Anda di halaman 1dari 6

1.

KOMITMEN

Dimensi Komitmen

Menurut Trisnantoro (2005) dan Subanegara (2005), yang mengutip pendapat Meyer dan Allen bahwa
komitmen terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

a. Komitmen afektif (Affective Commitment)

Komitmen yang melibatkan perasaan memiliki dan terlibat dalam organisasi. Penyusunan rencana
strategis sangat membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, antara lain stakeholders kunci dalam
perencanaan strategis. Dalam hal ini diperlukan kepercayaan kuat dari SDM terhadap tujuan organisasi
dan nilai-nilainya dan memiliki kesediaan untuk memberikan tenaga atas nama organisasi.

b. Komitmen Kontinuans (Continuance Commitment)

Merupakan dimensi komitmen atas dasar biaya yang akan ditanggung oleh karyawan jika meninggalkan
organisasi. Pada dimensi ini yang menentukan komitmen adalah faktor rasional bagi pertimbangan
untung-rugi yang didapat anggota organisasi.

c. Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Komitmen yang melibatkan perasaan karyawan untuk tinggal di sebuah organisasi. Dimensi ini
melibatkan dedikasi seseorang untuk tinggal dalam sebuah organisasi.

Berdasarkan berbagai definisi komitmen di atas, pada intinya komitmen merupakan kesetiaan para
anggota dan pemimpin terhadap organisasinya. Komitmen merupakan proses yang berkelanjutan
dengan para anggota organisasi masing-masing menyumbangkan kontribusi terhadap kemajuan
organisasi mereka (Muninjaya, 2005).

Keterlibatan berbagai stakeholders kunci sangat diperlukan untuk perencanaan strategis. Perencanaan
dan penyusunan rencana strategis membutuhkan komitmen

dalam bentuk keterlibatan berbagai pihak, dimana problem yang menunjukkan pengembangan rumah
sakit sangat tergantung pada komitmen.

Munculnya komitmen ke berbagai lembaga akan mempengaruhi suasana bekerja. Keadaan yang paling
sulit adalah mengatur waktu bagi para staf rumah sakit untuk bekerja bersama. Pada prinsipnya
komitmen mempengaruhi kenyamanan kerja, meningkatkan produktivitas kerja dan mempertebal rasa
memiliki lembaga. Hal-hal ini memberi hasil berupa kinerja rumah sakit yang prima (Trisnantoro, 2005).

3 Komitmen dan Kepemimpinan di Rumah Sakit

Proses penyusunan rencana strategis merupakan usaha untuk memetakan jalan yang akan ditempuh
oleh rumah sakit. Kegiatan ini tidak mudah dan membutuhkan pemikiran serta kerja keras seluruh SDM
yang ada di rumah sakit, dimana unsur SDM rumah sakit yang terdiri dari berbagai macam profesi. Di
samping itu, terdapat catatan mengenai adanya perbedaan antara maksud misi yang diemban rumah
sakit dengan keinginan SDMnya. Untuk menyusun rencana strategis dibutuhkan komitmen SDM
terhadap organisasi. Hal ini perlu ditekankan karena berbagai kasus menunjukkan bahwa penyusunan
rencana strategis di rumah sakit lebih didorong oleh penyelesaian tugas dalam pelatihan atau syarat
yang dibutuhkan dalam proses akreditasi rumah sakit. Kenyataan bahwa komitmen SDM mungkin
berbeda-beda. Tanpa komitmen, pengaruh rencana strategis terhadap efektifitas organisasi menjadi
kurang bermakna. Oleh karena itu, sebelum menyusun rencana strategis perlu diperhatikan pemahaman
mengenai komitmen dan pemahaman kepemimpinan (Trisnantoro, 2005).
Rumah sakit mempunyai SDM yang sangat bervariasi, dari variasi pendidikan rendah hingga variasi
pendidikan tertinggi dengan pengalaman internasional. Budaya organisasi rumah sakit harus mampu
dibentuk untuk menggalang nilai-nilai kerja dan komitmen berbagai SDM di rumah sakit ((Trisnantoro,
2005).
Secara khusus peran pemimpin dalam proses perencanaan strategis di rumah sakit adalah:

1. Menggerakkan komitmen seluruh kelompok SDM untuk memahami pentingnya


perencanaan.
2. Merencanakan proses perencanaan strategis
3. Menjadi penanggung jawab utama proses perencanaan strategis termasuk perumusan
strategisnya.
4. Memimpin pelaksanaan rencana strategis termasuk mengkoordinasi pelaksanaan
berbagai subsistem di rumah sakit
5. Melakukan penilaian dan pengendalian kinerja.

