Anda di halaman 1dari 64

LANGKAH 1

1) Skenario
Batuk
Seorang perempuan, berusia 23 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan batuk berdarah sejak 3 hari yang lalu. Bautk sudah dirasaka sejak 3
minggu yang lalu. Keluhan lain badan panas dan disertai berkeringat terutama
pada malam har serta berat badan menurun.
Peemeriksaan fisik: komposmentis, TD 110/80 mmHg, nadi 80x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 37. Bentuk badan stenikus dengan berat badan
43kg. Apek paru kanan terdapat suara nafas bronchial da nada ronki basah
kasar.
Untuk menegakkan diagnosis pasti dokter menyarankan untuk dilakukan
pemeriksaan BTA 3x sewaktu/pagi/sewaktu dan foto toraks
Diagnossi sementara berdasarkan data yang ada adalah TB paru tersangka.

 Kata sulit:
1. Badan Astenikus
Bentuk tubuh kurus, tinggi, dada rata/ekung, angulus costae tidak
dapat tumbuh dengan baik.

2. Komposmentis
Kesadaran normal

3. Ronki basah kasar


Suara nafs tmbahan berupa, fibrasi terputus-putus.

4. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan makroskopis bakteri tahan asam, penyakit
tuberculosis pada dahak.

5. Batuk berdarah
Ekspektorasi darah akirbat pada saluran nafas bagian
bawah/perdarahan yang kelur melalui saluran nafas bawah.

 Pertanyaan sementara
1. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan selain BTA?
2. Mengapa dapat terjadi batuk berdarah?
3. Apa saja factor risiko yang menyebabkan TB?
4. Bagaimana karakteristik kuman TB?
5. Bagaimana cara penularan kuman TB?
6. Bagaimana tatalaksana farmako TB?
7. Komplikasi yang terjadi?
8. Pencegahan yang dilakukan?
9. Apa saja gejalanya?
10. Apa saja klasifikasi dari TB paru?

1
11. Kenapa ditemukan keringat pada malam hari?
12. Apakah berat badan menurut salah satu dari gejala TB paru?
13. Kenapa harus dilakukan pemeriksaan BTA 3x?
14. Kenapa waktunya sewaktu/pagi/sewaktu?
15. Kenapa disebut TB paru tersangka?
16. Dalam penegakkan diagnosis apakah tidak cukup dengan pemeriksaan
BTA?
17. Pada foto toraks apa saja yang dilihat untuk menegakkan diagnosis?

 Jawaban Sementara
1. Pemeriksaan:
 Foto toraks:
- Hasil ada fibrotic
- Kalsifikasi
- Penebalan pleura
 Sputum: 2-3 spesimen
 Kultur jaringan (Histologi)
 Pemeriksaan darah: LED & leukositosis
 Pemeriksaan BACTEC: Mendeteksi asam lemak yang akan
menjadi karbondioksida
 Skin test: mantoux
 PCR: deteksi DNA M.tuberculosis
 Pemeriksaan kultur BTA
2. Batuk berdarah: lisis pada alveoli
3. Factor:
 Tempat tinggal di pemukiman yang padat
 Alcohol
 Perokok
 Sistem imun menurun (Pasien HIV/AIDS)
 Status ekonomi
 Riwayat kontak langsung(droplets)
4. M.tuberkulosi:
 Aerob obligat
 Tidak tahan panas
 Biakan akan mati jika terkena sinar matahari langsung
 Dalam dahak akan bertahan 20-30 jam
 Pada suhu kamar akan bertahan 6-8 bulan
 Banyak ditemukan pada apex paru
5. Salah satunya droplets
6. Farmakologi:
 Gol 1: pirazinamid, etambunol
 Gol 2: kanamycin, amikacyn, capreomycin
 Gol 3: fluorokuinolon, levofloksasin, mefokfloksasin
 Gol 4: paraaminosa (PAS), cyclosernic, etionamida
 Gol 5: linezolide, amoksilin/klavuanat, amoksisilin,klofazimine
7. Komplikasi
 Dini: pleuritis, efusi pleura, emfisema, laryngitis

2
 Stadium lanjut: hemoptysis massif. Kolabs lobus, bronkiektasis,
pneumotoraks spontan, penyebaran infeksi ke organ lain.
8. Proteksi paparan TB:
 Batuk: ditutup memakai sapu tangan
 Menurunkan konsentrasi bakteri:
- Ventilasi baik
- Mengggunakan penyaring udara
 Pakai masker
 Menjaga daya tahan tubuh
 Saat meludah: pada tempat tertentu yang dapat diberikan
desinfektan
 Ruangan cukup sinar matahari
9. Gejala:
 Respiratori:
- Batuk >3minggu
- Batuk berdarah
- Sesak nafas
- Nyeri dada
 Sistemik:
- Berat badan menurun karna adanya anoreksia
- Demam+keringat pada malam hari
- Dada abnormal:nafas bronchial
- Anoreksia: penurunan nafsu makan
10. Hasil pemeriksaan:
 TB paru +:
- 2/3 spesimen positif
- Satu specimen dahak+pemeriksaan radiologi (TBC aktif)
 TB paru -:
- 3 spesimen dahak BTA –
- Foto radiologi TBC aktif
 Riwayat pengobatan sebelumnya: kasus baru, kasus kambuh, kasus
putus obat, kasus gagal, kasus perpindahan, dan kasus lain.
11. Salah satu gejala dari TB paru
12. Iya, karena ada anoreksia (nafsu makan berkurang) jadi berat badan
akan menurun
13. Untuk lebih akurat pada hasilnya
14. Lebih efesien waktu, dan dahak lebih banyak pada pagi hari.
15. Masih sementara
16. Untuk pemeriksaan satu specimen, ditambah dengan foto toraks
(rontgen) lebih efektif
17.

3
2) Hipotesa
TB paru disebabkan oleh infeksi M.tuberculosis dikarenakan factor
lingkungan seperti, lembab, kurang cahaya matahari, dll. Dapat
menyebabkan gejala: demam, batuk berdarah, keringat malam hari, dll.
Untuk menegakkan diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan BTA, foto
rontgen, dll. Ditangadi dengan OAT, penegahan dilakukan dengan
menyediakan ventilasi baik, etika batuk yang baik. Jika tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan komplikasi dini dan stadium lanjut

3) Sasaran Belajar
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah
1.1.1. Makroskopis
1.1.2. Mikroskopis
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah
LO.3. Memahami dan menjelaskan Karekteristik M. tuberculosis
3.1. Morfologi
3.2. Struktur Dinding Sel
LO.4. Memahami dan menjelaskan TB paru
4.1. Definisi
4.2. Etiologi
4.3. Klasifikasi
4.4. Epidemiologi
4.5. Patofisiologi
4.6. Manifestasi Klinis
4.7. Penegakkan Diagnosis
4.8. Diagnosis Banding
4.9. Tatalaksana
4.10. Pencegahan
4.11. Komplikasi
4.12. Prognosis
LO.5. Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah Pemberantasan
TB Paru
5.1.Tujuan
5.2. Sasaran dan Target
5.3. Program Pemerintah
5.4. Peran PMO
LO.6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk

LANGKAH II

Belajar Mandiri

4
LANGKAH III

L.O.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah

1.1.Makroskopis
Sistem pernapasan melibatkan rongga hidung, nasofaring, orofaring, dan bagian
atas laryngo-pharynx, larynx, trachea, bronchi, dan cabang-cabang pulmonal
bronchi tersebut

1. Trakea

Trakea adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak
di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area
vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah
menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin
kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat
dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus. Trakea juga dilapisi oleh
epithelium respiratorik yang mengandung banyak sel goblet.

 Persarafan trachea
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus
laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini
mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi
trachea.

5
2. Bronkus

Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus
dibandingkan bronkus primer kiri karena arcus aorta membelokkan trachea
bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trachea kemungkinan
ditempatkan dalam bronkus kanan. Setiap bronkus primer bercabang 9-12
kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang
semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago
mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai
memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur mendasar
dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya
bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik, duktus
alveolar, dan alveoli.

Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior
berbentuk membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus
dextra lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan bronchus
sinistra, hal ini disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen
bronchus sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8
buah cincin dan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah
cincin
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah,

6
sedangkan bronchus sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan
lebih curam dari yang kiri.

Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah
masuk ke bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang
disebut bronchitis.

 BRONCHI
1) Bronchi Principales/ Primer/ I dexter, bercabang 3:
1. Bronchus Lobaris Superior Dexter, bercabang 3 segmen:
• Bronchus segmentalis apicalis
• Bronchus segmentalis posterior
• Bronchus segmentalis anterior

2. Bronchus Lobaris Medius Dexter, bercabang 2 segmen:


• Bronchus segmentalis lateralis
• Bronchus segmentalis medialis

3. Bronchus Lobaris Inferior Dexter, bercabang 5 segmen:


• Bronchus segmentalis superior
• Bronchus segmentalis basalis medialis
• Bronchus segmentalis basalis anterior
• Bronchus segmentalis basalis lateralis
• Bronchus segmentalis basalis posterior

2) Bronchi Principales/ Primer/ I sinister, bercabang 2:


1. Bronchus Lobaris Superior Sinister, bercabang menjadi 2 segmen:
a. Segmen atas:
• Bronchus segmentalis apicoposterior
• Bronchus segmentalis anterior

b. Segmen bawah:
• Bronchus lingularis superior
• Bronchus lingularis inferior

2. Bronchus Lobaris Inferior Sinister, bercabang menjadi 5 segmen:


• Bronchus segmentalis superior
• Bronchus segmentalis basalis medialis
• Bronchus segmentalis basalis anterior
• Bronchus segmentalis basalis lateralis
• Bronchus segmentalis basalis posterior

3. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping

7
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut
pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada
yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura
parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura
berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga
pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

Saluran napas terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian
konduksi adalah bagian yang menyalurkan gas/ udara baik di luar maupun
di dalam paru yang menghantar udara ke dalam paru untuk respirasi. Bagian
konduksi sistem pernapasan terdiri atas rongga hidung, farings, laring,
trakea, bronki ekstrapulmonal, dan sederetan bronki dan bronkioli
intrapulmonal dengan diameter yang makin kecil dan berakhir pada
bronkioli terminalis. Untuk menjamin agar saluran napas yang lebih besar
selalu terbuka, maka saluran ini ditunjang oleh tulang rawan hialin.
Bagian respirasi adalah lanjutan distal bagian konduksi dan terdiri atas
saluran-saluran napas tempat berlangsung pertukaran gas atau respirasi
yang sebenarnya. Bronkiolus terminalis bercabang menjadi bronkiolus
respiratorius yang ditandai dengan mulai adanya kantong-kantong udara
(alveoli) berdinding tipis. Bronkiolus respiratorius adalah zona peralihan
antara bagian konduksi dan bagian respirasi. Respirasi hanya dapat

8
berlangsung di dalam alveoli karena sawar antara udara yang masuk ke
dalam alveoli dan darah vena dalam kapiler sangat tipis. Struktur
intrapulmonal lain tempat berlangsung respirasi adalah duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli. Jadi unit funsional paru adalah alveoli.

 Perdarahan organ paru


Yang mendarahi organ paru adalah a. brochialis cabang aorta
thoracalis dan vena bronchialis mengalirkan darah ke v. azygos dan
v. hemiazygos.

 Persarafan paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus
symphaticus (th 3,4,5) dan serabut parasymphaticus dari n. vagus.
1) Serabut symphaticus: truncus symphaticus kanan dan kiri
memberikan cabang-cabang pada paru membentuk “plexus
pulmonalis” yang terletak di depan dan di belakang bronchus primer.
Fungsi saraf symphatis untuk relaksasi tunica muscularis dan
menghambat sekresi bronchus. Biasa diberikan pada penderita
asthma bronchiale karena menyempitkan lumen bronchus.
2) Serabut parasymphaticus: nervus vagus kanan dan kiri juga
memberikan cabang-cabang pada plexus pulmonalis ke depan dan ke
belakang. Fungsi saraf parasimpatis untuk kontraksi tunica
muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi
bronchus.

 Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis :


1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis :
Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf.
2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis :
2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus.

 Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur :


1. impresio cardiaca.
2. sulcus vena cava.
3. sulcus aorta thoracalis.
4. sulcus oesophagia

4. Bronkus
Bronchus merupakan cabang batang tenggorokan. Cabang pembuluh napas
sudah tidak terdapat cicin tulang rawan. Gelembung paru-paru, berdinding
sangat elastis, banyak kapiler darah serta merupakan tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida (Pearce, 1995). Kedua bronkhus
yang terbentuk dari belahan dua trakhea pada ketinggian kirakira vertebra

9
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Bronkhusitu berjalan ke bawah dan ke samping ke
arah tampuk paru-paru. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkhus lobus atas, cabang
kedua timbul setelah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkhus
lobus bawah. Bronkhus lobus tengah keluar dari bronkhus lobus bawah.
Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa
cabang yang berjalanke lobus atas dan bawah (Pearce, 1995:214)
5. Alveolus
Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa
gelembung-gelembung udara. Dindingnya tipis, lembap, dan berlekatan erat
dengan kapiler-kapiler darah. Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium
pipih dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara.
Adanya alveolus memungkinkan terjadinya perluasan daerah permukaan
yang berperan penting dalam pertukaran gas O2 dari udara bebas ke sel-sel
darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara ( Purnomo. Dkk, 2009). Menurut
Hogan (2011), Membran alveolaris adalah permukaan tempat terjadinya
pertukaran gas. Darah yang kaya karbon dioksida dipompa dari seluruh
tubuh ke dalam pembuluh darah 17 alveolaris, dimana, melalui difusi, ia
melepaskan karbon dioksida dan menyerap oksigen.

1.2. Mikroskopis
1. Epiglottis
Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior
laring berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis
adalah sepotong tulang rawan (elastis) epiglotis sentral. Epiglotis memiliki
2 permukaan:
- Permukaan lingual yang menghadap ke lidah ( epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk)
- Permukaan laryngeal yang menghadap ke laring (epitel

10
berlapis gepeng yang tipis dari permukaan lingual menjadi
epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet)
2. Trakea
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen
fibroelastis dan berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada
periostium dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C
ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan muskulus
memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen
trakea akibat bekerjanya refleks batuk.

Trakea memiliki 3 lapisan:


1) Mukosa
2) Submucosa
3) Adventisia ( cincin c terlertak diantara lap adventisia )
Berbentuk tabung panjang 12 cm, diameter 2 cm mulai dari tulang

11
rawan krikoid di laring dan berakhir ketika bercabang dua menjadi
bronkus primer.

3. Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan


sedikit sel goblet. lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot
polos. sedikit kelenjar seromukous dan kartilago lebih pipih

Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior
berbentuk membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus
dextra lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan bronchus
sinistra, hal ini disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen
bronchus sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8
buah cincin dan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah
cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah,
sedangkan bronchus sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan
lebih curam dari yang kiri.

Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah
masuk ke bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang
disebut bronchitis.
 Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax
bersilia dengan beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria,
terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya epitelnya selapis
kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel
clara yang menghasilkan surfaktan.

4. Bronkus primer
Bronkus primer terdiri dari dextra dan sinistra. Bronki ini dilapisi oleh epitel
bertingkat semu silindris bersilia, lamina propria tipis jaringan ikat halus
dengan banyak serat elastin dan sedikit limfosit. Duktus dari kelenjar

12
bronchial submukosa melalui lamina propria untuk bermuara ke dalam
lumen bronkus. Selapis tipis otot polos mengelilingi lamina propria.
Submukosa mengandung kelenjar serosa, mukosa, atau asini mukoserosa.
Lempeng tulang rawan tersebar rapat mengelilingi perifer bronkus. Di
antara lempeng tulang rawan, jaringan ikat submukosa menyatu dengan
adventsia yang tebal. Pembuluh bronchial yang tampak pada jaringan ikat
bronkus mencakup sebuah arteriol, sebuah venul, dam kapiler.

5. Bronkus terminalis
Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak
bersilia) terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan
lamina propia tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.

