Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosialis yang saling membutuhkan satu sama lain. Di dalam
kehidupannya, manusia bekerjasama dengan perseorangan, kelompok, maupun lembaga
dengan membuat perikatan atau perjanjian untuk memenuhi kebutuhannya.
Perkembangan zaman memudahkan manusia untuk melakukan perikatan atau perjanjian
secara langsung maupun secara tidak langsung. Di satu sisi-sisi dengan adanya kemajuan
teknologi, manusia lebih mudah membuat perikatan tanpa harus langsung bertatap muka
dengan manusia yang lain. Akan tetapi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban
perjanjian tersebut tentunya akan merugikan pihak yang lain.
Disinilah salah satu peran Ilmu Hukum, khususnya Hukum Perdata yang bertujuan untuk
melindungi Hak masyarakat dan memberikan kepastian Hukum. Terutama dibidang hukum
Perikatan yang mengatur hubungan antar orang dengan orang, orang dengan badan hukum
dan atau badan hukum dengan badan hukum dalam membuat perjanjian, yang mengikat
semua pihak dalam suatu kesepakatan perjanjian untuk memenuhi suatu prestasi atau tidak
memenuhi presatasi yang disebutkan dalam suatu surat perjanjian.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa hubungan Wanprestasi dengan perbuatan melawan Hukum?


2. Bagaimana ketentuan asuransi menurut undang-undang?
3. Bagaimana bentuk penyelesaian kasus wanprestasi yang di lakukan pihak Asuransi
Prudential?

1.3 Metode Penelitian

Penelitian hukum yang dilakukan ini adalah penelitian hukum empiris yaitu hukum
dikonsepkan sebagai gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan masyarakat
yang nyata. Soerjono Soekanto juga menjelaskan mengenai penelitian hukum empiris atau
sosiologis, yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan
penelitian terhadap efektivitas hukum.4 Titik tolak pengamatannya terletak pada kenyataan
atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup ditengah- tengah masyarakat sebagai budaya
hidup masyarakat.5 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini memakai 3 (tiga) cara
pendekatan, yaitu Pendekatan Fakta (Fact Approach), Pendekatan Perundang-Undangan
(Statue Approach) dan Pendekatan Kasus (The Case Approach).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wanprestasi


Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk.Menurut kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak
menepati kewajibannya dalam perjanjian. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu
keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi
prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa
adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan
dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Untuk menentukan apakah seseorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan
wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan atau tidak
memenuhi prestasi.

R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat


berupa empat macam, yaitu :
(1) tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan
(2) melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan
(3) melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu
pelaksanaannya
(4) melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.
3
Menurut Burght, pihak yang ditimpa wanprestasi dapat menuntut sesuatu yang lain
disamping pembatalan yaitu pemenuhan perikatan, ganti rugi atau pemenuhan perikatan
ditambah ganti rugi. Untuk menetapkan akibat-akibat tidak dipenuhinya perikatan, perlu
diketahui terlebih dahulu pihak yang lalai memenuhi perikatan tersebut. Seorang debitur yang
lalai, yang melakukan wanprestasi juga dapat digugat di depan hakim dan hakim akan
menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat tersebut.

Tidak terpenuhinya perikatan diakibatkan kelalaian (kesalahan) debitur atau sebagai


akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur dapat berakibat pada beberapa
hal. Akibat yang ditimbulkan oleh Wanprestas, yaitu :
(1) Debitur yang wanprestasi harus membayar ganti rugi sesuai ketentuan pasal 1234
KUH Perdata.
(2) Bebas resiko bergeser ke arah kerugian debitur.
(3) Jika perkiraan timbul dari suatu persetujuan timbal balik, maka kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui pasal 1266
KUH Perdata.

Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan oleh juru sita di
pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dimungkiri oleh
si berutang sebagaimana diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata dan perikatan tersebut harus
tertulis. Terdapat berbagai kemungkinan yang bisa dituntut terhadap debitur yang lalai :
1. Kreditur dapat meminta kembali pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan
tersebut sudah terlambat.
2. Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya,
karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
3. Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian
yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
4. Suatu perjanjian yang meletakkan pada kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak
yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan
permintaan penggantian kerugian.

Berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUH Perdata, maka penggantian kerugian dapat
dituntut menurut kitab UU, yaitu berupa :
- Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten)
- kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang (schaden)
- Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat
seandainya si berutang tidak lalai.

2.2 Pengertian Perjanjian


Pengertian Perjanjian Secara Umum adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Definisi Perjanjian – Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si
berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau
si berhutang.Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah suatu perhubungan
hukum yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang.
Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya di depan
hakim.
Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian
itu menerbitkan perikatan.

Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu


perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.
Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang
tertulis.
Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua
pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang
diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua
orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku
suatu perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena janji yang
telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu sudah dipenuhi.Suatu
perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
memenuhi tuntutan itu.

2.3 Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan
melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata.
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut :
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu
mengganti kerugian”
Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam
melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus dipenuhi syarat-
syarat atau unsur-unsur sebagai berikut :
Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif
orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang
telah diatur dalam undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
1. Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang
normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan
mencegah manusia yang baik untu berbuat atau tidak berbuat.
2. Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian
yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat
dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan
tidak wajib membayar ganti rugi.
CONTOH KASUS

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Prudential Life Assurance membantah harus membayar


keseluruhan nilai yang digugat Hotmauli Manurung, atas nama Almarhum Tohap Napitupulu.
Perusahaan asuransi jiwa ini akan membayar klaim sesuai yang diperintahkan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
"Pengadilan memerintahkan kami mematuhi kesepakatan yang dicapai kedua belah pihak
di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)," kata Widyananto Sutanto, VP
Corporate Communication Prudential, Rabu (28/10/2015).
Dia menjelaskan, sudah ada kesepakatan tercapai di BMAI pada Januari lalu. Isinya,
Prudential hanya membayar klaim nasabah secara ex gratia (sesuai kebijaksanaan Prudential)
yaitu Rp 48 juta.
Prudential juga tidak diharuskan untuk membayar kerugian immaterial sebesar Rp 1
miliar.
Dengan putusan pengadilan itu, Prudential tidak akan membayar nilai lain yang pernah
digugat yaitu Rp 198 juta maupun ganti rugi imateriil Rp 1 miliar. Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan telah memutuskan bahwa PT Prudential Life Assurance telah melakukan wanprestasi
atau ingkar janji pada kesepakatan dan harus membayarkan ganti rugi kepada Hotmauli
selaku penggugat dari almarhum Tohap Napitupulu.
Sekadar informasi, Hotmauli menggugat klaim polis Prudential pada Februari 2014
sebesar Rp 96 juta. Namun, pada Oktober 2014, Prudential menolak pengajuan klaim
lantaran almarhum Tohap sebelumnya tidak pernah menyampaikan riwayat nyeri dada yang
dialaminya.
4.1 Hubungan Wanprestasi dengan Melawan Hukum
Banyak yang mengira wanprestasi adalah bagian kesatuan dari perbuatan melawan
hukum, banyak praktisi hukum sekalipun menganggap bahwa wanprestasi adalah perbuatan
melawan hukum (genus spesific). Banyak kasus contohnya dalam suatu perjanjian, si A
meminjam uang kepada si B dengan dasar surat perjanjian, kemudian A cidera janji atas
perjanjian tersebut, kemudian B dengan banyak bicara akan menuntut A ke pengadilan
kemudian membuat surat gugatan. Hal ini salah besar karena kita harus melihat kaidah-
kaidah hukum itu sendiri sebelum membuat surat gugatan karena jika dicampur adukan akan
menimbulkan kekeliruan posita, bisa saja A dapat tuntutan karena perbuatan melawan hukum
tapi bisa saja tidak, kembali lagi kepada asas kebebasan berkontrak. Namun dalam perbuatan
melawan hukum timbulnya hak menuntut ketika melakukan perbuatan yang dilarang
Undang- Undang.
Maka dari itu sebelum menuntut dan membuat surat gugatan anda perlu mengetahui
tentang perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum
1. Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, adanya wanprestasi karena sebelumnya
ada suatu perjanjian yang mengharuskan melaksanakan suatu kewajiban,
dikatakan wanprestasi saat pihak yang memiliki kewajiban tersebut tidak dapat
menjalankan kewajibannya, sehingga penyelesaiannya dapat melalui jalur
negosiasi, mediasi, atau yang tertera sebelumnya pada perjanjian. Sedangkan
perbuatan melawan hukum ialah bersumber dari Undang-undang bukan
berdasarkan perjanjian hasil persetujuan, perbuatan melawan hukum berpatokan
pada melawan hukum atau tidak sesuai dengan hukum maka akibatnya hukuman
pidana atau pertanggung jawaban perdata.

