Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala atau sering disebut dengan istilah cephalgia merupakan salah
satu keluhan yang sering membuat orang datang untuk berobat ke petugas
kesehatan. Berdasarkan data WHO pada tahun 2012 sekitar 47%, hampir setiap
orang yang ada di dunia ini pernah mengalami sakit kepala, setidaknya satu kali
dalam seumur hidupnya.1 Selain itu penelitian Stovner et al tahun 2007 juga
menunjukkan bahwa life time prevalence nyeri kepala adalah 66%. Nyeri kepala
primer umumnya terjadi pada kelompok usia 18-65 tahun.2
Nyeri kepala atau cephalgia adalah suatu sensasi yang tidak nyaman
dirasakan di daerah kepala akibat segala hal yang dapat merusak atau berpotensi
mengakibatkan kerusakan struktural. Sensasi nyeri kepala dapat dianggap sebagai
suatu alarm atau suatu pertanda tubuh untuk melindungi bagian kepala yang terdiri
dari organ-organ vital seperti otak dan panca indera. 1
Nyeri kepala atau cephalgia dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer
dan nyeri kepala sekunder dan neuralgia kranial tergantung dari penyebab terjadinya
nyeri kepala tersebut. Nyeri kepala primer lebih sering terjadi pada orang-orang yang
berpendidikan tinggi, yaitu setingkat sekolah menengah atas atau lebih. Faktor-faktor
yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala, antara lain stress emosional, menstruasi,
kurang tidur, kelelahan, perubahan cuaca, dan makanan. 1
Diagnosis utama nyeri kepala adalah berdasarkan gejala klinis. Anamnesis
yang tepat akan sangat mengarah ke tipe nyeri kepala beserta pilihan dan besarnya
terapi yang harus diberikan, walaupun sebagian besar nyeri kepala merupakan nyeri
kepala primer ataupun akibat infeksi sistemik yang ringan, namun dapat juga terjadi
nyeri kepala sekunder. Oleh karena itu orang dengan keluhan nyeri kepala harus
diperiksa secara teliti dan cermat. 1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI CEPHALGIA


Nyeri pada kepala dan struktur sekitarnya yang terkait, yang disebabkan
oleh berbagai penyebab tertentu. Cephalgia atau nyeri kepala adalah sensasi tidak
nyaman yang dirasakan di daerah kepala akibat segala hal yang merusak atau
berpotensi mengakibatkan kerusakan structural. Kerusakan struktural yang dapat
terjadi bisa intrakranial dan ekstrakranial yang banyak memiliki reseptor nyeri.1,6

2.2 EPIDEMIOLOGI
Nyeri kepala dapat terjadi pada semua kelompok umur. Terdapat 1% sampai
2% merupakan kasus kegawatdaruratan medis. Meskipun paling sering kondisi jinak
(terutama ketika kronis dan berulang), sakit kepala onset baru mungkin manifestasi
awal dari penyakit sistemik atau intrakranial yang serius dan oleh karena itu
memerlukan evaluasi menyeluruh dan sistematis.6
Presentase populasi dewasa dengan keluhan nyeri kepala secara global
berdasarkan data IHS dan penelitian Headache In General terdapat sebanyak 56% ,
11% Migren, 42% Tension Type Headache dan 3% untuk Chronic Daily Headache.6
Prevalensi penderita nyeri kepala pada lima rumah sakit yang ada di Indonesia ada
10% untuk Migrain tanpa aura, 1,8% Migrain dengan aura, 31% Episodic Tension
Type Headache, 24% Chronic Tension Type Headache, 0,5% Cluster Headache dan
14% untuk Mixed Headache.1

2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Diagnosis etiologis sakit kepala didasarkan pada pemahaman patofisiologi
nyeri kepala; memperoleh riwayat, dengan karakterisasi nyeri sebagai akut, sub
akut, atau kronis; melakukan pemeriksaan fisik yang cermat; dan merumuskan
diagnosis banding.6

2
 Acute onset6
Nyeri kepala yang baru timbul atau jelas berbeda dari yang pernah dialami
sebelumnya biasanya merupakan gejala penyakit serius dan menuntut evaluasi
segera. Tiba-tiba timbulnya "sakit kepala terburuk yang pernah saya alami dalam
hidup saya" (biasanya karena perdarahan subaraknoid), sakit kepala difus dengan
kekakuan leher dan demam (meningitis), dan sakit kepala berpusat pada satu mata
(glaukoma akut). contoh mencolok. Sakit kepala akut juga dapat menyertai proses
yang lebih jinak seperti infeksi virus sistemik atau penyakit demam lainnya. 6
 Common cause :
o Subarachnoid hemorrhage
o Other cerebrovascular disease
o Meningitis or encephalitis
o Opthalmic disorder (glaucoma, acute iritis)
 Less common cause
o Seizures
o Lumbar puncture
o Hypertensive encephalopathy
o coitus
 Subacute onset6
Nyeri kepala subakut merupakan gejala yang bertahan atau berulang selama
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Sakit kepala semacam itu juga dapat
menandakan gangguan medis serius, terutama ketika rasa sakitnya progresif atau
ketika itu terjadi pada pasien usia lanjut. Pasien dengan sakit kepala subakut harus
ditanyai tentang trauma kepala baru-baru ini (hematoma sub-dural atau sindrom
postconcussive); malaise, demam, atau leher kaku (meningitis subakut); kelainan
neurologis fokal atau penurunan berat badan (tumor otak primer atau metastasis);
perubahan visual (arteritis sel raksasa, hipertensi intrakranial idiopatik); atau obat-
obatan yang merupakan predisposisi sakit kepala (nitrat). 6
o Temporal arteritis
o Intracranial mass
o Trigeminal neuralgia
o Glossopharyngeal neuralgia

3
o Postherpetic neuralgia
o Persistent idiopathic facial pain
 Kronik6
Sakit kepala yang kambuh selama bertahun-tahun (mis. Migrain atau sakit
kepala tipe tegang) biasanya memiliki penyebab jinak, meskipun setiap serangan
akut bisa sangat melumpuhkan. Ketika merawat pasien-pasien ini, penting untuk
menentukan apakah sakit kepala yang terjadi saat ini serupa dengan yang diderita
sebelumnya atau baru dan dengan demikian mewakili proses yang berbeda. 6
o Migraine
o Medication overuse headache
o Cluster headache
o Tension-type headache
o Icepick-like pain
o Cervical spine disease
o Sinusitis
o Dental disease

