Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KEPANITERAAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN LENGKAP

Disusun oleh :
Fitri Devita Luthfia
08/264553/KG/8251

Dosen Pembimbing :
drg. M. Th. Esti Tjahjanti, M.Kes., Sp. Prost. (K)

BAGIAN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
I. PENDAHULUAN

Ilmu Prostodonsi adalah cabang dari ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara
penggantian gigi yang hilang dengan suatu gigi tiruan (dental prothesis). Berdasarkan jumlah gigi
yang hilang dan diganti dengan gigi palsu (artificial teeth), maka prostodonsia dibagi menjadi dua
bagian yaitu : gigi tiruan lengkap (full denture) dan gigi tiruan sebagian (partial denture). Gigi
tiruan sebagian (partial denture) dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan sebagian lepasan (removable
prosthodontics) dan gigi tiruan sebagian cekat (fixed prosthodontics).

Gigi tiruan lengkap (GTL) adalah gigi tiruan yang dibuat untuk menggantikan semua gigi
asli beserta bagian jaringan gusi yang hilang, karena apabila seseorang telah hilang semua gigi
geliginya, maka dapat menghambat fungsi pengunyahan, fungsi fonetik, fungsi estetik dan dapat
mempengaruhi keadaan psikis. Tujuan pembuatan GTL adalah :
a. Merehabilitasi seluruh gigi yang hilang sehingga dapat memperbaiki atau mengembalikan
fungsi bicara, pengunyahan, estetis dan psikis.
b. Memperbaiki kelainan, gangguan dan penyakit yang disebabkan oleh keadaan edentulous.

Bagi seseorang yang telah kehilangan gigi geliginya, prosessus alveolarisnya akan
mengalami penyusutan yang disebut residual ridge. Penyusutan alveolaris biasanya berjalan 2-3
minggu, tetapi ada yang sampai berbulan-bulan. Pembuatan GTL akan mencegah pengerutan /
atropi processus alveolaris (residual ridge), mencegah berkurangnya vertikal dimensi yang
disebabkan turunnya otot-otot pipi karena tidak ada penyangga dan hilangnya oklusi sentrik.
Selama berfungsi rahang bawah (RB) berusaha berkontak dengan rahang atas (RA) sehingga
dengan tidak adanya gigi-gigi RA dan RB akan menyebabkan hilangnya oklusi sentrik. Mandibula
menjadi protusif dan hal ini menyebabkan malposisi pada temporo-mandibula joint.

Indikasi pembuatan GTL adalah sebagai berikut :


a. Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.
b. Individu yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan
gigi yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.
c. Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya.
d. Keadaan umum dan kondisi mulut pasien sehat.
e. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosa yang akan diperoleh.

Keberhasilan pembuatan GTL tergantung dari retensi dan dukungan jaringan sekitarnya, sehingga
dapat mempertahankan keadaan jaringan normal. Hal ini mencakup :
a. Kondisi edentulous berupa : processus alveolaris, saliva, batas mukosa bergerak dan tidak
bergerak, kompresibilitas jaringan mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot muka, bentuk dan
gerakan lidah.
b. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gusi yang cocok
c. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut
d. Penetapan / pengaturan gigi yang benar, meliputi :
1. Posisi dan bentuk lengkung deretan gigi
2. Posisi individual gigi
3. Relasi gigi dalam satu lengkung dan antara gigi-gigi RA dan RB

Jaringan yang tidak bergerak di dalam mulut akan dijadikan landasan bagi gigi tiruan
lengkap. Batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak disebut mucobuccal fold dan
fornik. Batas ini harus diteliti dengan seksama untuk mengetahui batas yang tepat dari gigi tiruan
lengkap yang akan dibuat. Perawatan pada pengguna GTL dapat dikatakan berhasil apabila enak
dipakai, nyaman dan menyenangkan, dapat mengembalikan fungsi bicara, pengunyahan dan
estetis, serta dapat memelihara keadaan jaringan mulut.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Full denture (complete denture) atau gigi tiruan lengkap menurut Soelarko dan Herman
(1980), adalah suatu gigi tiruan yang menggantikan seluruh gigi pada lengkung rahang sehingga
dikenal dengan istilah upper full denture yaitu gigi tiruan penuh rahang atas serta lower full denture
yaitu gigi tiruan penuh rahang bawah. Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah :
a. Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.
b. Individu yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena kesehatan / kerusakan gigi
yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.
c. Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya.
d. Kondisi umum dan kondisi mulut sehat.
e. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosa yang akan diperoleh.

Faktor retensi dan stabilisasi adalah faktor yang penting dalam keberhasilan gigi tiruan
lengkap. Retensi dapat didefinisikan sebagai ketahanan gigi tiruan terhadap pelepasannya dari
mulut. Pemeriksaan retensi dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kuat-kuat dalam mulut dan
mencoba melepaskannya dengan gaya tegak lurus terhadap bidang oklusal. Bila gigi tiruan dapat
bertahan terhadap gaya-gaya tersebut, berarti gigi tiruan mempunyai retensi yang cukup.
Stabilisasi adalah kemampuan gigi tiruan untuk bertahan pada tempatnya sewaktu GTL mendapat
tekanan. Faktor stabilisasi GTL didapat dari pemasangan gigi-gigi pada processus alveolaris,
tekanan yang merata, balanced occlution, relief area, sliding, over jet dan over bite (Soelarko dan
Herman, 1980).
Jaringan yang tidak bergerak di dalam mulut akan dijadikan landasan bagi gigi tiruan
lengkap. Batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak disebut mucobuccal fold atau
fornik. Batas ini harus diteliti dengan seksama untuk mengetahui batas yang tepat dari gigi tiruan
lengkap yang akan dibuat.

