Struktur Perusahaan
Adaro Energy didirikan pada tahun 2004 sebagai perseroan terbatas dengan nama PT Padang Karunia.
Pada bulan April 2008, nama perusahaan berubah menjadi PT Adaro Energy Tbk dalam persiapan untuk
menjadi perusahaan publik dalam penawaran perdana yang dilakukan dengan hasil yang memuaskan
pada bulan Juli di tahun yang sama.
Adaro merupakan perusahaan grup yang terintegrasi secara vertikal. Selain anak perusahaan
pertambangan utamanya yang bernama PT Adaro Indonesia, Adaro juga memiliki anak-anak perusahaan
lainnya yang beroperasi di sepanjang rantai pasokan batubara mulai dari tambang ke pelabuhan dan
berlanjut ke pembangkit listrik, yang meliputi penambangan, tongkang, pemuatan kapal, pengerukan,
jasa pelabuhan, pemasaran dan ketenagalistrikan.
Anak-anak perusahaan Adaro bersama dengan para kontraktor memproduksi batubaranya dengan
tingkat efisiensi yang tertinggi di sektornya dan biaya yang rendah.
Strategi Adaro
Salah satu karakteristik Adaro yang unik adalah kondisi dimana perusahaan ini tidak dimiliki atau
dikendalikan oleh satu keluarga saja, melainkan oleh satu kelompok yang terdiri dari lima keluarga yang
sangat terkemuka di Indonesia, yaitu Edwin Soeryadjaya, Theodore Permani Rachmat, Garibaldi Thohir,
Ir. Subianto dan Sandiaga S. Uno, yang secara keseluruhan memegang kepemilikan atas sekitar 65%
dari total saham Adaro, dimana tidak ada satu pun dari mereka yang memegang kendali utama.
Karena masing-masing pihak beroperasi secara individual, secara alami tercipta suatu sistem checks and
balances yang menjamin supaya semua keputusan diambil dengan pertimbangan yang matang demi
kepentingan Adaro Energy dan penciptaan nilai jangka panjang.
Adaro Energy beroperasi dengan visi untuk menjadi perusahaan energi dan tambang batubara terbesar
dan terefisien di Asia Tenggara. Perusahaan menjalankan strategi untuk berfokus pada produksi
batubara yang tumbuh secara organik, meningkatkan efisiensi dan pengendalian biaya dan
mengembangkan dan melanjutkan integrasi divisi ketenagalistrikan.
Laman ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana dan mengapa Adaro menjadi perusahaan yang
istimewa dan merupakan prospek yang sangat baik bagi para investor.
Kami berbeda dari yang lain dalam hal apa yang kami produksi dan bagaimana kami bertindak. Kami
melakukan lebih dari sekedar membangun perusahaan batubara dan energi yang sangat besar.Kami
mengobarkan energi positif.
Envirocoal
Envirocoal telah banyak digunakan sejak tahun 1992 di Eropa, Asia, Amerika serta pasar domestik di
Indonesia (lihat basis konsumen di sini) oleh pembangkit listrik, pabrik semen, dan sektor industri yang
dinaungi oleh peraturan lingkungan yang ketat, atau untuk dicampur dengan batubara yang lebih umum
dengan kandungan sulfur dan abu yang tinggi. Hasil pencampuran ini secara konsisten menunjukkan
penurunan yang signifikan terhadap dampak lingkungan jika dibandingkan dengan menggunakan
batubara biasa.
Karena kualitasnya yang langka, Envirocoal juga memberikan manfaat ekonomis dan teknis yang sangat
tinggi melalui penghematan biaya operasional dan perawatan dan pembakaran, dan peningkatan pada
penanganan abu dan efisiensi pembuangan abu, yang menjadikan Envirocoal sebagai bahan bakar
padat dengan biaya yang efektif dan paling ramah lingkungan.
Permintaan Envirocoal yang kokoh dan terus meningkat – Adaro berencana untuk memproduksi 56-58
juta ton bagi konsumsi domestik dan ekspor pada 2015 – hal ini menunjukan bahwa Envirocoal dapat
bersaing dengan batubara berkalori lebih tinggi berdasarkan energi per-unit yang dihasilkan.
