Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012
penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada
penyakit lainnya. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit
kardiovaskuler terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara
industri (Antman dan Braunwald, 2010). Infark miokard adalah kematian sel
miokard akibat iskemia yang berkepanjangan. Menurut WHO, infark miokard
diklasifikasikan berdasarkan dari gejala, kelainan gambaran EKG, dan enzim
jantung. Infark miokard dapat dibedakan menjadi infark miokard dengan
elevasi gelombang ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi gelombang
ST (NSTEMI) (Thygesen et al.,2012)
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1
juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap
tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65
tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6
Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%)
penduduk Amerika.
Pada tahun 2013, ±78.000 pasien di Indonesia didiagnosa penyakit
jantung koroner. Saat ini prevalensi STEMI meningkat sari 25% hingga 40%
berdasarkan presentasi infark miokard (Depkes RI,2013). Penelitian oleh Torry
et al tahun 2011-2012 di RSU Bathesda Tomohon, angka kejadian STEMI
paling tinggi dari keseluruhan SKA yaitu 82%, sedangkan untuk NSTEMI
hanya 11% dan 7% pasien angina pektoris tidak stabil. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2012-2013, STEMI
juga merupakan kejadian tertinggi di keseluruhan SKA yaitu sebesar 66,7%
(Budiana,2015).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari NSTEMI?
2. Bagaimana patofisiologi NSTEMI?
3. Bagaimana pathway dari NSEMI?
4. Apa etiologi dari NSEMI?
5. Apa manifestasi kinis dari NSEMI?
6. Apa saja komplikasi dari pasien yang menderita NSEMI?
7. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan STEMI?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pasien dengan NSEMI?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien NSTEMI?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari NSTEMI
2. Mengetahui patofisiologi NSTEMI
3. Mengetahui pathway NSTEMI
4. Mengetahui etiologi NSEMI
5. Mengetahui manifestasi kinis dari NSEMI
6. Mengetahui komplikasi dari pasien yang menderita NSEMI
7. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan STEMI
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pasien dengan NSEMI
9. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien NSTEMI

2
BAB II
TEORI
A. Konsep Dasar N Stemi
1. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit
jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner
yang terdiri dari infark miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi
(EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/ STEMI), infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris
tidak stabil (APTS). Sindrom koroner akut adalah fenomena di mana aliran
darah menuju ke jantung berkurang secara dramatis. Penyakit ini
merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan dan kesehatan. Serangan
jantung dan nyeri dada seperti tertindih benda berat merupakan manifestasi
yang biasa terjadi akibat sindrom koroner akut (Andra, 2006).
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner
akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan
jaringan (Sylvia,2008).
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi
dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi
parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal
ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung.
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi
dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi
parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal
ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah
NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung. Pada APTS dan
NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi
tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah
progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling

3
sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan
alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-
obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik,
beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI
merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan
kebutuhan oksigen miokard.

2. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai
sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi, dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran seperti TNF hsCRP di hati
(Sudoyo Aru W, 2010).

4
3. Pathway

5
4. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi
segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
a. Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause.
c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di
usia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55
tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari
usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, diet
tinggi lemak jenuh, kalori, obesitas.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius,
kompetitif, stress psikologis berlebihan.

6
b. Faktor penyebab
1) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard
oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari
trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan
biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil)
dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang
ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak
pasien.
2) Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang
mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada
segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme
ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner
dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh
darah yang lebih kecil.
3) Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun
bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah
pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang
setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4) Inflamasi dan atau inflamasi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis.
Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi
enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan
penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.

7
5) Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder
dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada
penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan
terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita
angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam,
takikardi dan tirotoksikosis
b) Berkurangnya aliran darah koroner
c) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia
dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan
banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita
mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.

5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina
kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang
dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan
pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau
perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu,
leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri
yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula,
atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri,
sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna.

8
c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma
pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
gelisah.

6. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien NSTEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai
kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel

9
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias

7. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
a. Memeriksa tanda-tanda vital
b. Mendapatkan akses intra vena
c. Merekam dan menganalisis EKG, harus dilakukan segera dan
dilakukan rekaman EKG berkala untuk mendapatkan ada tidaknya
elevasi segmen ST.
d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
e. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta
pemeriksaan koagulasi. Troponin T/I diukur saat masuk, jika normal
diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada
pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu
dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark
periprosedural.
f. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
g. Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
1) Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
2) Aspirin 160 mg (dikunyah)
3) Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip
bila masih nyeri dada.
4) Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
h. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada
setiap pasien NSTEMI yaitu :
1) Terapi antiiskemia
2) Terapi anti platelet/antikoagulan

10
3) Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
4) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Biomarker Jantung (Troponin T dan Troponin I)
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang
sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita
Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas
97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I
memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
1) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
2) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang
berfungsi mengikat tropomiosin.
b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST
depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika
terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan
biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus
ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan
CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap
normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi
gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin,
dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI
disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami
reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi
kolateral yang baik.
Menurut Kaul et al mengemukakan bahwa segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in
Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru

11
sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk.
menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara
progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan
troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis
pasien-pasien dengan NSTEMI
c. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
1) Area Gangguan

2) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir
diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi
tidak normal.
d. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-
obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka
pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.

12
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Ruhyahudin (2006) asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI
dapat dilakukan dengan:
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
2. Pemeriksaaan Fisik
a. Pengkajian Primer
1) Circulation (sirkulasi)
Periksa kualitas dan karakter denyut nadi, periksa adanya gangguan
irama jantung/abnormalitas jantung dengan atau tanpa EKG.
Kemudian periksa pengisian kapiler, warna kulit, suhu tubuh, serta
adanya dieforesis. Jika ada gangguan sirkulasi, lakukan tindakan
defibrilasi sesuai indikasi, lakukan tindakan penanganan pada
pasien yang mengalami disritmia.
2) Airway (jalan nafas)
Periksa adakah sumbatan jalan nafas atau tidak untuk memastikan
kepatenan jalan nafas. Indikasi dan keluarkan jika ada benda asing
(darah, muntahan, sekret ataupun benda asing). Kemudian periksa
vokalisasi, ada tidaknya aliran udara dan periksa adanya suara
nafas abnormal. Jika ada gangguan jalan nafas, pasang orofangieal
airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan
jalan nafas.
3) Breathing (pernafasan)
Periksa ada tidaknya pernafasan efektif 3M (melihat naik turunnya
dinding dada, mengauskultasi suara nafas dan merasakan hembusan
nafas), kaji warna kulit, identifikasi adanya pola pernafasan
abnormal. Periksa penggunaan otot bantu pernafasan, gerakan

13
dinding dada yang simetris, periksa pola nafas
(takipnea,bradipnea), periksa adanya cuping hidung, jika ada
gangguan nafas segera atur posisi pasien untuk memaksimalkan
ekspansi dinding dada dan berikan oksigenasi dengan nasal kanul
atau Bag Valve Mask. Beri Endotracheal tube (ETT).
4) Disability
Kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas. Tentukan respon
Alert, verbal pain, unresponsive. Kaji pupil dan respon pupil
terhadap cahaya.
5) Eksposure
Kaji adanya tanda-tanda trauma (Kartikawati,2013)
b. Pengkajian Persistem
1) B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan.
Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
2) B2 (Blood)
a) Inspeks : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi
nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
c) Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
d) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung

14
tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada
IMA tanpa komplikasi.
3) B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien,
yaitu wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan
menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat
infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah
takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien
dengan IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
5) (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic
usus yang merupakan tanda utama IMA.
6) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.
c. Keluhan Utama Pasien
1) Kualitas Nyeri dada: seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan
nafas atau seperti tertindih barang berat.
2) Lokasi dan radiasi: retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun
ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan
punggung.
3) Faktor pencetus: mungkin terjadi saat istirahat atau selama
kegiatan.
4) Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan: berlangsung lama,
berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat,
perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.

