DIABETES MELITUS
Di susun oleh
DIAN HARIANI CHANDRA NINGTYAS
P27220019 197
A. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah
(Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi
insulin atau keduanya (American Diabetes Association (ADA), 2004 dalam
Alwi, dkk 2016). Mansjoer (2015) menyatakan bahwa DM adalah keadaan
hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
DM diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu penyakit yang
disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon insulin yang
dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat
dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune,
dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap
perusakan imunologi sel-sel yang memproduksi insulin.
B. Etiologi
DM dapat disebabkan oleh banyak faktor. Noer (2010) menyebutkan
bahwa ada 4 penyebab terjadinya DM, yaitu faktor keturunan, fungsi sel
pankreas, dan sekresi insulin yang berkurang, kegemukan atau obesitas,
perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin.
Faktor keturunan dapat menjadi penyebab yang mengambil peranan paling
penting dalam terjadinya DM karena pola familial yang kuat ( keturunan )
mengakibatkan terjadinya kerusakan sel sel beta pankreas yang memproduksi
insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi insulin maupun kerja insulin
(Long, 2012).
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat terjadi
karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan
fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi
kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan
gangguan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium dan fosfat
(Long, 2012).
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena
insiden DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan meningkat
pada mereka yang mengalami perubahan makanaan secara berlebihan. Obesitas
merupakan faktor resiko tinggi DM karena jumlah reseptor insulin menurun
pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa dan hiperglikemia (Price dan
Wilson, 2011).
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat
mendukung terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsur-angsur
akan menurun bersamaan dengan berjalannya usia seseorang mengakibatkan
kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya keadaan hiperglikemi
pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya pelepasan insulin dari
sel-sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas perifer
terhadap insulin (Long, 2012).
Etiologi pada DM telah dijabarkan oleh para ahli. yaitu berkaitan dengan
fungsi organ dan berbagai faktor resiko yang mendahului. Mansjoer (2015)
menyatakan bahwa Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ), atau DM
yang tergantung pada insulin ( tipe I ) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau
langerhans akibat proses autoimmune. Sedangkan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau tipe II disebabkan kegagalan relatif sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya ( terjadi defisiensi relatif insulin).
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala menurut Mansjoer, 2015
1. Gejala klasik pada DM adalah :
a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat
termasuk pada malam hari.
b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan
penurunan kesadaran.
3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.
E. Komplikasi
Komplikasi menurut Sujono Riyadi, 2013
1. Komplikasi yang bersifat akut
a) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetik yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa
dalam darah.
b) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber
alternatif untuk memperoleh energi sel, jika tidak terdapat glukosa maka
benda-benda keton akan dipakai oleh sel.
c) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena banyak diekskresi lewat urine.
2. Komplikasi yang bersifat kronik
a) Makroangiopati
Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit
arteri koronaria, dan penyakit vaskuler perifer. Perubahan pada
pembuluh darah besar dapat mengalami arterosklerosis sering
terjadi pada NIDDM.
b) Mikroangiopati
Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetik. Nefropati terjadi karena perubahan
mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Retinopati yaitu adanya perubahan dalam
retina karena penurunan protein dalam retina yang dapat berakibat
perubahan dalam penglihatan.
c) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital di dalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun, kehilangan
sensorik mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
d) Rentan infeksi
Pada pasien dengan diabetes melitus, cenderung mudah mengalami
infeksi karena sistem imunitas yang menurun yaitu seperti tuberkulosis
paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.
e) Gangren kaki diabetik
Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh
darah di tungkai.
F. Penatalaksanaan
5 pilar penanganan DM
1. Edukasi
Edukasi dalam penangan DM meliputi pemahaman pasien DM tentang:
a. Penyakit DM Perlunya pengendalian dan pemantauan penyakit DM
b. Pengobatan secara farmakologis (dengan obat-obatan) dan non-
farmakologis (tanpa obat-obatan).
c. Tanda-tanda hipoglikemia (kadar gula darah terlalu rendah) dan cara
pencegahan hipoglikemia. Tanda-tanda hipoglikemia, antara lain: sakit
kepala, berdebar-debar, gemetaran, lapar, mual dan muntah, berkeringat,
bahkan dapat juga berupa penurunan kesadaran.
d. Perawatan kaki pada pasien diabetes dan pencegahan timbulnya kaki
diabetes
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka pada
kaki penderita DM, yaitu: penderita harus selalu menjaga kebersihan
kakinya, mengetahui sedini mungkin jika ada luka, bengkak, atau
perdarahan pada kaki, sesering mungkin menggunakan alas kaki,
meskipun di dalam rumah, untuk mencegah trauma pada kaki, tidak
menggunakan alas kaki yang terlalu sempit, menjaga agar kaki tidak
lembab, dan segera ke dokter jika terdapat luka pada kaki atau kaki
menjadi kurang terasa.
