Anda di halaman 1dari 137

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Keperawatan Tesis Magister

2016

Pengaruh Pengaturan Posisi Miring


Kanan Dan Miring Kiri Terhadap Nyeri
Punggung Pada Pasien Post
Kateterisasi Jantung

Dedi

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/473
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH PENGATURAN POSISI MIRING KANAN DAN
MIRING KIRI TERHADAP NYERI PUNGGUNG PADA PASIEN
POST KATETERISASI JANTUNG

TESIS

Oleh

DEDI
137046012/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


THE INFLUENCE OF LYING ON RIGHT AND LEFT SIDE
POSITION ON BACK PAIN IN THE POST-HEART

CATHETERIZATION PATIENTS

THESIS

DEDI

137046012 / MEDICAL SURGICAL NURSING

MASTER OF NURSING STUDY PROGRAM

FACULTY OF NURSING

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PENGATURAN POSISI MIRING KANAN DAN
MIRING KIRI TERHADAP NYERI PUNGGUNG PADA PASIEN
POST KATETERISASI JANTUNG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDI

137046012 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji

Pada tanggal: 20 Januari 2016

KOMISI PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr.Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP

Anggota : 1. Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS

2. Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

3. Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : Pengaruh Pengaturan Posisi Miring Kanan dan Miring Kiri

Terhadap Nyeri Punggung pada Pasien Post Kateterisasi

Jantung

Nama Mahasiswa : Dedi

Program Studi : Magister Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2016

ABSTRAK

Kateterisasi jantung pasien diistirahatkan ditempat tidur dengan waktu yang lama

untuk meminimalkan komplikasi vascular, tetapi hal ini sering mengakibatkan nyeri

punggung. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perbedaan nyeri punggung

pada pasien post kateterisasi jantung sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi

dan kontrol pada pasien post kateterisasi jantung. Desain penelitian yang digunakan

adalah kuasi eksperimen pre dan post test kontrol grup. Penurunan intensitas nyeri

punggung dalam penelitian ini diukur berdasarkan pain numerical rating scale

(PNRS). Penelitian ini melibatkan 30 subjek penelitian untuk kelompok intervensi

dan 30 subjek penelitian untuk kelompok kontrol. Hasil penelitian ditemukan

penurunan intensitas nyeri punggung pada kelompok intervensi sesudah pengaturan

posisi miring kanan dan posisi miring kiri yaitu t=6,071; p=0,000.

Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan terhadap nyeri punggung

(t=-8,951; p=0.00), terdapat perbedaan nyeri punggung antara kelompok intervensi

Universitas Sumatera Utara


dan kelompok kontrol (t=-7,118; p<0.000). Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri pasien post

kateterisasi jantung dapat menurunkan intensitas nyeri punggung sehingga dapat

meningkatkan kenyamanan pasien. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dapat

ditambahkan intervensi massage punggung untuk menurunkan ketegangan otot

punggung atau menurunkan intesitas nyeri pungung.

Kata kunci : posisi, miring kanan, miring kiri, nyeri punggung, post kateterisasi

jantung

Universitas Sumatera Utara


Thesis Title : The Influence of Lying on Right and Left Side Position on

Back Pain in the Post-Heart Catheterization Patients

Name : Dedi

Study Program : Master of Nursing

Major : Medical Surgical Nursing

Academic Year : 2016

ABSTRACT

Patients with heart catheterization should be rested on their beds for a long time in

order to minimize vascular complication although it can cause back pain. The

objective of the research was to identify the difference in back pain in post-heart

catheterization patients before and after the intervention and control. The research

used quasi-experiment with pre and post group control test. The decrease in the

intensity of back pain in this research was measured according to Pain Numerical

Rating Scale (PNRS). The Samples consisted of 30 respondents in the intervention

group and 30 respondents in the control group. The result of the research showed that

there was the difference in the decrease in the intensity of back pain before and after

lying on the right and left side position arrangement in the intervention group (t =

6,071 and p = 0.000. Based on the difference in back pain before and after the

intervention of right and left position in the control group, it was found that there was

no significant difference between before and after the position arrangement on back

pain (r = -8.951 and p = 0.00) and there was the difference in back pain between the

Universitas Sumatera Utara


intervention group and the control group (r = -7,118 and p < 0.000). The conclusion

of the research was that right and left position arrangement in the post-heart

catheterization patients could decrease the intensity of back pain so that they can be

comfortable. It is recommended that the next researches apply the intervention of

back message in order to decrease back muscle tension or back pain intensity.

Keywords: position, lying on right side, lying on left side, back pain, post-heart

catheterization

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh

Pengaturan Posisi Miring Kanan dan Miring Kiri Terhadap Nyeri Punggung Pada

Pasien Post Kateterisasi Jantung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar

Magister Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dengan terselesaikannya tesis ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SPJP, SPPD, selaku Pembimbing I yang selalu

memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis sejak awal

hingga penulisan tesis ini selesai.

4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing II yang

selalu memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak

awal penulisan hingga selesai tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


5. Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat. selaku penguji I yang telah

memberikan masukan, kritikan, saran, bimbingan dalam proses penyelesaian

tesis ini.

6. Yesi Ariani, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku penguji II yang telah memberikan

masukan, kritikan, dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini

7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit

tersebut.

8. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam

penyelesaian tesis ini.

9. Ayahanda OK. Syaiful Amri dan Ibunda Saniah beserta keluarga yang telah

memberikan dukungan serta doa yang tak henti-hentinya diberikan dalam

penyelesaian tesis ini.

10. Seluruh rekan-rekan program studi Magister Keperawatan angkatan III 2013

yang ikut memberi dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan

tesis ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi keperawatan.

Medan, 20 Januari 2016


Penulis

Dedi

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Nama : Dedi

Tempat/Tanggal Lahir : Damar Condong, 27 Oktober 1987

Alamat : Dusun Harapan Jaya Kec. Tangsi Lama

Kec. Seruway Kab. Aceh Tamiang

No. Telepon / HP : 085270582224

Email : dediskepns@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 053999 Damar Condong 2000

SLTP SLTP Negeri 1 Seruway, Aceh Tamiang 2003

SLTA SMU Negeri 1 Seruway, Aceh Tamiang 2006

DIII DIII KEMENKES NAD 2010

S1 S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2012

Ners Pendidikan Profesi Ners 2013

S2 Prodi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas 2016

Keperawatan USU Medan

Kegiatan Akademik Penunjang studi:

1. Peserta Seminar: “Riset Keperawatan yang Berlandaskan Etika”, Medan, 06

November 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


2. Peserta Seminar: “Utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitataif Dalam

Riset Keperawatan dan Kesehatan”, Medan, 07 Desember 2013, Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Peserta Seminar Internasional “Coloproctology And Stoma Care”, Medan 3

May 2014 in Medan-Indonesia.

4. Peserta Seminar Nasional Keperawatan “Memilki Profesionalisme Perawat

dalam Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, 31

januari 2015, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Peserta Seminar Nasional Keperawatan: “Sistem Jenjang Karir Perawat”

dalam rangka Dies Natalis Fakultas Keperawatan, 28 April 2015, Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ....................................................................................................... i

ABSTRACT ...................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang............................................................................ 1

1.2. Permasalahan ............................................................................ 6

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

1.4. Hipotesis Penelitian .................................................................... 8

1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 10

2.1. Konsep Kateterisasi jantung ....................................................... 10

2.2. Konsep Nyeri Punggung ............................................................ 17

Universitas Sumatera Utara


2.3. Konsep Pengaturan Posisi .......................................................... 41

2.5. Landasan Teori ........................................................................... 43

2.6. Kerangka Konsep. ...................................................................... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 49

3.1. Jenis Penelitian ........................................................................... 49

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 50

3.3. Populasi dan Sampel................................................................... 50

3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 53

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ............................................. 55

3.6. Metode Pengukuran .................................................................... 56

3.7. Metode Analisis Data ................................................................. 56

3.8. Pertimbangan Etik ...................................................................... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN....................................................................... 62

4.1. Gambaran Singkat Tempat Penelitian ......................................... 63

4.2. Data Demografi Responden ........................................................ 64

4.3. Uji Asumsi ................................................................................... 67

4.4. Hasil Utama Penelitian ................................................................ 68

BAB 5. PEMBAHASAN ........................................................................... 62

5.1. Nyeri Punggung Pre Intervensi .............................................. 69

5.2. Nyeri Punggung Post Intervensi ............................................. 73

Universitas Sumatera Utara


5.3. Perbedaan Nyeri Punggung Pre dan Post Intervensi .............. 75

5.4. Keterbatasan penelitian ............................................................... 78

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 80

6.1. Kesimpulan .................................................................................. 81

6.2. Saran ....................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...........................................................


55

Tabel 4.1. Distribusi jumlah dan persentasi subjek penelitian berdasarkan


63
data demografi ....................................................................................................

Tabel 4.2 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Pre Intervensi ..............................
64

Tabel 4.3 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Pre Kontrol 64

Tabel 4.4 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Post Intervensi .............................
65

Tabel 4.5 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Post Kontrol .................................
65

Tabel 4.6 Perbedaan nyeri punggung Sebelum dan Sesudah Intervensi


67
posisi miring kanan dan miring kiri pada Kelompok Intervensi ........................

Tabel 4.7. Perbedaan nyeri punggung Intervensi dan Kontrol ............................................


67

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Pain Numerical Rating Scale ..............................................................................


35

Gambar 2.2. Kerangka teoritis .................................................................................................


46

Gambar 2.3. Kerangka Konsep................................................................................................


48

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ...........................................................................................


87

Lampiran 2 Izin Penelitian .....................................................................................................


92

Surat Izin Dekan .................................................................................................


93

Ethical Clearance ................................................................................................


94

Surat izin penelitian dari Rumah Sakit ...............................................................


95

Balasan Selesai Penelitian dari Rumah Sakit……………. 96

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kateterisasi jantung merupakan salah satu diagnostik tetap angiografi koroner

merupakan standart emas untuk mengetahui berbagai bentuk dan struktural penyakit

jantung koroner (Edmont, Strange, & Baumbach, 2008). Kateterisasi jantung adalah

suatu pemeriksaan jantung dengan cara memasukan kateter dalam sistem

kardiovascular, untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Pemeriksaan

dilakukan apabila diduga terdapat penyakit jantung tertentu (Price & Wilson, 2006).

Percutaneous coronary intervention (PCI) merupakan teknik dalam pengobatan

penyakit arteri koroner dan termasuk revaskularisasi prosedur seperti balon

angioplasty dan penggantian stent (Knebel et al., 2008).

Di Amerika Serikat, lebih dari 5 juta orang pasien dilakukan tindakan

kateterisasi jantung setiap tahunnya (Patient Safety Advisory [PA-PSRS], 2007).

Sementara itu di Indonesia yaitu di RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 2011

terdapat 718 tindakan kateterisasi jantung (Junait & Rifki, 2013). Sedangkan di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada periode tahun 2012 hingga

2013 telah dilakukan tindakan kateterisasi jantung terhadap 378 orang pasien (Rekam

Medik RSUP H. Adam Malik, 2013 dalam Simanjuntak, 2014).

Kateterisasi jantung merupakan prosedur yang paling akurat untuk diagnosis

dan mengevaluasi penyakit arteri koroner (Woods, Froelicher, Motzer & Bridges

Universitas Sumatera Utara


2005 dalam Chair, Thompson & Li kin, 2007). Sedangkan Vlasic et al. (2004)

menyatakan bahwa ketidaknyamanan bagi pasien rawat inap yang dilakukan prosedur

diagnostik dan intervensi koroner adalah ketika pasien diharuskan berbaring pada

saat pencabutan sheath dari arteri femoralis.

Menurut Turkish Society of Cardiology (2007) komplikasi PCI yang timbul

dibagi menjadi komplikasi mayor dan minor. Komplikasi mayor antara lain: reoklusi

akut, miokard infark, disritmia, pendarahan hebat di selangkangan, diseksi aorta,

tamponade jantung, gagal jantung akut, bahkan kematian. Sedangkan komplikasi

minor antara lain: oklusi cabang pambuluh darah koroner, hipotensi, kehilangan

darah, thrombus arteri, emboli koroner dan sistemik, dan penurunan fungsi ginjal

karena media kontras (Nuray et al., 2007)

Tindakan kateterisasi jantung juga dapat menimbulkan beberapa komplikasi

atara lain: menimbulkan rasa tidak nyaman (nyeri pinggang, nyeri punggung dan

nyeri pada lipatan paha), perdarahan serta bertambahnya hari rawat dan

meningkatkan biaya perawatan (Patient Safety Advisory, 2007). Chen et al., (2013)

menyatakan intensitas nyeri punggung memiliki perbedaan yang signifikan yaitu

pada jam ke empat dan jam kelima setelah perubahan posisi post kateterisasi jantung.

Lebih lanjut Chen et al., (2013) mengungkapkan bahwa kateterisasi jantung melalui

arteri femoral dapat meringankan tingkat nyeri punggung dengan mengubah posisi

berbaring pasien setelah menjalani operasi, dan tidak mempengaruhi tanda-tanda

fisiologis dan komplikasi perdarahan. Mengubah posisi berbaring setiap dua jam pada

Universitas Sumatera Utara


pasien setelah kateterisasi jantung melalui arteri femural untuk meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan.

Istirahat yang terlalu lama ditempat tidur juga akan menyebabkan kelemahan

otot dan kelelahan, karena tekanan terus menerus ke otot-otot yang sama, sementara

kelelahan menyebabkan spasme otot dan nyeri punggung (Pollard, Munks, Wales &

Crossman, 2003). Nyeri punggung sering dilaporkan setelah kateterisasi jantung yang

disebakan oleh istirahat yang lama setelah tindakan dilakukan (Neishabory, Torab, &

Majd, 2010).

Menurut Luetmer (1999) ambulasi dini memiliki dampak menguntungkan

untuk meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dalam hal mengurangi nyeri

punggung. Durasi waktu istirahat yang lama juga dapat meningkatkan nyeri

punggung pasien setelah kateterisasi jantung (Chair, Piliae, Lam & Chan, 2003).

Fowlow et al., (1995) menyatakan bahwa nyeri punggung sering terjadi pada pasien

setelah kateterisasi jantung dan berhubungan dengan imobilitas dan pembatasan

posisi.

Mohammady et al., (2012) menyatakan bahwa pasien dapat ambulasi 3-4 jam

setelah pencabutan Sheat percutaneous coronary Intevensi. Selanjutnya Mohammady

menyatakan ambulasi dini tidak beresiko komplikasi vascular, tetapi dapat

mengurangi nyeri punggung.

Lunden & Lundgren (2006) menyatakan bahwa nyeri punggung merupakan

masalah umum yang dialami oleh pasien post kateterisasi jantung. Lebih lanjut,

Lunden dan koleganya menjelaskan bahwa nyeri punggung tersebut disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara


istirahat yang lama setelah prosedur koroner dilakukan. Sementara itu, Honglund

(2010) menemukan bahwa dari 104 responden, 46 pasien (44,2%) diantaranya

menyatakan nyeri punggung dengan intensitas yang berbeda selama waktu

imobilisasi. Honlund selanjutnya memaparkan bahwa beratnya nyeri signifikan

berhubungan dengan waktu istirahat yang lama.

Perubahan posisi miring kanan dan miring kiri ditempat tidur dapat

mengurangi nyeri punggung serta meningkatkan kenyamanan fisik (Chair et al.,

2003). Rezaei, Morteza, Ahmadi, Mohamadi & Jafarabadi (2008) menyatakan bahwa

merubah posisi ditempat tidur dengan menggunakan bantal setelah kateterisasi

jantung secara efektif dapat mengurangi rasa nyeri punggung dan menstabilkan

hemodinamik tanpa meningkatkan komplikasi vascular. Sementara itu, Chair et al.,

(2003) menyatakan bahwa pasien dapat mengubah posisi ditempat tidur dengan

waktu yang lebih awal setelah pasca angiography koroner. Yilmaz & Dramal (2006)

mengubah posisi pasien ditempat tidur membantu mengurangi intensitas nyeri untuk

mengurangi nyeri punggung, dimulai dari jam kedua mengubah posisi yaitu kepala

pasien dinaikan 30-45 derajat. Selanjutnya pada jam berikutnya pasien direposisikan

telentang, berbaring miring kanan dan miring kiri selama 1 jam setiap posisi selama 7

jam pertama. Selama berbaring, bantal diletakan dibagian lumbal untuk dukungan

dan kaki tetap diluruskan.

Ambulasi dini pada pasien pascaangiografi koroner yang mempergunakan

sheat 6 French merekomendasikan ambulasi dini dapat dilakukan 90 menit setelah

Universitas Sumatera Utara


bed rest dan pasien diijinkan pulang ke rumah 2 jam kemudian tanpa adanya

komplikasi: perdarahan, hematoma (Gall et al., 2006)

Mayo Clinic Proceedings (Doyle et al., 2006) menyimpulkan bahwa pasien

yang menjalani tindakan kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis dengan

memakai kateter 5 french, setelah prosedur selesai, sheat dicabut 10 sampai 15 menit

dengan menggunakan tekanan manual untuk mencegah perdarahan diikuti protokol 1

jam istirahat ditempat tidur dan dilanjutkan ambulasi dini tanpa ada komplikasi dan

berjalan sejauh 100 kaki dengan pengawasan oleh perawat.

Menurut Gall et al., (2006) ambulasi dini dapat dilaksanakan bila tidak

menimbulkan peningkatan komplikasi pada pembuluh darah. Adapun yang dimaksud

dengan komplikasi pada pembuluh darah menurut Hamel (2009) adalah vesel

laceration, hematoma, perdarahan retroperitonial, Pseudoaneurysm, arteriovenous

fistel, akut vesel closure/ trombus, kerusakan syaraf, dan infeksi.

Pasien menjelaskan imobilisasi sebagai bagian yang paling tidak nyaman

setelah angiografi koroner, terutama nyeri dan tidak mampu bergerak bebas

(Honglund et al., 2010). Selanjutnya Honglund mengemukakan mobilisasi dini

memiliki efek yang menguntungkan pada kenyamanana pasien, khususnya dalam hal

mengurangi nyeri punggung. Chair et al., (2003). Perbedaan nyeri punggung setelah 2

jam mobilisasi dini menunjukkan bahwa dapat meringankan nyeri punggung

dibandingkan dengan waktu 6 jam nyeri punggung makin meningkat.

Universitas Sumatera Utara


Pasien post kateterisasi jantung yang menyebabkan pasien mengalami keluhan

nyeri pada punggung, hipotensi ortostatik, serta masalah eliminasi. Sampai saat ini

belum dilakukan penelitian di rumah sakit terkait dampak komplikasi yang dapat

terjadi pada pasien pasca kateterisasi jantung yang dilakukan pengaturan posisi

setelah kateterisasi jantung.

Setelah kateterisasi jantung pasien istirahat ditempat tidur dengan waktu yang

lama untuk meminimalkan komplikasi vascular, tetapi hal ini sering mengakibatkan

nyeri punggung dan komplikasi lainnya seperti ketidakstabilan hemodinamik.

Dengan alasan tersebut pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri dilakukan

untuk mengurangi nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Pengaturan Posisi Miring Kanan dan Miring Kiri Terhadap Nyeri

Punggung pada Pasien Post Kateterisasi Jantung”

1.2 Permasalahan

Beberapa hasil penelitian pada pasien post kateterisasi jantung yang

memerlukan istirahat yang lama, menyimpulkan bahwa pasien mengeluh nyeri

punggung, akibat istirahat ditempat tidur pasca kateterisasi jantung dilakukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi post kateterisasi jantung, yaitu perdarahan.

Perubahan posisi pasien ditempat tidur dengan menggunakan bantal, diikuti

oleh ambulasi dini efektif dapat mencegah dan meminimalkan nyeri punggung

setelah kateterisasi jantung (Rezaei et al., 2008). Nyeri punggung disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara


tirah baring yang lama dan posisi supinasi di tempat tidur, semakin lama pasien

diminta untuk tetap di atas tempat tidur dengan posisi terlentang post kateterisasi

jantung, pengalaman pasien, selama istirahat ditempat tidur semakin tinggi intensitas

nyeri punggung. Manfaat dari pengaturan posisi yaitu untuk menurunkan nyeri

punggung (Chair et al., 2003).

Pemberian posisi miring kanan dan miring kiri dengan pasien post kateterisasi

jantung diharapkan untuk mengurangi nyeri punggung yang disebabkan waktu

istirahat ditempat tidur yang sangat lama yaitu 6-8 jam setelah prosedur dilaksanakan.

Penekanan bantal pasir untuk meminimalkan komplikasi pembuluh darah dengan

melakukan penekanan secara mekanikal menggunakan bantal pasir selama 6 jam.

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian

ini apakah pemberian posisi miring kanan dan miring kiri menurunkan intensitas

nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengindentifikasi pengaruh pengaturan posisi miring kanan dan miring

kiri terhadap nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung

Universitas Sumatera Utara


1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada

kelompok intervensi sebelum dilakukan perubahan posisi miring kanan

dan miring kiri

b. Mengidentifikasi nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada

kelompok pre kontrol

c. Mengidentifikasi nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada

kelompok intervensi sesudah dilakukan perubahan posisi miring kanan

dan miring kiri

d. Mengidentifikasi nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada

kelompok post kontrol

e. Mengindentifikasi perbedaan nyeri punggung pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pasien post kateterisasi jantung

1.4 Hipotesis

Hipotesa penelitian dari penelitian ini adalah adanya pengaruh pengaturan

posisi miring kanan dan miring kiri pada pasien post kateterisasi jantung.

Ho: Posisi miring kanan dan miring kiri tidak dapat menurunkan nyeri punggung

pasien post kateterisasi jantung

Ha: Posisi miring kanan dan miring kiri dapat menurunkan nyeri punggung pasien

post kateterisasi jantung

Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Praktik Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai satu bukti (evidence

base) dalam melakukan pemberian asuhan keperawatan dalam memberikan

kenyamanan pasien post kateterisasi jantung.

1.5.2 Institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber kepustakaan bagi

pendidikan untuk dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya keperawatan medikal bedah dan hasil penelitian ini dapat memberi

informasi baru atau menunjang teori-teori yang sudah ada tentang pengaturan

posisi terhadap nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung.

1.5.3 Institusi pelayanan kesehatan

Manfaat bagi institusi pelayanan kesehatan meningkatnya rasa nyaman

pada pasien post kateterisasi jantung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Medan. Hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk pihak Rumah

Sakit sebagai prosedur dalam pelayanan kesehatan pada pasien post kateterisasi

jantung

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kateterisasi Jantung

2.1.1 Pengertian Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukan

kateter kedalam sistem kardiovascular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi

jantung (Price & Wilson, 2006). Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostic

invasive dimana satu atau lebih kateter dimasukan kejantung dan pembuluh darah

untuk mengukur tekanan dalam ruang jantung untuk menentukan saturasi oksigen

didalam darah (Smeltzer & Bare, 2010). Kateterisasi jantung adalah teknik penting

untuk diagnosis penyakit arteri koroner dan yang paling umum dilakukan melalui

arteri femoralis (Roebuck et al., 2000 dalam Rezaei et al., 2008).

2.1.2 Indikasi dan kontra indikasi kateterisasi jantung

a. Indikasi kateterisasi jantung

Adapun yang menjadi indikasi dari tindakan kateterisasi jantung adalah: 1)

Angina yang tidak mudah dikontrol dengan obat-obatan, yang mengganggu kegiatan

aktifitas sehari-hari, terjadi saat istitrahat atau berulang setelah serangan jantung, 2)

Gagal jantung yang disebabkan penyakit arteri koroner, 3) Penyakit katub jantung

yang menyebabkan sesak napas, dan 4) Nyeri dada berulang penyebab teridentifikasi

(Health Communities, 2010). Sedangkan menurut Woods et al., (2010) indikasi

dilakukanya tindakan kateterisasi jantung antara lain : 1) Klien memiliki gejala

Universitas Sumatera Utara


penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat terapi medis yang adekuat, 2)

Penentuan prognosis pada klien dengan penyakit arteri koroner, 3) Klien nyeri dada

stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan, 4) Klien dengan nyeri

dada tanpa etiologi yang jelas, 5) Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak

jelas, dan 6) Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi.

b. Kontra indikasi kateterisasi jantung

Menurut Murphy (2007) Kontraindikasi dari tindakan kateterisasi jantung

adalah : 1) Absolute yaitu penolakan pasien terhadap tindakan prosedur kateterisasi

jantung, 2) Relatif yaitu penundaan tindakan angiografi sampai berkurangnya gejala

keracunan obat atau abnormalitas dari elektrolit dapat dikoreksi (misalnya:

hyperkalemia, keracunan digitalis), demam, gagal ginjal akut, decompensated heart

failure, alergi yang berat terhadap zat kontras, riwayat perdarahan yang tidak

berhenti, hipertensi berat yang tidak terkontrol dan kehamilan.

2.1.3 Tipe atau ukuran kateterisasi jantung

Akses terhadap jantung dengan kateter melalui arteri femoralis atau arteri

radialis. Arteri femoralis lebih sering dilakukan karena diameternya lebih besar.

Kateter berbagai ukuran dari 4F sampai 10F. Ukuran yang digunakan tergantung pada

pembuluh darah dan anatomi jantung, kebutuhan untuk memadai opacify koroner

arteri dan bilik jantung, bagaimana banyak kateter harus dimanipulasi,dan keinginan

untuk membatasi pembuluh darah cedera dan komplikasi. Kateter dari 7F sampai 10F

dianggap besar. Memungkinkan peningkatan manipulasi dan visualisasi yang sangat

baik, tetapi karena ukurannya yang besar, dapat menyebabkan komplikasi seperti

Universitas Sumatera Utara


cedera koroner atau pembuluh darah perifer dan perdarahan, ukuran yang lebih kecil,

kateter dari 4F sampai 6F kurang traumatis dan kemudian kemungkinan memiliki

lebih sedikit komplikasi (Reddy, 2004).

2.1.4 Akses kateterisasi jantung

Pemilihan akses kateterisasi jantung yaitu pembuluh darah sebagai akses

kateter merupakan hal yang sangat penting pada tindakan kateterisasi jantung agar

mampu mencapai sirkulasi (Kern, 2013). Pembuluh darah yang sering digunakan

sebagai akses kateterisasi adalah arteri dan vena. Arteri yang digunakan adalah arteri

femoralis, arteri brachialis, arteri axilaris, arteri radialis, arteri subclavian dan arteri

translumbal, sedangkan vena adalah vena femoral, vena brachial, vena jugularis

interna dan vena subclavian.

2.1.5 Tempat dilakukan kateterisasi jantung

Ada empat tempat yang paling sering digunakan untuk angiografi selektif

adalah aorta, arteri koronaria, dan sisi kanan serta kiri jantung. 1) Aortografi

autogram adalah angiografi yang menggambarkan lumen aorta dan arteri utama yang

muncul, 2) Arteriografi koroner pada arteriografi koroner, kateter radiopatik

dimasukan ke arteri brakial kanan atau kiri atau arteri femoralis dan didorong ke aorta

asendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi,

3) Kateterisai jantung kanan. Kateterisasi jantung kanan dilakukan dengan

memasukan kateter radiopak dari vena antekubital atau femoralis atau ke atrium

kanan, ventrikel kanan dan pembuluh darah paru. Digunakan untuk mendapatkan

tekanan jantung kanan, untuk mengevaluasi katup pulmonal dan trikuspid, untuk

Universitas Sumatera Utara


kandungan oksigen darah sampel bilik jantung yang tepat untuk deteksi dari kiri ke

kanan shunt, untuk menentukan CO, dan mengevaluasi katup mitral stenosis atau

insufisiensi katup mitral oleh transseptal tersebut, dan 4) Kateterisasi jantung kiri

biasanya dilakukan dengan teknik kateterisasi retrogad jantung kiri atau kateterisasi

transeptal atrium kiri (Smeltzer & Bare, 2010). Kateterisasi jantung kiri digunakan

untuk melakukan angiografi koroner untuk evaluasi anatomi koroner. Pengukuran

tekanan untuk mengevaluasi fungsi mitral dan katup aorta, dan untuk melakukan

ventrikulografi kiri untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri (Woods et al., 2010).

2.1.6 Persiapan pemasangan kateterisasi jantung

Persiapan dilakukan pada pasien menurut prosedur tetap Interventional

Cardiologist of Gainesville (2009) adalah : 1) Membawa nama obat-obatan dan dosis

yang sedang diminum, 2) Jika meminum coumadin, hentikan coumadin 5 hari

sebelum prosedur. Setelah sampai dirumah sakit, beritahukan staf dosis terakhir yang

diminum, 3) Jika meminum Plavix atau Aspirin, dapat dilanjutkan sesuai dengan

anjuran, 4) Jika menderita diabetes, pagi hari sebelum prosedur jangan diberi insulin

atau obat oral, sampai prosedur selesai. Jika sedang dalam pengobatan glucophage

atau glucovance, obat harus dihentikan 48 jam sebelum prosedur, 5) Semua obat

selain yang tidak tercantum di atas dapat diminum pagi hari prosedur dengan air

sedikit, 6) Jangan makan atau minum apapun mulai tengah malam malam sampai

prosedur selesai, 7) Staf kateterisasi laboratorium akan menghubungi anda, sore hari

sebelum prosedur dimulai untuk memberitahu jam berapa datang kerumah sakit esok

harinya, dan membawa pakaian hangat, termasuk sepasang kaus kaki hangat. Harap

Universitas Sumatera Utara


membawa kartu identitas dan asuransi, 8) Hasil data laboratorium yang diperlukan

sebelum prosedur adalah complete blood count (CBC), basic metabolic panel (BMP)

2 minggu sebelum prosedur dimulai, jika tidak ada dapat diperiksa secepatnya

sebelum prosedur dijadwal, dan 9) Tidak diperbolehkan untuk mengemudi kendaraan

selama 24 jam setelah prosedur kateterisasi jantung.

2.1.7 Persiapan perawat pasien kateterisasi jantung

Menurut Ayers (2002) Persiapan pasien untuk dilakukan tindakan kateterisasi

jantung adalah: 1) Mengajari tentang prosedur, menjawab pertanyaan-pertanyaan,

menyediakan buku, video, atau alat pendidikan lainnya untuk memperkuat

pembelajaran, serta pastikan pasien telah menandatangani formulir informed consent,

2) Menilai apakah ada riwayat alergi, terutama untuk yodium. Beberapa bahan

kontras mengandung yodium, alergi terhadap obat- obatan termasuk lidocaine. Puasa

selama 3 sampai 8 jam sebelum prosedur dilakukan. Memberikan obat sesuai dosis

(termasuk insulin, obat-obatan antihipertensi, dan diuretic kecuali permintaan dokter,

3) Memasang Intra Venous (IV) line dan cairan infus untuk mencegah dehidrasi,

mengambil spesimen untuk tes laboratorium (hitung sel darah lengkap, elektrolit,

nitrogen urea darah, kreatinin, studi pembekuan, enzim jantung, dan urine) dan

melaksanakan sinar-X dada dan EKG, 4) Arteri femoralis dan brakialis adalah tempat

pemasangan kateter secara umum meskipun arteri radialis juga merupakan pilihan.

Berikan tanda pada lengan atau kaki pada arteri yang akan dilakukan puncture,

menganjurkan pasien melepaskan gigi palsu dan kacamata selama prosedur, dan 5)

Memberikan analgesik, sedatif, atau obat penenang sesuai dengan anjuran. Tes

Universitas Sumatera Utara


berlangsung selama 30 menit sampai 1 jam, tetapi seluruh prosedur, termasuk

precatheterization dan perawatan post-kateterisasi, bisa memakan waktu hingga 4

jam.

2.1.8 Komplikasi kateterisasi jantung

Komplikasi kateterisasi Jantung (yaitu dengan kateter 6F) dapat menyebabkan

komplikasi, kedua komplikasi akses vaskular dan komplikasi dari penutupan sayatan

arteriotomy sama seperti tindakan invasif, untuk mengakses jantung melalui arteri

femoral memiliki risiko. dari kasus trauma vaskular terjadi 2% sampai 10%,

komplikasi seperti perdarahan, dan komplikasi trombotik. Faktor risiko prosedural

yang berpengaruh termasuk ukuran lebih besar dari selubung 8F, tempat masuknya

biasa dibawah arteri femoralis penggunaan antikoagulan berlebihan (Davis C, 1997).

Komplikasi vaskular juga dapat dipengaruhi salah satu pasien-tertentu oleh beberapa

faktor berikut : riwayat hipertensi, perdarahan diathesis, penyakit pembuluh darah

perifer, usia, obesitas, antikoagulan dan gaya hidup (Exaire, 2005). komplikasi

lainnya dapat timbul dari penutupan sayatan arteriotomy. setelah pencabutan kateter,

hemostasis dicapai dengan petunjuk tekan secara tradisional.

2.1.9 Perawatan Pre kateterisasi jantung

Menurut Smeltzer & Bare (2010) tanggung jawab perawat pra kateterisasi

jantung yaitu : 1) menginstruksikan pasien untuk berpuasa mulai 8 jam sampai 12

jam sebelum tindakan dilaksanakan, 2) mempersiapkan pasien sesuai dengan

perkiraan lamanya tindakan, memberitahu bahwa selama prosedur pasien akan

Universitas Sumatera Utara


berbaring pada meja yang keras selama kira-kira 2 jam, dan 3) Mempersiapkan pasien

bahwa ia akan mengalami bermacam rasa selama kateterisasi jantung. Dengan

mengetahui apa yang akan dirasakan dapat membantu pasien untuk menghadapi yang

akan terjadi.