Kegagalan pemimpin untuk menggerakkan komitmen perencanaan, akan mempengaruhi proses


perencanaan selanjutnya, sehingga menjadi kurang bermakna. Kemampuan direktur menggalang
komitmen merupakan hal penting sebelum meneruskan proses perencanaan strategis. Sebuah kasus
pada sebuah rumah sakit yang menggambarkan bahwa proses penyusunan rencana strategis yang
dibantu oleh seorang konsultan tiba-tiba dihentikan. Hal ini karena konsultan menilai bahwa direktur tidak
mampu menggalang komitmen bahkan direktur itu sendiri menjadi bagian dari permasalahan. Untuk
menghindari kegagalan penyusunan rencana strategis, proses penyusunan dihentikan untuk menghindari
pemborosan waktu dan sumber daya. Oleh konsultan disarankan agar direktur melakukan perbaikan
kepemimpinan terlebih dahulu (Trisnantoro, 2005).

Mengingat peranan yang berat seorang pemimpin dalam menyusun rencana strategis dan
mengaplikasikan sistem manajemen strategis, diperlukan beberapa persyaratan untuk menjadi
pemimpin, yaitu (1) menetapkan arah, (2) memobilisasi komitmen individu, (3) memicu kemampuan
organisasi, (4) menunjukkan karakter pribadi.

2. VISI MISI

3. Beberapa sifat misi adalah sebagai berikut (Ginter dan Duncan );


4. 1. Misi merupakan pernyataan tujuan rumah sakit secara luas, tetapi jelas
batasannya. Dalam misi Henry Ford Health Service secara jelas diungkap tujuan
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian. Sementara itu, RSUD Banyumas
terbatas mencantumkan tugas pelayanan kesehatan. RS ini tidak mempunyai tugas
penelitian maupun pendidikan.
5. ASPEK STRATEGIS MANAJEMEN RUMAH SAKIT 190
6.
7. Pernyataan misi ditulis untuk dikomunikasikan ke seluruh sumber daya manusia
serta seluruh stakeholder.
8. 2. Pernyataan misi sebaiknya bersifat tahan lama tetapi dapat berubah. Tujuan
organisasi yang tercakup dalam misi dapat berubah tetapi tidak terlalu sering
berganti. Dengan sifat misi yang dapat bertahan lama maka sumber daya manusia
rumah sakit dapat mempunyai komitmen terhadap tujuan lembaga. Sebagai contoh,
misi rumah sakit pendidikan harus dipahami, sehingga dokter yang bekerja pada
rumah sakit pendidikan akan mempunyai komitmen sebagai seorang pendidik.
Komitmen sebagai pendidik ini bersifat spesifik dan harus bertahan lama. RSUD
Banyumas, di tahun 2000 sedang merintis menjadi rumah sakit pendidikan untuk
Fakultas Kedokteran UGM. Apabila hal ini benar terjadi maka misi rumah sakit
akan ditambah dengan misi pendidikan dan penelitian.
9. 3. Misi sebuah rumah sakit sebaiknya menggarisbawahi keunikan lembaga. Hal ini
dilihat pada pergantian misi sebuah rumah sakit kusta. Setelah penyakit kusta
berkurang drastis, rumah sakit kusta berubah misi menjadi rumah sakit umum.
Akan tetapi, rumah sakit tersebut masih mempunyai keunikan karena merupakan
rumah sakit umum yang dikenal mempunyai misi rehabilitasinya.
10. 4. Pernyataan misi sebaiknya mencantumkan jangkauan pelayanan, kelompok
masyarakat yang dilayani dan pasar penggunanya. Misi sebuah lembaga sebaiknya
menyatakan kebutuhan manusia akan peran lembaga.

Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya.
Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong. Visi merupakan gambaran mengenai
keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Dalam visi, terdapat dasar logika
(nalar) dan naluri yang digunakan secara bersama-sama. Visi harus mempunyai nalar dan memberi ilham
bagi seluruh pihak terkait. Sifat mempunyai nalar berarti visi tersebut bukan impian. Secara logika visi
tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai strategi dan program kegiatan. Di samping itu, visi
sebaiknya menyiratkan harapan dan kebanggaan jika dapat dicapai.

3. PERSAINGAN

Persaingan Antarrumah sakit


Persaingan antar rumah sakit terpengaruh oleh keadaan ekonomi daerah. Ada dua faktor penting yang
mempengaruhi sektor rumah sakit yaitu kekuatan ekonomi pemerintah daerah dan kekuatan ekonomi
masyarakat. Semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah maka kemungkinan sumber pembiayaan
untuk kesehatan dari daerah akan semakin besar. Semakin tinggi kekuatan ekonomi masyarakat maka
dapat dilihat bahwa daya beli masyarakat terhadap pelayanan kesehatan akan semakin besar. Model
Porter banyak dipergunakan pada daerah yang kekuatan ekonomi rakyatnya kuat. Daerah ini
mempunyai skenario sebagai berikut. Lembaga pelayanan kesehatan seperti RS, klinik, praktik bersama,
apotek, laboratorium maupun pusat pelayanan kesehatan lain milik swasta akan berkembang karena
pengaruh pasar (hukum demand dan supply). Masyarakat lebih bebas memilih (bargaining power lebih
besar dibanding institusi pelayanan). Jika jumlah tenaga medis tidak seimbang dengan kapasitas
pelayanan, maka berbagai lembaga swasta tersebut akan menggunakan tenaga dari RS pemerintah,
sehingga ada kemungkinan jam pelayanan di RS pemerintah lebih singkat dari yang seharusnya. Jika
tidak ada komitmen dari Pemda/Pemkot dan DPRD untuk pengembangan institusi pelayanan kesehatan
milik pemerintah maka mutu pelayanan di berbagai institusi tersebut akan lebih rendah dibanding
rumah sakit swasta.

Ancaman Pesaing Baru


Pesaing baru dalam suatu industri selalu membawa keinginan untuk meningkatkan kapasitas kerja dan
memperoleh pangsa pasar. Industri rumah sakit di Indonesia mempunyai berbagai ancaman pesaing
baru yang muncul. Pesaing-pesaing baru ini dapat berasal dari rumah sakit internasional berupa dokter-
dokter asing atau dari sektor nonkesehatan dan kesehatan (misalnya, industri farmasi) yang melakukan
diversifikasi usaha ke rumah sakit.

Pemasok
Pemasok bagi rumah sakit dapat berupa produsen obat dan peralatan medik, sampai pada tenaga
dokter profesional. Pemasok dapat menjadi kekuatan penantang apabila dapat memaksakan kehendak
untuk rumah sakit. Dalam hubungannya dengan kekuatan menawar pemasok, dapat dilihat bahwa
terdapat pemasok yang kuat daya tawarnya, tetapi ditemukan pula pemasok yang lemah daya tawarnya.
Jumlah pemasok obat sebenarnya sangat banyak sehingga posisi tawar rumah sakit sebenarnya sangat
kuat. Akan tetapi, timbul kemungkinan pemasok obat bergabung bersama dengan pemasok tenaga,
yaitu spesialis sehingga meningkatkan daya tawar pengadaan obat. Hal ini dapat dilihat pada fakta
bahwa formularium obat di rumah sakit menjadi sulit dilaksanakan karena munculnya kolusi antara
tenaga dokter dengan pemasok obat. Sebuah kelompok pemasok bersifat kuat apabila mendominasi
pasar dan mempunyai ikatan yang harus dilakukan oleh rumah sakit. Beberapa contoh pemasok bersifat
kuat misalnya berkaitan dengan obat, rumah sakit harus berhubungan dengan industri farmasi tertentu,
mempunyai potensi untuk menyelenggarakan sendiri usaha yang dipasoknya, pemasok melihat bahwa
bisnis dengan rumah sakit yang di supply bersifat kecil. Dengan demikian, rumah sakit bukan pelanggan
penting untuk pemasok.

