Anda di halaman 1dari 87

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Identifikasi forensik merupakan upaya pengenalan individu yang

dilakukan berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang membedakannya dari

individu lain. Proses ini mencakup identifikasi korban hidup, korban mati,

maupun potongan tubuh yang diduga berasal dari tubuh manusia. Salah satu

teknik identifikasi yang dapat digunakan adalah antropometri yang dilakukan

dengan mengukur bagian tubuh tertentu (Iswara dkk., 2016).

Pada dasarnya prinsip identifikasi ialah membandingkan data ante-

mortem (data semasa hidup) dan data post-mortem (data setelah kematian)

pada orang yang tidak dikenal. Identifikasi forensik dilakukan dengan tujuan

membantu penyidik menentukan identitas seseorang untuk kepentingan

Visum et Repertum (VeR). Identifikasi korban yang sudah meniggal

dilakukan dengan sangat teliti untuk memperoleh identitas seperti jenis

kelamin, panjang dan berat badan, suku bangsa, warna kulit, keadaan rambut,

mata, gigi, berkas luka, dan sebagainya (Korah dkk., 2016).

Pada suatu identifikasi forensik yang harus dapat ditentukan antara lain

jenis kelamin, usia, ras dan tinggi badan. Tinggi badan merupakan parameter

antropometri yang paling penting dan berguna dalam menentukan identitas

fisik suatu individu. Identifikasi forensik bisa menggunakan formula atau

rumus yang telah ditemukan beberapa ahli untuk menentukan panjang badan

melalui panjang tulang. Formula yang dirancang untuk suatu populasi tidak

1
2

serta merta dapat menghasilkan data yang dapat diandalkan untuk populasi

lainnya, sehingga formula tersebut harus dikembangkan untuk setiap populasi

(Iswara dkk., 2016; Wakode dkk., 2015; Sheta dkk., 2009).

Indonesia secara geografis terletak di antara dua benua, dua samudera

dan tiga lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia

dan Lempeng Pasifik yang menyebabkan Indonesia rentan terhadap gempa

bumi, tsunami, letusan gunung api, dan jenis-jenis bencana geologi lain.

Ancaman bahaya gempa bumi tersebar di hampir seluruh wilayah Kepulauan

Indonesia, baik dalam skala kecil hingga skala besar yang dapat merusak.

Kondisi ini menyebabkan Indonesia sangat berpotensi sekaligus rawan terjadi

bencana seperti letusan gunung berapi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2017).

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2019), jumlah

kejadian bencana alam di Indonesia tahun 2019 dengan catatan terakhir 28

Februari 2019 sebanyak 890 bencana alam dengan korban meninggal dan

hilang 143 jiwa dan luka-luka sebanyak 272 jiwa serta 199,839 terkena

dampak dan mengungsi. Sulawesi Tenggara kejadian bencana alam tahun

2019 dengan catatan terakhir 05 Februari 2019 sebanyak 3 bencana alam

dengan data 0 meninggal dan hilang, 0 luka-luka dan 15 korban jiwa terkena

dampak dan mengungsi. Data menunjukan puting beliung merupakan

bencana yang paling banyak terjadi disusul oleh tanah longsor.

Pada kasus kriminalitas, terutama kasus mutilasi, selain dijumpai

potongan tubuh korban pada bagian kepala dari leher atau badan, tangan dari
3

ketiak atau siku, tangan dari paha atau lutut, kemungkinan juga akan dijumpai

potongan telapak tangan yang terpisah dari pergelangan tangan. Proses

identifikasi ketika hanya ditemukan potongan tubuh korban merupakan

langkah penting untuk keperluan medikolegal seperti memperkirakan tinggi

badan korban sehingga diperlukan suatu cara atau formula untuk mengukur

anggota tubuh tersebut dan menentukannya sebagai perkiraan tinggi badan

korban sewaktu masih hidup (Ismuririzal, 2011).

Direktorat Statistik Politik dan Keamanan (2017) menyatakan pada

periode tahun 2014-2016, jumlah kejadian tindak kriminalitas di Indonesia

meningkat. Tahun 2014 sebanyak 325.317 kasus, tahun 2015 sebanyak

352.936 kasus dan semakin meningkat pada tahun 2016 sebanyak 357.197

kasus, untuk wilayah Sulawesi Tenggara terjadi sebanyak 3.756 kasus pada

tahun 2016. Kejadian bencana alam dan tindak kriminalitas semakin

meningkat setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya mengalami

kerusakan pada tubuh dan hilangnya sarana bukti lain sehingga tidak dapat

diketahui identitasnya (Rieupassa dan Hamrun, 2012).

Data kecelakaan lalu lintas pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012

mengalami penurunan sebesar 17.843 kejadian atau turun 15%, jumlah

korban meninggal dunia mengalamai penurunan sebesar 3.128 korban jiwa

atau turun 11%, jumlah korban luka berat mengalami penurunan sebesar

11.266 korban jiwa atau turun 28%, jumlah korban luka ringan mengalami

penurunan sebesar 17.864 korban jiwa atau turun 14% dan kerugian materiil
4

mengalamai penurunan sebesar Rp. 42.762.816.789,- atau turun 14%. Markas

Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Korps Lalu Lintas (2013).

Estimasi tinggi badan dengan mengukur panjang telapak tangan kiranya

dapat dilakukan. Beberapa penelitian yang di lakukan oleh para ahli di India

dan Afrika mendapatkan korelasi yang sinergis antara tinggi badan dengan

panjang telapak tangan. Dalam penelitian yang juga dilakukan oleh Santosa

(2014) untuk mengetahui korelasi antara tinggi badan dengan panjang

telapak tangan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret, Jawa Tengah menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara

tinggi badan dengan panjang telapak tangan, yaitu semakin panjang telapak

tangan akan diikuti dengan semakin tingginya badan seorang individu (Oria

dkk., 2016; Wakode dkk., 2016).

Sulawesi Tenggara belum ada data penelitian tentang panjang telapak

tangan dengan tinggi badan serta belum adanya formula regresi untuk

menentukan tinggi badan pada populasi di Sulawesi Tenggara. Hal ini yang

menjadi dasar sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat judul Korelasi

Panjang Telapak Tangan Dengan Tinggi Badan Pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo. Untuk mewakili

beberapa daerah di provinsi Sulawesi Tenggara maka penelitian ini dilakukan

di Universitas Halu Oleo, terkhusus di Fakultas Kedokteran dan Fakultas

MIPA yang memiliki jumlah mahasiswa yang dapat mewakili berbagai

populasi daerah di Sulawesi Tenggara yang mudah ditemui oleh peneliti.

Penelitian ini diharapkan memiliki arti penting bagi ilmu pengetahuan pada
5

umumnya serta pada ilmu kedokteran forensik khususnya, terutama dalam hal

identifikasi forensik.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat korelasi antara panjang telapak tangan dengan tinggi

badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas

Halu Oleo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui korelasi antara panjang telapak tangan dengan tinggi

badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui korelasi panjang telapak tangan dengan tinggi badan

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo.

b. Mengetahui formula tinggi badan dari pengukuran panjang telapak

tangan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah referensi yang menunjang ilmu pengetahuan dan

memperluas wawasan pembaca tentang identifikasi forensik dalam hal

korelasi panjang telapak tangan dengan tinggi badan.


6

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengetahuan bidang

forensik dalam menerapkan metode identifikasi panjang telapak

tangan, sehingga diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat

dalam memperoleh identitas dari individu.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat akan pentingnya proses idenfitikasi melalui metode

identifikasi panjang telapak tangan dengan tinggi badan sehingga

dapat dijadikan acuan langkah selanjutnya dalam menentukan

identitas seseorang.

3. Manfaat Metodologis

Memberikan konstribusi dalam menambah ilmu pengetahuan dan

pengalaman dalam bidang kedokteran forensik terutama mengenai salah

satu cara dalam memperkirakan tinggi badan berdasarkan identifikasi

panjang telapak tangan sehingga dapat dikembangkan lebih danjut dan

dapat dijadikan dasar atau referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel

1. Identifikasi

Identifikasi adalah penentu atau penetapan identitas orang, benda, dan

sebagainya. Pengertian identifikasi secara umum adalah pemberian tanda-

tanda pada golongan barang-barang atau sesuatu, dengan tujuan

membedakan komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga suatu

komponen itu dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana.

Identifikasi adalah penentuan dan pemastian identitas orang yang hidup

maupun orang mati berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang

tersebut (Septadina, 2015).

Identifikasi forensik merupakan upaya pengenalan individu yang

dilakukan berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang membedakannya dari

individu lain. Proses ini mencakup identifikasi korban hidup, korban mati,

maupun potongan tubuh yang di duga berasal dari tubuh manusia. Salah

satu teknik identifikasi yang dapat digunakan adalah antropometri yang

dilakukan dengan mengukur bagian tubuh tertentu. Identifikasi forensik

memegang peranan yang sangat penting baik dalam kasus-kasus tindak

pidana yang melibatkan bidang forensik dan medikolegal, juga dalam

kasus-kasus seperti bencana alam dan kecelakaan. Proses identifikasi

menjadi penting bukan hanya untuk menganalisis penyebab suatu

kematian, namun juga dapat digunakan sebagai upaya untuk memberikan

7
8

ketenangan psikologis pada keluarga dengan adanya kepastian identitas

korban (Iswara dkk., 2016; Syafitri dkk., 2013).

Identifikasi forensik dilakukan dengan tujuan membantu penyidik

menentukan identitas seseorang untuk kepentingan visum et repertum

(VeR). Identifikasi korban yang sudah meniggal dilakukan dengan sangat

teliti untuk memperoleh identitas seperti jenis kelamin, panjang dan berat

badan, suku bangsa, warna kulit, keadaan rambut, mata, gigi, berkas luka,

dan sebagainya (Korah dkk., 2016).

Identifikasi terbagi menjadi identifikasi primer dan identifikasi

sekunder. Alat identifikasi primer yang paling dapat diandalkan adalah

analisis sidik jari, gigi, dan analisis DNA. Sedangkan, identifikasi

sekunder meliputi deskripsi individu (tato, bekas luka, jenis kelamin, dan

perhiasan), temuan medis, serta pakaian dan bukti-bukti lain yang

ditemukan di tubuh (Putri dkk., 2018). Jenis kelamin, usia dan tinggi

badan dianggap sebagai indikator utama dalam identifikasi (Shrestha dkk.,

2015).

Identifikasi individu merupakan aspek penting dalam ilmu forensik.

(Shah dkk., 2015). Identifikasi individu dapat dilakukan melalui beberapa

parameter, yaitu identifikasi usia, tinggi badan, ras dan jenis kelamin.

Identifikasi pada tulang atau kerangka bertujuan untuk membuktikan

bahwa tulang tersebut adalah tulang manusia atau hewan, tulang berasal

dari satu individu atau lebih dari satu individu, usia, umur tulang, jenis

kelamin, tinggi badan, ras, lama kematian, deformitas tulang, dan sebab
9

kematian. Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang paling

penting dan berguna dalam penentuan identitas fisik suatu individu tidak

dikenal yang hanya ditemukan potongan tubuh saja (Oria dkk., 2016).

Identifikasi tinggi badan menempati posisi yang relatif sentral dalam

penelitian antropologi. Identifikasi tinggi badan juga digunakan untuk

identifikasi kebutuhan yurisprudensi medis atau oleh ahli hukum medis

(medikolegal). Banyak penelitian telah dilakukan untuk memperkirakan

tinggi badan dengan melakukan pengukuran tulang-tulang. Penelitian

tersebut menghasilkan berbagai formula faktor perkalian dan persamaan

regresi yang digunakan untuk memperkirakan tinggi badan dari tulang-

tulang tersebut. Meskipun hubungan antar parameter tubuh telah

ditentukan, formula yang dirancang untuk suatu populasi tidak serta merta

dapat menghasilkan data yang dapat diandalkan untuk populasi lainnya,

sehingga formula tersebut harus dikembangkan untuk setiap populasi

(Sheta dkk., 2009).

2. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang paling

penting dan berguna dalam penentuan identitas fisik suatu individu tidak

dikenal yang hanya ditemukan potongan tubuh saja (Oria dkk., 2016).

Penelitian-penelitian antropometri di Indonesia sudah jarang dilakukan

karena adanya kendala beberapa faktor, seperti biaya dan waktu.

Pengukuran antropometri terdiri dari beragam pengukuran terhadap


10

dimensi tubuh, salah satunya pengukuran linier atau tinggi badan (Artaria,

2010).

Pengukuran tinggi badan manusia umumnya diukur dalam satuan

centimeter (cm), hal ini juga didasari atas formula tentang perkiraan tinggi

badan yang sudah ada (Glinka dkk., 2008). Pada sikap anatomi bahwa

orang berdiri secara tegak lurus dengan ekstremitas atas disamping tubuh,

telapak tangan dan wajah menghadap kedepan (Snell, 2012). Tinggi badan

diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap anatomi. Kepala

berada dalam posisi sejajar dengan dataran frankfurt. Tinggi badan adalah

hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara paralel yang

membentuk poros tubuh (the body axix), yaitu diukur dari titik tertinggi di

kepala (cranium) yang disebut vertex, ke titik terendah dari tulang

(calcaneus) yang disebut heel (Maat dkk., 2002).

Gambar 1. Pengukuran Tinggi Badan berdasarkan Bentuk Poros Tubuh

(Glinka dkk., 2008)

Tinggi badan manusia akan terus bertambah mulai dari usia bayi

sampai akhir proses maturasi tulang. Proses pertumbuhan pada bayi


11

berlangsung sangat cepat dan setelah itu pertumbuhan linier masih

berlanjut namun dengan kecepatan yang lambat (Wong, 2008). Growth

spurt atau ledakan pertumbuhan adalah titik usia dimana terjadi lonjakan

pertumbuhan yang sangat cepat dari usia sebelumnya dan terjadi selama

masa pubertas. Ledakan pertumbuhan terjadi pada usia 12 tahun untuk

anak perempuan dan 14 tahun untuk anak laki-laki. Selama masa growth

spurt, pertumbuhan tinggi badan perempuan dapat mencapai 9 cm + 1,03

cm/tahun dan mencapai tinggi rata-rata terakhir pada usia 16 tahun,

sedangkan laki-laki dapat bertambah tinggi 10,3 cm + 1,53 cm/tahun

selama growth spurt sampai pada usia 18 tahun.

