Perdarahan pascapartum dapat dengan cepat menjadi syok. Dengan demikian, perawat harus
mengkaji wanita dengan cermat dan secara keseluruhan. Riwayat wanita harus ditinjau kembali
untuk menemukan factor-faktor yang akan mempredisposisi perdarahan pascapartum (kotak 21-
10) warna, jumlah, dan, jika memungkinkan, sumber perdarahan harus dikaji. Tanda-tanda vital
bukan indikator syok yang dapat dipercaya dalam periode pascapartum awal karena volume
darah meningkat pada periode ini. Pengkajian meliputi suatu evaluasi distensi kandung kemih
karena kandung kemih yang distensi mencegah kontraksi uterus.
Perawatan segera pada wanita yang mengalami perdarahan pascapartum meliputi pengkajian
tanda vital dan konsistensi uterus saat oksitosin diberikan, penjelasan tentang rasional prosedur
dan pentingnya tindakan segera diberikan kepada pasien.
Perawatan yang diberikan kepada wanita yang mengalami laserasi perineum sama dengan
perawatan yang dianjurkan untuk episiotomi, yaitu pemberian analgesia yang dibutuhkan untuk
meredakan nyeri dan kompres panas atau dingin sesuai kebutuhan. Untuk menghindari cedera
pada garis jahitan, seorang wanita dengan laserasi derajat-ketiga atau keempat tidak diberi
supositoria rektal pascapartum atau enema rutin. Perhatian pada diet dan asupan cairan
ditekankan, begitu juga pada pemberian pelunak tinja peroral, yang akan membantu klien
memperoleh kembali defekasinya.
Perawatan wanita yang mengalami inversi uterus berfokus pada upaya menstabilkan segera
status perdarahan. Apabila uterus telah digeser secara manual, tindakan harus dilalakukan
dengan hati-hati setelah bayi lahir untuk menghindari masase fundus yang agresif.
Syok Hemoragi
Hemoragi adalah suatu ancaman utama pada ibu selama siklus usia subur. Syok hemoragi
merupakan situasi kedaruratan dimana perfusi organ-organ tubuh menjadi sangat terganggu dan
kematian sapat terjadi. Terapi, agresif dibutuhkan untuk mencegah akibat yang merugikan
(misalnya, kematian seluler, beban cairan berlebih, syok paru, toksisitas oksigen).
Syok hemoragi sering terjadi dengan cepat. Namun, selama kehamilan, peningkatan volume
darah dapat menutupi tanda-tanda dini syok. Tanda dini syok pada wanita hamil ialah takikardi
ringan. Ketika status syok memburuk, frekuensi denyut jantung terus meningkat disertai
penurunan tekanan darah. Apabila wanita masih hamil, terjadi suatu pirau darah dari plasenta.
Pola frekuensi denyut jantung yang mengkhawatirkan dapat merupakan tanda syok yang paling
dini muncul. Segera setelah wanita memperlihatkan tanda dan gejala syok (table 21-8), perawat
memberi bantuan dan peralatan. Perawat harus memiliki standing orders untuk memulai
pemberian cairan intravena dan harus mengetahui tipe infus yang akan digunakan dan uji
laboratorium yang akan dilakukan. Sambil menunggu kedatangan dokter, perawat memastikan
kepatenan jalan napas, yang meliputi insersi jalan napas dan memfasilitasi pemberian oksigen.
Perawat dapat mengangkat salah satu panggul pasien untuk menghindari sindrom hipotensi
supine. Posisi Trendelenburg (dengan kepala di bawah dan kaki diangkat) tidak dianjurkan
karena posisi ini dapat mengganggu fungsi kardiopulmoner.
Ketika dokter tiba, perawat membantu dengan melakukan dan memantau upaya meningkatkan
perfusi jaringan. Untuk mempertahankan volume sirkulasi, diperlukan pemberian volume cairan
dalam jumlah besar. Selang intravena kedua dipasang dengan menggunakan jarum berlubang
besar. Perawat harus siap membantu pemasangan kateter Swan-Ganz atau suatu kateter vena
sentral jika dibutuhkan. Kristaloid dalam jumlah besar (Ringer laktat atau normal saline)
meningkatkan volume plasma. Namun, larutan tersebut menurunkan tekanan onkotik koloid
(collid oncotic pressure[COP]). Seiring penurunan COP, risiko edema pulmoner meningkat.
Untuk mengompensasi hal ini, larutan koloid (albumin) harus digunakan untuk menyeimbangkan
efek volume dan COP (Dorman, 1989). Perawat melanjutkan dengan memantau, mengkaji, dan
mencatat pernapasan, nadi, tekanan darah, kondisi kulit, haluaran urine, tingkat kesadaran, dan
parameter hemodinamika (CVP atau Swan-Ganz) untuk mengevaluasi keefektifan
penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Tabel 21-8
Ringan Sedang Berat Menetap
pernapasan Cepat, dalam Cepat, menjadi Cepat, dangkal, Tidak teratur atau
dangkal dapat tidak jelas terlihat.
teratur.
Nadi Cepat, tonus Cepat, tonus Sangat cepat, Nadi di apeks
normal dapat normal, mudah kolaps, tidak teratur.
tetapi menjadi dapat tidak
lebih lemah taratur
Tekanan darah Normal atau Tekanan sistolik Tekanan sistolik Tidak ada yang
hipertensi 60 sampai 90 di bawah 60 mm dapat dipalpasi
mm Hg Hg
Kulit Sejuk dan pucat Sejuk, pucat, Dingin lembab, Dingin, lembab,
lembab, kulit di sianosis pada sianosis
lutut sianotik bibir dan kuku-
kuku jari
Status pernapasan yang efektif sangat penting, yakni tubuh secara mandiri mengeluarkan
kelebihan asam dengan meningkatkan frekuensi napas. Bantuan ventilasi dengan memberikan
oksigen dan/atau ventilasi mekanis dapat diperlukan.
Frekuensi denyut jantung meningkat dan menjadi tidak teratur seiring bertambah parahnya syok.
Pada tahap dini syok selama masa hamil, tekanan darah sistolik meningkat, sementara pada tahap
lanjut syok, tekanan darah sistolik menurun. Dalam kehamilan, tekanan darah bukan indikator
yang sensitif bahwa syok akan terjadi. Akibat peningkatan volume darah selama masa hamil,
30% darah dapat hilang sebelum tanda-tanda syok muncul (Dorman,1989). Pola frekuensi
denyut jantung janin yang mengkhawatirkan biasanya muncul sebelum terjadi perubahan tanda-
tanda vital pada ibu.
Perfusi ke kulit dikorbankan dalam upaya tubuh mempertahankan aliran darah ke jantung dan
otak. Oleh Karena itu, kondisi kulit merupakan bukti yang berharga untuk menunjukkan
keparahan syok. Perawat mengkaji derajat iskemia atau sianosis dasar kuku, kelopak mata, dan
kulit di dalam mulut (mukosa bukal, gusi, lidah). Perawat mencatat derajat kesejukan dan
kelembaban kulit dengan melakukan palpasi.
Perawat mengukur haluaran urine setiap jam. Haluaran urine yang buruk (kurang dari 30 ml
perjam) dapat mengindikasikan perburukan syok atau ketidakadekuatan terapi cairan,
peningkatan haluaran mengindikasikan perbaikan kondisi wanita tersebut.
Keadekuatan perfusi serebral dapat diperkirakan dengan mengevaluasi tingkat kesadaran wanita.
Pada tahap awal penurunan aliran darah serebral, wanita mungkin mengeluh “melihat bintang”
merasa pusing, atau merasa mual. Ia mungkin merasa gelisah dan mengalami ortopnea. Seiring
peningkatan hipoksia serebral, wanita menjadi bingung dan bereaksi lambat atau tidak bereaksi
sama sekali terhadap stimulus. Suatu peningkatan sensorium merupakan indikator perbaikan,
Hasil yang diperoleh dari CVP mengukur fungsi (misalnya, tekanan darah) jantung kanan. Nilai
normal memiliki rentang antara 1 dan 7 cm H2O (Clark, dkk., 1989). Nilai yang menurun atau
rendah mengindikasikan ketidakadekuatan volume darah atau hipovolemia. Nilai yang menigkat
atau tinggi mengindikasikan kerusakan kontraktilitas jantung. Metode yang lebih teliti untuk
mengevaluasi status hemodinamika dan fungsi jantung ialah penggunaan kateter Swan-Ganz
(PA), suatu kateter arteri pulmoner (AP) lumen ganda yang mengukur fungsi jantung sisi kanan
dan kiri. Dengan menggembungkan balon pada ujung kateter, seseorang dapat mengukur baji
arteri pulmoner (pulmonary artery wedge pressure [PAWP]), suatu indikator fungsi jantung sisi
kanan. Pada pasien dengan gangguan hemodinamika, kemampuan untuk mengavaluasi fungsi
jantung sisi kiri sangat penting. Gagal jantung sisi-kiri mendahului gagal jantung sisi-kanan
sampai 12 jam. Nilai normal memiliki rentang antara 6 dan 10 mm Hg selama masa hamil
(Clark, dkk., 1989). Karena edema pulmoner dapat terjadi pada wedge pressure bayi yang lebih
rendah selama masa hamil, penggunaan kateter AP menghasilkan informasi yang lebih
bermanfaat daripada data yang diperoleh hanya dengan CVP.
Ansietas dapat menjalar. Sikap tenang, percaya diri, serta pemberian penjelasan yang sederhana
merupakan aspek penting perawatan.
Terapi penggantian darah merupakan hal yang biasa dilalukan pada penatalaksanaan hemoragi
(table 21-9). Gejala klinis umum volume intravaskular yang adekuat (hipovolemia) yang
memerlukan penggantian darah meliputi hal-hal tersebut.
1. Bukti hemoragi (kehilangan sejumlah besar darah secara eksternal atau internal dalam
waktu singkat)
2. Bukti syok hipovolemia (nadi meningkat, kulit dingin dan lembab, pernapasan cepat,
merasa gelisah, haluaran urine menurun)
3. Penurunan haemoglobin dan hematokrit dibawah kadar yang dapat diterima selama
trimester kehamilan atau status bukan-hamil.
Pemberian cairan secara agresif dan penggantian darah bukan tanpa risiko.
Dua puluh empat jam setelah periode syok adalah waktu yang kritis. Perawat mengobservasi
adanya beban cairan berlebih, syok paru, dan toksisitas oksigen. (tabel 21-10).
Reaksi terhadap transfuse dapat muncul setelah pemberian darah atau komponen darah. Bahkan
dalam suatu kondisi kedaruratan, setiap komponen darah harus diperiksa sesuai protocol rumah
sakit . komplikasi yang terjadi meliputi reaksi hemolitik, reaksi febril, reaksi alergi, sirkulasi
berlebihan, dan embolisme udara. Transfusi cepat dengan menggunakan darah yang sebelumnya
dibekukan dapat membuat jantung menjadi dingin dan mengakibatkan aritmia dan henti jantung.
Harus diingat bahwa darah yang terbendung kekurangan. Kalsium, sehingga meningkatkan risiko
aritmia dan pendarahan lebih jauh.