Pasien sebagai Pembeli


Faktor penting dalam dinamika persaingan adalah kedudukan pasien dalam pelayanan
kesehatan. Sebagai-mana pemasok, daya tawar pasien sebagai pembeli akan kuat apabila
pembeli berjumlah banyak dan bergabung dalam suatu organisasi yang kuat. Contoh,
pasien yang menjadi anggota perusahaan asuransi kesehatan atau berasal dari suatu
perusahaan, misalnya PT Telkom. Apabila pembayaran dari para pembeli yang bergabung
ini menguntungkan pihak rumah sakit, maka posisi pasien yang berkelompok ini menjadi
kuat. Daya tawar pembeli pelayanan kesehatan diperkuat dengan berdirinya Yayasan
Lembaga Konsumen termasuk yang berkonsentrasi pada sekor kesehatan seperti, Yayasan
Lembaga Konsumen Kesehatan yang berada di Jakarta. Lebih lanjut, saat ini telah ada
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan yang memberikan jasa tindakan hukum bagi pasien
yang membutuhkan. Faktor lain yang memperkuat daya tawar pasien sebagai pembeli
yaitu apabila pelayanan jasa yang dibeli bersifat standar, atau tidak terdiferensiasi.
Dengan demikian, pasien mempunyai BAGIAN 3 DARI VISI DAN STRATEGI KE PROGRAM 231
banyak pilihan untuk mendapatkan pelayanan. Contoh adalah pelayanan dokter umum,
laboratorium, atau pelayanan obat. Produk Substitusi
Rumah sakit harus dapat mengidentifikasi faktor-faktor penantang yang bersifat produk
substitusi misalnya para pelaku pengobatan tradisional, dukun patah tulang, hingga ke
tukang obat. Berkembangnya produk substitusi ini dapat dipicu oleh kesulitan pasien
sebagai pembeli untuk mendapatkan jasa pelayanan kesehatan oleh rumah sakit. Sebagai
contoh, di daerah Sumatera Barat berkembang dukun patah tulang karena jumlah dokter
bedah tulang sangat sedikit. Contoh lain, semakin berkembangnya tempat-tempat untuk
penyembuhan ketergantungan obat bius yang bukan merupakan bagian dari rumah sakit.
Model Porter yang dipakai menyatakan bahwa keadaan yang bersifat kompetitif akan mempengaruhi
strategi yang akan diambil oleh rumah sakit. Kompetisi merupakan hakekat dari perumusan strategi.
Timbul pertanyaan; apakah kompetisi merupakan hal yang baik bagi rumah sakit ataukah hal yang
buruk? Berbagai teori ekonomi manajerial menyatakan bahwa industri yang kompetitif akan lebih
efisien dibanding dengan industri dengan struktur bersifat monopoli atau oligopoli. Dengan
perkembangan ini, rumah sakit telah masuk dalam suatu industri pelayanan kesehatan yang kompetitif
dan berusaha mencari posisi yang menguntungkan. Kesadaran akan posisi di arena yang kompetitif ini
akan membuat rumah sakit melakukan analisis diri secara internal untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan organisasi, menaksir posisi rumah sakit, mencari perubahan strategis yang dapat dipakai
untuk pengembangan dan pencarian peluang bisnis ataupun menemukan ancaman dan hambatan

Refrensi :
1. Trisnantoro, L., 2005. Manajemen Rumah Sakit. Andi, Yogyakarta.
2. Muninjaya, A.A Gde., 2004. Manajemen Kesehatan, ECG, Jakata
3. Subanegara, H., P., 2005. Diamond Head Drill & Kepemimpinan dalam Manajemen
Rumah Sakit, Andi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai