Anda di halaman 1dari 9

TUGAS COMPOUNDING AND DISPENSING

MANAGEMEN TERAPI STROKE

DISUSUN OLEH:
Aryani Eka Putri
19/451112/FA/12331
Golongan: 2

Asisten Praktikum:
Mbak Tia
Dosen:
Muvita Rina Wati, M.Sc., Apt.
Dr. Ika Puspita Sari, S.Si., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019

1
I. Definisi
Stroke merupakan suatu penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf (deficite neurologis) akibat terhamabatnya aliran darah ke otak. Stroke adalah
sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global
dengan gejala –gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan vascular (WHO, 2006).
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab kematian
nomor duadi dunia.Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat
barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik.
Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009).

II. Etiologi
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih sedikit
daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang lebih muda bisa
lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit,
sifat sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan
trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk hemoglobinopati, tetapi
homosistinuria dapat diobati dengan diet dan hiperlipidemia akan merespon untuk diet
atau mengurangi lemak obat jika perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada
usia dini dapat memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau
infark miokard pada usia dewasa (Gilroy, 1992).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas: 1. Transient Ischaemic
Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit, 2. Reversible
Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis membaik kurang dari 1
minggu, 3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke, 4. Completed Stroke. Beberapa
penyebab stroke iskemik meliputi:
- Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis nodosa;
Robeknya arteri: karotis, vertebral (spontan atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,
hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2
- Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung
rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber
tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal;
Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.
- Vasokonstriksi
Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid). Terdapat empat subtipe dasar
pada stroke iskemik berdasarkan penyebab: lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan
aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto dkk, 2009).

2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Beberapa penyebab
perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid
(PSA) pada ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV),
trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik;
penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price et al, 2006).

III. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk Sirkulus. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis,
robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah
akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium;
atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).

3
Sirkulus Willisi

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang serupa dengan
angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit neurologik yang
mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke
trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien (Harsono, 2009).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :
1) Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya
ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di bagian
distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan
terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung
pada pembuluh darah yang tersumbat.

4
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf
pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang
adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel
untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP
dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air
pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular
akibat perombakan sawar darah-otak.

Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke
mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya
(Fonarow et al, 2012).

2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular
yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan
malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian
kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak
(parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur
salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat
dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama
pada keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan dinding
aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar
aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh
otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price,
2005).

5
IV. Terapi Terhadap Serangan Stroke
1. Pengobatan Stroke Iskemik Akut
1) Terapi non farmakologi
a. Pembedahan (Surgical Intervention)

Pembedahan yang dilakukan meliputi carotid endarcerectomy, dan pembedahan lain. Tujuan
terapi pembedahan adalah mencegah kekambuhan TIA dengan menghilangkan sumber
oklusi. Carotidendarterectomy diindikasikan untuk pasien dengan stenois lebih dari 70%.

b. Intervensi Endovaskuler

Intervensi Endovaskuler terdiri dari : angioplasty and stenting, mechanical clot distruption
dan clot extraction. Tujuan dari intervensi endovaskuler adalah menghilangkan trombus dari
arteri intrakarnial.

2) Terapi Farmakologi

Pendekatan terapi pada stroke akut adalah menghilangkan sumbatan pada aliran darah dengan
menggunakan obat. Terapi yang dilakukan antara lain :

a. Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut


 Pernafasan, Ventilatory support dan suplementasi oksigen.
 Pemantauan temperatur.
 Terapi dan pemantauan fungsi jantung.
 Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi).
 Pemantauan kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia).
b. Terapi Trombolitik
 Trombolitik Intravena

Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian Recombinant Tissue


Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen trombolitik lain dan enzim
defibrogenating. Pemberian rtPA dapat meningkatkan perbaikan outcame dalam 3 bulan
setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden period yaitu dalam onset 3 jam.
rtPA memiliki mekanisme aksi mengaktifkan plasmin sehingga melisiskan tromboemboli.
Penggunaan rtPA harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko
perdarahan. Agen trombolitik yang lain seperti streptokinase, tenecteplase, reteplase,
urokinase, anistreplase dan staphylokinase masih prlu dikaji secara luas (Ikawati, 2014).

6
 Trombolitik Intraarteri

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame terapi stroke dengan perbaikan
kanal middle cerebral artery (MCA). Contoh agen trombolitik intrarteri adalah prourokinase
(Ikawati, 2014)

c. Terapi Antiplatelet

Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan rekanalisasi spontan dan


perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet ada oral dan intravena. Contoh agen atiplatelet
oral yaitu aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin. Agen antiplatelet
intravena adalah platelet glikopotein IIb/IIIa, abvicimab intravena (Ikawati, 2014)

d. Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan stroke secara dini dan


meningkatkan outcame secara neurologis. Contoh agen atikoagulan adalah heparin,
unfractionated heparin, low- molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids warfarin
(Ikawati, 2014)

2. Stroke hemoragik
1) Terapi Non Farmakologi

Pembedahan (Surgical Intervention), contoh pembedahan nya adalah carotid


endarcerectomy dan carotid stenting. Pembedahan hanya efektif bila lokasi perdarahan dekat
dengan permukaan otak.

2) Terapi farmakologi
a. Terapi suportif dengan infus manitol bertujuan untuk mengurangi edema disekitar
perdarahan.
b. Pemberian Vit K dan fresh frozen plasma jika perdarahannya karena komplikasi
pemberian warfarin.
c. Pemberian protamin jika perdarahannya akibat pemberian heparin.
d. Pemberian asam traneksamat jika perdarahnnya akibat komplikasi pemberian
trombolitik (Ikawati, 2014)

7
3. Terapi Pencegahan Stroke
a. Terapi Antiplatelet

Antiplatelet dapat diberikan secara oral contohnya aspirin, memiliki mekanisme aksi
menghambat sintesis tromboksan yaitu senyawa yang berperan dalam proses pembekuan
darah. Apabila aspirin gagal maka dapat diganti dengan pemberian klopidogrel atau
tiklopidin (Ikawati, 2014)

b. Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan sebagai pencegahan masih dalam penelittian. Antikoagulan


diperkirakan efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke yang mengalami
fibrilasi artrial dan memiliki riwayat transient ischemic attack (TIA) (Saxena, 2004).

c. Terapi Antihipertensi

Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah
perifer untuk menjaga fungsi serebral. Obat antihipertensi untuk pencegahan stroke adalah
golongan AIIRA (angiostensin II receptor antagonis) contohnya candesartan atau golongan
ACE inhibitor (Kirshner, 2005)

V. Monitoring

Pasien dengan stroke akut harus dipantau secara intensif untuk perkembangan neurologis
yang memburuk (rekurensi atau ekstensi), komplikasi (tromboemboli atau infeksi), atau efek
samping dari intervensi farmakologis atau nonfarmakologis. Alasan yang paling umum untuk
kerusakan pada pasien stroke adalah (1) perpanjangan lesi asli — iskemik atau hemoragik —
di otak, (2) perkembangan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial, (3)
hipertensi darurat, (4) infeksi (kemih dan pernapasan) (5) tromboemboli vena (trombosis
vena dalam dan emboli paru), (6) kelainan elektrolit dan gangguan irama jantung (dapat
dikaitkan dengan cedera otak), dan (7) stroke berulang. Monitoring harus dibuat sesuai
kondisi pasien berdasarkan pada komorbiditasnya dan proses penyakit yang sedang
berlangsung. (DiPiro, 2015)

8
VI. Daftar Pustaka

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Dewanto, G. dkk., 2009, Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf,
Jakarta: EGC.
Gilroy, J., 1992. Basic neurology. 2th ed. Singapore:McGraw Hill Inc.

Price, S. A., dan Wilson, L. M., 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 1., Jakarta: EGC.
Harsono. 2009. Kapita selekta neurologi. Edisi II.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fonarow, G.C., Saver, J.L., Smith, S.E., Broderick, J.P., Kleindorfer, D.O., Sacco, R.L., et al.
2012. Relationship of National Institute of Health Stroke Scale to 30-day mortality
medicare beneficiaries with acute ischemic stroke. Journal american heart association.
1:42-50.

Ikawati, Z., 2014, Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat, Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Saxena R, Koudstaal P.,2004, Anticoagulants versus Antiplatelet Therapy for Preventing


Stroke in Patients with Nonrheumatic Atrial Fibrillation and a History of Stroke or
Transient Ischemic Attack, Cochrane Database Syst Rev. 18;(4):CD000187.

Kirshner, HS, Biller J, Callahan AS, 2005, Long-Term Therapy to Prevent Stroke :
Antihypertensive Therapy, J Am Board Fam Med. 18(6):528-450

Anda mungkin juga menyukai