Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR TUGAS MANDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


MUHAMMAD SOBRI MAULANA - 1306376326
Modul Saraf dan Jiwa

KEJANG : PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS

PENDAHULUAN
Kejang adalah masalah neurologic yang relatif di jumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10
orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Kejadian kejang pada manusia
terjadi pada dua puncak usia yaitu pada decade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun.
Kejang terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron
yang mudah terpicu sehingga dapat menganggu dari fungsi otak. Namun kejang juga dapat
terjadi di jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu seperti perubahan
keseimbangan asam basa atau elektrolit. Kejang sendiri jika berlangsung singkat jarang
menimbulkan kerusakan. Tetapi, kejang dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit
mendasar yang membahayakan seperi gangguan metabolism, infeksi intrakranium, gejala putus
obat, intoksikasi obat, ensefalopati hipertensi, tetanus dan sebagainya. Kejang dapat terjadi
hanya sekali atau berulang.1 Data mengenai insidensi kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan
bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka. Menurut
data epidemiologi bahwa kejadian laki-laki dilaporkan lebih sering mengalami kejang daripada
perempuan.2 Oleh karena itu pada pembahasan kali ini akan membahas mengenai:
A. Jenis kejang,
B. Patogenesis & patofisiologi,
C. Manifestasi klinis kejang,
D. Alat diagnostik kejang,
E. Tata laksana kejang,
F. Terkait pemicu, dan
G. Kesimpulan

,
JENIS KEJANG
Kejang di bedakan dari berulang atau tidak berulang. Kejang sendiri dapat diklasifikasikan
sebagai tembakan-tembakan neuron yang berlebihan dan tiba-tiba di otak. Sedangkan untuk
kejang berulang dapat disebut epilepsy akibat kelainan neurologis yang menyebabkan gangguan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial.1,2 Karakteristik kejang antara lain yaitu :
a. Timbul tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi,3
b. Episode berulang merupakan tampilan sterotipik, 3
c. Jika gerakannya bilateral biasanya disertai adanya kehilangan kesadaran, dan3
d. EEG tampak abnormal selama kejang. 3
Kejang diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kejang parsial
Kejang parsial disebut dengan kejang dengan kesadaran utuh. Kejang parsial dibagi
menjadi parsial sederhana (Kesadaran utuh) dan parsial kompleks (Kesadaran berubah
tetapi tidak hilang). Kejang parsial dipicu di korteks serebrum. Gejala kejang ini
bergantung pada lokasi kejang di otak. Contohnya berupa terjadinya fokus kejang di
korteks motoric akan menyebabkan terjadinya kedutan otot, apabila fokusnya di korteks
sensorik maka akan menyebabkan terjadinya baal, sensasi seperti ada yang merayap di
organ tubuh ataupun tertusuk-tusuk.3
2. Kejang generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai
dengan adanya awitan aktivitas kejang signifikan yang bilateral dan simetris pada kedua
hemister sebagai kejang fokal. 3

Gambar 1. Jenis Kejang.3

,
PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat dari keadaan patologis. Aktivitas kejang
bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan di otak. Lesi di otak pun dapat memicu
kejang seperti lesi di otak tengah, thalamus dan korteks serebrumm yang kemungkinan besar
bersifat epileptogenic, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak pada umumnya tidak
memicu kejadian kejang.4 Kejadian kejang patofisiologinya sebagai berikut
 Instabilitas membrane sel saraf sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan, 4
 Aktivasi tersebut membuat neuron-neuron lebih hipersensitif dengan ambang untuk
melepaskan muatan sehingga muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan
muatan secara berlebihan. 4
 Pelepasan dari muatan akan menyebabkan terjadinya kelainan polarisasi yang disebabkan
oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA (Gama-Amino-Butirat Acid). 4
 Terjadinya ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau
elektrolit yang akan menganggu kimiwai neuron sehingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan tersebut akan menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. 4
Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan setelah kejang disebabkan oleh
meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktvitas neuron. Selama kejang terjadinya
peningkatan kebutuhan metabolic secara drastic. Pelepasan muatan listrik sel-sel saraf motoric
meningkat diperkirakan 1000/detik. Aliran di daerah otak, proses pernapasan dan glikolisis
jaringan pun meningkat. Asetilkolin dapat ditemukan di cairan serebrospinalis selama dan
setelah kejadian kejang. Pada kejadiaan kejang diduga besar terjadinya deplesi asam glutamate
selama aktivitas kejang. 4

,
PATOFISIOLOGI KEJANG

Gambar 2. Patofisiologi kejang.5


Pada tingkat neurokimia, kejang dipertahankan oleh eksitasi berlebihan dan rendahnya
inibsi. Glutamat merupakan neurotransmitter eksitatorik yang paling umum dan reseptor subtype
NMDA (N-methyl-D-aspartat) yang terlibat dalam proses kejang. GABA merupakan
neurotransmitter yang bersifat inhibitor. Kegagalan proses inhibitor memungkinkan terjadinya
5
mekanisme utama dari kejang. Pada gambar di atas menjelaskan kejadian patofisiologinya
sebagai berikut :

,
a. Pemicu dari kejang adalah depolarisasi paroksismal neuron individu yang disebut
Paroxysmal depolarization shift (DPS). Hal ini disebabkan oleh aktivasi kanal kalsium.
Masuknya kalsium akan membuka kanal kation spesifik dan menyebabkan depolarisasi
massif atau depolarisasi besar yang di akhiri dengan pembukaan kalsium yang akan
aktivasi kanal kalium dan klorida. 5
b. Kejang yang terjadi apabila paroksismal neuron telah terfokus di daerah otak bisa
disebabkan beberapa factor yaitu defek genetic, malformasi otak, trauma otak, tumor,
pendarahan, abses, keracunan, peradangan, demam, sel bengkak dan menyusut. 5
c. Eksitasi saraf atau penyebaran eksitasi neuron akan mempromosikan sejumlah
mekanisme seluler berupa dendrit dari sel pyramidal yang mengandung voltage-gated
Ca2+ akan terbuka pada depolarisasi massif. 5
d. Depolarisasi massif dapat di hambat oleh magnesium. Sesuai dengan beberapa penelitian
setelah terjadinya post operasi otak pada pasien akan mengalami kejang kurang lebih
sejam setelah operasi dan diberikan 10 mg Magnesium untuk mencegah kejang. 5
e. Hipomagnesium yang terjadi dapat mengakibatkan aktivitas peningkatan eksttraseluler
konsentrasi kalium sehingga terjadi pengurangan kalium di kanal kalium. 5
f. Dendrit bagian sel pyramidal juga terjadi depolarisasi akibat glutamate. Glutamat bekerja
pada saluran kation kalsium pada kanal AMPA. Kanal NMDA normalnya di blok oleh
Magnesum. Namun pada kasus terjadinya depolarisasi massif maka akan terjadi aktivasi
kanal AMPA sehingga terjadinya penipisan blok magnesium. Defisiensi magnesium dan
depolarisasi massif mengakibatkan aktivasi kanal NMDA. 5
g. Potensial membrane dari neuron biasanya dikelola oleh kanal Kalium. Kanal kalium
bekerja dengan melintasi membrane sel yang di buat oleh adanya jalur kanal natrium
kalium. 5
h. Pada normalnya depolarisasi di akibatkan pengurangan dari neuron inhibitor yang
menghambat aktivasi Kalium dan kanal klorida yaitu GABA. GABA adalah bentuk dari
glutamate dekarboksilase yang merupakan sebuah enzim yang dibutuhkan piridoksin atau
B6 sebagai kofaktor. Defisiensi dari vitamin B6 dapat menyebabkan terjadinya kejang.
i. Pasien akan mengalami gejala kejang. Terjadinya hiperaktivitas dari motoric, sensorik,
autonomic, kognitif dan emosional. 5

,
MANIFESTASI KLINIS
Tabel 1. Manifestasi kejang dari pembagian klasifikasi kejang. 4,5
Klasifikasi Karakteristik
PARSIAL Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah,
fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke
bagian lain di otak
Parsial Sederhana  Dapat bersifat motoric, sensorik,
autoomik, psikik
 Biasanya berlangsung kurang dari 1
menit
Parsial Kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana,
berkembang dari perubahan kesadaran yang
disertai dengan :
 Gejala motoric, gejala sensorik,
otomatisme.
 Berlangsung lebih dari semenit
GENERALISATA Hilangnya kesadaran utuh, tidak ada awitan
fokal, dapat berupa bilateral dan simetris, tidak
ada aura
Tonik-Klonik Gejala berupa spasme tonik-klonik otot,
inkontinensia urin dan dapat mengigit lidah
Absence Sering salah diagnosis karena gejalanya berupa
melamun
 Menatap kosong, kepala lunglai,
kelopak mata bergetar atau berkedip
secara cepat, tonus postural tidak hilang
 Berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbata
di daerah tungkai dan cenderung singkat
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot dan

,
lenyapnya postur tubuh
Klonik Gerakan menyentak , repetitive, tajam, lambat
dan tunggal di daerah tungkai atapun lengan
Tonik Peningkatan mendadak tonus otot wajah dan
tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi
tungkai
 Mata dan kepala berputar ke satu sisi
 Dapat menyebabkan henti napas

ALAT DIAGNOSTIK
Aktivitasi listrik di otak bagian korteks memiliki voltasi yang sangat rendah, namun pada
EEG aktivitas tersebut dapat diperkuat dan direkam. Gelombang otak bersifat individual dan
bervariasi sesuai aktivitas dan berbeda tiap orang. Pada tampilan EEG terdapat spikes atau
tonjplan yang menandakan fokus iritatif. Gelombang otak melambat akibat hipoksia, anesthesia,
sedative, CO2, tidur nyenyak dan relaksasi.EEG adalah suatu rekaman fisiologik yang tidak
dapat membedakan satu entitas dari entitas lain sebagai contoh EEG tidak dapat membedakan
tumor dari thrombosis. EEG hanyalah suatu pemeriksaan, bukan sebagai penentu diagnosis pasti.
Alat diagnosis yang digunakan untuk mengevaluasi bukan mendiagnosis kejang adalah EEG,
pemindaian dengan CT Scan dan MRI. Baku emas untuk identifikasi kejang adalah pemantauan
EEG + video secara simultan. 4,6 Berikut merupakan gambaran dari EEG yaitu :

,
Gambar 3. Penampakan EEG pada pasien kejang epilepsy. 6

Gambar 4. Alat EEG pada pasien epilepsy. 6

,
TATA LAKSANA
Pemberian tata laksana pada pasien demam harus disesuaikan dengan pasien secara
individual karena jenisnya beragam dan bedanya penyebab kejang serta perbedaan dalam
efektivitas dan toksititas obat. Apabila penyebab kejang disebabkan oleh gangguan metabolism
seperti ketidak seimbangan glukosa atau elektrolit serum maka terapi ditujukan untuk
memulihkan gangguan metabolism dan mencegah kekambuan.. Perlu di ingat bahwa tidak semua
pasien kejang memrlukan terapi obat dan pemilihan pemaaian obat didasarkan oleh berbagai
factor, namun tata laksana terhadap kejang tersebut sangat penting di lakukan apabila kejang
berlangsung sering, kronik, berat , berkepanjangan dan dimulai pada usia muda yang
berhubungan dengan stagnansi perkembangan individu tersebut, penurunan kognitif dan
intelektual, diskriminasi, cedera induced kejang dan menganggu aktivitas pasien. 7 Tata laksana
terhadap kejang/epilepsy dilakukan melalui :
1. Tata laksana spesifik untuk etiologi seperti agen metabolik dan agen infeksius, 7
2. Obat-obat antiepilepsi berupa: 7
Berikut merupakan obat pada kejang generalisasi tonik klonik dan parsial :
a. Lini pertama diberikan karbamazepin dan valproate,
b. Lini kedua diberikan topiramat, lamotrigine, gabapentin, etosuksimid, primidone,
fenobarbital, fenitoin, tiagabin, zonisamid dan levitirasetam.
Berikut merupakan obat pada kejang absence , tipe obat ini menghambat thalamic Ca2+
T-type current berupa : 7
a. Lini pertama diberikan etosuksimid, asam valproate, lamotrigine.
b. Lini kedua diberikan diet ketogenic, klonazepam, asetozolamid.
3. Pembedahan7
4. Terapi antiepilepsi tambahan berupa pemberian ketogenic dan hormone. 7

TERKAIT PEMICU
Pasien dilaporkan terlihat seperti kejang dan tetap sadar dalam perjalanan ke UGD dapat
disebutkan sebagai kejang parsial sederhana. Anamnesis mengenai menginjak paku berkarat
sehingga berdarah sangat bisa dijadikan sebagai diagnosis diferensial untuk kejadian kejang.
Pada kasus ini didapatkan pasien mengalami tetanus.

,
KESIMPULAN
Kejang adalah kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal
dari suatu kumpulan neuron SSP yang dapat disebabkan dari genetic dan lingkungan.
Manifestasi kejang adalah kombinasi seragam dari perubahan tingkat kesadaran serta gangguan
fungsi motoric, sensorik, otonom tergantung dari lokasi neuron-neuron fokus kejang.

REFERENSI
1. Brophy GM1. Bell R, Claasen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T, et al. Neurocritical
Care Society Status Epilepticus Guideline Writing Committee. Neurocrit care. 2012
Aug;17(1):3-23
2. DeLorenzo RJ, Pellock JM, Towne AR, Boggs JG. Epidemiology of status epilepticus. J
Clin Neurophysiol. 2011 Jul;12(4):316-25
3. Rohkamm R. Color atlas of neurology. New York: Thieme ; 2004 hal.55-60
4. Lombardo MC. Gangguan Kejang. Dalam: Price SA, Wilson LN. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6 volume 2. EGC. 2006 hal. 1157-1166
5. Silbernagl S, Lang F. Color atlas of pathophysiology. New York : Thieme; 2000 hal. 338-
339.
6. Holmes MD, Dense Array EEG & Epilepsy. Intech. Sep 2011;7 DOI.10.5772/17244
7. Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin Neurol. Jul 2008;28(3):342-54

Anda mungkin juga menyukai