Tppk-Kematian Neonatus Bayi Dan Balita-Kematian Ibu Akibat Kehamilan Dan Persalinan-Tidak Terlaksananya Audit Maternal Perinatal-Siti Rahma-15 138
Tppk-Kematian Neonatus Bayi Dan Balita-Kematian Ibu Akibat Kehamilan Dan Persalinan-Tidak Terlaksananya Audit Maternal Perinatal-Siti Rahma-15 138
Oleh :
Siti Rahma
K1A1 15 138
A. Latar Belakang
Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka
Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator yang berhubungan
dengan status kesehatan anak. Setiap tahun diperkirakan delapan juta bayi lahir
mati atau mening a1 pada bulan pertarna dari kehidupannya. Sebagian besar dari
kematian ini terjadi di negara berkembang. Dari tujuh juta bayi yang meninggal
setiap tahun, kira-kira dua pertiga meningga1 pada bulan pertama dari
kehidupannyg. Angka statistik yang mengejutkan ini meminta perhatian untuk
masalah kesehatan bayi baru lahir di negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Kematian bayi baru lahir disebabkan karena berbagai ha1 yang saling berkaitan
antara sebab medis, faktor sosial, dan kegagalan berbagai sistem yang banyak di-
pengaruhi oleh budaya. Dalam banyak hal, kesehatan bayi baru lahir berkaitan erat
dengan kesehatan ibu7. Pada dasamya, kematian ibu, janin, dan neonatal di negara
berkembang biasanya sering terjadi di rumah, pada saat persalinan, atau pada awal
masa neonatal, tanpa pertolongan dari tenaga kesehatant terlatih, keterlambatan ak-
ses untuk menerima perawatan yang berkualitas, dan sebagainya (Djaja dan
Soemantri, 2003).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, penyebab utama kematian
neonatal di Indonesia adalah karena asfiksia, berat bayi lahir rendah (BBLR) dan
sepsis. Penyebab utama kematian neonatal ini erat kaitannya dengan kesehatan ibu
dan pemeriksaan kesehatan ibu yang diperoleh sebelum, selama dan setelah
melahirkan. Selain itu usia ibu mempengaruhi faktor biologis yang dapat
menyebabkan komplikasi selama masa kehamilan dan pada saat persalinan yang
pada gilirannya akan mempengaruhi peluang anak untuk bertahan hidup. Menurut
BAPENAS terdapat yang korelasi positif antara jumlah dan jarak kelahiran dengan
peluang terjadinya kematian, angka kematian neonatal akan turun seiring dengan
bertambahnya interval kelahiran. Semakin tinggi persentase ibu dengan
pemeriksaan kehamilan yang adekuat dan jumlah kelahiran ditolong oleh tenaga
kesehatan profesional maka makin rendah angka kematian bayi dan balita
(Noorhalimah, 2015)
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah
Angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000
kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas
bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu
kelahiran hidup), selain itu berguna untk mencerminkan keadaan derajat kesehatan
di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan
lingkungan tempat orangtua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status
sosial orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan
pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas
dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka kematian bayi
merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan
oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan terutama yang berhubungan
dengan bayi baru lahir perinatal dan neonatal (Dinkes Provinsi Jabar 2016). Angka
kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator sensitif untuk mengetahui
derajat kesehatan suatu negara bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu
bangsa. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator kesejahteraan suatu
bangsa yang mencerminkan tingkat masalah kesehatan masyarakat serta merupakan
indikator yang lazim digunakan sebagai indeks pembangunan ekonomi, indikator
kualitas hidup, dan komponen utama penentu angka harapan hidup suatu
masyarakat. Derajat kesehatan pada anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa,
sebab mereka sebagai generasi penerus memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, World
Health Organization (WHO) menetapkan kematian anak menjadi target ke-4
Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan 2/3 kematian anak di
bawah usia 5 tahun antara tahun 1990-2015. Komponen penting dari kematian bayi
adalah kematian neonatal yang masih menjadi tantangan dan masalah di setiap
negara dan ancaman utama bagi pencapaian MDGs.
