Anda di halaman 1dari 13

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

ANALISIS JURNALPERSIAPAN ANTENATAL DALAM


MENGHADAPI PRAKTEK MENYUSUI DI RUMAH SAKIT
NASIONAL SINGAPURA

Oleh:

Achirul Subagyo, S. Kep.


Ahmad zaeni Priyanto, S. Kep.
Asri Hidayah, S. Kep.
Indri wijayanti, S. Kep.
Nur Arifah Kurniasih, S. Kep.
Maksum,S. Kep.
Mujiah Margiasih, S. Kep.

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Manfaat pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dalam hal
menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi, mengoptimalkan
partumbuhan bayi, membantu perkembangan kecerdasan anak, dan
membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu sudah dibuktikan dalam
beberapa penelitian ilmiah.Pedoman internasional menganjurkan pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang
manfaat ASI bagi daya tahan tubuh bayi, pertumbuhan, dan
perkembangannya.ASI mengandung energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi
selama 6 bulan pertama hidupnya.Pemberian ASI eksklusif mengurangi
tingkat kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang umum
menyerang anak-anak, seperti diare dan radang paru-paru, mempercepat
pemulihan saat sakit, dan membantu memperpanjang waktu kelahiran
berikutnya (Linkages, 2002).
Menurut Edmon et al., (2006); Besar (2001), Departemen Kesehatan
Republik Indonesia melalui program perbaikan gizi masyarakat telah
menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80%, namun demikian
angka ini sangat sulit untuk dicapai bahkan tren prevalensi ASI eksklusif dari
tahun ke tahun terus menurun. Menurut BPS BKKBN (2002-2003):(2006-
2007), data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007
memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2%
pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007.
Alasan yang menjadi penyebab kegagalan praktek ASI eksklusif
bermacam-macam seperti misalnya budaya memberikan makanan pralaktal,
memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar, menghentikan
pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja, serta ibu ingin
mencoba susu formula. Studi kualitatif Fikawati & Syafiq (2010), faktor
predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena pengetahuan dan
pengalaman ibu yang kurang dan kemungkinan penyebab terjadinya
kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD.Menurut
Fikawati & Syafiq (2009),bayi yang lahir normal dan diletakkan di perut ibu
segera setelah lahir dengan kulit ibu melekat pada kulit bayi selama
setidaknya 1 jam dalam 50 menit akan berhasil menyusu, sedangkan bayi
lahir normal yang dipisahkan dari ibunya 50% tidak bisa menyusu sendiri.
Menurut Vaidya et al., (2005), berbagai studi juga telah melaporkan bahwa
IMD terbukti meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif.
Penyebab lain kegagalan praktek menyusui di negara
berkembangadalah kecenderungan menjalankan program ASI eksklusif
dalam jangka waktu yang lebih pendek dari lama program yang
dianjurkanoleh World Health Organization (WHO)danAmerican Academy of
Pediatrics yang merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama6bulan
pertama, diikuti denganpengenalanpelengkapmakanan, dan menganjurkan
untuktetap menyusuisampai 2tahun (Gartner et al., 2005).
Kegagalan praktek pemberian ASI ekslusif di Amerika Serikat terjadi
meskipun sudah dilakukan promosi kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan program ASI eksklusif menuju program Sehat 2010.
Berdasarkan program tersebut75%ibumulai menyusui bayinyadan 50%
menjalankan program ASI eksklusif selama 6 bulanpostpartum (National,
2006).Meskipun di ASprogram inisiasimenyusuitelah meningkat
dari53,6%menjadi 65,1% pada tahun 2001 (Healthy People 2010, 2006),
namunberdasarkan surveipada tahun 2001 hanya27,0%menyusui
selama6bulan, dengantingkatpemberian ASI eksklusif hanya7,9%.
Singapurajuga memilikikecenderungan yang sama. Berdasarkan
Survei Nasional tentang Menyusui2001 menunjukkanbahwa menyusui
mencapai 94,5%, namunhanya 21,1% ibu menyusui secara rutin selama 6
bulan dengan tingkatpemberian ASI eksklusif kurang dari 5%. Menurut Foo
et al. (2005), Ibu menyusui di Australia sebanyak 46% terus menyusui selama
6 bulan dengan ASI eksklusif dan 18,6% diantaranya berlatih breastfeeding.
ASI eksklusif sangat penting, banyak faktor yang mempengaruhi
keputusan untuk tidak menyusui, salah satunya kurangnya dukungan dari
profesional kesehatan (Dilaporkan oleh lebih dari 10% dari ibu-ibu
Singapura) dan kurangnya pengetahuan tentang breastfeeding(Foo et al.,
2005).Program yang bertujuan untuk mempromosikan menyusui melalui
pendidikan dan dorongan pengasuhan pada pasien telah disampaikan
(Labarere et al., 2003). Secara sistematis, tinjauan berkaitan dengan program
tersebut menyimpulkan bahwa program pendidikan lebih efektif untuk
meningkatkan inisiasi menyusui dalam jangka pendek (Guise et al., 2003).
Program ASI eksklusif yang selalu rutin dipromosikan oleh tenaga
kesehatan di Indonesia, namun kurang begitu tersosialisasikan dengan benar.
Hal ini dapat dilihat bahwa berkembangnya susu formula di instansi
kesehatan masih banyak terjadi. RSUD Goeteng Taroenadibrata sebagai
Rumah Sakit rujukan di daerah Purbalingga dan sekitarnya, mempunyai andil
yang cukup besar bagi upaya suksesnya cakupan praktek ASI eksklusif
melalui pendidikan kesehatan di pelayanan antenatal, natal, dan postnatal
Poliklinik, VK, dan ruang Bougenville.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami dan menginformasikan mengenai persiapan
antenatal dalam menghadapi praktek menyusui.
2. Petugas kesehatan dapat menyediakan waktu untuk memberikan
pendidikan dan pembinaan dalammempersiapkan ibu menyusui sesuai
program ASI eksklusif.
3. Institusi kesehatan dapat memasukkan konselor laktasi menjadi bagian
dari program kesehatan yang bertujuan mendidik wanita hamil.
BAB II
RESUME JURNAL

