Anda di halaman 1dari 11

STRATEGI PEMBELAJARAN KIMIA

STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

(SPBM)

KELOMPOK 7

ANGGOTA KELOMPOK:

HELITA SEFITRI DECHAYANTARI (E1M017025)

HEZI SEPTI ILIANA (E1M017027)

NIKITA PUTRI (E1M017049)

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar adalah sesuatu kegiatan yang bernilai edukatif. Edukatif
dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Namun pada
kenyataannya kita menyadari selama ini tidak mudah bagi guru untuk menjadikan
peserta didik aktif dalam mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan
spritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu penyebabnya adalah
siswa, untuk dapat menyelesaikan masalah yang kurang diperhatikan oleh setiap guru.
Akibatnya siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggab sepele, banyak
siswa tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.
Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan SPBM,
pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa
untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah,
belajar peranan orang dewasa yang ototentik serta menjadi belajar mandiri.
Dalam penerapan Strategi Pembelajran Berbasis Masalah(SPBM), guru
memberikan kesempatan kepada siswa-siswi untuk menetapkan topik masalah, walaupun
sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas saat di kelas. Proses
pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan
logis. SPBM merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat penting untuk
dikembangkan. Hal ini disebabkan pada kenyataannya setiap manusia akan selalu
dihadapi dengan masalah, dari masalah sederhana sampai masalah yang kompleks.
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan
pebelajar harus melakukan pencarian atau penggalian informasi (inquiry) untuk
memecahkan masalah tersebut. Bound dan Feletti (1997) mengemukakan pembelajaran
berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan.
Menurut Nur (1998) pembelajaran berbasis masalah yaitu proses pembelajaran
yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari
masalah ini pebelajar dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman baru. Lebih lanjut Nur menggambarkan bahwa tanpa
pembelajar mengembangkan lingkungan kelasyang memungkinkan terjadinya
pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri
dari menyajikan kepada pebelajar situasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan
inkuiri.
Setyosari (2006) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu strategi atau cara pembelajaran yang di tandai oleh adanya masalah nyata, a
real world problems sebagai konteks bagi pebejar untuk belajar kritis dan
ketrampilan memecahkanmasalah dan memperoleh pengetahuan.
Pembelajaran berbasis masalah sudah banyak digunakan oleh pengajar
dengan tujuan untuk memperbaiki hasil belajar, Downing (2010); De Rijdt (2012)
dan Bayramdan (2011), berdasarkan penelitian terdahulu bahwa pembelajaran
berbasis masalah tepat digunakan untuk mengatasai masalah dalam pembelajaran.
Penelitian peningkatan motivasi belajar siswa, Handu dan Lisa (2011); Blonder dan
Merav (2011), hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan hasil
belajar siswa harus diperhatikan juga motivasi belajarnya, sangat tidak mungkin hasil
belajar meningkat jika siswa tidak termotivasi dalam belajar

B. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah


Model pembelajaran berbasis masalah menyatakan bahwa dalam proses belajar
perolehan pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini
dapat dibangun sendiri oleh peserta didik melalui pengalamannya dari hasil interaksi
dengan lingkungannya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal
peserta didik, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Melaluiakomodasi dalam kegiatan
pembelajaran, peserta didik dapat memodifikasi struktur kognisinya menuju
keseimbangan, sehingga terjadi asimilasi.
Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) dapat diartikan sebagai
rangkaian aktifitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2007). Munculnya SPBM merupakan
cerminan pandangan John Dewey sebagai tokoh penyusun teori pendidikan progresif
yang menyatakan tidak ada hal di dalam filosof pendidikan progresif yang lebih
bermakna daripada penekanannya terhadap makna penting partisipasi peserta didik di
dalam penyusunan tujuan yang mengarahkan kegiatannya di dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah bertumpu pada psikolog kognitif dan
pandangan para konstruktivis mengenai belajar. Prinsip konstruktivisme menyatakan
bahwa “aktivitas harus selalu mendahului analisis” (Departemen Pendidikan Nasional,
2005). Pengalaman dan refleksi terhadap pengalaman merupakan kunci untuk belajar
bermakna, bukannya pengalaman orang lain yang diabstraksikan dan dikumpulkan
dalam bentuk buku teks,tetapi pengalaman langsung dengan dirinya sendiri. Bentuk
pengalaman langsung ini dapat diperoleh melalui strategi pembelajaran berbasis
masalah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah dicirikan pula oleh lingkungan belajar
dan sistem manajemen yang terbuka, proses demokrasi, dan peranan siswa aktif.
Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran berbasis masalah yang
terstruktur dan dapat diprediksi, norma di sekitar pembelajaran adalah norma inkuiri
terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan pada
peranan sentral siswa bukan guru. Strategi pengajaran ini juga sesuai dengan yang
dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL, yaitu inquiri, konstruktivisme, dan
menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi (Departemen Pendidikan Nasional, 2005).
Menurut Schmidt seperti yang dikutip oleh Rideot (2006), penekanan SPBM
adalah pembelajaran mandiri dengan melakukan analisis masalah sebelum
mengumpulkan informasi, pandangan ini dipengaruhi oleh ide Brunner tentang
motivasi intrinsik sebagai kekuatan yang mendorong individu untuk lebih banyak
mempelajari dunia mereka sendiri. Menurut Schmidt sebagaimana dilaporkan Rideot
(2006) ada lima prinsip yang mendukung pembelajaran berbasis masalah sebagai
metode untuk memperoleh informasi baru yang selaras dengan teori pembelajaran
yang terbentuk dalam psikologi kognitif, yaitu:
1. pengaktifan pengetahuan sebelumnya,
2. berbasis masalah pengetahuan,
3. restrukturisasi pengetahuan agar sesuai dengan masalah yang disajikan,
4. keingintahuan epistemik,
5. ketergantungan pembelajaran secara kontekstual.
Menurut Rideout (2006) jika dihubungkan antara pembelajaran berbasis
masalah dan teori pembelajaran penemuan atau riset, dapat dikatakan bahwa
pembelajaran berkembang jika peserta didik berpartisipasi aktif dalam proses
tersebut dan jika pembelajaran didasarkan pada sebuah masalah. Pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2004).
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), dikenal pula
dengan nama lain seperti pembelajaran berbasis proyek (project-based teaching),
pendidikan berdasarkan pengalaman (experience basededucation), pembelajaran
otentik (authentic learning), dan pembelajaran berakar pada kehidupan nyata
(anchored instruction). Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat
memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri
(Departemen Pendidikan Nasional, 2005).
Dalam Buku Amir (2009: 12), Problem Based Learning memiliki ciri-ciri
seperti pembelajaran dimulai dengan pemberian “masalah”, biasanya “masalah”
memiliki konteks dengan dunia nyata, pemelajar secara berkelompok aktif
merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka,
mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan “masalah” dan
melaporkan solusi dari “masalah”. Sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi.
Pertanyaan atau masalah yang diajukan secara pribadi bermakna untuk
siswa, dan merupakan masalah yang sesuai dengan situasi kehidupan nyata yang
otentik, sehingga bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan
akademik tertentu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata
pelajarantertentu akan tetapi masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-
benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak
sudut pandang mata pelajaran lain, sehingga dapat dikatakan pembelajaran berbasis
masalah ini terintegrasi dengan disiplin ilmu lain (Nurhadi, 2004).
Pengintegrasian suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain dalam
pembelajaran berbasis masalah berhubungan dengan langkah-langkah pemecahan
masalah secara ilmiah dari berbagai isu yang dikemukakan dan hendak dicari
pemecahannya. Pada saat merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis dan menentukan pilihan penyelesaian masalah, siswa tidak memandang
permasalahan tersebut hanya dari satu sudut pandang pengetahuan akademik saja,
tetapi juga dapat mengaitkan pemecahan suatu permasalahan dengan bidang
akademik lainnya, baik itu dari pengetahuan agama, sosial, ekonomi, budaya, dan
sebagainya.Sedangkan alasan yang mendasari perlunya penerapan pembelajaran
berbasis masalah ini adalah melalui pembelajaran berbasis masalah meningkatkan
keterampilan kognitif termasuk berpikir tingkat tinggi secara positif akan
memberikan dampak etos kerja yang tinggi dan membiasakan untuk berpikir kritis,
dengan melatih keterampilan proses maka peserta didik diharapkan terbiasa
merancang prosesproses yang perlu dilakukan untuk mencapai produk-produk ilmiah,
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari membuat peserta didik merasa bahwa ia belajar di
sekolah bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya, hal ini berdampak kepada
peserta didik untuk melakukan belajar sepanjang hayat, kreativitas perlu menyertai
keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik, karena dengan selalu
cepat tanggap pada situasi sekelilingnya siswa akan selalu berpikir bagaimana
memperoleh ide-ide original yang dapat disumbangkan kepada lingkungan dan
masyarakatnya, dan peserta didik yang telah melaksanakan pembelajaran berbasis
masalah lebih menyadari manfaat yang telah dipelajarinya bagi lingkungannya. Jika
terjadi kesulitan atau masalah di sekitarnya, peserta didik akan berperan serta untuk
mengatasinya sesuai dengan kemampuannya.
Menurut Tan dalam Rusman (2013) model problem based learning (PBL)
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam model PBL, kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau yang
sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Berdasarkan hal
tersebut model PBLdapat mengasah pola pikir siswa dalam mengembangkan ide-ide.
Sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan nyata.
Beberapa faktor itu perlu dikaji sebagai salah satu permasalahan yang harus
segera diatasi. Menurut Abbas (2006) menyatakan bahwa guru sebagai salah satu
pemeran utama dalam pembelajaran harus profesional dalam bidangnya agar dapat
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik sekaligus sebagai pengajar yang
kompeten. Hal yang sama juga ditujukan oleh Suyadi (2010) menyatakan bahwa
guru juga harus peka terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam proses
pembelajaran.
Menurut Gagne (1985) bahwa pengetahuan tentang konsep-konsep dan
prinsip-prinsip hanya dapat diperoleh siswa apabila memiliki kemampuan-
kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains. Keterampilan-
keterampilan proses sains itu ialah mengamati, mengklasifikasikan, berkomunikasi,
mengukur, mengenal dan menggunakan ruang dan waktu, menarik kesimpulan,
menyusun definisi operasional, merumuskan hipotesis, mengendalikan variabel-
variabel, menafsirkan dan bereksperimen.PBM adalah kegiatan pembelajaran yang
dilakukan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui
pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi siswa yang
mandiri.Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka perlu adanya upaya
perbaikan proses pembelajaran agar siswa lebih banyak terlibat dalam
pembelajaran, dengan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan
memudahkan mereka menguasai materi yang dipelajarinya. Penelitian Astika (2013)
menyatakan model pembelajaran berbasis masalah dapat memberikan perbedaan sikap.
Selanjutnya, Zheng (2013) menyatakan penerapan PBL dalam pembelajaran dapat
memudahkan peserta didik memecahkan permasalahan yang muncul selama proses
pembelajaran berlangsung. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Qianli (2008)
menyatakan model PBL dapat mendorong peserta didik untuk memecahkan suatu
permasalahan sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang logis. Lebih lanjut,
Kusnadi (2013) dalam pembelajaran kimia dengan PBL menggunakan laboratorium
real dan virtual dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
prestasi belajar kognitif siswa antara pembelajaran dengan metode PBL yang
menggunakan media laboratorium real dan virtual, dan kemampuan matematik
memberikan perbedaan prestasi belajar kognitif.
Kita menyadari selama ini kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah
kurang diperhatikan oleh setiap guru, akibatnya banyak siswa menghadapi masalah
walaupun masalah itu masalah yang sepeli tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.
Dapat disimpulkan bahwa Strategi Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran
yang didasarkan pada perinsip menggunakan masalah yang berdasarkan masalah dunia
nyata yang bertujuan untuk kemandirian siswa dalam menghadapi masalah yang ada.
Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu cara siswa dalam pembelajaran

C. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah


SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat
3 ciri utama dari SPBM, yaitu:
1. SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi
SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
2. SPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan,mencatat, kemudian
menghafal materi pembelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
3. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya,
tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
4. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara
ilmiah.
Berfikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berfikir deduktif dan
induktif. Proses ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya
berfikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris
artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Untuk mengimplementasikan SPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yang
memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari
buku teks atau dari sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di
lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa kemasyarakatan.
Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan:
1. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat mengingat
materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
2. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berfikir rasional
siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang
mereka miliki dalam situasi baru, mengenai adanya perbedaan antara fakta dan
pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara
objektif.
3. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta
membuat tantangan intelektual siswa.
4. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajarnya.Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang
dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan
kenyataan).
5. Karakteristik lain dari SPBM meliputi pengajuan pertanyaan terhadap masalah fokus
pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan authentik, kerja sama, dan
menghasilkan produk atau karya yang harus dipamerkan (Fachrurazi, 2011).

D. Prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah


Saat guru akan masuk ke kelas untuk mengajar, ia sudah tentu mempunyai
rencana tentang apa yang akan dilakukannya di kelas nanti. Itu adalah hal yang mendasar
dan penting untuk kelancaran kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa tidak akan
mengalami kebingungan dalam proses pembelajaran karena guru memberikan arahan
dan sistem sosial yang tepat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai guru dan siswa.
Itulah strategi menghadapi kegiatan di kelas. Hal yang masuk dalam perencanaan
pembelajaran adalah menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas.
Salah satu model pembelajaran adalah pembelajaran berbasis masalah.
Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis masalah di atas dapat diringkas seperti berikut ini:

1. Konteks pembelajaran terjadi pada permasalahan yang sedang dihadapi siswa


Pembelajaran berbasis masalah menjadi model pembelajaran yang membawa
siswa kepada proses pencarian pemecahan masalah seperti layaknya manusia dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak lepas dari menghadapi masalah dan
menyelesaikannya. Proses penemuan pemecahan masalah itu akan berlangsung seperti
para peneliti mencari jawaban atau jalan keluar atas permasalahan yang dihadapinya.
Pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks pemecahan masalah merupakan
prinsip pertama dari pembelajaran berbasis masalah.
Menerapkan model pembelajaran berbasis masalah ini membutuhkan kesiapan
guru dalam hal menempatkan materi pelajaran dalam konteks permasalahan yang
dekat dengan kehidupan siswa. Tidak semua materi pelajaran dapat dibentuk dalam
masalah-masalah sehingga penggunaan pembelajaran berbasis masalah tidak dapat
diterapkan sepanjang semester atau tahun pelajaran. Pertanyaan itu sering muncul
dalam diskusi tentang pembelajaran berbasis masalah (PBM). Jawaban dari
pertanyaan itu ada pada komitmen guru dalam menggunakan PBM jika serius maka
selama satu semester atau sepanjang tahun pelajaran guru dapat menerapkan PBM.
Tentu, hal itu membutuhkan kesiapan dan kebijakan dari sekolah atau institusi
pendidikan yang memiliki kewenangan lebih tinggi.
2. Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator
Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator. Guru tidak lagi sebagai sumber
materi pembelajaran satu-satunya, siswa menjadi pusat pembelajaran dengan aktif
mengikuti tahapan pemecahan masalah. Guru dapat berkeliling membantu dan
memberikan nasihat kepada siswa agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
3. Proses yang aktif; siswa menerapkan pengetahuan yang baru diperoleh terhadap
permasalahan
Proses pembelajaran berlangsung aktif, siswa menerapkan pengetahuan yang
baru diperoleh terhadap permasalahan yang dihadapi. Siswa aktif menggunakan
pengetahuan yang diperolehnya dari penggalian pustaka atau diskusi untuk
memecahkan masalah. Pada proses ini, siswa juga dapat menerapkan pengetahuan
yang secara langsung dari dengan pembelajaran langsung atau ceramah singkat.
Tentu, hal ini hanya dapat dilakukan sebagai penolong siswa saja.
4. Siswa bekerja secara kolaboratif bersama-sama memahami permasalahan
Siswa bekerja secara kolaboratif bersama-sama memahami permasalahan.
Pengelompokkan dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk
bekerja secara kolaboratif dalam upaya menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Pembelajaran siswa bergantung kepada aliran informasi dan penjelasan siswa lain
dalam kelompok sehingga ada kerja sama dalam menyelesaikan masalah.
5. Berbasis inquiri siswa belajar menanyakan pertanyaan dalam proses
Berbasis inquiri, siswa belajar menyelidiki dengan mengajukan pertanyaan
dalam proses. Siswa menggali informasi lebih lanjut sehingga dapat memahai masalah
dengan informasi yang diperolehnya. Prinsip ini akan mengarahkan siswa belajar
untuk lebih aktif bertanya pada tingkat kelompok. Jika hal itu sudah dapat
berlangsung dengan baik, maka pada tingkat klasikal dan penyampaian laporan siswa
dapat lebih aktif dengan menanyakan proses dan pemecahan masalah kelompok lain.
6. Melibatkan/mendorong evaluasi diri dan kelompok secara terus menerus
Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi diri dan kelompok secara terus
menerus. Pada bagian akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan evaluasi seluruh
proses pembelajaran. Evaluasi itu tidak hanya dilakukan terhadap diri sendiri namun
juga dilakukan terhadap kelompok. Kegiatan ini dijalankan secara terus menerus
sehingga diperoleh pengetahuan baru dan diterapkan pada situasi permasalahan yang
dihadapi.

E. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Fogarty (1997) menyatakan tahapan-tahapan pembelajaran berbasis
masalah meliputi 8 (delapan) langkah seperti yang terlihat pada tabel berikut.

F. Kelebihan dan Kelamahan Pembelajaran Berbasis Masalah


Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan, di
antaranya:

1. Pemecahan maslah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa sera
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
siswa.
4. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana
menstransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa
bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada
dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,
bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
7. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai
siswa.
8. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa
untuk mengamplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk
secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
11. Siswa merasa puas dan senang,siswa lebih mudah memahami materi,mengembangkan
keterampilan untuk belajar seumur hidup.

Di samping keunggulan, SPBM juga memiliki kelemahan, di antaranya:

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajar.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan
pebelajar harus melakukan pencarian atau penggalian informasi (inquiry) untuk
memecahkan masalah tersebut. Ada beberapa pengertian menurut para ahli, salah satunya
Menurut Nur (1998) pembelajaran berbasis masalah yaitu proses pembelajaran yang
titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari masalah
ini pebelajar dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman baru.
Strategi pembelajaran berbasis masalah dicirikan pula oleh lingkungan
belajar dan sistem manajemen yang terbuka, proses demokrasi, dan peranan siswa
aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran berbasis masalah
yang terstruktur dan dapat diprediksi, norma di sekitar pembelajaran adalah norma
inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. SPBM dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM, yaitu: a. SPBM merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran; b. SPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekadar
mendengarkan,mencatat, kemudian menghafal materi pembelajaran, akan tetapi melalui
SPBM siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya
menyimpulkan; c. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah; dan d.
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah.
Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis masalah di atas adalah: a). Konteks
pembelajaran terjadi pada permasalahan yang sedang dihadapi siswa; b). Berpusat pada
siswa, guru sebagai fasilitator; c). Proses yang aktif; siswa menerapkan pengetahuan yang
baru diperoleh terhadap permasalahan; dan lain sebagainya.
Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa kelebihan, di
antaranya: a). Pemecahan maslah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus
untuk lebih memahami isi pelajaran; b). Pemecahan masalah (problem solving) dapat
menantang kemampuan siswa sera memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan
baru bagi siswa; c). Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas
pembelajaran siswa; dan lain sebagainya.
Di samping keunggulan, SPBM juga memiliki kelemahan, di antaranya: a).
Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba;
b). Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan; dan c). Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang
mereka ingin pelajar.

2. Saran
Sebagai seorang calon guru kita sebaiknya mengerti dan memahami cara dan hal-
hal yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Sehingga kita perlu mengetahui
dan memahami strategi apa yang bisa dipakai untuk proses pembelajaran, guna untuk
menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Dan dalam makalah ini apabila ada kesalahan dalam penulisan mauapun sistematisnya,
kami perlu masukan dan keritikam yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Pakpahan , Berkat Johannes. 2016. “Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Bahasa
Indonesia “. Jurnal Edukasi Kultura Pengaruh Strategi Pbl: (22-43).
Puspitasari , Dewi Hari, dkk. 2017. “Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dan
Hasil Belajar Siswa”. Jpb. 5(1): 10-26.
Salempa, Pince, dkk. 2017. Pengaruh Strategi Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Terhadap Penguasaan Konsep Kimia dan Sikap Peserta Didik. Tata Parang
Tambung: Makassar.
Sanjaya, Wina (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.

Yusmanidar, dkk. 2017. “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Menggunakan Metode


Praktikum Dalam Upaya Meninggkatkan Keterampilan Proses Sain dan Motivasi
Siswa pada Pokok Bahasan Hidrolisis Garam”. Jurnal Ipa dan Pembelajaran Ipa
(JIPI). 1(1): 73-80.

Anda mungkin juga menyukai