2.10 Perawatan post operasi kateterisasi jantung

Menurut Smeltzer & Bare (2010) tanggung jawab perawat setelah

pelaksanaan kateterisasi jantung yaitu : 1) Memeriksa tempat tusukan atau irisan, bila

ada perdarahan, atau terjadi hematoma, kajilah denyut perifer pada ekstremitas

tersebut. Kaji setiap 15 menit untuk jam pertama, selanjutnya 30 menit pada jam

kedua, dan setiap jam pada jam ketiga, 2) Mengevaluasi suhu dan warna ekstremitas

yang bersangkutan dan setiap keluhan pasien mengenai rasa nyeri, kebas, atau

kesemutan pada ekstremitas tempat tusukan, untuk menentukan adanya insufisiensi

arteri. Laporkan segera bila terjadi perubahan, 3) Observasi bila ada disritmia dengan

memperhatikan monitor irama jantung atau mengkaji denyut apeks dan perifer

adakah perubahan kecepatan dan iramanya. Reaksi vasovagal yang meliputi baradi

kardi, hipotensi, dan nause, dapat dicetuskan oleh nyeri atau distensi kandung kemih,

terutama bila tusukan arteri melalui femoral. Intervensi segera sangat diperlukan yang

meliputi mengangkat kaki dan tungkai lebih tinggi dari kepala serta memberikan

cairan intravena dan kalau perlu atropin intravena, 4) Bila prosedur melalui perkutan

arteri femoral, pasien harus telentang dengan kaki lurus dan kepala ditinggikan tidak

lebih dari 30 derajat untuk beberapa jam. Penekanan manual diberikan sampai

perdarahan berhenti. Pasien diberikan posisi miring kanan dan miring kiri agar

Universitas Sumatera Utara


merasa lebih nyaman, 5) Laporkan segera setiap keluhan nyeri dan tidak nyaman, 6)

Anjurkan pasien banyak minum untuk meningkatkan haluaran urin untuk membuang

semua bahan kontras keluar melalui urin, dan 7) Intruksikan pasien untuk meminta

bantuan saat pertama kali bangkit dari tempat tidur setelah berbaring lama.

2.2. Nyeri Punggung (Back Pain)

Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah

leher, nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung

diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf (Medical-dictionary,

2009). Nyeri punggung biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa

kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan postur tubuh yang

tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang salah, atau

mengangkat barang yang terlalu berat (Nhs.uk. 2008)

2.2.1. Jenis-jenis nyeri Punggung (Back Pain)

Menurut IASP (dalam Yulianan, 2011), yang termasuk dalam Back Pain

adalah sebagai berikut:

1. Lumbar Spinal Pain

Adalah nyeri yang dibatasi :nsuperior oleh garis transversal imajiner yang

melalui ujung prosesus spinosus dari vertebera thorakalis terakhir, inferior oleh garis

transversal imajiner yang melalui ujung prosesus soinosus dari vertebra sakralis

Universitas Sumatera Utara


pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial terhadap batas lateral spina

lumbalis.

2. Sacral spinal pain

Nyeri yang dirasakan daerah yang dibatasi oleh garis transversal imajiner

yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis

transveral imajiner yang melalui sendi sakrokoksigel posterior dan lateral oleh garis

imajiner melalui spina iliaka superior posterior dan inferior.

3. Lumbosacral pain

Nyeri didaerah sepertiga bawah daerah lumbar spinal pain dan sepertiga diatas

daerah sacral spinal pain.

2.2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi bagian

anterior dan posterior. Tulang belakanh terdiri dati korpus vertebra yang silindris,

dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan dilekatkan oleh ligamentum

longitudinal anterior dan posterior. Bagian posterior lebih lunak dan terdiri dari

pedikulus dan lamina yang membentuk kanalis spinalis. Bagian posterior

dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet (disebut juga sendi apofisial atau

zygoapofisial) superior dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang dilapisi

oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang elastic, yang

berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari tulang belakang

Stabilitas tulang belakang tergantung dari integritas korpus vertebrae, diskus

Universitas Sumatera Utara


intervertebralis dan struktur penunjang yakni otot dan ligament. Meskipun ligamen

yang menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas tulang belakang tetap

dipengaruhi aktivitas refleks maupun volunteer dari otot sacrospinalis, abdomen,

gluteus maximus, dan otot hamstring ( Ropper et al., 2005).

Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum

vertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena

epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur ini

dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf. Nucleus

pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi yang

normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang paling

peka terhadap gerkana dan mudah mengalami trauma (Fauci AS, Kasper DL, Longo

DL, et al, 2008).

Back pain bisa bersifat akut atau kronis. Back pain akut merupakan istilah

yang digunakan untuk kondisi yang bersifat sementara. Sedangkan back pain kronis

adalah kondisi dimana penderita mengalami nyeri punggung selama sisa hidupnya

atau melakukan perawatan secara konstan untuk mengatasinya.

2.2.3. Gejala back pain

Beberapa penyebab nyeri punggung diantaranya adalah posisi duduk atau tidur

yang salah, cedera, maupun masalah kesehatan tertentu. Nyeri punggung biasanya

bisa sembuh dengan sendirinya, sedangkan nyeri punggung kronis cukup persisten

Universitas Sumatera Utara


atau sering terjadi berulang. Berikut adalah beberapa gejala nyeri punggung (back

pain) kronis: 1) Nyeri punggung yang persisten, 2) Sensasi nyeri bervariasi mulai dari

nyeri tajam hingga nyeri tumpul, namun ada terus menerus, 3) Nyeri menyebar dari

punggung tengah atau punggung bawah menjalar turun ke pinggul, paha, bahkan pada

otot-otot betis dan kaki, 4) Nyeri di punggung bagian atas juga bisa menyebar sampai

ke leher, 5) Gejala lainnya meliputi kekakuan konstan pada punggung dan mengalami

kesulitan saat duduk, berdiri lurus, atau mengangkat benda, 6) Pada kasus ekstrim,

nyeri punggung disertai dengan gejala tambahan seperti kelemahan, mati rasa, dan

kesemutan dan 7) Penderita juga bisa mengalami sensasi terbakar yang tajam

bersamaan dengan nyeri.

2.2.4. Klasifikasi

Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus

menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat menyebar ke

area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, tajam atau tertusuk dan sensasi

terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki,

dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau

tersetrum, kelemahan, dan mati rasa. Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi,

yaitu: nyeri leher, nyeri punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan

nyeri pada tulang ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya,

yaitu: akut (±12 minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu) (6). Nyeri

punggung dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu 4 : 1) nyeri lokal, yang

Universitas Sumatera Utara


disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap nyeri yang menekan atau

mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat dengan bagian punggung yang

sakit, 2) nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral

abdomen atau pelvis. nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen atau

pelvis tetapi dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak terpengaruh dengan

posisi tubuh tertentu. Pasien dapat juga mempermasalahkan nyeri punggungnya saja,

3) nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau dialihkan

ke bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal

bagian atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal, pangkal paha, atau paha

bagian atas. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian bawah dapat

menimbulkan nyeri alih ke bagian bokong, paha bagian belakang, atau betis dan

tungkai (jarang). Injeksi provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang

sensitif terhadap nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti

distribusi dermatomal. Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian

punggung dan tungkai tanpa adanya bukti penekanan radix saraf, 4) Nyeri punggung

radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang punggung region lumbal

sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf. Batuk, bersin, atau kontraksi

volunteer dari otot abdomen (mengangkat barang berat atau pada saat mengejan)

dapat menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk dalam

posisi yang dapat meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3, dan

L4) melewati paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk.

Gambaran tentang nyeri saja biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri

Universitas Sumatera Utara


sklerotomal dan radikulopati, 5) Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot,

walaupun tak jelas, biasanya dikaitkan dengan banyak gangguan tulang belakang.

Spasme otot biasanya dikaitkan dengan postur abnormal, otot paraspinal yang

teregang, dan rasa nyeri yang tumpul.

Modifikasi posisi dan mobilisasi setelah koroner angiografi untuk mengurangi

nyeri punggung pasien tanpa peningkatan perdarahan di lokasi akses femoralis

(Pooler Lunseet al., 1996 dalam Chair et al., 2003). Nyeri didefinisikan sebagai nyeri

yang dirasakan sendiri kembali oleh pasien selama dan setelah istirahat, disebabkan

oleh Posisi supinasi di tempat tidur, diukur dengan Pain numerical rating scale.

2.2.5. Faktor Mempengaruhi Nyeri Punggung

Istirahat setelah angiografi koroner menyebabkan nyeri punggung dan

merupakan salah satu keluhan yang paling sering dari pasien (Hoglund et al., 2011).

1) Usia

Hoglund et al., (2011) menyatakan tentang mobilisasi dini (1,5 jam vs 5 jam)

dari 104 peserta dan efek dari dua metode waktu yang berbeda pada tingkat nyeri

punggung. Mereka menemukan bahwa pasien lebih dari 70 tahun cenderung

mengalami lebih banyak nyeri punggung sementara pada istirahat tapi ini tidak

signifikan. Namun, empat jam setelah mulai memobilisasi, ketika lebih dari 70 tahun,

pasien mengalami kembali merasakan sakit yang secara signifikan lebih tinggi secara

statistik (p <0,05) dibandingkan dengan peserta yang lebih muda.

2) Riwayat pasien nyeri punggung

Universitas Sumatera Utara


Chair et al,, (2004) dalam Burn (2012) menyatakan bahwa riwayat nyeri

punggung tidak signifikan berhubungan dengan nyeri punggung dalam enam jam

sekitar istirahat dan mobilisasi berikut angiografi koroner. Namun, keluhan sakit

punggung keesokan harinya dari pasien yang di istirahat untuk antara delapan dan 24

jam semalam dan memiliki riwayat sakit punggung, secara signifikan lebih tinggi

daripada mereka yang tidak memiliki riwayat sakit punggung tetapi telah mengalami

kembali rasa nyeri sementara pada istirahat. Dari hasil penelitian ini, dapat

disimpulkan bahwa pasien dengan riwayat sakit punggung harus dimobilisasi

sesegera mungkin untuk mengurangi risiko meningkatnya nyeri punggung, sementara

menjaga patient safety dari komplikasi vascular.

3) Body mass index (BMI)

Semakin lama tidur waktu istirahat dan semakin tinggi BMI, rasa sakit lebih

kembali mungkin dialami. Dalam waktu yang lebih pendek untuk mobilisasi, nyeri

punggung mungkin dialami lebih banyak pada pasien dengan BMI yang lebih rendah

(Hoglund et al., 2011 & Chair et al., 2004).

4) Jenis kelamin

Fowlow et al., 1995 dalam Burn (2012) menemukan bahwa dalam

penelitiannya ambulasi setelah pendekatan angiogram femoralis, bahwa pasien wanita

mengalami tingkat nyeri punggung signifikan lebih tinggi daripada pria ketika

dimobilisasi enam sampai delapan jam.

Universitas Sumatera Utara


2.2.6. Konsep Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan

yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan actual (International

Association for the Study of Pain [IASP], dalam Potter & Perry, 2013). Nyeri adalah

sebuah fenomena multidimensional dan sangat sulit untuk mengartikan oleh karena

itu nyeri adalah suatu pengalaman yang subjektif dan personal (Black & Hawks,

2009).

Menurut Melzack & Casey dalam Ardinata (2007) nyeri bukan hanya suatu

pengalaman sensori belaka tetapi juga berkaitan dengan motivasi dan komponen

afektif individunya.

2.2.7. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)

Teori gate control dari Melzack & Wall (1965) menjelaskan bahwa impuls

nyeri diatur oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengemukakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan

impuls dihambat saat sebuah pertahanan terututup. Upaya penutupan dilakukan untuk

mempertahankan dasar teori menghilangkan nyeri

2.2.8. Proses terjadinya nyeri

Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik yang khusus mendeteksi kerusakan

jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin nyeri dana tekanan.

Reseptor yang menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor (Kozier, Berman &

Snyder, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Proses yang berhubungan dengan persepsi nyeri dapat digambarkan sebagai

nosisepsi Kozier, Berman & Snyder ( 2010). Terdapat empat proses yang terlibat

dalam nosisepsi yaitu :

1) Transduksi

Transduksi adalah proses stimulus berbahaya (cedera jaringan) memicu

pelepasan mediator kimia (misalnya, prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamine),

yang mensensitasi nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga

menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang membangkitkan

nosiseptor (Paice, 2002 dalam Kozier, Berman & Snyder, 2010).

Transduksi terjadi saat konversi stimulus mekanik, termal atau kimia beracun

menjadi sinyal listrik yang disebut dengan potensial aksi. Stimulus berbahaya yang

timbul saat adanya kerusakan jaringan, suhu (misalnya, kulit terbakar), mekanik

(misalnya sayatan bedah) atau rangsangan kimia (misalnya, zat beracun),

menyebakan pelepasan berbagai bahan kimia ke dalam jarinagan yang rusak. Bahan

kimia lainnya dikeluarkan oleh sel mast (misalnya, serotonin, histamine, bradikinin,

dan prostaglandin), dan makrofag (Lewis et al., 2011).

Sifat-sifat reseptor sehingga yang intens berbeda dalam beberapa hal penting

mendeteksi baik intensitas rendah, stimuli normal atau rangsangan berbahaya (Kidd

& Urban, 2001).

2) Transmisi

Transmisi adalah proses dimana sinyal rasa sakit diteruskan dari bagian

perifer ke susum tulang belakang dan kemudian ke otak, dimana potensial aksi

Universitas Sumatera Utara


diteruskan dari tempat cedera ke spinal cord kemudian dari spinal cord diteruskan ke

otak dan hipotalamus, kemudian dari hipotalamus diteruskan ke korteks untuk

kemudian diproses (Lewis et al., 2011).

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa

impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf

aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang

berdiameter besar (Davis, 2003 dalam Ardinata 2007).

Proses ini meliputi tiga segmen (McCaffery & Pasero, 1999 dalam Kozier,

Berman & Snyder, 2010) yaitu: 1) Segmen pertama Impuls nyeri berjalan dari serabut

saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P bertindak sebagai neurotransmitter yang

meningkatkan pergerakan impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron afferent

primer ke neuron ordo ke dua di kornu dorsalis medulla spinalis. Dua tipe serabut

noiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medulla spinalis yaitu serabut

C, yang mentranmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan dan serabut A delta

mentranmisikan nyeri tajam dan lokal, 2) Segmen kedua segmen ini meliputi

transmisi dari medulla spinalis dan asendens melalui traktus spinotalakmikus ke

batang otak dan thalamus, dan 3) Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara

thalamus ke korteks sensorik, somatik tempat terjadinya persepsi nyeri.

3) Persepsi

Persepsi adalah titik di mana seseorang menyadari rasa sakit. sedangkan

korteks berhubungan dengan somatosensorik korteks terutam mengidentifikasi lokasi

dan intensitas nyeri (Potter & Pery, 2013). Menurut Lewis et al., (2011) persepsi

Universitas Sumatera Utara


terjadi ketika terjadinya nyeri, pengakuan serta ditanggapi oleh individu yang

mengalami rasa nyeri.

Persepsi adalah ketika klien menjadi sadar rasa sakit. Persepsi nyeri adalah

jumlah kegiatan yang kompleks dalam sistem saraf pusat yang dapat membentuk

karakter dan intensitas nyeri yang dirasakan dan menganggap arti rasa sakit. Konteks

psikososial situasi dan makna rasa sakit berdasarkan pengalaman masa lalu dan

harapan masa depan membantu membentuk respon perilaku yang mengikutinya

(Kozier, Berman & Snyder, 2010).

4) Modulasi

Penghambatan impuls ini nyeri adalah tahap keempat dan terakhir dari

nociceptive yang proses yang dikenal sebagai modulasi (Pasero & McCaffery, dalam

Potter & Perry, 2013). Sering digambarkan sebagai "sistem yang menurun" Proses ini

terjadi ketika neuron di thalamus dan batang otak mengirim sinyal kembali ke horn

dorsal sumsum tulang belakang (Kozier et al., 2010). Proses modulasi mengacu

kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut

(Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata, 2007).

2.2.9. Dimensi Nyeri

Multidimensionalitas nyeri terdiri atas :

1) Dimensi fisiologis

Dimensi ini mencakup faktor-faktor yang berhubungan dengan

genetic,anatomi dan fisik dari pengaruh nyeri serta bagaimana stimulasi yang

menyakitkan (Lewis et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


Dimensi fisiologis terdiri dari penyebab organik dari nyeri tersebut seperti

kanker yang telah bermetastase ke tulang atau mungkin juga telah menginfiltrasi ke

system saraf (Ahles et al., 1983; Davis, 2003 dalam Ardinata 2007). Berdasarkan

dimensi fisiologis, terdapat dua karakteristik yang melekat dalam pengalaman nyeri,

yaitu: durasi dan pola nyeri. Durasi nyeri mengacu kepada apakah nyeri yang dialami

tersebut akut atau kronik. Sedangkan pola nyeri dapat

diidentifikasi sebagai nyeri singkat, sekejap, atau transient, ritmik, periodik, atau

juga nyeri berlanjut, menetap atau konstan (Ardinata, 2007).

2) Dimensi afektif

Dimensi afektif merupakan suatu respon emosional terhadap nyeri seperti

marah, takut, depresi dan cemas. Emosi yang negatif dapat mengurangi kualitas

hidup. Hubungan negatif antara depresi dan nyeri dapat menyebabkan kerusakan

fungsi (Lewis et al., 2011).

Dimensi afektif dari nyeri mempengaruhi respon individu terhadap yang

dirasakanya. Menurut (McGuire dan Sheilder 1993 Dalam Ardinata, 2007), dimensi

afektif dari nyeri indentik dengan sifat personal tertentu dari individu. Pasien-pasien

yang mudah sekali mengalami kondisi depresi atau gangguan psikologis lainnya akan

lebih mudah mengalami nyeri yang sangat dibandingkan dengan pasien lainnya.

Buckelew, Parker, dan Keefe et al., (1994) menemukan bahwa keparahan nyeri

berhubungan signifikan dengan kondisi depresi individu yang mengalami nyeri

kronik. Mereka juga menyatakan bahwa semakin berat nyeri yang dialami, maka

semakin tinggi tingkat depresi individu tersebut (Ardinata, 2007).

Universitas Sumatera Utara


3) Dimensi Sensori

Dimensi sensori pada nyeri berhubungan dengan lokasi dimana nyeri itu

timbul dan bagaimanan rasanya. Ahles et al., (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga

komponen spesifik dalam dimensi sensori, yaitu lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri.

Lokasi dari nyeri memberikan petunjuk penyebab nyeri bila ditinjau dari segi aspek

sensori. Lokasi nyeri ini sendiri dapat dilaporkan oleh pasien pada dua atau lebih

lokasi (McGuire & Sheidler, 1993 dalam Ardinata, 2007). Kondisi dimana

dirasakannya nyeri pada beberapa lokasi yang berbeda mengimplikasikan keterlibatan

dimensi sensori. Semakin banyak lokasi nyeri yang dirasakan oleh pasien, maka akan

semakin sulit bagi pasien untuk melokalisasi area nyerinya.

4) Dimensi kognitif

Dimensi kognitif berkaitan dengan suatu kepercayaan dan kebiasaan seseorang

dalam berespon terhadap pengaruh nyeri. Penggunaan strategi koping kognitif dan

keyakinan saat bernegosiasi dengan nyeri (Lewis et al., 2011)

Dimensi kognitif dari nyeri menyangkut pengaruh nyeri yang dirasakan oleh

individu terhadap proses berpikirnya atau pandangan individu terhadap dirinya

sendiri (Ahles et al., 1983) respon pikiran individu terhadap nyeri yang dirasakan

dapat diasosiasikan dengan kemmapuan koping individu mengahadapi nyerinya.

Barkwell (2005) melaporkan bahwa pasien yang berpendapat nyerinya sebagai suatu

tantangan melaporkan nyeri lebih rendah dengan tingkat depresi yang rendah juga

dan disertai dengan mekanisme koping yang lebih baik jika dibandingkan dengan

pasien yang menganggap nyerinya adalah sebagai hukuman atau sebagai musuh.

Universitas Sumatera Utara


5) Dimensi perilaku

Dimensi perilaku yang berkaitan dengan suatu perilaku yang dapat diamati

sebagai respon atau kotrol terahdap nyeri. Misalnya ekspresi wajah saat menahan

nyeri seperti meringis atau mudah tersinggung (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher

& Camera, 2011). Menurut fordce (dalam Ardinata, 2007) dimensi perilaku dari nyeri

meliputi serangkaian perilaku yang dapat diobservasi yang berhubungan dengan nyeri

yang dirasakan dan bertindak sebagai cara mengkomunikasikan ke lingkungan bahwa

seseorang tersebut mengalami atau merasakan nyeri. Tampilan perilaku nyeri yang

diperlihatkan seseorang dapat berupa guarding, bracing, grimacing, keluhan verbal,

dan perilaku mengkonsumsi obat.

6) Dimensi sosiokultural

Dimensi sosiokultural merupakan dimensi yang mempengaruhi nyeri seprti

factor, usia dan jenis kelamin. Keluarga dan pendaping pasien saat merawat juga

dapat mempengaruhi. Penggunaan obat-obatan dan strategis koping juga

mempengaruhi terhadap tingkat nyeri yang dirasakan (Lewis et al., 2011).

Dimensi sosio-kultural nyeri terdiri dari berbagai variasi dari faktor

demograpi, adapt istiadat, agama, dan faktor-faktor lain yang berhubungan yang

dapat mempengaruhi persepsi dan respon seseorang terhadap nyerinya (McGuire &

Sheidler, 1993 dalam Ardinata, 2007).

2.2.10. Tipe Nyeri

Tipe nyeri dapat dikelompokan berdasarkan waktu, tempat dan penyebabnya

(Kozier, Berman & Snyder, 2010).

Universitas Sumatera Utara


1) Menurut waktu nyeri

Nyeri menurut waktu adalah lamanya nyeri yang dialami oleh individu.

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang yang umumnya berlangsung dalam waktu

singkat atau kurang dari enam bulan (Black & Hawks, 2009) memiliki awitan

mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intesitasnya (Kozier, Berman & Snyder,

2010). Sedangkan menurut Ignatavicius & Workman (2010) mendefenisikan nyeri

akut adalah nyeri yang biasanya berlangsung singkat, terjadi secara tiba-tiba dan

telokalisasi dimana pasien umumnya dapat menjelaskan tentang nyeri yang dirasakan.

b. Nyeri kronik

Nyeri yang berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau menetap

selama enam bulan atau lebih dan mengganggu fungsi tubuh (Kozier, Berman &

Snyder, 2010). Sedangkan menurut Ignatavicius & Workman (2010) nyeri kronik

merupakan nyeri yang berlangsung menetap atau nyeri yang berulang-ulang untuk

waktu periode tertentu dan biasanya berlangsung lebih dari tiga bulan.

Nyeri kronik menurut Ignatavicius & Workman (2010) terbagi dua, yaitu : 1)

Nyeri kronik kanker disebabkan oleh penyakit itu sendiri, sumber nyeri kanker adalah

kompresi pada saraf, pertumbuhan abnormal jaringan kanker, atau metastase tulang.

Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan pembedahan dan toksisitas dari terapi

kemoterapi atau radioterapi, dan 2) Nyeri kronik non kanker dapat disebabkan oleh

penyakit-penyakit kronik rheumatoid atritis, nyeri punggung bawah dan osteoporosis

2) Menurut lokasi nyeri

Universitas Sumatera Utara


Nyeri berdasakan asal lokasi atau sumber nyeri terbagi atas tiga, yaitu:

a. Nyeri kutaneus

Menurut Kozier et al., (2010) Nyeri yang berasal dari kulit atau jaringan

subkutan. Nyeri kutaneus dapat ditandai dengan onset mendadak dan tajam atau

kualitas tetap atau dengan onset lambat dan kualitas seperti rasa terbakar, tergantung

pada jenis serat saraf yang terlibat. Reseptor nyeri berakhir tepat dibawah kulit dan

karena konsentrasi tinggi dari ujung saraf, atau juga sering disebut nyeri lokal dengan

durasi pendek (Black & Hawks, 2009).

b. Nyeri Somatik Profunda

Nyeri yang berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf.

Nyeri somatic profunda menyebar dan cenderung berlangsung lebih lama

dibandingkan nyeri kutaneus (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

c. Nyeri Viseral

Nyeri yang berasal dari stimulus reseptor nyeri rongga abdomen, cranium dan

toraks. Nyeri visceral cenderung menyebar dan seringkali terasa seperti nyeri somatic

profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri tumpul atau merasa tertekan. Nyeri sering

disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemic, spasme otot (Kozier, Berman &

Snyder, 2010).

Nyeri visceral sangat sulit untuk dilokalisasi, dan beberapa cedera pada

jaringan visceral terlihat seperti nyeri alih atau referred pain, dimana sensasi

telokalisir pada daerah yang tidak ada hubungannya dengan tempat terjadinya cedera

(Black & Hawks, 2009).

Universitas Sumatera Utara


3) Menurut tempat dirasakan

Nyeri berdasarkan tempat nyeri dirasakan dapat dibagi beberapa, yaitu:

a. Nyeri menjalar

Nyeri yang dirasakan disumber nyeri dan meluas ke jaringan-jaringan

disekitarnya, misalnya nyeri jantung tidak hanya dapat dirasakan didada tetapi juga

dapat dirasakan dibahu kiri maupun kelengan (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

b. Nyeri alih

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh

dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya, nyeri yang berasal dari sebuah

bagian visera abdomen dapat dirasakan disuatu area kulit yang jauh dari oragan yang

menyebabkan nyeri (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

Nyeri alih adalah bentuk nyeri visceral dan dirasakan di daerah yang jauh dari

tempat stimulus. Itu terjadi ketika serat syaraf yang melayani area tubuh yang jauh

dari tempat stimulus lewat di dekat stimulus. Sensasi nyeri alih mungkin intens, dan

mungkin ada sedikit atau tidak merasakan sakit pada titik stimulus berbahaya (Black

& Hawks, 2009).

c. Nyeri tak tertahankan

Nyeri tak tertahankan adalah nyeri ynag sangat sulit diredakan. Salah satu

contohnya adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut (Kozier, Berman & Snyder,

2010).

Universitas Sumatera Utara


d. Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik adalah neri akibat kerusakan system syaraf tepi atau syaraf

pusat dimasa kini atau masa lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah stimulus,

seperti kerusakan jaringan atau syaraf untuk rasa nyeri. Nyeri neuropatik berlangsung

lama, tidak menyenangkan, dan dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri

tumpul dan nyeri tumpul yang berkepanjangan (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

Nyeri yang melibatkan sistem syaraf pusat atau system syaraf perifer (Gililland,

2008).

e. Nyeri bayangan

Nyeri bayangan adalah sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh

yang telah hilang missal pada kaki yang telah di amputasi. Nyeri bayangan disebut

juga dengan Phantom pain (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

Seseorang yang sudah menjalani amputasi bagian tubuh dapat terus

mengalami atau merasakan sensasi di bagian tubuh yang sudah diamputasi seolah-

olah bagian tersebut masih ada atau melekat. Serabut syaraf yang melayani bagian ini

terus meluas ke bagian perifer, yang berakhir dilokasi sayatan (Blakc & Hawks,

2009).

f. Breakthrough pain

Breakthrough pain adalah nyeri yang datang tiba-tiba untuk jangka waktu

yang singkat serta tidak dapat diatasi dengan manajemen nyeri yang normal oleh

Universitas Sumatera Utara


pasien. Hal ini sering terjadi pada pasien kanker yang sering memiliki tingkat latar

belakang nyeri yang di kendalikan oleh obat-obatan (Black & Hawks, 2009).

2.2.11. Pengkajian Nyeri

Pengkajian nyeri menurut Smeltzer & Bare (2010) yaitu meliputi:

1) Intesitas nyeri

Pengukuran intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan skala verbal

Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan skala intensitas nyeri numeric

(pain numerical rating scale atau PNRS) dimana 0 sama dengan tidak ada nyeri dan

10 sama dengan nyeri yang hebat yang dikembangkan oleh McCafeery & Beebe,

(1993).

Gambar 2.1. Pain numerical rating scale (McCaffery, M., Beebe, A., et al.,1989).

2) Karakteristik nyeri

Meliputi letak atau lokasi dimana nyeri dirasakan, durasi atau waktu nyeri

berlangsung.

3) Factor- factor yang mempengaruhi nyeri

Universitas Sumatera Utara


Meliputi gerakan, istirahat, obat-obatan dan apa yang dipercaya pasien dapat

membantu mengatasi nyerinya

4) Efek nyeri terhadapa aktivitas kehidupan sehari-hari

Meliputi efek nyeri terhadap tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan

orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai.

5) Kekhawatiran individu tentang nyeri

Meliputi berbagai masalah yang luas seperti beban ekonomi, prognosis,

pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri

2.2.12. Manajemen Nyeri

1) Farmakologi

Manajemen farmakologi yang dilakukan adalaah pemberian analgesik atau obat

penghilang rasa sakit (Black & Hawks, 2009).

Penatalakasanaan farmakologi adalah pemberian obat-obatan untuk

mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat digolongkan kedalam :

a. Analgesic opoid (narkotik)

Analgesic opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein opioid

meredakan nyeri dan memberi rasa euphoria lebih besar dengan meningkatkan

reseptor opiate dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab didalam tubuh)

Penekanan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap serta

perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan

(Kozier, Berman & Snyder, 2010).

Universitas Sumatera Utara


b. Obat-obatan anti-inflamasi non opioid/nonsteroid (non steroid anti

inflammation drugs/ NSAID)

Non opoid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid

(NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesic, dan

antipiretik. Obat-obatan ini menurunkan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi

ditempat cedera dan menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu

produksi prostaglandin ditempat cedera (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

c. Analgesic penyerta

Analgesic penyerta adalah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan

analgesic tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut, selain

bekerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat membantu

mengurangi ansietas, stress dan ketegangan sehingga pasien dapat tidur dengan baik

dimalam hari. Anti depresan digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau

gangguan alam perasaan yang mendasari tetapi dapat juga meningkatkan strategi

nyeri yang lain (Kozier, Berman & Snyder, 2010).

2) Non farmakologi

Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan terapi

fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dingin, akupuntus dan

akupresure) serta kognitif dan behavioral terapi (latihan nafas dalam , relaksasi

progresif, rytmic breathing, terapi music, bimbingan imaginasi, biofeedback,

distraksi, sentuhan teurapetik, meditasi, hipnosi humor dan magnet) (Black & Hawks,

2009).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,

teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk

kemandirian (Kozier, 2010). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan

gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,

duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap

dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004).

Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif

dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien

dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total

atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh

dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).

Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh NANDA sebagai

suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan

gerak fisik (Potter & Perry, 2010). Tirah baring merupakan suatu intervensi dimana

klien di batasi untuk tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik.

Mempertahankan kesejajaran tubuh merupakan hal penting khususnya pada

klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi aktual maupun potensial. Mobilisasi

ditempat tidur meliputi perubahan posisi (posisi miring ke kiri maupun ke kanan

duduk ditempat tidur) gerakan pasif dan aktif (Suardika, 2005).

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya

penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan

Universitas Sumatera Utara


pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus

diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan

dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam

pelaksanaan mobilisasi

2.3.1. Tujuan Mobilisasi

Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Garrison (2004), antara lain 1)

Mempertahankan fungsi tubuh, 2) Memperlancar peredaran darah sehingga

mempercepat penyembuhan luka, 3) Membantu pernafasan menjadi lebih baik, 4)

Mempertahankan tonus otot, 5) Memperlancar eliminasi alvi dan urin, 6)

Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau

dapat memenuhi kebutuhan gerak harian, dan 7) Memberi kesempatan perawat dan

pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi.

2.3.2. Macam Mobilisasi

Macam-macam mobilisasi antara lain :

1. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu

mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak keuntungan

bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi pasien untuk memenuhi

kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran

dalam kehidupan sehari hari.

2. Mobilisasi sebagian

Universitas Sumatera Utara


Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan

syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat

dibedakan menjadi:

1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada sistim

muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang, 2) Mobilisasi permanen biasanya

disebabkan oleh rusaknya sistim syaraf yang reversibel.

2.3.3. Kontra Indikasi Mobilisasi

Pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode tidak

terlalu lama seperti pada pada kasus infark miokard akut, Disritmia jantung, atau syok

sepsis, kontraindikasi lai dapat di temukan pada kelemahan umum dengan tingkat

energi yang kurang.

Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh

individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap,

gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Potter & Perry, 2010).

Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) adalah suatu upaya mempertahankan

kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk

mempertahankan fungsi fisiologis.

Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh

digerakkan pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka operasi

yang masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak

sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis

operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin asalkan rasa

Universitas Sumatera Utara


nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan. Pergerakan

pada masa pemulihan akan mempercepat pencapaian level kondisi seperti pra

pembedahan. Akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan

serta juga dapat mengurangi stress psikis. Pada saat awal pergerakan fisik biasa

dilakukan diatas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa

ditekuk atau diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun

dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan

(Kusmawan, 2008).

2.3.4. Definisi

Posisi miring kanan dan miring kiri merupakan posisi yang diberikan pada

pasien tirah baring untuk mengurangi tekanan yang terlalu lama dan gaya gesekan

pada kulit, di samping itu juga mencegah terbentuknya luka tekan, kemudian

mengubah posisi setiap 2 jam sekali (Effendi, 2011).

2.3.5. Teknik Mengubah Posisi

Pasien yang mengalami gangguan fungsi sistem skeletal, saraf dan peningkatan

kelemahan serta kekakuan biasanya membutuhkan bantuan perawat untuk

memperoleh kesejajaran tubuh yang tepat ketika selama berada di tempat tidur (Perry

& Potter, 2013).

1) Posisi berbaring kesamping

Posisi diatur berbaring kesamping kanan / kiri. Lengan yang dibawah tubuh

diatur fleksi didepan kepala atau diatas bantal. Sebuah bantal dapat diletakkan

Universitas Sumatera Utara


dibawah kepala dan bahu. Untuk menyokong otot sternokleidomartoid dapat dipasang

bantal di bawah tangan. Untuk mencegah lengan aduksi dan bahu beratasi ke dalam,

sebuah bantal dapat diletakkan dibawahnya. Untuk mencegah paha beraduksi dan

berotasi ke dalam, sebuah bantal dapat diletakkan di bawah kaki atas, sambil kaki atas

diatur sedikit menekuk kedepan (Potter & Perry, 2013).

2) Posisi Terlentang

Posisi terlentang dengan pasien menyandarkan punggungnya disebut posisi

dorsal rekumben. Pada posisi terlentang hubungan antar-bagian tubuh pada dasarnya

sama dengan kesejajaran berdiri yang baik kecuali tubuh berada pada potongan

horizontal (Potter & Perry, 2013).

3) Posisi Miring

Pada posisi miring (lateral) pasien bersandar disamping, dengan sebagian

besar berat tubuh berada pada pinggul dan bahu. Kesejajaran tubuh harus sama ketika

berdiri. Contohnya struktur tulang belakang harus diperhatikan, kepala harus di

sokong pada garis tengah tubuh, dan rotasi tulang belakang harus dihindari (Potter &

Perry, 2013).

4) Posisi Sims

Posisi sims berbeda dengan posisi miring pada distribusi berat badan klien.

Pada posisi sims berat badan berada pada tulang ilium anterior, humerus dan

klavikula.

Universitas Sumatera Utara


5) Posisi telungkup

Klien barada dalam posisi telungkup adalah berbaring dengan wajah

menghadap ke bawah. Bantal kepala harus cukup tipis mencegah fleksi maupun

ekstensi servikal dan mempertahankan kesejajaran spinal lumbal. Penempatan bantal

dibawah tungkai bagian bawah memungkinkan pergelangan kaki dorsifleksi dan lutut

menjadi fleksi yang menjadi relaksasi. Jika bantal tidak dipakai maka pergelangan

kaki menjadi dorsifleksi di atas ujung matras.

2.3.6. Tujuan Mengatur Posisi

Tujuan mengatur posisi pasien adalah memberikan rasa nyaman pada pasien,

mempertahankan atau menjaga postur tubuh tetap baik, menghindari komplikasi yang

mungkin timbul akibat tirah baring. Posisi pasien sebaiknya dirubah setiap 2 jam bila

tidak ada kontra indikasi.

2.3.7. Pengaturan Posisi

Para peserta dalam kelompok eksperimen Chair et al., (2003) memiliki posisi

bervariasi dari supinasi, sisi kanan-kiri berbaring dan sisi-berbaring per jam dari dua

jam setelah pengangkatan selubung, sementara kelompok kontrol dipertahankan

supinasi untuk jangka waktu yang sama (8-24 jam tergantung pada ahli jantung).

Langkah-langkah nyeri punggung dua, empat dan enam jam dan keesokan paginya

secara signifikan berkurang pada kelompok eksperimen jika dibandingkan dengan

kelompok kontrol (<0,001 pada semua jangka waktu di dan setelah dua jam).

Rezaei-Adaryani, Ahmadi, Mohamadi & Asghari-Jafarabadi (2009)

melakukan penelitian di Iran di mana, dalam dua kelompok eksperimen, mengangkat

Universitas Sumatera Utara


bagian belakang tempat tidur secara bertahap hingga 15° setiap jam setelah

pengangkatan selubung langsung sampai 45° dicapai dan kemudian sisi berbaring

dengan elevasi kepala 15° setelah jam kelima dicapai dengan total tirah baring

selama delapan jam. Salah satu kelompok eksperimen juga memiliki bantal tipis di

bawah satu sisi, yang berubah dari satu sisi ke sisi lain setiap setengah jam.

Kelompok kontrol tetap supinasi, dengan karung pasir di tempat pada titik akses

femoralis, selama delapan jam. Tingkat nyeri punggung yang berkurang secara

signifikan pada kelompok eksperimen vs kelompok kontrol setelah jam ketiga (p

<0,05), tanpa peningkatan k omplikasi vaskular (p = 0,6 perdarahan, p = 0,99

hematoma).

2.4. Landasan Teori

Teori keperawatan yang akan diaplikasikan pada penelitian ini adalah teori

Orem Self care menurut Orem (1991) yaitu kemampuan individu untuk

memprakarsai dirinya dalam melakukan perawatan diri sendiri dalam rangka

mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan.

Menurut Marriner A., (2013) Orem menetapkan teori perawatan diri (self

care) sebagai teori secara umum. Orem membagi Self Care menjadi 3 (tiga) konsep

yang saling berhubungan, yaitu teori Self Care, teori self Care Deficit dan teori

Nursing System, yang mencakup enam konsep sentral yaitu, Self Care, Self Care

Agency, Therapeutik Self Care Demand, Self Care Deficit, Nursing Agency, Nursing

System dan Conditioning Factor.

Orem (2001) menjelaskan pula tentang beberapa hal yang berhubungan

Universitas Sumatera Utara


dengan self care yaitu standar dari keadaan perawatan diri (Therapeutic self care

demand), dan individu yang memberikan bantuan (self care agency) Therapeutic Self

Care Demand merupakan totalitas dari tindakan perawatan diri yang terbentuk dalam

beberapa rentang waktu dalam rangka untuk menemukan kebutuhan perawatan

dirinya dengan menggunakan metode yang valid. Self Care Agency merupakan

kemampuan seseorang untuk dapat memperhitungkan kemampuan merawat dirinya

sendiri. Terdapat tiga pengertian yang berhubungan, yaitu : Agent (seseorang yang

melakukan tindakan), Self care agent (penyedia perawatan diri) dan Dependent care

agent (penyedia perawatan).

Orem mengidentifikasi 5 metode untuk memberikan bantuan keperawatan :

1). Memberikan pelayanan langsung dalam bentuk tindakan keperawatan, 2).

Memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan pasien dalam memenuhi

kebutuhannya secara mandiri, 3). Memberikan dorongan secara fisik dan psikologik

agar pasien dapat mengembangkan potensinya sehingga dapat melakukan perawatan

mandiri 4), Memberikan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung

perkembangan pribadi pasien untuk meningkatkan kemandirian dalam perawatannya

dan 5). Mengajarkan pasien tentang prosedur dan aspek-aspek tindakan agar pasien

dapat melakukan perawatan dirinya secara mandiri.

Tujuan dari keperawatan adalah dengan memindahkan pasien seperti terhadap

perawatan diri bertanggung jawab dengan mengurangi ketidaknyamanan yang

disebabkan oleh posisi supinasi. Pengaruh dari perubahan posisi pasien di tempat

Universitas Sumatera Utara


tidur setelah post kateterisasi jantung akan mendukung kenyamanan pasien dengan

mengurangi nyeri punggung.

Gambar 2.1. Theory of Nursing Systems (projected. (Orem, D. E. 2001)

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Teori

Post kateterisasi jantung Self care

Bedrest 6-8 Jam Nursing of system

Nyeri punggung Self care agency

Pengaturan Posisi

Miring kanan 15 menit Miring kiri 15 menit

Penurunan skala nyeri

Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang

dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai identifikasi

masalah. Kerangka konsep didukung landasan teori yangtelah dibahas. Sedangkan

hipotesis merupakan perkiraan sementara mengenai hubungan antara variabel-

variabel yang diteliti. Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep atau

variabel yang akan diteliti. Variabel adalah yang melekat pada populasi, bervariasi

antara satu orang dengan yang lainya diteliti dalam suatu penelitian (Dharma, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen yaitu intensitas

nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung dan variabel independent adalah

pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri. Kerangka konsep dalam penelitian

ini mendeskripsikan bahwa nyeri pada pasien post kateterisasi jantung dengan self

care agency dalam bentuk yaitu dengan pengaturan posisi miring kanan dan miring

kiri.

Kerangka konsep dalam penelitian ini mendeskripsikan bahwa pasien post

kateterisasi jantung yang ada dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok

intervensi dan kelompok kontrol, dimana kelompok intervensi diberikan pengaturan

posisi miring kanan dan miring kiri, sedangkan pada kelompok kontrol tidak

diberikan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri. Dimana pada tiap-tiap

kelompok akan dilakukan pengukuran intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kelompok kontrol

kelompok yang tidak diberikan perlakuan pengukuran intesitas nyeri punggung yaitu

dilaksanakanpada saat pre kontrol dan post kontrol. Setelah melewati proses tersebut,

diharapkan terjadi perubahan intesitas nyeri punggung pada pasien post kateterisasi

jantung.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian konsep diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep

penelitian sebagai berikut

Pasien post kateterisasi jantung

Intervensi

Observasi : Observasi :
Nyeri punggung sebelum Nyeri punggung

Intervensi
Kontrol
Diberikan posisi miring kanan dan miring kiri
dilakukan pada dua jam post kateterisasi jantung
selama 30 menit ( 15 menit posisi miring kanan
dan 15 menit posisi mirin kiri).dilakukan sebanyak
3 kali, dan prosedur evaluasi dilakukan pada jam
ke delapan post kateterisasi jantung.

Post intervensi
Observasi :
Observasi :
Nyeri punggung
Nyeri punggung sesudah

Nyeri punggung pasien


post kateterisasi jantung
(post Intervensi dan Post
Kontrol)

Perbedaan intesitas nyeri

Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan desain penelitian, waktu dan tempat penelitian,

populasi dan sampel, pengambilan sampel, pengukuran sampel, instrumen, analisa

data, dan pertimbagan etik.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain Quasy-

Experiment dengan rancangan Pretest-posttest Group Design

Tabel 3.1. Design control group pretest-posttest


Kelompok Pretest Treatment Posttest

Intervensi O1 X O2

Kontrol O3 O4

Keterangan

O1 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung sebelum posisi miring kanan

miring kiri setiap 2 jam.

O2 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung setelah posisi miring kanan

miring kiri setiap 2 jam.

O3 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung dimulai dari 0 sampai 8 jam

post kateterisasi jantung

O4 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung dimulai dari 0 sampai 8 jam

post kateterisasi jantung

Universitas Sumatera Utara


Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Cardiovascular (RIC) Rumah

Sakit Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan merupakan

rumah sakit Tipe A yang menjadi rujukan dari seluruh rumah sakit di Sumatera

sehingga lebih memungkinkan untuk mencapai jumlah responden yang dapat

mewakili populasi.

3.1.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan mulai tanggal 5 Agustus - 11 September

2015. Pengambilan data penelitian untuk kelompok intervensi dimulai pada tanggal 5

Agustus sampai dengan 28 Agustus 2015, sedangkan pengambilan data penelitian

untuk kelompok kontrol dimulai pada tanggal 31 Agustus s/d 11 Setember 2015.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan

tindakan kateterisasi jantung koroner diagnostik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan.

3.2.2 Sampel

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik non

probability sampling akan digunakan untuk menentukan sampel yang berkualifikasi

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu pemilihan sampel dilakukan tanpa

menggunakan randomisasi (Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Metode dalam pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive

sampling. Metode ini adalah suatu metode yang melibatkan semua populasi yang

memenuhi kriteria selama waktu tertentu untuk ukuran sampel yang diinginkan

terpenuhi (Polit & Beck, 2012).

Sampel penelitian yang diambil adalah pasien post kateterisasi jantung dengan

kriteria inklusi sebagai berikut:

1) Pasien post kateterisasi jantung yang tidak mengalami perdarahan

2) Pasien post kateterisasi jantung melalui femoralis

Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Pasien kateterisasi post kateterisasi jantung yang mengalami perdarahan

2) Pasien yang melakukan kateterisasi jantung yang mengalami nyeri punggung

yang hebat

Penentuan besarnya sampel dalam penelitian ini menggunakan effect size

merupakan pendekatan berbasis bukti untuk merancang sebuah studi baru yaitu, studi

baru menggunakan bukti dari penelitian sebelumnya untuk memperkirakan berapa

banyak anggota sampel akan diperlukan untuk mencapai efek yang sudah diketahui

sebelumnya. Menentukan effect size (d) dengan menggunakan rumus Cohen’sd,

dalam penghitungan uji dua mean yaitu perbedaan antara dua mean populasi sebelum

dan sudah, dibagi dengan rata-rata standar deviasi (Polit & Beck, 2012) yaitu:

Keterangan :

Universitas Sumatera Utara


d = Effect Size

μ1-μ2 = Perbedaan rata-rata kedua kelompok

 = Standar deviasi

Perolehan sampel dalam penelitian ini, yaitu berdasarkan studi literatur yang

relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hoglund, Stenestrand, Todt, dan

Johansson (2011) yang berjudul pengaruh mobilisasi dini pasien menjalani angiografi

komplikasi pembuluh darah dan nyeri punggung. Berdasarkan artikel jurnal tersebut

diperoleh nilai mean maksimum nyeri punggung (µ1= 7,5) dan nilai mean minimum

nyeri punggung (µ2=3,8), kemudian dibagi dengan rata-rata standar deviasi yang

merupakan hasil penjumlahan dari nilai standar deviasi maksimum nyeri punggung

4,51 ditambah standar deviasi minimum nyeri punggung 3,8 kemudian dibagi dua

maka diperoleh rata-rata standar deviasi = 4,15 maka nilai effect size (d) = 0,89. Maka

nilai effect size (d) = 0,89 dengan nilai α=0.05.

Berdasarkan nilai effect size diatas didapatkan jumlah sampel sebesar 26

responden. Penggunaan uji parametric akan lebih representative jika ukuran sampel

minimal 30 responden dan untuk mengurangi bias dari variable confounding sehingga

effect size dalam penelitian ini diturunkan menjadi 0,7. Kemudian disesuaikan

dengan tabel Cohens ‘d sehingga besar sampel sebanyak 30 orang responden. Jumlah

Universitas Sumatera Utara


sampel keseluruhan sebanyak 60 orang dengan 30 orang kelompok intervensi dan 30

orang kelompok kontrol.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian meliputi :

3.3.1 Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

lembar isian penelitian dan lembar observasi. Lembar isian penelitian mencakup

usia, jenis kelamin, berat badan, dan riwayat nyeri. Lembar observasi diberikan untuk

mengobservasi intensitas nyeri, sebelum dan sesudah diberi intervensi yaitu

memberikan posisi miring kanan dan miring kiri, dengan menggunakan pain

numerical rating scale (PNRS) yang dikembangkan oleh (McCaffery & Beebe et al.,

1989). Alasan penggunaan PNRS pada penelitian ini karena skala ini merupakan

skala pengukuran intensitas nyeri yang umum digunakan untuk mengukur intensitas

nyeri serta mudah untuk dilakukan atau untuk dinilai tingkat intensitas nyeri pasien

nyeri punggung post kateterisasi jantung.

3.3.2 Tekhnik pengumpulan data

1) Tahap persiapan, meliputi prosedur pengumpulan data yaitu :

a. Peneliti meminta persetujuan surat izin penelitian di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

b. Peneliti meminta persetujuan surat Izin penelitian di Rumah Sakit Umum

Pusat H. Adam Malik Medan yang di teliti

c. Peneliti meminta persetujuan kepada pejabat instalasi pusat Jantung Terpadu

Universitas Sumatera Utara


d. Peneliti meminta persetujuan kepada kepala ruangan rawat inap

cardiovascular

e. Peneliti meminta persetujuan penelitian (informed concent) untuk mengikuti

proses tahapan penelitian.

2) Tahap penelitian

a. Pre test

Sebelum melakukan intervensi, peneliti melakukan pengukuran intensitas

nyeri yaitu menggunakan pain numerical rating scale (PNRS). Intesitas nyeri yang

terdapat pada rentang yaitu 0-10, dimana 0 (tidak ada nyeri), 1-3 (nyeri ringan), 4-6

(nyeri sedang), dan 7-10 (nyeri berat) dan selanjutnya menggunakan lembar observasi

yaitu yang digunakan skala pengukuran nyeri menggunakan pain numerical rating

scale (PNRS).

b. Intervensi

Pada tahap awal sebelum dilakukan tindakan pasien diukur intesitas nyeri

punggung baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi selanjutnya setelah

dua jam kateterisasi jantung pada kelompok intervensi diberikan tindakan yaitu

Tindakan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri dilakukan setelah dua jam

kateterisasi jantung yaitu selama 30 menit (15 menit posisi miring kanan dan 15

menit posisi miring kiri). Perlakuan tindakan pengaturan posisi miring kanan dan

miring kiri dilakukan sebanyak 3 kali, yang dilaksanakan pada jam kedua setelah

kateterisasi jantung yaitu dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri

selama 30 menit selanjutnya pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri

Universitas Sumatera Utara


dilakukan pada jam kelima setelah kateterisasi jantung yaitu selama 30 menit (15

menit posisi miring kanan dan 15 menit posisi miring kiri) dan yang ketiga dilakukan

yaitu pada jam ke delapan setelah kateterisasi jantung yaitu selama 30 menit (15

menit posisi miring kanan dan 15 menit posisi miring kiri) dan prosedur evaluasi

dilakukan pada jam ke delapan post kateterisasi jantung.

c. Post Test

Setelah dilakukan intervensi, peneliti melakukan pengukuran nyeri pada jam

ke delapan dengan menggunakan pain numerical rating scale (PNRS). Intesitas nyeri

yang terdapat pada rentang yaitu 0-10, dimana 0 (tidak ada nyeri), 1-3 (nyeri ringan),

4-6 (nyeri sedang), dan 7-10 (nyeri berat)

3.4 Variabel Penelitian

Table 3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variable Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional

Independen

Posisi miring Pemberian Tindakan posisi


kanan miring posisi miring miring kanan dan
kiri kanan dan miring kiri dilakukan
pada dua jam setelah
miring kiri kateterisasi jantung
pasien post selama 30 menit ( 15
kateterisasi menit posisi miring
jantung setelah kanan dan 15 menit
2 jam posisi miring kiri).
pemberian Perlakuan tindakan

Universitas Sumatera Utara


posisi dilakukan sebanyak 3
diberikan kali yaitu pada jam ke
selama 15 2 ke 5 dan pada jam
menit untuk ke 8 post kateterisasi
masing-masing jantung, prosedur
tindakan evaluasi dilakukan
pada jam ke delapan
post kateterisasi
jantung

Dependen

Nyeri Suatu sensasi Menggunakan pain 0= tidak Interval


punggung yang tidak numerical rating nyeri
menyenangkan scale (PNRS) : 10
yang dirasakan point diukur sebelum 1-3 =
dan sesudah nyeri
oleh pasien diberikan posisi ringan
post miring kanan dan
kateterisasi 4-6 =
posis miring kiri nyeri
jantung pada
daerah sedang
punggung 7-10=
nyeri berat

3.5 Metode Pengukuran

Metode pengukuran data pada penelitian ini yaitu setiap responden dalam

penelitian ini akan diukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi.

Pengukuran intensitas nyeri pada penelitian ini menggunakan NPRS atau skala

intensitas nyeri numerik yang dimulai angka 0 tanpa rasa nyeri hingga 10 nyeri yang

sangat berat. Responden ditanyakan intesitas nyeri yang dirasakan dan responden

Universitas Sumatera Utara


akan memilih nilai yang paling menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan 0

tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri berat (McCaffery

& Beebe, et al., 1989). Instrument ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas

karena instrument ini sudah baku.

3.6 Metode Analisa Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :

3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul melalui lembar isian penelitian dan lembar

observasi diolah melalui lima tahap pengolahan data yaitu:

1) Editing, melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan, kejelasan dan relevansi

daftar lembar isian penelitian dan lembar observasi sesuai dengan kebutuhan

penelitian. Hal ini dilakukan apabila terdapat data yang meragukan atau salah atau

tidak diisi maka dapat dilakukan klarifikasi kembali kepada responden, 2) Coding,

mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data, memberikan kode untuk

masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah

diperiksa kelengkapannya. Pada kelompok intervensi peneliti memberikan kode

diikuti nomor urut responden, 3) Tabulating, mentabulasi data hasil penelitian

kedalam tabel berdasarkan kelompok intervensi, 4) Entry, data setelah data

ditabulating maka langkah selanjutnya melakukan entry data kedalam komputer

melalui program statistik, dengan menggunakan komputerisasi, dan 5) Cleaning,

Universitas Sumatera Utara


kegiatan selanjutnya adalah peneliti melakukan pemeriksaan kembali terhadap data

yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak.

3.6.2 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif melalui

distribusi frekuensi dan persentase data yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan,

body massa indeks, serta nyeri punggung sebelum diintervensi, sesudah diintervensi

dan selisih intesitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi setiap kelompok intervensi.

Analisis data diskriftif dilakukan pengolahan data dengan menggunakan

ukuran mean dan standart deviasi dari variable pengaturan posisi miring kanan dan

miring kiri terhadap nyeri punggung dan data demografi.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan frekuensi nyeri dan

intesitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada masing-masing

kelompok dengan menggunakan uji beda 2 mean. Sebelum dilakukan uji beda 2 mean

pada tiap-tiap kelompok intervensi, antara sebelum dan sesudah intervensi terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas data penelitian. Uji normalitas data yang digunakan

pada penelitian ini adalah uji normalitas data Shapiro-Wilk Test. Hasil uji normalitas

data dengan kolmogrov-smirnov terhadap rata-rata intensitasnya. Uji‐t berpasangan

(Paired‐Samples t Test) digunakan untuk membandingkan selisih dua mean dari dua

Universitas Sumatera Utara


sampel yang berpasangan dengan asumsi data berdistribusi normal. Uji T

independent Test digunakan untuk membandingkan kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol.

3.7 Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memperhatikan prinsip-prinsip dasar

etik penelitian yang meliputi beneficienci, respect for human diginyty dan justice

(Polit & Beck, 2012). Pertimbangan etik terkait penelitian dilakukan melalui

perizinan dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Sumatera Utara

3.7.1 Azas manfaat (beneficience)

Salah satu prinsip etik yang paling mendasar adalah azas manfaat , dalam hal

ini peneliti harus meminimalkan kerugian dan memaksimalkan manfaat untuk

responden penelitian (Polit & Beck, 2012).

Asas manfaat disini meliputi :

1) Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan

Peneliti memiliki kewajiban untuk mencegah atau tidak menimbulkan

kerugian dan ketidaknyamanan baik fisik maupun psikis pasien (Polit & Beck,

2012). Dalam penelitian yang dilakukan pada responden dari kelompok intervensi

dan kelompok kontrol, peneliti mengupayakan intervensi yang diberikan yaitu posisi

miring kanan dan kiri ketidaknyamanan pada responden dan diharapkan intervensi ini

dapat memberikan manfaat pada responden yaitu tecapainya proses pemulihan nyeri

punggung pasien post kateterisasi jantung.

Universitas Sumatera Utara


2) Bebas dari eksploitasi

Keterlibatan responden dalam penelitian ini harus mendapat jaminan bahwa

sata atau informasi yang diberikan tidak akan meimbulkan kerugian bagi responden

dimasa yang akan datang (Polit & Beck, 2012). Peneliti disini menjelaskan tujuan

penelitian, manfaat dan prosedur penelitian serta hak dan kewajiban responden,

sehingga responden merasa dirinya tidak dieksploitasi. Selain, itu peneliti juga

menjelaskan hak dan kewajiban peneliti untuk melindungi responden dan

menggunakan data informasi yang diberikan responden hanya untuk penelitian,

sehingga responden merasa aman selama dilakukan penelitian.

3.7.2 Azas menghargai hak manusia (respect for human diginity) Asas ini meliputi :

1) Hak untuk membuat keputusan (the right to self determination)

Responden merupakan individu yang memilki otonomi untuk menentukan

aktivitas yang akan dilakukanya, dalam hal ini responden memiliki hak untuk

menentukan apakah dirinya akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak tanpa

khawatir akan mendapatkan sanksi atau tuntutan hukum (Polit & Beck, 2012).

Selama penelitian berlangsung, peneliti menghargai dan menerima semua keputusan

responden yang diberikan sehingga responden terlibat dalam penelitian secara

sukarela dan tanpa paksaan.

2) Hak untuk memperoleh informasi (the right yo full disclouser).

Hak untuk membuat keputusan dan akhir untuk mendapatkan informasi

merupakan dua faktor utama yang menjadi landasan dalam membuat informant

concent (Polit & Beck, 2012). Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan

Universitas Sumatera Utara


segala hal yang berkaitan dengan penelitian, setelah mendapatkan penjelasan,

responden diberikan kesempatan untuk bertanya dan memutuskan apakah bersedia

atau tidak bersedia untuk terlibat dalam penelitian.

3.7.3 Azas keadilan (Justice)

Azas keadilan yaitu meliputi: 1) hak untuk mendapatkan tindakan yang adil

(the right to fair treatment) Prinsip memperlakukan secara adil berkaitan dalam

memilih responden berdasarkan kriteria sampel bukan berdasarkan maksud atau

posisi tertentu (Polit & Beck, 2012). Selain itu peneliti harus menghargai perbedaan

baik dalam hal keyakinan, budaya dan sosial ekonomi responden (Polit & Beck,

2012). Saat penelitian berlangsung, peneliti berupaya memahami perbedaan latar

belakang setiap responden, sehingga peneliti dapat menghargai perbedaan tersebut,

namun tetap berlaku adil dalam memperlakukan setiap responden sesuai dengan

tujuan dan prosedur penelitian,2) Hak untuk mendapatkan privasi (the right to

privacy) Responden memiliki hak untuk mengajukan permintaan mengenai data atau

informasi yang berkaitan dengan dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit & Beck,

2012). Menjaga kerahasian responden maka responden tidak perlu mencatumkan

namanya dalam lembar pengumpulan data (anomimity). Semua data dan informasi

yang diberikan disimpan dan dijaga kerahasiannya serta hanya untuk kepentingan

penelitian semata.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Cardiovascular Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Instalasi cardiovaskular Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan yang dibentuk pada tahun 1993. Pelayanan yang

diberikan meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, ICCU, kateterisasi diagnostic,

dan operasi jantung. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah

rumah sakit umum milik pemerintah pusat yang secara teknis berada dibawah

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, berlokasi di Jl.

Bunga Lau No.17 Medan Tuntungan.

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 335/ Menkes/

SK/VII/1990 tanggal 11 Juli 1990: Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

ditetapkan sebagai rumah sakit kelas A, dan ditetapkan sebagai rumah sakit

pendidikan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.502/

Menkes/ SK/IX/ 1991 tanggal 6 September 1991.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan memiliki visi “Menjadi

Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian yang Mandiri dan

Unggul di Sumatera Pada tahun 2015”. Sedangkan misi Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan adalah:

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau

Universitas Sumatera Utara


2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penelitian kesehatan yang profesional.

3. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel, dan

mandiri.

4.1. Data Demografi Responden

Analisis univariat dilakukan menggunakan analisa deskriftif yang dipaparkan

dengan tabel distribusi frekuensi dan persentasi mencakup : usia, jenis kelamin,

pekerjaan Indeks massa tubuh.

4.2. Data Demografi Responden

Analisis univariat dilakukan menggunakan analisa deskriftif yang dipaparkan

dengan tabel distribusi frekuensi dan persentasi mencakup : usia, jenis kelamin,

pekerjaan Indeks massa tubuh.

Kelompok usia subjek penelitian ini dikategorikan menurut Depkes RI

(2009). Pada kelompok intervensi menunjukkan subjek penelitian mayoritas

responden (80%) berada pada kategori lansia awal (56-65 tahun) dengan rata-rata usia

61,53 tahun (SD=3,569). Sedangkan pada kelompok kontrol, lebih dari setengahnya

subjek penelitian responden (63,3%) berusia lansia awal (56-65 tahun) dengan rata-

rata usia 64,13 tahun (SD=4,321). Berdasarkan jenis kelamin responden pada kedua

kelompok peneliti lebih dari setengahnya adalah laki-laki (kelompok intervensi:

63,3%, kelompok kontrol : 56,7%). Berdasarkan pekerjaan responden pada kedua

kelompok peneliti lebih dari dua pertiga responden bekerja sebagai Pegawai negeri

sipil (kelompok intervensi: 33,4%, kelompok kontrol : 33,4%). Berdasarkan Indeks

massa tubuh subjek penelitian ini dikategorikan menurut WHO. Pada kelompok

Universitas Sumatera Utara


intervensi menunjukkan bahwa kurang dari tiga perempat (70,0%) berada pada

kategori Indeks Masa Tubuh normal dengan rata-rata IMT 67,63 (SD= 8,168).

Sedangkan pada kelompok kontrol, subjek penelitian mayoritas responden (94,4%)

memiliki IMT normal dengan = 67,93 (SD =5,526). Sebaran data Usia, Jenis

Kelamin, Pekerjaan, dan Indeks Masa Tubuh subjek penelitian berdasarkan kelompok

terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi jumlah dan persentasi subjek penelitian berdasarkan data
demografi (Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan, dan Indeks Masa Tubuh)

Variabel Kategori Jumlah

Kelompok intervensi Kelompok kontrol

Usia (Tahun) f % f %

46 – 55 (Dewasa
2 6,7 0 0
Akhir)

56 – 65 (Lansia Awal) 24 80 19 63,3

>65 (Lansia Lanjut) 4 13,3 11 36,7

Jenis Kelamin Laki-laki 19 63,3 17 56,7

Perempuan 11 36.7 13 43,3

Pekerjaan PNS 10 33,4 10 33,4

Pegawai Swasta 7 23,3 7 23,3

Petani 4 13,3 7 23,3

Tidak Bekerja 9 30.0 6 20

IMT <18,5 6 20,0 1 3,3

18,5 -22,9 21 70,0 28 94,4

Universitas Sumatera Utara


23 – 24,9 2 3,4 1 3,3

25-29,9 1 6,7 0 0

4.3. Nyeri punggung pada kelompok intervensi sebelum dilakukan perubahan


posisi miring kanan dan miring kiri

Berdasarkan hasil penelitian nyeri punggung sebelum dilakukan intervensi

berada rentang nyeri ringan (1-3) yaitu lebih dari setengahnya subjek penelitian

(56,6%). Data nilai nyeri punggung sebelum dilakukan pengaturan posisi miring

kanan dan miring kiri terlihat pada tabel 4.2

Tabel.4.2. Distribusi Frekuensi intensitas nyeri punggung sebelum dilakukan


Intervensi Miring kanan dan miring kiri ( n= 30)
No Intensitas Nyeri Kelompok Intervensi

f %

1 Tidak nyeri (0) 1 3,3

2 Ringan (1-3) 17 56,7

3 Sedang (4-6) 11 36,7

4 Berat (7-10) 1 3,3

4.4. Nyeri punggung pengukuran pertama pada kelompok sebelum kontrol


Berdasarkan hasil penelitian nyeri punggung pengukuran pertama pada

kelompok kontrol menunjukkan subjek penelitian mayoritas responden berada

rentang nyeri sedang (4-6) yaitu (76,6%). Data nilai nyeri punggung pengukuran

pertamapada kelompok kontrol terlihat pada Tabel 4.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3. Distribusi frekuensi intensitas nyeri punggung pengukuran pertama pada
kelompok kontrol (n= 30)

No Intensitas Nyeri Kelompok Kontrol

f %

1 Tidak nyeri (0) 0 0

2 Ringan (1-3) 2 6,7

3 Sedang (4-6) 23 76,6

4 Berat (7-10) 5 16,7

4.5. Nyeri punggung pada kelompok intervensi sesudah dilakukan perubahan


posisi miring kanan dan miring kiri

Berdasarkan hasil penelitian nyeri punggung sesudah dilakukan intervensi

berada pada rentang ringan (1-3) yaitu mayoritas subjek penelitian( 76,7%). Data

nilai nyeri punggung setelah intervensi pengaturan posisi miring kanan dan miring

kiri terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel. 4.4. Distribusi frekuensi intensitas nyeri punggung sesudah dilakukan


Intervensi Miring kanan dan miring kiri ( n= 30)
No Intensitas Nyeri Kelompok Intervensi

f %

1 Tidak nyeri (0) 3 10

2 Ringan (1-3) 23 76,7

3 Sedang (4-6) 4 13,3

4 Berat (7-10) 0 0

Universitas Sumatera Utara


4.6. Nyeri punggung pada kelompok post kontrol
Berdasarkan hasil penelitian nyeri punggung pada kelompok post kontrol

berada pada rentang sedang (4-6) yaitu subjek penelitian mayoritas (86,6%). Data

nilai nyeri punggung setelah intervensi pengaturan posisi miring kanan dan miring

kiri terlihat pada Tabel 4.5.

Tabel.4.5. Distribusi Frekuensi intensitas nyeri punggung pada pasien post


Kateterisasi jantung post kontrol ( n= 30)
No Intensitas Nyeri Kelompok kontrol

f %

1 Tidak nyeri (0) 0 0

2 Ringan (1-3) 2 6,7

3 Sedang (4-6) 26 86,6

4 Berat (7-10) 2 6,7

4.7. Perbedaan Nyeri Punggung Sebelum Dan Sesudah Pada Kelompok

Intervensi dan Kontrol

Hasil subjek penelitian, nyeri punggung sebelum dilakukan pengaturan posisi

miring kanan dan miring kiri pada responden kelompok intervensi dengan rata-rata

3,30 (SD=1,489) dengan rentang 0 sampai 7. Sedangkan Pada kelompok sebelum

kontrol, rata-rata nyeri punggung awal atau data awal pada kelompok kontrol dengan

rata-rata 2,77 (SD=1.305) dengan rentang 0 sampai 5. Nyeri punggung setelah

dilakukan intervensi miring kanan dan miring kiri pada kelompok intervensi

menunjukkan penurunan nyeri rata-rata 2,03 (SD=1,273) dengan rentang 0 sampai 5.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan pada kelompok post kontrol, rata-rata nyeri punggung akhir (setelah

periode pengaturan posisi pada kelompok kontrol) menunjukkan 4,40 (SD=1,303)

dengan rentang 2 sampai 7.

Perbedaan nyeri punggung pada penelitian ini dianalisa dengan

membandingkan nilai awal dan akhir nyeri punggung dengan menggunakan uji

analisa statistik paired t-test. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada subjek

kelompok intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah

dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung

(t=6,071; p<0.000). Hasil uji statistik pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah periode

pengaturan posisi terhadap nyeri punggung (t=-8,951; p=0.00).

Perbedaan nilai nyeri punggung sebelum dan sesudah pada kelompok

intervensi terlihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perbedaan nyeri punggung sebelum dan sesudah intervensi posisi miring
kanan dan miring kiri pada kelompok intervensi dan kontrol

Kelompok Nyeri punggung Mean SD Min-Maks t p

Intervensi Pre intervensi 3,30 1,489 0-7 6,071 <0,001

Post intervensi 2,03 1,273 0-5

Kontrol Pre kontrol 2,77 1,305 0-5 -8.951 <0,001

Post kontrol 4,40 1,303 2-7

Universitas Sumatera Utara


4.8. Perbedaan nyeri punggung pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol

Pengaruh pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung

pada penelitian ini diidentifikasi dengan membandingkan nilai akhir antara kelompok

intervensi dan kontrol dengan menggunakan analisa statistik independent t-test.

Berdasarkan analisa, ditemukan bahwa terdapat perbedaan nyeri punggung yang

signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol (t=-7,118; p<0.000). Ha diterima

Posisi miring kanan dan miring kiri dapat menurunkan nyeri punggung pasien post

kateterisasi jantung. Perbedaan nyeri punggung kedua kelompok terlihat pada tabel

4.7.

Tabel 4.7. Perbedaan nyeri punggung pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
Nyeri punggung Mean SD t P Value

Kelompok intervensi 2,03 1,273 0,000


-7,118
Kelompok kontrol 4,40 1,303

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian tentang pengaruh

pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung pada pasien

post kateterisasi jantung dan keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian yang

akan diuraikan dibawah ini.

5.1. Nyeri punggung pada kelompok intervensi dan kontrol sebelum

dilakukan perubahan posisi miring kanan dan miring kiri

Sebelum dilakukan intervensi pengaturan posisi miring kanan dan posisi

miring kiri data awal nyeri punggung subjek penelitian terlebih dahulu diukur dengan

Instrumen Pain Numeric Rating Scale (PNRS).

Hasil penelitian nyeri punggung sebelum dilakukan intervensi berada rentang

nyeri ringan (1-3) yaitu lebih dari setengahnya subjek penelitian (56,6%). Pada

penelitian ini ditemukan bahwa nyeri punggung yang dirasakan responden pada

kelompok intervensi berada pada rata rata 3.30 (SD=1.489). Hasil penelitian nyeri

punggung pada kelompok pre kontrol menunjukkan subjek penelitian mayoritas

responden berada rentang nyeri sedang (4-6) yaitu (76,6%). Kelompok pre kontrol

rata rata 2.77 (SD=1.305). Keluhan nyeri punggung pada pasien post kateterisasi

jantung biasanya berada pada rentang nyeri ringan-sedang. Penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung memiliki

Universitas Sumatera Utara


intensitas nyeri dengan rata-rata nilai rata-rata pasien dengan intensitas nyeri

punggung adalah pada kelompok intervensi rata-rata 1.5 (SD = 2.7), sedangkan

kelompok kontrol berada rata-rata 5.0 (SD = 4.2) (Chair et al., 2003).

Intensitas nyeri dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain usia, jenis kelamin,

Indek Massa Tubuh, pendidikan dan pekerjaan. Usia memiliki pengaruh respon

seseorang terhadap nyeri punggung. Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas

responden kelompok intervensi berusia lansia awal dengan rentang 56 sampai 65

tahun (Mean= 61,53 SD=3,569). Penelitian terdahulu menunjukkan, kaitannya

dengan usia, bahwa 60% dari kelompok kontrol maupun kelompok intervensi berada

di kelompok berusia 50-60 tahun (Mahgoub et al., 2013). Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian (Mohammady et al, 2013), yaitu usia rata-rata nyeri punggung post

kateterisasi jantung adalah antara 57 sampai dengan 60 tahun, dan 60 sampai 82%

dari jumlah pasien post kateterisasi jantung.

Penelitian lain oleh Wagner (2007), sebanyak 58% responden laki-laki,

sementara Wijpkema et al., (2005), 57,4% respondennya laki-laki. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pada laki-laki lebih sering dilakukan tindakan

kateterisasi jantung atau PCI. Berdasarkan patofisiologi dan faktor resiko

terjadinya Coranarya Arteri Desease, Price dan Wilson (2006); Woods, et al.,

(2005), yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki faktor resiko lebih tinggi

menderita CAD terkait dengan pola/gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan

pola makan, serta aktivitas/istirahat yang kurang teratur.

Universitas Sumatera Utara


Jenis kelamin menunjukan bahwa subjek penelitian kelompok intervensi 19

responden (63,3%) berjenis kelamin laki-laki sedangkan kelompok kontrol 17

responden (56,7%) laki-laki. Penelitian terlebih dahulu menemukan bahwa jenis

kelamin berhubungan dengan intesitas nyeri punggung post kateterisasi jantung.

Penelitian ini didukung oleh penelitian (Chair et al., 2003), pasien post kateterisasi

jantung lebih dominan laki-laki yaitu pada kelompok kontrol 19 (44,2%) dan pada

kelompok intervensi berjenis kelamin laki-laki 22 (51,2%) kelompok kontrol

berjenis kelamin wanita menunjukkan 24 (55,8%), sedangkan pada kelompok

intervensi berjenis kelamin laki-laki 21 (48,8%).

Jenis kelamin laki-laki memiliki kemungkinan terkena miokard infark empat

sampai lima kali dibandingkan perempuan. Namun untuk penyakit jantung koroner

secara umum, risiko penyakit menjadi sama untuk kedua jenis kelamin setelah usia

80 tahun. (Kumar et al., 2007). Doyle et al., (2006) menyimpulkan mayoritas

responden penelitiannya (61,8%) adalah laki-laki, sementara Koch et al., (1999),

yang mengungkapkan bahwa 300 klien post kateterisasi jantung responden dan

80% adalah laki-laki.

Peningkatan IMT dapat menyebabkan berbagai mekanisme terjadinya Back

Pain. Mekanisme yang pertama adalah terjadinya cidera secara tidak sengaja. Kedua

overweight dan obesitas menyebabkan peradangan yang bersifat kronik,

meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan reaktan fase akut yang dapat

menyebabkan nyeri. Ketiga overweight dan obesitas berhubungan dengan degenerasi

Universitas Sumatera Utara


tulang, mobilitas tulang belakang akan menurun dengan adanya peningkatan berat

badan (Shiri et al., 2009).

Berdasarkan indeks massa tubuh subjek penelitian menunjukkan bahwa

kurang dari tiga perempat (70,0%) berada kategori IMT normal, sedangkan pada

kelompok kontrol subjek penelitian mayoritas responden (94,4%) berada kategori

normal. Neishabory et al., (2009) menyatakan indeks masa tubuh salah satu factor

penyebab nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung ditunjukkan nilai p<0.001

ada hubungan yang significant. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hoglund et

al., (2011). Semakin lama waktu istirahat dan semakin tinggi indeks massa tubuh,

rasa nyeri yang dialami. Dalam waktu yang singkat untuk mobilisasi, nyeri punggung

yang dialami lebih banyak pada pasien dengan indeks massa tubuh yang lebih.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian secara signifikan meningkatnya rasa nyeri

punggung merupakan akibat dari proporsi berat badan dapat menimbulkan penekanan

pada punggung (Chair et al., 2004). Kern (2003) mengatakan bahwa individu yang

memiliki berat badan lebih dan obesitas memiliki risiko tinggi mengalami

Coranarya Arteri Desease.

Nyeri punggung sebelum dilakukan posisi miring kanan dan posisi miring kiri

pada responden kelompok intervensi dengan rata-rata 3,30 (SD= 1,489) dengan

rentang 0 sampai 7. Sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata nyeri punggung

awal sebelum dilakukan posisi miring kanan dan posisi miring kiri pada kelompok

kontrol dengan rata-rata 2,77 (SD=1,305) dengan rentang 0 sampai 5. Hoglund

(2010) menemukan bahwa dari 104 responden, 46 pasien (44,2%) diantaranya

Universitas Sumatera Utara


menyatakan nyeri punggung dengan intensitas yang berbeda selama waktu

immobilisasi. Honglund et al., (2011) Memaparkan bahwa beratnya nyeri signifikan

berhubungan dengan waktu istirahat yang lama.

Intensitas nyeri responden pada kelompok pre intervensi menunjukkan bahwa

lebih dari setengahnya mengalami nyeri ringan (56,7%). Sedangkan pada kelompok

pre kontrol intensitas nyeri menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya mengalami

nyeri ringan (66,7%).

Fowlow et al., (1995) menyatakan bahwa nyeri punggung sering terjadi pada

pasien setelah kateterisasi jantung dan berhubungan dengan imobilitas dan

pembatasan posisi. Lunden & Lungren (2006) juga menyatakan bahwa nyeri

punggung merupakan masalah yang umum yang dialami oleh pasien post kateterisasi

jantung, lebih lanjut Lunden & Lungren et al., (2006) menjelaskan bahwa nyeri

punggung tersebut disebabkan oleh istirahat yang lama setelah prosedur koroner

dilakukan.

5.2. Nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada kelompok intervensi

dan kontrol setelah perubahan posisi miring kanan dan miring kiri

Nyeri punggung merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien setelah

kateterisasi jantung terkait dengan imobilitas dan posisi terbatas. Istirahat yang terlalu

lama ditempat tidur menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan karena tekanan yang

diberikan terus menerus kepada otot yang sama, sementara kelelahan otot adalah

yang menyebabkan nyeri punggung (Yilmaz, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Pollard, Munks, Wales & Crossman et al., (2003) menyatakan bahwa istirahat

yang terlalu lama di tempat tidur akan menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan,

karena tekanan terus menerus pada otot yang sama sementara kelelahan

menyebabkan spasme otot dan nyeri punggung.

Berdasarkan hasil penelitian dari 30 pasien, nyeri punggung setelah dilakukan

pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri pada responden kelompok intervensi

nyeri punggung sesudah dilakukan intervensi berada pada rentang ringan (1-3) yaitu

mayoritas subjek penelitian (76,7%) atau menunjukkan rata-rata 2,03 (SD=1,273)

dengan rentang 0 sampai 5. Nyeri punggung pada kelompok post kontrol berada

pada rentang sedang (4-6) yaitu subjek penelitian mayoritas (86,6%) menunjukkan

rata-rata 4,40 (SD=1,303) dengan rentang 2 sampai 7. Chair et al., (2003)

menyatakan perubahan posisi miring kanan dan miring kiri di tempat tidur dapat

mengurangi nyeri punggung serta meningkatkan kenyamanan fisik. Rezaei, Morteza,

ahmadi, mohammadi & Jafarabadi (2008) juga menyatakan bahwa merubah posisi di

tempat tidur dengan menggunakan bantal setelah kateterisasi jantung secara efektif

dapat mengurangi rasa nyeri punggung dan menstabilkan hemodinamik tanpa

meningkatkan komplikasi vascular.

Nyeri punggung post intervensi menunjukan ringan subjek penelitian post

intervensi berada pada rentang intensitas nyeri mayoritas responden nyeri ringan

(76,7%), pada kelompok kontrol pre intensitas nyeri bahwa lebih dari setengahnya

mengalami nyeri ringan (66,7%), post kontrol subjek penelitian menunjukan bahwa

kurang dari tiga perempat responden mengalami nyeri sedang (70,0%).

Universitas Sumatera Utara


5.3. Perbedaan nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan intensitas nyeri punggung

pada pasien post kateterisasi jantung sebelum dan setelah dilakukan perubahan posisi

miring kanan dan miring kiri pada kelompok intervensi, Mean nyeri sebelum

intervensi 3,30 dan mean nyeri sesudah intervensi mengalami penurunan dengan rata-

rata 2,03, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan

sesudah dilakukan perubahan posisi miring kanan dan miring kiri pada pasien post

kateterisasi jantung.

Hasil analisa statistic uji paired t-test menunjukkan bahwa pada kelompok

intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan

pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung (t=6,071;

p=<0.000) tabel (4.5). Hal ini sejalan dengan penelitian Gurgun & Dramali (2006).

hasil penelitian ini menunjukkan penurunan nyeri punggung yang signifikan pada

kedua kelompok yaitu dengan memberikan posisi miring kanan dan posisi miring kiri

yaitu dengan nilai (p=0,001).

Garrison (2004) menyatakan mobilisasi bertujuan untuk mempertahankan

fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan

luka membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot,

memperlancar eliminasi, mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat

Universitas Sumatera Utara


kembali normal dalam memenuhi kebutuhan gerak harian serta memberi kesempatan

perawat dan pasien untuk berinteraksi.

Rezaei, Ahmadi, Mohammadi & Jafarabadi (2009) yang melakukan penelitian

di Iran, dimana dalam dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok

kontrol. Kelompok intervensi diberikan posisi miring kanan dan miring kiri yang

berubah dari satu sisi ke sisi yang lain setiap setengah jam sekali. Kelompok kontrol

tetap berada pada posisi supinasi, dengan kantung pasir ditempat pada penusukan

arteri femuralis selama delapan jam. Tingkat nyeri punggung yang berkurang secara

signifikan pada kelompok yang diberikan intervensi dibandingkan dengan kelompok

kontrol setelah (p<0,05) tanpa adanya peningkatan komplikasi vascular (p=0,6

perdarahan, p=0,99 hematoma).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan intensitas nyeri punggung

pada pasien post kateterisasi jantung sebelum dan setelah pada kelompok kontrol,

Mean nyeri sebelum 2,77 dan mean nyeri sesudah 4,40 ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol

pasien post kateterisasi jantung. Hasil statistic uji paired t-test menunjukkan bahwa

pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan

sesudah dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri

punggung (t=-8,951; p=<0.00).

Neishabory, Torab & Majd (2010) juga menyatakan bahwa nyeri punggung

sering dilaporkan setelah kateterisasi jantung disebabkan oleh istirahat yang terlalu

lama ditempat tidur dengan posisi supinasi setelah tindakan dilakukan. Berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


hasil penelitian didapatkan perbedaan intensitas nyeri punggung pada pasien post

kateterisasi jantung pada kelompok intervensi setelah dilakukan pengaturan posisi

miring kanan dan posisi miring kiri dan kelompok kontrol yang tidak dilakukan

pengaturan posisi miring kanan dan posisi miring kiri. Nilai mean pada kelompok

intervensi 2,03 sedangkan mean pada kelompok kontrol 4,40 ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan intensitas nyeri punggung antara kelompok kontrol dengan

intensitas nyeri punggung pada kelompok intervensi pasien post kateterisasi jantung.

Berdasarkan analisa statistic uji independen t test ditemukan bahwa terdapat

perbedaan nyeri punggung yang signifikan antara kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol (t=-7,118; p=0,000). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan Chen et al, (2013) yang menyatakan bahwa intensitas nyeri punggung

memiliki perbedaan yang signifikan yaitu pada jam keempat dan jam kelima setelah

perubahan posisi miring kanan dan miring kiri post kateterisasi jantung. Lebih lanjut

Chen et al., (2013) mengungkapkan bahwa kateterisasi jantung melalui arteri

femoralis dapat meringankan tingkat nyeri punggung dengan mengubah posisi

berbaring setelah kateterisasi jantung dan tidak mempengaruhi tanda-tanda fisiologis

dan komplikasi perdarahan.

Berbaring setiap dua jam pada pasien setelah kateterisasi jantung melalui

arteri femoral untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Mohammadi et al.,

(2012) menyatakan bahwa pasien dapat ambulasi 3-4 jam setelah pencabutan sheat

percutaneous coronary intervensi. Selanjutnya mohammadi menyatakan ambulasi

Universitas Sumatera Utara


dini tidak beresiko komplikasi vascular, tetapi dapat mengurangi rasa nyeri

punggung.

Selain itu, Perbandingan berpasangan dari kelompok menunjukkan bahwa

sampai jam keempat pasien yang posisinya telah berubah secara signifikan berbeda

dalam intensitas nyeri dengan pasien lain yang posisinya tidak berubah. Telah

dipresentasikan pada beberapa studi yang mengubah posisi di tempat tidur

mengurangi intensitas sakit punggung. Mengubah posisi adalah salah satu tugas

keperawatan yang digunakan sebagai salah satu non-invasif dan non-farmakologis

solusi untuk menghilangkan rasa sakit. Selain itu, sakit punggung disebabkan

ketegangan dari struktur nyeri-sensitif yang menekan atau merangsang ujung saraf

yang dapat langsung berhubungan dengan jangka waktu terus menerus imobilitas atau

ketegangan ligamen tulang belakang yang lebih rendah. Selain itu juga pengaturan

posisi ini menghindari dari penggunaan resep analgetik. Setelah dilakukan

pemasangan kateterisasi jantung pasien diistirahatkan ditempat tidur dan selanjutnya

pada jam ke delapan kelompok intervensi dan kelompok kontrol diberikan analgetik,

tetapi kelompok kotrol tetap mengalami nyeri punggung sedangkan pada kelompok

intervensi terdapat perubahan yait penurunan nyeri pungung karena dilakukan

pengaturan posisi (Abdollahi, Mehranfard, Behnampour, Kordnejad, 2015)

5.4. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah : Pada subjek

penelitian ini ada beberapa kendala yang terjadi berkaitan dengan pemilihan

responden kelompok intervensi dan kontrol yaitu pada awalnya pemilihan responden

Universitas Sumatera Utara


kelompok intervensi dan kontrol dilakukan berdasarkan perbedaan waktu selesainya

tindakan kateterisasi jantung dilakukan. Jika tindakan selesai sebelum pukul 12.00

wib, maka responden masuk kelompok Intervensi, dan jika tindakan selesai setelah

pukul 21.00 wib, maka responden masuk kelompok kontrol. Hal ini dilakukan

agar prosedur pengaturan posisi miring kanan dan posisi miring kiri pada kelompok

kontrol tidak dilakukan pada malam hari atau setelah pukul 20.00 wib.