Kandungan abu Envirocoal yang rendah dapat diartikan sebagai biaya pemeliharaan yang lebih rendah
untuk pulveriser, pipa batubara, tabung boiler dan peralatan lainnya di sepanjang jalur batubara.
Envirocoal juga memungkinkan produsen listrik untuk memenuhi peraturan lingkungan tanpa keharusan
untuk memiliki mesin desulfurisasi gas buang (flue gas desulphurization – FGD), sehingga dapat
mengurangi kebutuhan modal dan biaya operasional secara signifikan.
Anak perusahaan Adaro yang utama – PT Adaro Indonesia – telah memproduksi Envirocoal dari tiga
tambang di wilayah konsesi di kabupaten Tabalong, provinsi Kalimantan Selatan selama 22 tahun.
Adaro umumnya menjual dua jenis Envirocoal, yang dinamakan berdasarkan nilai kalori rata-ratanya:
E5000, dari tambang Tutupan dan Paringin, dan E4000, dari tambang Wara. Untuk memberikan pilihan
yang lebih beragam bagi para konsumen, Adaro memperkenalkan E4900 di kuartal keempat tahun 2013.
Struktur Perusahaan
Sukses Tercipta dari Model Bisnis yang Kokoh
Kekuatan Adaro Energy terletak pada model bisnis yang kokoh: rantai pasokan batubara yang
terintegrasi vertikal “dari tambang ke pelabuhan ke ketenagalistrikan”, dengan adanya anak-anak
usaha yang menjalankan bisnis di hampir seluruh aspek operasinya.
Adaro Energy saat ini memiliki hampir 30 anak usaha yang beroperasi, dalam naungan enam divisi dari
titik awal sampai titik akhir rantai pasokan yang terintegrasi secara vertikal: Aset Pertambangan, Jasa
Pertambangan, Logistik, Perdagangan, Ketenagalistrikan dan Manajemen Aset Lahan.
Sekitar setengah dari anak-anak usaha ini merupakan entitas yang menghasilkan pendapatan
(sementara yang lainnya masih dalam fase pengembangan atau eksplorasi) di berbagai bagian rantai
pasokan batubara, dimana anak-anak usaha tersebut beroperasi berdampingan dan bersaing, dengan
skala-skala persaingan yang berbeda, dengan kontraktor yang dipekerjakan Adaro.
Dengan memiliki setidaknya satu anak usaha yang beroperasi di masing-masing segmen dalam rantai
pasokan batubara, Adaro memiliki kendali yang besar terhadap rantai pasokan, sehingga dapat
meminimalkan biaya, meningkatkan keandalan, dan meningkatkan efisiensi operasional.
Pada kondisi harga batubara yang sulit ini, kami akan terus berfokus untuk menjaga modal, efisiensi
biaya dan mengurangi utang. Kondisi yang sulit ini akan terus mendorong kami untuk mengembangkan
bisnis-bisnis non pertambangan batubara, dan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap Adaro, untuk
melancarkan pendapatan dan pengembalian dan mengofset penurunan yang tak dapat dikendalikan
pada siklus harga batubara.
Kami ingin memiliki bisnis yang mendapatkan kontribusi yang besar dari bisnis ketenagalistrikan dan
bisnis-bisnis non pertambangan batubara lainnya. Kami akan memiliki tiga motor pertumbuhan:
pertambangan batubara, logistik dan jasa pertambangan, dan ketenagalistrikan.
Ini memperbolehkan kami untuk memasok batubara kepada pasar utama kami di Asia dengan freight rate lebih
rendah dibandingkan dengan penambang batubara di negara lain seperti Australia dan Afrika Selatan. Pada
akhir tahun 2014, coal cash cost kami (tidak termasuk royalties) adalah US$33.03, lebih rendah dari US$34.86
pada tahun 2013.