Gaya-gaya fisik yang berhubungan dengan retensi GTL adalah :


a. Tekanan permukaan : meliputi gaya adhesi antara saliva dan gigi tiruan serta mukosa.
b. Gaya-gaya dalam cairan : seperti tegangan permukaan saliva, gaya-gaya kohesi dalam cairan
saliva, dan viskositas saliva, semua mempengaruhi retensi gigi tiruan dan berhubungan erat
dengan ketepatan kontak basis terhadap jaringan
c. Tekanan atmosfer : tekanan atmosfer menahan gaya-gaya yang akan melepaskan gigi
tiruan asalkan ada peripherial seal yang utuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi GTL, khususnya untuk GTL rahang atas, yaitu:
1) Faktor fisis :
a) Peripherial seal (sepanjang tepi GTL)
Efektifitas peripherial seal sangat mempengaruhi efek retensi dari tekanan atmosfer. Posisi
terbaik peripherial seal adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu pada permukaan bukal
gigi tiruan atas, pada permukaan bukal gigi tiruan bawah.
Peripherial seal bersambung dengan postdam pada rahang atas menjadi sirkular seal.
Sirkular seal ini berfungsi membendung agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam
basis gigi tiruan (fitting surface) dan mukosa sehingga tekanan atmosfer di dalamnya tetap
terjaga. Apabila pada sirkular seal terdapat kebocoran (seal tidak utuh/ terputus) maka
protesa akan mudah terlepas. Hal inilah yang harus dihindari dan menjadi penyebab utama
terjadi kegagalan dalam pembuatan protesa gigi tiruan lengkap.
b) Postdam area atau posterior palatal seal, diletakkan tepat di sebelah anterior garis getar
dari palatum molle dekat fovea palatine. Postdam berbentuk bead dengan kedalaman 1–
1,5 mm dan lebar 2 mm.
2) Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut. Ketepatan kontak antara basis
gigi tiruan dengan mukosa mulut tergantung dari efektifitas gaya-gaya fisik dari adhesi dan
kohesi, yang bersama-sama dikenal sebagai adhesi selektif.
3) Luasnya permukaan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting surface). Retensi
gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang ditutupi oleh basis gigi tiruan.
4) Residual ridge oleh karena tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai sebagai pegangan terutama
pada rahang atas.
5) Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya untuk menghindari rasa sakit dan
terlepasnya gigi tiruan pada saat berfungsi.
Menurut Basker dkk. (1996), kekuatan retentif memberikan kekuatan terhadap pengungkitan gigi
tiruan dari mukosa pendukung dan bekerja melalui 3 permukaan gigi tiruan:
a. Permukaan oklusal (occlusal surface): bagian permukaan gigi tiruan yang berkontak atau
hampir berkontak dengan permukaan yang sesuai pada gigi tiruan lawan atau gigi asli.
b. Permukaan poles (polishing surface): bagian permukaan gigi tiruan yang terbentang dari tepi
gigi tiruan ke permukaan oklusal, termasuk permukaan palatal. Bagian basis gigi tiruan inilah
yang biasanya dipoles, termasuk permukaan bukal dan lingual gigi-geligi, dan permukaan ini
berkontak dengan bibir, pipi, dan lidah.
c. Permukaan cetakan (finishing surface): bagian permukaaan gigi tiruan yang konturnya
ditentukan oleh cetakan. Bagian ini mencakup tepi gigi tiruan yang terbentang ke permukaan
poles.

Ruangan tak bergigi pada rongga mulut dapat diklasifikasikan, salah satu klasifikasi yang
sering digunakan adalah Klasifikasi Applegate-Kennedy yang merupakan modifikasi klasifikasi
Kennedy.
a. Kelas I, yaitu daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada dan
berada pada kedua sisi rahang (Bilateral Free End atau ujung bebas pada dua sisi).
b. Kelas II, yaitu daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada, berada
hanya pada satu sisi rahang saja (Unilateral Free End atau ujung bebas pada satu sisi).
c. Kelas III, yaitu keadaan tak bergigi paradental dengan ke dua gigi tetangganya tidak lagi
mampu memberi dukungan kepada protesa secara keseluruhan.
d. Kelas IV, yaitu daerah tak bergigi terletak di anterior gigi-geligi yang masih ada dan melewati
median line.
e. Kelas V, yaitu daerah tak bergigi paradental dimana gigi yang tertinggal gigi anterior tidak
dapat dipakai sebagai gigi penahan.
f. Kelas VI daerah tak bergigi paradental dengan kedua gigi tetangga dapat dipakai sebagai gigi
penahan.
Klasifikasi gigi tiruan sebagian berdasarkan letak klamer menurut Miller ditentukan
sebagai berikut:
1. Klas I
Menggunakan dua buah klamer dimana klamer-klamer tersebut lurus berhadapan dan tegak
lurus median line.
2. Klas II
Menggunakan dua buah klamer yang letaknya saling berhadapan dan membentuk garis
diagonal serta melewati median line.
3. Klas III
Menggunakan tiga buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga apabila klamer-
klamer itu dihubungkan dengan suatu garis, merupakan suatu segitiga yang terletak di
tengah gigi tiruan.
4. Klas IV
Menggunakan empat buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga apabila klamer-
klamer itu dihubungkan dengan suatu garis lurus, merupakan suatu segi empat yang
terletak di tengah gigi tiruan.

