Anda di halaman 1dari 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspergillosis pada ayam merupakan penyakit saluran pernapasan yang


umum menyerang pada unggas. Aspergillus fumigatus merupakan kapang yang
telah diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pernapasan pada unggas. Selain
Aspergillus fumigatus, spesies lain penyebab aspergillosis pada unggas adalah A
flavus, A. niger, A. nidulans, dan A terreus yang frekuensi kejadiannya lebih rendah
dibanding kasus aspergillosis akibat A. fumigatus (Arné et al. 2011). Manifestasi
klinis aspergillosis pada unggas tergantung pada dosis infektif, distribusi spora,
kejadian penyakit sebelumnya, dan respon imun pada host. Tingkat imunitas dan
inhalasi inokulum konidia dalam jumlah besar dipercaya sebagai faktor penyebab
terjadinya aspergillosis pada ayam. Aspergillus fumigatus aktif akan berproliferasi
dan sporulasi dalam material organik yang akan menghasilkan konidia dalam
ukuran kecil sehingga mudah tersebar melalui udara. Udara yang terkontaminasi
konidia dari Aspergillus fumigatus berpotensi terhirup oleh unggas dan akan
terdeposit dalam saluran pernapasan bagian dalam. Host dengan imunitas rendah
akan memudahkan Apergillus sp. untuk berkembang membentuk klinis polimorfik
dan membentuk lesi yang akan disebarkan ke bagian tubuh lainnya (Sayedmousavi
et al. 2015).
Lesio yang ditimbulkan akibat infeksi Aspergillus fumigatus pada saluran
pernapasan umumnya berbentuk granul yellowish yang akan menyerang lapisan
serosa atau parenkim pada suatu organ. Lesio utama pada unggas sering ditemukan
pada kantung udara dan paru-paru. Selain itu, lesio juga dapat ditemukan pada
organ lain seperti esofagus, proventrikulus, gizzard, usus halus, hati, ginjal, limpa,
kulit, trakea, peritoeum, otak, mata, otot, dan jantung. Lesio pada paru-paru dapat
berupa focal granuloma dengan variasi ukuran. Lesio pada kantung udara dapat
berupa plak caseous yang melapisi seluruh permukaan bahkan dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi pada air sacs. Sporulasi kapang ini pada permukaan dalam air
sacs ditandai dengan lendir berwana abu kehijauan (Arné et al. 2011). Day One
Chicken (DOC) yang telah diinfeksi Aspergillus fumigatus memiliki gejala klinis
seperti distress saluran pernapasan, lemas, . Hasil nekropsi pada ayam yang telah
diinfeksi ini menunjukkan adanya eksudat berwarna sedikit kehijauan pada air sacs,
organ paru-paru rapuh, konsistensi hati yang rapuh, serta adanya warna abu
kehijuan pada kulit dan organ abdomen.
Gambar Lesio Aspergillosis pada organ visceral ayam

Kwon-Chung dan Sugui (2013) menyebutkan bahwa Aspergillus fumigatus


dapat diisolasi dari saluran pernapasan unggas dengan suhu lingkungan antara 12-
65oC dan pH 2.1-8.8. Konidia dari kapang ini banyak diperoleh dari epitel saluran
pernpasan distal. Identifikasi Aspergillus fumigatus dari kadaver ayam yang
terinfeksi Aspergillus fumigatus yang dilakukan dengan metode native tidak
ditemukan adanya konidia pada preparat yang berasal dari bagian eksudat air sacs.
Preparat hanya menampilkan hifa-hifa yang berkembang saja.

Gambar Hifa Aspergillus sp. dari air sacs

Identifikasi lebih lanjut yang dilakukan dengan biakan Aspergillus sp pada


media SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar). Koloni yang terbentuk setelah 7 hari
inkubasi pada suhu ruang kemudian diidentifikasi secara makroskopis dan
mikroskopis. Identifikasi secara makroskopi menunjukkan bentuk koloni kapas
dengan bagian marginal putih dan bagian sentral berwarna kekuningan. Secara

Gambar koloni Aspergillus sp. pada media SDA


Mikroskopis ditemukan adanya tangkai konidia dan konidia dengan bentuk bulat
kebiruan dari pewarnaan LPCB. Berdasarkan morfologi secara mikroskopis, bentuk
ini menyerupai Aspergillus fumigatus yang memiliki struktur konidia hampir bulat
berwarna biru dan berdinding kasar. Konidiofor membentuk vesikel, hifa bersepta,
dan miselium bercabang (Gandjar at al. 2006). Meskipun terdapat beberapa
persamaan yang sulit dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis, penggunaan
media SDA juga dapat menjadi pembeda antara A. fumigatus dan Aspergillus sp
lainnya. Meskipun agar ini tidak disarankan dalam metode isolasi dan identifikasi,
Aspergillus fumigatus dapat tumbuh baik pada media ini dibanding Aspergillus sp.
lainnya (Brakhage et al.1999). Koloni A. fumigatus pada media SDA tumbuh
dengan cepat membentuk koloni seperti beludru atau granular dan berwarna hijau
kebiruan dengan pinggiran putih yang sempit (Quinn et al. 2011). Koloni yang lebih
tua berwarna abu-abu Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan metode selotipe dan
ulasan langsung tidak memiliki perbedaan terhadap jenis Aspergillus sp.

Gambar Aspergillus fumigatus pada biakan di media SDA dengan metode ulas (kiri) dan selotipe
(kanan)

Identifikasi lebih lanjut untuk memastikan adanya Aspergillus sp pada


sampel air sacs dilakukan biakan menggunakan slide cultue dengan agar Riddle.
Setelah inkubasi pada suhu ruang selama seminggu terdapat pertumbuhan koloni
kapang pada bagian sisi agar Riddle yang memenuhi bagian cover glass dan object
glass. Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan adanya konidia dan
batang konidia pada preparat baik pada cover glass maupun object glass.

Gambar Aspergillus fumigatus hasil biakan pada slide culture

Identifikasi kapang dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara


morfologi (makroskopis dan mikroskopis) dan molekuler (Crous et al 2009). Dalam
identifikasi secara morfologi, masing-masing koloni yang memiliki warna dan
tekstur yang berbeda dipindahkan ke media malt extract agar (MEA) dan czapeks
yeast agar (CYA). Spora diambil dengan menggunakan jarum ose, dimasukkan ke
dalam cairan semi solid (bacto agar 0,2% dengan 0,05% tween 80) diaduk dan
diinokulasi dengan cara menitikkannya pada media MEA dan CYA dalam cawan
petri pada 3 titik dan diinkubasi pada suhu ruang, antara 25-30 °C selama 5-7 hari
(Hermana et al 2018).
Pengelompokan genus dapat dilihat berdasarkan bentuk uniseriate, biseriate
atau keduanya, bentuk kepala konidia; globose, radial, columnar atau clavate
(Bennett & Christensen 1983; Warris et al 2001; Samson et al 2004). Aspergillus
menunjukkan morfologi yang berbeda sesuai pada berbagai macam medium
pertumbuhannya. Salah satu pengamatan mikroskopis untuk identifikasi hasil
biakan yaitu melalui preparat natif yang langsung diamati pada mikroskop. Hasil
pengamatan ini diperoleh Aspergillus fumigatus yang didasarkan kunci identifikasi
Aspergillus sesuai kriteria Klich (2002), Klich & Pitt (1988) dan Pitt & Hocking
(1997).

Gambar Aspergillus fumigatus hasil pengamatan awal awal preparat natif pada mikroskop
(dokumentasi kelompok)

Karakterisasi makroskopik dan mikroskopik dilakukan pada koloni yang


ditumbuhkan pada medium Malt Ekstract Agar (MEA) setelah diinkubasi selama
57 hari pada suhu 28 C. Pengamatan makroskopik kapang meliputi warna dan
permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, zonasi,
daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris, dan warna balik koloni.
Pengamatan mikroskopik kapang meliputi bentuk dan jenis spora atau konidia, jenis
hifa, ukuran hifa, sekat pada hifa, serta ada atau tidaknya metula dan vesikel (Klich
2002).
Media MEA merupakan media dengan kadar air yang cukup tinggi, kapang-
kapang yang tumbuh pada media ini merupakan kapang xerotoleran (Miranti et al
2015). Hasil pengamatan menunjukkan biakan jamur berwarna coklat kehitaman
dengan tekstur putih pada media Malt Ekstract Agar (MEA). Hasil pengamatan
yang diperoleh praktikan telah sesuai dengan literatur.

Gambar.Malt Ekstract Agar (MEA) tampak atas (kiri) dan tampak belakang (kanan) (dokumentasi
kelompok)

Gambar. Isolat A. fumigatus BSF 2 pada Czapeks Yeast Agar dan Malt Extract Agar 7 hari
(Hermana et al 2018)

Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan mengambil koloni kapang pada


cawan petri menggunakan jarum ose steril, diletakkan pada gelas objek, ditetesi
dengan lactophenol blue kemudian ditutup dengan cover glass, diamati pada
mikroskop pada perbesaran 100-1000 x. Morfologi mikroskopis kapang dilihat dari
bentuk badan buah (konidiofora, vesikel, metula, fialid, dan konidia) (Hermana et
al 2018). Karakteristik morfologi mikroskopik yang telah digunakan untuk
mengidentifikasi spesies Aspergillus meliputi bentuk kepala konidia, bentuk
vesikel dan diameter, stipe; panjang, lebar, tekstur dan warna, ukuran konidia,
bentuk, tekstur dan warna (Nyongesa et al 2015).
Pengamatan hasil biakan ini bertujuan untuk identifikasi tehadap ciri
mikroskopis lebih lanjut biakan pada media Malt Extract Agar. Hasil yang
diperoleh dari pengamatan mikroskopis pada preparat natif yaitu Aspergillus
fumigatus. Hal ini didasarkan ciri-ciri spesifik yang dapat diidentifikasi oleh
pengamat utamanya melalui adanya perpanjangan menyerupai leher menuju kepala
konidia aspergillus tersebut. Aspergillus fumigatus yang memiliki struktur konidia
hampir bulat berwarna biru dan berdinding kasar. Konidiofor membentuk vesikel,
hifa bersepta, dan miselium bercabang (Gandjar at al. 2006). Berdasarkan literatur,
sesuai kriteria Klich (2002), Klich & Pitt (1988) dan Pitt & Hocking (1997), jamur
ini diidentifikasikan sebagai Aspergillus fumigatus (Hermana et al 2018).

Gambar Isolat A. fumigatus BSF 2 Mikroskopis perbesaran 1000x (Hermana et al 2018)

Gambar Aspergillus fumigatus pada preparat natif mikroskop dengan metode ulas

Identifikasi selanjutnya untuk memastikan adanya Aspergillus sp pada


biakan Malt Extract Agar yaitu dengan pengamatan menggunakan slide culture
pada agar Riddle. Setelah inkubasi pada suhu ruang selama seminggu terdapat
pertumbuhan koloni kapang pada bagian sisi agar Riddle yang memenuhi bagian
cover glass dan object glass. Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan
adanya konidia dan batang konidia pada preparat baik pada cover glass maupun
object glass.
Gambar Media ridle untuk pembiakan Aspergillus fumigatus (kiri) Aspergillus fumigatus
hasil biakan pada slide culture(objek glass dan cover glass)

DAFTAR PUSTAKA
Arné P, Thierry S, Wang D, et al. 2011. Aspergillus fumigatus in Poultry. Int J
Microbiol. doi:10.1155/2011/746356.
Bennett JW, Christensen SB. 1983. New perspectives on aflatoxin biosynthesis.
Advanced in Applied Microbiology. 29(6): 53-92.
Bennett JW. 2010. An overview of the genus Aspergillus. Portland (US) : Caiser
Academic Press.
Brakhage AA, Jahn B, Schmidt A. 1999. Aspergillus fumigatus: Biology, Clinical
Aspects, and Molecular Approaches to Pathogenicity. Basel (CH): Karger.
Crous, P. W., Schoch, C. L., Hyde, K. D., Wood, A. R., Gueidan, C., de Hoog, G.
S., & Groenewald, J. Z. (2009). Phylogenetic Lineages in The Capnodiales.
Journal Studies in Mycology, 64, 17-47.
Gandjar I, Sjamsulridjal W, Oetari A. 2006. Mikrobiologi Dasar dan Terapan.
Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Hermana I, Kusmarwaati A, Yennie Y. 2018. Isolasi dan identifikasi kapang dari
ikan pindang. JPB Kelautan dan Perikanan. 13(1) : 81-92
Klich MA & Pitt JI.1988. A laboratory Guide to Common Aspergillus Species and
Their Teleomorphs. North Ryde (AU) : CSIRO Division of Food Processing.
Klich MA. 2000. Identification of Common Aspergillus Species. Utrecht (NLD) :
Centraalbureau voor Schimmelautures.
Kwon-Chung KJ, Sugui JA. 2013. Aspergillus fumigatus-what makes the species a
ubiquitous human fungal pathogen. PLoS Pathog. 9(12): 43-49.
Miranti AK, Rukmi I, Suprihadi A. Keanekaragaman kapang Aspergillus pada
serasah daun talok (Muntingia calabura L.) di Kawasan Desa Sukolilo Barat,
Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan, Madura. Seminar Nasional
Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam. 2(14): 98-104.
Nyongesa BW, Okoth S, Ayugi V. 2015. Identification key for Aspergillus species
isolated from maize and soil of Nandi County, Kenya. Scientific Research
Publishing. 5(5) :205-229.
Pitt JI, Hocking AD. 1977. Influence of solute and hydrogen ion concentration on
the water relations of some xerophilic fungi. Journal of Genera
Microbiology. 101(4): 35-40.
Quinn PJ, Markey BK, Leonard FC, FitzPatrick ES, Hartigan PJ. 2011. Veterinary
Micribiology and Microbial Disease. Iowa (US): Wiley-Blackwell
Samson RA, Hoekstra ES, Frisvad JC. 2004. Introduction to food and airborne
fungi 7 th Eds. Utrecht (AU) : Central bureau voor Schimmelcultures.
Sayedmousavi S, Guillot J, Arné P, de Hoog S, Mouton JW, Melchers WJ, Verweij
PE. 2015. Apergillus and aspergilloses in wild and domestic animals: a
global health concern with parallels to human disease. Medical Mycology.
53(8): 765-797.
Sukmawati D, Wahyudi P, Rahayu S, Moersilah, Handayani T, Rustma KY,
Puspitasari SI. 2018. Skrinning kapang Aspergillus spp. Penghasul
aflatoksin pada jagung pipilan di daerah Bekasi, Jawa Barat. Al- Kuniyah
Journal of Biology. 11(2) : 102-107.
Warris A Voss A, Verweij PE. 2001. Hospital sources of Aspergillus: new routes
of transmission. Nature Review Microbiology. 18(1): 156-162.

Anda mungkin juga menyukai