2.4 PATOFISIOLOGI

Hanya struktur tengkorak tertentu sensitif terhadap rangsangan berbahaya 6


1. kulit, jaringan subkutan, otot, arteri ekstrakranial, dan periosteum eksternal
tengkorak;
2. mata, telinga, rongga hidung, dan sinus paranasal;
3. sinus vena intrakranial dan cabangnya yang bersifat intradural
4. bagian dura di dasar otak dan arteri di dalam dura, terutama bagian proksimal
arteri serebri anterior dan tengah serta segmen intrakranial arteri karotis
interna;
5. arteri meningeal tengah dan arteri temporalis superfisialis
6. tiga saraf serviks pertama dan saraf kranial saat mereka melewati dura.
Nyeri adalah satu-satunya sensasi yang dihasilkan oleh stimulasi struktur-struktur
ini; rasa sakit muncul di dinding pembuluh darah yang mengandung serat nyeri. 6

4
2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut International Headache Society (IHS) 2013 membagi
nyeri kepala menjadi nyeri kepala primer, sekunder dan neuralgia kranial. Nyeri
kepala primer adalah nyeri kepala yang penyebabnya bukan karena kelainan
struktur di intrakranial. Nyeri kepala primer utama adalah Migrain, Tension Type
Headache (TTH), Cluster Headache atau Trigeminal Autonomic Cephalgia dan
Neuralgia Trigeminal.4

Gambar 1. Pola nyeri kepala6

2.7 GEJALA KLINIS


2.7.1 Gejala Prodromal
Gejala ini dapat berlangsung selama beberapa jam hingga hari sebelum
terjadi nyeri, yaitu berupa perubahan mental dan mood (depresi, marah, euforia),
leher kaku, fatig, menguap, food craving, retensi cairan, dan sering berkemih.1
2.7.2 Aura
Aura adalah gejala disfungsi serebral fokal yang dapat membaik dalam
waktu kurang dari 60 menit. Sering terjadi dengan migrain; mereka juga dapat
terjadi pada pasien dengan gangguan kejang dan sakit kepala postictal. Aura dapat
berbentuk gangguan visual homonim, parestesia unilateral, kesemutan, kelelahan,
atau disfasia. Aura visual merupakan aura yang paling sering terjadi dan umumnya
berbentuk fotofobia atau fotopsia (kilatan cahaya), bentuk geometrik, atau skotoma.
Aura visual umumnya bilateral dan bergerak perlahan di dalam area lapang
pandang. Metamorfopsia adalah suatu abnormalitas pada persepsi visual yaitu
ketika gambaran suatu obyek terdistorsi. Pasien dengan gangguan ini akan

5
mengatakan suatu benda terlihat lebih kecil (mikropsia) atau lebih besar
(makropsia) dari ukuran sebenarnya.1,6

2.7.3 Karakteristik Nyeri Kepala


Sakit kepala dapat digambarkan dengan berbagai cara. Nyeri berdenyut
sering dianggap berasal dari migrain, tetapi juga dapat terjadi pada pasien dengan
sakit kepala tipe tegang. Sensasi kencang atau tekanan biasanya terlihat dengan
sakit kepala tipe tension. Rasa sakit yang dihasilkan oleh lesi massa intrakranial
biasanya tumpul dan stabil. Nyeri yang tajam, sakit kepala menusuk menunjukkan
penyebab neurologis seperti neuralgia trigeminal. Nyeri seperti icepick dapat
digambarkan juga oleh pasien dengan migrain, sakit kepala cluster, atau arteritis
temporal.1,6
Keluhan nyeri kepala dapat terjadi pada pasien dengan migrain atau tumor
otak; oleh karena itu, karakter nyeri saja tidak memberikan panduan etiologi yang
dapat diandalkan.6

2.7.4 Lokasi Nyeri Kepala6


A. Sakit kepala unilateral adalah keluhan dari sakit kepala kluster dan terjadi
pada sebagian besar serangan migrain; kebanyakan pasien dengan tension type
headache mengeluhkan nyeri kepala bilateral. 6
B. Nyeri okuler atau retroorbital menunjukkan kelainan mata primer seperti
iritis akut atau glaukoma, penyakit saraf optik (II) (misalnya neuritis optik),
atau peradangan retroorbital (misalnya, sindrom Tolosa-Hunt). Ini juga umum
terjadi pada migrain atau sakit kepala cluster. 6
C. Nyeri paranasal yang terlokalisasi pada satu atau beberapa sinus, sering
dikaitkan dengan nyeri peri-osteum dan kulit di atasnya, terjadi dengan infeksi
sinus akut atau obstruksi saluran keluar. 6
D. Sakit kepala fokal dapat terjadi akibat lesi massa intrakranial, tetapi bahkan
dalam kasus seperti itu digantikan oleh bioksipial dan nyeri bifrontal ketika
tekanan intrakranial menjadi meningkat. 6
E. Nyeri oksipital atau bandlike umumnya dikaitkan dengan tesion type
headache. Lokalisasi oksipital juga dapat terjadi dengan iritasi meningeal

6
akibat infeksi atau perdarahan dan dengan gangguan sendi, otot, atau ligamen
tulang belakang leher rahim atas. 6
F. Nyeri dalam divisi pertama (V1) dari saraf trigeminal, secara khas
digambarkan sebagai rasa terbakar pada kualitas, adalah gambaran umum dari
neuralgia postherpetic. 6
G. Nyeri tusuk terlokalisasi ke divisi kedua (V2) atau ketiga (V3) dari saraf
trigeminal (V) menunjukkan neuralgia trigeminal (tic douloureux). 6
H. Faring dan meatus auditorius eksterna adalah tempat nyeri yang paling
sering disebabkan oleh neuralgia glosofaringeal. 6
2.7.5 Postdromal1
gejala prodromal atau postdromal dapat berbentuk perubahan nafsu makan, gejala
otonom, perubahan mood, serta agitasi, atau retardasi psikomotor.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda seperti berikut:
 takikardi atau bradikardi
 hipertensi atau hipotensi
 injeksi konjungtiva
 reaksi pupil yang kurang baik terhadap cahaya
 defisit hemisensorik atau hemiparesis (ditemukan pada Migrain kompleks)

2.8 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik umum wajib, karena sakit kepala adalah iringan spesifik
dari banyak gangguan sistemik. Jika mungkin, pasien harus diamati selama episode
sakit kepala atau sakit wajah. 6
I. Tanda vital
a. Suhu
Meskipun demam menunjukkan sindrom virus, meningitis, ensefalitis, atau
abses otak, sakit kepala akibat penyebab ini juga dapat terjadi tanpa demam. Selain
itu, sakit kepala dapat menyertai banyak infeksi sistemik. 6
b. Nadi
Takikardia dapat terjadi pada pasien yang tegang dan gelisah dengan sakit
kepala tipe tegang atau menyertai nyeri parah. Sakit kepala paroksismal yang

7
berhubungan dengan takikardia dan perforasi adalah karakteristik
pheochromocytoma. 6
c. Tekanan darah
Hipertensi jarang menyebabkan sakit kepala kecuali peningkatan tekanan darah
akut, seperti dengan pheochromocytoma, atau sangat tinggi, seperti halnya dengan
ensefalopati hipertensi awal. Hipertensi kronis, bagaimanapun, adalah faktor risiko
utama untuk stroke hemoragik atau iskemik, yang dapat dikaitkan dengan sakit
kepala akut. Perdarahan subaraknoid biasanya diikuti oleh peningkatan tekanan
darah akut yang nyata. 6
d. Respirasi
Hiperkapnia akibat insufisiensi pernapasan dari penyebab apa pun dapat
meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan sakit kepala. 6
II. Pemeriksaan saraf1,6
a. Pemeriksaan status mental
Selama pemeriksaan status mental, pasien dengan sakit kepala akut mungkin
bingung, seperti yang biasa terlihat dengan perdarahan sub-araknoid dan
meningitis. Sakit kepala dengan demensia mungkin merupakan indikasi tumor
intrakranial, khususnya satu di lobus frontal atau infiltrasi melintasi corpus
callosum. 6
b. Pemeriksaan nervus kranialis
Abnormalitas saraf kranial dapat menunjukkan dan melokalisasi tumor
intrakranial atau lesi massa lainnya. Papilledema, ciri khas peningkatan tekanan
intrakranial, dapat dilihat dengan lesi intrakranial yang menempati ruang, fistula
sinus arteri-kavernosa karotis, pseudotumor cerebri, atau ensefalopati hipertensi.
Perdarahan retina superfisial (perdarahan subhyaloid) adalah karakteristik
perdarahan subaraknoid pada orang dewasa (Gambar 6-3). Retinopati iskemik
dapat ditemukan pada pasien dengan vaskulitis. 1,6
Palsi saraf oculomotor (III) progresif, terutama ketika menyebabkan dilatasi
pupil, mungkin merupakan tanda penyajian aneurisma arteri komunikasi posterior
yang meluas; Atau, itu mungkin mencerminkan peningkatan tekanan intrakranial
dan herniasi otak yang baru mulai. Penurunan reaktivitas pupil terhadap cahaya
terjadi pada neuritis optik. Kelumpuhan otot ekstraokular terjadi pada sindrom

8
Tolosa-Hunt (lihat Bab 7, Gangguan Neuro-Oftalmik). Proptosis menunjukkan lesi
massa orbital atau arteri karotis - fistula sinus kavernosa.
Sensasi yang menurun pada tempat nyeri wajah — paling sering divisi (V1)
pertama dari saraf trigeminal (V) — ditemukan di neuralgia postherpetic. Daerah-
daerah yang memicu pada wajah dan faring menunjukkan masing-masing neuralgia
trigeminal dan glossopharyn-geal. 6
c. Pemeriksaan motorik
Fungsi motorik asimetris atau gait ataksia pada pasien dengan riwayat sakit
kepala subakut menuntut evaluasi lengkap untuk menyingkirkan lesi massa
intrakranial. 6
d. Pemeriksaan sensorik
Gangguan sensorik fokal atau segmental atau sensasi kornea berkurang (refleks
kornea) adalah bukti kuat terhadap penyebab nyeri jinak. 6

2.9 MIGRAIN
a. Definisi

Menurut International Headache Society (IHS), Migrain adalah nyeri kepala


dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya
unilateral,sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan
diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan
fonofobia.1,4

b. Etiologi dan Faktor Resiko Migrain

Etiologi Migrain adalah sebagai berikut:11


1. Perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesterone
pada fase luteal siklus menstruasi.
2. Makanan (26,9%), vasodilator (histamine seperti pada anggur merah, natrium
nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan
pada makanan (MSG).
3. Stress (79,7%).

9
4. Rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%) dan bau
yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
5. Faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan dan perubahan pola tidur.
6. Perubahan lingkungan (53,2%).
7. Alkohol (37,8%), merokok (35,7%).
Faktor resiko Migrain adalah adanya riwayat Migrain dalam keluarga, wanita,
dan usia muda.11
c. Klasifikasi
Secara umum Migrain dibagi menjadi dua, yaitu:1,6
1) Migrain dengan aura
Migrain dengan aura disebut juga sebagai Migrain klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan
manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20
menit. 1,6
2) Migrain tanpa aura
Migrain tanpa aura disebut juga sebagai migrain umum. Nyeri kepalanya hampir
sama dengan Migrain dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala
dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam. 1,6

Gambar 2. Distribusi Migrain6


d. Patofisiologi 1,6
o Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
Migrain dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai

10
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi
terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini
dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami
vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan
menstimulasi orang untuk merasakan nyeri kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi nyeri kepala, sedangkan
vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk nyeri kepala1,6
o Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan Migrain terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal
inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga
menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota
keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti
calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun
CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem
kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP
diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti
hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi
sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah
peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP
dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita
Migrain yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas
neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari
studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. 1,6
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita Migrain menjadi rentan
mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi.
Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan Migrain, sering terjadi
alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi
saat episode Migrain. Mekanisme Migrain berwujud sebagai refleks trigeminal
vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental
ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi

11
dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada
pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut. 1,6
o Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi Migrain dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra
yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan
gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama
vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah
pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural
sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi. 1,6
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya Migrain. Pada Migrain tanpa aura, kejadian kecil di
neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi
Migrain. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial
untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-
related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi
plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat,
terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain
CSD, Migrain juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi
batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di
otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang
bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin,
dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan Migrain dengan
efektif. 1,6

f. Manifestasi Klinis 1,6,9


a. Migrain tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi
serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. 1,6,9

12
b. Migrain dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum nyeri kepala dimulai (suatu periode yang disebut
aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu
makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami
hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat
cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan
gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari
sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada
lengan dan tungkainya. 1,6,9
Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum nyeri kepala
dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya nyeri kepala. Nyeri
karena Migrain bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala.
Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita
yang memiliki aura, pola dan lokasi nyeri kepalanya pada setiap serangan migran
adalah sama. Migrain bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi
kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.
Migrain dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu: 1,6
 Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-
pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak
nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan
manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara. 1,6
 Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi
pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas
dan pusing. 1,6
 Fase III nyeri kepala
Fase nyeri kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi,
beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari. 1,6

13
 Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit
otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk
waktu yang panjang. 1,6
g. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan nyeri kepala yang diakibatkan oleh
penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir
sama dengan Migrain. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah nyeri kepala dan
mempersulit pengobatannya. 1,6
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien
baru pertama kali mengalami nyeri kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta
derajat keparahan nyeri kepala, pasien mengeluh nyeri kepala hebat, nyeri kepala
persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon
terhadap pengobatan, nyeri kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai
gejala neurologis kontralateral. 1,6
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami nyeri kepala,
nyeri kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, nyeri kepala
rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan
LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan
adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial. 1,6

h. Diagnosis
 Migrain tanpa aura1,6
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral

14
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
 Migrain dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.
Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur
gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi
kriteria Migrain tanpa aura. 1,6
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-
kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles),
dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis
aura yang lainnya > 5 menit.
3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60 menit
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

15
I. Tatalaksana
 Medikamentosa
Terapi Abortif
1. Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan
dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan.
Dosis maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–
receptor agonists. Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai
serotonin dan Migrain yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor.
Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi.
Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal. Terdapat tujuh
subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-
HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A
atau 5-HT1F. Namun, aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme utama
dari efek terapeutik golongan triptan. 1,6
 Indikasi: serangan Migrain akut dengan atau tanpa aura
 Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6
mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis
maksimum 12 mg per 24 jam.

2. Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala
akan berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika
diperlukan. Dosis maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat
digunakan melalui nasal spray. 1,6
 Indikasi: Untuk mengatasi serangan Migrain akut dengan atau tanpa aura pada
dewasa. Tidak ditujukan untuk terapi profilaksis Migrain atau untuk
tatalaksana Migrain hemiplegi atau basilar.
 Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif
mengatasi serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi
sedikit penambahan manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping
meningkat. Oleh karena itu, pasien sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih

16
rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih
dari 10 mg dalam periode 24 jam.
 Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada,
mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia,
miastenia, berkeringat.
 Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris,
riwayat infark miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan
pasien hipersensitif.
3. Eletriptan
Farmakologi: Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B,
5-HT1D dan 5-HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial
menimbulkan vasokontriksi yang berkorelasi dengan meredanya nyeri kepala
Migrain. Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada sistem
trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory neuropeptida. 1,6
 Indikasi: Penanganan Migrain akut dengan atau tanpa aura.
 Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang
2 jam kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24
jam.
 Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada
perut, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, nyeri kepala,
mengantuk.
Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan
lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta
pengurangan disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian
obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis
efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi
supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek
samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna
untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan
respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan: 1,6
a. Beta-blocker:

17
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan
secara gradual menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang
terbukti efektif untuk mencegah timbulnya Migrain.
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan
efektif untuk mencegah serangan Migrain.
 Terapi non-medikamentosa1,6
Terapi abortif
Para penderita Migrain pada umumnya mencari tempat yang tenang dan
gelap pada saat serangan Migrain terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang
dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita
istirahat atau tidur. 1,6
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan Migrain yang dialami,
seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju,
coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap
cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien
diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan Migrain.
Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk
memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa
ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari,
tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan Migrain. 1,6
j. Prognosis

18
Untuk banyak orang, Migrain dapat remisi dan menghilang secara utuh pada
akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah
menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun
demikian, Migrain juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke,
baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari
seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat Migrain. Migrain
dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain
itu, Migrain juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti
menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita Migrain
dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat
mengontrol serangan Migrain. 1,6

2.10 TENSION TYPE HEADACHE


Tension-type headache adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sakit kepala kronis atau berulang dari penyebab yang tidak jelas
yang tidak memiliki gejala migrain atau sindrom sakit kepala lainnya. Mekanisme
patofisiologis yang mendasarinya tidak diketahui, dan "ketegangan" memiliki
kemungkinan kecil sebagai penyebabnya . Kontraksi otot leher dan kulit kepala
belum ditunjukkan oleh elektromiografi dan, jika ada, mungkin merupakan
fenomena sekunder. Dalam bentuk klasiknya, sakit kepala tipe tegang adalah
gangguan kronis yang dimulai setelah usia 20 tahun. Ini ditandai dengan serangan
yang bukan berdenyut, nyeri kepala oksipital bilateral yang tidak berhubungan
dengan mual, muntah, atau gangguan penglihatan prodromal. Durasi sakit kepala
adalah dari jam ke hari. Rasa sakitnya kadang-kadang disamakan dengan ikatan
yang ketat di sekitar kepala.1,6
Tension-type headache merupakan nyeri kepala primer tersering dengan
prevalensi 78%. Nyeri kepala tipe ini mengenai hampir 1,4 juta orang atau 20.8%
populasi di dunia. Tension type headache lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria. Meskipun tension type headache dan Migrain secara tradisional dianggap
sebagai kelainan yang berbeda, banyak pasien mengalami sakit kepala yang
menunjukkan karakteristik keduanya. Jadi beberapa pasien yang diklasifikasikan
sebagai tension type headache yang mengalami sakit kepala berdenyut, sakit kepala

19
unilateral, atau mual dengan serangan. Karena itu, mungkin lebih akurat untuk
melihat tension type headache dan migrain sebagai mewakili kutub yang
berlawanan dari spektrum klinis.1
Berdasarkan International Classification of Headache Disorder, tension type
headache dapat dibagi menjadi tension type headache episodik tipe jarang
(infrequent) dan sering (frequent), dan tension type headache kronik:1
1. tension type headache episodik infrequent:
o tension type headache episodik innfrequent berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial
o tension type headache episodik infrequent tidak berhubungan
dengan nyeri tekan perikranial
2. tension type headache episodik frequent:
o tension type headache episodik frequent berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial
o tension type headache episodik frequent tidak berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial
3. tension type headache kronik
o tension type headache kronik berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial
o tension type headache kronik tidak berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial
4. Probable tension type headache:
o probable tension type headache episodik yang frequent
o Probable tension type headache episodik yang infrequent
o Probable tension type headache kronik
a. Patofisiologi
Nyeri kepala akibat TTH muncul lebih sering saat pasien terlalu lama dalam
posisi kepala ditekuk ke bawah (misalnya pada saat membaca dan menulis),
sehingga otot belakang leher akan tegang. Sementara itu, pada pasien yang sering
tidur dengan posisi tidak baik, nyeri kepala muncul akibat mereka seringkali tidur
menggunakan bantal yang terlalu tinggi. Hal tersebut menyebabkan oto leher
belakang akan tertekan lebih kuat.1

20
Kontraksi otot yang terus akan menyebabkan turunnya perfusi darah dan
lepasnya substansi pemicu nyeri (laktat, asam piruvat, dan lain-lain). Substansi
tersebut kemudian menstimulasi saraf dan akan menghasilkan sensasi nyeri pada
otot dan ligamen yang dipersarafi. Nyeri ini akan bersifat tumpul. 1
Pada TTH nyeri muncul pada otot leher belakang didaerah oksipital. Pada
waktu yang bersamaan, nyeri akan menjalar melewati sisi kiri dan kanan kepala
atau melewati sisi retroorbital. Sementara itu pada otot dan ligamen yang terlalu
banyak mendapat persarafan, sensasi yang akan dirasakan adalah rasa pegal. 1

Gambar 3. patofisiologi tension type headache1

b. Gejala klinis
karakteristik nyeri kepala ini adalah bilateral, menekan atau mengikat, tidak
berdenyut dengan intensitas ringan sampai sedang, serta rasa tegang di sekitar leher
dan kepala belakang. Oleh karena mekanisme kerjanya yang berbeda dengan
Migrain, maka pada TTH seharusnya tidak ditemukan adanya mual atau muntah
dan akan berlangsung lebih lama. Walaupun durasinya bisa lebih panjang, nyeri
pada TTH tidak seberat Migrain. Hal ini yang menyebabkan TTH lebih cenderung
kronik dan lebih sulit untuk diterapi secara sederhana. Pada kasus TTH kronik
pasien juga mengeluhi insomnia, nyeri kepala saat di pagi hari, penurunan berat
badan, sulit berkonsentrasi dan mudah lelah. Nyeri biasanya dipicu pada keadaan
stress dan atau cemas, kelelahan, depresi, posisi tidur atau bekerja yang tidak baik,
dan kebiasaan merokok1,6,7

21
c. Pemeriksaan fisik dan neurologis
pemeriksaan fisik secara umum dan neurologis seharusnya normal. Pada
keadaan tertentu, dapat ditemukan adanya trigger point yaitu daerah otot yang
tegang, sehingga menimbulkan nyeri tekan di area leher dan kepala.1
d. Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH episode tipe jarang (infrequent):1
1. Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata kurang dari
1 hari per bulan (kurang dari 12 hari per tahun) dan memenuhu kriteria 2
sampai 5
2. Nyeri kepala dapat berlangsung 30 menit hingga 7 hari
3. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 gejala khas yaitu
a. bilateral
b. Terasa menekan atau mengikat (bukan berdenyut)
c. Intensitas ringan hingga sedang
d. Tidak diperberat dengan aktivitas seperti berjalan atau naik tangga
4. Tidak didapatkan keluha atau gejala berupa:
a. mual atau muntah (walaupun pasien mengeluh anoreksia)
b. Fotofobia atau fonophobia
5. Tidak berkaitan dengan kelainan lain pada kepala atau organ tubuh lainnya
(bukan nyeri kepala sekunder) mirip dengan TTH episode tipe jarang, TTH
episode tipe sering mempunya frequensi yang lebih sering, yaitu paling tidak
terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari per bulan selama paling tidak 3
bulan.
Kriteria diagnosis TTH kronik adalah: 1,6
1. Nyeri kepala yang terjadi  15 hari per bulan dan berlangsung lebih dari 3 bulan
2. Nyeri kepala ini harus memenuhi kriteria berikut:
a. berlangsung beberapa jam atau terus-menerus
b. Nyeri kepala memiliki sekurangnya 2 karakteristik berikut:
i. lokasi bilateral
ii. Terasa menekan atau mengikat ((bukan berdenyut0
iii. Intensitas ringan hingga sedang (dapat mengganggu aktivitas tetapi
pasien masih bisa beraktivitas0

22
iv. Tidak memberat dengan aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik
tangga
3. Tidak didapatkan:
a. lebih dari satu keluhan ini, yaitu fotofobia, fonofobia, mual, dan muntah
4. Tidak berkaitan dengan kelainan lain pada kepala atau organ tubuh lainnya
(bukan nyeri kepala sekunder)

e. Tatalaksana
Prinsip tatalaksana TTH meliputi:1,6
1. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi pencetus TTH. Mayorias 80%
penyebab TTH adalah stres dan postur tidak benar; terutama saat duduk atau
bekerja didepan komputer selama berjam-jam. Oleh karena itu perlu penguat
otot-otot belakang (back excercise) dan olah raga rutin.
2. Tahap awal tata laksana harus dimulai dengan edukasi faktor dan
mengimplementasikan manajemen stres guna mencegah atau mengurangi
serangan TTH
3. TTH akut pada umumnya dapat membaik dengan sendirinya. Namun jika
sangat mengganggu bisa dikurangi dengan mengkonsumsi analgesik yang
dapat dikombinasi dengan kafein
4. Tata laksana non-famakologis berupa relaksasi cognitive behavioral theraphy,
serta pemijatan dapat membantu mengurangi dan mencegah serangan
5. Terapi profilaksis diberikan jika nyeri kepala terjadi secara rutin, berhubungan
dengan pekerjaan, sekolah, dan kualitas hidup.
6. Hal-hal diatas penting dilakukan secara adekuat untuk menghindari nyeri
berkembang menjadi kronik, karena tatalaksana akan menjadi sangat
berbeda akibat telah terjadinya sensitisasi baik sentral maupun perifer
A. Terapi medikamentosa1
terapi medikamentosa diberikan pada serangan akut dan tidak boleh
diberikan lebih dari 2 hari per minggu. Pilihan untuk TTH akut adalah:
1. Analgesik: aspirin 1000mg/haari, parasetamol 1000mg/hari, NSAIDs
(naproksen 660-750mg/hari, ketaprofen 25-50mg/hari, tol-fenamat 200-

23
400mg/hari, asam mefenamat, fenoprofen, ibuprofen 800mg/hari,
diklofenak 50-100mg/hari).
2. Kafein (analgesik adjuvant) 65mg
3. Kombinasi:
a. aspirin atau asetaminofen 325mg dengan kafein 40mg
b. Ibuprofen 400 mg dengan kafein 40 mg
c. Aspirin atau asetaminofen 500-1000mg + kafein 40mg
pemakaian obat analgesik yang dikombinasi dengan kafein dapat memunculkan
ketergantungan.
Tabel 1. Tatalaksana farmakologi tension type headache akut1.
Obat Dosis (mg) Level Keterangan
Rekomendasi
Ibuprofen 200-800 A ESO: resiko perdarahan GI
Ketoprofen 25 A ESO: resiko perdarahan GI
Aspirin 500-1000 A ESO: resiko perdarahan GI
Naproksen 375-550 A ESO: resiko perdarahan GI
Diklofenak 12,5-100 A ESO: sama, dosis 12,5-25 yg
diuji pada TTH
Parasetamol 1000 (oral) A ESO perdarahan GI sedikit
dibanding NSAIDS
kafein 62-200 B
Terapi medikamentosa untuk TTH kronik:1
1. Antidepresan
antidepresan jenis trisiklik: amitriptilin. Selain berfungsi sebagai obat analgesik,
obat ini juga digunakan sebagai obat profilaksis TTH. Oabt ini memiliki efek
analgesik dengan cara mengurangi firing rate of trigeminal nucleus caudatus.
Pemakaian obat antidepresan trisiklik memiliki efek samping berupa benambahan
berat badan (merangsang nafsu makan), mengganggu jantung, hipotensi ortostatik,
dan efek antikolinergik (mulut kering, mata kabur, tremor, disuria, retensi urin, dan
konstipasi). 1

24
2. Antiansietas
golongan obat antianseitas digunakan untuk penyembuhan dan pencegahan
TTH. Obat ini terutama diberikan pada pasien dengan komorbid ansietas. Golongan
antiansietas yang sering digunakan adalah benzodiazepin. 1
B. Terapi non-medikamentosa1
1. Edukasi : menjelaskan sedikit patofisiologi TTH secara sederhana serta
pengobatan yang diperlukan. Memastikan pasien mengetahui bahwa TTH
bukanlah penyakit serius seperti tumor otak atau perdarahan otak. Hal ini akan
mengurangi ketegangan pasien.
2. Kontrol diet
3. Terapi fisik:
a. latihan postur dan posisi
b. Masase
c. Kompres air panas atau dingin
d. Akupuntur transcutaneus electrical stimulation (TENS)
4. Behavioral treatment: manajemen stress, konseling, terapi relaksasi, atau terapi
kognitif-sikap
C. Terapi profilaksis
Terapi ini diberikan kepada pasien TTH episodik yang sering (frequent)
mendapatk serangan atau pasien dengan serangan lebih dari 15 hari dalam sebulan
(TTH kronik). Prinsip terapi adalah memberikan obat tunggal yang dititrasi hingga
dosis terendah yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien. 1
Indikasi pemberian terapi profilaksis adalah pasien yang mengalami diabilitas
akibat nyeri kepala 4 hari/ bulan atau pasien tidak respon terhadap terapi
simptomatis walaupun frekuensi nyeri kepala lebih jarang. Terapi profilaksis
dikatakan berhasil jika bisa mengurangi frekuensi serangan dan atau mengurangi
derajat keparahan minimal 50%.1,6
Prinsip pemilihan obat:
 Lini pertama lebih diutamakan daripada lini kedua, dengan
mempertimbangkan efek samping dan faktor komorbid pasien
 Dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikan perlahan hingga didapatkan
dosis maksimal yang efektif

25
 Obat diberikan dalam jangka waktu 1 minggu atau lebih
 Obat dapat diganti dengan obat lain jika pilihan obat pertama gagal
 Obat lebih utama diberikan dalam bentuk monoterapi
Tabel 2. Obat-obat profilaksis tension type Headache1
Obat Dosis harian (mg) Level rekomendasi

Obat lini I
Amitriptilin 30-75 A
Lini II
Mirtazapin 30 B
Venafaksin 150 B
Lini III
Klomipramin 75-150 B
Maprotilin 75 B
Mianserin 30-60 B

f. Diagnosis Banding
selama tidak ada defisit neurologis, dianosis banding TTH adalah nyeri
kepala primer lainnya, seperti Migrain, cluster type headache, dan neuralgia
trigeminal. Walaupun TTH tidak boleh ditegakkan jika ada gejal-gejala Migrain,
seperti muntah, fotopsia, fonophobia, namun pada Migrain kronik dapat
menyebabkan ansietas sehingga memicu TTH. Yang penting adalah anamnesis
frekuensi, karakteristik durasi, dan onset masing-masin nyeri yang berbeda,
sehingga dapat ditentukan polanya. Intensitas nyeri saat serangan Migrain lebih
tinggi dibandingkan dengan TTH dan lebih singkat, sehingga pasien dapat kembali
ke kondisi normal.1

Gambar 4. Diagnosis banding migrain dan tension type headache1

26
2.11 Cluster Headache
a. Definisi
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral
yang timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa
hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi nyeri. 1,5,6,8
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular
yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri
kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia Migrainosa, atau
Migrain merah (red Migrain) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada
sisi wajah yang mengalami nyeri.1,5,6,8

b. Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut : 1,5,6,8
 Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah
sekitar.
 Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
 Pelepasan histamin.
 Letupan paroxysmal parasimpatis.
 Abnormalitas hipotalamus.
 Penurunan kadar oksigen.
 Pengaruh genetik
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :
 Glyceryl trinitrate.
 Alkohol.
 Terpapar hidrokarbon.
 Panas.
 Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
 Stres.
Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance
imaging (MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang
masih kurang dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada
beberapa keluarga, suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tapi alel-alel

27
sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit oksida masih belum teridentifikasi.
Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas terhadap
rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks parasimpatetik trigeminus. 1,5,6,8
Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis nokturnal selama
serangan dan selama remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom dengan
peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis. Serangan sering
dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama sirkadian. Peningkatan
insidensi sleep apneu pada pasien-pasien dengan cluster headache menunjukan
periode oksigenasi pada jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu
serangan. 1,5,6,8
c. Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan
tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: 1,5,6,8
 Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri
karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).
 Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak
dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi
hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom.
Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan
respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun.
Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun.
Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta
nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh
beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus
kavernosus (teori Lee Kudrow).

d. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk
pada separuh kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi,
lubang hidung, langit-langit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke
oksiput. Nyeri kepala ini disertai gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah
dan berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat, sisi kepala menjadi

28
merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya mengenai satu sisi kepala, tapi
kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral. Nyeri kepala bersifat
tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri kepala
sering terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga membangunkan pasien
dari tidurnya. 1,5,6,8
Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam)
yang terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor pencetus
adalah makanan atau minuman yang mengandung alkohol. Serangan kemudian
menghilang selama beberapa bulan sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi
secara cluster (berkelompok). 1,5,6,8

Gambar 5. Ciri khas Cluster Headache11

Gambar 6. Gejala Klinis Cluster headache11


e. Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International
Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut: 1,5,6,8
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

29
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal
selama 15 – 180 menit bila tidak ditatalaksana.
c. Nyeri kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrsimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru
untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut,
pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri
kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan oleh
gangguan lainnya. Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada
orbita unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai
150 menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini:
injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore
ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral,
ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi. Cluster headache
episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua periode cluster yang
berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri
selama satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronis adalah serangan
yang kambuh lebih dari satu tahun tanpa periode remisi atau dengan periode remisi
yang berlangsung kurang dari satu bulan. 1,5,6,8

Gambar 7. Lokasi nyeri pada Cluster headache1

30
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam
pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan
untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan
saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan
neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat
merugikan.12
1. Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit,
sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat.
Penggunaan obat nyeri kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-
pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita
Migrain atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita Migrain, dan saat
pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan
oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.12
 Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15
menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster
headache akut. 12
 Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan
zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache.
Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak
terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral pada cluster
headache. 12
 Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan
akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun
beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut. 12
 Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati
serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala
dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi nyeri kepala.
Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang
setekah 15 menit.12

31
2. Pengobatan Pencegahan
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh
lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka
pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa
lama dapat digunakan dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan
verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien
dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus
oksipital mungkin lebih tepat.12
 Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik
dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis
verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari
pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan
pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian
akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan
EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah
dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek
samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk
konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus
memantau kebersihan giginya). 12
 Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat
hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan
pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan
periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk
menghindari nekrosis aseptik. 12
 Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek
sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya
dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar
lithium harus diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya
dengan target kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik
termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus,
ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama dengan
diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat mengakibatkan

32
kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang seperti
hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien yang
menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit
polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan
sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama
dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium. 12
 Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis
biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti
penggunaannya pada Migrain. 12
 Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa
yang digunakan adalah 9 mg perhari. 12
 Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan
methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan
mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk
menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan
cluster headache. 12
 Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain
ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi
serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini
sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri
keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada cluster headache kronis.12
 Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi
oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan
stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan
destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal sensorik
nervus trigeminus.12

33
Gambar 8. Karakteristik nyeri kepala
2.12 NEURALGIA TRIGEMINAL
1. Definisi
Neuralgia trigeminal atau tic douloureux adalah nyeri kepala yang
disebabkan oleh adanya lesi disepanjang cabang nervus trigeminus. Angka kejadian
nyeri kepala tipe ini banyak terjadi pada perempuan dibanding laki-laki
perbandingan 2:1 dengan awitan pada 90% pasien ada di atas usia 40 tahun terutama
usia 60-70 tahun. Jika pada usia 20-40 tahun mempunyai keluhan nyeri kepala
neuralgia trigeminal harus dipertimbangkan salah satu penyebabnya adalah
demielinisasi akibat multiple sklerosis.1
2. Klasifikasi
IHS membagi neuralgia trigeminus menjadi 2:
 Klasik (idiopatik)
Sering berkaitan dengan kompresi vaskular pada tempat masuknya cabang
nervus trigeminus di atang otak.
 Simptomatik
Sering disebabkan oleh lesi struktural (multiple sklerosis, aneurisme arteri
basiler, atau tumor)
3. Gejala klinis
 Nyeri pada wajah unilateral, bersifat episodik, spontan, menusuk, dan
seperti tersengat listrik pada daerah yang dipersarafi oleh cabang nervus
trigeminus.

34
 Nyeri bersifat progresif dalam waktu 20 detik pasien terlihat kesakitan,
kemudian menghilang dan meninggalkan rasa terbakar yang bertahan
dalam hitungan detik ataupun menit.
 Neuralgia klasik:
o Ada titik picu (trigger point) daerah wajah yang dipersarafi oleh
percabangan kedua atau ketiga nervus trigeminus (pipi dan dagu)
o 60% kasus nyeri berasal dari ujung mulut sampai sudut rahang.
o 30% kasus dari bibir atas atau gigi taring atas hingga ke sekitar
mata dan alis.
 Nyeri tidak menjalar/ hanya satu sisi. Namun beberapa kasus bisa bilateral
 Umumnya ada periode bebas nyeri dapat berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun.
 Diantara dua serangan dapat timbul nyeri tumpul yang bisa menetap
 Sesudah serangan dapat terjadi periode refrakter, yaitu suatu periode bebas
rasa nyeri
 Nyeri rekuren, titik picu akan berada pada tempat yang sama
 Pemeriksaan neurologi bisa normal, kecuali dilakukan pada saat serangan
terjadi. Berupa berkurangnya fungsi sensoris pada daerah yang nyeri
 60%orang dapat melokalisasikan tempat titik picu.
4. Patofisiologi
Penyebab neuralgia trigeminal dapat terjadi dari sentral, perifer, atau
gabungan keduanya. Nervus trigeminus mepunyai serabut saraf sensorik sehingga
dapat menghantarkan rangsangan nyeri. Nervus trigeminus terbagi menjadi tiga
percabangan, yaitu cabang oksipital yang mempersarafi kulit kepala, dahi dan
kepala bagian depan, cabang kedua maksila mempersarafi hidung, pipi, rahang,
bibir, gigi, dan gusi atas, serta cabang ketiga adalah cabang mandibula yang
mempersarafi area rahang, bibir, gigi, dan gusi bawah. 1
Sebagian besar kasus neuralgia trigeminus tidak ditemukan adanya kelainan
struktural sebangai penyebabnya, namun pada beberapa kasus ditemukan adanya
kompresi terhadap nervus trigeminus oleh arteri atau vena pada tempat masuknya
cabang nervus ini ke batang otak. Selanjutnya kompresi tersebut akan menyebabkan
demielinisasi yang dapat menimbulkan kerusakan pada nervus tersebut. Selain itu

35
juga ditemukan adanya tumor didaerah cerebellopontine angle sebagai salah satu
penyebab terjadinya neuralgia trigeminus, biasanya pasien mengeluhkan rasa baal
didaerah wajah pada area ketiga cabang nervus tersebut dan adanya paresis nervus
fasialis perifer serta terdapatnya gangguan pendengaran pada telinga ipsilateral.1
Penanda utama dari kerusakan serat saraf aferen kecil yang tidak
bermielinisasi atau bermielinisasi tipis adalah nyeri neuropatik. Mielin yang rusak
atau demielinisasi dapat menyebabkan hilangnya barrier antara serat saraf dengan
serat saraf yang lainnya, sehingga mudah terjadi “korsleting”. Kondisi tersebut
dapat diperburuk oleh mekanisme re-entry yang bisa menyebabkan amplifikasi
stimulus hingga terjadinya hantaran stimulus yang berlebihan. 1
5. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan:
 Nyeri khas pada daerah wajah distribusi dari percabangan nervus
trigeminus
 Bersifat unilateral
 Faktor pencetus nyeristimulus non-nyeri yang merupakan bagian daria
aktivitas sehari-hari seperti sentuhan, berbicara, makan minum,
mengunyah, bercukur rambut, terkena air mandi
 Titik picu umumnya didaerah plika nasolabialis
Kriteria diagnostik berdasarkan IHS:
 Serangan nyeri peroksismal beberapa detikhingga dua menit, melibatkan 1
atau lebih cabang nervus trigeminus
 Nyeri paling sedikit memenuhi 1 karakteristik berikut: 1
a. Kuat, tajam, superfisial, atau rasa tertikam
b. Dicetuskan dari satu titik pada zona nyeri atau oleh faktor pencetus
c. Jenis serangan stereotipik pada tiap individu
d. Tidak ada defisit neurologi
e. Tidak berkaitan dengan gangguan pada organ lain
6. Diagnosis banding1
 Sindroma nyeri fasial atipikal
 Nyeri kepla kluster
 Neuralgia post herpatik

36
 Neyeri akibat penyakit gigi atau orbita
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang idealnya adalah pencitraan seperti MRI dengan
kontras untuk membedakan klasik atau simptomatik serta dapat menyingkirkan
dd. 1
8. Tatalaksana
a. Terapi medikamentosa
 Karbamazepin 100-600mg/hari
 Pregabalin 150-300mg/hari
 Gabapentin 1200-3600mg/hari
 Baklofen 60-80mg/hari
 Fenitoin 200-400mg/hari
 Lamotrigin 100-400mg/hari
 Topiramat 150-300mg/hari
 Okskarbazepin 300-2400mg/hari
b. Non medikamentosa
 Pembedahan diindikasikan pada pasien yang sulit kontrol ataupun yang
tidak berespon terhadap terapi medikamentosa atau pada simptomatik
yang jelas disebabkan adanya penekanan pada cabang nervus trigeminus
 Edukasi pasien terkait dengan perjalannya penyakitnya dan hal-hal apa
saja yang dapat mimicu keluhan serta edukasi mengenai efek samping
dari obat-obatannya.

37
BAB III
KESIMPULAN

Nyeri kepala atau cephalgia dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa
tidak mengenakkan pada daerah atas kepala. Cephalgia dapat disebabkan adanya
kelainan organ-organ dikepala, jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah.
Faktor risiko terjadinya nyeri kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetic.
Beberapa mekanisme umum yang memicu nyeri kepala yaitu peregangan
atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh
darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), peregangan
periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada
akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin
(peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension type
headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala
primer lainnya. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang terjadi secara
independen dan tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Nyeri kepala primer
terdiri dari: migren, tension-type headache, cluster headache and other trigeminal
autonomic cephalalgias, dan other primary headaches.
Migren merupakan nyeri kepala primer yang umum di temui. Migren secara
garis besar dibagi menjadi migren dengan aura dan migren tanpa aura. Tension Type
Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot- otot kepala dan tengkuk. Nyeri kepala cluster memiliki gambaran
klinis sakit kepala, yang biasanya terlatelarisasi dan sering menonjolkan gambaran
otonom parasimpatis kranial, yang juga terlatelarisasi dan ipsilateral terhadap sakit
kepala.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar Neurologi buku 2. Departemen Neurologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017
2. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner. Cerebrum.A Textbook of
Neuroanatomy.United Kingdom: Blackwell.2006.69-70.
3. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache
Disorders) available at http://ihsclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-
IIR1final.doc (diakses pada tanggal 28 November 2019)
4. McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System
disorders.Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko :
McGraw-HillCompanies.2009.
5. Aminoff MJ, Greenberg D, Simon Rp. Clinical Neurology . 9th ed. Lange; n.d.
6. Wang Y, Xie J, Yang F, Wu S, Wang H, Zhang X, et al. The prevalence of
primary headache disorders and their associated factors among nursing staff in
North China. The Journal of Headache and Pain 2015.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4405508/ (diakses pada
tanggal 28 November 2019).
7. Ropper AH, Samuels MA, Klein J, Prasad S. Adams and Victors principles of
neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2019.
8. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari
: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
9. Sherwood, laura.Susunan Saraf Pusat.Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC.2001;115-119
10. Cephalgia an international journal of headache, the international classification
of headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24,
sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.
11. Visy, Jean-Marc and Bousser, Marie-Germaine. 2013. Cluster Headache.
Orphanet Ensiklopedia. Diunduh : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-
cluster.pdf (diakses pada tanggal 28 November 2019)

39

Anda mungkin juga menyukai