Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap gangguan kognitif dapat menyebabkan kebingunggan, misalnya
berkurangnya kejelasan dan koherensi fikiran, persepsi, pengertian, atau tindakan.
Binggung merupakan gambaran pertama dari gangguan kognitif yang diperhatikan oleh
anggota keluarga atau pemeriksa. Keadaan binggung akut adalah sindroma umum yang
terdiri dari gangguan global dari fungsi kognitif yang disertai dengan deficit perhatian
dan kesadaran.
Delirium adalah suatu keadaan mental yang abnormal yang dicirikan oleh adanya
disorientasi, ketakutan iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulasi sensorik dan sering
kali disertai dengan halusinasi visual. Tingkah laku yang demikian biasanya
menempatkan penderita disuatu alam yang tak berhubungan dengan lingkungannya,
bahkan kadang pasien sulit mengenali dirinya sendiri. Biasanya delirium menimbulkan
delusi seperti alam mimpiyang kompleks (Kaplan, 2010).
Sindrom delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien geriatri di
rumah sakit. Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada
dirumah maupun saat pasien sudah berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan.
Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32%-
67% dari sindrom ini tidak terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah.
Literature lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis
atau salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium ini muncul sebagai keluhan utama atau
ta jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang
berfluktuasi (Webster, 2000).
Delirium terdapat 14-56% pasien rawat dengan 30% darinya mengalami sindroma
parsial (memenuhi gambaran delirium tanpa memenuhi kriteria diagnosis DSM-IV).
Rata-rata pasien mengalami delirium pada umur 75 tahun, dengan sebagian sedang
memerlukan perawatan rumah sakit dan timbul banyak tanda (sign) lagi setelah 3 hari
atau lebih perawatan atau pembedahan berfluktuasi (Webster, 2000).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep teori dari delirium?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan delirium?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah komunitas
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep teori lansia dengan delirium
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
delirium

1.4 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan timbul dari makalah ini,diantaranya adalah :
1. Bagi perawat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan Askep delirium sehingga
dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan
hasil yang diharapakan
2. Bagi dunia pendidikan
Diharapkan dapat mengetahui kemampuan mahasiswa dalam membuatan makalah
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada delirium
3. Bagi masyarakat umum
Diharapakan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Askep delirium
sehingga menentukan pilihan pengobatan yang tepat untuk dirinya maupun keluarga
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Delirium berasal dari bahasa latin delirare yang artinya menjadi gila atau menjadi
kacau. Suatu frasa yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan delirium adalah
“clouding of consciousness” yang berarti orang yang menderita delirium memiliki
kekurangan dalam hal kewaspadaan terhadap sekelilingnya (Caman, 2002).
Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran
yang biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Kognitif adalah:
kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai,
orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi
otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak
(Caman, 2002).
Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya
10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50% mengalami
delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada
panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat
atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya (Webster, 2000).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Delirium berdasarkan DSM-IV
a. Delirium akibat masalah umum
Masalah medis tertentu, seperti infeksi sistemik, gangguan metabolic,
ketidaseimbangan cairan dan elektrolit, penyakit hati atau ginjal, ensefalopati, dan
trauma kepala dapat menyebabkangejala delirium.
b. Delirium akibat zat
Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap toksin atau ingesti obat, seperti
anti konvulsan, neuroleptik, ansiolitik, anti depresan, obat kardiovaskuler, anti
neoplastik, dan hormone.
c. Delirium akibat intoksikasi zat
Gejala delirium dapat terjadi sebagai respon terhadap konsumsi kanabis, kokain,
halusinogen, alcohol, ansiolitik atau narkotik dalam dosis tinggi.
d. Delirium akibat putus zat
Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka panjang dan dosis tinggi zat
tertentu, seperti alcohol, sedative, hipnotik, atau ansiolitik, dapat menyebabkan
delirium akibat putus zat.
e. Delirium akibat etiologi multiple
Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah medis umum atau
pengaruh kombinasi masalah medis umum dan penggunaan zat.
Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi sub tipe hiperaktif
dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas psikomotornya. Keduanya dapat terjadi
bersamaan pada satu individu.
1. Delirium hiperaktif
Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada
pasien terjadi agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan
tindakan dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin
mencabut selang infus atau kateter, atau mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien
delirium karena intoksikasi, obat antikolinergik, dan alkohol withdrawal biasanya
menunjukkan perilaku tersebut. Delirium hiperkatif juga didapatkan pada pasien
dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol, amfetamin, lysergic acid
diethylamidea atau LSD.
2. Delirium hipoaktif
Adalah bentuk delirium yang sering, tapi sedikit dikenali oleh para klinisi.
Pasien tampak bingung, letargia, dan malas. Hal itu mungin sulit dibedakan dengan
keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah dibangunkan
dan berada dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang yang kuat diperlukan
untuk membangunkan, biasanya bangun tidak komplet dan transient. Penyakit yang
mendasari adalah metabolit dan enchepalopati.
2.3 Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola
gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab
utama adalah berasal dari penyakit susunan syaraf pusat (seperti epilepsy), penyakit
sistemik (seperti gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat
toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem syaraf pusat, misalnya gagal
ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin,
serta glutamat. Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis (Keliat, 2011).
Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:
a. Usia
b. Kerusakan otak
c. Riwayat delirium
d. Ketergantungan alkohol
e. Diabetes
f. Kanker
g. Gangguan panca indera
h. Malnutrisi
i. Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
j. Efek toksik dari pengobatan
k. Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium)
yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu
l. Infeksi akut disertai demam
m. Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu kedaan dimana cairan yang membatasi
otak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak
n. Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah dibawah tengkorak yang dapat
menekan otak
o. Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak)
p. Kekurangan tiamin dan vitamib B12

