Anda di halaman 1dari 11

PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA

PADA SITUASI BENCANA

Disusun Oleh :
Desy Ilham Cahya P
Fransisca Anggraeni
Nanda Swastika R
Septiani Dian S
Zuvita Tahta
Kejadian yang disebabkan oleh
perbuatan manusia ataupun
perubahan alam yang mengakibatkan
Bencana kerusakan dan kehancuran sehingga
perlu bantuan orang lain untuk
memperbaikinya
Proses Terjadinya Bencana
Respons Individu Terhadap Bencana

Reaksi individu segera (24 jam) Minggu pertama sampai ketiga


setelah bencana setelah bencana
• Tegang, cemas, panik • Ketakutan, waspada, sensitif,
• Terpaku, linglung, syok, tidak mudah marah, kesulitan tidur
percaya • Khawatir, sangat sedih
• Gembira atau euforia, tidak • Mengulang-ulang kembali
terlalu merasa menderita (flashback) kejadian
• Lelah, bingung • Bersedih
• Gelisah, menangis, menarik • Reaksi positif yang masih
diri dimiliki: berharap atau
• Merasa bersalah berpikir tentang masa depan,
terlibat dalam kegiatan
menolong dan menyelamatkan
• Menerima bencana sebagai
takdir
Respons Individu Terhadap Bencana

Lebih dari minggu ketiga setelah


bencana
• Kelelahan
• Merasa panik
• Kesedihan terus berlanjut; pesimis;
dan berpikir tidak realitis
• Tidak beraktivitas, isolasi, dan
menarik diri
• Kecemasan yang dimanifestasikan
dengan palpitasi, pusing, letih,
mual, sakit kepala, dll
Tindakan yang Dapat Dilakukan Saat Terjadi Bencana

Segera Setelah Bencana (24 Jam)

Minggu Pertama sampai Ketiga Setelah

Setelah Minggu Ketiga Bencana


• Tindakan Psikososial Secara Umum
• Tindakan Psikososial Khusus
KASUS
Menurut artikel yang ditulis oleh Khalika (2018) dalam laman Tirto.id yang berjudul
Bencana Alam dan Ancaman Gangguan Jiwa menyatakan bahwa bencana alam sebenarnya tak
hanya menyebabkan kerugian material tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental para korban
yang selamat dari bencana. Seperti contoh korban gempa 7 Skala Richter (SR) di Pulau Lombok.
Jumlah korban meninggal dunia dalam gempa Lombok mencapai 98 orang sementara 236 orang
lainnya dilaporkan luka-luka. Para korban mengalami syok bahkan trauma luar biasa karena
kehilangan keluarga dan teman-teman, tempat tinggal, dan lingkungan rusak akibat gempa. Di
tengah kondisi tersebut, layanan trauma healing seperti yang disampaikan Sutopo Purwo menjadi
metode pemulihan kesehatan mental para korban pasca-bencana.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kato H melalui
penelitiannya terhadap korban gempa bumi di Jepang tahun 1995 bahwa para korban selamat dari
gempa atau bencana mayoritas mengalami gangguan tidur, depresi, mudah marah, dan
hipersensitif. Riset tentang hubungan antara bencana dan gangguan jiwa juga datang dari
Masahiro Kokai beserta tim peneliti yang mengangkat isu soal prevalensi morbiditas psikiatri
setelah gempa Hanshin-Awaji. Hasilnya, gangguan kecemasan sebagai dampak langsung dari
kejadian yang traumatis jamak ditemukan pada pasien pada bulan pertama setelah gempa.
Umumnya, korban bencana mengalami depresi. Namun, jumlah kasus depresi berkurang dalam
waktu satu tahun. Korban selamat yang depresi biasanya menganggur, terus memikirkan beban
untuk kembali membangun rumahnya, mengalami kelelahan fisik, dan kesulitan menyesuaikan
diri di tempat rekolasi.
ANALISA JURNAL
8
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai