fibula ( Syahputra, Jumaini, Novayelinda., 2011).
Berdasarkan uraian di atas, kami tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang
penanganan fisioterapi pada kasus multiple fraktur femur bilateral dan fraktur cruris
sisi kiri. Ditinjau dari angka kejadian, fraktur akibat kecelakaan merupakan kejadian
paling banyak terjadi dan mengakibatkan kecacatan fisik bagi seseorang. Kecacatan
fisik mengakibatkan seseorang tidak sehat secara fisik, dengan keadaan tidak sehat
maka seseorang tidak dapat produktif secara sosial dan ekonomi. Kasus yang akan
kami analisa kali ini adalah multiple fraktur pada femur bilateral dan fibula sisi kiri.
B. Identifikasi Masalah
1. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang kami temukan dalam kasus ini adalah:
a. Oedema
b. Nyeri
c. Gangguan lingkup gerak sendi
d. Penurunan kekuatan otot
e. Gangguan Activity Daily Living
2. Pembatasan Masalah
Pada kasus pre dan post operasi multiple fraktur femur bilateral dan fraktur
cruris sisi kiri yang kami gambarkan di atas, muncul berbagai maslah sehingga
kami membatasi kajian pada:
a. Gangguan nyeri
b. Gangguan lingkup gerak sendi
c. Penurunan kekuatan otot
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran fisioterapi pada multiple fraktur femur bilateral dan
fraktur cruris sisi kiri dengan intervensi breathing exercise, statik kontraksi,
ankle pumping, dan latihan endurance upper extremity terhadap penurunan
nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi, dan peningkatan kekuatan otot.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui assesment fisioterapi pada kasus pre dan post operasi
multiple fraktur femur bilateral dan fraktur cruris sisi kiri
b. Untuk menentukan problematika dan menegakkan diagnosa fisioterapi
pada kasus pre dan post operasi multiple fraktur femur bilateral dan
fraktur cruris sisi kiri.
c. Untuk mengetahui intervensi fisioterapi yang efektif dan sesuai pada
kasus pre dan post operasi multiple fraktur femur bilateral dan fraktur
cruris sisi kiri.
d. Untuk mengetahui target yang akan dicapai pada penanganan kasus pre
dan post operasi multiple fraktur femur bilateral dan fraktur cruris sisi
kiri.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat dijadikan sumber informasi terkait dengan kasus pre
dan post operasi multiple fraktur femur bilateral dan fraktur cruris sisi kiri yang
dapat dikembangkan dalam ilmu fsioterapi.
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Fraktur
Menurut Price dan Wilson (2005) fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap
proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis . Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan
krepitasi (Doenges, 2002). Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk
patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal
(kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
Fraktur dapat terjadi pada setiap bagian tubuh, termasuk pada ekstremitas
bawah.
Menurut (Mansjoer, 2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
Gambar 2.4.
Sumber :
3) Persendian pada kaki (ankle)
a) Talocrucal joint (Talotibial joint)
b) Subtalar joint
c) Transverse tarsal joint
d) Metatarsophalangeal joint
e) Proximal interphalangeal joint
f) Distal interphalangeal joint
g) Interphalangeal joint
Gambar
Sumber : https://id.pinterest.com/pin/469148486172248477/
c. Otot dan persarafan pada lower extremity
1) Otot-otot panggul (hip)
Otot-otot pada sendi panggul dikelompokkan berdasarkan
fungsinya yaitu otot-otot fleksor panggul, otot-otot adduktor panggul,
otot-otot rotator internal panggul, otot-otot ekstensor panggul, otot-
otot abduktor panggul, otot-otot rotator eksternal panggul.