Pada umumnya penambangan batubara di Kalimantan Selatan dilakukan dengan teknik penambangan
terbuka (open pit), yaitu dengan membuka lahan (land clearing), mengupas tanah pucuk (stripping top
soil), mengupas dan menimbun tanah penutup (over burden stripping), serta membersihkan dan
menambang batubara. Sehingga dengan teknik ini, telah menyebabkan kerusakan kondisi fisik, kimia,
dan biologis tanah tambang. lahan bekas tambang termasuk kedalam jenis lahan kritis, yaitu suatu lahan
yang tidak produktif ditinjau dari penggunaan pertanian. Oleh karena itu kegiatan perbaikan pasca
penambangan batubara mutlak diperlukan untuk mengembalikan produktivitas lahan tersebut.
MAKALAH KIMIA DASAR ~ BATUBARA ~ “DAMPAK DAN SOLUSI” I. PEMBUKAAN I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia. Salah satu
daerah penghasil tambang terbesar di Indonesia adalah Kalimantan Selatan. Pertumbuhan tambang di
Kalimantan Selatan sendiri semakin pesat karena semakin banyak lahan tambang baru yang ditemukan.
Namun pertumbuhan yang pesat tidak diseimbangi dengan pengelolaan yang baik oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab. Kurangnya sosialisasi tentang pengelolaan tambang dengan baik,
menyebabkan banyak dampak buruk yang dihasilkan. Walaupun sekarang tidak terlalu terasa, namun
beberapa tahun lagi dampak pengelolaan tambang yang salah bisa mengganggu stabilitas ekosistem.
Perlunya usaha-usaha yang dilakukan dari sekarang untuk mengatasi pengelolaan tambang yang salah.
Mulai dari sosialisasi sampai tindakan nyata. Sehingga diharap keseimbangan alam akan terjaga. I.2
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bahan galian batubara 2. Mengetahui dampak pengelolaan tambang
batubara, dan 3. Mengetahui solusi untuk mengatasinya. I.3 Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud
bahan galian batubara? 2. Apa dampak penambangan batubara terhadap lingkungan? 3. Apa saja usaha-
usaha yang dapat mengurangi dampak pertambangan? II. PEMBAHASAN II.1 BAHAN GALIAN BATUBARA
1. Pengertian Bahan Galian Batu Bara Bahan Galian Batubara adalah bahan galian yang terbentuk dari
sisa tumbuhan yang terperangkap dalam sedimen dan dapat dipergunakan sebagai bahan baker, Jenis
sedimen ini terperangkap dan mengalami perubahan material organik akibat timbunan (burial) dan
diagenesa. Batubara awalnya merupakan bahan organik yang terakumulasi dalam rawa-rawa yang
dinamakan peat. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada
era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu (Jtl) adalah
masa pembentukan Batubara yang paling produktif. 2. Materi Pembentuk Batubara Hampir seluruh
pembentuk batubara berasal dari tumbuhan, jenis-jenis tumbuhan pembentuk Batubara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut: a. Alga, dari zaman prekambrium hingga ordovisium dan
bersel tunggal sangat sedikit endapan batubara dari periode ini Silofita, Dari zaman Silur hingga devon
tengah merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini. b. Plirodefita, umur
devon atas hingga karbon atas. Tumbuhan pembentuknya merupakan tumbuhan tanpa bunga dan biji
serta berkembangbiak dengan spora. c. Gimnospermae, Dari zaman permian hingga kapur tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, contohnya Pinus. d. Angiosspermae, dari zaman
kapur atas hingga kii. Jenis tumbuhan modern, buah menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga secara umum kurang terawetkan. 3. Kelas dan Jenis
Batubara Berdasarkan proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas, dan waktu,
umumnya batubara dibagi kedalam lima kelas yaitu: a. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan
warna hitam berkilauan. (luster) metalik. Mengandung antara 86 % – 98 % unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8 % b. Bituminus mengandung 68 – 86 % Unsur karbon (c) dan berkadar air 8-10 %
dari beratnya. c. Subbituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air. Sehingga menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibanding dengan bituminus. d. Lignit atau batubara cokelat adalah batubara
yang sangat lunak yang mengandung air 35 – 75 % dari beratnya. e. Gambut, berpori dan memiliki kadar
air diatas 75 % serta nilai kalori yang paling rendah. 4. Pembentukan Batubara Proses perubahan sisa-
sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (Coalification).