Angka Kematian Neonatal (AKN) adalah jumlah kematian bayi di bawah usia
28 hari per 1.000 kelahiran hidup pada periode tertentu. Kematian neonatal dibagi
menjadi kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. kematian neonatal
dini terjadi pada periode 7 hari pertama kehidupannya (masa perinatal) dan
kematian neonatal lanjut terjadi setelah 7 hari dan berakhir sampai 28 hari.
Anak Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang
paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 12 sampai 59 bulan. Masa ini
merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan
pertumbuhan intelektual. Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa
ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Angka kematian Balita adalah Jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu
tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk
kematian bayi), Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup
anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak
bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka Kematian Balita
kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. (Dinas
Kesehatan Provinsi Jabar, 2016)
B. Rumusan Masalah
1. Faktor faktor apa saja yang mengakibatkan kematian Neonatus, Bayi dan Balita?
2. Bagaimana dampak dari kematian Neonatus, Bayi dan Balita?
3. Bagaimana upaya Pencegahan kematian Neonatus, Bayi dan Balita?
4. Apa saja kebijakan dan program pencegahan kematian Neonatus, Bayi dan
Balita?
PEMBAHASAN
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa
neonates. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan
kematian. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian, sehingga kematian
neonatal dapat dicegah. Pola penyebab utama kematian neonatal di Indonesia tidak
jauh berbeda dengan pola penyebab utama kematian neonatal di dunia, yaitu
prematuritas/ BBLR (27%), Asfiksia (23%), sepsis/ pneumonia (26%), tetanus
(7%), diare (3%), kelainan kongenital (7%).
Data dari SKRT 2001 menunjukkan bahwa berat bayi lahir rendah (BBLR)
merupakan salah satu faktor terpenting kematian neonatal. Penyumbang utama
kematian BBLR adalah prematuritas, infeksi, asfiksia lahir, hipotermia, dan
pemberian ASI yang kurang adekuat Angka kematian neonatal dipengaruhi oleh
berbagai faktor risiko seperti tingkat sosial ekonomi yang berhubungan dengan
kelahiran berat bayi lahir rendah, mutu pelayanan perinatal, usia ibu, pekerjaan,
paritas, status perokok ibu hamil, kelainan kehamilan, komplikasi persalinan, serta
kondisi bayi seperti prematuritas,, BBLR, asfiksia dan infeksi. Faktor medik yang
melatar belakangi kematian neonatal dan perinatal/neonatal dini adalah usia ibu <
20 tahun atu > 35 tahun, paritas > 4 orang dan jarak antar kehamilan < 2 tahun,
komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan penyebab langsung
kematian ibu, perinatal, dan neonatal seperti perdarahan pervaginam, infeksi
preeklamsia/eklamsia, komplikasi akibat partus lama, dan trauma persalinan.
Faktor - faktor yang secara tidak langsung menyebabkan kematian bayi,
berupa kurangnya kesadaran masyarakat bahwa melahirkan berisiko terhadap ibu
dan bayi. Selain itu, kurangnya perhatian keluarga (Ibu, suami, nenek) terhadap
keselamatan dan kesehatan bayi, kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang
pentingya pemeriksaan kehamilan minimal empat kali selama kehamilan,
rendahnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang disebabkan jarak yang jauh,
dan tidak ada biaya. Faktor risiko selama kehamilan yang merupakan determinan
tidak langsung terhadap kondisi sosial ekonomi dan mempengaruhi karakteristik
serta status kesehatan ibu antara lain status sosial ekonomi keluarga, pendidikan
ibu, jenis pekerjaan ibu, status gizi, status ANC, umur ibu, paritas, jarak kehamilan,
tinggi badan, berat badan, dan komplikasi kehamilan. Faktor risiko yang terjadi
pada masa persalinan merupakan determinan langsung yang banyak berhubungan
dengan kondisi ibu menjelang persalinan dan pelayanan yang diberikan, antara lain
jarak ketempat pelayanan, penolong persalinan, letak janin, dan umur kehamilan.
Kondisi bayi baru lahir yang merupakan out come kehamilan yaitu BBLR, asfiksia,
infeksi, dan lahir dengan cacat.
A. Simpulan
Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator yang
berhubungan dengan status kesehatan anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian neonatus, bayi dan balita
terdiri dari determinan jauh yaitu factor social ekonomi dan factor pelayanan
kesehatan, determinan antara yaitu factor kondisi maternal, dan determinan
dekat yaitu factor bayi itu sendiri.
Kegawatdaruratan yang dapat terjadi pada kematian neonatal, bayi dan
balita antara lain hipoksia, prolaps tali pusat, vasa previa dan distosia bahu.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian
neonatus, bayi dan balita antara lain,promosi kesehatan, safe motherhood,
pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar (PONED), penanggulangan gizi
KIA, imunisasi HB0, dan pembentukan program perencanaan pertolongan
persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K).
Kebijakan dan program pencegahan kematian neonatus, bayi dan balita
terdiri dari beberapa strategi antara lain program pembangunan nasional, strategi
dan usaha, jaring pengaman social, peraturan perundangan, dan program
nasional bagi anak Indonesia.
B. Saran
Ada beberapa saran yang dapat kami berikan untuk mengurangi masalah
kematian neonatus, bayi, dn balita antara lain :
1. Bagi dinas kesehatan dan instansi terkait diharapkan meningkatkan penyuluhan
kepada masyarakat tentang faktor - faktor risiko, penyebab kematian neonatus,
bayi, dn balita dan upaya pencegahan kematian neonatus, bayi, dn balita kepada
para ibu dan calon ibu serta keluarga untuk memberikan perhatian kepada ibu
hamil
2. Bagi masyarakat diharapkan agar tidak melakukan pernikahan dini usia <20
tahun, diharapkan ibu menjaga diri dari pekerjaan yang berat dan meningkatkan
dan menjaga asupan gizi ketika hamil serta memeriksakan dan
mengkonsultasikan kehamilan dengan rutin di fasilitas kesehatan terutama pada
ibu hamil dengan risiko tinggi supaya tidak terlambat dalam deteksi dini
mengenali komplikasi kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Hoelman, M. dkk. 2015. Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota Dan
Kabupaten) Dan Pemangku Kepentingan Daerah. International NGO Forum on
Indonesian development.
Oleh :
Siti Rahma
K1A1 15 138
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat dan keberhasilan pembangunan di suatu negara. Selain itu
AKI juga digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan Indeks
Pembangunan Manusia. World Health Organization (WHO) memiliki beberapa
istilah berbeda terkait dengan AKI. Istilah pertama adalah maternal death atau
kematian ibu, yang didefinisikan sebagai “kematian yang terjadi saat kehamilan,
atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan, tanpa memperhitungkan durasi dan
tempat kehamilan, yang disebabkan atau diperparah oleh kehamilan atau
pengelolaan kehamilan tersebut, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau
kebetulan” (WHO, 2004). Konsep maternal death ini berbeda dengan
konsep maternal mortality ratio, atau yang lebih dikenal sebagai Angka Kematian
Ibu (AKI), jika mengacu pada definisi Badan Pusat Statistik (BPS). Baik BPS
maupun WHO mendefinisikan maternal mortality ratio/AKI sebagai angka
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2004).
Angka kematian maternal (AKM) merupakan indikator yang mencerminkan
status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan
melahirkan. Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai
akibat komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan, sehingga
diperkirakan AKM di seluruh dunia sebesar 400 per 100.000 kelahiran hidup
(KH). Kematian maternal 98% terjadi di negara berkembang. Indonesia sebagai
negara berkembang, masih memiliki AKM cukup tinggi. Hasil SDKI 2002/2003
menunjukkan bahwa AKM di Indonesia sebesar 307 per 100.000 KH.
McCarthy dan Maine (1992) mengemukakan 3 faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian kematian maternal :
1. Determinan dekat yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi yang terjadi
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasi obstetri)
2. Determinan antara yaitu status kesehatan ibu, status reproduksi, akses ke
pelayanan kesehatan, perilaku perawatan kesehatan / penggunaan pelayanan
kesehatan dan faktor – faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terduga
3. Determinan jauh meliputi faktor sosio – kultural dan faktor ekonomi, seperti
status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam
masyarakat dan status masyarakat.
Menurut laporan dari WHO, kematian ibu umumnya terjadi akibat
komplikasi saat, dan pasca kehamilan. Adapun jenis-jenis komplikasi yang
menyebabkan mayoritas kasus kematian ibu – sekitar 75% dari total kasus
kematian ibu adalah pendarahan, infeksi, tekanan darah tinggi saat kehamilan,
komplikasi persalinan, dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2014). Untuk kasus
Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Pusat Kesehatan dan Informasi Kemenkes
(2014) penyebab utama kematian ibu dari tahun 2010-2013 adalah pendarahan
(30.3% pada tahun 2013) dan hipertensi (27.1% pada tahun 2013).
Meningkatkan kesehatan ibu adalah salah satu butir dari Tujuan
Pembangunan Abad Milenium/Mil/enium Development Goals (MDG) yang harus
dicapai oleh 191 negara anggota PBB pada tahun 2015, termasuk Indonesia.
Meningkatkan kesehatan ibu (selanjutnya disebut MDG 5) terdiri daridua target,
yaitu mengurangi angka kematian ibu (AKl) saat melahirkan (1990-2015) dan
akses terhadap pelayanan kesehatan standar hingga tahun 2015. Khusus untuk
Indonesia, tujuan/goal yang ditetapkan dalam MDG 5 ada tiga poin, meliputi
menurunkan AKI dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi
102 pada tahun 2015, meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
dari 40,7o/o (1990) menjadi 100% (2015), dan seluruh perempuan usia 15-49
tahun yang pernah menikah menggunakan alaUcara kontrasepsi (universal
access)
Hal ini sangat ironis, mengingat berbagai penyebab kematian ibu di atas
sebenarnya dapat dicegah, jika sang ibu mendapatkan perawatan medis yang
tepat. Kematian ibu menurut ICD–10 (The Tenth Revision of The International
Classification of Diseases) adalah kematian seorang wanita yang terjadi selama
masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak
tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, oleh setiap penyebab yang
berhubungan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan
oleh kecelakaan atau insidental (Saifudin, 1994; WHO, 1999; dan WHO, 2003).
B. Rumusan Masalah
1. Faktor-factor apa yang mengakibatkan kematian ibu akibat kehamilan dan
persalinan?
2. Bagaimana factor resiko dari kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan?
3. Bagaimana upaya mencegah dan mengurangi kematian ibu akibat kehamilan
dan persalinan?
PEMBAHASAN
B. Faktor Resiko yang Di Timbulkan Dari Kematian Ibu Akibat Kehamilan dan
Persalinan
Hoelman dkk (2015) menyebutkan bahwa kegawatdaruratan pada ibu bisa terjadi
selama kehamilan, persalinan maupun masa nifas yaitu
1. Hemoragi obstetrik mayor yaitu perkiraan kehilangan darah sebanyak lebih
dari 1000 ml atau kehilangan darah yang menyebabkan syok klinis pada wanita
2. Ruptur uteri yaitu: robekan yang terjadi akibat adanya laserasi dinding uterus
dan melebar sampai ke pembuluh darah hingga menyebabkan perdarahan
3. Eklamsia, edema dan spasme serebral, bekuan atau haemoragi di arteri kecil
mungkin merupakan penyebab eklamsi/kejang
4. Embolisme cairan amnion adalah kondisi di mana cairan amnion masuk ke
dalam sirkulasi maternal. Kondisi ini sangat jarang terjadi pada persalinan
namun sering terjadi saat kehamilan hingga 48 jam pascapersalinan dan
menyebabkan tingginya mortalitas pada maternal
5. Sindrom HELLP: suatu sindrom di mana terjadi hemolisis, peningkatan enzim
hati dan trombosit yang rendah, dapat terjadi selama akhir kehamilan, selama
atau sampai 48 jam kelahiran
6. Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC) merupakan kondisi yang terjadi
akibat sekunder dari pre eklamsi berat dan sindroma HELLP. Perdarahan tak
terkontrol dapat terjadi tanpa pembentukan bekuan darah
7. Inversi uteri akut adalah komplikasi persalinan yang jarang terjadi yaitu uterus
menjadi terbalik dan mengalami prolaps ke vagina yang terjadi secara
mendadak selama kala III persalinan. Inversi dapat menjadi penyebab kematian
maternal karena syok dan perdarahan
8. Syok, kolaps dapat terjadi karena kegagalan sirkulasi tubuh yang tidak mampu
menerima oksigen dan nutrisi serta mengekresikan zat sisa.
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian kematian maternal
1. Determinan dekat
Komplikasi kehamilan
Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan memiliki risiko untuk
mengalami kematian maternal lebih besar bila dibandingkan dengan ibu
yang tidak mengalami komplikasi kehamilan, Adanya komplikasi pada
kehamilan, terutama perdarahan hebat yang terjadi secara tiba – tiba, akan
mengakibatkan ibu kehilangan banyak darah dan akan mengakibatkan
kematian maternal dalam waktu singkat. Hipertensi dalam kehamilan,
yang sering dijumpai yaitu preeklamsia dan eklamsia, apabila tidak segera
ditangani akan dapat mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran yang
berlanjut pada terjadinya kegagalan pada jantung, gagal ginjal atau
perdarahan otak yang akan mengakibatkan kematian maternal.
Komplikasi persalinan
Ibu yang mengalami komplikasi persalinan memiliki risiko untuk
mengalami kematian maternal lebih besar bila dibandingkan dengan ibu
yang tidak mengalami komplikasi persalinan. Adanya komplikasi
persalinan, terutama perdarahan postpartum, memberikan kontribusi 25%
untuk terjadinya kematian maternal. Perdarahan ini akan mengakibatkan
ibu kehilangan banyak darah, dan akan mengakibatkan kematian maternal
dalam waktu singkat. Preeklamsia ringan dapat dengan mudah berubah
menjadi preeklamsia berat dan keadaan ini akan mudah menjadi eklamsia
yang mengakibatkan kejang. Apabila keadaan ini terjadi pada proses
persalinan akan dapat mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran, dan dapat
mengakibatkan kematian maternal. Partus lama atau persalinan tidak maju,
adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam sejak inpartu. Partus
lama dapat membahayakan jiwa ibu, karena pada partus lama risiko
terjadinya perdarahan postpartum akan meningkat dan bila penyebab
partus lama adalah akibat disproporsi kepala panggul, maka risiko
terjadinya ruptura uteri akan meningkat, dan hal ini akan mengakibatkan
kematian ibu dan juga janin dalam waktu singkat. Partus lama dapat
mengakibatkan terjadinya infeksi jalan lahir. Infeksi ini dapat
membahayakan nyawa ibu karena dapat mengakibatkan sepsis.
Komplikasi nifas
Ibu yang mengalami komplikasi nifas memiliki risiko untuk mengalami
kematian maternal lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengalami komplikasi nifa. Adanya komplikasi pada masa nifas terutama
adanya infeksi dapat menyebabkan kematian maternal akibat menyebarnya
kuman ke dalam aliran darah (septikemia), yang dapat menimbulkan abses
pada organ – organ tubuh, seperti otak dan ginjal, sedangkan perdarahan
pada masa nifas dapat melanjut pada terjadinya kematian maternal
terutama bila ibu tidak segera mendapat perawatan awal untuk
mengendalikan perdarahan.
2. Determinan antara
Riwayat Penyakit Ibu
Riwayat penyakit ibu didefinisikan sebagai penyakit yang sudah diderita
oleh ibu sebelum kehamilan atau persalinan atau penyakit yang timbul
selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab obstetri
langsung, akan tetapi diperburuk oleh pengaruh fisiologik akibat
kehamilan sehingga keadaan ibu menjadi lebih buruk. Kematian maternal
akibat penyakit yang diderita ibu merupakan penyebab kematian maternal
tidak langsung (indirect obstetric death).
Keterlambatan rujukan
Keterlambatan rujukan pada ibu yang mengalami komplikasi pada masa
kehamilan, persalinan dan nifas memberikan risiko lebih besar untuk
terjadinya kematian maternal bila dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengalami keterlambatan rujukan saat terjadi komplikasi. Keterlambatan
rujukan yang terjadi pada kasus – kasus kematian maternal meliputi
keterlambatan pertama, kedua dan ketiga. Ketiga jenis keterlambatan ini
akan memperburuk kondisi ibu akibat ibu tidak dapat memperoleh
penanganan yang adekuat sesuai dengan komplikasi yang ada, sehingga
kematian maternal menjadi tidak dapat dihindarkan.
Keterlambatan pertama merupakan keterlambatan dalam pengambilan
keputusan. Keterlambatan kedua merupakan keterlambatan mencapai
tempat rujukan, setelah pengambilan keputusan untuk merujuk ibu ke
tempat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap diambil. Keterlambatan
ketiga pada kasus kematian maternal terjadi akibat keterlambatan
penanganan kasus di tempat rujukan.
Riwayat KB
Program KB memiliki peranan yang besar dalam mencegah kematian
maternal. Dengan memakai alat kontrasepsi, seorang ibu akan dapat
merencanakan kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari
terjadinya kehamilan pada umur tertentu (usia terlalu muda maupun usia
tua) dan dapat mengurangi jumlah kehamilan yang tidak diinginkan
sehingga mengurangi praktik pengguguran yang ilegal berikut kematian
maternal yang ditimbulkannya. Penggunaan alat kontrasepsi akan
mencegah keadaan ‘empat terlalu’ yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu
sering dan terlalu banyak yang merupakan faktor risiko terjadinya
kematian maternal. Apabila seorang ibu dalam masa reproduksinya tidak
menggunakan alat kontrasepsi, maka ia dihadapkan pada risiko untuk
terjadinya kehamilan beserta risiko untuk terjadinya komplikasi baik pada
masa kehamilan, persalinan maupun nifas, yang dapat melanjut menjadi
kematian maternal.
A. Simpulan
Angka kematian maternal (AKM) merupakan indikator yang mencerminkan
status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan
melahirkan. Beberapa factor penyebab yang mempengaruhi kematian ibu akibat
kehamilan dan persalinan diklasifikasikan menjadi tiga bagian utamayaitu factor
medik, factor non-medik dan factor pelayanan kesehatan.
Adapun factor resiko kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan terdiri
dari determinan dekat yaitu komplikasi kehamilan, komplikasi persalinan, dan
komplikasinifas. Serta determinan antara terdiri dari riwayat penyakit ibu,
keterlambatan rujukan dan riwayat KB.
Upaya pencegahan kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan dapat
dilakukan dengan berbagai program kesehatan misalnya Safe Motherhood
Initiative dan Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan PKBI dalam Konteks Penurunan
AKI.
B. Saran
Ada beberapa saran yang dapat kami berikan untuk mengurangi masalah
Angka Kematian Maternal antara lain :
1. Peningkatan kualitas bidan baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan
sesuai dengan perkembangan zaman melalui pelatihan maupun workshop,
diantaranya pelatihan Midwifery Update (MU), Pelatihan Komunikasi
interpersonal dan konseling (KIPK), Pelatihan penanganan gawat darurat
kebidanan, Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), dll.
2. Pelayanan kesehatan dasar agar dapat meningkatkan kualitas standar pelayanan
KIA melalui penyeliaan fasilitatif.
3. Menggerakkan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak, seperti program desa siaga, ambulans desa, kelompok
donor darah berjalan, Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dan alokasi dana lebih banyak digunakan untuk bidang
kesehatan.
4. Optimalisasi pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang pentingnya
pemeriksaan kehamilan.
5. Pendampingan ibu hamil oleh kader kesehatan/masyarakat (peer to peer) untuk
menjamin kesehetan ibu selama hamil, melahirkan dan nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Hoelman, M. dkk. 2015. Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota Dan
Kabupaten) Dan Pemangku Kepentingan Daerah. International NGO Forum on
Indonesian development.
Saifudin, 1994. Kematian Maternal. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka
WHO. 2000. Making Pregnancy Safer A Health Sector for Reducing Maternal and
Perinatal Morbidity and Mortality. Geneva: WHO
Oleh :
Siti Rahma
K1A1 15 138
A. Latar Belakang
Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan sistematis terhadap kasus
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan
menggunakan berbagai informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terdekat,
untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan
dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA disuatu wilayah. AMP
merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan
perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian di masa yang akan
datang,penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan
faktor penyebab yg dapat dicegah dari kesakitan dan kematian yg terjadi
(Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2010).
Audit Maternal Perinatal (AMP) adalah suatu analisis yang sistematis
terhadap pelayanan kesehatan pada maternal dan perinatal, termasuk prosedur
yang digunakan dalam menentukan diagnose dan tindakan yang diberikan.
Program AMP merupakan salah satu bentuk implementasi dari program audit
klinis oleh Departemen Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang
didefinisikan sebagai suatu proses penelaahan berumah sakitama terhadap kasus
kematian dan kesakitan maternal dan perinatal serta penatalaksanaannya dengan
tujuan menentukan penyebab dan faktor yang terkait dengan kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal (3 terlambat dan 4 terlalu). Pelaksanaan telaah
menggunakan berbagai informasi dari kelompok yang terkait untuk memperoleh
informasi tentang tindakan yang paling tepat untuk dilakukan dalam upaya
peningkatan kualitas pelayanan pada ibu dan perinatal dengan pendekatan
pemecahan masalah (Suwanti dkk., 2013)
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu
pelayanan KIA di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan perinatal. Tujuan khusus audit maternal adalah
a. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di
perlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam
pembahasan kasus
b. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal
secara teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah
bnerumah sakitalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah
kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota provinsi
c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit
berumah sakitalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi terhadap intervensi yang disepakati.
AMP juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan evaluasi sistem
rujukan,agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik,maka diperlukan :
a. Pengisian rekam medis yg lengkap dan benar disemua tingkat pelayanan
kesehatan.
b. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara
autopsi verbal,yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yg
mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yg diperoleh sebelum
penderita meninggal,sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Kegiatan Audit Maternal-Perinatal yang dilakukan harus menerapkan prinsip
menghormati dan melindungi semua pihak yang terkait, baik individu maupun
institusi. Sebelum audit dilakukan, harus ditekankan kembali kepada pihak yang
terkait bahwa kegiatan ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan hukum (bukti
dalam perumah sakitidangan) maupun untuk kepentingan lainnya selain hanya
untuk kajian terhadap kasus (Depkes, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya Audit Maternal
Perintal?
2. Bagaimana upaya mengurangi serta apa saja strategi mencegah tidak
terlaksananya Audit Maternal Perintal?
PEMBAHASAN
A. Simpulan
Audit maternal perinatal(AMP) adalah proses penelaahan sistematis
terhadap kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta
penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman
dari suatu kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi
yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA
disuatu wilayah
Faktor-faktor yang mempengarui tidak terlaksananya Audit Maternal
Peinatal antara lain factor medic, factor non-medik, pelayanan kesehatan yang
tidak memadai, aspek manajemen yg belum menunjang, keterampilan pemberian
pelayanan KIA yang rendah.
Upaya untuk mencegah tidak terlaksananya Audit Mayernal Perinatal adalah
dengan pembentukan kebijaksanaan dan strategi AMP dimana kegiatan AMP
lebih cenderung ke arah upaya pemecahan masalah dengan upaya peningkatan
kualitas pelayanan.
B. Saran
Ada beberapa saran yang dapat kami berikan untuk mengurangi masalah
tidak terlaksananya Audit Maternal Perinatal antara lain :
1. Perlu dilakukan evaluasi dan tindakan yang lebih terencana lagi dalam Audit
Maternal Perinatal (AMP) agar upaya percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat tercapai.
2. Perlu adanya kerjasama antar sektoral untuk upaya menurunkan angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
3. Sebaiknya dilakukan upaya peningkatan dan pengembangan standarisasi
mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat pelayanan dasar (Puskesmas) dan
Rumah Sakit terutama dalam pelayanan KIA.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2010. Pedoman Audit Maternal Perinatal (AMP).
Kementrerian Kesehatan Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Pedoman Audit Maternal Perinatal
(AMP).
Suwanti. E.Wahyuni. S., Rahayu. R.D., 2013. Pemahaman Bidan Tentang Audit
Maternal Perinatal Kaitannya Dengan Kepatuhan Bidan Dalam Pelaksanaan
Managemen Aktif Kala III Di Wilayah Kabupaten Kleten. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan
Kebidanan.