2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi
kepada pihak yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian
awal, apakah dia cidera janji karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan
melawan hukum jika pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang
undang hukum positif maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut
kepada kepolisian.
3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci
dan jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai
dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi
bagaimana bentuknya, tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi
didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril.
Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada keadaan
semula.
4.2 Ketentuan Asuransi Menurut Undang-Undang
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak
pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang
Usaha Perasuransian (UU Asuransi), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian
dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-
overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi
semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu”.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan
oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan
dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999
tentang Perlindungan Konsumen;
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat
juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima
tanggungan.
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk
diadakan perjanjian asuransi.
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.

Bentuk dan isi Polis


Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara tertulis
dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD, polis asuransi
jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi
b. Nama tertanggung
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen
e. Jumlah asuransi
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali
bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).

a. Hari diadakan asuransi


Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk
mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak hari dan
tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar
premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu
berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan atau
pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal
pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang tertentu
dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena ahli warisnya, dan
tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa
badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi Jiwa.
Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat dlkenal
melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang jiwanya
diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung
dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.

d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen


Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku suransi. artinya
dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai tanggal 1
januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 2000, apabila dalam jangka waktu itu terjadi
evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada tertanggung atau
orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).

4.3 Pembahasan Kasus Wanprestasi


Asuransi merupakan perusahaan yang berfungsi sebagai salah satu bentuk pengendalian
risiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain.
Di negara maju yang memiliki taraf hidup yang tinggi, penggunaan asuransi merupakan
prioritas bagi mereka. Masyarakat indonesia sebagian sudah mempercayai penggunaan jasa
asuransi, maka perusahaan asuransi tentunya dituntut jika pihaknya memang betul-betul
dapat menjadi andalan dan harapan masyarakat yang membutuhkan perlindungannya.
Namun sayangnya, masih saja ada perusahaan asuransi yang menolak klaim asuransi nasabah
atau pihak keluarganya sebagai penerima manfaat, dengan berbagai alasan yang terkesan
mengada-ada dan salah satunya nasabah dianggap tidak jujur pada saat pengisian Surat
Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ), karena dianggap menyembunyikan penyakitnya.
Dalam kasus ini Prudential menolak mencairkan asuransi jiwa yang diajukan oleh Ibu
Hotmauli Manurung dengan dasar yang tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada, yaitu
‘menduga/menuduh’ tertanggung (suami penggugat) memiliki indikasi penyakit jantung yang
tidak dilaporkan pada saat pengisian Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ), semata-mata
karena pernah berobat dengan nyeri di dada, dimana hal ini berbeda dengan fakta yang ada.
Jika pada saat pencairan asuransi jiwa, perusahaan asuransi mempermasalahkan
formalitas dalam pendaftarannya, maka hal tersebut menjadi tidak adil, karena saat pencairan
si tertanggung pasti sudah meninggal dan tidak bisa lagi memberikan keterangan tentang apa
yang sebenarnya terjadi saat proses pengisian Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ) dahulu.

Kasus ini berawal saat Hotmauli Manurung yang mengajukan klaim polis kepada
Prudential pada tanggal 18 Februari 2014 sebesar Rp 96 juta. Sayangnya, setelah lima bulan,
klaim polis belum juga keluar.
Pengadilan memerintahkan untuk mematuhi kesepakatan yang dicapai kedua belah
pihak di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI). Prudential hanya
membayar klaim nasabah secara ex gratia (sesuai kebijaksanaan Prudential) yaitu Rp 48 juta.
Prudential juga tidak diharuskan untuk membayar kerugian immaterial sebesar Rp 1 miliar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Wanprestasi merupakan suatu kelalaian, kealpaan, cidera janji, atau tidak menepati
kewajibannya dalam suatu perjanjian. Wanprestasi dengan tindakan melawan hukum
ternyata adalah dua hal yang berbeda, yaitu:
1. Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, Sedangkan perbuatan melawan hukum
ialah bersumber dari Undang-undang bukan berdasarkan perjanjian hasil
persetujuan, perbuatan melawan hukum berpatokan pada melawan hukum atau
tidak sesuai dengan hukum.
2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi
kepada pihak yang cidera janji. sedangkan dalam Perbuatan melawan hukum jika
pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum positif
maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut kepada kepolisian.
3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci
dan jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai
dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata.
Pemerintah telah mengatur tentang Usaha Perasuaransian dengan sangat jelas ketentuannya
terdapat di dalam Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 (tentang
Usaha Perasuransian) Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Berdasarkan definisi di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana
harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang ingin mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali
bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD), yaitu Hari diadakan
asuransi, nama tertanggung, nama orang yang jiwanya diasuransikan, dan saat mulai dan
berakhirnya evenemen. Hal ini tentulah berbeda dari suatu UU perjanjian yang telah diatur
dalam KUHPer.
Maka dengan demikian Perusahaan Asuransi merupakan suatu perjanjian yang mengikat
antara dua belah pihak yang mana perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian
tersebut ditentukan oleh Perusahaan Asuransi. Namun, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan
dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Sehingga dalam kasus wanprestasi PT. Prudential Life Assurance sebagai
penanggung memiliki kewajiban untuk memenuhi evenemen dari yang tertanggung,
sedangkan Almarhum Tohap Napitupulu sebagai tertanggung seharusnya mendapatkan
eveenemen dari premi yang telah dibayarkan. Hotmauli Manurung atas nama almarhum
Tohap Napitupulu mengugat PT. Prudential Life Assurance atas haknya almarhum untuk
mendapatkan Asuransi Keselamatan Jiwanya, tetapi hal ini direspon lama dari pihak asuransi
sehingga kasus ini dibawa ke pengadilan. Namun menurut PT. Prudential Life Assurance
adanya kesepakatan yang tidak di tepati oleh pihak almarhum Tohap sehingga asuransi
jiwanya tidak dicairkan secara langsung.

Saran
Sebagai pembuat perjanjian sebaiknya kita harus teliti dengan siapa kita membuat
perjanjian, bagaimana perjanjian itu di laksanakan, dan seperti apa kontrak perjanjian yang
telah yang telah buat agar tidak merugikan diri kita maupun orang lain atau wanprestasi.
Apabila wanprestasi telah terjadi, sebaiknya pihak ketiga atau mediator harus bersikap
netral dan pihak tergugat haruslah membayar atau mengganti rugi sesuai dengan keputusan
pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Prof.Subekdi.SH. 1980. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Bandung: PT.Intermasa.

Web:
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-wanprestasi-dan-
penjelasannya.html#_
http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/pengertian-fungsi-
tujuan-asuransi/
http://www.bimbie.com/peran-asuransi-dalam-negara-maju.htm
http://insa24.blogspot.co.id/2014/12/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-
hukum.html
https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dsar-dasar-hukum-asuransi/
http://hukumasuransi.blogspot.co.id/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/26/073925526/Dinyatakan.Wanprestasi.Pru
dential.Harus.Bayar.Ganti.Rugi.Rp.1.1.Miliar
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/28/185745426/Soal.Wanprestasi.Prudential.
Akan.Bayar.Rp.48.Juta?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khipr
d

Anda mungkin juga menyukai