Gigi tiruan sebagian lepasan akrilik adalah suatu gigi tiruan sebagian lepasan yang terdiri
dari akrilik serta elemen gigi tiruan. Bagian-bagian dari gigi tiruan sebagian lepasan akrilik adalah:
1. Retainer, yang terdiri dari :
a. Retainer langsung (direct retainer), yaitu bagian dari gigi tiruan yang menahan
terlepasnya gigi tiruan secara langsung, berupa lengan retentive
b. Retainer tidak langsung (indirect retainer), yaitu bagian dari gigi tiruan yang
menahan gigi tiruan secara tidak langsung, berupa lengan pengimbang,
sandaran/rest
2. Sandaran atau rest yaitu bagian dari cangkolan yang bersandar pada bidang oklusal atau
incisal gigi pegangan yang memberikan dukungan vertikal terhadap gigi tiruan
3. Gigi pengganti, yaitu bagian dari gigi tiruan yang menggantikan gigi asli yang hilang
4. Basis atau landasan, merupakan basis berupa resin yaitu bagian dari gigi tiruan untuk
tempat perlekatan elemen gigi dan bagian yang berkontak dengan mukosa mulut.
Tahap Klinis
Tahap awal setelah pasien dianamnesis dan diindikasikan adalah pembuatan cetakan
(impression), yaitu suatu bentuk negatif dari jaringan mulut yang akan dipakai sebagai basal seal
protesa (Swenson, 1964).

Soelarko dan Herman (1980) membagi cetakan menjadi 2 macam, yaitu:


1. Cetakan anatomis (dalam keadaan tidak berfungsi), yaitu pencetakan tidak menghiraukan
tertekan atau tidaknya mukosa. Cetakan dilakukan dengan sendok cetak biasa dan bahan yang
dipakai adalah alginat.
2. Cetakan fisiologis (dalam keadaan berfungsi), yaitu dalam pencetakan dengan memperhatikan
jaringan bergerak dan tidak bergerak juga memperhatikan tertekannya mukosa. Pencetakan
dilakukan dengan menggunakan sendok cetak individual yang dibuat dari bahan shellac atau
self curing acrilic resin. Jarak pinggir sendok cetak dengan fornik dibuat 1-2 mm, supaya tepi
cetakan nanti tidak meruncing tetapi membulat. Hasil cetakannya digunakan sebagai work
model.
Kedua jenis cetakan tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil cetakan seakurat mungkin,
dikenal sebagai double impression.

Terdapat 2 jenis sendok cetak, yaitu sendok cetak sediaan (stock tray) dan sendok cetak
individual (individual tray). Sendok cetak sediaan dapat dibuat agar lebih sesuai dengan kebutuhan
individual dengan cara membengkokkan, memotong, atau modifikasi lainnya (Schlosser dan Gehl,
1953). Sendok cetak individual dapat dibuat dengan menggunakan shellac. Shellac dilunakkan di
atas api spiritus kemudian diletakkan dan di tekan pada model studi. Shellac dipotong sesuai
dengan outline yang telah digambar pada study model. Pemotongan dapat dilakukan dengan
gunting apabila shellac masih lunak atau dengan bur bila sudah mengeras (Utari, 1994).

Tahap Laboratoris
Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakili dasar gigi tiruan dan digunakan
untuk membuat Maxillo-Mandibular Record, menempatkan gigi-gigi dan untuk insersi ke dalam
mulut, sedangkan bite rim yang disebut juga tanggul gigitan dibuat diatas base plate yang telah
dihaluskan dengan menggunakan modelling wax (Swenson, 1964). Bite rim digunakan untuk
meletakkan gigi sebelum diganti dengan acrylic dan mencatat maxillo-mandibular relation pada
pasien. Bite rim atas harus sejajar dengan garis pupil dan bite rim harus kelihatan kira-kira 2 mm
di bawah garis bibir atas dan lehernya harus mengikuti general out line processus alveolaris
(Soelarko dan Wachijati, 1980). Baseplate yang telah bergabung dengan bite rim disebut occlusal
bite rim atau tanggul gigitan.
Kegunaan bite rim yaitu:
1. Untuk melekatan gigi sebelum diganti dengan akrilik
2. Untuk mencatat maxillo-mandibular relationship (MMR) pada pasien

Vertikal dimensi disebut juga tinggi gigitan, dapat dicari dengan pengukuran jarak pupil
dan sudut mulut akan sama dengan jarak hidung dengan dagu (PM=HD) dalam keadaan oklusi
sentrik (Soelarko dan Herman, 1980). Oklusi sentrik adalah hubungan kontak maksimal dari gigi-
gigi rahang atas dan rahang bawah, terjadi ketika RA dan RB dalam relasi sentrik, yaitu keadaan
di mana processus condiloideus berada pada posisi paling belakang dari fossa glenoidea (Swenson,
1964).
Articulator mounting artinya adalah memasang occlusal bite rim rahang atas dan bawah
dari mulut pasien ke articulator bersama modelnya setelah ditentukan dimensi vertikal maupun
oklusi sentriknya (Soelarko dan Harman, 1980).
Untuk pemasangan gigi yang harus diperhatikan adalah personality expression, umur, jenis
kelamin yang mana nantinya akan berpengaruh dalam pemilihan ukuran, warna dan kontur gigi.
Disamping itu juga perlu diperhatikan keberadaan over bite, over jet, curve von spee, curve
manson, agar diperoleh suatu keadaan yang diharapkan pada pembuatan gigi tiruan lengkap.
Pemasangan gigi geligi yang penting terutama untuk gigi anterior. Hal ini berhubungan dengan
estetis (ukuran, bentuk, warna), walaupun demikian tidak kalah pentingnya pemasangan gigi
posterior. Gigi posterior tidak harus sama ukurannya dengan gigi asli, tetapi lebih kecil, tujuannya
untuk mengurangi permukaan pengunyahan agar tekanan saat pengunyahan tidak memberatkan
jaringan pendukung
III. L A P O R A N K A S U S

A. Identifikasi Pasien :
Nama : Sudibyo Santosa
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Bangsa : Indonesia
Alamat : Trimulyo, Jetis, Bantul, Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan :

B. Anamnesis

Pemeriksaan Subyektif
Motivasi : Pasien datang atas kemauan sendiri untuk membuatkan gigi palsu.
CC : Pasien merasa kesulitan untuk makan karena tidak mempunyai gigi.
PI : Gigi-geligi pasien telah hilang sejak beberapa tahun lalu. Terakhir pasien
mencabutkan giginya 2 bulan yang lalu dan belum pernah memakai gigi tiruan.
PDH : Pasien pernah mencabutkan giginya di RSGM tanpa komplikasi
PMH : Sehat, tidak dicurigai menderita penyakit sistemik dan tidak memiliki riwayat
alergi obat
FH : Ayah : sudah meninggal, tidak mempunyai kelainan sistemik.
Ibu : sudah meninggal, tidak mempunyai kelainan sistemik

Pemeriksaan Obyektif
Umum
Jasmani : sehat
Rohani : komunikatif dan kooperatif

Lokal
Ekstra Oral :
Bentuk muka : persegi, simetris
Profil : cembung, simetris
Bibir : sedang, simetris

Intra Oral :
a. Frenulum labialis
Frenulum labialis rahang atas : normal
Frenulum labialis rahang bawah : normal
b. Keadaan gigi-geligi
Jumlah :6
Warna : A3
Oklusi :-
c. Bentuk palatum : U, normal
d. Torus palatinus : tidak ada
e. Lidah
Ukuran : normal
Aktifitas : normal
f. Alveolus
Rahang atas : normal
Rahang bawah : rendah
g. Oral Hygienis : baik
h. Formula gigi-geligi:

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :
X : gigi sudah dicabut/tanggal
Gambar Batas-batas Anatomis
Rahang Atas
Keterangan :
1. Frenulum labialis superior
2. Frenulum buccalis
3. Vibrating line
4. Hamular notch
5. Fornix
6. Sulkus bukal
7. Torus palatinus
8. Fovea palatina
9. Rugae palatina
10. Tuberositas maksilari

Rahang Bawah
Keterangan :
1. Frenulum labialis superior
2. Frenulum buccalis
3. Frenulum lingualis
4. Retromolar pad
5. Fornix
6. Sulkus lingual
7. Sulkus bukal
IV. RENCANA PERAWATAN

1. Kunjungan I
Tahap Klinis
a) Membuat cetakan studi model
 Sendok cetak : RA : edentulous stock tray no.2
RB : sendok cetak perforated stock tray no. 2
Bahan cetak : hydrocolloid irreversible (alginat)
b) Metode mencetak
 mukostatik
c) Cara mencetak
Mula-mula dibuat adonan sesuai perbandingan P/W yaitu 3:1, setelah dicapai konsistensi
tertentu, alginat dimasukkan ke dalam sendok cetak dengan merata, kemudian dimasukkan
ke dalam mulut dan ditekan pada prosesus alveolaris rahang atas dan atau rahang bawah
dengan otot-otot bibir dan pipi ditarik. Disamping itu dilakukan muscle trimming agar
bahan cetak mencapai lipatan mukosa. Posisi dipertahankan sampai setting, kemudian
sendok cetak diambil dan diamati bila ada kekurangan. Posisi operator pada saat mencetak
rahang atas adalah di kanan belakang pasien dan pada saat mencetak rahang bawah adalah
di kanan depan pasien. Selanjutnya hasil cetakan diisi dengan stone gips.
Tahap Laboratoris
Membuat sendok cetak individual rahang atas
Hasil cetakan diisi stone gips dan disebut model study. Kemudian dari model study dibuat
sendok cetak individual dari bahan sellac base plate, dengan batas 2 mm lebih pendek dari batas
GTL (sendok cetak posterior atas harus mencapai ahline atau >1mm), agar tersedia ruang yang
cukup untuk ketebalan bahan cetak pembentuk tepi (border material). Shellac dilunakkan dengan
cara dipanaskan di atas lampu spiritus lalu ditekan diatas study mode (yang telah dibasahi air/
diberi baby powder) dan ditekan dengan menggunakan handuk basah. Sellac dipotong sesuai
batas-batas yang telah digambar pada study model. Shellac dipotong dengan menggunakan gunting
saat masih lunak atau dengan bur bila sudah mengeras (Utari, 1994). Pada daerah molar dan
kaninus kanan dan kiri dibuat stop vertikal dari wax sebagai batas penekanan saat mencetak
sedangkan untuk rahang atas ditambah dengan pembuatan postdam area yang juga dari wax untuk
menahan bahan cetak agar tidak mengalir ke belakang. Selanjutnya dibuat lubang-lubang pada
sendok cetak untuk mengalirkan kelebihan bahan cetak, karena apabila tertahan akan
menyebabkan tekanan yang berlebihan pada gigi tiruan pada jaringan pendukungnya, sehingga
lubang dibuat pada daerah yang tidak menerima tekanan. Lubang dibuat dengan mengunakan bur
bulat no. 8 dengan jarak masing-masing lebih dari 5 mm. Pada individual tray juga dibuat
pegangan yang diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pergerakan rahang saat
pencetakan. Pegangan dibuat dengan ukuran tertentu, yakni lebar pegangan sekitar 1cm dan
panjang ¾ cm.

2. Kunjungan II
Tahap Klinis
Membuat cetakan model kerja/Final Impression
a) Mencoba sendok individual

 Stabilisasi : dengan menghindari muscular attachment


 Relief area : tercakup semua pada rahang atas
b) Membuat cetakan model kerja
Rahang Atas
1. Sendok cetak : Sendok cetak individual shellac base plate
2. Bahan cetak : Elastomer (Exaflec) tipe monophase 7cm
3. Metode mencetak : mukodinamik
4. Cara mencetak
Bahan cetak diaduk, setelah mencapai konsistensi tertentu kemudian
dimasukkan ke dalam sendok cetak individual. Masukkan sendok cetak ke dalam mulut
dengan posisi operator di samping kanan belakang, kemudian sendok cetak ditekan ke
processus alveolaris. Dilakukan muscle triming supaya bahan cetak mencapai lipatan
mukobukal. Caranya pada saat sendok cetak di dalam mulut, dilakukan gerakan rahang
bawah ke kiri dan ke kanan kemudian pipi dan bibir ditarik ke atas kemudian ke bawah
untuk mencetak lipatan mucobuccal, mengucapkan “oh” untuk mencetak frenulum
buccalis. Sedangkan untuk mendapatkan cetakan frenulum labialis superior, pasien
diinstruksikan untuk mengucapkan huruf “U”. Untuk mendapatkan post dam area,
pasien diinstruksikan mengucapkan “ah” sehingga tampak batas antara pallatum durum
dan pallatum molle yang disebut vibrating line. Posisi dipertahankan sampai bahan
cetak setting kemudian sendok cetak dilepas dan dicuci. Garis “ah” pada batas tersebut
digambar dengan pensil tinta kemudian dicetak/ dimasukkan kembali ke rahang atas
sehingga garis tinta akan luntur pada cetakan dan dapat digunakan untuk menandai “ah
line”. Mukodinamik RA adalah dengan menggerak-gerakan RB.

Rahang Bawah
1. Sendok cetak : Sendok cetak perforated stock tray no. 2
2. Bahan cetak : Alginat
3. Metode mencetak : mukostatik
4. Cara Mencetak :
Pasien duduk tegak dengan dataran oklusal sejajar lantai. Kemudian operator
berdiri di depan samping kanan pasien. Sendok cetak RB yang telah terisi alginate
dimasukkan ke mulut pasien dengan menempelkan bagian posterior dulu, lalu sedikit demi
sedikit ke arah anterior sampai seluruh gigi terbenam alginat. Fiksasi sendok cetak dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah agar posisi sendok tidak berubah. Pasien
diintruksikan untuk mengangkat lidah kemudian lidah direlaks/dijulurkan untuk
mendapatkan cetakan frenulum lingualis. Bibir dikatupkan dan pasien diminta untuk
mengucapkan “U”. Setelah mengeras cetakan mulai dilepas dari bagian posterior.

Setelah diperoleh cetakan yang akurat. Kemudian diisi dengan gips biasa dan gips stone
dengan perbandingan 1:1.

Tahap Laboratoris

Membuat base plate


Rahang atas : Setelah diperoleh cetakan yang akurat, kemudian diisi dengan stone gips.
Setelah diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi, memperhatikan daerah mukosa yang
bergerak dan tidak bergerak, kemudian ditentukan relief area. Pada relief area dibuat
postdam, ditentukan pula posterior palatal seal dan membuat seal. Batas tepi untuk rahang
atas adalah peripheral seal dibatasi fornik dan posterior seal dibatasi oleh hamular notch
dan 2 mm di belakang batas palatum keras dan palatum lunak. Fungsi peripheral seal untuk
menekan udara dengan cara membendung udara, udara dari dalam tidak bisa keluar dan udara
dari luar tidak bisa masuk ke dalam sehingga hampa udara.
Rahang bawah : Setelah diperoleh cetakan yang akurat, kemudian diisi dengan gips stone.
Setelah diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi dengan memperhatikan daerah mukosa
yang bergerak dan tidak bergerak. Kemudian menurut batas-batas tersebut dibuat base plate
dari wax. C Klamer dibuat sesuai dengan desain ( pada gigi 33 dan 43) dan ditanamkan pada
base plate.
Base plate harus benar-benar menempel pada work model kemudian diproses
menjadi akrilik. Base plate yang diperoleh dihaluskan kemudian siap untuk di-try in ke
pasien.Menurut batas-batas tersebut dibuat base plate dari wax. Base plate harus benar-benar
menempel pada work model.

3. Kunjungan III

Tahap Klinis

1. Try in base plate


Rahang atas:
Retensi dan stabilisasi diperhatikan. Insersi base plate, retensi dan stabilisasi diperhatikan.
Retensi adalah daya tahan gigi tiruan terhadap upaya pelepasan, sedangkan stabilisasi adalah daya
tahan gigi tiruan untuk tetap di tempat ketika fungsi pengunyahan berlangsung. Retensi yang baik
diperoleh jika base plate tidak lepas dari tempatnya saat pasien diam. Retensi dapat di amati
dengan memberikan tekanan pada salah satu sisi gigi tiruan (jika gigi tiruan terungkit, maka gigi
tiruan tersebut tidak retentif) atau dengan memberikan usaha pelepasan (gigi tiruan yang retentif
adalah gigi tiruan yang sulit dilepas). Stabilisasi dicek dengan menarik pipi dan bibir pasien agar
dapat terlihat base plate terbebas dari muscular attachment atau tidak. Stabilisasi dapat diamati
dengan menggerakkan otot-otot pipi, lidah dan mengucapkan ‘ah’. Gigi tiruan yang stabil
merupakan gigi tiruan yang tidak berubah tempat ketika difungsikan.
Retensi gigi tiruan ditentukan oleh letak seal dan adhesi/kohesi saliva. Kesesuaian letak
seal dilakukan dengan menggerakkan otot pipi. Jika alat terjatuh ketika otot digerakkan, berarti
terdapat over extension plat. Solusi keadaan ini adalah dengan mengurangi plat dengan
menggunakan handpiece straight dengan cara digrinding. Sebaliknya, jika seal pada plat under
extension, maka kohesi dan adhesi saliva berkurang, dan alat menjadi tidak retentif. Solusi keadaan
ini adalah dengan membuat plat yang baru.

Rahang bawah:
C klamer pada gigi 43 dan 33 harus diperiksa sudah baik atau belum. Plat akrilik setinggi
singulum harus diperiksa sudah tepat atau belum. Base plate ketika dipakai harus diperiksa ada
kecenderungan mengungkit atau tidak.

2. Membuat bite rim dan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR)


Setelah diperoleh retensi dan stabilisasi base plate yang baik lalu base plate dihaluskan
dan diatasnya dibuat bite rim dari wax. Bite rim berbentuk tapal kuda dan diletakkan diatas
base plate untuk memperoleh tinggi gigitan pada keadaan oklusi sentrik yang nantinya akan
dipindahkan ke artikulator. Yang perlu diperhatikan dalam membuat bite rim yaitu:
 Ukuran bite rim rahang atas : anterior lebar 4 mm dengan tinggi 2 mm di bawah bibir atas,
posterior lebar 6 mm. Bagian posterior pada oklusal dibagi dua oleh garis alveolar ridge
menjadi bagian bukal 4 mm dan palatinal 2 mm.
 Ukuran bite rim rahang bawah sesuai dengan rahang atas dengan ketinggian sama dengan
sisa gigi yang masih ada.
Bite rim yang telah sesuai ukuran dicobakan ke mulut pasien untuk melihat profilnya
(seimbang, isotonus). Jika bibir pasien masih terlihat tertekan (masuk) maka bite rim anterior
dibuat lebih protrusif. Jika pipi pasien terlihat cekung maka bite rim di bagian bukal ditambah
dengan wax. Kemudian dilakukan cek kesejajaran bite rim RA. Mula-mula pasien dipersilakan
duduk pada dental chair, dataran oklusal diusahakan sejajar dengan lantai.
Tentukan garis chamfer yang berjalan dari ala nasi ke tragus/ porion dari titik-titik berikut ini:
 13 mm dari meatus acusticus externus telinga kanan dan kiri ke arah chantus/ sudut mata
yang menjadi panduan letak kondilus
 Spina nasalis anterior
Kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi. Selanjutnya bite rim RA
dipasang dengan posisi:
 bite rim terlihat 2 mm di bawah garis bibir atas saat rest posisi
 bila dilihat dari depan, bite rim RA tampak sejajar dengan garis pupil (dilihat dengan
bantuan occlusal guide plane)
 bila dilihat dari samping, bite rim RA tampak sejajar dengan garis chamfer (dilihat dengan
bantuan occlusal guide plane)
Setelah diperoleh kesejajaran oklusal RA maka bite rim RB dipasang. Saat bite rim RB
dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara sempurna (tidak boleh ada celah dan
merupakan satu garis lurus).

Dilakukan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR)


Mencari hubungan dimensi vertikal dimensi saat posisi istirahat (DVR) diukur dengan
metode Willis, yaitu jarak yang diukur dari pupil ke sudut mulut sama dengan hidung ke dagu
(PM=HD). Dimensi vertikal oklusi (DVO) diperoleh dari dimensi vertikal saat posisi istirahat
(DVR) dikurangi freeway space (2 mm). Pada kasus ini, karena pada rahang bawah masih
terdapat gigi maka bite rim rahang bawah harus tetap dipertahankan sesuai dengan tinggi
dataran oklusal gigi yang masih ada sehingga free way space sebesar 2 mm diperoleh dengan
cara mengurangi bite rim RA sejajar dengan garis Chamfer.
Free way space kemudian diperiksa dengan metode Silverman, yaitu pasien diminta
untuk mengucapkan huruf “S”. Jika huruf “S” kurang jelas maka DVO ketinggian, sedangkan
jika “S” terlalu jelas maka DVO terlalu rendah. Selain itu, pasien diminta untuk mengucapkan
kata “Missisipi” serta pasien diminta menelan ludah, dan operator mengecek pasien apakah
sudah dapat menelan ludah secara mudah atau belum.

3. Centric relation record


Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap maxilla pada suatu relasi
vertikal yang ditetapkan pada posisi paling posterior. Cara menentukan relasi sentrik dengan
metode Shanahan yaitu dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga
processus condyloideus akan tertarik ke fossa yang paling belakang karena tarikan dari otot
dan menelan ludah berulang-ulang. Pasien diinstruksikan menggerakkan mandibula berulang-
ulang sampai pasien biasa dengan oklusi tersebut. Setelah mendapat posisi sentrik, bite rim
diberi tanda tempat garis ketawa dan median line.
4. Fiksasi
Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi gigi dan fiksasi record block dengan metode
single V–groove shape. Caranya:
 Fiksasi gigi:
Tambahkan selembar malam merah pada bite rim RA yang posisinya antagonis dengan
gigi RB yang tersisa kemudian lunakkan malam merah tersebut dan instruksikan pasien
untuk menggigit hingga bite rim RA dan RB berhimpit.
 Fiksasi record block dengan single V-groove
Groove berbentuk V dibuat pada kanan dan kiri bite rim RA (kira-kira pada bagian M1).
V-groove diolesi vaselin, bite rim RB dikurangi sesuai dengan letak V-groove, record block
rahang atas dan rahang bawah dimasukkan ke dalam mulut dan pasien diinstruksikan
melakukan oklusi sentrik. Lalu bite rim RB dikeluarkan dan diberi tambahan wax pada
bagian yang telah dikurangi. Bite rim RB kembali dimasukkan. Mulut dikatupkan lalu
dilihat apakah V-groove dan kontranya sudah tepat. Lakukan buka tutup mulut berulang-
ulang. Bite rim RA dan RB dikeluarkan. V-groove dirapikan di luar mulut.

