PENDAHULUAN
Penelitian hukum yang dilakukan ini adalah penelitian hukum empiris yaitu hukum
dikonsepkan sebagai gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan masyarakat
yang nyata. Soerjono Soekanto juga menjelaskan mengenai penelitian hukum empiris atau
sosiologis, yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan
penelitian terhadap efektivitas hukum.4 Titik tolak pengamatannya terletak pada kenyataan
atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup ditengah- tengah masyarakat sebagai budaya
hidup masyarakat.5 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini memakai 3 (tiga) cara
pendekatan, yaitu Pendekatan Fakta (Fact Approach), Pendekatan Perundang-Undangan
(Statue Approach) dan Pendekatan Kasus (The Case Approach).
BAB II
PEMBAHASAN
Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan oleh juru sita di
pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dimungkiri oleh
si berutang sebagaimana diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata dan perikatan tersebut harus
tertulis. Terdapat berbagai kemungkinan yang bisa dituntut terhadap debitur yang lalai :
1. Kreditur dapat meminta kembali pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan
tersebut sudah terlambat.
2. Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya,
karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
3. Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian
yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
4. Suatu perjanjian yang meletakkan pada kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak
yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan
permintaan penggantian kerugian.
Berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUH Perdata, maka penggantian kerugian dapat
dituntut menurut kitab UU, yaitu berupa :
- Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten)
- kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang (schaden)
- Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat
seandainya si berutang tidak lalai.
Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan
melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata.
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut :
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu
mengganti kerugian”
Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam
melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus dipenuhi syarat-
syarat atau unsur-unsur sebagai berikut :
Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif
orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang
telah diatur dalam undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
1. Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang
normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan
mencegah manusia yang baik untu berbuat atau tidak berbuat.
2. Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian
yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat
dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan
tidak wajib membayar ganti rugi.
CONTOH KASUS
2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi
kepada pihak yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian
awal, apakah dia cidera janji karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan
melawan hukum jika pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang
undang hukum positif maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut
kepada kepolisian.
3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci
dan jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai
dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi
bagaimana bentuknya, tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi
didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril.
Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada keadaan
semula.
4.2 Ketentuan Asuransi Menurut Undang-Undang
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak
pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang
Usaha Perasuransian (UU Asuransi), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian
dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-
overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi
semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu”.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan
oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan
dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999
tentang Perlindungan Konsumen;
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat
juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima
tanggungan.
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk
diadakan perjanjian asuransi.
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.
Kasus ini berawal saat Hotmauli Manurung yang mengajukan klaim polis kepada
Prudential pada tanggal 18 Februari 2014 sebesar Rp 96 juta. Sayangnya, setelah lima bulan,
klaim polis belum juga keluar.
Pengadilan memerintahkan untuk mematuhi kesepakatan yang dicapai kedua belah
pihak di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI). Prudential hanya
membayar klaim nasabah secara ex gratia (sesuai kebijaksanaan Prudential) yaitu Rp 48 juta.
Prudential juga tidak diharuskan untuk membayar kerugian immaterial sebesar Rp 1 miliar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Wanprestasi merupakan suatu kelalaian, kealpaan, cidera janji, atau tidak menepati
kewajibannya dalam suatu perjanjian. Wanprestasi dengan tindakan melawan hukum
ternyata adalah dua hal yang berbeda, yaitu:
1. Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, Sedangkan perbuatan melawan hukum
ialah bersumber dari Undang-undang bukan berdasarkan perjanjian hasil
persetujuan, perbuatan melawan hukum berpatokan pada melawan hukum atau
tidak sesuai dengan hukum.
2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi
kepada pihak yang cidera janji. sedangkan dalam Perbuatan melawan hukum jika
pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum positif
maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut kepada kepolisian.
3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci
dan jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai
dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata.
Pemerintah telah mengatur tentang Usaha Perasuaransian dengan sangat jelas ketentuannya
terdapat di dalam Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 (tentang
Usaha Perasuransian) Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana
harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang ingin mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali
bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD), yaitu Hari diadakan
asuransi, nama tertanggung, nama orang yang jiwanya diasuransikan, dan saat mulai dan
berakhirnya evenemen. Hal ini tentulah berbeda dari suatu UU perjanjian yang telah diatur
dalam KUHPer.
Maka dengan demikian Perusahaan Asuransi merupakan suatu perjanjian yang mengikat
antara dua belah pihak yang mana perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian
tersebut ditentukan oleh Perusahaan Asuransi. Namun, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan
dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Sehingga dalam kasus wanprestasi PT. Prudential Life Assurance sebagai
penanggung memiliki kewajiban untuk memenuhi evenemen dari yang tertanggung,
sedangkan Almarhum Tohap Napitupulu sebagai tertanggung seharusnya mendapatkan
eveenemen dari premi yang telah dibayarkan. Hotmauli Manurung atas nama almarhum
Tohap Napitupulu mengugat PT. Prudential Life Assurance atas haknya almarhum untuk
mendapatkan Asuransi Keselamatan Jiwanya, tetapi hal ini direspon lama dari pihak asuransi
sehingga kasus ini dibawa ke pengadilan. Namun menurut PT. Prudential Life Assurance
adanya kesepakatan yang tidak di tepati oleh pihak almarhum Tohap sehingga asuransi
jiwanya tidak dicairkan secara langsung.
Saran
Sebagai pembuat perjanjian sebaiknya kita harus teliti dengan siapa kita membuat
perjanjian, bagaimana perjanjian itu di laksanakan, dan seperti apa kontrak perjanjian yang
telah yang telah buat agar tidak merugikan diri kita maupun orang lain atau wanprestasi.
Apabila wanprestasi telah terjadi, sebaiknya pihak ketiga atau mediator harus bersikap
netral dan pihak tergugat haruslah membayar atau mengganti rugi sesuai dengan keputusan
pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Prof.Subekdi.SH. 1980. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Bandung: PT.Intermasa.
Web:
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-wanprestasi-dan-
penjelasannya.html#_
http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/pengertian-fungsi-
tujuan-asuransi/
http://www.bimbie.com/peran-asuransi-dalam-negara-maju.htm
http://insa24.blogspot.co.id/2014/12/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-
hukum.html
https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dsar-dasar-hukum-asuransi/
http://hukumasuransi.blogspot.co.id/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/26/073925526/Dinyatakan.Wanprestasi.Pru
dential.Harus.Bayar.Ganti.Rugi.Rp.1.1.Miliar
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/28/185745426/Soal.Wanprestasi.Prudential.
Akan.Bayar.Rp.48.Juta?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khipr
d