6. Bronkus respiratorius
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid,
memiliki sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos. Pada bagian
proksimalnya terdapat silia, namun hilang di bagian distal bronkiolus
respiratorius. Sebuah duktus alveolaris muncul dari bronkiolus respiratorius
dan banyak alveoli bermuara ke dalam duktus alveolaris. Pada setiap pintu
masuk ke alveolus terdapat epitel selapis gepeng.

13
7. Duktus Alveolaris, Alveolis Paru
 Duktus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk
kerucut.Epitel selapis gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh
jaringan fiboelastis. Alveoli dipisahkan septum interalveolaris. Dari
ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus
alveolaris. Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara
bersama membentuk ruangan serupa rotunda yang disebut atrium.
 Alveolis paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis
gepeng yang sangat tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga
menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan disitu banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan. Selain itu terdapat
juga sel epitel yang berbentuk kuboid yaitu sel saptal, yang di dalam
lumennya terdapat sel debu. Sel debu agak besar dan di dalam
sitoplasmanya biasanya terdapat partikel debu.
Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2
lapis epitel gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin,
kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding alveoli yang berdekatan
terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum
Intralveolaris.

14
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan
dgn mikroskop electron:
1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95
% dinding alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk
kubis, inti bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen,
sitoplasma mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak
besar inti bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah
memfagosit) /bergranula tanpa vakuola(mitosis dri makrofag).

Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

Struktur tambahan:
Struktur merupakan struktur penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya
sistem pernafasan itu sendiri. Struktur tambahan terdiri dari tiga, yaitu:
a) Dinding toraks terdiri dari:
 Tulang pembentuk rongga dada, terdiri dari tulang iga (12 buah),
vertebra torakalis (12 buah), sternum (1 buah), klavikula (2 buah),
dan skapula (2 buah).

15
 Otot pernafasan, menurut kegunaannya terbagi menjadi tiga, yaitu:
 Otot inspirasi utama
 M. interkostalis ekternus
 M. interkartilaginus parasternal
 Otot diafragma
 Otot inspirasi tambahan
 M. sternokleidomastoideus
 M. skalenus anterior
 M. skalenus medius
 M. skalenus posterior
 Otot ekspirasi tambahan, diperlukan ketika ada serangan
asma yang membutuhkan pernafasan aktif, terdiri dari:
 M. interkostalis interna
 M. interkartilaginus parasternal
 M. rektus abdominis
 M. oblikus abdominis ekternus.

b) Diafragma, suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang


memisahkan rongga toraks dengan rongga abdomen sehingga diafragma
menjadi dasar dari rongga toraks.
Pleura, dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal.
Pembungkus ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pleura viseralis
yang melapisi paru dan pleura parietalis yang melapisi dinding dalam
hemitoraks. Di antara kedua pleura ini terdapat ruang potensial yang
berisi cairan yang dapat memisahkan lapisan pleura viseralis dan pleura
parietalis agar tidak saling bersinggungan atau berlengketan.

16
LO.2. Memaham dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan Bawah

a. Pernafasan Paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paruparu. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada
waktu bernapas, masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari
darah, oksigen kemudian menembus membran, diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Karbondioksida merupakan hasil buangan di dalam paru yang menembus
membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus
berakhir sampai pada mulut dan hidung. Pernapasan pulmoner (paru)
terdiri atas empat proses yaitu:
1. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen
masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh
masuk ke paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan
jumlah yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen
(Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin,2006).

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika


konsentrasinya dalam darah merangsang pusat pernapasan pada otak,
untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah
(hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari seluruh tubuh
masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke
paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna ( Pearce, 2007;
Silverthon, 2001; Syaifuddin,2006)

17
b. Pernafasan Sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan. Pergerakan gas O2 mengalir dari
alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir
dari jaringan ke alveoli. Jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan
dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut
dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin).
Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia
reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi
senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan
O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2
dalam darah mnjadi 17 kali (Pearce, 2007; Silverthon, 2001;Syaifuddin,
2006).

Pengangkutan oksigen ke jaringan. Sistem pengangkutan O2 dalam


tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk
ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru,
pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan
kapasitas pengangkutan O2 dalam darah. Aliran darah bergantung pada
derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam
darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas
(daya tarik) hemoglobin (Pearce, 2007; Silverthon, 2001;Syaifuddin,
2006).
Transpor oksigen melalui lima tahap sebagai berikut:
1. Tahap I: oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu
kita menarik napas, tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159
mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi
udara atmosfer, tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg. 2)
2. Tahap II: darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk
mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini
terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya
perbedaan tekanan parsial itu apabila sampai pada pembuluh kapiler
yang berhubungan dengan membran alveoli maka oksigen yang

18
berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh
kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam
pembuluh menjadi 100 mmHg.
3. Tahap III: oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah
diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen
yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian
terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin
dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung
pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke
jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.
4. Tahap IV: sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen
dibawa melalui cairan interstisial dahulu. Tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam
pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen
dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi
oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.
5. Tahap V: tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20
mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel.
Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolisme yaitu
reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat,
lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi (Pearce,
2007).

Reaksi hemoglobin dan oksigen. Dinamika reaksi hemoglobin sangat


cocok untuk mengangkut O2. Hemoglobin adalah protein yang terikat
pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro.
Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan
arah) dengan satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga
reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi (Pearce, 2007; Silverthon,
2001; Syaifuddin, 2006).

Transpor karbondioksida. Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali


kelarutan O2 sehingga terdapat lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam

19
larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat
mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhydrase
(berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma.
Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui
kapiler-kapiler jaringan. Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah
beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk
senyawa karbamino (senyawa karbondioksida). Besarnya kenaikan
kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih antara garis
kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam
darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2
(Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin, 2006) .

c. Inspirasi
 diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah, dan
mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot
interkosta eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang
mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan
serta ke depan dan ke belakang.
 Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut
mengembang. Tekanan intrapleura menjadi makin negatif karena
terbentuk isapan singkat antara membran pleura. Perlekatan yang
diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral
untuk mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-
paru.
 Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun
di bawah tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus
mengalir melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli.
Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan intrapulmonal
sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal.
Tentu saja inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang
disebut sebagai napas dalam. Pada napas dalam diperlukan
kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih

20
mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya
udara lebih banyak.
d. Ekspirasi
 Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika
diafragma dan otot-otot interkosta rileks. Karena rongga dada
menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan ikat
elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga
mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan
intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong ke luar
paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.
 Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang
memerlukan kontraksi otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah
proses yang pasif, bergantung pada besarnya regangan pada
elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam
kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk
inhalasi tetapi tidak untuk ekshalasi
 Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas
normal, seperti ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup
balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses aktif yang
membutuhkan kontraksi otot-otot lain.

 Mekanisme batuk
1. Fase Iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus d laring,
trakea, bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk.Batuk juga timbul bila
reseptor batuk dilapisan faring dan esophagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase Inspirasi Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru-paru.
3. Fase Kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis dan batuk
dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi

21
mampu meningkatkan tekanan intrathoraks walaupun glotis tetap
terbuka.
4. Fase Ekspirasi Pada fase ini glottis terbuka secara tiba-tiba akibat
konst\raksi aktif otot-otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluarana
udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai
dengan pengeluaran benda – benda asing dan bahan –bahan lain.
Gerakan glotis, otot – otot pernafasan, dan bronkus sangat penting
dalam mekanisme batuk karena merupakan fase batuk yang
sesungguhnya. Suara batuk bervariasi akibat getaran secret yang ada
dalam saluran nafas atau getaran pita suara (Guyton, 2008)

LO.3. Memahami dan Menjelaskan Karekteristik M. tuberculosis

3.1. Morfologi

Mycobacterium tuberculosis panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya antara 0,3


sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37 dengan
tingkat PH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua
(generation time) kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Secara eksperimental,
populasi M. tuberkulosis di dalam lesi dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan
yaitu:

 Polulasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak
dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam
lesi yang pHnya netral.
 Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada
dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang
melindunginya terhadap obat antituberkulosis tertentu.
 Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam
keadaan dormant hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja
kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat,
kuman jenis ini bnayak terdapat dalam dinding kavitas.
 Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant
sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti-

22
tuberkulosis. Jumlah populasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan
oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia sendiri.