2.4 Gejala Klinis


Menurut (Stuart, 2007), Gambaran dapat bervariasi tergantung pada masing-masing
individu. Mood, persepsi, dan tingkah laku yang abnormal merupakan gejala-gejala
psikiatrik umum; tremor, asteriksis, nistagmus inkoordinasi, inkontinensia urin, dan
disfasia merupakan gejala-gejala neurologik umum.
Gejala yang dapat ditemui antara lain gangguan kognitif global berupa gangguan
memori (recent memory= memori jangka pendek), gangguan persepsi (halusinasi, ilusi),
atau gangguanproses pikir (disorientasi waktu, tempat, orang). Gejala yang mudah
diamati namun justru terlewatkan adalah bila terdapat komunikasi yang tidak relevan,
atau autonamnesis yang sulit dipahami; kadang-kadang pasien terlihat seperti mengomel
terus atau terdapat ide-ide pembicaraan yang melompat-lompat. Gejala lain meliputi
perubahan aktivitas psikomotor baik hipoaktif (25%), hiperaktif (25%) maupun
campuran keduanya (35%); sebagian pasien (15%) menunjukkan aktivitas psikomotor
normal; gagguan siklus tidur (siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga). Rudolph
dan marcantonio (2003) memasukkan gejala perubahan aktivitas psikomotor ke dalam
kelompok perubahan kesadaran, yakni setiap kondisi kesadaran selain composmentis,
termasuk didalamnya keadaan hipoaktivitas dan hiperaktivitas.
2.5 Manifestasi klinis
Menurut (Kaplan, 2010), Delirium dapat diawali dengan berbagai gejala, dan kasus
yang ringan mungkin sulit untuk dikenali. Tingkah laku sesorang yang mengalami
delirium bervariasi, tetapi kira-kira sama seperti orang yang sedang mengalami mabuk
berat. Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Penderita
tidak dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah
informasi yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi.
a. Gejala-gejala utama
1. Kesadaran berkabut
2. Hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara
3. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian
4. Disorientasi
5. Ilusi
6. Halusinasi
7. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi
b. Gejala neurologis
1. Disfasia
2. Disartria
3. Tremor
4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia
5. Kelainan motorik

2.6 Penatalaksanaan
Menurut (Stuart, 2007), Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang
menyebabkan delirium. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan
bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin
memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih
untuk psikosis adalah haloperidol (haldol), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon,
dosis awal antara 2-10 mg IM, diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera
setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat
dimulai, dosis oral kira- kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis
harian efektif total haloperidol 5-50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol
(Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena
alternatif, monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini. Insomnia diobati dengan
golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnya, hidroksizine (Vistaril)
dosis 25-100 mg.

Selain itu penatalaksanaan lain dari pasien dengan delirium yaitu ;


a. Pengobatan etiologik harus sedini mungin dan di samping faal otak dibantu agar tidak
terjadi kerusaan otak yang menetap.
b. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu
diberi stimulansia.
c. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidarsi. Hati-hati dengan
sedatif dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang- kadang tidak menolong,
tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi
bertambah gelisah.
d. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk
dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun
untuk orang lain.
e. Dicoba menenangkan klien dengan kata- kata (biarpun kesadarannya menurun) atau
dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau
barang yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap, klien tidak
tahan terlalu diisolasi.
f. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika,
terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.

Penatalaksanaan Klinis
Pertama, kondisi medis diperbaiki seoptimal mungkin. Sampai kondisi baik,
pemantauan harus tetap dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan keselamatan
pasien, termasuk observasi rutin, perawatan konsisten, menenangkan dengan penjelasan
sederhana secara berulang. Mengurangi ketegangan jiwa diperlukan oleh pasien dengan
agitasi tinggi meskipun pengalaman menunjukkan bahwa pada beberapa pasien
cenderung mengalami peningkatan agitasi. Rangsangan eksternal diperkecil. Karena 16
bayangan atau kegelapan mungkin menakuti mereka. Pasien delirium sangat sensitif
terhadap efek samping obat, jadi pengobatan yang tidak perlu harus dihentikan
termasuk golongan hipnotik-sedatif (contoh benzodiazepin). Pasien dengan agitasi
tinggi ditenangkan dengan dosis rendah obat antipsiotik potensi tinggi (contoh ;
haloperidol, thiothixene). Obat dengan efek antikolinergik seperti klorpomazine,
tioridazin dihindari karena dapat memperburuk atau memperpanjang delirium.
Kenyataannya, tingkat antikolinergik plasma yang memicu delirium ditemukan pada
pasien-pasien bedah. Bila sedasi diperlukan gunakan dosis rendah benzodiazepin
dengan kerja singkat seperti oxazepam, lorazepam.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Towsend, 2000), Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan
segera mungkin ditentukkan penyebabnya. Kriteria diagnostik untuk delirium yaitu:
1. Kemampuan terbatas untuk mempertahankan daya perhatian terhadap rangsang dari
luar (misalnya pertanyaan harus diulang karena daya perhatian melantur) dan secara
wajar dapat mengalihkan ke arah rangsang eksternal yang baru.
2. Alam pikiran yang kacau, yang ditunjukan oleh cara bicara yang ngawur dan tak
jelas(asal bersuara), soalnya tidak relevan, atau daya bicara inkoheren.
3. Sedikitnya dua dari yang tercantum di bawah ini:
a. Kesadaran yang menurun (contoh: sulit mempertahankan kesadaran saat
pemeriksaan)
b. Gangguan persepsi: miisinterpretasi, ilusi, atau halusinasi.
c. Gangguan siklus tidur dengan insomnia atau mengantuk di siang hari.
d. Kegiatan psikomotor meningkat atau menurun.
e. Disorientasi terhadap waktu, tempat atau orang.
f. Gangguan daya ingat (contoh: tidak mampu belajar materi baru, seperti nama
beraneka ragam benda yang tak terkait setelah 5 menit, atau untuk mengingat
peristiwa yang telah lalu, seperti riwayat dari episode gangguan sekarang).
4. Gangguan klinis yang timbul yang berkembang dalam waktu yang singkat (biasanya
dalam jam atau hari) dan cenderung untuk naik turun dalam sehari.
5. Salah satu poin di bawah ini:
a. Terbukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau uji laboratorik tentang satu atau
beberapa faktor organik yang khas yang dapat diduga sebagai penyebab yang
terkait dengan gangguan itu.
b. Bila tidak adanya bukti ini, faktor penyebab organik yang dapat diduga bila
gangguannya tidak dapat diperkirakan adalah disebabkan oleh gangguan mental
nonorganik (contoh: episode manik yang merupakan sebab untuk manjadi agitatif
dan gangguan tidur).
A. Anamnesa terutama riwayat medis menyeluruh, termasuk penggunaan obat-
obatan atau medikasi.
B. Pemeriksaan fisik lengkap terutama dilakukan secara rutin pada pasien yang
rawat inap.
C. Pemeriksaan neurologis, termasuk status mental, tes perasaan (sensasi),
berfikir (fungsi kognitif), dan fungsi motorik. Pemeriksaan status kognitif
mencakup:
a. Tingkat kesadaran
b. Kemampuan berbahasa
c. Memori
d. Apraksia
e. Agnosia dan gangguan citra tubuh
D. Pemeriksaan penunjang berupa:
a. Uji darah
Tujuannya untuk memeriksa adanya gangguan organik, memeriksa
komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri untuk menemukan gangguan
metabolik. Ujia darah serologis, biokimia, endokrin dan hematologis yang
harus dilakukan termasuk:
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Urea dan elektrolit
3. Uji fungsi tiroid
4. Uji fungsi hati
5. Kadar vitamin B12 dan asam folat
6. Serologis sifilis
b. Uji urin
Skrinning obat terlarang dalam urine perluh dilaksanakan untuk
memeriksa penyalahgunaan zat psikoaktif yang samar.
c. Elektroensefalogram (EEG)
d. X-ray dada
e. CT scan kepala
f. MRI scan Kepala
g. Analisa cairan serebrospinal (CSF)

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A. Data Biografi
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Gol Darah :-
Tempat & Tanggal Lahir : Lamongan, 1940
Pendidikan terakhir : (tidak sekolah)
Agama : Islam
Status perkawinan : Cerai mati
Tinggi badan/Berat badan :-
Penampilan : memakai kebaya putih dan jarik, tidak beralas
kaki, bersih
Alamat : Ds. Kowak Kel. Bedingin Kec. Sugio
Lamongan
Orang yang mudah dihubungi : Anak
Alamat & Telp : Ds. Kowak Kel. Bedingin Kec. Sugio
Lamongan / 081241366782
B. Riwayat Keluarga
Genogram

: laki-laki meninggal

: perempuan meninggal
Keterangan :
: tinggal serumah

: garis keturunan

: garis pernikahan
: laki-laki

: perempuan

: pasien

: penderita sakit yg sama

C. Riwayat Pekerjaan (tidak bekerja)


Alat transportasi :-
Sumber pendapatan : anak dan menantu
D. Riwayat Lingkungan hidup
Type Tempat tinggal : perkampungan
Kamar : 4 (empat) kamar
Kondisi tempat tinggal : bersih, ventilasi baik, lantai mester
Jml. orang yg tinggal dlm 1 rumah : 3 orang
Derajat privasi : baik
Tetangga terdekat :
E. Riwayat rekreasi
Hobi/minat : memasak
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan : perjalanan terakhir ke Bali (2011)

F. Sistem Pendukung
Perawat/Bidan/Dokter/Fisoterapi : Bidan, Jarak 1 km dari rumah
Klinik : Puskesmas, Jarak 3 km dari rumah
Makanan : Nasi, sayur hijau, lauk (ayam, tahu, tempe)
Perawatan oleh keluarga : personal hygiene (mandi), berpakaian,
makan, eliminasi dibantu oleh anak
G. Deskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual :-
Yang lainnya :-
H. Status kesehatan
- Keluhan utama : kebingungan
- Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu : anak pasien mengatakan
ibunya sudah lebih dari 10 tahun mengalami kepikunan dan kebingungan,
bermula ketika pasien jatuh di rumah. Tidak pernah mengalami sakit fisik.
- RPS : anak pasien mengatakan bahwa kepikunan ibunya semakin memburuk
setiap tahunnya hingga timbul gejala psikosis seperti suka tertawa sendiri,
perilaku aneh, berkelana, halusinasi, perubahan mood. Keluarga tidak pernah
memeriksakan pasien ke tenaga kesehatan karena menganggap suatu kondisi
yang wajar terjadi pada lansia, jika sakit ringan seperti panas hanya diberikan
obat warung.
- RPK : kakak pasien memiliki kondisi yang sama dengan pasien dimasa tuanya,
lebih parah (bermain di got)
- Obat-obatan :-
- Status imunisasi :-
- Alergi :-
- Penyakit yang diderita :-
I. Aktivitas sehari-hari
Indeks Katz : tergantung pada hal makan, kontinen, mandi,
ke kamar kecil
Oksigen cairan & elektrolit : terpenuhi efektif
Nutrisi : makan/minum (+) porsi 1 piring, pasien tidak
mampu memasukkan sendok kedalam
mulutnya sehingga harus diarahkan.
Eliminasi : BAK 4x/hari, BAB 1x/2hari, inkontinensia
alvi dan urin
Aktivitas : mobilisasi dari kamar ke depan rumah
Istirahat & tidur : tidur malam 11 jam (setelah maghrib sampai
jam 6
Personal Hygiene : mandi 2x/hari, ganti pakaian1x/hari dibantu
oleh anak
Seksual :-
Rekreasi :-
Status mental
- Penampilan : rapi, memakai kebaya putih dan jarik, tanpa alas kaki, rambut diikat
- Pembicaraan : pelan, tidak jelas (bergumam) dan inkoheren.
- Aktivitas motorik : tangan selalu meremat/meremas apa yang dapat dijangkaunya.

Psikologis
- Persepsi : terdapat halusinasi pendengaran seperti
mendengar suara orang menumbuk.

- Konsep diri : pasien tidak mampu mengingat dan


menyebutkan namanya, tidak mengenali
anaknya (memanggil anaknya dengan sebutan
yu/kakak), tidak mampu menyebutkan ideal
diri, harga diri baik ditunjukkan ketika akan
dilakukan pemeriksaan pasien merasa tidak
nyaman dan mampu mengungkapkannya.
- Afek Emosi : tidak sesuai (tiba-tiba tertawa tanpa ada
stimulus)
- proses dan isi pikir : isi pikir klien sering tidak terkait dengan
situasi, atau bicaranya tidak logis dan sulit
dimengerti.
- Pembicaraan : tidak jelas dan tidak nyambung (inkoheren)
- Penilaian dan daya tilik : pasien tidak menyadari hal yang
membahayakan baginya (sering keluar ke jalan
dan berkelana), pasien tidak menyadari bahwa
dirinya sedang kebingungan
- Adaptasi : baik
- Mekanisme pertahan diri : baik
- Interaksi selama wawancara : Sikap klien terhadap pemeriksa kurang
kooperatif, kontak mata kurang.
J. Tinjauan system
Keadaan Umum : baik
Tingkat kesadaran : apatis
GCS : 436
Tanda-tanda vital
TD : 140/100mmHg
N : 90 x/menit
RR : 18 x/menit
S :-
1. Kepala : rambut putih, digelung
2. Mata-telinga-hidung
a. Penglihatan : lapang pandang normal
b. Pendengaran : baik (dapat mendengrkan apa yg
diucapkan)
c. Hidung, pembau : pasien tidak mau membau
3. Leher : bersih, tidak terdapat benjolan
abnormal
4. Dada dan punggung
a. Paru-paru : tidak terkaji
b. Jantung : tidak terkaji
5. Abdomen dan pinggang
a. System pencernaan : tidak terkaji
b. System genetaurinariue : tidak terkaji
6. Ekstrimitas atas dan bawah : terdapat benjolan abnormal pada
pergelangan tangan kanan (pernah
jatuh), pasien selalu menggerakkan
tangannya untuk meremas-remas
sesuatu yang dapat dijangkaunya.
7. Sistem immune : baik
8. Genetalia : tidak terkaji
9. Reproduksi : tidak terkaji
10. Persyarafan : refleks patella ka/ki (+)
11. Pengecapan : tidak terkaji
12. Kulit : tampak keriput, turgor kulit menurun
Kuisioner
1. Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)
Pasien tidak mampu menjawab semua pertanyaan
2. Mini-Mental state exam (MMSE)
Kesadaran apatis. Pasien non kooperatif, tidak mampu menjawab pertanyaan
dan mengikuti instruksi
3. Inventaris depresi Beck
Tidak dikaji
4. APGAR keluarga
Pasien tidak mampu menjawab semua pertanyaan
5. Memorial Delirium Assessment Scale (MDAS)
Skor 21 poin dengan intepretasi adanya gangguan kognisi
K. Data penunjang (pasien tidak pernah periksa ke tenaga medis)

3.2 Analisa Data


No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Penurunan kemampuan Gangguan proses
kognitif dan mental pikir dan rasional
- Anak pasien mengatakan
bahwa ibunya sudah tidak
mampu mengingat siapa
dirinya dan orang-orang
sekitarnya

- Anak pasien mengatakan


bahwa beberapa kali ibunya
mengatakan seperti mendengar
suara orang menumbuk padi
padahal tidak ada suara
tersebut.

DO :

- Pasien tidak kooperatif selama


wawancara, menjawab
pertanyaan hanya dengan
tatapan mata dan senyum,
terkadang bergumam tidak
jelas

- Pasien menjawab “kirangan”


atau “tidak tahu” saat ditanya
siapa namanya, dimana ia
berada

- Pasien menjawab telah makan


dengan ikan asin padahal
kenyataannya makan ayam

- Paaien menyebut anaknya


dengan sebutan “yu/kakak”
krn mengira adalah kakaknya
- Pasien menolak mengikuti
instruksi yang diberikan
seperti menirukan kata dan
membau untuk tes penciuman

- Pasien tampak duduk terdiam


dan sesekali tertawa tanpa
sebab

- Kesadaran/GCS : apatis/436

- SPMSQ : Pasien tidak mampu


menjawab semua pertanyaan

- MMSE : Kesadaran apatis.


Pasien non kooperatif, tidak
mampu menjawab pertanyaan
dan mengikuti instruksi

- MDAS : Skor 21 poin dengan


intepretasi adanya gangguan
kognisi
DS : pola komunikasi tidak Kerusakan
logis. Penurunan fungsi komunikasi verbal
- Anak pasien mengatakan
pengolahan bahasa
bahwa ibunya tidak bisa
merespon sesuai dengan apa
yang ia katakan, namun masih
dapat mendengar.

DO :

- Pasien menjawab dengan


kalimat yang tidak dapat
dimengerti (bergumam) dan
tidak nyambung, terkadang
hanya tertawa dan terdiam
ketika diberikan pertanyaan
- Perlu beberapa kali
pengulangan untuk mendapat
respon dari pasien

- Pasien tidak dapat


memfokuskan perhatian saat
diajak berbicara

- Pasien tidak mampu


mengulangi kalimat yang baru
saja diajarkan

- Kontak mata kurang


DS : Gangguan fungsi Resiko cedera (fisik)
mental dan penurunan
- Anak pasien mengatakan
fungsi organ
bahwa pasien sering berjalan
hingga ke jalan dan tidak
menghiraukan ketika
dipanggil, serta sering berjalan
ke kamar mandi tanpa
sepengetahuannya.

DO :

- Pasien tidak mampu


menyebutkan identitas, hari,
tempat tinggal

- TTV

- TD : 140/100mmHg

- N : 90 x/menit

- RR : 18 x/menit

- Pasien tampak berjalan dengan


kurang seimbang

- Pasien jarang bahkan tidak


pernah menggunakan alas kaki
saat dirumah ataupun diluar
(halaman)

- Rumah pasien dekat dengan


jalan raya dan tanpa ada
pengamanan seperti pagar.

3.3 Prioritas Diagnosa

1. Gangguan pola piker b.d Penurunan kemampuan kognitif dan mental


2. Kerusakan komunikasi verbal b.d pola komunikasi tidak logis. Penurunan fungsi
organ
3. Resiko cedera (fisik) b.d Gangguan fungsi mental dan penurunan fungsi organ
3.4 Proses Keperawatan

No Rencana Keperawatan
Implementasi Evaluasi
dx Tujuan dan KH Intervensi
1. Setelah diberikan Manajemen dimensia 1.Mengucapkan salam dan S :
asuhan keperawatan 1. Gunakan distraksi, bukan memperkenalkan diri kepada
Pasien hanya diam, dan
selama 1 jam, konfrontasi, untuk pasien
mengatakan “kirangan” atau tidak
diharapkan proses menatalaksana perilaku
4.Mengkaji kemampuan pasien tahu
pikir dan realitas 2. Gunakan isyarat seperti
sehari-hari (makan, mandi,
pasien mengalami kejadian saat ini,musim, O:
ibadah, mobilisasi,eliminasi)
perbaikan dengan lokasi, dan nama untuk - Pasien tidak mempu
outcome : membantu orientasi 2.Menanyakan orientasi pasien
menyebutkan nama, tempat,
Proses pikir dan 3. Bantu keluarga untuk terhadap personal, tempat dan
orang dan waktu dengan benar
realitas memahami bahwa pasien waktu
- Pasien hanya tersenyum dan
- Menunjukkan mungkin tidak dapat 2. Mengajarkan pasien mengeja
tertawa saat dimina untuk
orientasi kognitif mempelajari hal-hal yang dan menirukan nama hari
menirukan ejaan nama hari
- Menunjukkan baru
5.Mengisi kuisioner SPMSQ,
pembuatan Perawatan di rumah - Kuisioner tidak terisi maksimal
MMSE dan MDAS
keputusan 4. Kaji kemampuan pasien
- SPMSQ : Pasien tidak mampu
- Menunjukkan untuk melakukan aktivitas 3.Mengedukasi keluarga menjawab semua pertanyaan
identitas: kehidupan sehari-hari dan terhadap kondisi pasien - MMSE : Kesadaran apatis.
Pasien non kooperatif, tidak
- Menunjukkan aktivitas kehidupan sehari- mampu menjawab pertanyaan
status neurologis: dan mengikuti instruksi
- MDAS : Skor 21 poin dengan
kesadaran
intepretasi adanya gangguan
hari aktif
Peran keluarga
5. Kaji tingkat demensia dan - Anak pasien mengerti kondisi
- Keluarga delirium ibunya
memahami
A : masalah teratasi sebagian
kondisi pasien
P : lanjutkan intervensi 1,2,3
2. Setelah diberikan Mendengar aktif: 1.Membuka percakapan dengan S :
asuhan keperawatan 1. Kaji kemampuan salam
Pasien hanya diam dan tersenyum
selama 1 jam, berkomunikasi
7.Mengajukan pertanyaan
diharapkan 2. Jelaskan tujuan interaksi O:
dengan singkat, nada halus dan
gangguan 3. Perhatikan tanda nonverbal - Pasien tidak mampu menjawab
jelas
komunikasi verbal klien pertanyaan dengan benar,
pasien mengalami 4. Klarifikasi pesan bertanya 8.Menggunakan bahasa
jawaban tidak nyambung dan
perbaikan dengan dan feedback. nonverbal seperti ketika
kalimat tidak jelas
outcome : Peningkatan komunikasi: menanyakan “sampun dahar?”
dengan membuka mulut dan - Anak pasien membantu pengkaji
Kemampuan Defisit bicara
komunikasi: memasukkan tangan melakukan wawancara
5. Libatkan keluarga utk
- Penggunaan
isyarat memahami pesan klien 4.Mengklarifikasi setiap apa - Anak pasien mengerti
- nonverbal pentingnya berkomunikasi
6. Perhatikan bicara klien dg yang diucapkan pasien jika
- Penggunaan
bahasa tulisan, cermat tidak jelas dengan kalimat
gambar 7. Gunakan kata sederhana “pripun mbah?” A : masalah teratasi sebagian
- Peningkatan
dan pendek.
bahasa lisan 5.Melibatkan anak pasien dalam P: himbau keluarga untuk lanjutkan
Komunikasi: 8. Berdiri di depan klien saat
kemampuan berkomunikasi efektif intervensi 3, 7, 8
bicara, gunakan isyarat
penerimaan.
- Kemampuan tangan. 9.Memberitahu anak pasien
interprestasi untuk sering mengajak ibunya
9. Dorong keluarga utk selalu
meningkat
mengajak komunikasi berbicara/berkomunikasi

denga klien
3. Setelah diberikan Tanda-tanda vital 1.Melakukan pemeriksaan TTV S:
asuhan keperawatan 1. Mengkaji tanda-tanda vital
2.Menyediakan lingkungan Pasien hanya diam dan menatap
selama 1 jam, Environment Management
terapeutik dengan menjalin ketika diperiksa
diharapkan pasien (Manajemen lingkungan)
HSP
terhindar dari 2. Sediakan Iingkungan yang O:

cedera dengan aman untuk pasien 4.Menilai pengetahuan keluarga


- Sesekali timbul penolakan
outcome : 3. Identifikasi kebutuhan terhadap keamanan pasien
terhadap pemeriksaan yang
Risk Kontrol keamanan pasien, sesuai 6.Menjelaskan kondisi pasien dilakukan
- Klien terbebas
dengan kondisi fisik dan kepada keluarga
dari cedera - Anak pasien memahami kondisi
- Menggunakan fungsi kognitif pasien dan
fasilitas 5.Menganjurkan anak pasien orangtuanya dan bersedia
riwayat penyakit terdahulu
kesehatan yang untuk menemani pasien menemani serta mengawasi
ada pasien
- Mampu 4.Mengedukasi standart - TTV
4. Menghindarkan lingkungan
mengenali
perubahan status yang berbahaya kemanan yang seharusnya
TD : 140/100mmHg
kesehatan 5. Menganjurkan keluarga dimiliki keluarga untuk lansia N : 90 x/menit
RR : 18 x/menit
untuk menemani pasien seperti pagar atau orang yang
A : masalah teratasi sebagian
selalu ada untuk mengawasi
6. Berikan penjelasan pada
pasien P :himbau keluarga untuk lanjutkan
pasien dan keluarga atau
intervensi 1, 4, 5
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran
yang biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Kognitif adalah:
kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai,
orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi
otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak.
Penyebab utama adalah berasal dari penyakit susunan syaraf pusat (seperti
epilepsy), penyakit sistemik (seperti gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus
obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem syaraf
pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah
asetilkolin, serotonin, serta glutamat. Area yang terutama terkena adalah formasio
retikularis.
Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Penderita
tidak dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah
informasi yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi.
Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium.
Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik,
dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
farmakologis adalah psikosis dan insomnia.
Diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan pola piker b.d Penurunan kemampuan kognitif dan mental
2. Kerusakan komunikasi verbal b.d pola komunikasi tidak logis. Penurunan fungsi
organ
3. Resiko cedera (fisik) b.d Gangguan fungsi mental dan penurunan fungsi organ
4.2 Saran

1. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature tentang Asuhan
Keperawatan Delirium dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang baik dan benar.
2. Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam
pebuatan makalah selanjutnya.
3. Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa
keperawatan agar lebih mengerti tentang proses keperawatan dalam keperawatan
komunitas .
DAFTA R PUSTAKA

Caman, linda. 2002. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat. Jakarta: EGC

Kaplan dan Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. EGC: Jakarta

Keliat, Budi Anna, dkk. 2011. Kesehatan Keperawatan Jiwa Komunitas. Jakarta:EGC

Stuart, W. Gail. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC

Towsend, M.C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi ketiga. Jakarta: EGC

Webster, r. d. (2000). prevalensi gejala psikotik di delirium.

Anda mungkin juga menyukai