PersiapanAntenatal dalam Menghadapi Praktek Menyusui

Citra Nurfarah Mattar, MMed (O&G), MRANZCOG, Yap-Seng Chong,


MRACOG, MD,Yah-Shih Chan, BHSc (Nursing), Annabel Chew, MBBS,
Petrina Tan, MBBS, Yiong-Huak Chan, PhD,and Mary How-Jing Rauff,
FRCOG.

A. Tujuan
Tujuan melaksanakan penelitian ini adalah untuk memperkenalkan
pendidikan mengenai praktek menyusui untuk persiapan antenatal dalam
memberikan ASI eksklusif saat memasuki masa postnatal.
B. Metode
Penelitian menggunakan uji a randomized controlled trial yang
dilakukan dipusat rujukan tersier mulai dari bulan Mei2002 sampai Desember
2004. Sampel diambil dari klinikRumah Sakit Universitas Nasional Singapura
yang dipilih secara acak dan memenuhi kriteria inklusi, yaitu antenatal
berisiko rendah. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari
Kelompok A, B, dan C. Kelompok A mendapatkan pendidikan dan pembinaan
individu tentang ASI eksklusif dari konselor laktasi. Kelompok B
mendapatkan materi pendidikan tentang ASI eksklusif, namun tanpa
pembinaan individu dari konselor laktasi.Kelompok C mendapatkan
perawatan ante natal secara rutin saja.
C. Hasil
Total sampel sebanyak 401. Ibu yang mendapatkan konselingindividu
danmateri pendidikan tentangASIeksklusif lebih banyak menjalankan program
pemberian ASI eksklusif daripadaibuyang hanya mendapatkan
perawatanantenatal secara rutin saja di3bulan pertama masa postnatal(Odss
Ratio [OR] 2.6, 95% confidence interval[CI]1,2-5,4) dan 6bulan(OR2,4, 95%
CI1,0-5,7). Ibu menyusui sesuai program ASI eksklusif lebih banyak
dipraktekkandi antaraperempuan yang mendapatkan pendidikan dan
pembinaan oleh konseling laktasidibandingkan dengan perempuan yang hanya
mendapatkan materipendidikansaja (OR 2,5, 95% CI1,0-6,3).
D. Kesimpulan
Praktekmenyusui sesuai dengan program ASI eksklusif lebih optimal
jika melalui pendidikanantenataldankonselinglaktasi. Pendidikan dan
konseling tersebutsecara signifikan meningkatkanpraktikmenyusuisampai
3bulanhingga 6 bulan setelah melahirkan.Penyediaanmedia pembelajaran
dalam bentuk media cetak dan audiovisualtidak cukup. Tenaga kesehatan
keperawatanmengusahakan adanya pertemuan untuk membahasmenyusui
sesuai program ASI eksklusifdenganibu hamilsebelum
merekamemberikannya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. AnalisisJurnal
Jurnal tentang persiapan antenatal untuk meningkatkan praktek
menyusui memiliki kekurangan dan kelebihan, yaitu:
1. Kekurangan
Penelitian dalam jurnal ini dibatasi oleh sejumlah faktor, yaitu:
Pembagian jumlah sampel yang tidak merata dalam setiap kelompok
sehingga memberikan ruang yang lebih besar munculnya bias dalam
analisis hasil penelitian. Kriteria inklusi dijelaskan secara terperinci
dalam jurnal ini, namun untuk kriteria eksklusinya tidak dicantumkan.
Kriteria eksklusi merupakan faktor pengganggu penelitian yang
seminimal mungkin harus ditekan sehingga penelitian dalam jurnal ini
dapat meminimalisir terjadinya bias dalam hasil penelitian yang
dilakukan.
Kami juga menemukan adanya kemungkinan kurangnya
pengendalian peneliti terhadap proses pertukaran informasi antara
responden dalam satu kelompok dengan kelompok yang lain, misalnya:
responden di kelompok kontrol menemui responden di kelompok yang
mendapatkan intervensi untuk mengetahui tentang intervensi yang
didapatkannya.
Peneliti dalam jurnal ini tidak menjelaskan besarnya jumlah
frekuensi pertemuan antara responden dalam satu kelompok dengan
kelompok yang lain. Peneliti juga tidak menjelaskan pengaruh frekuensi
pertemuan tersebut terhadap analisis hasil.
Jurnal ini menggunakan referensi lebih dari sepuluh tahun
sehingga sumber data informasinya kemungkinan kurang sesuai dengan
perkembangan berdasarkan penemuan terbaru penelitian.Referensi yang
terlalu lama tahunnya, biasanya didapatkan perubahan pendapat
berdasarkan penelitian yang terbaru.
2. Kelebihan
Penelitian dalam jurnal ini dilakukan secara pragmatisdi rumah
sakit tersier. Intervensi antenatal pada penelitian ini dapat diberikan
kepada pasien rawat jalan rutin dan rawat inap. Selain itu, mudah untuk
menerapkan di klinik apapun dan bahan yang digunakan pun murah untuk
mendukung proses pendidikan dan bimbingan laktasi.
Wanita hamil (antenatal) dapat mempersiapkan untuk menyusui
lebih awal. Selain itu, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya
menyusui, memberdayakan mereka dengan pengetahuandan keterampilan
dalam teknik menyusui, serta membantu mengatasi masalah yang
dihadapi dalam proses menyusui.
B. Implikasi Keperawatan
Peran perawat untuk mensukseskan program laktasi ini dapat sebagai
konselor kesehatan, khususnya mengenai laktasi. Beberapa tugas yang
dilakukan Konselor laktasi adalah sebagai berikut:
1. Memberikan perawatan antenatal, natal dan postnatal, serta memberikan
dukungan dalam meningkatkan kepercayaan diri dalam proses laktasi.
Meskipun keputusan untuk memulai dan berhenti menyusui dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti keluarga dan pekerjaan, namun keberadaan
konselor laktasi pada perawatan kehamilan rutin sangat dibutuhkan
dalam kesiapan proses menyusui.
2. Menjamin kesiapan ibu dan keluarga dalam proses laktasi, meliputi
kesiapan fisik, mental dan pengetahuan. Ibu mungkin baru menyadari
bahwa menyusui memiliki banyak manfaat, tetapi mereka sering
kekurangan pengetahuan tentang teknik dan proses memulai dan
mempertahankan menyusui. Hal ini dapat membuat mereka memutuskan
untuk menggunakan susu formula sebagai gantinya. Menurut Issler et
al., (2001), sebuah survei yang baru lahir kesehatan pengetahuan di
kalangan perempuan Brasil, hampir 60% dari wanita tidak siap untuk
menyusui, dengan kesulitan yang dirasakan mengarah kekeputusan
untuk menggunakan susu formula.
3. Mendidik wanita hamil, misalnya melalui penyuluhan kesehatan
(Penkes). Banyak wanita membuat keputusan pemberian makanan bayi
sebelum durasi pemberian ASI eksklusif terlewati dan sebelum kontak
dengan tenaga kesehatan profesional.Meskipun kampanye promosi
kesehatan berpengaruh terhadap pengetahuan ibu terhadap pemberian
ASI eksklusif, namun mereka sering tidak menghalangi ibudari
pemberian susu formula.Ibu memiliki pengetahuan yang berbeda
mengenaipersiapan menyusui dan pendidikan atau pengetahuan yang
didapat mungkin tidak menjawab semua pertanyaan mereka. Konseling
yang sifatnya individumemungkinkan untuk mengklarifikasi keraguan
tentang teori dan aspek praktis dari menyusui.
Berbagai bentuk pendidikan menyusui telah dicoba dengan hasil
yang beragam. Menurut Hendersonet al., (2001),pendidikan mengenai
posisi ibu saat menyusui pada masa nifas tidak meningkatkan
durasimenyusui. Menurut Siregar (2004),individu atau mengajar
kelompok kecil, penyuluhan, nasihat praktis, audio-visual, dan
demonstrasi yang terkaitdengan tingkat menyusui dapat meningkatkan
durasi menyusui.
Sikorski et al., (2003), dukungan postnatal dari perawat profesional
dan konselor berpengaruh terhadappeningkatan kesadaran dan lamanya
durasi pemberian ASIeksklusif melalui pendidikan dan pembinaan,
misalnya memberikan pendidikan mengenai teknik posisi menyusui
yang benar dan mendukung ibu untuk meningkatkan durasi
menyusui.Hal ini mutlak diperlukan terutama pada ibu dengan
kelahiran anak pertama, dimana belum mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya. Pendampingan selama proses laktasi sangat
mempengaruhi keberhasilan proses pemberian ASI ekslusif. Setelah
persalinan, ibu mengalami masa kelelahan, sehingga perawat
diperlukan untuk memberi dukungan dan membantu ibu keluar dari
situasi sindrom baby blouse, dan segera berkonsentrasi terhadap praktek
laktasi.
Selama masa nifas ini, banyak sekali kesulitan yang dialami ibu
dalam memberikan ASI ekslusif yang harus diperhatikan perawat
sebagai konselor laktasi. Hal ini akan lebih mudah ditangani apabila
sudah diberikan persiapan laktasi pada masa antenatal. Oleh karena itu,
diharapkan materi laktasi menjadi target pelayanan antenatal di semua
tingkat pelayanan kesehatan, terutama RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa terdapat
efektivitas sederhana dan terstruktur melalui pendidikan dan pembinaan oleh
konselor laktasi terhadap peningkatanpemberian ASI eksklusif selama 3 bulan
pertama dan 6 bulan postnatal. Ibu yang mendapatkan konselingindividu
danmateri pendidikan tentangASIeksklusif lebih banyak menjalankan program
pemberian ASI eksklusif daripadaibuyang hanya mendapatkan
perawatanantenatal secara rutin saja di3bulan pertama masa postnatal(Odss
Ratio [OR]= 2.6, 95%;confidence interval[CI]=1,2-5,4) dan 6bulan(OR=2,4,
95%;CI=1,0-5,7). Ibu menyusui sesuai program ASI eksklusif lebih banyak
dipraktekkandi antaraperempuan yang mendapatkan pendidikan dan
pembinaan oleh konseling laktasidibandingkan dengan perempuan yang hanya
mendapatkan materipendidikansaja (OR=2,5, 95%;CI=1,0-6,3).