Setelah melewati masa ini pertumbuhan masih terus terjadi tetapi

berlangsung lambat sampai pertumbuhan pada lempeng epifisis berhenti

(Isselbacher dkk., 2002). Saat ini banyak teori mengenai tinggi badan yang

telah dikemukakan oleh para ahli berdasarkan penelitian yang dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Artaria (2010) dari Departemen

Antropologi Universitas Airlangga Surabaya menemukan bahwa terdapat

perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengukuran

antropometri seperti tinggi badan. Laki-laki cenderung lebih tinggi dari

perempuan dikarenakan laju growth spurt pada laki-laki lebih besar

daripada perempuan, walaupun growth spurt terjadi lebih dini dari

perempuan (Wong, 2008).

Dengan demikian, akhirnya kita mengenal beberapa kategori

manusia berdasarkan tingginya, menurut Martin Knussmann ada yang


12

kerdil, sangat pendek, pendek, dibawah sedang, sedang, diatas sedang,

tinggi, sangat tinggi, dan raksasa.

Tabel 1. Klasifikasi Tinggi Badan menurut Martin Knussmann (Glinka


dkk., 2008)
Laki-laki (cm) Perempuan (cm)
Kerdil x-129,9 x-120,9
Sangat pendek 130,0-149,9 121,0-139,9
Pendek 150,0-159,9 140,0-148,9
Di bawah sedang 160,0-163,9 149,0-152,9
Sedang 164,0-166,9 153,0-155,9
Di atas sedang 167,0-169,9 156,0-158,9
Tinggi 170,0-179,9 159,0-167,9
Sangat tinggi 180,0-199,9 168,0-186,9
Raksasa 200.0-x 187,0-x

Banyak penelitian telah dilakukan untuk memperkirakan tinggi

badan dengan melakukan pengukuran tulang-tulang. Penelitian tersebut

menghasilkan berbagai formula faktor perkalian dan persamaan regresi

yang digunakan untuk memperkirakan tinggi badan dari tulang-tulang.

Meskipun hubungan antar parameter tubuh telah ditentukan, formula yang

dirancang untuk suatu populasi tidak serta merta dapat menghasilkan data

yang dapat diandalkan untuk populasi lainnya, sehingga formula tersebut

harus dikembangkan untuk setiap populasi (Sheta dkk., 2009).

a) Perkiraan Tinggi Badan

1) Perkiraan Tinggi Badan Secara Kasar

Berdasarkan hal tersebut, maka diyakini bahwa tinggi badan

tubuh manusia diyakini erat hubungannya dengan ukuran dari

panjang tulang-tulang tersebut. Disebutkan bahwa ukuran panjang

tulang-tulang memiliki hubungan yang signifikan dalam

memperkirakan tinggi badan manusia. Sering sekali autopsi yang


13

dilakukan oleh ahli forensik tidak dilakukan terhadap tubuh yang

masih utuh, tetapi sudah dalam keadaan rusak atau terpotong-

potong. Menurut Ludwig (2002) menyatakan bahwa Pada

keadaan tubuh yang tidak lagi utuh, dapat diperkirakan tinggi

badan seseorang secara kasar, yaitu dengan :

a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada

saat direntangkan secara maksimum, akan sama dengan

ukuran tinggi badan.

b. Mengukur panjang dari puncak kepala (vertex) sampai

symphisis pubis dikali 2, ataupun ukuran panjang dari

symphisis pubis sampai ke salah satu tumit, dengan posisi

pinggang dan tangan diregang serta tumit dijinjitkan.

c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu

ujung jari tengah sampai ke acromion di clavicula pada sisi

yang sama) dikali dua (cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri

dari 30 cm panjang 2 buah klavicula dan 4 cm lebar dari

manubrium sterni/ sternum).

d. Mengukur panjang dari lekuk di atas sternum (sternal notch)

sampai symphisis pubis lalu dikali 3,3

e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon

pada satu sisi yang sama, lalu dikali 3,7

f. Panjang femur dikali 4


14

g. Panjang humerus dikali 6.

Bila pengukuran hanya dilakukan pada kerangka saja (hanya

tulang tanpa bagian yang lain), maka perlu dilakukan

penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak

sambungan sendi-sendi. Apabila sendi-sendi tidak terdapat

lagi, maka perhitungan tinggi badan dapat dilakukan dengan

mengukur tulang-tulang panjang kemudian dihitung dengan

dengan beberapa formula yang ada (Handajani dan Prima,

2014).

2) Perkiraan Tinggi Badan Menggunakan Formula Beberapa Ahli

a. Formula Karl Pearson (Erianto, 2012)

Formula Karl Pearson telah dipakai luas di seluruh dunia sejak

tahun 1899. Formula ini membedakan formula perkiraan tinggi

badan antara laki-laki dan perempuan untuk subjek penelitian

kelompok orang-orang Eropa (European). Tulang-tulang panjang

yang digunakan pada pengukuran antara lain, yaitu tulang femur,

humerus, Radius, dan tibia.

Tabel 2. Formula Karl Pearson


Jenis Tinggi
Formula
Kelamin Badan
81.306 81.306 + 1.88 x F1
70.641 70.641 + 2.894 x HI
85.925 85.925 + 3.271 x RI
71.272 71.272 + 1.159 x (F1 + T1)
71.443 71.443 + 1.22 x (F1 + 1.08 x TI)
Laki-Laki
66.855 66.855 + 1.73 x (H1 + R1)
69.788 69.788 + 2.769 x (H1 + 0.195 x R1)
68.397 68.397 + 1.03 x F1 + 1.557 x HI
67.049 67.049 + 0.913 x F1 + 0.6 x T1 +
1.225 x HI – 0.187 x RI
15

Jenis Tinggi
Formula
Kelamin Badan
72.844 72.844 + 1.945 x F1
71.475 71.475 + 2.754 x H1
74.774 74.774 + 2.352 x TI
81.224 81.224 + 3.343 x R1
69.154 69.154 + 1.126 x (F1+T1)
Perempuan 69.154 69.154 + 1.126 x (F1 + 1.125 x T1)
69.911 69.911 + 1.628 x (H1+R1)
70.542 70.542 + 2.582 x (H1 + 0.281 x RI)
67.435 67.435 + 1.339 x F1 + 1.027 x H1
67.469 67.469 + 0.782 x F1 + 1.12 x T1 +
1.059 x H1–0.711 xR1
*F1 : Panjang maksimal tulang femur
H1 : Panjang maksimal tulang humerus
R1 : Panjang maksimal tulang Radius
T1 : Panjang maksimal tulang tibia

b. Formula Trotter-Glesser (Ismurizzal, 2011)

Formula yang dipopulerkan dalam buku Martin Knussmann tahun

1988 ini memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras

mongoloid dengan melakukan pengukuran pada tulang-tulang

panjang, yaitu tulang femur, humerus, radius, dan tibia,ulnar, dan

fibula.

Tabel 3. Formula Trotter-Glesser


Tinggi Badan Formula
83.2 2.68 x (HI) + 83.2 ± 4.3
83.0 3.54 x (RI) + 83.0 ± 4.6
77.5 3.48 x (U1) + 77.5 ± 4.8
72.6 2.15 x (F1) + 72.6 ± 3.9
81.5 2.39 x (T1) + 81.5 ± 3.3
80.6 2.40 x (Fi1) + 80.6 ± 3.2
74.8 1.67 x (H1 + R1) + 74.8 ± 4.2
71.2 1.68 x (H1 + U1) + 71.2 ± 4.1
70.4 1.22 x (F1 + T1) + 70.4 ± 3.2
70.2 1.22 x (F1 + Fi1) + 70.2 ± 3.2
* F1 : Panjang maksimal tulang femur
H1 : Panjang maksimal tulang humerus
R1 : Panjang maksimal tulang radius
T1 : Panjang maksimal tulang tibia
U1 : Panjang maksimal tulang ulnar
F1 : Panjang maksimal tulang fibula
16

c. Formula Dupertuis dan Hadden (Ismurizzal, 2011)

Merupakan formula yang didasarkan atas penelitian terhadap

tulang-tulang panjang pada orang Amerika. Tulang-tulang panjang

yang digunakan pada pengukuran antara lain, yaitu tulang femur,

humerus, radius, dan tibia.

Tabel 4. Formula Dupertuis dan Hadden.


Tinggi
Jenis
Badan Formula
Kelamin
(cm)
69.089 2.238 (Femur) + 69.089
81.688 2.392 (Tibia) + 81.688
73.570 2.970 (Humerus) + 73.570
80.405 3.650 (Radius) + 80.405
69.294 1.225 (Femur + Tibia) + 69.294
71.429 1.728 (Humerus + Radius) + 71.429
Laki-laki
66.544 1.422 (Femur) + 1.062 (Tibia) + 66.544
66.400 1.789 (Humerus) + 1.841 (Radius) + 66.400
64.505 1.928 (Femur) 0.568 (Humerus) + 64.505
56.006 1.442 (Femur) + 0.931 (Tibia) + 0.083
(Humerus)+ 0.480 (Radius) + 56.006

61.412 2.317 (Femur) + 61.412


72.572 2.533 (Tibia) + 72.572
64.977 3.144 (Humerus) + 64.977
73.502 3.876 (Radius) + 73.502
65.213 1.233 (Femur + Tibia) + 65.213
Perempuan 55.729 1.984 (Humerus + Radius) + 55.729
59.259 1.657 (Femur) + 0.879 (Tibia) + 59.259
60.344 2.164 (Humerus) + 1.525 (Radius) + 60.344
57.600 2.009 (Femur) 0.566 (Humerus) + 57.600
57.495 1.544 (Femur) + 0.764 (Tibia) + 0.126
(Humerus) + 0.295 (Radius) + 57.495

d. Formula Telkka (Ismurizzal, 2011)

Merupakan formula yang didasarkan dari pemeriksaan terhadap

orang-orang Finisia (Finnish) dengan melakukan pengukuran pada

tulang-tulang panjang. Tulang-tulang panjang yang digunakan pada


17

pengukuran antara lain, yaitu tulang femur, Humerus, radius, dan

tibia.

Tabel 5. Formula Telkka


Laki-laki SE Perempuan SE
169.4 + 2.8 (H1 – 32.9) 5.0 156.8 + 2.7 (H1 – 30.7) 3.9
169.4 + 3.4 (R1 – 22.7) 5.0 156.8 + 3.1 (R1– 20.8) 4.5
169.4 + 3.2 (U1 – 23.1) 5.2 156.8 + 3.3 (U1 – 21.3) 4.4
169.4 + 2.1 (F1 – 45.5) 4.9 156.8 + 1.8 (F1 – 41.8) 4.0
169.4 + 2.1 (T1 – 36.6) 4.6 156.8 + 1.9 (T1 – 33.1) 4.6
169.4 + 2.5 (F1 – 36.1) 4.4 156.8 + 2.3 (F1 – 32.7) 4.5
* F1 : Panjang maksimal tulang femur
H1 : Panjang maksimal tulang humerus
R1 : Panjang maksimal tulang radius
T1 : Panjang maksimal tulang tibia
U1 : Panjang maksimal tulang ulnar
F1 : Panjang maksimal tulang fibula

e. Formula Parikh (Ismurizzal, 2011)

Formula ini didasarkan pemeriksaan terhadap tulang-tulang kering.

Tabel 6. Formula Parikh


No Laki-laki Perempuan
1. TB (Cm) = Humerus x 5.31 TB (Cm) = Humerus x 5.31
2. TB (Cm) = Radius x 6.78 TB (Cm) = Radius x 6.70
3. TB (Cm) = Ulna x 6.00 TB (Cm) = Ulna x 6.00
4. TB (Cm) = Femur x 3.82 TB (Cm) = Femur x 3.80
5. TB (Cm) = Tibia x 4.49 TB (Cm) = Tibia x 4.46
6. TB (Cm) = Fibula x 4.46 TB (Cm) = Fibula x 4.43

f. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman (Ismurizzal, 2011)

Formula ini didasarkan atas penelitian terhadap jenis kelamin laki-

laki dari 3 suku bangsa terbesar di Malaysia.

Tabel 7. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman


Laki-laki Melayu Laki-laki Cina Laki-laki India
Y = 2,44 H + 101,6 Y = 2,48 H + 101,9 Y = 3,71 H + 69,3
Y = 1,96 R + 117,9 Y = 3,05 R + 91,8 Y = 5,32 R + 35,5
Y = 1,86 U + 119,1 Y = 1,49 U + 130,0 Y = 6,86 U + (-7,4)
Y = 1,30 T + 122,5 Y = 1,95 T + 97,7 Y = 2,72 T + 70,2
Y = 0,93 F + 133,0 Y = 1,35 F + 117,5 Y = 2,59 F + 71,3
Y = 1,16 Fi + 127,1 Y = 1,68 Fi + 108,5 Y = 2,15 Fi + 92,4
18

* F1 : Panjang maksimal tulang femur


H1 : Panjang maksimal tulang humerus
R1 : Panjang maksimal tulang radius
T1 : Panjang maksimal tulang tibia
U1 : Panjang maksimal tulang ulnar
F1 : Panjang maksimal tulang fibula

g. Formula Antropologi Ragawi UGM (Erianto, 2012)

Merupakan formula perkiraan tinggi badan untuk jenis kelamin

laki-laki orang dewasa suku Jawa dengan melakukan pengukuran

pada tulang-tulang panjang. Tulang-tulang panjang yang digunakan

pada pengukuran antara lain, yaitu tulang femur, humerus, radius,

dan tibia.

Tabel 8. Formula Antropologi Ragawi UGM


No Tinggi Badan
1. Tinggi Badan = 897 + 1,74 (femur kanan)
2. Tinggi Badan = 822 + 1,90 (femur kiri)
3. Tinggi Badan = 879 + 2,12 (tibia kanan)
4. Tinggi Badan = 847 + 2,22 (tibia kiri)
5. Tinggi Badan = 867 + 2,19 (fibula kanan)
6. Tinggi Badan = 883 + 2,14 (fibula kiri)
7. Tinggi Badan = 847 + 2,60 (humerus kanan)
8. Tinggi Badan = 805 + 2,74 (humerus kiri
9. Tinggi Badan = 842 + 3,45 (radius kanan)
10. Tinggi Badan = 862 + 3,40 (radius kiri)
11. Tinggi Badan = 819 + 3,15 (ulna kanan)
12. Tinggi Badan = 847 + 3,06 (ulna kiri )
* Semua ukuran dalam satuan millimeter (mm).

h. Formula Amri Amir (Ismurizzal, 2011)

Formula yang dibuat oleh Prof.dr.Amri Amir pada tahun 1989 ini

dibuat berdasarkan pemeriksaan terhadap orang hidup pada laki-

laki dan perempuan dewasa muda

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada

laki-laki dengan nilai r2 untuk masing-masing tulang humerus,

radius, ulna, femur, tibia, dan fibula.


19

Tabel 9. Formula Amri Amir


No Tulang Rumus Regresi r2
1. Humerus 1,34 × H + 123,43 0,22
2. Radius 3,13 × R + 87,91 0,45
3. Ulna 2,88 × U + 91,27 0,43
4 Femur 1,42 × F + 109,28 0,30
5. Tibia 1,12 × T + 124,88 0,23
6. Fibula 1.35 x Fi + 117.20 9.29

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan ukuran beberapa

bagian tubuh pada laki-laki dengan nilai r2 untuk masing-masing

tulang rentang tangan, lengan, lengan bawah, symphisis tangan,

dagu vertex, dan klavikula.

Tabel 10. Formula Amri Amir


No Bagian Tubuh Rumus Regresi r2
1. Rentang Tangan 0,64 × RT + 56,98 0,62
2. Lengan 0,99 × L + 89,01 0,46
3. Lengan Bawah 1,81 × LB + 83,65 0,52
4. Symphisis Tangan 1,09 × SK + 71,59 0,62
5. Dagu Vertex 2,47 × DV + 104,53 0,14
6. Clavicula 2,27 × C + 130,30 0,14

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada

perempuan dengan nilai r2 untuk masing-masing tulang.

Tabel 11. Formula Amri Amir


No Tulang Rumus Regresi r2
1. Humerus 1,46 × H + 111,33 0,32
2. Radius 1,30 × R + 119,38 0,30
3. Ulna 2,83 × U + 86,75 0,46
4 Femur 0,79 × F + 124,67 0,17
5. Tibia 1,33 × T + 110,70 0,26
6. Fibula 1.71 x Fi + 90,20 0,36

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan ukuran beberapa

bagian tubuh pada perempuan dengan nilai R2 untuk masing-

masing tulang.
20

Tabel 12. Formula Amri Amir


No Bagian Tubuh Rumus Regresi r2
1. Rentang Tangan 0,64 × RT + 53,64 0,69
2. Lengan 0,87 × L + 92,65 0,39
3. Lengan Bawah 1,83 × LB + 78,36 0,44
4. Symphisis Tangan 0,98 × SK + 76,92 0,56
5. Dagu Vertex 0,49 × DV + 143,30 0,02
6. Clavicula 2,15 × C + 124,58 0,27

i. Formula Ismurrizal (Ismurizzal, 2011)

Penelitian oleh Ismurrizal yang meneliti untuk mengetahui korelasi

antara tinggi badan dengan panjang telapak tangan pada kelompok

orang Medan, didapatkan koefisien korelasi 0,680 untuk panjang

telapak tangan kanan dan 0,684 untuk panjang telapak tangan kiri.

Rumus regresi:

TB = 71,395 + 5,436 (panjang telapak tangan kanan)

TB = 72,039 + 5,458 (panjang telapak tangan kiri)

TB (laki-laki) = 92,576 + 4,346 (panjang telapak tangan kanan)

TB (laki-laki) = 90,576 + 4,511 (panjang telapak tangan kiri)

TB (perempuan) = 104,536 + 3,321 (panjang telapak tangan kanan)

TB (perempuan) = 105,714 + 3,286 (panjang telapak tengan kiri).

j. Formula Oria dkk., (2016)

Perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang telapak tangan dan

lebar telapak tangan pada populasi Cross River State di Nigeria,

didapatkan koefisien korelasi 0,614 untuk kelompok laki-laki dan

0,621 untuk kelompok perempuan. Rumus regresi:

TB (laki-laki) = 106,463 + 3,186 (panjang telapak tangan)


21

TB (perempuan) = 91,879 + 3,876 (panjang telapak tangan)

k. Formula Pal dkk., (2016)

Estimasi tinggi badan berdasarkan pengukuran dimensi tangan

pada populasi Benggala di India, didapatkan koefisien korelasi

sebesar 0,688.

Rumus regresi:

TB = 88,1 + 3,88 (panjang telapak tangan)

l. Formula Ilayperuma dkk., (2009)

Prediksi tinggi badan berdasarkan panjang telapak tangan pada

mahasiswa kedokteran Universitas Ruhuna di Sri Lanka,

didapatkan koefisien korelasi 0,580 untuk kelompok laki-laki dan

0,590 untuk kelompok perempuan.

Rumus regresi:

TB = 60,807 + 5,637 (panjang telapak tangan)

TB (laki-laki) = 103,732 + 3,493 (panjang telapak tangan)

TB (perempuan) = 93,689 + 3,625 (panjang telapak tangan)

m. Formula Wakode dkk., (2015)

Prediksi tinggi badan menggunakan pengukuran telapak tangan di

Maharashtra, India, didapatkan koefisien korelasi 0,6994 untuk

telapak tangan kanan kelompok laki-laki, 0,6571 untuk telapak tangan

kiri kelompok laki-laki dan 0,6935 untuk telapak tangan kanan


22

kelompok perempuan, 0,6538 untuk telapak tangan kiri kelompok

perempuan.

Rumus regresi:

TB (laki-laki) = 91,633 + 4,352 (panjang telapak tangan rerata)

TB (laki-laki) = 85,663 + 4,678 (panjang telapak tangan kanan)

TB (laki-laki) = 97,014 + 4,052 (panjang telapak tangan kiri)

TB (perempuan) = 79,376 + 4,687 (panjang telapak tangan rerata)

TB (perempuan) = 76,727 + 4,840 (panjang telapak tangan kanan)

TB (perempuan) = 81,001 + 4,535 (panjang telapak tengan kiri).

3. Telapak Tangan

Gambar 2. Tulang Telapak Tangan/Palmar

(Paulsen dan Waschke, 2014)

Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu

Bagian tulang terdiri dari Carpal, Metacarpal, dan Phalangs serta bagian

lunak yang terdiri dari Otot, Saraf, Vascular, Jaringan lemak, dan Jaringan
23

Ikat sendi (Snell, 2012). Menurut Paulsen dan Waschke (2014)

menyatakan bahwa tulang telapak tangan/palmar (manus) terdiri dari tiga

bagian utama yaitu pergelangan tangan (carpus dengan Ossa carpi),

metacarpal (metacarpus dengan Ossa metacarpi) dan jari-jari tangan

(digiti dengan Ossa digitorum).

a) Pergelangan Tangan (Carpus)

Pergelangan tangan (carpus) terdiri dari deretan proksimal dan

distal. Deretan proksimal apabila diurutkan dari radial ke ulnar, terdiri

dari Os scaphoideum, Os lunatum, dan Os triquetrum. Os pisiforme,

walaupun terletak berdekatan dengan Os triquetrum, bukan termasuk

bagian Ossa carpi tetapi berperan sebagai Os sesamoideum untuk

tendon M. flexor carpi ulnaris. Deretan distal apabila diurutkan dari

radial ke ulnar, terdiri dari Os trapezium, Os trapezoideum, Os

capitatum, dan Os hamatum. Tulang-tulang pergelangan tangan

tersebut akan berartikulasi dengan distal ulna dan distal radius, serta

dengan proksimal tulang-tulang metacarpal (Paulsen dan Waschke,

2014; Snell, 2012).

b) Metacarpus

Tulang metacarpus terdiri dari lima tulang panjang yang bagian

proksimalnya berartikulasi dengan distal tulang-tulang pergelangan

tangan (carpus). Masing-masing tulang metacarpus mempunyai basis,

corpus dan caput. Tulang metacarpal 1 (ibu jari) dan metacarpal 2 (jari
24

telunjuk) terdapat tulang sesamoid (tulang yang terbenam didalam

tendon) (Paulsen dan Waschke, 2014; Snell, 2012).

c) Jari-jari Tangan (Digiti)

Jari-jari (digiti) diklasifikasikan sebagai tulang panjang, juga

disebutsebagai phalanges. Ibu jari (Pollex) hanya terdiri dari dua

phalanges, berbedadengan jari lain (Index, Medius, Anularius, dan

Minimus) yang terdiri dari tiga phalanges (Paulsen dan Waschke,

2014; Snell, 2012).

4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tulang

a) Faktor Internal

1) Genetik

Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak

dengan orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan

kecepatan perkembangan. Diasumsikan bahwa selain aktivitas

nyata dari lingkungan yang menentukan pertumbuhan, kemiripan

ini mencerminkan pengaruh gen yang dikontribusi oleh orang

tuanya kepada keturunanannya secara biologis. Gen tidak secara

langsung menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi

ekspresi gen yang diwariskan kedalam pola pertumbuhan

dijembatani oleh beberapa sistem biologis yang berjalan dalam

suatu lingkungan yang tepat untuk bertumbuh. Misalnya gen dapat

mengatur produksi dan pelepasan hormon seperti hormon

pertumbuhan dari glandula endokrin dan menstimulasi


25

pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status

kematangannya (matur state) (Supariasa, 2002).

Selama masa anak-anak, hormon yang paling penting dalam

pertumbuhan adalah Insulinlike Growth Factors (IGFs), yang

diproduksi oleh liver dan jaringan tulang. Insulinlike Growth

Factors menstimulasi osteoblas, mendorong pembelahan sel pada

epifiseal dan periosteum, juga meningkatkan sintesis protein yang

dibutuhkan untuk memproduksi tulang baru. Hormon ini

diproduksi sebagai respon dari sekresi human Growth Hormone

(hGH) pada lobus anterior kelenjar pituitari. Hormon tiroid juga

mendorong pertumbuhan tulang dengan merangsang stimulasi

osteoblas. Hormon insulin juga membantu pertumbuhan tulang

dengan cara meningkatkan sintesis protein tulang. Ketika mencapai

ledakan pertumbuhan (growth spurt) sekresi hormon yang dikenal

dengan seks hormon akan mempengaruhi pertumbuhan tulang

secara drastis, yaitu hormon testosteron dan hormon estrogen.

Kedua hormon tersebut berfungsi untuk meningkatkan aktivitas

osteoblas dan mensintesis matriks ekstraselular tulang. Pada usia

dewasa seks hormon berkontribusi dalam remodeling tulang

dengan memperlambat penyerapan tulang lama dan mempercepat

deposit tulang baru (Supariasa, 2002).


26

2) Jenis Kelamin

Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia

kira-kira 10 tahun anak laki-laki dan perempuan tumbuh dengan

kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak laki-laki

sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan

perempuan, sehingga kebanyakan laki-laki yang mencapai remaja

lebih tinggi daripada perempuan. Secara teori disebutkan bahwa

umumnya laki-laki dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan

perempuan dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih

panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa

otot yang lebih besar dan padat. Laki-laki mempunyai lemak

subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih

angular. Sedangkan perempuan dewasa cenderung lebih pendek

dibandingkan laki-laki dewasa dan mempunyai tulang yang lebih

kecil dan lebih sedikit massa otot. Perempuan lebih banyak

mempunyai lemak subkutan. Perempuan mempunyai sudut siku

yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah

terhadap lengan atas yang lebih besar (Moore dan Agur, 2002).

Pacu tumbuh selama masa pubertas berperan sebesar 17% dari

tinggi badan anak laki-laki sementara perempuan hanya 12%. Hal

ini disebabkan oleh adanya growth hormone (GH) yang meningkat

pada masa pubertas akhir pada laki-laki dan pubertas awal pada

perempuan (Styne, 2003). Hal ini pula yang mungkin


27

menyebabkan pada umur 12 tahun laki-laki memiliki pertumbuhan

yang lebih cepat dibandingkan dengan perempuan, sementara

perempuan pada umur 10-14 tahun (Moore dan Agur, 2002).

Selain itu perbedaan tinggi tulang pada manusia juga disebabkan

oleh maturasi dari berbagai tulang yang menyusun tinggi badan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi maturasi tulang adalah jenis

kelamin, suku, hormon dan umur (Gilsanz dan Ratib, 2012).

3) Ras

Ras merupakan suatu sistem pengelompokan yang digunakan

untuk mengelompokkan manusia dalam kelompok besar dan

berbeda melalui ciri fenotipe, asal-usul geografis, penampakan

fisik/jasmani dan kesukuan yang terwarisi. Perbedaan ras memiliki

peran yang penting pada pengukuran tinggi badan, perbedaan ras

dapat diliat dari warna kulit rambut dan sebagainya. Pada ras

negroid (Afrika dan Skandinavia) memiliki tinggi badan yang lebih

besar jika dibandingkan dengan ras mongoloid (Asia) hal ini

disebabkan oleh tungkai mereka yang panjang (Moore dan Agur,

2002). Penentuan ras juga berguna untuk menentukan tinggi badan

kaitannya dengan formula yang tersedia. Dengan melakukan

pemeriksaan yang baik seorang ahli dapat menentukan apakah

tulang yang diperiksa berasal dari ras Mongoloid, Negroid ataupun

Kaukasoid (Idries dan Tjiptomartono, 2013).


28

b) Faktor Eksternal

1) Lingkungan

Lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan biofisik serta

lingkungan psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap

harinya dan akan menentukan tercapainya potensial bawaan

individu tersebut. Lingkungan dibagi menjadi lingkungan pra-natal

dan lingkungan post-natal (Silventoinen, 2003).

Lingkungan pra-natal terjadi pada saat kehamilan ibu, banyak hal

yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa

konsepsi hingga lahir seperti gizi ibu pada saat hamil.Kurangnya

gizi ibu pada saat hamil dapat menghambat pertumbuhan janin dan

akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh janin ketika lahir

sehingga rentan terkena infeksi, selanjutnya hal itu akan berdampak

pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan. Lingkungan post-

natal yang akan mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir

antara lain adalah lingkungan biologis, gizi, perawatan kesehatan,

kerentanan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, adanya

gangguan fungsi tubuh seperti gangguan fungsi metabolisme dan

hormon. Selain faktor tersebut, faktor psikososial dan faktor

keluarga termasuk di dalamnya adat istiadat yang berlaku dalam

lingkungan masyarakat tempat tinggal, juga turut berpengaruh

terhadap pertumbuhan bayi (Silventoinen, 2003).


29

2) Gizi

Gizi yang buruk pada anak-anak dapat menyebabkan

berkurangnya asupan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk

tumbuh. Sedangkan gizi yang baik akan mencukupi kebutuhan

tubuh dalam rangka pertumbuhan. Beberapa zat gizi yang

dibutuhkan dalam pertumbuhan dan remodeling tulang adalah

mineral dan vitamin. Sejumlah besar kalsium dan fosfat

dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tulang, dan sejumlah kecil

magnesium, fluoride dan mangan. Vitamin A menstimulasi

aktivitas osteoblas. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis

kolagen, protein utama dari tulang. Vitamin D membantu

pertumbuhan tulang dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium

dari makanan pada sistem gastrointestinal ke dalam darah. Vitamin

K dan B juga dibutuhkan untuk sintesis protein tulang (Supariasa,

2002).

3) Obat-obatan

Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi hormon

pertumbuhan seperti growth hormon atau hormon tiroid.

Penggunaan obat dengan dosis yang salah dapat menyebabkan

terganggunya hormon tersebut dan dapat mempercepat berhentinya

pertumbuhan. Pemakaian beberapa jenis obat juga dapat

mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara lain

kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan


30

(heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu dapat meningkatkan

resiko terkena osteoporosis. Obat tersebut tampaknya

meningkatkan kehilangan tulang dan menurunkan laju

pembentukan tulang. Obat tersebut antara lain kortison. Tetapi efek

ini hanya terjadi jika obat tersebut digunakan dalam dosis tinggi,

atau diberikan selama 3 bulan atau lebih. Penggunaan obat ini

selama beberapa hari, atau beberapa minggu, biasanya tidak

meningkatkan resiko timbulnya osteoporosis. Pengobatan tiroid

juga berperan terhadap timbulnya osteoporosis (Supariasa, 2002).

4) Penyakit

Menurut Supariasa (2002) beberapa penyakit dapat

menyebabkan atrofi pada bagian tubuh, sehigga terjadi penyusutan

tinggi badan. Beberapa penyakit tersebut adalah:

a. Kelainan akibat gangguan sekresi hormon pertumbuhan dapat

menyebabkan gigantisme, kretinisme dan dwarfisme.

Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi

Growth Hormone (GH) yang berlebihan dan terjadi sebelum

dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Apabila terjadi

setelah dewasa, pertumbuhan tinggi badan sudah terhenti maka

akan menyebabkan akromegali yaitu penebalan tulang-tulang

dan jaringan lunak. Kretinisme memiliki sumber penyebab yang

sama dengan gigantisme, yaitu GH. Pada kretinisme terjadi

kekurangan sekresi dari GH. Dwarfisme merupakan suatu


31

sindrom klinis yang diakibatkan oleh insufisiensi hipofisis yang

pada umumnya memengaruhi semua hormon yang secara

normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

b. Kelainan pada sikap tubuh dapat berupa skoliosis, kifosis dan

lordosis. Yang dimaksud dengan skoliosis adalah kelainan pada

tulang belakang tubuh sehingga tubuh ikut melengkung

kesamping. Kifosis adalah kelainan pada tulang belakang tubuh

yang melengkung ke belakang, sehingga tubuh menjadi

bungkuk. Adapun yang dimaksud dengan lordosis adalah

merupakan kelainan pada tulang belakang bagian perut

melengkung ke depan sehingga bagian perut maju.

c. Pada lanjut usia biasanya menderita osteoporosis. Osteoporosis

merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh

penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur

tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

Osteoporosis diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe

II. Tipe I lebih disebabkan karena menopause sehingga

perbandingan laki-laki dan perempuannya adalah 1:6 dengan

usia kejadian 50-75 tahun. Pada osteoporosis tipe II yang

disebut juga sebagai osteoporosis senilis, disebabkan karena

gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga menyebabkan

hiperparatiroidisme sehingga menyebabkan timbulnya


32

osteoporosis. Angka kejadian laki-laki dibanding perempuan

adalah 1:2 dengan usia diatas 70 tahun.

5. Hubungan Panjang Telapak Tangan dengan Tinggi Badan

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2014) untuk

mengetahui korelasi antara tinggi badan dengan panjang telapak tangan

pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas sebelas maret

mendapatkan koefisien korelasi sebesar 0,971 untuk panjang telapak

tangan kanan dan 0,968 untuk panjang telapak tangan kiri. Penelitian lain

yang juga dilakukan Oria dkk., (2016) yang juga meneliti perkiraan tinggi

badan berdasarkan panjang telapak tangan dan lebar telapak tangan pada

populasi Cross River State di Nigeria mendapatkan koefisien korelasi

0,614 untuk kelompok laki-laki dan 0,621 untuk kelompok perempuan.

Estimasi tinggi badan berdasarkan pengukuran dimensi tangan pada

populasi Benggala di India mendapatkan koefisien korelasi 0,688.17. (Pal

dkk., 2016). Penelitian oleh Wakode dkk., (2015) yang juga meneliti

prediksi tinggi badan menggunakan pengukuran telapak tangan di

Maharashtra, India, didapatkan koefisien korelasi 0,6994 untuk telapak

tangan kanan kelompok laki-laki, 0,6571 untuk telapak tangan kiri

kelompok laki-laki dan 0,6935 untuk telapak tangan kanan kelompok

perempuan, 0,6538 untuk telapak tangan kiri kelompok perempuan.

Menurut penelitian yang dilakukan di India Utara terdapat korelasi

yang bermakna dengan rumus korelasi Pearson antara panjang jari


33

telunjuk dan jari manis terhadap tinggi badan dan hal ini lebih berkorelasi

pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Krishan dkk., 2012).

Penelitian hubungan antara panjang jari terhadap tinggi badan yang

dilakukan di India menggunakan rumus korelasi Pearson juga

menunjukkan adanya korelasi yang lebih kuat jika dilakukan pada laki-laki

dibanding perempuan dengan koefisien korelasi pada perempuan adalah

0,342 dan pada laki-laki 0,513 (Oladipo dkk., 2014).

Oleh karena itu, pada hubungan antara tinggi badan dengan jari tangan

ditemukan korelasi yang bermakna terutama pada jari telunjuk, jari tengah

dan jari manis namun pada ibu jari dan kelingking tidak ditemukan

korelasi. Semakin panjang jari maka semakin tinggi pula perkiraan

tingginya (Fatati, 2014).


34

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kecelakaan
2. Tindak pidana Identifikasi
3. Bencana alam

Panjang Telapak
Tinggi Badan
Tangan

Pertumbuhan Tulang

Faktor Internal Faktor Eksternal


1. Jenis Kelamin 1. Lingkungan :
2. Genetik : Pranatal dan Postnatal
Hormon insulin, 2. Gizi :
tiroid, IGFs, Mineral, Vitamin (Vit. A, Vit. C, Vit. D, Vit. K,
testosteron, dan Vit. B12), Ca, PO43-, Mg, F, dan Mn
estrogen 3. Obat-obatan :
3. Ras
- Dosis yang salah
- Kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti
kejang, anti koagulan (heparin, warfarin)
- Kortison dosis tinggi
4. Penyakit :
Gigantisme, kretinisme, dwarfisme, skoliosis,
kifosis, lordosis, dan osteoporosis.

Gambar 3. Kerangka Teori Penelitian


35

C. Hipotesis

1. Hipotesis Nol

Tidak terdapat korelasi antara panjang telapak tangan dengan tinggi badan

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas

Halu Oleo.

2. Hipotesis Alternatif

Terdapat korelasi antara panjang telapak tangan dengan tinggi badan pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu

Oleo.

D. Kerangka Konsep

Panjang Telapak Tangan Tinggi Badan

Gambar 4. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel bebas

: Variabel terikat
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik observasional

yang bertujuan untuk menilai kekuatan hubungan antar dua variabel, yaitu

korelasi panjang telapak tangan dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo. Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu dengan

melakukan observasi atau pengukuran variabel satu kali saja pada saat yang

sama. Seluruh subjek penelitian dimasukkan ke dalam satu kelompok

percobaan. Untuk melihat hubungan antara panjang telapak tangan dan

tinggi badan, data hasil penelitian tersebut akan dimasukkan kedalam

metode analisis statistika dengan uji korelasi pearson sehingga didapatkan

nilai koefisien korelasi (r).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2019.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan bertempat di Fakultas

Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, Sulawesi

Tenggara.

36
37

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, biasanya berupa

orang, subjek, transaksi atau kejadian dimana kita tertarik untuk

mempelejarinya atau menjadi objek penelitian (Suprapto, 2017).

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif angkatan 2015-

2016 Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo

sebanyak 998 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan suatu himpunan bagian (subset) dari unit

populasi (Suprapto, 2017). Pengukuran sampel penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan teknik Slovin, yaitu agar jumlah sampel yang

ditarik representative sehingga dapat digeneralisasikan. Rumus Slovin

untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :

𝑵
𝒏=
𝟏 + 𝑵(𝒅)𝟐

Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran Populasi
d : tingkat kesalahan yang dipilih (5%)

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan tingkat

kesalahan 5% adalah :
𝑁
𝑛= 1+𝑁(𝑑)2

998
𝑛= 1+998(0,05)2

𝑛 = 285,55
38

𝑛 = 286.

Dari perhitungan diatas diperoleh besaran sampel minimal

sebanyak 286 responden, yang terdiri dari 143 orang laki-laki dan 143

orang perempuan.

Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan Teknik

Consecutive Sampling, yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi sehingga dianggap memiliki

kesempatan yang sama atau homogen untuk dipilih.

3. Kriteria Sampel

a) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini yaitu :

1) Mahasiswa aktif angkatan 2015-2016 Fakultas Kedokteran dan

Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo

2) Perempuan usia ≥ 18 tahun dan laki-laki usia ≥ 21 tahun

3) Ras mongoloid

b) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini yaitu mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo yang :

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Pernah atau sedang mengkonsumsi obat-obatan dengan dosis

yang salah dalam jangka waktu lama, yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan tulang.
39

3) Pernah atau sedang mengalami fraktur, cidera atau pembedahan

pada tulang telapak tangan dan kerangka penyusun tinggi badan.

4) Menunjukan adanya kelainan yang mempengaruhi struktur atau

bentuk tinggi badan seperti gigantisme, kreatinisme, dwarfisme,

skoliosis, lordosis, dan kifosis.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Alat dan Bahan

a) Lembar informed consent untuk meminta persetujuan responden

dalam melakukan penelitian

b) Alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran

c) Microtoice yang sudah dikalibrasi untuk mengukur tinggi badan

responden dengan satuan sentimeter (cm)

d) Kaliper vernier geser untuk mengukur panjang telapak tangan

e) Kamera digital atau kamera telepon seluler untuk dokumentasi

penelitian.

2. Cara Kerja

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a) Panjang Telapak Tangan

Panjang telapak tangan merupakan panjang yang diukur dari ujung

jari tangan terjauh yaitu phalang 3 (medius) sampai ke pergelangan

tangan yaitu pada titik tengah inter styloid line.


40

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur panjang telapak

tangan secara langsung. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti

melakukan penjelasan dan informed consent secara lisan mengenai

tindakan yang akan dilakukan peneliti terhadap responden.

Selanjutnya menyiapkan alat kaliper dan meteran yang digunakan

untuk mengukur panjang telapak tangan. Pengukuran dilakukan

dengan cara Telapak tangan diletakkan di atas sebuah alas datar

dengan posisi telapak tangan dalam sikap terbuka serta jari jemari

tangan dirapatkan. Alat yang digunakan untuk mengukur panjang

telapak tangan yaitu kaliper geser (Jangka Sorong). Dengan hasil

pengukuran dinyatakan dalam satuan sentimeter.

b) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan jarak yang diukur antara puncak kepala

(vertex) sampai ke tumit (calcaneus) pada posisi badan berdiri secara

tegak lurus sempurna pada saat dilakukan pengukuran.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan

secara langsung. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti

melakukan penjelasan dan informed consent secara lisan mengenai

tindakan yang akan dilakukan peneliti terhadap responden.

Selanjutnya menyiapkan alat ukur berupa microtoice yang digunakan

untuk mengukur tinggi badan.. Pengukuran dilakukan dengan cara

Posisi badan berdiri secara tegak lurus sempurna (kepala, punggung

bokong, betis, dan tumit menempel ke dinding), leher


41

diluruskan,tangan dirapatkan, dan mata memandang lurus ke depan.

Dengan hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan sentimeter.

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Definisi Operasional

a) Panjang Telapak Tangan

Panjang telapak tangan merupakan panjang yang diukur dari

ujung jari tangan terjauh yaitu phalang 3 (medius) sampai ke

pergelangan tangan yaitu pada titik tengah inter styloid line.

b) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan jarak yang diukur antara puncak

kepala (vertex) sampai ke tumit (calcaneus) pada posisi badan

berdiri secara tegak lurus sempurna pada saat dilakukan pengukuran.

c) Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas

Halu Oleo

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas

Halu Oleo merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi yang

tercatat dan diakui sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan

2016 dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo angkatan 2015-

2016.

2. Kriteria Objektif

a) Panjang Telapak Tangan

Panjang telapak tangan dalam satuan sentimeter (cm)


42

b) Tinggi Badan

Tinggi badan dalam satuan sentimeter (cm)

c) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Pada penelitian ini peneliti membatasi mahasiswa Fakultas

Kedokteran angkatan 2016 dan Fakultas MIPA Universitas Halu

Oleo pada angkatan 2015-2016.

F. Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data statistik pada penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan perangkat lunak pengolahan statistik atau SPSS. Data

yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat.

a) Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan tujuan untuk mendefinisikan tiap

variabel yang diteliti dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase.

Analisis univariat digunakan untuk mendeskriptifkan data panjang

telapak tangan dan tinggi badan dalam bentuk rerata dan simpangan

baku untuk data sebaran normal atau median dan rentang untuk sebaran

data yang tidak normal, uji normalitas yang digunakan adalah

Kolmogrov Smirnov (Syahdrajat, 2015).

b) Analisis Bivariat

1) Uji korelasi pearson

Menurut Sastroasmoro (2011) dalam uji korelasi ini bertujuan

untuk mengetahui korelasi panjang telapak tangan dengan tinggi

badan. Interpretasi hasil uji pearson yaitu :


43

a. Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima jika p

value < 0,05. Berarti terdapat korelasi yang bermakna

antara panjang telapak tangan dengan tinggi badan.

b. Hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak jika p

value > 0,05. Berarti tidak terdapat korelasi antara panjang

telapak tangan dengan tinggi badan.

Kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut dapat

diperoleh dari koefisien korelasi r. Nilai r dapat bervariasi -1 ≤

r ≥ +1, dengan interpretasi 1 artinya sifat hubungan linear

searah, bila r=1 berarti tingkat asosiasi mutlak, nyaris tidak

pernah diperoleh dalam fenomena biologis. Berdasarkan besar

nilai r, maka tingkat hubungannya dapat ditafsirkan sebagai

berikut: (Sastroasmoro, 2011).

a. 0,000-0,199 : hubungan sangat lemah

b. 0,200-0,399 : hubungan lemah

c. 0,400-0,599 : hubungan sedang

d. 0,600-0,799 : hubungan kuat

e. 0,800-1,000 : hubungan sangat kuat

2) Analisis regresi linier

Menurut Sastroasmoro (2011) regresi linear bertujuan untuk

memprediksi atau meramal nilai variabel numerik dengan

variabel numerik lainnya. Variabel yang ingin diprediksi adalah

variabel terikat yaitu Tinggi badan sedangkan yang diukur


44

adalah variabel bebas yaitu panjang telapak tangan. Persamaan

regresi dapat dihitung dengan program komputer, yang

dinyatakan sebagai:

𝒚 = 𝒂 + 𝒃𝒙

Keterangan :
y = Variabel terikat
x = Variabel bebas
a = Konstanta
b = koefisien regresi
45

G. Alur Penelitian

Populasi penelitian

Kriteria inklusi Sampel Kriteria eksklusi

Laki-laki Perempuan

Panjang telapak tangan diukur


menggunakan kaliper geser dan Tinggi
badan menggunakan microtoice

Hasil

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 5. Alur Penelitian

H. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

melaksanakan sebuah penelitian mengingat penelitian berhubungan

langsung dengan manusia, sebab setiap manusia memiliki hak asasi. Peneliti

harus melalui beberapa tahap pengurusan perijinan seperti peneliti meminta

persetujuan kepada responden untuk berpartisipasi dalam penelitian secara


46

sukarela dengan menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent).

Untuk menjamin kerahasiaan responden peneliti tidak mencantumkan nama

responden pada lembar pengumpulan data melainkan memberi kode nomor

pada masing-masing lembar tersebut serta data yang di tampilkan dalam

bentuk data kelompok bukan data pribadi masing-masing responden

(anonymity dan confidentiality). Penelitian ini dilakukan setelah

mendapatkan persetujuan oleh Komite Etik Universitas Halu Oleo Nomor.

395/UN29.17/PP/2019 dan peneliti telah melakukan pengurusan izin layak

etik di Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo.


50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Fakultas Kedokteran

Sejarah singkat terbentuknya Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo sebelumnya berada dibawah Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (MIPA), kemudian tanggal 31 Desember 2008

Ditjen Dikti Depdiknas mengeluarkan izin penyelenggaraan Program

Studi Pendidikan Dokter di Universitas Halu Oleo dengan Nomor :

4687/D/T/2008. Dengan adanya Surat Keputusan tersebut Program

Studi Pendidikan Dokter Universitas Halu Oleo mulai beroperasi dan

menerima mahasiswa pada tahun 2009/2010.

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo terbentuk pada tanggal

30 September 2011 berdasarkan SK Rektor Nomor

413/SK/UN29/PP/2011 tentang berdirinya Fakultas Kedokteran internal

dalam lingkungan Universitas Halu Oleo dengan Prof. Dr. Nur Nasry

Noor, MPH sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

yang pertama. Saat ini Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo telah

berubah status Akreditasi C menjadi Akreditas B sejak tahun 2017.

49
50

Gambar 6. Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo saat ini memiliki 2

gedung dengan 3 lantai.Gedung pertama terdiri dari Laboratorium Terpadu

dan satu ruang kuliah. Gedung kedua terdiri dari 4 ruang kuliah, 1

perpustakaan, ruang clinical skill lab atau ruang tutorial, ruang dosen, ruang

pimpinan, ruang kantor program studi, ruang seminar, ruang rapat, aula,

mushola dan sekretariat badan eksekutif mahasiswa.

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo terdiri atas 2 program

studi dan 1 konsentrasi yaitu program studi Pendidikan Dokter, Profesi

Dokter dan Konsentrasi Keperawatan. Jumlah mahasiswa aktif program

studi Kedokteran angkatan 2015 dan 2016 yaitu : 2015 terdiri dari 138

orang : 32 laki-laki dan 106 perempuan, 2016 terdiri dari 110 orang : 31

laki-laki dan 79 perempuan, sehingga total mahasiswa aktif Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo angkatan 2015 dan 2016 adalah 248

orang.
51

2. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu

Oleo berdiri pada tahun 1998 bedasarkan surat keputusan Mendikbud R.I

Nomor: 233/O/1998 tanggal 21 September 1998. FMIPA pada saat itu

terdiri dari empat jurusan, tanpa adanya program studi. Empat jurusan

tersebut adalah; Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi. Pada tahun 1999

FMIPA mulai menerima mahasiswa baru melalui Jalur Penelusuran Minat

dan Potensi (PPMP), dan selanjutnya melakukan usulan program studi. Pada

tanggal 25 Agustus 2000, keluarlah SK Dirjen Dikti tentang berdirinya

empat program studi yaitu Program Studi Matematika, Fisika, Kimia dan

Biologi.

Pada tahun 2002, Rektor Universitas Halu Oleo mendirikan program

Studi internal Kesehatan Masyarakat dan berada di bawah jurusan Biologi.

Sejalan dengan waktu, pada tahun 2003 FMIPA mengusulkan Proposal

pendirian Program Studi Kesehatan Masyarakat kepada Rektor dan

dilanjutkan dengan usulan Rektor ke Dirjen DIKTI, selanjutnya proposal

tersebut mengalami perbaikan-perbaikan sesuai saran-saran Dirjen DIKTI,

sehingga pada tanggal 9 Agustus 2004 keluar keputusan pendirian Program

Studi Kesehatan Masyarakat dengan SK Dirjen Dikti Nomor:

3065/D/T/2004.

Pengembangan organisasi FMIPA terus dilakukan, sehingga tahun

2005 FMIPA melakukan pengusulan studi Diploma III Statistika dan pada

tanggal 24 Februari 2006 berdiri Program Studi D3 Statistika dengan SK


52

Dirjen Dikti Nomor: 798/D/T/2006. 31 Desember 2008 Dirjen Dikti

Depdiknas telah mengeluarkan izin Penyelenggaraan Program Studi

Pendidikan Dokter di Universitas Halu Oleo Kendari dengan Nomor:

4687/D/T/2008. Adanya SK tersebut Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Halu Oleo mulai menerima mahasiswa pada tahun akademik

2009/2010. Sejak tahun 2006 FMIPA telah mengusulkan pendirian Program

Studi Farmasi dan dengan perbaikan dan pengusulan berkali-kali, yang pada

akhirnya pada tahun akademik 2010/2011 mulai menyelenggarakan

Program Studi Farmasi Studi S1-Farmasi. FMIPA juga mengusulkan

pembukaan Program Studi Geofisika, Geografi, Geologi, dan Pertambangan

dan saat ini telah menjadi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian.

Gambar 7. Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo

Dalam perkembangannya terakhir FMIPA UHO sampai sekarang

telah mempunyai 7 (tujuh) program studi S-1 dan 2 (dua) program S-2 yang

terdiri dari program studi S-1 Matematika, program studi S-1 Fisika,

program studi S-1 Kimia, program studi S-1 Biologi, program studi S-1
53

Bioteknologi, program studi S-1 Statistika, program studi S-1 Ilmu

Komputer, program studi S-2 Fisika, program studi S-2 Kimia.

Ketika didirikan FMIPA UHO menempati gedung bantuan ADB

sebanyak 2 gedung. Saat ini FMIPA telah menempati kampus baru yang

cukup megah dengan 2 buah gedung utama masing-masing dengan 3 lantai,

dan 1 gedung dengan 2 lantai.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi panjang telapak

tangan dengan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo. Responden adalah mahasiswa yang

menandatangani lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian

dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini dilakukan pada

24 Mei sampai 28 Mei 2019 bertempat di ruang kuliah Fakultas Kedokteran

dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo dengan data yang diperoleh

adalah data primer. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 286

responden, yang terdiri dari 143 laki-laki dan 143 perempuan. Data hasil

penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan disertai uraian yang dianalisis

secara univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk

mendeskripsikan data panjang telapak tangan dalam bentuk rerata dan

simpangan baku untuk data sebaran normal atau median dan rentang untuk

sebaran data yang tidak normal. Analisis bivariat digunakan untuk

menganalisis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.


54

1. Analisis Univariat

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo.

Tabel 13. Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Usia dan Jenis

Kelamin

Distribusi
Karakteristik Responden
Jumlah (n) Presentase (%)
Usia
19 tahun 18 6,3
20 tahun 42 14,7
21 tahun 128 44,8
22 tahun 89 31,1
23 tahun 9 3,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 143 50,0
Perempuan 143 50,0
Total 286 100
Sumber : Data Primer 2019

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah sampel penelitian

di Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo

sebanyak 286 responden. Responden dengan usia 21 tahun merupakan

kelompok usia terbanyak dibandingkan dengan kelompok usia yang lain,

dimana usia 19 tahun sebanyak 18 responden (6,3%), usia 20 tahun

sebanyak 42 responden (14,7%), usia 21 tahun sebanyak 128 responden

(44,8%), usia 22 tahun sebanyak 89 responden (31,1%) dan 23 tahun

sebanyak 9 responden (3,1%). Responden dengan jenis kelamin laki-laki

sama banyak dengan responden dengan jenis kelamin perempuan,


55

dimana jenis kelamin laki-laki sebanyak 143 responden (50,0%) dan

jenis kelamin perempuan sebanyak 143 responden (50,0%).

Tabel 14. Distribusi Subjek Menurut Ukuran Tinggi Badan, Panjang


Telapak Tangan Kanan dan Panjang Telapak Tangan pada Laki-laki dan
Perempuan
Variable
Panjang Telapak Panjang Telapak
Tinggi Badan
Tangan Kanan Tangan Kiri
L P L P L P
Mean 161.063 160.063 17.576 17.490 17.542 17.440
Median 161.000 160.000 17.500 17.500 17.500 17.400
Std.
6.9264 6.2475 1.0172 0.8973 0.9803 0.8679
Deviasi
Rentang 29.0 24.0 5.0 4.0 4.7 4.4
Min. 149.0 146.0 15.1 15.0 15.1 15.5
Max. 178.0 170.0 20.1 19.0 19.8 19.9
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel didapatkan distribusi subjek penelitian

berdasarkan mean, median, standar deviasi, rentang,minimum, dan

maximum tinggi badan, panjang telapak tangan kanan dan panjang

telapak tangan kiri pada kelompok laki-laki dan perempuan. Tinggi

badan laki-laki sebesar 161.063 ± 6.9264 cm dengan tinggi badan minimal

149,0 cm dan maximal 178,0 cm sedangkan tinggi badan perempuan

sebesar 160.063 ± 6.2475 cm dengan tinggi badan minimal 146.0 cm dan

maksimal 170.0 cm. Panjang telapak tangan kanan pada laki-laki yaitu

17.576 ± 1.0724 cm dengan panjang telapak tangan kanan minimal 15.1

cm dan maksimal 20.1 cm dan perempuan 17.490 ± 0.8973 cm dengan

panjang telapak tangan kanan minimal 15.0 cm dan maksimal 19.0 cm.

Sedangkan panjang telapak tangan kiri pada laki-laki sebesar 17.542 ±


56

0.9803 dengan panjang telapak tangan kiri minimal 15.1 cm dan

maksimal 19.8 cm dan perempuan sebesar 17.440 ± 0.8679 dengan

panjang telapak tangan kiri minimal 15.5 cm dan maksimal 19.9 cm.

Data tersebut menunjukan bahwa laki-laki memiliki tinggi badan dan

panjang telapak tangan lebih besar dibandingkan dengan perempuan.

2. Analisis Bivariat

a) Analisis Korelasi Pearson

Analisis bivariat bertujuan untuk menguraikan hubungan antara

variabel dependen dan variabel dependen yaitu panjang telapak

tangan terhadap tinggi badan pada 286 sampel yang terdiri dari 143

laki-laki dan 143 perempuan di Fakultas Kedokteran dan Fakultas

MIPA Universitas Halu Oleo. Jumlah sampel diatas n > 50

menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan

data berdistribusi normal dengan nilai p > 0,05 sehingga uji korelatif

yang digunakan adalah uji non parametrik Pearson. Peneliti

menggunakan perangkat lunak pengolahan statistik atau SPSS 22.

Tabel 17. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov


Kolmogorov-Smirnova
Statistic N Sig.
Laki-laki 0,848 143 0,468*
Tinggi badan
perempuan O,823 143 0,507*
Panjang telapak Laki-laki 0,595 143 0,871*
tangan kanan perempuan 0,881 143 0,419*
Panjang telapak Laki-laki 0,570 143 0,570*
tangan kiri perempuan 0,949 143 0,329*
*distribusi data normal p > 0,05
Sumber : Data Primer 2019
57

Uji non parametrik Pearson digunakan pada analisis korelatif

untuk menguji hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen dengan skala data numerik.Kriteria pengujian diambil

berdasarkan nilai probabilitas (Sig.) dimana jika nilainya < 0.05

maka Hipotesis nol ditolak dan Hipotesis alternatif diterima (Dahlan,

2013).

Tabel menunjukkan uji normalitas data, didapatkan nilai p sebesar

0,468 untuk data tinggi badan laki-laki dan 0,507 untuk data tinggi

badan perempuan dan nilai p 0,871 untuk data panjang telapak tangan.

kanan laki-laki dan 0,419 untuk telapak tangan kanan perempuan,

serta nilai p 0,570 untuk data panjang telapak tangan kiri laki-laki dan

0,329 untuk panjang telapak tangan kiri perempuan. Data dikatakan

terdistribusi normal apabila nilai p > 0,05. Seluruh data terdistribusi

normal, maka uji analisis yang digunakan selanjutnya adalah uji

korelasi Pearson yang dilambangkan dengan r. Variabel dikatakan

berhubungan erat apabila didapatkan nilai r semakin mendekati 1.

Tabel 18. Hasil Uji Korelasi Pearson Panjang Telapak Tangan


terhadap Tinggi Badan
Variabel P R
Panjang Telapak Laki-laki 0,000* 0,939
Tangan Kanan Perempuan 0,000* 0,942
Panjang Telapak Laki-laki 0,000* 0,962
Tangan Kiri Perempuan 0,000* 0,923
*signifikan p<0,05
Sumber : Data Primer 2019
58

Tabel diatas menunjukkan nilai signifikansi pada pengukuran

panjang telapak tangan kanan dan panjang telapak tangan kiripada

subjek laki-laki dan perempuan adalah 0,000 yang berarti didapatkan

hubungan yang bermakna antara panjang telapak tangan kanan dan

terlapak tangan kiri dengan tinggi badan Data diatas juga

menunjukkan kekuatan hubungan atau koefisien korelasi r antara

panjang telapak tangan dengan tinggi badan pada subjek laki-laki dan

perempuan.

Tabel menunjukkan korelasi dan signifikansi data panjang

telapak tangan kanan dengan tinggi badan pada subjek laki-laki.

Korelasi panjang telapak tangan kanan dengan tinggi badan

didapatkan nilai R sebesar 0,939 pada telapak tangan kanan laki-laki

dan nilai R sebesar 0,942 pada telapak tangan kanan perempuan.

signifikansi juga didapatkan didapatkan nilai R sebesar 0,962 pada

telapak tangankiri laki-laki dan nilai R sebesar 0,923 pada telapak

tangan kiri. Hal ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan

arah korelasi positif yang berarti bahwa semakin panjang satu

variabel maka semakin panjang pula variabel yang lainnya.

b) Analisis Regresi Linier

Tabel 14. Hasil uji regresi linier panjang telapak tangan terhadap tinggi badan

Regresi
Konstanta SE Beta p
koefisien
Panjang L 6,390 48,742 0,198 0,939 0,000
telapak P 6,556 45,399 0,197 0,942 0,000
59

tangan kanan
Panjang L 6,801 41,768 0,162 0,962 0,000
telapak
P 6,642 44,228 0,234 0,923 0,000
tangan kiri
Sumber : Data Primer 2019
Tabel diatas menujukan hasil regresi dari pengukuran panjang

telapak tangan kanan dan panjang telapak tangan kiri terhadap tinggi

badan pada laki-laki dan perempuan. Untuk panjang telapak tangan

kanan laki-laki didapatkan koefisien regresi 6,390 dengan konstanta

sebesar 48,742, dan panjang telapak tangan kanan perempuan didapat

koefisien regresi 6,556 dengan konstanta sebesar 45,399. Sedangkan

untuk telapak tangan kiri laki-laki didapatkan koefisien regresi 6,801

dengan konstanta sebesar 41,768 dan panjang telapak tangan kanan

perempuan didapatkan koefisien regresi 6,642 dengan konstanta

sebesar 44,228. Sehingga berdasarkan tabel hasil uji regresi linier

didapatkan formula estimasi panjang telapak tangan kanan dan telapak

tangan kiri dengan tinggi badan laki-laki dan tinggi badan perempuan.

Tabel 15.Formula Estimasi tinggi badan

Laki-laki Perempuan
TB = 48,742+6,390 (PTTKa) TB = 45,399+ 6,556 (PTTKa)
TB = 41,768+ 6,801 (PTTKi) TB = 44,228+ 6,642 (PTTKi)

Keterangan:

TB : Tinggi Badan

Pttka : Panjang Telapak Tangan Kanan

Pttki : Panjang Telapak Tangan Kiri


60

C. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan melalui pengukuran terhadap 286 sampel

mahasiswa aktif angkatan 2015-2016 Fakultas Kedokteran dan Fakultas

MIPA Universitas Halu Oleo yang memenuhi kriteria inklusi yaitu

Perempuan usia ≥ 18 tahun dan laki-laki usia ≥ 21 tahun tahun dan ras

mongoloid serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Usia minimal 18

tahun untuk perempuan dan minimal 21 tahun untuk laki-laki dipilih karena

pada usia tersebut seseorang telah mencapai pertumbuhan maksimal(Glinka

dkk., 2008). Ras mongoloid dipilih karena penduduk Indonesia sebagian

besar didominasi oleh ras Paleomongoloid atau ras Melayu yang merupakan

bagian dari ras Mongoloid. Ras Melayu ini kemudian dibedakan atas

Melayu tua atau Proto-Melayu dan Melayu-muda Deutro-Melayu (Sitohang,

2018).

Penentuan tinggi badan merupakan parameter antropometri yang paling

penting dan berguna dalam penentuan identitas fisik suatu individu tidak

dikenal yang hanya ditemukan potongan tubuh saja (Oria dkk., 2016).

Identifikasi tinggi badan menempati posisi yang relatif sentral dalam

penelitian antropologi. Identifikasi tinggi badan juga digunakan untuk

identifikasi kebutuhan yurisprudensi medis atau oleh ahli hukum medis

(medikolegal). Banyak penelitian telah dilakukan untuk memperkirakan

tinggi badan dengan melakukan pengukuran tulang-tulang. Penelitian

tersebut menghasilkan berbagai formula faktor perkalian dan persamaan


61

regresi yang digunakan untuk memperkirakan tinggi badan dari tulang-

tulang tersebut. (Sheta dkk., 2009).

Pada berbagai penelitian sebelumnya estimasi tinggi badan dengan

mengukur panjang telapak tangan kiranya dapat dilakukan. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat hubungan dan mendapatkan persamaan regresi

tinggi badan berdasarkan panjang telapak tangan.

1. Tinggi Badan Pada Laki-Laki Dan Perempuan

Hasil penelitian pada Tabel menunjukkan bahwa tinggi badan laki-

laki lebih besar dibandingkan tinggi badan perempuan pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo dengan

didapatkan rata-rata tinggi badan laki-laki yaitu 161,063 cm sedangkan

rata-rata tinggi badan perempuan yaitu 160,063 cm. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh Riandy, dkk

(2015) pada 75 sampel di Fakultas Kedokteran Unsrat Manado dengan

melakukan pengukuran tinggi badan didapatkan hasil rata-rata tinggi

badan laki-laki yaitu 166,08 cm dan rata-rata tinggi badan perempuan

yaitu 156 cm. Data ini juga menunjukkan bahwa tinggi badan laki-laki

lebih besar daripada perempuan.

Hasil ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh

Miqdad Arya Putra (2018) yang meneliti estimasi tinggi badan

menggunakan pengukuran telapak tangan pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas terhadap 73 sampel didapatkan hasil

rata-rata tinggi badan laki-laki yaitu 166,33 cm dan rata-rata tinggi


62

badan perempuan yaitu 156,34 cm. Data ini juga menunjukkan bahwa

tinggi badan laki-laki lebih besar daripada perempuan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Simtupang, dkk (2017) pada

mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara, menunjukkan bahwa rerata tinggi badan laki-laki yaitu

166,529 cm sedangkan rerata tinggi badan perempuan yaitu 157,775

cm. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Hesty Asmiliaty (2012)

pada 146 sampel mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,

menunjukkan bahwa rerata tinggi badan laki-laki yaitu 167,09 cm

sedangkan rerata tinggi badan perempuan yaitu 155,06 cm. Data ini

menunjukkan laki-laki memiliki tinggi badan lebih tinggi dibandingkan

tinggi badan perempuan. Muljati S, dkk (2012) juga mendapatkan hasil

yang sama berdasarkan data Riskesdas 2013 dengan membandingkan

tinggi badan pada laki-laki dan perempuan, didapatkan hasil rata-rata

tinggi badan laki-laki pada usia >21 tahun yaitu 164,2 cm dan rata-rata

tinggi badan perempuan > 18 tahun yaitu 153,5 cm. Data ini juga

menunjukkan bahwa tinggi badan laki-laki lebih besar daripada

perempuan.

2. Panjang telapak tangan pada laki-laki dan perempuan

Hasil penelitian pada Tabel. menunjukkan bahwa panjang telapak

tangan laki-laki lebih besar dibandingkan panjang telapak tangan

perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo. Dengan didapatkan rata-rata panjang telapak


63

tangan laki-laki yaitu 17,576 cm untuk panjang telapak tangan kanan

dan 17,542 cm untuk telapak tangan kiri sedangkan rata-rata panjang

telapak tangan perempuan yaitu 17,490 cm untuk panjang telapak

tangan kanan dan 17,440 cm untuk telapak tangan kiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu

penelitian oleh Miqdad Arya Putra (2018) yang meneliti estimasi tinggi

badan menggunakan pengukuran telapak tangan pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas terhadap 73 sampel

menunjukkan bahwa rerata panjang telapak tangan kanan laki-laki yaitu

18,572 cm dan panjang telapak tangan kiri laki-laki yaitu 18,479 cm

sedangkan rerata panjang telapak tangan kanan perempuan yaitu 16,958

cm dan panjang telapk tangan kiri perempuan yaitu 16,896 cm.. Data ini

menunjukkan laki-laki memiliki panjang telapak tangan kanan yang

lebih besar dibanding perempuan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Simtupang, dkk (2017) pada

mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara, menunjukkan bahwa rerata panjang telapak tangan

kanan laki-laki yaitu 18,839 cm dan panjang telapak tangan kiri laki-

laki yaitu 18,457 cm sedangkan rerata panjang telapak tangan kanan

perempuan yaitu 16,784 cm dan panjang telapk tangan kiri perempuan

yaitu 16,796 cm. Data ini menunjukkan laki-laki memiliki panjang

telapak tangan kanan yang lebih besar dibanding perempuan.

3. Hubungan panjang telapak tangan dengan tinggi badan


64

Hasil penelitian pada Tabel berdasarkan uji korelasi Pearson

menunjukkan bahwa panjang telapak tangan dengan tinggi badan

didapatkan hubungan yang signifikan dengan p<0,05 yakni nilai

p=0,000. Dengan koefisien korelasi yang didiapatkan yaitu untuk laki-

laki 0,939 untuk panjang telapak tangan kanan dan 0,962 untuk panjang

telapak tangankiri. Sedangkan perempuan 0,942 untuk panjang telapak

tangan kanan dan 0,923 untuk panjang telapak tangan kiri.

Hasil ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh

Miqdad Arya Putra (2018) yang meneliti estimasi tinggi badan menggunakan

pengukuran telapak tangan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas terhadap 73 sampel dimana pada laki-laki terdapat korelasi

sebesar 0,840 untuk panjang telapak tangan kanan dan korelasi sebesar

0,856 untuk panjang telapak tangan kiri. Sedangkan pada perempuan

terdapat korelasi sebesar 0,746 untuk panjang telapak tangan kanan dan

korelasi sebesar 0,713 untuk panjang telapak tangan kiri. Penelitian lain

yang juga dilakukan oleh Novian Anindito Santosa (2014)

menunjukkan bahwa panjang telapak tangan dengan tinggi badan

didapatkan hubungan yang signifikan dengan p<0,05. Dimana koefisien

korelasi yang didapat pada telapak tangan kanan 0,971 dan 0,968 untuk

telapak tangan kiri yang berarti terdapat hubungan yang kuat antara

panjang telapak tangan dengan tinggi badan. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Simtupang, dkk (2017) pada mahasiswa aktif Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, menunjukkan pada

laki-laki terdapat korelasi sebesar 0,805 untuk panjang telapak tangan


65

kanan dan korelasi sebesar 0,786 untuk panjang telapak tangan kiri.

Sedangkan pada perempuan terdapat korelasi sebesar 0,780 untuk

panjang telapak tangan kanan dan korelasi sebesar 0,809 untuk panjang

telapak tangan kiri.

Pada penelitian ini juga didapatkan persamaan regresi linier tinggi

badan berdasarkan panjang telapak tangan baik telapak tangan kanan

serta telapak tangan kiri untuk subjek laki-laki dan perempuan.

Pengukuran tinggi badan yang diperoleh dengan menggunakan

persamaan regresi tersebut jika dibandingkan dengan pengukuran

aktual hanya ditemukan perbedaan yang tidak terlalu jauh, sehingga

tinggi badan bisa diprediksi dengan akurasi yang cukup tinggi

menggunakan persamaan regresi.

Selama pengumpulan data, didapatkan variasi pada hasil

pengukuran panjang telapak tangan pada masing-masing individu,

baik perbedaan panjang telapak tangan kanan maupun panjang telapak

tangan kiri terhadap tinggi badan. Perbedaan ini menunjukkan bahwa

terdapat variasi pada masing-masing individu meskipun memiliki

tinggi badan maupun populasi yang sama.

Variasi ini bisa terjadi karena faktor internal dan factor eksternal.

Faktor-faktor internal terdiri dari Jenis Kelamin, Genetik (Hormon

insulin, tiroid, IGFs, testosterone,estrogen) dan ras.sedangkan faktor-faktor

eksternal terdiri dari Lingkungan (Pranatal dan Postnatal), Gizi (Mineral,

Vitamin, Ca, PO43-, Mg, F, dan Mn), Obat-obatan, dan Penyakit


66

(Gigantisme, kretinisme, dwarfisme, skoliosis, kifosis, lordosis, dan

osteoporosis). Perbedaan hasil pengukuran juga bisa terjadi karena

faktor kecendrungan menggunakan bagian anatomis tersebut

(Supriasa, 2002).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

tinggi badan seseorang proporsional dengan berbagai dimensi tubuh

seperti tulang panjang, dan salah satu dimensi tubuh tersebut adalah

panjang telapak tangan.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Tidak dilakukan pada etnik atau suku tertentu sehingga tidak bisa

mendeskripsikan karakteristik panjang telapak tangan dan tinggi badan

pada satu etnik atau suku.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
67

Terdapat korelasi yang signifikan antara panjang telapak tangan dengan

tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo

B. Saran

1. Peneliti mengusulkan agar peneliti selanjutnya dapat melakukan

penelitian lebih lanjut pada populasi yang berbeda berdasarkan suku-suku

yang ada di Indonesia

2. Peneliti mengusulkan agar metode korelasi panjang telapak tangan dapat

diaplikasikan dalam melakukan identifikasi forensik untuk menentukan

tinggi badan.

DAFTAR PUSTAKA
68

Ananta, A., Arifin, E.N., Hasbullah, M.S., Handayani, N.B., Pramono, A. 2015.
Demography of Indonesia's Ethnicity. Institute of Southeast Asians
Studies. Singapura.

Artaria, M.D. 2010. Perbedaan Antara Laki-Laki Dan Perempuan: Penelitian


Antropometri Pada Anak-Anak Umur 6-19 Tahun. Jurnal Kebudayaan
Masyarakat dan Politik 22(4):343-9.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2017. Buku Saku Tanggap Tangkas


Tangguh Menghadapi Bencana. http://siaga.bnpb.go.id/dibi/.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2019. Data Informasi Bencana


Indonesia. http://dibi.bnpb.go.id/.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia Statistical Yearbook Of Indonesia.


http://www.bps.go.id/. Jakarta.

Byers, S.N. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction
to Forensic Anthropology. Third Edition. Boston 28-59.

Direktorat Statistik Politik dan Keamanan. 2017. Statistik Kriminal. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.

Erianto. 2012. Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Tungkai Bawah


Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fatati, A. 2014. Korelasi Antara Tinggi Badan Dan Panjang Jari Tangan. Skripsi.
Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Erlangga 40–44.

Gilsanz, V., Ratib, O., 2012. Hand Bone Age Bone Development. Second Edition.
Los Angeles.
69

Glinka, J., Artaria. M.D., Koesbardiarti. T. 2008. Metode Pengukuran Manusia.


Airlangga University Press. Surabaya.

Handajani, P.T., Prima, A. 2014. Panjang Tulang Femur Dapat Menjadi Penentu
Tinggi Badan Pria Dewasa Muda. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala
14(1):38-42.

Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L., 2013. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik


Dalam Proses Penyidikan. Sagung Seto. Jakarta.

Ilayperuma, I., Nanayakkara, G., palaheitiya, N. 2009. Prediction of Personal


Stature Based on the Hand Length. Galle Medical Journal 14(1):15-18.

Ismurrizal. 2011. Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Telapak Tangan.


Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Isselbacher., Braunwald., Wilson., Martin., Fauci., Kasper. 2012. Harrison


Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih Bahasa Asdie Ahmad H., Edisi
13, Jakarta: EGC.

Iswara, R.A.F.W., B, S.K.L., Rohmah, I.N. 2016. Hubungan Antropometri


Sefalofasial Dengan Jenis Kelamin dan Tinggi Badan. Medica Hospitalia
4(1): 17-22.

Korah, T., Siwu, J. F., Mallo, J. F. 2016. Identifikasi Tinggi Badan Melalui
Pengukuran Panjang Lengan Bawah. Jurnal e-Clinic (eCl) 4(1).

Krishan, K, Kanchan, T, Asha, N. 2012. Estimation Of Stature From Index And


Ring Finger Length In A North Indian Adolescent Population. Journal of
Forensic and Legal Medicine. India.

Ludwig. 2002. Handbook of Autopsy Practice. 3rd ed. New Jersey: Humana Press
Inc 95–99.
70

Maat, G.J.R., Panhuysen, R.G.A.M., Mastwijk, R.W. 2002. Manual for The
Physical Anthropological Report. Third Edition. Barge’s Anthopologica
Leiden University Medical Centre. Leiden 1-29.

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Korps Lalu Lintas. 2013.
Polantas Dalam Angka 2013. Indonesia.

Moore, K.L., Agur, A.M.R. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta.

Oladipo, G., Ezi, G., Okoh, P., Abidoye, A. 2015. Index And Ring Finger Lengths
And Their Correlation With Stature In A Nigerian Population. Annals of
Bioanthropology 3(1):18.

Oria, RS., Igiri, AO., Egwu, OA., Nandi ME. 2016. Prediction Of Stature From
Hand Length And Breadth-Anthropometric Study On An Adult Cross
River State Population. Annals Bioanthropology 4:12-16.

Pal A., De S., Sengupta P., Maity P., Dhara PC. 2016. Estimation Of Stature From
Hand Dimensions In Bengalee Population, West Bengal, India. Egyptian
Journal of Forensic Sciences 6:90-98.

Paulsen, F., Waschke J. 2014. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum
dan Sistem Muskuloskeletal. 23rd ed. Jakarta: EGC.

Putri, D.R., Imanto M., Irianto M.G. 2018. Identifikasi Jenis Kelamin
Menggunakan Sinus Maksilaris Berdasarkan Cone Beam Computed
Tomography (CBCT). Majority 7(2): 232-236.

Rieupassa, I.E., Hamrun, N. 2012. Perbedaan Ukuran Mesiodistal dan


Cervicoincisal Gigi Incisivus Centralis Atas Suku Bugis, Makassar dan
Toraja. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Makassar.
71

Santosa, N.A. 2014. Estimasi Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Telapak Tangan
Dan Panjang Telapak Tangan. Skripsi. Jurusan Fakultas Kedokteran.
Surakarta.

Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed 4. Sagung


Seto. Jakarta.

Septadina, I.S. 2015. Identifikasi Individu dan Jenis Kelamin Berdasarkan Pola
Sidik Bibir. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 2(2): 231.

Shah, T., Thaker, M.B., Menon, S.B.K. 2015. Assessment Of Cephalic And Facial
Indices: A Proof For Ethnic And Sexual Dimorphism. Journal Of Forensic
Science & Criminology 3(1): 1-11.

Sheta, A., Hassan, M., Elserafy, M. 2009. Stature Estimation of Radiological


Determination of Humerus and Femur Lengths Among A Sample of
Egyptian Adults. Alexandria Bulletin 45(2):479-484.

Shrestha, R., Shrestha, P.K., Wasti, H., Kadel, T., Kanchan, T., Krishan, K. 2015.
Craniometric Analysis For Estimation Of Stature In Nepalese
Population—A Study On An Autopsy Sample. Forensic Science
International 248 : 187.E1–187.E6.

Silventoinen, K. 2003. Determinants of Variation in Adult Body Height.


Cambridge University Press. United Kingdom.

Snell, R.S. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 3. EGC.


Jakarta

Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6. EGC.


Jakarta

Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 1. Ed 3.


EGC. Jakarta.
72

Styne, D.M. 2003. The Regulation Of Pubertal Growth. Horm Res (60):22-6.

Supariasa, I.D.N. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Suprapto H. 2017. Metodologi Penelitian Untuk Karya Ilmiah. Gosyen


Publishing. Yogyakarta.

Syafitri, K., Auerkari, E., Suhartono, W. 2013. Metode Pemeriksaan Jenis


Kelamin Melalui Analisis Histologis dan DNA Dalam Identifikasi
Odontologi Forensik. Jurnal PDGI 62(1): 11-16.

Syahdrajat, T. 2015. Panduan Menulis Tugas Akhir Kedokteran dan Kesehatan.


Prenamedia Group. Jakarta.

Thaher, M. 2013. Hubungan Panjang Telapak Tangan dengan Tinggi Badan Pada
Pria Dewasa Suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesarawan
Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Tortora,G.J., Derrickson, B.H. 2011. Principles Of Anatomy And Physiology. 13th


Edition. John Wiley & Sons Inc. USA.

Wakode, NS., Wakode, SL., Ksheersagar, DD., Tajane, VD., Jachak, AN. 2015.
Prediction of Stature based on Measurement of Hand Length in
Maharashtra Region. Indian Journal of Clinical Anatomy and Physiology
2(3):131-135.

Wong, D L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed 6. EGC. Jakarta.


73

LAMPIRAN
74

Lampiran 1. Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Siti Rahma.

Penulis dilahirkan di Kendari, 10 Oktober

1997. Penulis merupakan anak kedua dari 4

bersaudara. Penulis mengawali pendidikan

formal jenjang taman kanak-kanak di TK

Citra Anduonohu dan lulus tahun 2001-

2002, kemudian jenjang sekolah dasar di

SD Negeri 07 Poasia dan tamat tahun 2002-

2008.

Penulis melanjutkan jenjang pendidikan sekolah menengah pertama di

SMP Negeri 05 Kendari dan lulus tahun 2008-2011. Setelah itu penulis

melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu sekolah menengah atas di SMA

Negeri 02 Kendari (2011-2014) kelas IPA.

Peneliti masuk di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada tahun

2015 melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi

Negeri). Untuk menyelesaikan studi di FK UHO, Peneliti melakukan

penelitian dengan judul Korelasi Panjang Telapak Tangan Dengan Tinggi

Badan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran.
75

Lampiran 2. Informed Consent

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI
THE MINISTRY OF RESEACH, TECHNOLOGY AND
HIGHER EDUCATION
KOMISI ETIK PENELITIAN LPPM UHO
THE ETHICAL COMMITTEE RESEARCH LPPM UHO
Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu kendari 93232,
Telp. (0401) 390105, Fax. (0401) 390006
e-mail : kep_lppmuho@yahoo.co.id

LEMBAR PENJELASAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Judul Penelitian :Korelasi Panjang Telapak Tangan Dengan Tinggi Badan

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Fakultas MIPA

Universitas Halu Oleo

Peneliti : Siti Rahma

Alamat Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Nomor Hp : 081242873014

Melalui surat ini peneliti mengajak (bapak/ibu/saudara) untuk ikut

serta dalam penelitian ini. Penelitian ini membutuhkan responden 286

sampel yang terdiri dari 143 orang laki-laki dan 143 orang perempuan..

Subjek penelitian adalah mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran dan

mahasiswa aktif Fakultas MIPA angkatan 2015-2016 Universitas Halu Oleo


76

yang memenuhi kriteria dan bersedia menjadi subjek penelitian melalui

pengukuran Panjang Telapak tangan.

Pengukuran dimulai dengan mengukur panjang telapak tangan yakni

dari ujung jari tangan terjauh yaitu phalang 3 (medius) sampai ke

pergelangan tangan yaitu pada titik tengah inter styloid line. dilakukan

dengan cara Telapak tangan diletakkan di atas sebuah alas datar dengan

posisi telapak tangan dalam sikap terbuka serta jari jemari tangan

dirapatkan. Untuk mengukur tinggi badan dimulai antara puncak kepala

(vertex) sampai ke tumit (calcaneus) pada posisi badan berdiri secara tegak

lurus sempurna pada saat dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan

dengan cara Posisi badan berdiri secara tegak lurus sempurna (kepala,

punggung bokong, betis, dan tumit menempel ke dinding), leher

diluruskan,tangan dirapatkan, dan mata memandang lurus ke depan.

Pengukuran panjang telapak tangan dilakukan dengan menggunakan

kaliper geser (Jangka Sorong) sedangkan pengukuran tinggi badan

menggunakan microtoise. Dengan hasil pengukuran dinyatakan dalam

satuan sentimeter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara

panjang telapak tangan dengan tinggi badan.

A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian

Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada

paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk

mengundurkan diri atau berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau

sanksi apapun.
77

B. Prosedur Penelitian

Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda

diminta menandatangani lembar persetujuan ini. Prosedur selanjutnya

adalah :

1. Peneliti mewawancarai Anda : nama, umur, jenis kelamin, ras, suku

serta meminta Anda untuk memperlihatkan tanda pengenal.

2. Peneliti melakukan pengukuran pada telapak tangan yaitu panjang

telapak tangan dan tinggi badan.

C. Kewajiban subjek penelitian

Sebagai subjek penelitian, bapak/ibu/saudara berkewajiban mengikuti

aturan atau petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang

belum jelas, bapak/ibu/saudara bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.

D. Risiko dan Efek Samping dan Penanganannya

Risiko dan efek samping yang dapat ditimbulkan pada subjek

penelitian adalah rasa kurang nyaman ketika dilakukan pengukuran panjang

telapak tangan dan tinggi badan dengan menggunakan kaliper geser dan

microtoise. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan pengukuran secara

hati-hati dan sesuai dengan prosedur pengukuran panjang telapak tangan

dan tinggi badan.

E. Manfaat

Keuntungan langsung yang Anda dapatkan adalah Anda dapat

mengetahui data panjang telapak tangan anda khususnya jari tangan terjauh

(phalang 3 / medius) sampai ke pergelangan tangan (titik tengah inter styloid line)
78

dan data tinggi badan (puncak kepala / vertex) sampai ke tumit (calcaneus). Serta

sebagai data standar Panjang telapak tangan pada masyarakat Sulawesi

Tenggara sehingga dapat menjadi salah satu metode identifikasi yang dapat

diterapkan dalam penentuan identitas individu.

F. Kerahasiaan

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian

akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan staf penelitian.

G. Pembiayaan

Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti.

H. Informasi Tambahan

Bapak/ibu/saudara diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal

yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu

membutuhkan penjelasan lebih lanjut, bapak/ibu/saudara dapat

menghubungi peneliti yang tersebut diatas.


79

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENJADI SUBJEK PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Umur : tahun

Alamat :

No. HP :

Setelah mendengarkan semua penjelasan, saya sebagai subjek penelitian

dengan judul “Korelasi Panjang Telapak Tangan dengan Tinggi Badan”, maka

saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian

mahasiswa atas nama Siti Rahma (NIM K1A115138) mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo, dengan catatan apabila suatu ketika merasa

dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Kendari, Mei 2019

Responden Peneliti

(...........................................) (SITI RAHMA)

Saksi

(..........................................)
80

Lampiran 3. Lembar Observasi

No. Responden :
A. Identitas

Nama : .........................................................................

Usia : .........................................................................

Jenis kelamin : .........................................................................

Ras : .........................................................................

B. Hasil Pengukuran

Panjang telapak tangan kanan : .........................................................

Panjang telapak tangan kiri : .........................................................

Tinggi badan : .........................................................


81

Lampiran 4. Master Tabel

NO INISIAL UMUR JK RAS TB PTT KA PTT KI


1 DFF 22 P Mongoloid 156 16.9 16.8
2 WLA 22 P Mongoloid 166 18.3 18.2
3 HD 21 L Mongoloid 165 18.1 18.1
4 NAM 22 P Mongoloid 159 17.3 17.3
5 ML 20 P Mongoloid 151 16.5 16.2
6 NMP 21 P Mongoloid 158 17.1 17.1
7 WR 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
8 EM 22 P Mongoloid 148 15.8 15.8
9 MFR 22 L Mongoloid 178 19.8 19.8
10 AAH 21 L Mongoloid 162 17.7 17.7
11 NAG 19 P Mongoloid 162 17.7 17.7
12 MFM 22 L Mongoloid 161 17.6 17.5
13 MS 20 P Mongoloid 150 16.0 16.0
14 DW 21 L Mongoloid 153 15.9 16.5
15 FDL 22 L Mongoloid 161 17.5 17.5
16 ADG 22 L Mongoloid 153 16.5 16.4
17 OOH 21 L Mongoloid 158 17.1 17.1
18 AWW 21 L Mongoloid 158 17.1 17.1
19 MFM 22 L Mongoloid 163 17.8 17.8
20 ASN 21 P Mongoloid 163 17.8 17.8
21 MDB 22 L Mongoloid 152 16.3 16.3
22 SLI 22 P Mongoloid 162 17.7 17.7
23 ADT 21 L Mongoloid 161 18.0 17.5
24 JK 22 P Mongoloid 155 16.7 16.8
25 AAA 23 L Mongoloid 153 16.5 16.5
26 MY 21 L Mongoloid 166 18.2 18.2
27 FEP 19 P Mongoloid 157 17.0 17.0
28 MM 21 L Mongoloid 163 17.8 17.8
29 DHL 23 P Mongoloid 164 17.9 17.9
30 MW 21 L Mongoloid 157 18.0 17.0
31 WMM 22 P Mongoloid 166 18.3 18.2
32 FAT 21 L Mongoloid 157 17.0 17.0
33 LWL 22 P Mongoloid 168 18.5 18.5
34 AAA 22 L Mongoloid 172 19.0 19.1
35 AY 20 P Mongoloid 151 16.2 16.2
36 MRL 19 P Mongoloid 148 15.8 15.8
37 DSS 21 P Mongoloid 168 18.5 18.5
38 DPA 22 P Mongoloid 169 19.0 18.6
82

39 AAM 20 P Mongoloid 167 18.9 18.4


40 IBM 19 P Mongoloid 169 18.7 18.6
41 MFS 22 P Mongoloid 170 18.8 18.7
42 AY 21 P Mongoloid 163 17.8 17.8
43 ZD 22 L Mongoloid 173 19.6 19.2
44 AAM 21 L Mongoloid 161 17.5 17.5
45 ASH 21 L Mongoloid 161 17.5 17.6
46 MY 19 P Mongoloid 164 18.0 17.9
47 AEF 21 P Mongoloid 168 19.0 18.5
48 SL 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
49 AS 20 P Mongoloid 166 18.2 18.2
50 AFP 21 P Mongoloid 169 19.0 18.6
51 LY 21 L Mongoloid 173 20.1 19.2
52 MR 21 L Mongoloid 164 17.9 17.9
53 BS 21 L Mongoloid 163 17.8 17.8
54 MFR 22 L Mongoloid 172 19.0 19.0
55 KI 20 P Mongoloid 160 17.4 17.4
56 AT 22 L Mongoloid 159 17.3 17.3
57 ASM 21 P Mongoloid 155 16.7 16.7
58 PR 22 P Mongoloid 164 18.0 17.9
59 GGG 21 L Mongoloid 153 16.5 15.5
60 AM 22 L Mongoloid 165 18.1 18.1
61 YSL 22 L Mongoloid 152 16.3 16.3
62 HD 19 P Mongoloid 155 16.7 16.7
63 NAK 22 P Mongoloid 155 16.6 16.7
64 PM 21 P Mongoloid 170 18.8 18.7
65 HLN 21 P Mongoloid 158 17.1 17.1
66 FR 20 P Mongoloid 162 17.7 17.7
67 SKJ 23 L Mongoloid 168 18.5 18.5
68 MSP 22 L Mongoloid 152 16.3 16.3
69 NL 19 P Mongoloid 153 16.5 16.5
70 ER 21 L Mongoloid 153 16.5 16.5
71 AHJ 22 L Mongoloid 165 18.1 18.1
72 SE 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
73 MAR 21 L Mongoloid 154 16.6 16.6
74 EH 21 L Mongoloid 162 17.7 17.7
75 MZA 21 L Mongoloid 160 17.4 17.4
76 FMM 21 L Mongoloid 161 17.5 17.5
77 SF 22 L Mongoloid 172 19.1 19.0
78 HRT 21 L Mongoloid 153 15.7 15.6
79 GR 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
83

80 ANA 22 L Mongoloid 169 18.6 18.6


81 NIW 21 L Mongoloid 151 16.2 16.2
82 KS 20 P Mongoloid 163 17.8 17.8
83 SP 20 P Mongoloid 169 18.6 18.6
84 AS 23 L Mongoloid 158 17.2 17.1
85 MSR 22 L Mongoloid 167 18.4 18.3
86 MAR 21 L Mongoloid 167 18.4 18.4
87 NR 20 P Mongoloid 151 16.2 16.2
88 CY 20 P Mongoloid 166 19.0 18.2
89 FAB 21 P Mongoloid 167 18.4 18.4
90 HES 21 P Mongoloid 163 17.8 17.8
91 FA 20 P Mongoloid 162 17.7 17.7
92 MDH 22 L Mongoloid 167 18.4 18.4
93 MIMI 21 L Mongoloid 169 18.6 18.6
94 AM 21 L Mongoloid 165 18.1 18.1
95 MLS 22 P Mongoloid 155 16.7 16.7
96 AS 23 P Mongoloid 147 15.0 15.6
97 MR 22 L Mongoloid 161 17.5 17.5
98 JS 21 L Mongoloid 165 18.1 18.1
99 MSA 21 L Mongoloid 152 15.7 16.3
100 ZSI 22 P Mongoloid 160 17.4 17.4
101 NAP 20 P Mongoloid 163 17.8 17.8
102 RMA 21 P Mongoloid 159 17.7 17.3
103 PPA 21 L Mongoloid 170 18.8 18.7
104 SYR 22 L Mongoloid 169 18.6 18.6
105 TEY 22 P Mongoloid 150 16.1 16.0
106 MSW 21 L Mongoloid 174 19.3 19.3
107 ASAP 22 L Mongoloid 160 17.4 17.4
108 DAS 21 L Mongoloid 151 15.6 16.5
109 TM 22 P Mongoloid 152 16.3 16.3
110 NN 21 L Mongoloid 164 17.9 17.9
111 LUN 20 P Mongoloid 149 15.9 15.9
112 KH 19 P Mongoloid 152 16.0 16.3
113 MUN 22 L Mongoloid 167 18.4 18.3
114 IS 20 P Mongoloid 157 17.7 17.0
115 ANA 21 P Mongoloid 164 18.0 17.9
116 CYP 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
117 MK 21 L Mongoloid 175 19.6 19.4
118 UR 19 P Mongoloid 161 17.5 17.6
119 AF 21 P Mongoloid 168 18.5 18.5
120 FM 21 L Mongoloid 162 18.0 17.7
84

121 WPN 21 L Mongoloid 149 16.0 15.9


122 FIK 21 L Mongoloid 165 18.1 18.1
123 NMP 21 P Mongoloid 157 17.0 17.0
124 LAS 22 L Mongoloid 156 17.0 16.9
125 AS 21 L Mongoloid 171 18.9 18.9
126 MCM 20 P Mongoloid 168 18.5 18.5
127 NN 22 P Mongoloid 161 17.5 17.5
128 SY 21 L Mongoloid 159 17.3 17.3
129 ANA 22 L Mongoloid 150 16.0 16.0
130 MHA 21 L Mongoloid 156 16.9 16.9
131 UZ 21 L Mongoloid 175 19.0 19.4
132 AAU 21 L Mongoloid 160 17.4 17.4
133 FWN 21 P Mongoloid 167 18.3 18.4
134 FRD 22 L Mongoloid 170 18.7 18.8
135 YN 20 P Mongoloid 155 16.7 16.7
136 RFC 21 L Mongoloid 151 15.7 16.2
137 KAN 22 L Mongoloid 171 18.9 18.9
138 IRM 22 L Mongoloid 164 17.9 18.0
139 RMW 21 L Mongoloid 162 17.7 17.7
140 JW 21 P Mongoloid 160 17.4 17.4
141 OMS 22 L Mongoloid 160 17.4 17.4
142 NMW 20 P Mongoloid 162 17.7 17.7
143 MN 22 P Mongoloid 156 16.9 16.9
144 TMJ 21 P Mongoloid 165 18.1 18.1
145 KYT 21 P Mongoloid 160 17.4 17.4
146 NN 22 P Mongoloid 160 17.4 17.4
147 FA 20 P Mongoloid 162 18.0 17.7
148 FWN 21 P Mongoloid 163 17.8 17.8
149 FS 20 P Mongoloid 152 16.3 16.3
150 FS 21 L Mongoloid 160 17.4 17.4
151 NSA 22 P Mongoloid 156 17.0 16.8
152 MIL 19 P Mongoloid 168 19.0 18.5
153 LL 21 P Mongoloid 170 18.8 18.7
154 ALS 21 L Mongoloid 151 15.1 16.2
155 GM 22 L Mongoloid 156 17.0 16.9
156 ARP 21 L Mongoloid 171 19.0 18.9
157 IDG 22 L Mongoloid 172 19.0 19.0
158 MA 21 L Mongoloid 157 17.0 17.0
159 LK 21 P Mongoloid 164 17.9 17.9
160 FTM 20 P Mongoloid 166 18.2 18.2
161 SL 21 P Mongoloid 155 16.7 16.7
85

162 RMA 22 L Mongoloid 150 17.0 16.0


163 RF 22 L Mongoloid 168 18.5 18.5
164 FR 21 L Mongoloid 153 16.5 16.5
165 MBS 21 L Mongoloid 167 18.4 18.3
166 SP 21 P Mongoloid 166 18.2 18.2
167 MNR 21 L Mongoloid 156 16.9 16.9
168 MR 21 L Mongoloid 161 17.4 17.5
169 EY 19 P Mongoloid 158 17.3 17.1
170 IRN 22 P Mongoloid 169 18.6 18.6
171 RYC 22 P Mongoloid 169 19.0 19.0
172 JR 22 L Mongoloid 156 16.9 16.9
173 MFN 21 L Mongoloid 154 16.6 16.6
174 DSP 21 P Mongoloid 169 19.0 18.6
175 ASW 21 L Mongoloid 165 18.1 18.1
176 NA 21 L Mongoloid 159 17.3 17.3
177 AE 21 P Mongoloid 169 18.6 18.6
178 AMT 21 L Mongoloid 175 19.4 19.4
179 RFI 22 L Mongoloid 161 17.5 17.5
180 YPB 20 P Mongoloid 160 17.4 17.4
181 AAM 19 P Mongoloid 151 16.2 16.2
182 AVN 22 P Mongoloid 164 17.9 17.9
183 PFD 21 P Mongoloid 156 16.9 16.8
184 AAS 21 L Mongoloid 162 17.2 17.7
185 ZMN 21 L Mongoloid 150 16.0 15.6
186 MAN 21 P Mongoloid 148 15.8 15.8
187 BPP 22 L Mongoloid 157 17.0 17.0
188 MEJ 21 P Mongoloid 150 16.7 16.0
189 FSA 24 L Mongoloid 166 18.2 18.2
190 NAA 22 P Mongoloid 167 18.4 18.3
191 AAD 21 L Mongoloid 155 15.5 16.7
192 ML 21 L Mongoloid 163 17.8 17.8
193 MAF 23 P Mongoloid 165 18.1 18.1
194 MDR 19 P Mongoloid 154 16.5 16.6
195 JR 22 P Mongoloid 162 18.0 17.7
196 MHM 21 L Mongoloid 152 16.3 18.4
197 AA 21 L Mongoloid 157 18.0 17.0
198 AR 22 L Mongoloid 154 16.6 15.1
199 WAT 22 L Mongoloid 166 19.0 18.2
200 AKB 22 L Mongoloid 171 18.9 18.9
201 IY 19 P Mongoloid 153 16.5 16.5
202 FS 23 P Mongoloid 164 17.9 17.9
86

203 MAN 22 L Mongoloid 156 16.9 16.9


204 AK 21 L Mongoloid 165 17.0 18.1
205 DS 22 L Mongoloid 152 16.3 16.3
206 ALW 19 P Mongoloid 170 18.8 18.8
207 ND 22 P Mongoloid 160 18.0 17.4
208 FT 21 L Mongoloid 170 18.8 18.8
209 RL 21 L Mongoloid 178 19.8 19.8
210 IDL 23 P Mongoloid 160 17.4 17.4
211 SEM 22 L Mongoloid 168 18.5 18.5
212 AS 21 L Mongoloid 163 17.8 17.8
213 USA 20 P Mongoloid 168 18.3 18.5
214 MKS 21 L Mongoloid 169 18.6 18.6
215 MAMH 22 L Mongoloid 155 16.8 16.7
216 DIA 20 P Mongoloid 169 18.8 18.6
217 SR 21 P Mongoloid 154 17.0 16.6
218 MS 22 P Mongoloid 158 17.1 17.1
219 HJR 21 L Mongoloid 154 16.6 16.6
220 DR 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
221 AM 21 L Mongoloid 155 16.7 16.7
222 WS 20 P Mongoloid 154 16.6 16.6
223 MBM 21 L Mongoloid 160 17.4 18.6
224 KS 22 L Mongoloid 157 17.1 17.0
225 NAY 20 P Mongoloid 155 16.8 16.8
226 ND 22 P Mongoloid 167 18.4 18.7
227 MYM 22 L Mongoloid 152 16.3 16.3
228 MS 22 L Mongoloid 164 17.9 17.9
229 RR 21 L Mongoloid 151 16.2 16.2
230 YM 21 L Mongoloid 163 18.0 17.8
231 AR 22 L Mongoloid 161 18.9 17.5
232 FQM 21 L Mongoloid 165 18.1 18.1
233 BS 21 L Mongoloid 162 17.7 17.7
234 ZM 21 L Mongoloid 157 17.0 17.0
235 MAP 20 P Mongoloid 165 18.1 18.1
236 ANN 22 P Mongoloid 160 17.4 17.4
237 MNW 19 P Mongoloid 161 17.5 17.5
238 AG 21 L Mongoloid 150 16.0 16.0
239 AP 22 L Mongoloid 167 18.4 18.3
240 WNS 21 P Mongoloid 146 15.5 15.5
241 MFQ 20 P Mongoloid 158 17.1 17.1
242 ID 20 P Mongoloid 156 16.9 16.8
243 MSR 21 L Mongoloid 158 17.6 17.1
87

244 SA 21 P Mongoloid 161 17.5 17.5


245 PAW 22 L Mongoloid 162 17.7 17.6
246 WW 20 P Mongoloid 165 18.0 18.1
247 MS 21 P Mongoloid 163 17.8 17.8
248 IA 21 P Mongoloid 160 17.4 17.4
249 AA 21 L Mongoloid 158 17.1 17.1
250 RR 21 L Mongoloid 157 17.0 17.0
251 WT 22 P Mongoloid 166 18.5 18.2
252 EUV 22 P Mongoloid 160 17.4 17.4
253 TH 21 P Mongoloid 149 16.0 15.9
254 GA 22 L Mongoloid 153 18.5 16.4
255 GOP 21 L Mongoloid 158 17.3 17.1
256 MFF 21 L Mongoloid 160 17.7 17.4
257 SPP 22 L Mongoloid 162 17.7 17.7
258 ISR 19 P Mongoloid 159 17.3 17.3
259 BA 21 L Mongoloid 153 16.5 16.4
260 UK 21 L Mongoloid 169 18.6 18.6
261 SFI 21 P Mongoloid 164 17.9 17.9
262 SLI 22 P Mongoloid 158 17.1 17.1
263 SJW 22 P Mongoloid 161 17.5 17.5
264 DDD 20 P Mongoloid 166 18.2 18.2
265 MWA 21 L Mongoloid 163 17.7 17.8
266 AL 20 L Mongoloid 167 18.4 18.3
267 DM 22 P Mongoloid 162 17.7 17.6
268 AA 19 P Mongoloid 148 15.8 15.8
269 MIL 20 P Mongoloid 164 17.9 17.9
270 EU 22 P Mongoloid 154 16.6 16.6
271 ABY 21 P Mongoloid 160 17.4 17.4
272 FSI 21 P Mongoloid 162 17.8 17.7
273 LMR 22 L Mongoloid 157 17.0 17.0
274 SM 21 P Mongoloid 151 16.2 16.2
275 NAD 20 P Mongoloid 149 18.9 19.9
276 DNZ 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
277 AF 21 L Mongoloid 158 17.2 17.1
278 ME 20 P Mongoloid 159 17.3 17.3
279 MB 21 L Mongoloid 159 17.3 17.3
280 TH 21 L Mongoloid 154 16.6 16.6
281 ASR 21 P Mongoloid 156 16.9 16.8
282 IMH 21 P Mongoloid 158 17.1 17.1
283 DV 21 P Mongoloid 154 16.6 16.6
284 AWA 22 P Mongoloid 148 15.8 15.8
88

285 WS 22 L Mongoloid 154 16.6 16.6


286 MK 22 P Mongoloid 170 19.0 18.8

Keterangan :

JK : Jenis Kelamin

PTT : Panjang Telapak Tangan

TB : Tinggi Badan
89

Anda mungkin juga menyukai