15
5) Tanda dan gejala: Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan
keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor
meliputi: mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab,
cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
6) Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-
tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal,
meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda kemudian
kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi
ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi
terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub,
pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular
amplitudonya meningkat ( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo
vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
7) Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
8) Aktivitas: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola tidur
menetap, jadwal olahraga tak teratur ditandai dengan takikardi,
dispnea pada istirahat atau aktivitas.
9) Sirkulasi: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK
masalah TD, diabetes melitus.
10) Makanan atau cairan: mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa,
nyeri ulu hati/terbakar.
11) Neurosensori: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun.
12) Pernapasan: dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nokturnal,
batuk, dengan/tanpa produksi sputum, riwayat merokok penyakit
pernapasan kronis.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan arteri
b. Penururnan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan

16
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya istemik/ nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan
darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum.
e. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologi.
f. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan
takanan hidrostatik, penurunan protein plasma

4. Intervensi Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan terhadap sumbatan arteri
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang.
Kriteria Hasil:
(a) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
(b) Ekspresi wajah rileks, tenang/tidak tegang
(c) Tidak gelisah
(d) Nadi 60-100 x/menit
(e) TD 120/80 mmHg
Intervensi Rasional
Observasi karakteristik, lokasi, Untuk mengetahui tingkat nyeri
waktu, dan perjalanan rasa nyeri pasien
dada tersebut.
Anjurkan pada pasien untuk Agar tidak memperberat kerja
menghentikan aktivitas selama ada jantung
serangan dan istirahat.
Bantu pasien melakukan teknik Agar klien mampu menggunakan
relaksasi, misalnya: nafas dalam, teknik nonfarmakologi dalam
perilaku distraksi, visualisasi atau memanagement nyeri yang
bimbingan imajinasi. dirasakan.
Pertahankan oksigen dengan Memperbaiki sirkulasi oksigen

17
birasal kanul, contohnya (2-4 dalam darah
L/menit).
Monitor tanda-tanda vital (nadi Untuk mengurangi factor yang dapat
dan tekanan darah) tiap dua jam. memperburuk nyeri yang dirasakan
klien
Kolaborasi dengan tim kesehatan Pemberian analgetik dapat
dalam pemberian analgetik. mengurangi rasa nyeri pasien

Penururnan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan


frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam curah jantung
kembali normal
Kriteria Hasil :
(a) Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala
gagal jantung.
(b) Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
(c) Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi Rasional
Aukskultasi nadi, kaji frekuensi Agar mengetahui seberapa besar
jantung, irama jantung. tingkatan perkembangan penyakit
secara universal
Pantau tekanan darah Pada kelainan jantung peningkatan
tekanan darah bisa terjadi kapanpun
Kaji kulit terhadap pucat dan Pucat atau sianosis menunjukan
sianosis. menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak adekuatnya
curah jantung.
Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan sediaan oksigen
kanula nasal/masker sesuai untuk kebutuhan miokard
indikasi.

18
Kolaborasi pemberian vasodilator vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung, dan
menurunkan volume sirkulasi

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam pasien
menunjukkan keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil:
(a) Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal
(b) Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
(c) Tanda Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Posisikan pasien semi fowler Untuk memaksimalkan potensial
ventilasi
Auskultasi suara nafas, catat hasil Memonitor kepatenan jalan napas
penurunan daerah ventilasi atau
tidak adanya suara adventif
Monitor pernapasan dan status Memonitor respirasi dan
oksigen yang sesuai keadekuatan oksigen
Mempertahankan jalan napas Menjaga keadekuatan ventilasi
paten
Monitor suara nafas seperti Mengetahui adanya sumbatan pada
snoring jalan napas
Kolaborasi dalam pemberian Meningkatkan ventilasi dan asupan
oksigen terapi oksigen

19
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya istemik/ nekrotik jaringan
miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah
dalam aktifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum.
Tujuan:
Terjadinya peningkatan toleransi pada pasien setelah dilaksanakan
tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria Hasil:
(a) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan pasien.
(b) Frekuensi jantung 60-100 x/menit
(c) TD 120-80 mmHg.
Intervensi Rasional
Catat prekuensi jantung, irama dan Agar mengetahui seberapa besar
perubahan TD selama dan sesudah tingkatan perkembangan penyakit
aktifitas. secara universal
Tingkatkan istirahat (di tempat Agar tidak memperberat kerja
tidur) jantung
Batasi aktivitas pada dasar nyeri Mengurangi rasa nyeri
dan berikan aktivitas sensori yang
tidak berat.
Jelaskan pola peningkatan Mencegah kekakuan otot
bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak
ada nyeri, ambulasi dan istirahat
selama 1 jam setelah makan.
Kaji ulang tanda gangguan yang Melatih gerak tubuh agar terhindar
menunjukkan tidak toleran dari kekakuan otot
terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada
dokter.

20
Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologi.
Tujuan:
Cemas hilang/ berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
di RS.
Kriteria Hasil:
(a) Pasien tampak rileks
(b) Pasien tampak beristirahat
(c) TTV dalam batas nomal
Intervensi Rasional
Kaji tanda dan respon verbal serta Megetahui penyebab kecemasan
non verbal terhadap ansietas pasien
Ciptakan lingkungan yang tenang Membuat rileks pasien
dan nyaman
Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi rasa cemas
Minimalkan rangsang yang Agar opasien merasa lebih rileks
membuat stres
Diskusikan dan orientasikan Mengetahui kegunaan alat dan
pasien dengan lingkungan dan lingkungan
peralatan
Berikan setuhan pada pasien dan Agar pasien mengungkapkan
ajak pasien berbincang-bincang penyebab kecemasan
dengan suasana tenang.
Berikan support mental Agar pasien merasa lebih berharga
Kolaborasi pemberian sedatif Memberikan efek tenang
sesuai indikasi

Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan
takanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan:
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan

21
tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
(a) Tekanan darah dalam batas normal
(b) Tidak ada distensivena perifer/ vena dan edema dependen.
(c) Paru bersih
(d) Berat badan ideal
Intervensi Rasional
Ukur masukan / haluaran, catat Mengetahui keseimbangan cairan
penurunan, pengeluran, sifat dalam tubuh
konsentrasi, hitung keseimbangan
jaringan.
Observasi adanya oedema Untuk mencegah syok
dependen
Timbang BB tiap hari Menentukan keseimbangan dan
masukan cairan yang tepat
Pertahankan masukan total cairan Mencegah terjadinya kelebihan
2000 ml/24 jam dalam toleransi cairan dalam tubuh
kardiovaskuler
Kolaborasi: pemberian diet rendah Mencegah terjadinya kelebihan
natrium, berikan diuetik. cairan dalam tubuh

5. Evaluasi Keperawatan
a. Rasa nyeri pasien hilang
b. Tidak terjadi penurunan curah jantung
c. Pola nafas kembaali efektif
d. Terpenuhinya aktifitas sehari-hari
e. Kecemasan berkurang
f. Tidak mengalami kelebihan volume cairan dalam tubuh

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
NSTEMI adalah penyakit bagian dari SKA yang merupakan
penyakit yang lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit
lainnya. Disebabkan karena ketidakseimbangan antara pemintaan dan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner
akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan
jaringan. NSEMI dapat disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat,
kebiasaan merokok, stress dan juga faktor usia.

B. Saran
Untuk mencegah terkena penyakit NSETMI kita dapat melakukan :
1. Gaya hidup seimbang dan menghindari risiko stres.
2. Mengonsumsi makanan berserat, jangan makan berlebihan serta
kontrol kolesterol, kontrol tekanan darah dan gula darah, serta
kontrollah kesehatan secara rutin.
3. Hentikan kebiasaan merokok, karena merokok menyebabkan
elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan
pengerasan pembuluh darah arteri yang memicu stroke.
4. Berolahraga yang teratur, istirahat cukup.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors and Cardiovascular
Risk in Physical Workers and Managers.

Anderson Jeffrey L, 2007 “Journal of the American College of Cardiology”

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik


Klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC

Corwin Elizabeth J. 2009. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi


1. Jakarta : EGC

Davidson Christopher. 2003. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Penerbit Dian


Rakyat

Elliot M. Antman,Eugene Braunwald. 2005. Acute Myocardial Infarction;


Harrison’s principles of Medicine 15th editin, page 1-17

Hariadi, Ali Arsad Rahim, (2005). Hubungan Obesitas dengan Beberapa Faktor
Risiko Penyakit Jantung Koroner.

Hazinki Mary Fran. 2004. Handbook of Emergency Cardiovascular Care for


Healthcare Providers, AHA : USA

Hendriantika, H. 2012. Penelitian Tentang Studi Komparatif Aktivitas Fisik


dengan Faktor Resiko Terjadinya Penyakit jantung Koroner.

Hermansyah, Citrakesumasari, Aminuddin. (2009). Aktifitas Fisik dan Kesehatan


Mental Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner.

Kurniastuti, Y. (2009). Faktor Resiko Penyakit Janting Koroner di Indonesia.

Kuswadji, S. 2009. Kadar Lemak Darah pada Pekerja Bergilir di Suatu Instalasi
Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.
www.cerminduniakedokteran.com [diakses 18 Mei 2014].

24
Lily Ismudiati Rilantono, dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran.
Hal 173-181. Jakarta: Universitas Indonesia

Lumanau J. 2004. Hiperhomosisteinemia. Meditek. Jakarta:FK

Marianna Virtanen, (2012). Long Working Hours and Coronary Heart Disease: A
Systematic Review and Meta-Analysis.

Marianna Virtanen, (2010). Overtime Work and Incident Coronary Heart


Disease:The Whitehall II Prospective Cohort Study.

Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and lifestyle risk factors with
risk of coronary artery disease: a meta-analysis of individual
participant data.

Ruhyanudin Faqih (2006), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskuler, UMM Press, Malang

Sallim Annisa Yuliana, (2013), Hubungan Olahraga dengan Kejadian Penyakit


Jantung Koroner.

Sivaramakrishna, R., Nancy A., William, A., Gilda, C., dan Kimerly, A. 2000.
Powell American Journal of Roentgenology, 175, 45-51

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC

Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk,Juni 2006 “Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam” Edisi ke Empat-Jilid III

Sulistiani, W. (2005). Analisis factor Resiko Yang Berkaitan Dengan Penyakit


Jantung. Universitas Diponegoro.

Tracey C. C. W. Rompas, A. Lucia Panda, Starry H. Rampengan. (2012),


Hubungan Obesitas Umum dan Obesitas Sentral dengan Penyakit
Jantung Koroner

25
Ukrida sudiarto’s handout. 2011. Acut Coronary Syndrome

Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated viral vector-mediated vascular

26
CONTOH SOAL

1. Seorang perempuan berusia 48 tahun ke poliklinik dengan keluhan nyeri


dada saat naik tangga, dan berkurang saat istirahat. Menderita hipertensi
selama 10 tahun dengan terapi captopril 2x25 mg/hari. 5 bulan terakhir
melakukan pemeriksaan ekokardiografi dengan disfungsi diastolik. Pem EKG
normal. Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah...
a. Uji jantung
b. Ekokardiograph trans
c. Elektrokardiograph serial
d. Angiografi
e. Monitoring holter
2. Seorang penderita wanita berumur 60 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu. Sesak nafasnya bertambah berat
pada waktu malam hari dan berkurang bila penderita menggunakan 2 atau 3
bantal. Pemeriksaan fisis, tekanan darah 130/90 mmHg, denyut jantung
120x/menit, pernafasan 32x/menit, DVJ 8 cm terdengar bising sistolik yang
keras di apeks kordi terdengar S3 dan adanya ronkhi basal paru. CXR
menunjukkan kardiomegali dan elevasi diafragma kanan. EKG menunjukkan
takikardia sinus dengan hipertrofi ventrikel kiri. Apa diagnosis yang mungkin
diderita pasien ini?
a. Right heart failure
b. Chronic cor pulmonal
c. Congestive heart failure
d. Acute pulmonary edema
e. Hypertensive heart failure

27

Anda mungkin juga menyukai