DISUSUN OLEH :
Zuhal Abdillah. S. Lantong
731A118029
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018/2019
BAB I
MENGINTEGRASIKAN IMAN, IHSAN, ILMU DAN AMAL
UNTUK BAGAIMANA MANUSIA BERTUHAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam
adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang
dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan jika
keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna dan
hukumnya tersendiri.
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti
orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan
prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam disebut Ihsan.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem
yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.
B. RUMUSAN MASALAH
a) Apakah Hakikat, Iman, Ihsan, Ilmu dan amal
b) Bagaimana mengintegrasikan Hakikat, Iman, Ihsan, Ilmu dan amal untuk bagaimana
manusia bertuhan
C. TUJUAN
a) Hakikat, Iman, Ihsan, Ilmu dan amal
b) Mengintegrasikan Hakikat, Iman, Ihsan, Ilmu dan amal untuk bagaimana manusia
bertuhan
PEMBAHASAN
1. Hakikat iman
Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan
tanpa dicampuri keraguan sedikitpun. Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri
adalah percaya kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya,
hari akhir dan berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan,
ucapan hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman
bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang
lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba
tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka
keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku
keimanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman
menjadi pelaku keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap
muslim adalah mukmin
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan
dan salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman
dan amal soleh secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas
ulama memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka
menganggap keImanan akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi
ada sebagaian ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia
merupakan aqidah yang tidak menerima pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya
memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara
keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria
bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:
Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah
tertanam dalam hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis
tercermin dalam prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan
terhadap enam poin di atas.
2. Hakikat Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang
yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan
prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem
yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.
Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat
terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi
ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:
Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah
memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya,
atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu
dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak
melakukan tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik.
3. Hakikat Ilmu
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak
berguna, hati yang tidak pernah khusyu’ (tenang), do’a yang tidak didengar, dan dari
nafsu yang tidak pernah puas.” Begitulah bunyi salah satu do’a yang diajarkan
Rasulullah ketika kita hendak mencari ilmu. Namun ilmu yang bagaimanakah yang
dimaksud Rasulullah tidak berguna itu?
Untuk itulah manusia memerlukan ilmu. Hanya dengan akal dan keimanan
sajalah manusia akan berhasil menggali ilmu yang menuju kebenaran. “Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadillah [58] : 11).
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya [21] : 30).
4. Hakikat Amal
Ibnu Faris dalam Mu’jamu Maqayisul Lughah berkata, “‘ ’ع – م – لAkar suatu
kata yang menunjukkan pada satu makna yang sama, yaitu semua pekerjaan yang
dilakukan” (Mu’jamu Maqayisul Lughah , 1/17, Cet: Darul Kutub ‘Alamiyah).
Ibnu Faris dalam Mu’jamu Maqayisul Lughah berkata, “’ ل – ح- ‘ صAkar
suatu kata yang menunjukkan pada satu makna yang sama yaitu lawan dari
kerusakan” (Mu’jamu Maqayisul Lughah, 1/17, Cet: Darul Kutub ‘Alamiyah).
Juga dalam firman Allah (yang artinya), “Mereka mencampur amalan shalih
dan yang lain amalan yang jelek” (Q.S.At Taubah:102) (Lihat Umdatul
Huffadz:2/346, cet:Darul Kutub ilmiyah).
Seseorang yang akan mendirikan sebuah rumah yang pertama dibangun adalah
pondasinya. Begitu juga dengan seseorang yang beragama, dia harus tahu cara untuk
membangunnya. Pondasi dari agama islam merupakan iman. Diibaratkan sebuah
rumah, apabila pondasinya tidak kuat maka bangunannya akan mudah runtuh.
Kaum muslimin menetapkan adanya unsur penting dalam agama islam yakni,
iman, ihsan, ilmu dan amal sebagai kesatuan yang utuh. Para ulama mengembangkan
ilmu-ilmu Islam guna memahami unsur tersebut.