Gambar
Sumber : https://boneandspine.com/muscles-of-hip/
Tabel 2.1. Otot Fleksor Panggul
Otot Origo Insertio Persarafan
Psoas major Processus Trochanter Rami anterior
transversus minor L1, L2, L3
lumbalis,
discus
intervertebralis,
dan corpus
vertebra dari
TXII-LV
Iliacus Fossa illiaca Trochanter Nervus
minor femoralis (L2,
L3)
Tensor Fascia Crista iliaca di Tractus Nervus
Latae antara SIAS iliotibialis femoralis (L2,
dan tuberculum L3, L4)
iliacum
Sartorius SIAS Tendo Nervus
quadriceps femoralis (L2,
femoris L3, L4)
Rectus Caput rectum: Tendo Nervus
Femoris SIAI; caput quadriceps gluteus
reflectum: tepat femoris superior (L4,
L5, S1)
di atas
acetabulum
Gambar
Sumber : https://www.malehealthclinic.com/how-strong-is-your-foots-
core/
Tabel 2.8. Otot Inversi ankle
Otot Origo Insertio Persarafan
Tibialis Posterior 2/3 proximal Tuberositas Deep
tibia dan distal Navicular peroneal
condylus tibia, nerve tibial
2/3 proximal posterior
dan posterior
caput fibula
Sumber : https://learnmuscles.com/blog/2017/08/30/ligaments-of-
the-lumbar-spine-and-pelvis/
Sumber : https://www.earthslab.com/anatomy/ankle-joint-talocrural-
joint/
Sumber : https://teachmeanatomy.info/lower-
limb/vessels/arterial-supply/
2. Fisiologi
a. Fisiologi Pertumbuhan Tulang
Gambar
Sumber : https://www.orthobullets.com/
Gambar
Sumber :
1) Arthrokinematik dan Osteokinematik
a) Pelvic on femoral
Pergerakan pelvis terhadap caput femur.
Gambar
Sumber :
Gambar
Sumber :
b) Femoral on pelvic
Pergerakan rotasi caput femur terhadap acetabulum.
Gerak fleksi – ekstensi merupakan gerak rotasi spin
dalam bidang sagittal, gerakan abduksi – adduksi
merupakan gerakan pendular dalam bidang frontal
(caudal translasi), gerakan internal rotasi – eksternal
rotasi merupakan gerak rotasi putar pada bidang
transversal (dorsal/ventral translasi). Seluruh komponen
artrokinematik traksi arah lateral serong ventrocaudal.
MLPP (Maximum Loose Packed Position) dari hip joint
addalah fleksi-abduksi ± 40° dan sedikit eksternal rotasi.
CPP (Close Pack Position) dari hip joint adalah fleksi-
adduksi-internal rotasi full.
Gambar
Sumber :
b. Knee Joint
Sendi lutut merupakan sendi terbesar dalam tubuh dan
diklasifikasikan sebagai synovial hinge joint. Gerakan yang terjadi pada
knee joint hanya pada bidang sagital yaitu fleksi-ekstensi. Luas gerak
pada fleksi knee sekitar 120°-135° an pada gerakan ekstensi tidak terjadi
gerakan. Terbatas pada posisi anatomi atau 0°.
1) Arthrokinematik dan Osteokinematik
Gambar
Sumber : (Neumann, 2010)
c. Ankle Joint
Gerakan yang terjadi pada ankle joint adalah plantar flexi, dorsal
flexi, eversi dan inversi. Dalam keadaan normal besarnya Gerakan
dorsal fleksi adalah 20°, sedangkan plantar flexi adalah 50° dan
Gerakan eversi yaitu 20°, Gerakan inversi 40° (Russe, 1975).
Luas gerak sendi ankle untuk gerak plantar flexi sebesar 50 derajat
dan gerak dorsi flexi sebesar 20 derajat yang diukur pada posisi
anatomis. Sedangkan untuk gerak inversi sebesar 40 derajat dan eversi
sebesar 20 derajat. Bila penulisan disesuaikan dengan standar ISOM
maka untuk gerak dorsi flexi dan plantar flexi akan tertulis (S) 20-0-50
dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0-40 (Russe, 1975).
1) Arthrokinematik dan Osteokinematik
a) Proksimal dan Distal Interphalangeal Joint
Head of (Caput) proximal phalang convex dan basis distal
phalangeal concave membentuk sendi hinge. Gerak flexion–
extension. MLPP = Flexion 10° dan CPP = Full Extension.
Gerak translation searah gerak angular, traction selalu kearah
distal searah axis longitudinal phalang.
b) Meta Tarso Phalangeal Joint
Distal metatarsal convex dan basis phalangeal concave
membentuk sendi ovoid-hinge. Gerak flexion–extension dan
abduction–adduction. MLPP = Extension 110 dan CPP = Full
Extension. Gerak translation searah gerak angular, traction
selalu kearah distal searah axis longitudinal phalang
c) Tarso Meta Tarsal Joint
Traksi gerak MT ke distal. Saat Pada plantar flexion terjadi
peningkatan arcus, MT I gerak roll slide ke plantar lateral, MT
III-IV-V roll slide ke ventromedial
Gambar
Sumber :
f) Talo Crural Joint
Traction terhadap talus selalu kearah distal. Translation untuk
gerak dorsal flexion kearah posterior dan untuk plentar flexion
kearah anterior. Gerakan plantar fleksi dengan ROM : 40° – 500
hard end feel dan gerakan dorsal fleksi dengan ROM : 20° –
300 elastic end feel.
C. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) telah menetapkan dekade (2000-2009)
menjadi dekade tulang dan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalulintas seperti kecelakaan motor dan mobil serta
kecelakaan pejalan kaki sewaktu menyebrang. Data dinas kesehatan Provinsi
Sumatra Barat (DINKES SUMBAR) tahun 2009 didapatkan sekitar 2700 orang
mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24%
mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami
gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian faraktur.
Fraktur dapat disebabkan oleh keadaan patologis selain dari faktor
traumatik. Fraktur pada tulang lemah yang disebabkan oleh trauma minimal
disebut dengan fraktur patologis. Penyebab tersering fraktur patologis pada
femur proksimal adalah osteoporosis.
Jenis fraktur femur mempunyai insiden yang tinggi diantara fraktur tulang
lain dan fraktur femur paling sering terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau kecelakaan.
D. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (Mansjoer, 2000) :
1. Cedera traumatic
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula, Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot
yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada
keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomyelitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran. Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh kondisi lain
menurut Appley dan Salomon (1995: 238) fraktur dapat terjadi karena :
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran
atau penarikan.
i. Terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena
pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.
ii. Terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan
pada tibia dan fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan
calon tentara yang jalan berbaris dengan jarak jauh.
c. Fraktur patalogik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh
oleh karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara
lain adanya tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.
E. Patofisiologi
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur tertutup atau terbuka.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak sedangkan fraktur
terbuka disertai dengan kerusakan jaringan lunak seperti otot, tendon, ligamen
dan pembuluh darah. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001 ).
Tekanan yang kuat dapat terjadi multiple fraktur terbuka karena fragmen
tulang keluar menembus kulit dan menjadi luka terbuka serta peradangan yang
dapat memungkinkan infeksi, keluarnya darah dapat mempercepat
perkembangan bakteri. Tertariknya segmen karena kejang otot pada area
fraktur sehingga disposisi tulang. Multiple fraktur terjadi jika tulang dikarnakan
oleh stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya. Multiple fraktur
dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah jaringan
disekitarnya akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan keotot dan sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf 7 dan kerusakan
pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cidera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang. (Smeltzer, Suzanne C.
2001).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
multiple fraktur, pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya. (Chirudin Rasjad, 2000).
F. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari multiple fraktur antara lain sebagai berikut :
1. Nyeri terus menerus sampai tulang diimobilisasi
2. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah ( gerakan luar biasa ) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas
yang dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang normal,
ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antra fragmen satu dengan
yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal, pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera. (Smeltzer, Suzanne C.
2001)
G. Prognosis
Prognosis Menurut Laer tahun 2000 menyatakan bahwa dalam kasus
fraktur terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosa pertumbuhan
tulang antara lain yaitu usia pasien dan tempat fraktur. Prognosa pada pasien
post operasi multiple fraktur femur bilateral dan fraktur cruris sisi kiri dengan
pemasangan fiksasi internal dapat dikatakan baik apabila pasien secepatnya
dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan tindakan medis setelah terjadinya
trauma. Serta usia pasien juga sangat mempengaruhi dalam prognosa pasien.
Menurut Appley.A.Gaham prognosis pada pasien fraktur meliputi Qua ad vitam
yaitu dapat dikatakan baik apabila pasien dilakukan tindakan operasi dengan
pemasangan internal fiksasi (ORIF), yang kedua Qua ad sanam yaitu dikatakan
baik apabila pasien telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen
yang fraktur akan stabil sehingga mempercepat proses penyambungan tulang,
yang ketiga Qua ad fungsionam yaitu berkaitan dengan proses penyambungan
tulang, yang terakhir Qua ad cosmeticam yaitu dikatakan baik apabila fragmen
yang telah direposisi dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga tidak
terjadi deformitas.
Pada penderita multiple fraktur femur bilateral dan fraktur cruris sisi kiri
belum boleh menumpu sampai 6-8 minggu, jadi untuk sementara pasien hanya
boleh melakukan aktivitasnya dengan kursi roda (Hoyt, Pavey, Pasquina, &
Potter, 2015). Tingkat perubahan fungsi pasien untuk mencapai tujuan
tergantung pada tingkat fungsional sebelumnya, komorbiditas dan komplikasi
pasca operasi (Brigham and Women’s Hospital 2010).
H. Teknologi Fisioterapi
Penanganan pasien yang mengalami fraktur terdapat beberapa cara yang
digunakan tergantung dari bagaimana bentuk fraktur yang terjadi. Penanganan
yang dilakukan yaitu dengan cara fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Fiksasi
interna yakni dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau
batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction
with internal fixation (ORIF) dan fiksasi eksterna yang digunakan untuk
menstabilkan fraktur dengan menggunakan pin yang dihubungkan dengan bars
atau frame yang dapat dilihat diluar tubuh atau sering disebut open reduction
with external fixation (OREF) (Munawaroh, 2014).
Modalitas yang digunakan fisioterapi dalam menang atasi permasalahan
akibat dari tindakan operasi diantaranya adalah terapi latihan. Terapi latihan
berarti suatu upaya untuk memepercepat penyembuhan pada pasien dari cedera
dan penyakit yang telah merubah cara hidup normal pasien. Tujuan dari terapi
latihan adalah (1) untuk meningkatkan aktifitas kapan saja dan kemana saja
yang dimungkinkan untuk memperkecil pengaruh dari inaktivitas, (2) untuk
memperbaiki suatu otot atau group otot yang tidak efisien dan memperoleh
jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat untuk memperoleh gerakan
yang fungsional dan efisien, (3) untuk mendorong pasien agar menggunakan
kemampuan yang telah dia punya untuk melakukan aktifitas fungsional yang
normal dan juga mempercepat pemulihannya.
Adapun tehnik-tehnik terapi latihan dapat di klasifikasikan menjadi 2
gerakan yaitu: (1) gerakan aktif, yang terdiri dari gerakan voluntary (assisted
active movement, free active movement, assisted-resisted active movement, dan
resisted active movement) dan gerakan involuntary reflex, (2) gerakan pasif,
yang terdiri dari relax passive movement, force pasive movement, dan
manipulative passive movement (Gardiner, 1964). Semua gerakan baik aktif
maupun pasif diawali dan diakhiri pada suatu sikap tubuh. Sikap tubuh
dikatakan baik bila dengan usaha yang minimal dapat dicapai hasil yang baik
secara maksimal.
Pada kasus ini, terdapat penanganan fiksasi interna pasca fraktur femur
bilateral (femur distal sisi dextra dan femur proximal sisi sinistra) dan fiksasi
eksterna pasca fraktur cruris sisi sinistra. Bentuk terapi latihan yang dapat
diberikan sesuai dengan problematiknya adalah berupa :
1. Diaphargm Breathing Exercise
Latihan relaksasi pernapasan diafragma (DBT) telah terbukti efektif
mengurangi persepsi dan gejala kecemasan. Pernapasan diafragma (DB)
adalah teknik pernapasan yang menggunakan kontraksi otot diafragma untuk
menggerakkan udara ke bawah ke dalam tubuh, meningkatkan panjang
diafragma dan efisiensi pernapasan serta memfasilitasi pernafasan yang
lebih efisien (Chen, Huang, Chien, & Cheng, 2017).
2. Ankle Pumping Exercise
Latihan ankle pumping menggunakan fungsi pompa otot betis untuk
memompa darah ke jantung melalui kontraksi otot. Latihan memompa
pergelangan kaki sering digunakan untuk menghilangkan edema dan
pencegahan deep vein thrombosis (DVT), atau karena tirah baring lama di
tempat tidur yang lama (Toya et al., 2016).
3. Resisted Active Exercise
Resistance exercise (RE) diketahui memiliki peran dan manfaat yang
besar untuk pemeliharaan massa tulang dan otot (Hong & Kim, 2018).
Resisted active exercise merupakan bagian dari active exercise di mana
terjadi kontraksi otot secara statik maupun dinamik dengan diberikan
tahanan dari luar, dengan tujuan meningkatkan kekuatan otot dan
meningkatkan daya tahan otot. Tahanan dari luar bisa manual atau mekanik.
Sedangkan, static contraction adalah kontraksi otot dengan mengangkat atau
mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh,
dan panjang otot tidak berubah. Lamanya perlakuan kira-kira 5-10 detik
dengan pengulangan 3 kali (Yudiana et al. 2007).
Tahanan manual adalah tahanan yang kekuatannya berasal dari terapis
dengan besarnya tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien dan
besarnya beban tahanan yang diberikan tidak dapat diukur secara kuantitatif,
sedangkan tahanan mekanik adalah tahanan dengan besar beban
menggunakan peralatan mekanik, dimana jumlah besarnya tahanan dapat
diukur secara kuantitatif.
Pemberian tahanan mekanik dapat menggunakan dumbbel, dimana
penentuan besarnya tahanan beban dan pengulangan ditentukan dengan
menggunakan tes submaksimal. Tes submaksimal yaitu tes untuk
memperkirakan kekuatan maksimal, dengan menggunakan Diagram Holten.
Diagram Holten menggambarkan hubungan antara jumlah pengulangan
dan persentase kemampuan pasien yang digunakan untuk menghitung 1 RM
(Repetition Maximum). 1 RM adalah beban maksimal yang mampu diangkat
satu kali dalam tes submaksimal. Dengan rumus sebagai berikut :
1 RM = A Kg X 100%
B%
Keterangan :
A Kg = perkiraan berat beban awal yang diberikan.
B % = jumlah pengulangan dalam %.
Gambar
Sumber : https://www.fpta.org/page/ExerciseDosingPT
1. Assesmen
Asesmen merupakan suatu proses kegiatan berupa mencari untuk
memperoleh data yang akan digunakan untuk mengidentifikasi suatu
permasalahan yang ada. Data tersebut bisa bersifat pribadi atau biodata, dan
data dari hasil pemeriksaan. Data-data tersebut juga dapat digunakan untuk
menentukan rencana dan program fisioterapi yang sesuai dengan kondisi dan
keadaan pasien. Asesmen memiliki beberapa bagian :
a. Anamnesis
1) Keluhan Utama
Merupakan keluhan atau kondisi yang paling dirasakan atau yang
paling berat sehingga mendorong pasien atau keluarga pasien untuk
datang berobat atau mencari pertolongan medis dengan harapan
keluhan tersebut dapat tertolong. Keluhan utama akan memberikan
acuan kepada terapis apa yang diinginkan oleh pasien sehingga ini
akan menjadi goal dari intervensi yang dilakukan terapis.
2) Keluhan Penyerta
Keluhan yang menyertai keluhan utama yang dirasakan pasien di
area tubuh lain.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan utama
yang berisi tentang riwayat perjalanan pasien selama mengalami
keluhan secara lengkap.
b. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran
2) Tekanan darah
3) Denyut nadi
4) Pernafasan
5) Kooperatif
Suatu sistem yang di dasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai
makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk
sosial,makhluk yang berinteraksi dengan sesama.
a) Statis
Mengamati keadaan fisik pasien pada saat diam.
b.) Dinamis
Mengamati keadaan fisik pasien pada saat bergerak.
2) Tes Cepat
Tes cepat adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
secara cepat kasus yang dialami oleh pasien, sehingga dapat
menentukan pemeriksaan selanjutnya yang berhubungan dengan
pasien.
a) PFGD Aktif
Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan secara mandiri oleh
pasien tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang
didapat dari pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif adalah nyeri
dan keterbatasan gerak.
b) PFGD Pasif
Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis sementara
pasien dalam keadaan pasif atau rileks. Hasil yang didapat dari
pemeriksaan fungsi gerak dasar pasif adalah nyeri, keterbatasan
gerak dan end feel.
c) PFGD Isometrik
Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan oleh pasien sementara
terapis memberikan tahanan dan dilakukan untuk setiap bidang
gerak. Hasil yang didapat dari pemeriksaan fungsi gerak dasar
isometric adalah nyeri dan keterbatasan gerak.
4) Tes Khusus
a) Palpasi
Pemeriksaan dengan cara menyentuh atau merasakan dengan
tangan untuk mengetahui adanya nyeri tekan, spasme otot,
suhu lokal, tonus otot, dan oedem.
b) Nyeri
c) Ekspansi Thorak
Kemampuan sangkar thorax untuk mengembang dan
mengempis saat melakukan inspirasi maupun ekspirasi. Saat
terjadi inspirasi volume thoraks bertambah dan rongga dada
membesar saat ekspirasi volume thoraks uberkurang dan rongga
dada menyempit. Pengukuran ekspansi thoraks dilakukan secara
kuantitatif menggunakan midline dengan satuan cm, yaitu dibagi
menjadi 3 bagian axilla, intercostal space ke-5 dan xypoideus
(Humami, 2011).
5) Pemeriksaan penunjang
2. Penegakan Diagnosis
b. Post-operasi
i. Setting Muscle Exercise
ii. Active Stability Resisted Exercise
5. Evaluasi/Re-Evaluasi
Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi, dapat
berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana penghentian
program atau merujuk pada dokter/profesional lain terkait. Kewenangan
melakukan evaluasi/re-evaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial
fisioterapi yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapis.
7. Dokumentasi
Problematika Fisioterapi
1. Nyeri pada kedua tungkai Tujuan
2. Penurunan LGS pada kedua tungkai 1. Mengurangi nyeri
3. Adanya oedem pada area foot sinistra 2. Melancarkan aliran
4. Penurunan kekuatan otot pada kedua tungkai peredaran darah
bawah 3. Memaksimalkan kekuatan
5. Gangguan ekspansi thorax otot
4. Mempertahankan kapasitas
fungsional pernapasan
Tujuan :
Hasil
1. Mengurangi nyeri Intervensi Fisioterapi
2. Melancarkan aliran peredaran darah 1. Nyeri berkurang
3. Memaksimalkan kekuatan otot 1. Diafragma Breathing 2. Kapasitas
4. Mempertahankan kapasitas fungsional 2. Ankle pumping fungsional paru
pernapasan 3. Isometric exercise terjaga
5. Menambah lingkup gerak sendi lower 4. Latihan endurance 3. Daya tahan otot
extremity upper extremity tangan lebih
meningkat
Hasil :
Intervensi Fisioterapi
1. Nyeri berkurang
1. Diafragma Breathing 2. LGS pada ankle dan knee
2. Ankle pumping bertambah
3. Isometric exercise 3. Kapasitas fungsional paru
4. Latihan endurance terjaga