Pembimbing:
dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp. An
Disusun oleh:
Winda Yunisya Putri
30101507582
I
LEMBAR PERSETUJUAN
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah K.R.MT
Wongsonegoro Semarang
Semarang,Juli 2019
Pembimbing,
II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya, Penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan referat
ini, terutama kepada dr. Satrio Adi Wicaksono Sp.An selaku pembimbing yang telah
memberikan waktu dan ilmu selama penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini
masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya.
Penyusun
III
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................. IV
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 10
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut data WHO kematian tenggelam termasuk 10 penyebab utama kematian pada
anak dan dewasa. Data menunjukkan bahwa kejadian tiap tahunnya merengut 372.000 jiwa.
Korban tenggelam di Indonesia mencapai 5097 korban dengan 633 kejadian dan terdapat 278
orang meninggal dunia atau sekitar 5,4% yang meninggal.
Kejadian tenggelam dibedakan bedasarkan jenis airnya yaitu tenggelam di air tawar
(fresh water) dan tenggelam di air laut (saltwater). Air laut terkenal dengan konsentrasi elektrolit
lebih tinggi dari kadar plasma darah. Sedangkan air tawar terkenal dengan sifat hipotonik.
Korban tenggelam di air tawar memiliki potensi yang lebih tinggi menyebabkan kematian dan
durasi waktu kematiannya lebih cepat dibandingkan dengan air laut.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tenggelam adalah kegagalan nafas yang diakibatkan tertutupnya jalan nafas baik
hidung dan mulut ataupun keseluruhannya oleh air sehingga mennyebabkan kematian,
kesakitan, atau sering disebut dengan akfiksia. Tenggelam secara umum terjadi karena air
dan terendam (basah) namun ada juga istilah dry drowning (kering) yaitu tenggelam akibat
penutupan jalan napas karena kejang yang disebabkan oleh air
Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban
tenggelam.
Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan karena
kematian disebabkan oleh spasme laring
Secondary drowning
Terjadi beberapa gejala beberapa hari setelah korban tenggelam. Korban dapat
hidup setelah tenggelam dan meninggal beberapa saat kemudian atau beberapa
hari kemudian akibat komplikasi
Immersion drowning
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat reflek vagal
2
normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran
pernapasan, dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan
tersebut akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang
disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida.
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak pada korban tenggelam baik di air
laut maupun di air tawar, terutama karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan yang
disebut asfiksia mekanik. Definisi asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana
terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat
disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan, dan gangguan yang
diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan menimbulkan suatu
keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar
karbondioksida.
3
Inhibisi vagal pada umumnya merupakan penyebab dari kematian yang segera
(immediate death), hal mana dikaitkan dengan terminologi “sudden cardiac arrest”.
Mekanisme kematian pada inhibisi vagal dapat dijelaskan melalui mekanisme:
b) Secara eksperimental pada binatang yang dibuat berada dalam keadaan “obstructive
asphyxia” setelah beberapa menit akan diikuti dengan berkurangnya detak jantung
kemudian beberapa saat terjadi takikardi sampai terjadi kematian.
air tawar memiliki sifat hipotosis daripada darah. Terjadinya tenggelam akibat
air tawar akibat volume air tawar memasuki paru-paru yang akan menganggu proses
respirasi external dengan mencegah lewatnya gas diantara alveolus dan kapiler paru.
Kemudian akan terjadi hemodilusi yaitu peningkatan volume darah akibat peningkatan
volume plasma. Hemodilusi pada kasus teggelam terjadi akibat penyerapan air ke
tubuh yang cepat lalu menyerap ke darah yang kemudian akan medistorsi ph darah. K
+ plasma plasma (ion kalium) dan kadar Na + (natrium ion) yang tertekan dapat
mengganggu aktivitas listrik jantung, yang menyebabkan fibrilasi ventrikel keadaan
ini yang akan menyebabkan serangan jantung dalam 2-4 menit. Namun jika pada
korban yang sempat bertahan hidup beberapa menit pertama di bawah air dapat terjadi
gagal ginjal akut yang terjadi akibat sel-sel darah yang meledak ke ginjal.
Air asin memiliki efek sebaliknya dengan air tawar namun memiliki hasil yang
sama. Air laut bersifaat hipertonik. Ketika air laut masuk ke patu-paru air akan ditarik
ke dalam alveoli dari aliran darah akibat tekanan osmotic dan peningkatan volume
cairan di paru-paru. Maka terjadi hemokonsentrasi yang berakibat cairan dari sirkulasi
dapat tertarik keluar sampai 42% yang kemudian masuk paru-paru. Kemudian terjadi
peningkatan viskositas darah yang menyebabkan perlambatan sirkulasi yang pada
4
akhirnya memperlambat denyut jatung sampai henti jantung. Kondisi ini terjadi dalam
waktu 12 menit.
Gambar 2. Foto CT-scan Cranial (a) Tenggelam air laut (b) tenggelam air tawar
Ketika orang yang tenggelam tak sadarkan diri dansemakin dalam. Korban
akan terus berusaha bernapas yang kemudian berdampak air mengalir melalui faring
dan mernagsan reflek yang memicu laring dan epiglottis untuk menutup untuk
melindungi trakea dan air dialirkan ke perut. Biasanya pada kasus ini paruparu korban
telah terisi kurang dari satu liter dan sisanya tertelan.
2.5 Prognosis
Korban yang dalam keadaan koma, menerima RJP terlambat, dilatasi pupil yang
tetap dan tidak respirasinya tidak spontan memiliki prognosis yang buruk. 35-60% yang
membutuhkan RJP hingga ke instalasi gawat darurat (IGD) meninggal dan 60-100% yang
selamat mengalami sekuele neurologis jangka panjang. Pada anak, kurang lebih 30% yang
5
membutuhkan perawatan khusus di pediatric intensive care unit (PICU) meninggal. Anak
yang selamat 10-30% dapat mengalami kerusakan otak yang berat. Morbiditas dan
mortalitas tenggelam disebabkan terutama oleh spasme laring dan cedera pulmoner akibat
dari hipoksia dan asidosis. Resiko sekunder yang dapat menyebabkan kematian pada korban
tenggelam adalah sindroma distress pernapasan akut.
Korban terlebih dahulu dikeluarkan dari air secara hati-hati dengan praduga
cedera servikal. Para penolong tidak boleh mengansumsikan bahwa korban tidak
dapat ditolong kecuali korban sudah meninggal beberapa saat lalu. Panggil bantuan
dan defribilator (AED) jika ada, buka baju pasien, lakukan pengecekan CAB
(circulation, airway, breathing) kemudian segera lakukan RJP. Jika pasien
mengalami penurunan status mental, periksa jalur napas dari benda-benda asing
dengan manuver finger-sweep. Sesaat setelah AED datang, segera pasang alat
tersebut dengan mengeringkan badan pasien terlebih dahulu. Usahakan pemasangan
tidak mengganggu atau mengganggu kompresi seminimal mungkin. Setelah
pemberian kejutan, periksa kembali nadi dan pernapasan. Jika nadi dan pernapasan
kembali, posisikan pasien ke recovery position. Jika ritme unshockable, RJP terus
dilakukan hingga bantuan datang atau ritme shockable. Korban dapat muntah saat
dilakukannya kompresi dada. Jika muntah, miringkan tubuh korban dan bersihkan
muntahannya dengan menggunakan jari, pakaian atau disedot (suction). Jika curiga
cedera spinal, korban digulingkan sedemikian rupa sehingga kepala, leher dan
badan berputar sebagai sebuah unit untuk melindungi cedera spinal.
6
2.6.2. Penanganan di Rumah Sakit
Saat pasien sudah sampai IGD sgera lakukan oksigenasi untuk mencegah
hipoksia. Dan biasanya diklasifikasikan menjadi empat kelompok saat sudah
sampai di IGD.
7
Tabel 1. Penanganan awal korban tenggelam di IGD berdasarkan kondisi.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR ISI
Bierens JJLM (eds.). Drowning: Prevention, Rescue, Treatment. 2nd edition. New York:
Springer; 2014
Brenner, Ruth A., Gitanjali Saluja Taneja, Denise L. Haynie, Trumble, Cong Qian, Ron
M. Klinger, and Mark A. Klebanoff, 2017, Association Between Swimming Lessons and
Drowning in Childhood: A Case-Control Study, Eunice Kennedy Shriver National Institute of
Child Health and Human Development,
Cantwell GP. Drowning. Updated on [May 18, 2017]; accessed on [Dec 14, 2017].
Available URL: https://emedicine.medscape.com/article/772753overview
Prawedana GHK and Suarjaya PP. Bantuan Hidup Dasar Dewasa Pada Near Drowning
Di Tempat Kejadian. E-Jurnal Medika Udayana 2013; 2(5):840852.
Kleinman ME, Brennan EE, Goldberger ZD, Swor RA, Terry M, Bobrow BJ et al. AHA
Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
2015 – Part 5: Adult Basic Life Support and Cardiopulmonary Resuscitation Quality. Circulation
2015; 132: S414S435
Usaputro, Rizki, Kunthi Yulianti, 2017, Karakteristik Serta Faktor Resiko Kematian
Akibat Tenggelam Berdasarkan Data Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah 2010 – 2012, Universitas Udayana
10