4. Obat-Obatan
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan
aktivitas fisik, pasien DM akan diberikan obat penurun gula darah. Obat-
obatan tersebut harus dikonsumsi secara teratur, sesuai anjuran dokter.
Selain itu, obat-obatan tersebut juga harus diminum seimbang dengan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Obat-obatan ini akan selalu diperlukan
oleh pasien DM untuk mengontrol kadar gula dalam darah.
Obat-obatan DM bersifat individual artinya jenis dan dosis yang diberikan
oleh dokter hanya berlaku untuk satu pasien DM itu saja, tidak bisa
digunakan pada pasien DM lainnya. Setiap pasien DM harus meminumnya
dengan teratur sesuai anjuran dokter dan tidak boleh diberhentikan sendiri
oleh pasien DM.
A. Pengkajian Keperawatan
Berikut pengkajian menurut (Sujono Riyadi, 2013)
1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji
untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap
pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien. Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Adanya rasa kesemutan
pada kaki atau tungkai bawah, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh
dan berbau, terasa nyeri pada bagian luka.
3. Riwayat penyakit
Saat pasien datang dengan luka gangren maka kaji kapan terjadinya luka,
penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan pasien untuk
mengatasinya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pada penyakit ini ditemukan kemungkinan penyebab luka. Tindakan medis
yang pernah dilakukan serta obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien.
Adanya riwayat diabetes melitus atau penyakit lainnya yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
5. Riwayat penyakit keluarga
Diabetes dapat menurun sesuai silsilah keluarga yang mengidap diabetes
melitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat
menghasilkan insulin akan disampaikan informasinya pada keturunan
berikutnya. Pada penyakit keluarga, tanyakan apakah ada salah satu
anggota keluarga yang mengidap diabetes melitus? Jika iya apakah terdapat
luka diabetik/gangren seperti yang dialami klien?
6. Pengkajian per System
B1 (Breath) : pernafasan cepat dan dalam, frekuensi meningkat, nafas
berbau aseton.
B2 (Blood) : takikardi, perubahan TD postural, hipotensi, nadi
menurun, ulkus pada kaki dan penyembuhan luka yang lama.
B3 (Brain) : pusing, merasa kesemutan, disorientasi, mengantuk,
letargi, stupor/koma, gangguan memori, reflek tendon menurun, penurunan
sensasi
B4 (Bladder) : Poliuria, nocturia, ISK, urine encer, dapat menjadi
oliguria/anuria bila terjadi hipovolemia berat, glukosuria.
B5 (Bowel) : mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, diare,
bising usus meningkat, polifagi dan polidipsi.
B6 (Bone) : kelemahan, sulit bergerak, kulit/membran mukosa kering.
7. Pengkajian luka
Hal-hal yang perlu dikaji pada luka diabetik menurut Maryunani
(2013), antara lain:
a. Letak luka
Letak atau lokasi luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga kejadian luka dapat
diminimalkan dengan menghilangkan penyebab yang ditimbulkan oleh
letak dan lokasi yang dapat mengakibatkan terjadinya luka.
Misalnya :
1) Masalah mobilitas yang disebabkan oleh luka pada kaki.
2) Letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu
jari kaki tersebut, adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu
yang terlalu sempit. (Oleh karena itu, angka kejadian untuk luka
seperti ini dapat diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu
yang sempit.
3) Perlu digambarkan lokasi anatomi letak luka dengan tujuan agar
lebih memahami secara jelas.
b. Stadium Luka
1) Ulkus superfisial (Superficial ulcers)
Stadium 0 : tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol/charcot arthropathies.
Stadium I : hilangnya lapisan kulit hina dermis & kadang tampak
tulang menonjol
2) Ulkus dalam (Deep ulcers)
Stadium II : lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendo
disertai goa.
Stadium III : penetrasi dalam, osteomyelitis, plantar abses atau
infeksi hingga tendon.
3) Gangren
Stadium IV : seluruh kaki dalam kondisi nekrotik (gangren).
c. Bentuk dan Ukuran Luka
Mengetahui bentuk luka dan melakukan pengukuran luka, adalah
Komponen penting pada awal pengkajian, sebagai pedoman untuk
mengetahui kemajuan atau kemunduran pada luka, penting dilakukan
secara teratur untuk mengetahui keakuratan misalnya setiap 3 hari atau
minggu sekali. Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan
dengan langsung (pengukuran 3 dimensi) dan dengan pengambilan
photography (menggunakan foto), yang bertujuan untuk lebih
memudahkan petugas maupun pasien/keluarga untuk mengevaluasi
tingkat keberhasilan proses penyembuhan luka (yakni, memahami
kondisi luka, apakah luka dalam kondisi kemajuan atau kemunduran).
Pengukuran ini mempergunakan arah jarum jam, dilakukan dengan
mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka, hal ini wajib dilaksanakan
oleh perawat untuk menilai ada/tidaknya goa (sinus trackat atau
undermining) yang merupakan ciri khas luka gangren diabetik. Ukur
kedalaman luka dengan mempergunakan pinset steril dengan hati-
hati dengan arah pengukuran searah jarum jam. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pengukuran luka, antara lain:
1) Menggunakan alat ukur yang tepat dan bila alat ukur tersebut
digunakan berulang kali, hindari terjadinya infeksi silang
(nosokomial).
2) Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit sekitar luka untuk menilai
apakah pada luka terdapat selulitis, edema, benda asing, dermatitis
kontak atau maserasi.
d. Tepi Luka (Wound Edges)
1) Pengkajian pada tepi luka akan didapatkan data bahwa proses
epitelisasi adekuat atau tidak.
2) Umumnya tepi luka akan dipenuhi oleh jaringan epitel berwarna
merah muda
3) Kegagalan penutupan terjadi jika tepi luka mengalami edema,
nekrosis, callus, atau infeksi
e. Bau atau Eksudat (Odor or Exudates)
Pengkajian terhadap bau tidak sedap dan jumlah eksudat pada luka akan
mendukung dalam penegakan diagnosa terjadi infeksi atau tidak. Bau
dapat disebabkan oleh adanya kumpulan bakteri yang menghasilkan
protein, apocrine sweat glands atau beberapa cairan luka.
B. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan menurut (Sukaermin, 2013) adalah :
1. pemeriksaan gula darah pada passion diabeter militus antara lain :
a) Gula darah puasa (GDO): 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk
DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan, atau > 140
mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia.
b) Gula darah 2 jam post prandial < 140 mg/dl. Digunakan untuk skrining
atau evaluasi pengobatan bukan untuk diagnostik.
c) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl. Pemeriksaan ini digunakan untuk
skrining pengobatan bukan untuk penegakan diagnostik.
d) Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO
Gula darah < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam <
140 mg/dl.
e) Test Toleransi Glukosa Intravena (TTGI), dilakukan jika TTGO
merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang
memengaruhi absorbsi glukosa.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine: hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++)
3. Kultur pus
Pemeriksaan kultur pus ini dilakukan untuk mengetahui jenis kuman pada
luka gangren dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
4. Pemeriksaan laboratorium
Untuk pemeriksaan laboratorium bisa dipantau jumlah Leukosit, hitung
jenis leukosit seperti Basofil, Eosinofil, Neurotrofil batang, Neurotrofil
segmen, Limfosit, Monosit.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Sukarmin (2013) dan
disesuaikan dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SDKI, 2017) sebagai berikut:
1. Perfusi perifer tidak efektif
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
2. Gangguan rasa nyaman
Definisi : perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan social.
3. Gangguan integritas kulit / jaringan
Definisi : kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi dan atau ligamen).
4. Gangguan mobilitas fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstermitas secara mandiri.
5. Gangguan Pola tidur
Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
6. Defisit Nutrisi
Definisi : Asupan Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
D. Intervensi Keperawatan
6. Defisit nutrisi
Kriteria hasil
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Nyeri abdomen menurun
c. Nafsu makan membaik
Intervensi
a. Mengidentifikasi status nutrisi
Rasional : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
seimbang
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
Rasional : memberikan kecukupan dalam pemberian nutrisi
c. Anjurkan diet yang diprogramkan
Rasional : memberikan kecukupan dalam pemberian nutrisi nutrisi
yang seimbang
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrient yang dibutuhkan.
Rasional : menentukan kebutuhan nutrisi dalam pemberian nutrisi
nutrisi yang seimbang
E. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana
tindakan keperawatan yang diberikan pasien. Pelaksanaan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang lebih spesifik, tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan diharapkan untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping
(Nursalam, 2014).
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan menilai seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan
bersama klien sehingga perawat dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri
rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan),
memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan) dan meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien
memerluan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Nursalam, 2014).