B. Saran
1. Mahasiswa ikut serta dalam memfasilitasi penyediaan sumber informasi
mengenai persiapan antenatal dalam menyiapkan praktek menyusui.
2. Petugas kesehatan berkolaborasi untuk memberikan pendidikan dan
pembinaan dalammempersiapkan ibu menyusui sesuai program ASI
eksklusif.
3. Konselor laktasi dapat menjadi bagian dari program pelayanan kesehatan
ibu dan anak di institusi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

ArenzS,RuckerlR,KoletzkoB,vonKriesR. 2004. Breast-


feedingandchildhoodobesity-asystematicreview.Int J Obes Relat Metab
Disord;28:1247–56.

Besar DS. 2001.Metode Amenorea Laktasi. Makalah dalam Seminar Telaah


Mutakhir tentang ASI. Bali: FAOPS-Perinasia.

Badan Pusat Statistik, BKKBN. 2003.Departemen Kesehatan. Survei Demografi


dan Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik, BKKBN. 2007. Departemen Kesehatan. Survei Demografi


dan Kesehatan Indonesia 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat

Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-Etego S, Owusu-Agyei S,


Kirkwood BR. 2006. Delayed Breastfeeding Initiation Increases Risk of
Neonatal Mortality.J. Pediatrics; 117(3): e380-6.

Fikawati, Sandra dan Ahmad Syafiq.2010. Kajian Implementasi dan Kebijakan


Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini di ndonesia.Makara,
Kesehatan;14(1):17-24.

FooLL,QuekSJ,NgSA,LimMT,Deurenberg-YapM.
2005.BreastfeedingprevalenceandpracticesamongSingaporeanChinese,Mala
yandIndianmothers.Health Promot Int;20:229–37.

GartnerLM,MortonJ,LawrenceRA,NaylorAJ,O’HareD, SchanlerRJ.2005.
AmericanAcademyofPediatricsSectiononBreastfeeding.Breastfeedingandthe
useofhumanmilk. Pediatrics;115:496–506.

GuiseJM,PaldaV,WesthoffC,ChanBK,HelfandM,LieuTA. 2003.
U.S.PreventiveServicesTaskForce.Theeffectivenessofprimarycare-
basedinterventionstopromotebreastfeeding:Systematicevidencereviewandme
ta-analysis for the U.S.PreventiveServicesTaskForce.Ann Fam Med;1:70–8.

HealthyPeople2010. 2006. Maternal, Infant, andChild


Health.Availableathttp://www.healthypeople.gov/Document/HTML/Volum
e2/16MICH.htm.Retrieved October 12, 2006.

Henderson A, Stamp G, Pincombe J. 2001.Postpartum Positioning and


Attachment Education for Increasing Breastfeeding: a Randomized Trial.
Birth;28:236-42.
Isler H, de Sa MB, Senna DM. 2001. Knowledge of Newborn Health Care Among
Pregnant Women: Basis for Promotional and Educational Programs on
Breastfeeding. Sao Paulo Med J;119:7-9.

LabarereJ,BellinV,FournyM,GagnaireJC,FrancoisP,PonsJC. 2003.
Assessmentofastructured in hospitaleducational
interventionaddressingbreastfeeding:aprospective randomized
opentrial.BJOG;110:847-52.

Linkages. 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja: Satu-Satunya Sumber
Cairan yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini.Washington DC: Academy for
Educational Development

Nationalbreastfeedingawarenesscampaign.Availableat:http://www.4women.gov/br
eastfeeding/index.cfm?pageCampaign.RetrievedOctober12,2006.

Sikorski J, Renfrew MJ, Pindoria S, Wade A. 2003. Support for Breastfeeding


Mothers: a Systemic Review. Paediatr Perinat Epidemiol;17:407

Siregar, Arifin. 2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya. Sumatera: FKM USU.

Statistik. 2007. Dinas Kesehatan, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Banda


Aceh dan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 2008.
Pengaruh Durasi Pemberian ASI Terhadap Ketahanan Hidup Bayi di
Indonesia. Makara, Kesehatan;12(2):47-52.

Theoptimaldurationofexclusivebreastfeeding: report of
anexpertconsultation.Availableathttp://www.who.int/child-adolescent-
health/New_Publications/NUTRITION/WHO_CAH_01_24.pdf. Retrieved
October 12 2006.

Anda mungkin juga menyukai