Bila kuman tuberkulosis kontak dengan obat anti TB, maka


pertumbuhannya akan amat melemah dalam 2 atau 3 hari, dan kemudian
aktif kembali. Masa dua atau tiga hari ini disebut lag phase, dan ini
merupakan dasar mengapa obat tuberkulosis dapat diberikan secara
intermitten dua atau tiga kali perminggu. Selain itu, dalam suatu populasi
kuman sejak awal telah ada sebagian yang resistan terhadap satu jenis obat.
Bila pada populasi itu hanya diberi satu jenis obat saja maka kuman yang
sensitif akan turun jumlahnya, dan kuman yang resistan akan naik, sehingga
setelah beberapa waktu populasi kuman telah berubah menjadi menjadi
kuman yang resistan saja isinya. Hal inilah yang disebut fall and rise
phenomena, dan menjadi salah satu dasar mengapa kita harus memberikan
beberapa obat sekaligus pada penderita tuberkulosis. (Aditama, 2002)

3.2. Struktur Dinding Sel


Dinding sel mikobakteria sangat kaya lipid (sampai dengan 60% dari
total massa dinding sel), dan dari urutan genom M. tuberculosis terungkap
bahwa sebagian besar gen dikhususkan untuk produksi dan metabolisme
lipid. Beberapa komponen dinding sel M. tuberculosis seperti cord factor
lipoarabinomannan (LAM) dan asam mikolat menjadi salah satu faktor
pendukung proses virulensi dan penggangguan respon imun dari host,
sedangkan komponen lain, misalnya Arabinogalaktan dan peptidoglikan
memiliki peran lebih pada struktur M. tuberculosis. Hal ini menunjukkan
pentingnya regulasi dinding sel baik untuk pertumbuhan, virulensi dan
bahkan basil ini mampu mengubah komposisi dinding sel mereka sebagai
respon terhadap perubahan lingkungan (Goude dan Parish, 2008).
Komponen utama dari dinding sel mikobakteria adalah lapisan
mycolylarabinogalactan-peptidoglycan (Gambar 2.1). Stuktur dinding sel
ini terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan, peptidoglikan
terletak di luar membran plasma yang secara kovalen terkait dengan

23
arabinogalaktan (AG), pada akhirnya akan teresterifikasi dengan asam
mikolat. Polimer ini (mycolylarabinogalactan-peptidoglycan) membentuk
kerangka struktural dari dinding sel serta membentuk barier hidrofobik yang
bertanggung jawab atas resistensi intrinsik mikobakteria ke sejumlah
antibiotik. Lapisan ini merupakan bagian penting dari struktur sel, dan telah
terbukti terdapat sejumlah enzim penting dalam proses sintesisnya (Sacco
et al., 2007; Amin et al., 2008).

LO.4. Memahami dan Menjelaskan TB Paru

4.1. Definisi

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti
tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk, bersin atau bicara

4.2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah M. tuberculosis. Ada dua macam


mycobacterium tuberculosis yaitu tiope human dan tipe bovin. Basil tipe buvin
berada dalam susu sapi yang menderita mastitis. Tuberculosis usu. Basil tipe human
bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC
terbuka dan orang yang rentan TBC ini akan terinfeksi bila menghirup bercak ini.
Mycobacterium tuberculosis ini merupakan anggota genus mycobacterium.
Keluarga mycobacterium yag berkaitan dengan masalah di masyarakat adalah
M.bovis, M.lapae, dan M.tuberculosis. sebagan bakteri tuberculosis menyerang
organ paru (90%), tetapi juga mengenai organ lain (Price dan Wilson, 2005).

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbetuk batang dan


memiliki sifat kusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai bakteri Tahan Asam ( BTA ) (Depkes RI,2007). Pada tahun

24
1982 robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis
untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab

TB paru (Zulkifli,2007).

Ada beberapa factor yang menyebabkan TB paru, menurut Tambayong


(2000; dalam Kuniasih, 2014) factor yang mempengaruhi TB paru diantaranya:

1. Umur
Beberapa factor risiko penyakt tuberculosis di Amerika yaitu ukur, jenis
kelamin, ras, asal Negara bagian, dan infeksi HIV/AIDS. Dari hasil
penelitian di New York pada panti orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa mendapatkan infeksi tuberculosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai degan umur. Insiden tuberculosis paru pada usia
dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan (75%) penderita TB Paru
adalah usia produktif 15-50 tahun (Corwin, 2019; dalam Tampubolon,
2012).
2. Jenis kelamin
Di benua Afrika tuberculosis banyak menyerang laki-laki. Pada tahun
1996 jumlah penderita TB paru pada laki-laki hampir dua kali lipat dari
penderita TB paru wanita, yaitu 42.3% pada laki-laki dan 28,9% pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru pada laki-laki
cenderung meningkat pada 2,5% sedangkan pada paru wanita menurun
0,7%. (Corwin, 2009; dalam Tampubolon, 2012).
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit Tuberculosis.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan factor risiko yang harus dihadapi dengan
masing-masing individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang
berdebu partikel paparan debu didaerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan saluran pernafasan. Terutama terjadinya gejala
gangguan pernafasan dan umumnya TB paru.

25
5. Kebiasaan merokok
Merokok mempunyai hubungan dengan meningkatkan faktor risiko
kanker paru-paru, penyakit jantung coroner, bronchitis kronic dan
kanker kandung kemih. Perokok juga dapat meingkatkan factor risko
TB paru ebanyak 2,2 kali. (Achmadi,2005)
 Pada cabang bronkus terdapat sel silia yang berfungsi sebagai
penyaring partikelpartikel udara dengan ukuran partikel sekitar
0,5–5 μm, namun pada perokok, sel silia mengalami kerusakan
sehingga mekanisme pertahanan menjadi terganggu yang
berakibat terjadinya proses inflamasi dan penyempitan saluran
napas. Radikal bebas pada asap rokok yang masuk ke dalam
saluran napas secara langsung dapat mengganggu mekanisme
pertahanan antioksidan tubuh serta dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan atau oksidasi pada lipid, protein dan DNA
pada sel.
 Kerusakan sel-sel silia pada saluran napas akan mengakibatkan
terjadinya hipersekresi mukus sehingga menyebabkan
penyempitan saluran napas (Russi et al, 2013).
 Mukus berfungsi untuk melapisi lumen saluran napas dan pada
kondisi normal juga dapat melindungi epitel saluran napas
terhadap alergen yang dihirup, pembersihan benda asing dan
agen infeksi yang masuk ke saluran napas (Hayashi, 2012).
Sumber utama sekresi lendir pada saluran pernapasan adalah sel
goblet pada epitel permukaan dan sel mukosa pada kelenjar
submukosa.
 Tar yang ada di dala asap rokok menyebabkan kejerihan mukosa
silia yang digunakan sebagai mekanisme pertahanan utama
melawan infeksi. Silia juga dapat memperbaiki menempelnya
bakteri pada sel epitel pernapasan yang hasilnya adalah
kolonisasi bakter dan infeksi.
6. Status gizi

26
Pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan
respon immonologik terhadap penyakit, status gizi, ini merupakan factor
yang penting dalam terjadinya tuberculosis paru. (Isselbacher, 2009;
dalam Tresnaaty, 2012).
 Cara penularan
Penularan TB paru terjadi akibat paparan dari TB paru denan BTA positif,
yaitu pada waktu pasien batuk atau bersin yang akan menyebarkan kuman
ke udara lewat percikan ludah (droplet). Droplet yang mengandung kuman
akan bertahan beberapa jam pada suhu kamar. Orang akan terinfeksi apabila
terhirup droplet yang mengandung kuman tadi dan apabila daya tahan
tubuhnya sedang turun, (Guyton, 2008). Daya peularan droplet dari
seseorang ditentukan berdasarkan banyaknya kuman yang dikeluarkan
melalui paru-parunya. Makin tinggi derajat positif dari hasil peemriksaan
dahak secara mikroskopis semakin mudah untuk menularkan. Bila
pemeriksaan dahak tersebut negatf maka pada pasien tersebut tidak
menular, dari seseorang yang terinfeksi ditentukan berdasarkan banyaknya
droplet yang mereka hirup dan lamanya menghirup udara tersebut.

4.3. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak pada TB paru:
1) Tuberculosis BTA postif:

27
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
Tb positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif
harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
tetapi kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default ) Adalah pasien yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
(Depkes RI, 2006)

28
4.4. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002,
dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu
orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara
yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.

Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah


kasus TB setelah India dan China. TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian
dan penyebab utama agen infeksius. Di tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3
juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang dengan HIV negatif dan
terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-335.000) di antara
orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru (rentang, 9-
11 juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.

4.5. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli

29
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun


tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah
dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons
berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh
tuberkel.

30
 Pathogenesis
Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu
batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler
(percikan dahak)
1. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib
sebagai beriku:
e. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
(restitution ad integrum)
f. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain
sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
g. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar
kesekitarnya.
 Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.

31
 Penyebaran secara bronkogen, baik di paru
bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan.
 Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti itu berkulosismilier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran
ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya,misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan:
 Sembuh dengan meninggalkan sekuele
(misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ).
 Meninggal. Semua kejadian diatas adalah
perjalanan tuberkulosis primer.
2. Infeksi Post Primer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut

32
 Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacatSarang
tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
 Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan
keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut
akan menjadi:
 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni
baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola
perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
 Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan
disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair
lagi dan menjadi kaviti lagi.
 Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).

4.6. Manifestasi Klinis

Gejala klinik Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

a. Gejala respiratorik
 Batuk ≥ 3 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas

33
 Nyeri dada selama lebih dari 3 minggu

Semua gejala tersebut diatas mungkin disebabkan penyakit lain, tetapi bila terdapat
tanda-tanda yang manapun diatas, dahak perlu dilakukan pemeriksaan
(Crofton,2002).

b. Gejala sistemik
 Keadaan umum, kadang-kadang keadaan penderita TB paru sangat
kurus, berat badan menurun, tampak pucat atau kemerahan.
 Demam, penderita TB paru pada malam hari kemungkinan
mengalami kenaikan suhu badan secara tidak teratur
 Nadi, pada umumnya penderita TB paru meningkat seiring dengan
demam.
 Dada, seringkali menunjukkan tanda-tanda abnormal. Hal paling
umum adalah krepitasi halus dibagian atas pada satu atau kedua
paru. Adanya suara pernafasan bronchial pada bagian atas kedua
paru yang menimbulkan wheezing terlokalisasi disebabkan oleh
tuberkulosis (crofton, 2002 ).

4.7. Penegakkan Diagnosis

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada
pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama
pada kasuskasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada
TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otototot interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi
pleura sehingga paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan,
perkusi memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah
sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering
asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan

34
radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif
(Bahar, 2007).
 Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru
tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor
paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak- bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut
tuberkuloma (Depkes RI, 2006).

Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan


densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada
satu bagian paru. Gambaran TB milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang
sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun
atelektasis dan emfisema.

 Pemeriksaan BACTEC
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3
kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
- Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

35
- Dahak Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara:
 Mikroskopik:
- Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan
Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett
- Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
 Biakan:
Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis
dengan metode konvensional ialah dengan cara :
- Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
- Agar base media : Middle brook Melakukan biakan
dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk
mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik
dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul
 Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang
dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
 Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah
teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini

36
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah
cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian
dalam pelaksanaannya.
 Pemeriksaan serologi dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi
yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan
(LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam
serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat
antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai
yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul
perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan
mudah
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi
d. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT
tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi
M.tuberculosis dalam serum.
 Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.

37
 Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
 Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan
trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi
paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ
lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus
(BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru

Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada


jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma
dengan perkejuan
 Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
 Uji tuberculin
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux ( pernyuntikan intrakutan )
dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang dipakai

38
adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar,
2007):
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity.
b. Indurasi 6-9 mm: Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di
sini peran antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan low grade sensitivity.
Di sini peran kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi > 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di
sini peran antibodi seluler paling menonjol.

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di


daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini
akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang
dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang
didapat besar sekali atau bula.

Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada


malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat
menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak
langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi
tubuh yang analog dengan:
a. reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena
infeksi atau
b. status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari
basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).

39
4.8. Diagnosis Banding
Pneumonia Pneumonia Aspirasi Abses Paru Bronkiektasis
Definisi penyakit infeksi komplikasi dari Infeksi destruktifSuatu penyakit
yang menyerang aspirasi paru (proses berupa les nekrotik
yang ditandai
paru, sehingga terbawanya bahan pada jaringan parudengan adanya
menyebabkan yang ada di yang terlokalisir dilatasi (ektasis)
kantung udara di orofaring pada saat sehingga membentukdan distorsi
dalam paru respirasi ke saluran kavitas yang berisi
bronkus lokal
meradang dan nafas bawah) yang nanah (pus/nekrotik
yang bersifat
membengkak. dapat menimbulkan debris) dalam patologis dan
kerusakan parenkim parenkim paru padaberjalan kronik,
paru. satu lobus atau lebih.
presisten,
ireversibel.
Etiologi S. Pneumonia S. Pneumonia, S. S. Aureus, S. Belum diketahui
Aureus, H. Pyogenes, Clostridium dengan jelas,
Influenza. Barati. namun biasanya
timbul secara
kongenital
maupun di dapat.
Manifestas Batuk berdahak, Sesak nafas, nyeri Tidak nafsu makan, Batuk berdahak
i Klinis sesak nafas, dada, batuk kering untuk yang tidak
demam, mengigil. napas pendek waktu yang lama kunjung berhenti,
mengeluarkan suara dapat menjadi batuk dahak berwarna
mengi, napas bau, berdarah, keringat kuning
mudah merasa malam, demam pucat/bening,
lemas, mengeluarkan intermitten, sesak nafas.
keringat berlebih,
sulit menelan
makanan atau
minuman, batuk
dengan dahak
berwarna hijau, bau
tidak sedap, atau
disertai darah, dan
kulit membiru.

4.9. Tatalaksana
 Non-Farmako
1. Konseling mengenai Tuberculosis.
2. Konseling untuk melakukan control rutin dan mengambil obat di puskesmas
3. Konseling mengenai jadwal pemeriksaan darah.
4. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.

40
5. Konseling untuk mengalihkan stress pisikososial dengan hal-hal yang
berifat positif.
6. Edukasi mengenai gaya hidup sehat dan fungsi dari ventilasi rumah.

 Farmakologi
Pengobatan Tuberculosis memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan
agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Obat yang digunakan
untuk Tuberculosis , yaitu :
1. Obat Primer ( Lini Pertama)
a. Isoniazid (INH)
 Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid.
Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang
tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel
dengan mudah.
 Mekanisme kerja : menghambat biosintesis asam mikolat
(mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium.
 Farmakokinetik : mudah diabsorbsi pada pemberian oral
maupunparenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua
cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin
dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk
metabolit.
 Efek samping : reaksi hipersensitivitas menyebabkan
demam, berbagaikelainan kulit. Neuritis perifer paling
banyak terjadi. Mulut terasa kering,rasa tertekan pada ulu
hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin. Efek
samping ringan dapat berupa tanda-tanda kesemutan, rasa
terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari
atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek

41
samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat
atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
pedoman TB pada keadaan khusus
 Sediaan dan posologi : terdapat dalam bentuk tablet 50, 100,
300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-
kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam
dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB,
maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan
10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti
bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun
dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan
secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kgBB/hari.
b. Rifampisin
 Aktivitas antibakteri : menghambat pertumbuhan berbagai
kuman gram-positif dan gram- negatif.
 Mekanisme kerja : terutama aktif terhadap sel yang sedang
tumbuh.Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA
polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain
dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA.
 Farmakokinetik : pemberian per oral menghasilkan kadar
puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari
saluran cerna, obat ini cepat. Diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik.
Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi
keseluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ
dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin
dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum,
air mata, dan keringat
 Efek samping :

42
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik ialah:
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan
nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak
nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
 Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi
hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok
dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini
terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya
telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak
napas Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata, air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada penderita agar dimengerti dan tidak
perlu khawatir.
 Sediaan dan posologi : tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg
dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta
suspensi yangmengandung 100 mg/5mL rifampisin.
Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid.
Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum
makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang
dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450

43
mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60
mg/hari. Untuk anak- anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari
dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
c. Etambutol
 Aktivitas antibakteri : menghambat sintesis metabolit sel
sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya
aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik
 Farmakokinetik : pada pemberian oral sekitar 75-80%
diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar
darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat
ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
 Efek samping jarang : Efek samping yang paling penting
ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang
merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya
ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan
membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan
skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan
kadar asam urat darah pada 50% pasien.
 Sediaan dan posologi : tablet 250 mg dan 500 mg. Ada
pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam
bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB,
diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis
25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian
turunmenjadi 15 mg/kgBB.
d. Pirazinamid
 Aktivitas antibakteri : mekanisme kerja belum diketahui.
 Farmakokinetik : mudah diserap usus dan tersebar luas ke
seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
 Efek samping : yang paling umum dan serius adalah
kelainan hati.Menghambat ekskresi asam urat. Efek
samping lainnya ialah artralgia,anoreksia, mual, dan
muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
 Sediaan dan posologi : bentuk tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g),
diberikan dalam satu atau beberapa kalisehari.
e. Streptomisin
 Aktivitas antibakteri : bersifat bakteriostatik dan
bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas,
tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
 Farmakokinetik : setelah diserap dari tempat suntikan,
hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya
sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian
menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui
filtrasi glomerulus.

44
 Efek samping : Efek samping utama adalah kerusakan
syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita
dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek
samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat
dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya
dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema
pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga
tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat
merusak syaraf pendengaran janin.
 Sediaan dan posologi : bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5
gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1
gr/hari selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi
berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
2. Obat Sekunder ( Lini Kedua )
f. Etionamid
 Aktivitas antibakteri : in vitro, menghambat pertumbuhan
M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
 Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi.
Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam.
Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan.
Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
 Efek samping : paling sering anoreksia, mual dan muntah.
Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,
mengantuk dan asthenia.
 Sediaan dan posologi : dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis
awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan
dosis 125 mg – 1 g/hr.Dikonsumsi waktu makan untuk
mengurangi iritasi lambung.
g. Paraaminosalisilat
 Aktivitas bakteri : in vitro, sebagian besar strain M.
tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL. Farmakokinetik
: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1
jam.Diekskresi 80% diginjal dan 50% dalam bentuk
asetilasi.
 Efek samping : gejala yang menonjol mual dan gangguan
saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain leukopenia,

45
agranulositopenia, eosinofilia,limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
 Sediaan dan posologi : dalam bentuk tablet 500 mg
dengan dosis oral 8-12 g sehari Sikloserin
 Aktifitas bakteri : in vitro, menghambat M.TB pada kadar
5-20 g/mLdengan menghambat sintesis dinding sel.
 Farmakokinetik : baik dalam pemberian oral. Kadar
puncak setelah pemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi
ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal
dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
 Efek samping : SSP biasanya dalam 2 minggu pertama,
dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo,
konvulsi, dll.
 Sediaan dan posologi : bentuk kapsul 250 mg, diberikan 2
kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30
g/mL.
h. Kanamisin dan Amikasin
 Aktifitas bakteri : Menghambat sintesis protein bakteri.
Efek pada M. tb hanya bersifatsupresif.
 Farmakokinetik : melalui suntikan intramuskular dosis
500 mg/12 jam(15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena
selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-
1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.

3. Pengobatan TBC pada orang dewasa


 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum
obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
 Penderita baru TBC paru BTA positif.
 Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada:

46
 Penderita kambuh.
 Penderita gagal terapi.
 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
 Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

4. Pengobatan TBC pada anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9
bulan, yaitu:
1) 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2
bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari
atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2) 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap
hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin
setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin
diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10
mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

47
5. PANDUAN PEMBERIAN OBAT
Cara pemberian OAT dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :
1. Panduan Obat untuk Kategori I
 Fase Intensif 2 RHZE
 Bila setelah 2 bulan dahak menjadi negatif, fase lanjutan dapat
dimulai
 Bila setelah 2 bulan, dahak masih tetap positif, fase intensif
diperpanjang 4 minggu lagi, apabila setelah diperiksa lagi
menjadi negatif, fase lanjutan dapat dimulai. Namun bila masih
positif, dilanjutkan ke kategori II.
 Fase Lanjutan 4 RH / 4 R3H3
 Pada pasien dengan meningitis, tuberkulosis milier, spondilitis
kelainan neurologik,fase

lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6-7 bulan hingga total


pengobatan 8-9 bulan
 Panduan alternatif untuk fase lanjutan adalah 6 HE
 Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum
akhir pengobatan danpada akhir pengobatan. Bila hasilnya
masih BTA (+) pengobatan dinyatakan gagal dan diganti
dengan kategori II.
 Obat ini diberikan untuk :
 Penderita baru TB paru BTA positif
 Penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif, lesi luas
 Penderita TB ekstra-paru berat.

2. Panduan Obat untuk Kategori II


 Fase Intensif 2 RHZES / 1 RHZE
 Bila setelah fase intensif BTA menjadi (-) pengobatan
dilanjutkan dengan fase lanjutan
 Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap (+), fase intensif
diperpanjang 1 bulan lagi dengan RHZE. Bila setelah 4

60
bulan dahak masih tetap (+), pengobatan dihentikan 2-3
hari, lalu diperiksa biakan dan tes resistensi kemudian fase
lanjutan diteruskan tanpa menunggu hasil tes. Bila hasil tes
menunjukkan resisten terhadap H dan R ini menunjukkan
MDR, bila memungkinkan penderita dirujuk ke unit
pelayanan spesialistik untuk dipertimbangkan pengobatan
dengan obat sekunder.
 Bila pasien mempunyai data resistensi sebelumnya dan
ternyata kuman masih sensitif terhadap semua obat dan
setelah fase intensif dahak menjadi (-), fase lanjutan dapat
diubah seperti kategori I dengan pengawasan yang ketat.
 Fase Lanjutan 5 R3H3E3 / 5 RHE
 Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum
akhir bulan pengobatan (bulan ketujuh), bila (-) teruskan
pengobatan. Bila (+) menjadi kasus kronik.
 Pemeriksaan ulang dahak pada akhir pengobatan bila (-)
penderita sembuh, bila (+) menjadi kasus kronik.
 Obat ini diberikan untuk :
 Kasus kambuh
 Kasus gagal obat Kasus putus obat

3. Panduan Obat untuk Kategori III


 Fase Intensif 2 RHZE
 Bila setelah 2 bulan dahak menjadi tetap (-), fase lanjutan
dapat dimulai.
 Bila setelah 2 bulan dahak menjadi (+), ubah panduan
pengobatan menjadi kategori II.
 Fase Lanjutan 4 RH / 4 R3H3 / 6 HE
 Tidak ada pemeriksaan ulang dahak sebulan sebelum akhir
pengobatan atau di akhir pengobatan
 Obat ini diberikan untuk :

61
 Penderita baru BTA negatif, Rontgen positif, lesi minimal
 TB Ekstra-paru ringan
4. Panduan Obat untuk Kategori IV
 Obat ini diberikan pada penderita TB kronik dan TB
multiresisten.
 Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan
keberhasilan pengobatan kecil sekali.
 Untuk pasien yang kurang mampu dapat diberikan INH saja
seumur hidup.
 Untuk pasien yang mampu, pemberian obat dicoba
berdasarkan hasil uji resistensinya dan obat-obat sekunder.

 Penanganan efek samping obat:


 Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung
yang dapat diatasi secara simptomatik
 Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi
dengan pemberian salisilat / allopurinol
 Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat.
Penanganan seperti tertulis di atas
 Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti
timbulnya rash pada kulit yang umumnya disebabkan
oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian
dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian
dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan
pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa
dilakukan terhadap obat lainnya
 Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya
adalah trombositopenia, syok atau gagal ginjal
karena rifampisin, gangguan penglihatan karena
etambutol, gangguan nervus VIll karena streptomisin
dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena
thiacetazon

62
 Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat
harus diubah hingga jangka waktu pengobatan perlu
dipertimbangkan kembali dengan baik.
 PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.
 Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan
makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas atau keluhan lain.
 Penderita rawat inap
a. Indikasi rawat inap :
 TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
 TB di luar paru yang mengancam jiwa:
- TB paru milier
- Meningitis TB b. Pengobatan suportif / simtomatik yang
diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

63
4.10. Pencegahan

Ini sangat penting karena salah satu penularan TB paru melalui droplet
 Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk ke dalam rumah:
Untuk membunuh bakteri yang ada di dalam rumah (tidak terhirup oleh
keluarga)
 Pemberian makanan bergizi tinggi:
Tinggi karbohidrat dan protein untuk melindungi tubuh dari penyakit infeksi
(meningkatkan imunitas tubuh)
 Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu batuk atau bersin.
 Tidak membuang dahak sembarangan. Membuang dahak di tempat khusus
dan tertutup seperti ke lubang wc atau wastafel dengan mengalirkan atau
menyiram air pada dahak yang telah dibuang.
 Rumah tinggal harus mempunyai ventilasi udara yang baik agar sirkulasi
udara berjalan lancar dan ruang/kamar mendapatkan cahaya matahari.
 Tidak tidur dengan pasien penderita TB.
 Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
 Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
 Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.

4.11. Komplikasi

a. Komplikasi dini seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus.


b. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium
lanjut, antara lain:
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
 Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
 Bronkiectasis dan fribosis pada Paru.
 Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.

64
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
 Insufisiensi Kardio Pulmonal

4.12. Prognosis

Pada umumnya prognosis baik, tergantung dari factor penderita, bakteri penyebab,
dan penggunaan antibiotic yang tepat serta adekuat.

Bila tidak menerima pengobatan spesifik


 25 % akan meninggal dalam 18 bulan
 50 % akan meninggal dalam 5 tahun
 8-12,5% akan menjadi chronis execetors akan mengeluarkan basil TB
dalam sputumnya. Mereka ini adalah sumber penularan.
 Sisanya akan mengalami penyembuhan spontan dengan bekas berupa
fibrotik dan perkapuran, dapat pula kesembuhan dengan resolusi
sempuran tanpa meninggalkan bekas.

Bila diberikan pengobatan spesifik


Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja. Namun
kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai
(kavitas,fibrotik,dll) tak akan hilang.

Bila pengobatan spesifik tak memenuhi syarat


Dapat berkenaan dengan dosis, ritme maupun lamanya pengobatan. Basil TB
yang tadinya sensitif akan menjadi resisten.penderita akan lebih sukar
disembuhkan dan akan dapat menularkan basil basil resiten pada
sekelilingnya.

LO.5. Mema,hami dan Menjelaskan Program Pemerintah Pemberantasan TB Paru

5.1. Tujuan
 Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
 Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak terjadi
kesakitan, kematian dan kecacatan;

65
5.2. Sasaran & Target
Sasaran strategi nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana
strategis Kementerian Kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014
yaitu menurunkan prevalens TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi
224 per 100.000 penduduk. Sasaran luaran adalah:
i. meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA positif)
yang ditemukan dari 73% menjadi 90%;
ii. meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus baru
TB paru (BTA positif) mencapai 88%;
iii. meningkatkan persentase provinsi dengan crude death rate
(CDR) di atas 70% mencapai 50%;
iv. meningkatkan persentase provinsi dengan keberhasilan
pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.
 Target
Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan
target eliminasi global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035
dan Indonesia bebas TB tahun 2050. Eliminasi TB adalah
tercapainya cakupan kasus TB 1 per 1 jutapenduduk.
Tahapan pencapaian target dampak:
 Target dampak pada 2020:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
30% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
40% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
 Target dampak pada tahun 2025
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
50% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan

66
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
70% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
 Target dampak pada 2030:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
80% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
90% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014
 Target dampak pada 2035:
- Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar
90% dibandingkan angka kesakitan pada tahun
2014 dan
- Penurunan angka kematian karena TB sebesar
95% dibandingkan angka kematian pada tahun
2014

 Strategi dan Kebijakan


1. Strategi Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian
eliminasi nasional TB meliputi:
a. Penguatan kepemimpinan program TB di
kabupaten/kota
1) Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi
Sosial
2) Regulasi dan peningkatan pembiayaan 3)
Koordinasi dan sinergi program
b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu
1) Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM
(publicprivate mix)

67
2) Penemuan aktif berbasis keluarga dan
masyarakat
3) Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-
HIV, TB-DM, MTBS, PAL, dan lain sebagainya
4) Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran
diagnostik yang baru
5) Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien
atau Case holding
6) Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam
rangka Cakupan Layanan Semesta (health
universal coverage).
c. Pengendalian faktor risiko
1) Promosi lingkungan dan hidup sehat.
2) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi
TB
3) Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB
4) Memaksimalkan penemuan TB secara dini,
mempertahankan cakupan dan keberhasilan
pengobatan yang tinggi.
d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum
Koordinasi TB
1) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi
TB di pusat
2) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi
TB di daerah
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam
penanggulangan TB
1) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien,
keluarga dan masyarakat
2) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi,
penemuan kasus, dan dukungan pengobatan TB

68
3) Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di
upaya kesehatan berbasis keluarga dan
masyarakat
f. Penguatan manajemen program (health system
strenghtening)
1) SDM
2) Logistik
3) Regulasi dan pembiayaan
4) Sistem Informasi, termasuk mandatory
notification
5) Penelitian dan pengembangan inovasi program
5.3. Program Pemerintah
1. DPPM
Public Private Mix (PPM) Tuberkulosis berbasis kabupaten/kota
atau District-based PPM (DPPM) adalah upaya kolaborasi jejaring
layanan kesehatan pemerintah dan swasta untuk menemukan semua
pasien tuberkulosis, memastikan mendapatkan layanan tuberkulosis
berkualitas sampai sembuh dan mencatat serta melaporkan semua
jenis kasus tuberkulosis dengan dukungan organisasi profesi dan
komunitas, di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(DKK).
CTB Project melakukan beberapa kegiatan dalam penerapan PPM
berbasis kabupaten/kota, meliputi pembentukan Tim PPM kab/kota
yang disahkan oleh kepala daerah, pembentukan Koalisi Organisasi
Profesi, lokakarya peningkatan jejaring internal dan eksternal
fasilitas layanan kesehatan serta monitoring dan evaluasi
penerapannya. Mencakup; Aplikasi WIFI TB, TB Drug Sensitive,
Contact Investigation (Investigasi Kontak atau IK), TB Anak, TB
prison, TB DM (Diabetes Mellitus), ICF, TB RO (Resistan Obat),
TB MDR (Multi Drugs Resistant), PKM PPM, Penguatan jaringan
eksternal dan Internal DPPM (PPM di Distrik/Kabupaten), dan
AKMS (Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi Sosial).

69
2. Manajemen Terpadu TB RO
Manajemen terpadu TB RO di Indonesia terdiri dari berbagai
komponen pendukung antara lain ketersediaan obat yang berkualitas
(termasuk obat baru Bedaquiline dan Delamanid), ketersediaan
fasyankes pengobatan TB RO, pemantauan dan manajemen efek
samping obat secara aktif (MESO-aktif), pengawasan menelan obat
secara langsung, serta ketersediaan dukungan psikososioekonomi
bagi semua pasien.

Untuk menjamin agar semua pasien terdiagnosis TB RO


mendapatkan pengobatan dan layanan TB RO yang berkualitas, Sub
Direktorat TB Kemenkes RI bermitra dengan Challenge TB
Indonesia memperkenalkan beberapa inovasi seperti Monthly
Interim Cohort Analysis (MICA), penilaian mandiri fasyankes TB
RO dengan formulir benchmarking, mentoring dan audit klinis,
kegiatan minikohort bulanan, dan pendampingan pengobatan TB
RO oleh organisasi pasien.

3. Rencana Aksi Daerah


RAD (Rencana Aksi Daerah) adalah Dokumen kebijakan daerah
yang disusun untuk menjadi pedoman pelaksanaan komitmen
Pemerintah Daerah dalam menanggulangi TBC. Secara praktis
disusun untuk menjadi dasar dan pedoman bagi OPD dan Aparatur
Pemerintah Daerah serta pihak terkait lainnya dalam mendorong
upaya percepatan penanggulangan TBC. RAD memiliki Dasar
hukum antara lain; UU no. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,
PP No. 2 Tahun 2018 tentang SPM, dan Permenkes no. 67 Tahun
2014 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Dalam menginisiasi RAD, Challenge TB bersama Subdit TB
berperan dalam pembentukan tim, advokasi ke pemimpin daerah,
analisa situasi, penyepakatan indikator dan target, serta perumusan

70
isu strategis, kegiatan, serta anggaran. Pada tangga 14 Desember
2017, yang lalu telah dilangsungkan “Penguatan Komitmen dan
Dukungan Lintas Sektor untuk Percepatan Eliminasi TB 2030
Menuju Indonesia Bebas TB” komitmen bersama untuk
penanggulangan TBC oleh seluruh jajaran pemerintah daerah yang
disaksikan oleh Tjahjo Kumolo, SH, Menteri Dalam Negeri
Indonesia dan Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek,
SpM, Menteri Kesehatan Indonesia.

Adapun isi komitmen bersama tersebut adalah;


 Memprioritaskan eliminasi Tuberkulosis pada tahun
2030 melalui respons multisektoral (pemerintah,
swasta dan komunitas) di Pusat maupun di setiap
provinsi dan kabupaten/kota;
 Sinkronisasi program melalui komitmen politik dan
kepemimpinan yang efektif
 Melaksanakan Rencana Aksi Daerah Percepatan
Eliminasi TB provinsi dan kabupaten/kota.

4. Metode Pemeriksaan TBC


Pemeriksaan TBC dapat dilakukan dengan berbagai metode, mulai
dari pemeriksaan mikroskopis, biakan, sampai tes cepat molekuler
(TCM TBC). Pemeriksaan TBC yang resistan obat (TBC RO) hanya
dapat dilakukan dengan uji kepekaan yang juga mempunyai
bermacam metode mulai dari metode fenotipik menggunakan media
padat dan cair sampai metode genotipik yang berbasis molekuler
seperti TCM dan Line Probe Assay (LPA).

Pemanfaatan teknologi diagnosis TBC dengan metode tes cepat


berbasis molekuler merupakan terobosan dalam percepatan
penanggulangan TBC di Indonesia. Penggunaan TCM TBC tersebut
dapat mempercepat diagnosis terduga TBC dan TBC resistan obat

71
sehingga pasien dapat didiagnosis dan diobati sedini mungkin. TCM
TBC dapat mendeteksi M. tuberculosis dan resistensi terhadap
rifampisin sebagai salah satu Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
utama hanya dalam waktu 2 jam. Sementara LPA lini dua dapat
mendeteksi resistansi golongan OAT lini dua dalam waktu 2 hari.
Dengan demikian jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan metode
biakan dan uji kepekaan dengan metode fenotipik menggunakan
media padat yang memerlukan waktu 3-4 bulan dan 6 minggu bila
menggunakan media cair.

 Tugas dan tanggung jawab pemegang program P2TB yang


sudah sesuai dengan Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis dari Departemen Kesehatan RI tahun 2008 yaitu
memberikan penyuluhan kepada masyarakat, mengumpulkan
dahak, mengirim sediaan hapus dahak suspek TB paru ke
laboratorium dengan mengisi formulir TB 05, mengisi kartu
penderita TB paru (TB 01) dan kartu identitas penderita TB paru
(TB 02), memeriksa kontak terutama dengan penderita TB paru
BTA positif, dan memantau jumlah penderita TB paru yang
ditemukan. Tugas dan tanggung jawab yang belum sesuai
dengan ketetapan Kementrian Kesehatan RI yaitu mengisi buku
daftar suspek (TB 06), membuat sediaan hapus dahak dan
memantau jumlah suspek TB paru yang diperiksa dalam periode
waktu yang ditetapkan.

5.4. Peran PMO


Peran dan tugas seorang PMO Peran Seorang PMO pada penderita
Tuberkulosis adalah:
1. Mengawasi penderita tuberkulosis agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatannya
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur
3. c untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan

72
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis
yang mempunyai gejala gejala mencurigakan tuberkulosis untuk
segera memeriksakan diri ke puskesmas atau unit pelayanan
kesehatan lainnya (Informasi Dasar PMO TB, 2014).
Dukungan emosional keluarga/PMO pada penderita TB Paru sangat
dibutuhkan karena tugas PMO adalah memberikan dorongan kepada
penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan
penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan.
Dengan kinerja PMO yang baik, pasien lebih termotivasi untuk
menjalani pengobatan dengan teratur (Doanita, 2011).
 Tugas seorang PMO yaitu :
1. Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat,
2. Memotivasi pasien saat merasa bosan mengkonsumsi
obat setiap hari,
3. Mengingatkan saat jadwal pengambilan obat dan periksa
sputum,
4. Memberitahu pasien hal yang harus dan tidak boleh
dilakukan; seperti menggunakan masker saat di rumah
maupun keluar dan harus menutup mulut saat batuk (
Erlinda et al, 2013).
 Tugas PMO menurut Depkes RI (2009) adalah:
1. Mengawasi penderita TB agar minum obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada penderita TB agar mau
berobat teratur.
3. Mengingatkan penderita TB untuk periksa ulang dahak
pada waktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita
TB yang mempunyai gejalagejala yang mencurigakan
untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan
kesehatan.

LO.6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk

73
Etika batuk yaitu bila akan mau batuk atau bersin segera palingkan muka dari orang
lain juga bila ada makanan, tutup mulut dan hidung dengan tissue atau saputangan,
buang dahak jangan di sembarang tempat, tapi buang dahak pada tempat khusus
yang berisi antiseptic dan ditutup, cuci tangan dengan air bersih dan sabun

 Menurut Hadits :

‫س ِطي َو ِزير ْبنُ ُم َح َّم ُد َح َّدثَنَا‬


ِ ‫س ِعيد ْبنُ يَحْ َيى َح َّدثَنَا ا ْل َوا‬
َ ‫س َمي ع َْن عَجْ ََلنَ ب ِْن ُم َح َّم ِد ع َْن‬ ُ ‫ع َْن صَا ِلح أَبِي ع َْن‬
‫صلَّى النَّبِ َّي أَنَّ ه َُري َْرةَ أَبِي‬ َّ ‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫س إِذَا كَانَ َو‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫ع َط‬
َ ‫غ َّطى‬ َ ُ‫ض بِث َ ْوبِ ِه أَ ْو بِيَ ِد ِه َوجْ َهه‬ َ ‫ص َْوتَهُ بِهَا َو‬
َّ ‫غ‬
‫سى أَبُو قَا َل‬
َ ‫سن َحدِيث َهذَا ِعي‬
َ ‫ص َِحيح َح‬

“apabila Nabi bersin, beliau menutup wajahnya dgn tangan atau kainnya
sambil merendahkan suaranya. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.” [HR.
Tirmidzi No.2669].

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI., 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.


Jakarta : Depkes RI bab 10 hal. 70-73
2. Amin, Z., Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam:Sudoyo, A., W.,
dkk. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III. Ed 5. Jakarta : FKUI;
2230-2239.
3. Puspita, D A, 2007, Hubungan Antara Ketidaktaatan Berobat Dengan
Kejadian Resistensi Obat anti TB di RS Paru Batu Periode Januari –
Desember 2006, Universitas Muhammadiyah, Malang
4. Kurniawan, E. dan Arsyad, Z., 2016. Nilai Diagnostik Metode “Real
Time” PCR GeneXpert pada TB Paru BTA Negatif. Jurnal Kesehatan
Andalas 5(3), pp. 730–738.
5. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam. 2009 ; 863-883.
6. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen
Kesehatan Republic Indonenesia. Bakti Husada.
7. Depkes. 2017. Tuberculosis (TB). Jakarta. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

75

Anda mungkin juga menyukai