Iman itu bisa dikatakan sebagai landasan awal. Seperti sebagai pondasi
dalam keberadaan suatu rumah. Sedangkan Islam merupakan entitas yang berdiri
diatasnya. Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong,
lebih lebih akan rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholat akan tersendat-
sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan.
Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman
akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi
tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi
hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun
beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila
seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak
juga pada tipisnya iman.
Ihsan bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa
terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari
banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan
perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal
menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana
amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah
disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa
mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan
ridhonya. Disinilah hakikat dari ihsan.
Lalu Iman berkaitan dengan aqidah islam , islam berkaitan dengan syariah,
ihsan berkaitan dengan khuluqiya. Dari tiga hal tersebut dapat kita pahami dalam
perkembangan ilmu keislaman , ilmu terkelompokan menjadi aqidah, fiqih, akhlaq.
Diantara pengelompokan kata dalam agama islam ialah iman, islam dan ihsan.
Setiap pemeluk islam mengetahui dengan pasti bahwa islam tidak absah tanpa iman,
dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Dari pengertian tersebut memiliki arti masing-
masing istilah terkait satu denga yang lain. Bahkan tumpang tindih sehingga satu dari
ketiga istilah tersebut mengandung makna dua istilah yang lainnya. Dari pengertian
inilah kita mengerti bahwa iman,ihsan, ilmu dan amal adalah unsur untuk manusia
bertuhan.
BAB II
KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
PENDAHULUAN
Kematian adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi dalam kehidupan umat
manusia. Kematian merupakan ketentuan Allah atas segala makhluk hidup di
permukaan bumi ini, sehingga manusia perlu membekali, mempersiapkan diri
terutama amalnya di dunia ini. Seiring dengan perkembangan Zaman dan teknologi,
banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang sesungguhnya dunia ini
hanya tempat persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan
kekal adalah di akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat
sehingga menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan
perkembangan zaman hingga banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi
seperti ini akan terjadi terus menerus dan turun menurun yang mengakibatkan
rusaknya akidah-akidah Islam yang tidak lain yang merusaknya adalah orang Islam itu
sendiri. Lain juga akan banyak generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi
tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu
bagaimana caranya sholat dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang bagaimana
kewajiban kita terhadap janazah, yang mencakup di dalamnya tentang cara
memandikan janazah, mengkafani janazah, menshalatkan janazah, dan terakhir
memakamkan janazah.
B. Rumusan Pembahasan
C. Tujuan Pembahasan
A. Memandikan Jenazah
Apabila ada orang Islam meninggal dunia, maka orang-orang Islam wajib ( fardhu
kifayah), artinya sesuatu perbuatan yang cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja,
atau apabila sesuatu perbuatan itu telah dilakukan oleh seseorang, maka gugurlah yang
lain dari kewajibannya. Akan tetapi apabila jenazah itu sampai terlantar, tidak ada
yang melaksanakan, maka semua kaum muslimin yang ada berdosa semuanya.
Kewajiban pertama yang harus dilakukan terhadap jenazah adalah memandikannya.
Salah satu petunjuk dalam memandikan jenazah terdapat dalam hadist berikut ini :
Artinya:
Mandikanlah dia dengan air serta daun bidara (atau sesuatu yang dapat membersihkan
seperti sabun). ( H.R. Bukhori :1186)
1) Orang Islam,
2) Tubuhnya masih ada walaupun hanya sebagian yang ditemukan, misalnya karena
peristiwa kecelakaan,
Artinya:
Saya menjadi saksi atas mereka (yang mati dalam perang Uhud) pada hari kiamat.
Lalu Rasulullah memerintahkan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud,
supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan tidak disalatkan.
(H.R al-Bukhari: 3771)
3) Letakkan mayat di tempat yang tinggi, seperti bangku panjang, Mayit dibaringkan
dan diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti di atas dipan atau dipangku oleh
tiga atau empat orang. Hal ini dilakukan guna mencegah mayit supaya tidak terkena
percikan air.
4) Tempat memandikan sebaiknya pada tempat tertutup, atau gunakan tabir untuk
melindungi tempat memandikan dari pandangan umum. Ditaburi wewangian,
semisal dengan membakar dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari
tubuh mayit, selain juga karena ada Ulama yang berpendapat supaya Malaikat turun
memberikan rahnatnya.[1]
5) Ganti pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperti sarung agar lebih mudah
memandikannya.
7) Menyediakan air secukupnya, sabun, air kapur barus, wangi-wangian. Sarung tangan
1 atau 2 stel, handuk atau kain, kain basahan dan lain-lain yang diperlukan.
10) Pertama-tama bersihkan semua kotoran, najis dari seluruh badan janazah, sebersih-
bersihnya dengan hati-hati dan lembut. Sebaiknya memakai sarung tangan.
12) Menyiram air ke seluruh anggota badan sebelah kanan, kemudian menyiram pada
anggota badan sebelah kiri, bersihkan dengan sabun atau daun bidara. Terakhir,
siram dengan air kapur barus dan wangi-wangian.
13) Apabila janazahnya wanita, supaya rambut dijalin dikepang 3 bagan, waktu
dimandikan. Dan rambut diurai kembali pada waktu dikeramas.
14) Terakhir wudlu’kan. Dengan cara mengucurkan air dari wajah sampai kaki.
B. Mengkafani Jenazah
Apabila yang disebutkan di atas juga tidak ada, maka diambilkan dari harta Baitul-
Mal Umat Islam, atau ditanggung oleh kaum muslimin yang mampu untuk
mengurusi. Utamanya kain kafan adalah : kain putih, bersih, suci, sederhana, kuat.
Cara mempergunakan atau mengkafankan janazah.
a) 3 lembar kain kafan dibentangkan dengan cara disusun. Kain yang paling lebar
dibentangkan dibawah sendiri. Atau tiga lembar kain kafan dibentangkan, kain
letaknya agak serong, atas melebar bawah mengecil. Lembar demi lembar kain
dilulut dengan wangi-wangian.
d) Angkat janazah dengan hati-hati, baringkan di atas kain kafan, dengan diberi wagi-
wagian .
e) Tutup dengan kapas bagian-bagian : wajah, kemaluan, buah dada, telinga, siku-siku
tangan, tumit.
f) Tutup/selimuti janazah dengan kain kafan dari yang paling atas selembar-selembar
ikat dengan tali tiga atau lima ikatan.
b) Angkat janazah dengan hati-hati, baringkan di atas kain kafan, dengan diberi
wangi-wangian.
c) Tutup dengan kapas bagian-bagian : wajah, kemaluan, buah dada, telinga, siku-siku
tangan, tumit.
d) Mengikat pinggul dan kedua pahanya dengan kain. Pasang dan selimutkan kain
dari pinggang sampai kaki. Pasangkan baju kurungnya. Pasangkan kerudung
kepalanya. Sebaiknya rambut yang panjang dikepang menjadi 3. Terakhir
membungkus dengan kain kafan yang paling bawah, paling lebar. Ikat dengan tali
tiga atau lima ikatan. Sebaiknya arah kepala mayat sebelah atas, diberi lampu
penerangan untuk tanda, bahwa itu janazah, arah mayat membujur ke utara ( bagi
orang Indonesia).
Kain kafan terdiri dari 5 lembar :
a) 1 lembar paling lebar ditaruh paling bawah ( untuk pembungkus, seluruh badan
janazah)
b) 1 lembar kain penutup kepala
c) 1 lembar baju kurung setelah dilipat menjadi 2 (Pada tengahnya diberi lubang.
Seukuran leher, sebelah depan dirobek/dipotong sedikit, memanjang. Setelah kain
baju kurung direntangkan.
d) 1 lembar kain basahan untuk penutup pinggul samapi paha atau bisa juga dipakai
model celana dalam.
e) 1 lembar kain penutup untuk penutup pinggang sampai kaki.
f) 1 lembar kain kafan secukupnya, untuk dipakai paling luar sendiri pembungkus
seluruh badan janazah.
C. Mensholati Jenazah
Shalat janazah tidak memakai ruku’ dan tidak memakai sujud, serta tidak dengan
adzan dan iqamah, cukup berdiri saja. Yang harus dipersiapkan oleh seseorang
apabila akan melakukan shalat janazah yaitu :
Sholat jenazah tidak dengan ruku’ dan sujud serta tidak dengan adzan dan iqamat,
adapun caranya sebagai berikut :
1. Niat, menyengaja melakukan shalat atas mayit dengan empat takbir, menghadap kiblat
karena Allah. adapun
Lafadz Niat Shalat Jenazah Untuk Laki-laki :
ض ْال ِكفَايَ ِة َمأ ْ ُم ْو ًما ِهللِ تَعَالَى ٍ ت ا َ ْربَ َع ت َ ْكبِ َرا
َ ت فَ ْر ِ اال َميِه ْ َ ص ِلهى َعلَى َهذَ ُا
USHOLLI ‘ALAA HAADZALMAYYITI ARBA’A TAKBIRAATIN FARDHOL
KIFAAYATI MA’MUUMAN-LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Saya niat (mengerjakan) shalat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah karena
menjadi makmum karena Allah Ta’ala.
Lafadz Niat Shalat Jenazah Untuk Perempuan :
ض ْال ِكفَايَ ِة َمأ ْ ُم ْو ًما ِهللِ تَعَالَى ٍ ص ِلهى َعلَى َه ِذ ِه ْال َميِهت َ ِة ا َ ْربَ َع ت َ ْكبِ َرا
َ ت فَ ْر َ ُا
USHOLLI ‘ALAA HAADZIHIL MAYYITATI ARBA’A TAKBIRAATIN
FARDHOL KIFAAYATI MA’MUUMAN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Saya niat shalat atas mayit perempuan ini empat kali takbir fardhu kifayah karena
menjadi makmum karena Allah Ta’ala.
Keterangan : Lafadz niat diatas merupakan bacaan niat ketika kita sholat jenazah
menjadi ma’mum. Namun apabila kita menjadi imam, maka lafadz atau bacaan
“MA’MUUMAN” diganti dengan lafadz “IMAAMAN”.
D. Memakamkan Jenazah
·
Liang kubur
Dalamnya kuburan dari bawah hingga dada kurang lebih 1,5 meter (150 cm) atau 2
meter (200 cm). Dibuat sedemikian rupa, sehingga rapi dan cukup lebarnya. Atau :
Liang lahat
1. Yaitu liang khusus, dalam liang kubur, yang dibuat untuk meletakkan mayat
dengan posisi miring menghadap kiblat. Dengan diberi penahan misalnya: papan,
bamboo, tanah, dan sebagainya.
2. Caranya antara lain :
a) Setelah Liang Kubur yang berbentuk persegi panjang sudah jadi, kemudian pada
sisi liang kubur, (samping) yang mengarah kiblat tersebut, dibuat lubang lagi
sehingga cukup untuk meletakkan mayat dengan posisi miring (dibuat-pas)
b) Apabila tanah untuk pemakaman yang sudah digali itu ternyata tanahnya longsor
atau berair,atau dikarenakan janazahnya hancur atau terpotong-potong, bisa kita
buatkan peti dari kayu atau papan biasa. Dalam peti tersebut harus diatur
sedemikian rupa, sehingga mayat posisinya tetap miring menghadap kiblat. Jadi
tidak perlu membuat liang lahat lagi. Di dalam peti, posisi mayat harus miring
diberi bantalan dari tanah.
Bagi mereka yang turut menurunkan janazah masuk ke dalam liang kubur, untuk
menerima mayat, sebaiknya dilakukan oleh orang-orang yang pada malam hari
sebelumnya tidak menggauli istrinya( tidak berkumpul ).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36954359/MAKALAH_AGAMA
http://alazhar58.blogspot.com/2013/12/penerapan-iman-islam-dan-ihsan.html
http://ilhamberkuliah.blogspot.com/2015/01/makalah-akidah-islamiyah-iman-islam-
dan.html
http://tugasnyanaksmabar.blogspot.com/2014/12/makalah-agama-tentang-
penyelenggaraan.html