Tahap Laboratoris
Pemasangan pada artikulator ( free plane articulator )
Setelah oklusal bite rim RA dan RB selesai difiksir, letakkan oklusal bite rim RA pada
mounting table dengan pedoman :
 garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting table.
 tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting table.
 jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior bite rim RA dan tepat
pada garis tengah bite rim.

4. Kunjungan IV
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior. Yang pertama
dipasang adaalah gigi anterior rahang atas. Setelah itu, try in pada pasien.
Pemasangan gigi anterior:
11, 21 : - axisnya bersudut 5 terhadap mid. line
- incisalnya menyentuh bite rim RB
- bagian 1/3 permukaan labial agak depresi
12, 22 : - axisnya bersudut 100 terhadap mid. line
- incisalnya berjarak 1-2 mm dari bite rim RB
- permukaan labial agak ke palatal dan mengikuti lengkung bite rim
13, 23 : - axisnya tegak lurus/ hampir sejajar dengan median line
- incisalnya menyentuh bite RB
- bagian 1/3 labioservikal lebih prominent.

Tahap Klinis
Setelah pemasangan gigi anterior, dilakukan try in. Kemudian periksa overbite dan overjet
(2-4 mm), garis caninus (pada saat rest posisi terletak pada sudut mulut) dan garis ketawa (batas
servikal gigi atas, gusi tidak terlihat pada saat ketawa), fungsi fonetik (pasien disuruh
mengucapkan huruf s, f, t, r, m), retensi, stabiliasi, dan vertikal dimensi.
Selanjutnya dilakukan sliding ke kanan dan ke kiri. Setelah gigi anterior dipasang maka
dilanjutkan pemasangan gigi posterior rahang atas kemudian gigi posterior rahang bawah.

5. Kunjungan V
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan pemasangan
gigi adalah gigi posterior rahang atas kemudian gigi posterior rahang bawah. Setelah itu dilakukan
try in pada pasien. Selain itu dilakukan pengecekan yang sama dengan gigi anterior dan ditambah
dengan cek oklusi.
Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan pemasangan adalah
gigi posterior RA kemudian RB. Setelah itu try in pada pasien.
14, 24 :- axis tegak lurus bite rim RB dan bidang oklusal
- tonjol bukal dan lingual menyentuh bite rim RB, tonjol palatinal menggantung 1 mm
15, 25 : - axis tegak lurus bite rim RB
- kedua tonjol menyentuh bite rim RB
16, 26 : - sumbu gigi condong ke distal
- tonjol mesiopalatinal menyentuh bite rim, tonjol lainnya menggantung
17, 27 : - axis lebih miring daripada 16, 26
- semua tonjol menggantung
Untuk pemasangan gigi-gigi postrior rahang atas ini harus diperhatikan:
1. dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Manson
2. dataran orientasi jika dilihat dari arah lateral harus membentuk kurva Von Spee

Gigi posterior RB yang harus dipasang pertama adalah gigi 36, 46


36, 46 : - tonjol mesiopalatinal 36, 46 tepat pada fossa central 16, 26
- relasi 36, 46 terhadap 16, 26 neutrooklusi (Klas I Angle)
34, 44 : - axisnya tegak lurus bite rim
- letaknya diantara gigi 3, 4 RA dengan tonjol bukal terletak di fossa sentral antara P1
dan Caninus RA
35, 45 : - axisnya tegak lurus bite rim
- letaknya di antara gigi 4, 5 RA dengan tonjol bukal terletak di fossa sentral antara P1
dan P2 RA
37, 47 : - axisnya tegak lurus bite rim
- tonjol mesiobukal 37,47 berada di antara tonjol mesiodistal 16, 26 dan tonjol mesio-
bukal 17, 27
Setelah pemasangan gigi posterior dilakukan try in.
Urutan pemasangan gigi posterior rahang atas ini harus diperhatikan :
a. dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Monson
b. dataran orientasi jika dilihat dari anteroposterior membentuk kurva Von Spee, yaitu kurva
imajiner anteroposterior dimana terdapat bidang horizontal yang merupakan tempat disusunnya
gigi premolar superior pertama dan premolar superior kedua, sedangkan tempat disusunnya gigi
molar superior pertama dan molar superior kedua dalam bidang oblik.
c. dataran orientasi jika dilihat dari lateral kanan dan kiri harus membentuk kurva Wilson.

4. Kunjungan VI
Try in seluruh gigi tiruan di atas malam dan kontur gusi tiruannya, lalu dilakukan
pengamatan pada :
a) Oklusinya
b) Retensi GTL, faktor yang mempengaruhi adalah
 tepi GTL harus mengikuti batas forniks
 jaringan keras harus dihindari utuk memberi kesempatan bergerak
 protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut
c) Stabilisasinya dengan working side dan balancing side
d) Estetis dengan melihat garis kaninus dan garis ketawa
e) Pasien disuruh menyebut huruf-huruf p, b, t, th, d, f, v dan lain-lain sampai tidak ada
gangguan
f) Vertikal Dimensi

6. Kunjungan VII
Setelah diganti dengan resin akrilik, protesa diinsersikan dalam mulut kemudian dilakukan
remounting. Tujuan remounting adalah:
a. untuk mengecek oklusi protesa pada sebelum dan sesudah dipasang
b. untuk mengetahui selective grinding
c. untuk mengetahui premature contact
Jadi, pada saat dilakukan insersi harus diperhatikan :
1. Retensi
Pengecekan dengan menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau tidak.
Perhatikan apakah tepi GTL mengikuti fornik, jaringan yang bergerak harus dihindari dari plat
GTL agar bebas bergerak dan tidak melepas GTL, protesa harus berelief sesuai dengan keadaan
mulut.
2. Oklusi
Pengecekan balancing side, working side, serta ada tidaknya kontak prematur.
Pengecekan oklusi dilakukan dalam kondisi sentrik dan eksentrik. Apabila oklusinya terganggu,
dilakukan grinding atau penambahan. Pengecekan dilakukan dengan articulating paper yang
diletakkan pada oklusi, kemudian pasien diminta menggerakkan gigi seperti mengunyah.
Apabila ada traumatic oklusi dilakukan selective grinding, yaitu penggrindingan permukaan
oklusal gigi tiruan untuk mendapatkan suatu sentrik oklusi gigi tersebut. Pengurangan
menggunakan hukum BULL dan MUDL (pengurangan pada permukaan bukal dan mesial pada
rahang atas dan pengurangan permukaan lingual dan distal pada rahang bawah) hinga diperoleh
warna dengan tebal yang sama.
3. Stabilisasi
Pengecekan saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi, penelanan, bicara,
ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada gangguan, maka protesa dapat dipolish.
Diberikan instruksi kepada pasien untuk:
1) Cara pemakaian protesa
2) Adaptasi, dengan menganjurkan pasien untuk memakai protesa secara terus menerus selama
2x24 jam. Pasien diingatkan bahwa akan mengalami hipersalivasi selama satu minggu.
3) Cara pemeliharaan protesa:
a. malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar jaringan otot-otot dibawahnya dapat
beristirahat
b. protesa direndam dalam air sewaktu dilepas
c. protesa dibersihkan dengan sikat berbulu halus setiap kali sehabis makan
d. Ketika hendak mencuci protesa harus dilakukan di atas wadah yang diisi air untuk
mengantisipasi jika gigi tiruan terjatuh, maka tidak akan terjatuh di lantai.

4) Kontrol
a. apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien dianjurkan untuk
segera kembali ke klinik
b. kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna pengecekan lebih lanjut dan
bila nantinya tidak ada gangguan, pasien bisa terus memakai protesa tersebut.

8. Kunjungan VIII
Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien datang untuk kontrol. Hal-hal yang
perlu diperhatikan pada saat kontrol :
a) Pemeriksaan subyektif : Pasien ditanya apakah ada keluhan atau tidak, apakah ada gangguan
atau tidak, dan apakah ada rasa sakit.
b) Pemeriksaan obyektif : dilihat keadaan mukosa apakah ada peradangan atau perlukaan dan
diperiksa retensi dan stabilisasi
V. DISKUSI

Pasien laki-laki berusia 59 tahun datang ke poliklinik untuk membuatkan gigi tiruan karena
telah kehilangan gigi-geligi. Gigi-geligi yang tersisa hanya gigi anterior rahang bawah (33, 32, 31,
41, 42, 43). Kondisi pasien dan juga jaringan mulutnya baik, sehingga memungkinkan untuk
dilakukan perawatan dengan menggunakan GTL.
Pembuatan gigi tiruan lengkap perlu mempertimbangkan serta memperhatikan adanya faktor
retensi dan stabilisasi.
Untuk retensi yang baik, harus memperhatikan faktor-faktor :
1. Fitting surface
a. Model kerja harus berstruktur dan berelief sesuai dengan keadaan di dalam mulut.
b. Jaringan keras harus dihindari untuk memberi kesempatan gerak.
c. Tepi GTL harus mengikuti batas fornik.
2. Ketebalan GTL
Ketebalan GTL rahang atas dan rahang bawah tidak sama, yaitu protesa rahang bawah lebih
tebal disbanding protesa rahang atas.
Untuk menjaga stabilisasi yang baik harus diperhatikan :
a. Polishing surface
b. Occlusal surface
c. Penyusunan gigi-geligi tiruan
d. Artikulasi
Vertikal dimensi juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan GTL. Apabila
vertikal dimensi kurang, maka gigi-geligi tidak tampak dan bila terlalu tinggi maka gigi-geligi
terlihat panjang dan tidak baik.
Anasir gigi dibuat dari resin akrilik dengan warna, bentuk, dan ukuran yang sesuai
dengan gigi asli yang masih tinggal dan ruang yang tersedia. Warna anasir gigi yang dipilih
adalah A 3 sesuai dengan warna gigi pasien yang tersisa.
VI. PROGNOSIS

Prognosa dari pembuatan gigi tiruan lengkap ini diperkirakan baik, dengan
mempertimbangkan :
1) Oral hygiene pasien baik
2) Jaringan pendukung yang ada dalam kondisi sehat
3) Kesehatan sistemik pasien dalam kondisi baik
4) Pasien kooperatif dan komunikatif
DAFTAR PUSTAKA

Basker, RM., Davenport, JC., dan Tomlin, HR., 1996, Perawatan Prostodontik bagi Pasien Tidak
Bergigi, Edisi III, EGC: Jakarta.
Harshanur, IW., 1993, Gigi Tiruan Lengkap Lepasan, Cetakan II, EGC: Jakarta.
Schlosser, RO., and Gehl, DH., 1953, Complete Denture Prosthesis, 3rd Edition, W.B. Saunders
Company: Philadelphia.
Soelarko, dan Herman, W., 1980, Diktat Prostodonsia Full Denture, FKG Univ. Padjajaran:
Bandung.
Swenson, MC., 1964, Complete Denture,5th Edition, C.V. Mosby Company: Saint Louis.
Utari, RI., 1994, Desain dan Teknik Mencetak pada Pembuatan Geligi Tiruan Lengkap, Cetakan
I, Hipokrates: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai