Anda di halaman 1dari 6

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tinggi badan merupakan suatu ciri utama yang digunakan sebagai proses

identifikasi untuk berbagai kepentingan. Pengukuran tinggi badan dapat

digunakan untuk pendataan dan penyelidikan. Dalam antropologi forensik, tinggi

badan merupakan salah satu dari empat profil biologis utama selain usia, jenis

kelamin, dan ras (Patel, 2012). Tinggi badan merupakan salah satu komponen

untuk menentukan status gizi, dimana penilaian status gizi yang sering dilakukan

adalah penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang diukur berdasarkan rasio

berat badan (dalam kilogram) dan kuadrat tinggi badan (dalam meter) (Madden et

al., 2011). Pengukuran antropometri dapat digunakan sebagai parameter dari

pertumbuhan dan kesehatan manusia, maka itu diperlukan pengukuran tinggi

badan secara akurat (Murbawani et al., 2012). Cara pengukuran tinggi badan yang

biasa digunakan adalah mengukur dari puncak kepala (vertex) hingga bagian

ujung tumit pada posisi berdiri tegak atau disebut sebagai stature (Duquet dan

Carter, 2009). Jika tinggi badan tidak dapat diukur dengan cara biasa, maka

diperlukan teknik lain salah satunya adalah menggunakan estimasi tinggi badan

(Amalia, 2015).

Perkiraan tinggi badan digunakan untuk keperluan medikolegal. Penentuan

tinggi badan merupakan langkah utama dalam proses identifikasi suatu subyek

ketika hanya sebagian tubuh saja yang ditemukan. Tinggi badan pada setiap

manusia memiliki variasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
2

(Chikhalkar et al., 2010). Pada proses identifikasi yang hanya sebagian tulang saja

yang didapat, maka dengan mengukur panjang dari panjang tulang tertentu dan

memasukkannya ke dalam rumus, maka dapat dihitung tinggi badannya. Terdapat

beberapa rumus baku yang menggunakan ukuran dari tulang panjang, seperti

rumus Karl Pearson, Trotter dan Gleser, Dupertuis dan Hadden, juga rumus

Antropologi Ragawi UGM (Kusuma dan Yudianto, 2010).

Perkiraan tinggi badan berdasarkan tulang panjang ektremitas merupakan

salah satu metode yang banyak dipakai karena memiliki hubungan yang baik.

Penentuan tinggi badan berdasarkan tulang panjang ektremitas telah dikenal sejak

ratusan tahun yang lalu dan telah digunakan pada kasus medikolegal (Sulijaya,

2013). Hubungan antara tinggi badan dengan panjang tulang ektremitas atas

ataupun bawah seperti tibia, fibula, radius, ulna, humerus, dan femur telah banyak

dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran (FK) di

Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hubungan yang kuat antara

panjang tulang dengan tinggi badan.

Salah satu bagian tulang panjang bagian ektremitas yaitu humerus yang

merupakan bagian tulang panjang ektremitas atas adalah bagian tulang panjang

yang merupakan indikator yang baik untuk memperkirakan hubungan antara

panjang tulang humerus dengan tinggi badan . Hal ini dikarenakan tulang humerus

kurang dipengaruhi oleh stres lingkungan dibanding anggota ekstremitas bawah

yang lain, dan disebutkan juga bahwa ukuran panjang tulang salah satunya

humerus memiliki hubungan yang signifikan dan berkontribusi baik dalam

memperkirakan tinggi badan manusia. Tulang humerus juga merupakan salah satu
3

tulang panjang penyusun tubuh yang dapat digunakan sebagai prediktor

penentuan tinggi badan selain tulang panjang yang lainnya seperti femur, radius,

ulna, tiba dan fibula. Di indonesia penelitian tentang hubungan panjang tulang

humerus dengan tinggi badan sudah pernah dilakukan oleh Kuntoadi (2008) dan

Amalia (2015). Pada penelitian tersebut panjang tulang humerus memiliki

hubungan yang berbanding lurus dengan tinggi badan. Kedua penelitian tersebut

memiliki perbedaan target populasi. Penelitian Kuntoadi (2008) dilakukan pada

populasi Suku lampung dan penelitian Amalia (2015) dilakukan pada populasi

dengan jenis kelamin laki-laki di Suku Jawa dan Lampung. Penelitian tentang

estimasi atau perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang tulang humerus masih

jarang dilakukan di Indonesia (Chrysanti, 2015).

Pemilihan suku Aceh sebagai populasi penelitian karena pada suku aceh

sendiri penelitian mengenai penentuan tinggi badan berdasarkan panjang tulang

humerus belum pernah dilakukan dan belum adanya data untuk ukuran

antropometrinya, dan berdasarkan letak geografis aceh sendiri merupakan daerah

rawan bencana, sehingga datanya nanti sangat membantu, terutama pada bidang

ilmu kedokteran forensik yang selalu membutuhkan identifikasi pada setiap kasus

yang ada, dan suku aceh sendiri rata-rata memiliki perawakan yng pendek. Hal ini

di dukung dari status sosio-ekonomi yang rendah dan status gizi yang buruk.

Mahasiswa dapat menjadi subjek yang ideal karena rata-rata berusia di atas 21

tahun, Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan “Epifise

Line” akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang,

penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun.
4

Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan usia subjek penelitian di atas

21 tahun agar tidak terjadi bias yang besar pada pengukuran, oleh karena

pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila dilakukan di bawah usia 21 tahun.

Berdasarkan dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti estimasi antara

tinggi badan berdasarkan panjang humerus pada mahasiswa universitas

malikussaleh suku aceh.

1.2 Rumusan Masalah


Identitas tubuh manusia merupakan hal yang penting, baik pada saat hidup

ataupun sudah meninggal. Tinggi badan merupakan langkah utama dalam proses

identifikasi suatu subyek ketika hanya sebagian tubuh saja yang ditemukan. Tiap

suku memiliki memiliki ciri fisik yang berbeda. Tinggi badan dapat diukur secara

sederhana dengan menggunakan microtoise dari vertex sampai telapak kaki,

namun pada beberapa keadaan seperti kasus kematian, tinggi badan seseorang

tidak dapat diukur karena tubuhnya tidak utuh lagi. Tetapi ada beberapa teori yang

dapat memudahkan dalam perihal pengukuran tinggi badan, salah satunya melalui

korelasi dengan bagian tubuh, yaitu tulang panjang. Pusat kalsifikasi pada ujung-

ujung tulang atau dikenal dengan “Epifise Line” akan berakhir seiring dengan

pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise line

tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun. Salah satu bagian tulang panjang

yaitu humerus yang merupaka bagian tulang panjang yang merupakan indikator
5

yang baik, sehingga akan mendapatkan estimasi tinggi badan seseorang

berdasarkan panjang tulang humerus.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tinggi badan mahasiswa Universitas Malikussaleh

suku Aceh?

2. Bagaimana gambaran panjang tulang humerus mahasiswa Universitas

Malikussaleh suku Aceh?

3. Bagaimana estimasi tinggi badan berdasarkan panjang tulang humerus

pada mahasiswa Universitas Malikussaleh suku Aceh?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui estimasi tinggi badan berdasarkan panjang humerus pada

mahasiswa universitas malikussaleh suku aceh.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mendapatkan gambaran tinggi badan mahasiswa Universitas

Malikussaleh suku Aceh

2. Untuk mendapatkan gambaran panjang tulang humerus mahasiswa

Universitas Malikussaleh suku Aceh

3. Untuk mendapatkan estimasi tinggi badan berdasarkan panjang tulang

humerus pada mahasiswa Universitas Malikussaleh suku Aceh

1.5 Manfaat Penelitian


6

1.5.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi atau referensi estimasi tinggi badan berdasarkan

panjang humerus pada mahasiswa universitas malikussaleh suku aceh.

2. Dapat dijadikan salah satu referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti

dalam bidang ini.

1.5.2 Manfaat praktis

Manfaat penelitian ini antara lain :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah

wawasan ilmu pengetahuan khususnya dibidang forensik, mengenai cara

menentukan tinggi badan manusia pada tubuh yang tidak lagi utuh atau sudah

terpotong-potong yang diukur berdasarkan panjang tulang humerus.

Anda mungkin juga menyukai