Ada dua proses yang terjadi yaitu : a. Tahap Diagenetik atau biokimia yaitu dimulai pada saat material
tanaman terdeposisi, hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi, dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. b. Tahap malihan atau
geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi biuminus, dan akhirnya antrasit. 5. Sumber
Daya Batubara di Indonesia Potensi sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di
pulau kalimantan dan pulau sumatera. Batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel)
yang digunakan dalam industri. Dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dari pada solar dengan
perbandingan sebagai berikut: solar Rp. 0,74/kilokalori sedangkan batubara Rp. 0.09/kilokalori. Dari segi
kuantitas, batubara merupakan cadangan energi fosil terpenting di Indonesia, Jumlahnya sangat
melimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini cukup untuk memasak kebutuhan energi listrik
hingga ratusan tahun kedepan. Sayangnya Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan
mengubahnya menjadi energi listrik karena selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, Nox,
dan CxHx, cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi. 6. Gasifikasi Batubara
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau
bahan petrokimia lain, yang bernilai ekonomis tinggi. Cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah
gasifikasi atau penyubliman batubara. Coal Gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara
padat menjadi gas batubara yang mudah terbakar (combustible gasses), setelah proses pemurnian gas-
gas ini CO (karbon monoksida), CO2 (karbon dioksida), H (hidrogen), CH4 (metana), dan N2 (nitrogen)
dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hanya dengan menggunakan watergas atau coal gas. Gasifikasi
secara nyata mempunyai tingkat emisi udara kotoran padat, dan limbah terendah. 7. Pembersihan
Batubara Cara untuk membersihkan batubara dari sulfur adalah dengan cara memecah batubara
kebongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Secara khusus bongkahan batubara tadi dimasukkan
kedalam tangki besar yang terisi air, maka batubara akan mengapung kepermukaan ketika kotoran
sulfur tenggelam. 8. Membuang Nox dari Batubara Ketika udara yang mengandung nitrogen dipanaskan
seperti pada nyala api boller (3000°F – 1648°C), atom nitrogen ini terpecah menjadi nitrogen oksida
yang terkadang disebut dengan Nox. Nox juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak dalam
batubara. Cara terbaik untuk mengurangi Nox adalah menghindari benukan asalnya, caranya pada saat
pembakaran, batubara lebih banyak daripada udara dilubang pembakaran yang terpanas. Dibawah
kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasi dengan bahan bakar dari pada dengan nitrogen. Camputan
pembakaran kemudian dikirim keruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip
berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut Staged Combustion
karena batubara dibakar secara bertahap. II.2 DAMPAK PENAMBANGAN BATUBARA TERHADAP
LINGKUNGAN Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak
kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara, dan hutan. 1. Air Penambangan
batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut
dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai
sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan
pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung
belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg
dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker
kulit. 2. Tanah Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan
batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang
menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan
tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat
racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4
berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka
tumbuhan yang ada diatasnya akan mati. 3. Udara Penambangan batubara menyebabkan polusi udara,
hal ini diakibatkan dari pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat cokelat
dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan ground level ozone, yaitu tipe lain
dari polusi yang dapat membuat kotor udara. Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga
sangat berbahaya bagi kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran
pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup akan menyebabkan
kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat. 4. Hutan Penambangan batubara dapat menghancurkan
sumber-sumber kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah
dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga mempersempit
lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di
wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh
buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa. 5. Laut Pencemaran air laut akibat
penambangan batubara terjadi pada saat aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain
itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di sekitar laut
tersebut. II.3 USAHA MENGURANGI DAMPAK PERTAMBANGAN Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak pertambangan batubara adalah sebagai berikut : 1. Penghentian penggunaan jalan
umum untuk aktivitas angkutan batubara mesti ada ketegasan pemerintah daerah untuk menyetop dan
menindak tegas setiap penguasaha aktivitas pertambangan ilegal yang selama ini semakin menjamur
dan penurunan terhadap dampak kerusakan lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya. 2. Tidak
mengeluarkan perizinan baru agar tidak menambah semrawutnya pengelolaan sumber daya alam
tambang batubara, saat ini hal yang paling mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan adalah dengan
tidak mengeluarkan izin baru lagi. Sehingga memudahkan untuk melakukan monitoring terhadap
pertambangan batubara yang ada. 3. Penghentian pertambangan batubara ilegal secara total,
pemerintah harus melakukan penghentian pertambangan batubara ilegal secara tegas tanpa padang
bulu dan transparan. 4. Penghentian bisnis yayasan dan koperasinya TNI – POLRI 5. Evaluasi perizinan
yang telah diberikan, dan lakukan audit lingkungan semua usaha pertambangan batubara. 6.
Meninggikan standar kualitas pengelolaan lingkungan hidup dan komitmen untuk kelestarian lingkungan
hidup. 7. Pelembagaan konflik untuk menyelesaikan persengketaan rakyat dengan perusahaan
pertambangan agar tercapai solusi yang memuaskan berbagai pihak. 8. Menyusun kebijakan strategi
pengelolaan sumber daya alam tambang. 9. Setiap perusahaan diwajibkan mereklamasi bekas-bekas
penambangan dan menjamin serta memastikan hasil reklamasi tersebut sesuai AMDAL. Dan pihak
pemerintah harus mengawasi jalannya proses reklamasi tersebut, sehingga benar-benar yakin kalau
proses reklamasi berjalan dengan baik dan menampakkan hasil. 10. Menggunakan alat-alat
penambangan dengan berteknologi tinggi sehingga meminimalisasi dampak lingkungan serta
memperkecil angka kecelakaan dalam pertambangan batubara tersebut. III. PENUTUP III.1 KESIMPULAN
Batubara adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa tumbuhan sebagai bahan bakar. Materi
pembentuk Batubara adalah Alga, Silofita, Pteridofita, Gimnospermae, dan Angiospermae. Kelas dan
Jenis batubara yaitu : 1. Antrasit 2. Bituminus 3. Sub bituminus 4. Lignit 5. Gambut Pembentukan
batubara dapat terjadi secara diagnetik atau biokimia dan tahap malihan atau geokimia. Sumber daya
batubara di Indonesia jumlahnya sangat melimpah seperti di Kalimantan Selatan yang cukup untuk
pasokan energi beberapa tahun kedepan. Gasifikasi Batubara adalah sebuah proses untuk merubah
batubara padat menjadi gas batubara yang mudah terbakar. Pembersihan batubara dapat dilakukan
dengan memcahnya menjadi bongkahan-bongkahan kecil dan dicuci dengan air didalam sbuah tangki
besar. Membuang Nox dari batubara dapat dilakukan dengan cara staged Combustion. Dampak
penambangan batubara adalah kerusakan terhadap lingkungan yaitu air, udara, tanah, hutan dan laut.
Usaha mengurangi dampak pertambangan bisa di upayakan oleh pemerintah maupun pihak
perusahaan. III.2 SARAN Agar pemerintah lebih mengoptimalkan dan mensosialisasikan tentang AMDAL,
sehingga para penambang lebih memperhatikan dampak lingkungan dari pada keuntungan semata.
Diharap juga pemerintah lebih tegas menindak para penambang yang terbukti melanggar peraturan
penambangan agar para penambang terutama perusahaan-perusahaan menggunakan teknologi yang
ramah lingkungan sehingga dapat meminimalkan dampak lingkungan dan resiko kecelakaan. Diharap
dengan penambang yang bertanggung jawab terhadap reklamasi lahan bekas penambangan, sehingga
pada akhirnya tidak mengganggu keseimbangan lingkungan.
Dalam
BATUBARA DAN GAMBUT
Oleh
Ir. Sukandarumidi,MSc., Ph.D
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada