1) Skenario
Batuk
Seorang perempuan, berusia 23 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan batuk berdarah sejak 3 hari yang lalu. Bautk sudah dirasaka sejak 3
minggu yang lalu. Keluhan lain badan panas dan disertai berkeringat terutama
pada malam har serta berat badan menurun.
Peemeriksaan fisik: komposmentis, TD 110/80 mmHg, nadi 80x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 37. Bentuk badan stenikus dengan berat badan
43kg. Apek paru kanan terdapat suara nafas bronchial da nada ronki basah
kasar.
Untuk menegakkan diagnosis pasti dokter menyarankan untuk dilakukan
pemeriksaan BTA 3x sewaktu/pagi/sewaktu dan foto toraks
Diagnossi sementara berdasarkan data yang ada adalah TB paru tersangka.
Kata sulit:
1. Badan Astenikus
Bentuk tubuh kurus, tinggi, dada rata/ekung, angulus costae tidak
dapat tumbuh dengan baik.
2. Komposmentis
Kesadaran normal
4. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan makroskopis bakteri tahan asam, penyakit
tuberculosis pada dahak.
5. Batuk berdarah
Ekspektorasi darah akirbat pada saluran nafas bagian
bawah/perdarahan yang kelur melalui saluran nafas bawah.
Pertanyaan sementara
1. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan selain BTA?
2. Mengapa dapat terjadi batuk berdarah?
3. Apa saja factor risiko yang menyebabkan TB?
4. Bagaimana karakteristik kuman TB?
5. Bagaimana cara penularan kuman TB?
6. Bagaimana tatalaksana farmako TB?
7. Komplikasi yang terjadi?
8. Pencegahan yang dilakukan?
9. Apa saja gejalanya?
10. Apa saja klasifikasi dari TB paru?
1
11. Kenapa ditemukan keringat pada malam hari?
12. Apakah berat badan menurut salah satu dari gejala TB paru?
13. Kenapa harus dilakukan pemeriksaan BTA 3x?
14. Kenapa waktunya sewaktu/pagi/sewaktu?
15. Kenapa disebut TB paru tersangka?
16. Dalam penegakkan diagnosis apakah tidak cukup dengan pemeriksaan
BTA?
17. Pada foto toraks apa saja yang dilihat untuk menegakkan diagnosis?
Jawaban Sementara
1. Pemeriksaan:
Foto toraks:
- Hasil ada fibrotic
- Kalsifikasi
- Penebalan pleura
Sputum: 2-3 spesimen
Kultur jaringan (Histologi)
Pemeriksaan darah: LED & leukositosis
Pemeriksaan BACTEC: Mendeteksi asam lemak yang akan
menjadi karbondioksida
Skin test: mantoux
PCR: deteksi DNA M.tuberculosis
Pemeriksaan kultur BTA
2. Batuk berdarah: lisis pada alveoli
3. Factor:
Tempat tinggal di pemukiman yang padat
Alcohol
Perokok
Sistem imun menurun (Pasien HIV/AIDS)
Status ekonomi
Riwayat kontak langsung(droplets)
4. M.tuberkulosi:
Aerob obligat
Tidak tahan panas
Biakan akan mati jika terkena sinar matahari langsung
Dalam dahak akan bertahan 20-30 jam
Pada suhu kamar akan bertahan 6-8 bulan
Banyak ditemukan pada apex paru
5. Salah satunya droplets
6. Farmakologi:
Gol 1: pirazinamid, etambunol
Gol 2: kanamycin, amikacyn, capreomycin
Gol 3: fluorokuinolon, levofloksasin, mefokfloksasin
Gol 4: paraaminosa (PAS), cyclosernic, etionamida
Gol 5: linezolide, amoksilin/klavuanat, amoksisilin,klofazimine
7. Komplikasi
Dini: pleuritis, efusi pleura, emfisema, laryngitis
2
Stadium lanjut: hemoptysis massif. Kolabs lobus, bronkiektasis,
pneumotoraks spontan, penyebaran infeksi ke organ lain.
8. Proteksi paparan TB:
Batuk: ditutup memakai sapu tangan
Menurunkan konsentrasi bakteri:
- Ventilasi baik
- Mengggunakan penyaring udara
Pakai masker
Menjaga daya tahan tubuh
Saat meludah: pada tempat tertentu yang dapat diberikan
desinfektan
Ruangan cukup sinar matahari
9. Gejala:
Respiratori:
- Batuk >3minggu
- Batuk berdarah
- Sesak nafas
- Nyeri dada
Sistemik:
- Berat badan menurun karna adanya anoreksia
- Demam+keringat pada malam hari
- Dada abnormal:nafas bronchial
- Anoreksia: penurunan nafsu makan
10. Hasil pemeriksaan:
TB paru +:
- 2/3 spesimen positif
- Satu specimen dahak+pemeriksaan radiologi (TBC aktif)
TB paru -:
- 3 spesimen dahak BTA –
- Foto radiologi TBC aktif
Riwayat pengobatan sebelumnya: kasus baru, kasus kambuh, kasus
putus obat, kasus gagal, kasus perpindahan, dan kasus lain.
11. Salah satu gejala dari TB paru
12. Iya, karena ada anoreksia (nafsu makan berkurang) jadi berat badan
akan menurun
13. Untuk lebih akurat pada hasilnya
14. Lebih efesien waktu, dan dahak lebih banyak pada pagi hari.
15. Masih sementara
16. Untuk pemeriksaan satu specimen, ditambah dengan foto toraks
(rontgen) lebih efektif
17.
3
2) Hipotesa
TB paru disebabkan oleh infeksi M.tuberculosis dikarenakan factor
lingkungan seperti, lembab, kurang cahaya matahari, dll. Dapat
menyebabkan gejala: demam, batuk berdarah, keringat malam hari, dll.
Untuk menegakkan diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan BTA, foto
rontgen, dll. Ditangadi dengan OAT, penegahan dilakukan dengan
menyediakan ventilasi baik, etika batuk yang baik. Jika tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan komplikasi dini dan stadium lanjut
3) Sasaran Belajar
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah
1.1.1. Makroskopis
1.1.2. Mikroskopis
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah
LO.3. Memahami dan menjelaskan Karekteristik M. tuberculosis
3.1. Morfologi
3.2. Struktur Dinding Sel
LO.4. Memahami dan menjelaskan TB paru
4.1. Definisi
4.2. Etiologi
4.3. Klasifikasi
4.4. Epidemiologi
4.5. Patofisiologi
4.6. Manifestasi Klinis
4.7. Penegakkan Diagnosis
4.8. Diagnosis Banding
4.9. Tatalaksana
4.10. Pencegahan
4.11. Komplikasi
4.12. Prognosis
LO.5. Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah Pemberantasan
TB Paru
5.1.Tujuan
5.2. Sasaran dan Target
5.3. Program Pemerintah
5.4. Peran PMO
LO.6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk
LANGKAH II
Belajar Mandiri
4
LANGKAH III
1.1.Makroskopis
Sistem pernapasan melibatkan rongga hidung, nasofaring, orofaring, dan bagian
atas laryngo-pharynx, larynx, trachea, bronchi, dan cabang-cabang pulmonal
bronchi tersebut
1. Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak
di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area
vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah
menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin
kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat
dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus. Trakea juga dilapisi oleh
epithelium respiratorik yang mengandung banyak sel goblet.
Persarafan trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus
laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini
mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi
trachea.
5
2. Bronkus
Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus
dibandingkan bronkus primer kiri karena arcus aorta membelokkan trachea
bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trachea kemungkinan
ditempatkan dalam bronkus kanan. Setiap bronkus primer bercabang 9-12
kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang
semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago
mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai
memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur mendasar
dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya
bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik, duktus
alveolar, dan alveoli.
Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior
berbentuk membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus
dextra lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan bronchus
sinistra, hal ini disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen
bronchus sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8
buah cincin dan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah
cincin
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah,
6
sedangkan bronchus sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan
lebih curam dari yang kiri.
Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah
masuk ke bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang
disebut bronchitis.
BRONCHI
1) Bronchi Principales/ Primer/ I dexter, bercabang 3:
1. Bronchus Lobaris Superior Dexter, bercabang 3 segmen:
• Bronchus segmentalis apicalis
• Bronchus segmentalis posterior
• Bronchus segmentalis anterior
b. Segmen bawah:
• Bronchus lingularis superior
• Bronchus lingularis inferior
3. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
7
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut
pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada
yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura
parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura
berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga
pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Saluran napas terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian
konduksi adalah bagian yang menyalurkan gas/ udara baik di luar maupun
di dalam paru yang menghantar udara ke dalam paru untuk respirasi. Bagian
konduksi sistem pernapasan terdiri atas rongga hidung, farings, laring,
trakea, bronki ekstrapulmonal, dan sederetan bronki dan bronkioli
intrapulmonal dengan diameter yang makin kecil dan berakhir pada
bronkioli terminalis. Untuk menjamin agar saluran napas yang lebih besar
selalu terbuka, maka saluran ini ditunjang oleh tulang rawan hialin.
Bagian respirasi adalah lanjutan distal bagian konduksi dan terdiri atas
saluran-saluran napas tempat berlangsung pertukaran gas atau respirasi
yang sebenarnya. Bronkiolus terminalis bercabang menjadi bronkiolus
respiratorius yang ditandai dengan mulai adanya kantong-kantong udara
(alveoli) berdinding tipis. Bronkiolus respiratorius adalah zona peralihan
antara bagian konduksi dan bagian respirasi. Respirasi hanya dapat
8
berlangsung di dalam alveoli karena sawar antara udara yang masuk ke
dalam alveoli dan darah vena dalam kapiler sangat tipis. Struktur
intrapulmonal lain tempat berlangsung respirasi adalah duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli. Jadi unit funsional paru adalah alveoli.
Persarafan paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus
symphaticus (th 3,4,5) dan serabut parasymphaticus dari n. vagus.
1) Serabut symphaticus: truncus symphaticus kanan dan kiri
memberikan cabang-cabang pada paru membentuk “plexus
pulmonalis” yang terletak di depan dan di belakang bronchus primer.
Fungsi saraf symphatis untuk relaksasi tunica muscularis dan
menghambat sekresi bronchus. Biasa diberikan pada penderita
asthma bronchiale karena menyempitkan lumen bronchus.
2) Serabut parasymphaticus: nervus vagus kanan dan kiri juga
memberikan cabang-cabang pada plexus pulmonalis ke depan dan ke
belakang. Fungsi saraf parasimpatis untuk kontraksi tunica
muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi
bronchus.
4. Bronkus
Bronchus merupakan cabang batang tenggorokan. Cabang pembuluh napas
sudah tidak terdapat cicin tulang rawan. Gelembung paru-paru, berdinding
sangat elastis, banyak kapiler darah serta merupakan tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida (Pearce, 1995). Kedua bronkhus
yang terbentuk dari belahan dua trakhea pada ketinggian kirakira vertebra
9
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Bronkhusitu berjalan ke bawah dan ke samping ke
arah tampuk paru-paru. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkhus lobus atas, cabang
kedua timbul setelah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkhus
lobus bawah. Bronkhus lobus tengah keluar dari bronkhus lobus bawah.
Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa
cabang yang berjalanke lobus atas dan bawah (Pearce, 1995:214)
5. Alveolus
Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa
gelembung-gelembung udara. Dindingnya tipis, lembap, dan berlekatan erat
dengan kapiler-kapiler darah. Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium
pipih dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara.
Adanya alveolus memungkinkan terjadinya perluasan daerah permukaan
yang berperan penting dalam pertukaran gas O2 dari udara bebas ke sel-sel
darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara ( Purnomo. Dkk, 2009). Menurut
Hogan (2011), Membran alveolaris adalah permukaan tempat terjadinya
pertukaran gas. Darah yang kaya karbon dioksida dipompa dari seluruh
tubuh ke dalam pembuluh darah 17 alveolaris, dimana, melalui difusi, ia
melepaskan karbon dioksida dan menyerap oksigen.
1.2. Mikroskopis
1. Epiglottis
Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior
laring berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis
adalah sepotong tulang rawan (elastis) epiglotis sentral. Epiglotis memiliki
2 permukaan:
- Permukaan lingual yang menghadap ke lidah ( epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk)
- Permukaan laryngeal yang menghadap ke laring (epitel
10
berlapis gepeng yang tipis dari permukaan lingual menjadi
epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet)
2. Trakea
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen
fibroelastis dan berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada
periostium dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C
ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan muskulus
memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen
trakea akibat bekerjanya refleks batuk.
11
rawan krikoid di laring dan berakhir ketika bercabang dua menjadi
bronkus primer.
3. Bronkus
Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior
berbentuk membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus
dextra lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan bronchus
sinistra, hal ini disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen
bronchus sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8
buah cincin dan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah
cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah,
sedangkan bronchus sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan
lebih curam dari yang kiri.
Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah
masuk ke bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang
disebut bronchitis.
Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax
bersilia dengan beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria,
terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya epitelnya selapis
kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel
clara yang menghasilkan surfaktan.
4. Bronkus primer
Bronkus primer terdiri dari dextra dan sinistra. Bronki ini dilapisi oleh epitel
bertingkat semu silindris bersilia, lamina propria tipis jaringan ikat halus
dengan banyak serat elastin dan sedikit limfosit. Duktus dari kelenjar
12
bronchial submukosa melalui lamina propria untuk bermuara ke dalam
lumen bronkus. Selapis tipis otot polos mengelilingi lamina propria.
Submukosa mengandung kelenjar serosa, mukosa, atau asini mukoserosa.
Lempeng tulang rawan tersebar rapat mengelilingi perifer bronkus. Di
antara lempeng tulang rawan, jaringan ikat submukosa menyatu dengan
adventsia yang tebal. Pembuluh bronchial yang tampak pada jaringan ikat
bronkus mencakup sebuah arteriol, sebuah venul, dam kapiler.
5. Bronkus terminalis
Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak
bersilia) terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan
lamina propia tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.
6. Bronkus respiratorius
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid,
memiliki sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos. Pada bagian
proksimalnya terdapat silia, namun hilang di bagian distal bronkiolus
respiratorius. Sebuah duktus alveolaris muncul dari bronkiolus respiratorius
dan banyak alveoli bermuara ke dalam duktus alveolaris. Pada setiap pintu
masuk ke alveolus terdapat epitel selapis gepeng.
13
7. Duktus Alveolaris, Alveolis Paru
Duktus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk
kerucut.Epitel selapis gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh
jaringan fiboelastis. Alveoli dipisahkan septum interalveolaris. Dari
ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus
alveolaris. Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara
bersama membentuk ruangan serupa rotunda yang disebut atrium.
Alveolis paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis
gepeng yang sangat tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga
menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan disitu banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan. Selain itu terdapat
juga sel epitel yang berbentuk kuboid yaitu sel saptal, yang di dalam
lumennya terdapat sel debu. Sel debu agak besar dan di dalam
sitoplasmanya biasanya terdapat partikel debu.
Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2
lapis epitel gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin,
kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding alveoli yang berdekatan
terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum
Intralveolaris.
14
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan
dgn mikroskop electron:
1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95
% dinding alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk
kubis, inti bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen,
sitoplasma mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak
besar inti bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah
memfagosit) /bergranula tanpa vakuola(mitosis dri makrofag).
Struktur tambahan:
Struktur merupakan struktur penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya
sistem pernafasan itu sendiri. Struktur tambahan terdiri dari tiga, yaitu:
a) Dinding toraks terdiri dari:
Tulang pembentuk rongga dada, terdiri dari tulang iga (12 buah),
vertebra torakalis (12 buah), sternum (1 buah), klavikula (2 buah),
dan skapula (2 buah).
15
Otot pernafasan, menurut kegunaannya terbagi menjadi tiga, yaitu:
Otot inspirasi utama
M. interkostalis ekternus
M. interkartilaginus parasternal
Otot diafragma
Otot inspirasi tambahan
M. sternokleidomastoideus
M. skalenus anterior
M. skalenus medius
M. skalenus posterior
Otot ekspirasi tambahan, diperlukan ketika ada serangan
asma yang membutuhkan pernafasan aktif, terdiri dari:
M. interkostalis interna
M. interkartilaginus parasternal
M. rektus abdominis
M. oblikus abdominis ekternus.
16
LO.2. Memaham dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan Bawah
a. Pernafasan Paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paruparu. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada
waktu bernapas, masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari
darah, oksigen kemudian menembus membran, diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Karbondioksida merupakan hasil buangan di dalam paru yang menembus
membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus
berakhir sampai pada mulut dan hidung. Pernapasan pulmoner (paru)
terdiri atas empat proses yaitu:
1. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen
masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh
masuk ke paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan
jumlah yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen
(Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin,2006).
17
b. Pernafasan Sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan. Pergerakan gas O2 mengalir dari
alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir
dari jaringan ke alveoli. Jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan
dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut
dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin).
Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia
reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi
senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan
O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2
dalam darah mnjadi 17 kali (Pearce, 2007; Silverthon, 2001;Syaifuddin,
2006).
18
berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh
kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam
pembuluh menjadi 100 mmHg.
3. Tahap III: oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah
diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen
yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian
terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin
dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung
pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke
jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.
4. Tahap IV: sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen
dibawa melalui cairan interstisial dahulu. Tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam
pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi
oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.
5. Tahap V: tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20
mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel.
Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolisme yaitu
reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat,
lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi (Pearce,
2007).
19
larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat
mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhydrase
(berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma.
Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui
kapiler-kapiler jaringan. Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah
beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk
senyawa karbamino (senyawa karbondioksida). Besarnya kenaikan
kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih antara garis
kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam
darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2
(Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin, 2006) .
c. Inspirasi
diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah, dan
mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot
interkosta eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang
mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan
serta ke depan dan ke belakang.
Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut
mengembang. Tekanan intrapleura menjadi makin negatif karena
terbentuk isapan singkat antara membran pleura. Perlekatan yang
diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral
untuk mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-
paru.
Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun
di bawah tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus
mengalir melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli.
Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan intrapulmonal
sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal.
Tentu saja inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang
disebut sebagai napas dalam. Pada napas dalam diperlukan
kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih
20
mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya
udara lebih banyak.
d. Ekspirasi
Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika
diafragma dan otot-otot interkosta rileks. Karena rongga dada
menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan ikat
elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga
mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan
intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong ke luar
paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.
Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang
memerlukan kontraksi otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah
proses yang pasif, bergantung pada besarnya regangan pada
elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam
kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk
inhalasi tetapi tidak untuk ekshalasi
Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas
normal, seperti ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup
balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses aktif yang
membutuhkan kontraksi otot-otot lain.
Mekanisme batuk
1. Fase Iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus d laring,
trakea, bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk.Batuk juga timbul bila
reseptor batuk dilapisan faring dan esophagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase Inspirasi Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru-paru.
3. Fase Kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis dan batuk
dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi
21
mampu meningkatkan tekanan intrathoraks walaupun glotis tetap
terbuka.
4. Fase Ekspirasi Pada fase ini glottis terbuka secara tiba-tiba akibat
konst\raksi aktif otot-otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluarana
udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai
dengan pengeluaran benda – benda asing dan bahan –bahan lain.
Gerakan glotis, otot – otot pernafasan, dan bronkus sangat penting
dalam mekanisme batuk karena merupakan fase batuk yang
sesungguhnya. Suara batuk bervariasi akibat getaran secret yang ada
dalam saluran nafas atau getaran pita suara (Guyton, 2008)
3.1. Morfologi
Polulasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak
dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam
lesi yang pHnya netral.
Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada
dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang
melindunginya terhadap obat antituberkulosis tertentu.
Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam
keadaan dormant hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja
kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat,
kuman jenis ini bnayak terdapat dalam dinding kavitas.
Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant
sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti-
22
tuberkulosis. Jumlah populasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan
oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia sendiri.
23
arabinogalaktan (AG), pada akhirnya akan teresterifikasi dengan asam
mikolat. Polimer ini (mycolylarabinogalactan-peptidoglycan) membentuk
kerangka struktural dari dinding sel serta membentuk barier hidrofobik yang
bertanggung jawab atas resistensi intrinsik mikobakteria ke sejumlah
antibiotik. Lapisan ini merupakan bagian penting dari struktur sel, dan telah
terbukti terdapat sejumlah enzim penting dalam proses sintesisnya (Sacco
et al., 2007; Amin et al., 2008).
4.1. Definisi
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti
tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk, bersin atau bicara
4.2. Etiologi
24
1982 robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis
untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab
TB paru (Zulkifli,2007).
1. Umur
Beberapa factor risiko penyakt tuberculosis di Amerika yaitu ukur, jenis
kelamin, ras, asal Negara bagian, dan infeksi HIV/AIDS. Dari hasil
penelitian di New York pada panti orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa mendapatkan infeksi tuberculosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai degan umur. Insiden tuberculosis paru pada usia
dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan (75%) penderita TB Paru
adalah usia produktif 15-50 tahun (Corwin, 2019; dalam Tampubolon,
2012).
2. Jenis kelamin
Di benua Afrika tuberculosis banyak menyerang laki-laki. Pada tahun
1996 jumlah penderita TB paru pada laki-laki hampir dua kali lipat dari
penderita TB paru wanita, yaitu 42.3% pada laki-laki dan 28,9% pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru pada laki-laki
cenderung meningkat pada 2,5% sedangkan pada paru wanita menurun
0,7%. (Corwin, 2009; dalam Tampubolon, 2012).
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit Tuberculosis.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan factor risiko yang harus dihadapi dengan
masing-masing individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang
berdebu partikel paparan debu didaerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan saluran pernafasan. Terutama terjadinya gejala
gangguan pernafasan dan umumnya TB paru.
25
5. Kebiasaan merokok
Merokok mempunyai hubungan dengan meningkatkan faktor risiko
kanker paru-paru, penyakit jantung coroner, bronchitis kronic dan
kanker kandung kemih. Perokok juga dapat meingkatkan factor risko
TB paru ebanyak 2,2 kali. (Achmadi,2005)
Pada cabang bronkus terdapat sel silia yang berfungsi sebagai
penyaring partikelpartikel udara dengan ukuran partikel sekitar
0,5–5 μm, namun pada perokok, sel silia mengalami kerusakan
sehingga mekanisme pertahanan menjadi terganggu yang
berakibat terjadinya proses inflamasi dan penyempitan saluran
napas. Radikal bebas pada asap rokok yang masuk ke dalam
saluran napas secara langsung dapat mengganggu mekanisme
pertahanan antioksidan tubuh serta dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan atau oksidasi pada lipid, protein dan DNA
pada sel.
Kerusakan sel-sel silia pada saluran napas akan mengakibatkan
terjadinya hipersekresi mukus sehingga menyebabkan
penyempitan saluran napas (Russi et al, 2013).
Mukus berfungsi untuk melapisi lumen saluran napas dan pada
kondisi normal juga dapat melindungi epitel saluran napas
terhadap alergen yang dihirup, pembersihan benda asing dan
agen infeksi yang masuk ke saluran napas (Hayashi, 2012).
Sumber utama sekresi lendir pada saluran pernapasan adalah sel
goblet pada epitel permukaan dan sel mukosa pada kelenjar
submukosa.
Tar yang ada di dala asap rokok menyebabkan kejerihan mukosa
silia yang digunakan sebagai mekanisme pertahanan utama
melawan infeksi. Silia juga dapat memperbaiki menempelnya
bakteri pada sel epitel pernapasan yang hasilnya adalah
kolonisasi bakter dan infeksi.
6. Status gizi
26
Pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan
respon immonologik terhadap penyakit, status gizi, ini merupakan factor
yang penting dalam terjadinya tuberculosis paru. (Isselbacher, 2009;
dalam Tresnaaty, 2012).
Cara penularan
Penularan TB paru terjadi akibat paparan dari TB paru denan BTA positif,
yaitu pada waktu pasien batuk atau bersin yang akan menyebarkan kuman
ke udara lewat percikan ludah (droplet). Droplet yang mengandung kuman
akan bertahan beberapa jam pada suhu kamar. Orang akan terinfeksi apabila
terhirup droplet yang mengandung kuman tadi dan apabila daya tahan
tubuhnya sedang turun, (Guyton, 2008). Daya peularan droplet dari
seseorang ditentukan berdasarkan banyaknya kuman yang dikeluarkan
melalui paru-parunya. Makin tinggi derajat positif dari hasil peemriksaan
dahak secara mikroskopis semakin mudah untuk menularkan. Bila
pemeriksaan dahak tersebut negatf maka pada pasien tersebut tidak
menular, dari seseorang yang terinfeksi ditentukan berdasarkan banyaknya
droplet yang mereka hirup dan lamanya menghirup udara tersebut.
4.3. Klasifikasi
27
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
Tb positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif
harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
tetapi kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default ) Adalah pasien yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
(Depkes RI, 2006)
28
4.4. Epidemiologi
4.5. Patofisiologi
29
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
30
Pathogenesis
Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu
batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler
(percikan dahak)
1. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib
sebagai beriku:
e. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
(restitution ad integrum)
f. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain
sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
g. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar
kesekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
31
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru
bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti itu berkulosismilier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran
ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya,misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan:
Sembuh dengan meninggalkan sekuele
(misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ).
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah
perjalanan tuberkulosis primer.
2. Infeksi Post Primer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut
32
Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacatSarang
tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan
keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut
akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni
baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola
perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan
disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair
lagi dan menjadi kaviti lagi.
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).
a. Gejala respiratorik
Batuk ≥ 3 minggu
Batuk darah
Sesak napas
33
Nyeri dada selama lebih dari 3 minggu
Semua gejala tersebut diatas mungkin disebabkan penyakit lain, tetapi bila terdapat
tanda-tanda yang manapun diatas, dahak perlu dilakukan pemeriksaan
(Crofton,2002).
b. Gejala sistemik
Keadaan umum, kadang-kadang keadaan penderita TB paru sangat
kurus, berat badan menurun, tampak pucat atau kemerahan.
Demam, penderita TB paru pada malam hari kemungkinan
mengalami kenaikan suhu badan secara tidak teratur
Nadi, pada umumnya penderita TB paru meningkat seiring dengan
demam.
Dada, seringkali menunjukkan tanda-tanda abnormal. Hal paling
umum adalah krepitasi halus dibagian atas pada satu atau kedua
paru. Adanya suara pernafasan bronchial pada bagian atas kedua
paru yang menimbulkan wheezing terlokalisasi disebabkan oleh
tuberkulosis (crofton, 2002 ).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada
pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama
pada kasuskasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada
TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otototot interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi
pleura sehingga paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan,
perkusi memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah
sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering
asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan
34
radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif
(Bahar, 2007).
Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru
tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor
paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak- bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut
tuberkuloma (Depkes RI, 2006).
Pemeriksaan BACTEC
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3
kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
- Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
35
- Dahak Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara:
Mikroskopik:
- Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan
Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett
- Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
Biakan:
Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis
dengan metode konvensional ialah dengan cara :
- Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
- Agar base media : Middle brook Melakukan biakan
dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk
mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik
dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul
Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang
dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah
teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
36
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah
cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian
dalam pelaksanaannya.
Pemeriksaan serologi dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi
yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan
(LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam
serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat
antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai
yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul
perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan
mudah
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi
d. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT
tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi
M.tuberculosis dalam serum.
Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
37
Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan
trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi
paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ
lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus
(BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru
38
adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar,
2007):
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity.
b. Indurasi 6-9 mm: Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di
sini peran antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan low grade sensitivity.
Di sini peran kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi > 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di
sini peran antibodi seluler paling menonjol.
39
4.8. Diagnosis Banding
Pneumonia Pneumonia Aspirasi Abses Paru Bronkiektasis
Definisi penyakit infeksi komplikasi dari Infeksi destruktifSuatu penyakit
yang menyerang aspirasi paru (proses berupa les nekrotik
yang ditandai
paru, sehingga terbawanya bahan pada jaringan parudengan adanya
menyebabkan yang ada di yang terlokalisir dilatasi (ektasis)
kantung udara di orofaring pada saat sehingga membentukdan distorsi
dalam paru respirasi ke saluran kavitas yang berisi
bronkus lokal
meradang dan nafas bawah) yang nanah (pus/nekrotik
yang bersifat
membengkak. dapat menimbulkan debris) dalam patologis dan
kerusakan parenkim parenkim paru padaberjalan kronik,
paru. satu lobus atau lebih.
presisten,
ireversibel.
Etiologi S. Pneumonia S. Pneumonia, S. S. Aureus, S. Belum diketahui
Aureus, H. Pyogenes, Clostridium dengan jelas,
Influenza. Barati. namun biasanya
timbul secara
kongenital
maupun di dapat.
Manifestas Batuk berdahak, Sesak nafas, nyeri Tidak nafsu makan, Batuk berdahak
i Klinis sesak nafas, dada, batuk kering untuk yang tidak
demam, mengigil. napas pendek waktu yang lama kunjung berhenti,
mengeluarkan suara dapat menjadi batuk dahak berwarna
mengi, napas bau, berdarah, keringat kuning
mudah merasa malam, demam pucat/bening,
lemas, mengeluarkan intermitten, sesak nafas.
keringat berlebih,
sulit menelan
makanan atau
minuman, batuk
dengan dahak
berwarna hijau, bau
tidak sedap, atau
disertai darah, dan
kulit membiru.
4.9. Tatalaksana
Non-Farmako
1. Konseling mengenai Tuberculosis.
2. Konseling untuk melakukan control rutin dan mengambil obat di puskesmas
3. Konseling mengenai jadwal pemeriksaan darah.
4. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
40
5. Konseling untuk mengalihkan stress pisikososial dengan hal-hal yang
berifat positif.
6. Edukasi mengenai gaya hidup sehat dan fungsi dari ventilasi rumah.
Farmakologi
Pengobatan Tuberculosis memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan
agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Obat yang digunakan
untuk Tuberculosis , yaitu :
1. Obat Primer ( Lini Pertama)
a. Isoniazid (INH)
Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid.
Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang
tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel
dengan mudah.
Mekanisme kerja : menghambat biosintesis asam mikolat
(mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium.
Farmakokinetik : mudah diabsorbsi pada pemberian oral
maupunparenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua
cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin
dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk
metabolit.
Efek samping : reaksi hipersensitivitas menyebabkan
demam, berbagaikelainan kulit. Neuritis perifer paling
banyak terjadi. Mulut terasa kering,rasa tertekan pada ulu
hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin. Efek
samping ringan dapat berupa tanda-tanda kesemutan, rasa
terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari
atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek
41
samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat
atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
pedoman TB pada keadaan khusus
Sediaan dan posologi : terdapat dalam bentuk tablet 50, 100,
300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-
kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam
dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB,
maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan
10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti
bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun
dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan
secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kgBB/hari.
b. Rifampisin
Aktivitas antibakteri : menghambat pertumbuhan berbagai
kuman gram-positif dan gram- negatif.
Mekanisme kerja : terutama aktif terhadap sel yang sedang
tumbuh.Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA
polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain
dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA.
Farmakokinetik : pemberian per oral menghasilkan kadar
puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari
saluran cerna, obat ini cepat. Diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik.
Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi
keseluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ
dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin
dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum,
air mata, dan keringat
Efek samping :
42
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik ialah:
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan
nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak
nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi
hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok
dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini
terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya
telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak
napas Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata, air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada penderita agar dimengerti dan tidak
perlu khawatir.
Sediaan dan posologi : tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg
dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta
suspensi yangmengandung 100 mg/5mL rifampisin.
Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid.
Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum
makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang
dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450
43
mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60
mg/hari. Untuk anak- anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari
dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
c. Etambutol
Aktivitas antibakteri : menghambat sintesis metabolit sel
sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya
aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik
Farmakokinetik : pada pemberian oral sekitar 75-80%
diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar
darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat
ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
Efek samping jarang : Efek samping yang paling penting
ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang
merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya
ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan
membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan
skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan
kadar asam urat darah pada 50% pasien.
Sediaan dan posologi : tablet 250 mg dan 500 mg. Ada
pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam
bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB,
diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis
25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian
turunmenjadi 15 mg/kgBB.
d. Pirazinamid
Aktivitas antibakteri : mekanisme kerja belum diketahui.
Farmakokinetik : mudah diserap usus dan tersebar luas ke
seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
Efek samping : yang paling umum dan serius adalah
kelainan hati.Menghambat ekskresi asam urat. Efek
samping lainnya ialah artralgia,anoreksia, mual, dan
muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
Sediaan dan posologi : bentuk tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g),
diberikan dalam satu atau beberapa kalisehari.
e. Streptomisin
Aktivitas antibakteri : bersifat bakteriostatik dan
bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas,
tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
Farmakokinetik : setelah diserap dari tempat suntikan,
hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya
sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian
menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui
filtrasi glomerulus.
44
Efek samping : Efek samping utama adalah kerusakan
syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita
dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek
samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat
dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya
dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema
pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga
tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat
merusak syaraf pendengaran janin.
Sediaan dan posologi : bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5
gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1
gr/hari selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi
berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
2. Obat Sekunder ( Lini Kedua )
f. Etionamid
Aktivitas antibakteri : in vitro, menghambat pertumbuhan
M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi.
Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam.
Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan.
Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
Efek samping : paling sering anoreksia, mual dan muntah.
Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,
mengantuk dan asthenia.
Sediaan dan posologi : dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis
awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan
dosis 125 mg – 1 g/hr.Dikonsumsi waktu makan untuk
mengurangi iritasi lambung.
g. Paraaminosalisilat
Aktivitas bakteri : in vitro, sebagian besar strain M.
tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL. Farmakokinetik
: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1
jam.Diekskresi 80% diginjal dan 50% dalam bentuk
asetilasi.
Efek samping : gejala yang menonjol mual dan gangguan
saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain leukopenia,
45
agranulositopenia, eosinofilia,limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
Sediaan dan posologi : dalam bentuk tablet 500 mg
dengan dosis oral 8-12 g sehari Sikloserin
Aktifitas bakteri : in vitro, menghambat M.TB pada kadar
5-20 g/mLdengan menghambat sintesis dinding sel.
Farmakokinetik : baik dalam pemberian oral. Kadar
puncak setelah pemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi
ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal
dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
Efek samping : SSP biasanya dalam 2 minggu pertama,
dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo,
konvulsi, dll.
Sediaan dan posologi : bentuk kapsul 250 mg, diberikan 2
kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30
g/mL.
h. Kanamisin dan Amikasin
Aktifitas bakteri : Menghambat sintesis protein bakteri.
Efek pada M. tb hanya bersifatsupresif.
Farmakokinetik : melalui suntikan intramuskular dosis
500 mg/12 jam(15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena
selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-
1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.
46
Penderita kambuh.
Penderita gagal terapi.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
47
5. PANDUAN PEMBERIAN OBAT
Cara pemberian OAT dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :
1. Panduan Obat untuk Kategori I
Fase Intensif 2 RHZE
Bila setelah 2 bulan dahak menjadi negatif, fase lanjutan dapat
dimulai
Bila setelah 2 bulan, dahak masih tetap positif, fase intensif
diperpanjang 4 minggu lagi, apabila setelah diperiksa lagi
menjadi negatif, fase lanjutan dapat dimulai. Namun bila masih
positif, dilanjutkan ke kategori II.
Fase Lanjutan 4 RH / 4 R3H3
Pada pasien dengan meningitis, tuberkulosis milier, spondilitis
kelainan neurologik,fase
60
bulan dahak masih tetap (+), pengobatan dihentikan 2-3
hari, lalu diperiksa biakan dan tes resistensi kemudian fase
lanjutan diteruskan tanpa menunggu hasil tes. Bila hasil tes
menunjukkan resisten terhadap H dan R ini menunjukkan
MDR, bila memungkinkan penderita dirujuk ke unit
pelayanan spesialistik untuk dipertimbangkan pengobatan
dengan obat sekunder.
Bila pasien mempunyai data resistensi sebelumnya dan
ternyata kuman masih sensitif terhadap semua obat dan
setelah fase intensif dahak menjadi (-), fase lanjutan dapat
diubah seperti kategori I dengan pengawasan yang ketat.
Fase Lanjutan 5 R3H3E3 / 5 RHE
Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum
akhir bulan pengobatan (bulan ketujuh), bila (-) teruskan
pengobatan. Bila (+) menjadi kasus kronik.
Pemeriksaan ulang dahak pada akhir pengobatan bila (-)
penderita sembuh, bila (+) menjadi kasus kronik.
Obat ini diberikan untuk :
Kasus kambuh
Kasus gagal obat Kasus putus obat
61
Penderita baru BTA negatif, Rontgen positif, lesi minimal
TB Ekstra-paru ringan
4. Panduan Obat untuk Kategori IV
Obat ini diberikan pada penderita TB kronik dan TB
multiresisten.
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan
keberhasilan pengobatan kecil sekali.
Untuk pasien yang kurang mampu dapat diberikan INH saja
seumur hidup.
Untuk pasien yang mampu, pemberian obat dicoba
berdasarkan hasil uji resistensinya dan obat-obat sekunder.
62
Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat
harus diubah hingga jangka waktu pengobatan perlu
dipertimbangkan kembali dengan baik.
PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.
Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan
makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas atau keluhan lain.
Penderita rawat inap
a. Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa:
- TB paru milier
- Meningitis TB b. Pengobatan suportif / simtomatik yang
diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
63
4.10. Pencegahan
Ini sangat penting karena salah satu penularan TB paru melalui droplet
Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk ke dalam rumah:
Untuk membunuh bakteri yang ada di dalam rumah (tidak terhirup oleh
keluarga)
Pemberian makanan bergizi tinggi:
Tinggi karbohidrat dan protein untuk melindungi tubuh dari penyakit infeksi
(meningkatkan imunitas tubuh)
Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu batuk atau bersin.
Tidak membuang dahak sembarangan. Membuang dahak di tempat khusus
dan tertutup seperti ke lubang wc atau wastafel dengan mengalirkan atau
menyiram air pada dahak yang telah dibuang.
Rumah tinggal harus mempunyai ventilasi udara yang baik agar sirkulasi
udara berjalan lancar dan ruang/kamar mendapatkan cahaya matahari.
Tidak tidur dengan pasien penderita TB.
Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
4.11. Komplikasi
64
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmonal
4.12. Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, tergantung dari factor penderita, bakteri penyebab,
dan penggunaan antibiotic yang tepat serta adekuat.
5.1. Tujuan
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak terjadi
kesakitan, kematian dan kecacatan;
65
5.2. Sasaran & Target
Sasaran strategi nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana
strategis Kementerian Kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014
yaitu menurunkan prevalens TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi
224 per 100.000 penduduk. Sasaran luaran adalah:
i. meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA positif)
yang ditemukan dari 73% menjadi 90%;
ii. meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus baru
TB paru (BTA positif) mencapai 88%;
iii. meningkatkan persentase provinsi dengan crude death rate
(CDR) di atas 70% mencapai 50%;
iv. meningkatkan persentase provinsi dengan keberhasilan
pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.
Target
Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan
target eliminasi global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035
dan Indonesia bebas TB tahun 2050. Eliminasi TB adalah
tercapainya cakupan kasus TB 1 per 1 jutapenduduk.
Tahapan pencapaian target dampak:
Target dampak pada 2020:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
30% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
40% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
Target dampak pada tahun 2025
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
50% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
66
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
70% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
Target dampak pada 2030:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
80% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
90% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
Target dampak pada 2035:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
90% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
95% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
67
2) Penemuan aktif berbasis keluarga dan
masyarakat
3) Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-
HIV, TB-DM, MTBS, PAL, dan lain sebagainya
4) Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran
diagnostik yang baru
5) Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien
atau Case holding
6) Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam
rangka Cakupan Layanan Semesta (health
universal coverage).
c. Pengendalian faktor risiko
1) Promosi lingkungan dan hidup sehat.
2) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi
TB
3) Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB
4) Memaksimalkan penemuan TB secara dini,
mempertahankan cakupan dan keberhasilan
pengobatan yang tinggi.
d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum
Koordinasi TB
1) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi
TB di pusat
2) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi
TB di daerah
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam
penanggulangan TB
1) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien,
keluarga dan masyarakat
2) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi,
penemuan kasus, dan dukungan pengobatan TB
68
3) Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di
upaya kesehatan berbasis keluarga dan
masyarakat
f. Penguatan manajemen program (health system
strenghtening)
1) SDM
2) Logistik
3) Regulasi dan pembiayaan
4) Sistem Informasi, termasuk mandatory
notification
5) Penelitian dan pengembangan inovasi program
5.3. Program Pemerintah
1. DPPM
Public Private Mix (PPM) Tuberkulosis berbasis kabupaten/kota
atau District-based PPM (DPPM) adalah upaya kolaborasi jejaring
layanan kesehatan pemerintah dan swasta untuk menemukan semua
pasien tuberkulosis, memastikan mendapatkan layanan tuberkulosis
berkualitas sampai sembuh dan mencatat serta melaporkan semua
jenis kasus tuberkulosis dengan dukungan organisasi profesi dan
komunitas, di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(DKK).
CTB Project melakukan beberapa kegiatan dalam penerapan PPM
berbasis kabupaten/kota, meliputi pembentukan Tim PPM kab/kota
yang disahkan oleh kepala daerah, pembentukan Koalisi Organisasi
Profesi, lokakarya peningkatan jejaring internal dan eksternal
fasilitas layanan kesehatan serta monitoring dan evaluasi
penerapannya. Mencakup; Aplikasi WIFI TB, TB Drug Sensitive,
Contact Investigation (Investigasi Kontak atau IK), TB Anak, TB
prison, TB DM (Diabetes Mellitus), ICF, TB RO (Resistan Obat),
TB MDR (Multi Drugs Resistant), PKM PPM, Penguatan jaringan
eksternal dan Internal DPPM (PPM di Distrik/Kabupaten), dan
AKMS (Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi Sosial).
69
2. Manajemen Terpadu TB RO
Manajemen terpadu TB RO di Indonesia terdiri dari berbagai
komponen pendukung antara lain ketersediaan obat yang berkualitas
(termasuk obat baru Bedaquiline dan Delamanid), ketersediaan
fasyankes pengobatan TB RO, pemantauan dan manajemen efek
samping obat secara aktif (MESO-aktif), pengawasan menelan obat
secara langsung, serta ketersediaan dukungan psikososioekonomi
bagi semua pasien.
70
isu strategis, kegiatan, serta anggaran. Pada tangga 14 Desember
2017, yang lalu telah dilangsungkan “Penguatan Komitmen dan
Dukungan Lintas Sektor untuk Percepatan Eliminasi TB 2030
Menuju Indonesia Bebas TB” komitmen bersama untuk
penanggulangan TBC oleh seluruh jajaran pemerintah daerah yang
disaksikan oleh Tjahjo Kumolo, SH, Menteri Dalam Negeri
Indonesia dan Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek,
SpM, Menteri Kesehatan Indonesia.
71
sehingga pasien dapat didiagnosis dan diobati sedini mungkin. TCM
TBC dapat mendeteksi M. tuberculosis dan resistensi terhadap
rifampisin sebagai salah satu Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
utama hanya dalam waktu 2 jam. Sementara LPA lini dua dapat
mendeteksi resistansi golongan OAT lini dua dalam waktu 2 hari.
Dengan demikian jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan metode
biakan dan uji kepekaan dengan metode fenotipik menggunakan
media padat yang memerlukan waktu 3-4 bulan dan 6 minggu bila
menggunakan media cair.
72
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis
yang mempunyai gejala gejala mencurigakan tuberkulosis untuk
segera memeriksakan diri ke puskesmas atau unit pelayanan
kesehatan lainnya (Informasi Dasar PMO TB, 2014).
Dukungan emosional keluarga/PMO pada penderita TB Paru sangat
dibutuhkan karena tugas PMO adalah memberikan dorongan kepada
penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan
penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan.
Dengan kinerja PMO yang baik, pasien lebih termotivasi untuk
menjalani pengobatan dengan teratur (Doanita, 2011).
Tugas seorang PMO yaitu :
1. Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat,
2. Memotivasi pasien saat merasa bosan mengkonsumsi
obat setiap hari,
3. Mengingatkan saat jadwal pengambilan obat dan periksa
sputum,
4. Memberitahu pasien hal yang harus dan tidak boleh
dilakukan; seperti menggunakan masker saat di rumah
maupun keluar dan harus menutup mulut saat batuk (
Erlinda et al, 2013).
Tugas PMO menurut Depkes RI (2009) adalah:
1. Mengawasi penderita TB agar minum obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada penderita TB agar mau
berobat teratur.
3. Mengingatkan penderita TB untuk periksa ulang dahak
pada waktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita
TB yang mempunyai gejalagejala yang mencurigakan
untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan
kesehatan.
73
Etika batuk yaitu bila akan mau batuk atau bersin segera palingkan muka dari orang
lain juga bila ada makanan, tutup mulut dan hidung dengan tissue atau saputangan,
buang dahak jangan di sembarang tempat, tapi buang dahak pada tempat khusus
yang berisi antiseptic dan ditutup, cuci tangan dengan air bersih dan sabun
Menurut Hadits :
“apabila Nabi bersin, beliau menutup wajahnya dgn tangan atau kainnya
sambil merendahkan suaranya. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.” [HR.
Tirmidzi No.2669].
74
DAFTAR PUSTAKA
75