Pengumpulan data pada saat melakukan observasi subjek peneliti, peneliti

melakukan observasi dilakukan sendiri sampai pasien mobilisasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Terdapat pengaruh posisi miring kanan dan miring kiri terhadap proses

penurunan intesitas nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung, hal ini

dapat dilihat pada kesimpulan berikut ini:

1. Nyeri punggung pada kelompok pre intervensi menunjukkan rata-rata 3,30

(SD=1,489) dengan rentang 0 sampai 7.

2. Nyeri punggung kelompok pertama kontrol dengan rata-rata 2,77 (SD=1.305)

dengan rentang 0 sampai 5.

3. Nyeri punggung setelah dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring

kiri pada responden kelompok intervensi menunjukkan rata-rata 2,03

(SD=1,273) dengan rentang 0 sampai 5.

4. Nyeri punggung punggung kelompok kedua kontrol menunjukkan 4,40

(SD=1,303) dengan rentang 2 sampai 7.

5. Terdapat perbedaan nyeri punggung yang antara kelompok intervensi dan kontrol

(t=-7,118; p<0.000).

6.2. Saran

Hasil penelitian diharapakan dapat diterapkan sebagai standart operasional di

Rumah sakit pada pasien post kateterisasi jantung yaitu memberikan pengaturan

Universitas Sumatera Utara


posisi miring kanan dan miring kiri 2 jam setelah pasien post kateterisasi jantung

diruangan rawat inap. Hasil penelitian ini membuktikan dapat menurunkan intensitas

nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung.

Dari hasil penelitian yang didapatkan maka peneliti menyarankan pengaturan

posisi miring kanan dan posisi miring kiri dapat dilakukan dalam praktik keperawatan

di rumah sakit untuk meningkatkan kenyamanan pasien post kateterisasi jantung.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal sekaligus motivasi

untuk melakukan penelitian lebih lanjut di lingkup keperawatan medikal bedah,

baik di institusi pelayanan maupun pendidikan, yaitu post kateterisasi jantung.

Terkait dengan nyeri punggung, untuk penelitian selanjutnya dapat diteliti

faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Ahles, T. A., Blanchard, E. B,. & Ruckdescchel, J.C (1983). The Multidimensional
nature of cancer related pain, Pain 17, 272-282

Alligood, Raile Martha. (2014). Nursing theorists and their work. Eighth Edition. St.
Louis: Mosby Elsevier, Inc.

American psychogical association. (2010). Publication manual of the American


psychological asscotion. (6th ed). Washington DC: American Psychological
Association (APA).

Ardinata, D. (2007). Multidimensional nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah


Sumatera Utara, 2(2), 77-81.
Ayers, McEnroe, M. Denise (2002). Preparing a Patient for Cardiac Catheterization.
Nursing. journal pg. 82.

Barkwell, D. (2005). Cancer pain: Voice ofOjibway people. Journal of Pain and
Symptom Management, 30, 454-464.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical - surgical nursing: Clinical


management for positive outcomes. Eighth Edition, Volume 1 & 2. Missouri:
Saunders Elsevier.
Burn, Leigh Kelly. (2012). Early mobilisation after coronary angiography to reduce
back pain. Master Thesis.

Chair S.Y, Taylor-Piliae R.E. Lam G., & Chan S. (2003). Effect of positioning on
back pain after coronary angiography. Journal of Advanced Nursing 42, 470–
478.
Chair S.Y, Li K.M., & Wong S.W. (2004). Factors that affect back pain among Hong
Kong Chinese patients after cardiac catheterization. European Journal of
Cardiovascular Nursing 3, 279– 285.

Chair, Sek Ying., & Thompson. (2007). The effect of ambulation after cardiac
catheterization on patient outcomes Blackwell Publishing Ltd, Journal of
Clinical Nursing, 16, 212–214 213.

Chen, Hui, Li, Fang,Chiung., & Huey (2013). The Effect of Body Positioning in
Patients after Femoral Artery Cardiac Catheterization. Wung Shin-huey, No.
201, Sec. 2, Shih-Pai Rd., Taipei

Universitas Sumatera Utara


Dharma, K. K. (2011). Metodelogi penelitian keperawatan: Panduan melaksanakan
dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Edmont, Strange, & Baumbach. (2008). Introduction to cardiac catheterization part 1:
Diagnostic coronary angiography. British Journal of Cardiac Nursing
September 2008 Vol 3 No 9.

Fawcett, J. (2004). Analysis and Evaluation of Contemporary Nursing Knowledge:


Nursing Models and Theories. FA Davis Co., Philadelphia, PA.

Fowlow B., Price P., & Fung T. (1995). Ambulation after sheath removal: a
comparison of 6 and 8 hours of bedrest after sheath removal in patients
following a PTCA procedure. Heart and Lung 24, 28–37.

Gilliland, M. (2008). Pain management guidelines. Journal of Practical Nursing, 58


(2), 12-15.
Health, Communities. (2010). Cardiac Catheterization
Indications.http://www.cardiologychannel.com/cardiaccath/indications.shtml

Hoglund & Stenestrand. (2011). The effect of early mobilsation for patient
undergoing coronary angiography : A pilot study with focus on vascular
complications an back pain. European Journal of Cardiovascular Nursing, 10,
130–136

Ignatavicius, D. D., & Workman, m. L. (2010). Medical - surgical nursing: Patient –


centered collaborative care. Sixth Edition, 1 & 2 . Missouri: Saunders
Elsevier.
Interventional Cardiologist of Gainesville. Cardiac Catheterization Preparation and
Instructions, http://www.ivcofgainesville.com/images/ uploaded/ icofg /
Cardiac_Catheter ization.pdf.
Junait., & Rifki, Sodiqur. (2013). Perbandingan efektifitas antara bantal pasir dan
arferband sebagai penekanan luka paska angiografi. Medica Hospital vol 2(1):
50-53.

Kern. J. Morton. (2013). The interventional cardiac catheterization handbook third


edition. by Saunders, an imprint of Elsevier Inc.

Kidd L.B., & Urban A.L. (2001). Mechanisms of in ammatory pain. British Journal
of Anaesthesia 87 (1): 3-11.

Universitas Sumatera Utara


Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar.
Jakarta: EGC.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku ajar: Fundamental
keperawatan: Konsep, proses, & praktik. Jakarta: EGC.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M. (2011).
Medical – surgical nursing: Assessment and management of clinical
problems. Eighth Edition, Vol. 1 & 2. Missouri: Elsevier Mosby.
Logemann, T., Luetmer, P., Kaliebe, J., Olson, K., Murdock, D.K. (1999). Two
versus six hours of bed rest following left-sided cardiac catheterization and a
meta-analysis of early ambulation studies. The American Journal of
Cardiology 84 (4), 486–488.

Lunde´n M.H., Bengtson A. & Lundgren S.M. (2006). Hours During and After
Coronary Intervention and Angiography. Clinical Nursing Research 15(4),
274–289.

McCafferey, M., & Beebe, A. (1989). Pain clinical manual for nursing. Baltimore:
V.V. Mosby Company.
Melzack, R., & Wall, P. D. (1965). Pain mechanisms: A new theory. Science, New
Series, 150 (3699), 971-979.
Mohammady, Mina, Atoof, Fatemeh, Akbari Ali., & Zolfaghari, Mitra. (2013). Bed
rest duration after sheath removal following percutaneous coronary
interventions: a systematic review and meta-analysis Journal of Clinical
Nursing, doi: 10.1111/jocn.12313.

Murphy J.G. (2007). Diagnostic Coronary Angiography and Ventriculography, Mayo


Clinic Cardiology Concise Texbook, Third Edition, jilid 3, by Mayo
Foundation for Medical Education and research.

Neishabory, Ashke-E-Torab, Hamid., & Alavi-Majd. (2010). Factors Affecting Back


Pain among Patients after Cardiac Catheterization. www.SID.ir

Nuray, E., Umman, S., Arbal, M., Altok, M. G., Enuzun, F., Uysal, H., Ncekara, E.,
Ulusoy, S., & Baran, A. E. (2007). Nursing Care Guidelines in Percutaneous
Coronary and Valvular Intervention. Turkish Society of Cardiology ISBN
9944-5914-2-4.

Universitas Sumatera Utara


PA-PSRS Patient Safety Advisor. (2007). “Strategies to Minimize Vascular
Complications Following a Cardiac Catheterization”. Article PA-PSRS Patient
Safety Advisory, vol. 4 2007.
Potter. P. A. & Perry,A.G. (2008). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses dan
praktek. Jakarta: EGC

Potter. P. A. & Perry,A.G. (2013). Fundamental of Nursing; Eighth Editionst. Louis:


Mosby Elsevier, Inc.

Polit, D. F., & Beck, C.T. (2006). Essentials of Nursing Research: Methods,
Appraisal, and Utilization sixth edition, Philadelphia: Lippincot Williams &
Walkins.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing reseach: Generating and assessing
evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Pollard S.D., Munks K., Wales C., Crossman D.C., Cumberland D.C., Oakley G.D.G.
& Gunn J. (2003). Position and MobilisationPost-Angiography Study
(PAMPAS): a comparison of 4.5 hoursand 2.5 hours bed rest. Heart 89, 447–
448.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. (6th Edition). Jakarta: EGC.
Reddy BK, Brewster PS, Walsh T, Burket MW, Thomas WJ., & Cooper CJ. (2004).
Randomized comparison of rapid ambulation using radial, 4 French femoral
access, or femoral access with Angioseal closure. Catheter Cardiovasc Interv.
2004;62:143-149.

Rezaei., Ahmadi., & Jafarabadi, M. (2008). The effect of changing position and early
ambulation after cardiac catheterization on patients' outcomes: a single-blind
randomized controlled trial. International Journal Of Nursing Studies, 46(8),
1047-1053.

Schiks, Ingrid, E. J. M., et al. (2008). Ambulation after femoral sheat removal in
percutaneus coronary intervention: a prospective comparison of early vs. Late
ambulation. Journal of Clinical Nursing, 18, 1862-1870.
Shiri R., Karppinen J., Leino-Arjas P., Solovieva S., Viikari-Juntura E. 2009. The
Association Between Obesity and Low Back Pain: A Meta-Analysis, AJE Vol :
171 No : 2. pp : 135-151.

Universitas Sumatera Utara


Simanjuntak, Gohana. (2013). Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien Yang
Akan Menjalani Tindakan Kateterisasi Jantung di RSUP Haji Adam Malik
Medan.

Smeltzer & Bare, (2010). Textboox of medical surgical nursing. 12th ed. Lippincott
Williams& Wilkins.

Statistics for psychologists (2014)


http://www4.uwsp.edu/psych/cw/statistics/textbook.htm

Tagney, J., & Lackie, D. (2005). Bed-rest post-femoral arterial sheath removal – what
is safe practice? A clinical audit. Nursing in Critical Care, 10(4), 167-173.

Timmins, Fiona, & Horan, Paul. (2007). A critical analysis of the potential
contribution of Orem’s (2001) self-care deficit nursing theory to
contemporary coronary care nursing practice. European Journal of
Cardiovascular Nursing 6 (2007) 32 – 39.

Vlasic W. (2004). An evidence-based approach to reducing bed rest in the invasive


cardiology patient population. Evidence Based Nursing 7, 100–101.

Wagner, N.A. (2007). Comparison of patient perceived post-procedure access


site pain in patients undergoing transradial versus transfemoral coronary
angiography/angioplasty (Thesis Master, The Florida State University
College of Nursing). Florida State University, Florida–United States.

Wijpkema, J.S., Vleuten, P.A., Jessurun, G.A.J., Jasper, S., & Tio, R.A. (2005).
Long-term safety of intracoronary haemodynamic assessment for deferral
of angioplasty in intermediate coronary stenosis: A 5-year follow-up. Acta
Cardiol, 60 (5), 207–211.

Woods, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. U., & Bridge, E. J. (2005). Cardiac
Nursing . 5th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams and Walkins.
Woods, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. U., & Bridge, E. J. (2010). Cardiac
Nursing. Sixth edition Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams &
Wilkins.

Yilmaz, Gurgun & Dramal, (2007). Minimizing short-term complications in patients


who have undergone cardiac invasive procedure: a randomized controlled trial
involving position change and sandbag. Original Investigation Orijinal
Arafltrma.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1
INSTRUMENT PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Bapak/Ibu/Saudara/i yang saya hormati,

Saya Dedi, mahasiswa S2 keperawatan Fakultas Keperawatan Univesitas

Sumatera Utara, saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul pengaruh

pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung pada pasien

post kateterisasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh

pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung pada pasien

post kateterisasi jantung. Tindakan yang diberikan yaitu dengan memberikan posisi

miring kanan dan miring kiri. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan

tugas akhir pendidikan.

Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia menjadi responden, maka

Bapak/Ibu/Saudara/i akan diberikan tindakan posisi miring kanan dan miring kiri

selama 15 menit. Peneliti menjamin penelitian ini tidak akan menimbulkan efek

samping atau kerugian bagi Bapak/Ibu/Saudara/I sebagai responden, identitas dan

informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i.

Atas perhatian dan kerjasamanya, peneliti ucapkan terima kasih

Medan, Juli 2015


Peneliti

Dedi

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PENGATURAN POSISI MIRING KANAN DAN MIRING KIRI
TERHADAP NYERI PUNGGUNG PADA PASIEN POST
KATETERISASI JANTUNG

LEMBAR ISIAN PENELITIAN

Petunjuk Pengisian

Isilah kuisioner dengan jawaban langsung mengikuti salah satu nomor jawaban yang
tersedia

Umur :……………. Tahun

Jenis kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan

Pekerjaan : 1. PNS 5. Pegawai swasta

2. TNI 6. Petani

3. POLRI 7. Nelayan

4. BUMN

Berat Badan :……….Kg

Tinggi Badan : Cm

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PENGATURAN POSISI MIRING KANAN DAN MIRING KIRI
TERHADAP NYERI PUNGGUNG PADA PASIEN POST
KATETERISASI JANTUNG

LEMBAR ISIAN OBSERVASI

A. Diisi oleh peneliti


Berikan tanda ceklis (√) pada kotak yang sesuai
Tindakan yang dilakukan
: Posisi miring kanan dan miring kiri

B. Disi oleh peneliti


Menginstruksikan pasien untuk memilih angka dari 0 hingga 10 yang
dapat menggambarkan nyeri yang sedang dirasakan saat ini (“0” tidak ada
nyeri sama sekali, dan “10” nyeri yang paling sangat dirasakan oleh pasien)
sebelum dan sesudah tindakan intervensi.

1. Sesudah dilakukan tindakan intervensi

2. Sesudah dilakukan tindakan intervensi

Universitas Sumatera Utara


PROTOKOL PEMBERIAN POSISI MIRING KANAN DAN MIRING KIRI

(Potter & Perry, 2006, Rezaei-Adaryani, 2009)

Batasan Memberikan pemberian posisi miring kanan dan miring kiri


pasien post kateterisasi jantung.
Manfaat 1. Mengurangi nyeri punggung
2. Mendukung kenyamanan posisi klien
Tujuan 1. Tujuan mengatur posisi pasien adalah memberikan rasa
nyaman pada pasien, mempertahankan atau menjaga
postur tubuh tetap baik, menghindari komplikasi yang
mungkin timbul akibat tirah baring.
Prinsip 1. Waktu pemberian posisi miring kanan dan miring kiri
setelah 2 jam post kateterisasi jantung
Alat dan bahan
1. Bantal
Tekhnik Pelaksanaan
1. Rendahkan bagian kepala tempat tidur seluruhnya atau
serendah yang dapat ditoleransi klien
2. Letakan kedua lengan pada posisi agak fleksi.
3. Lengan atas disokong dengan bantal setinggi bahu
4. Miring kan posisi 45 0 kesamping
5. Letakan bantal dibelakang punggung klien
6. Berikan posisi miring kanan 15 menit
7. Berikan posisi miring kiri 15 menit

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
IZIN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3
HASIL PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


HASIL PENGUKURAN INTESITAS NYERI PADA PASIEN POST
KATETERISASI JANTUNG PADA KELOMPOK INTERVENSI

Jenis Berat
No Pre
umur kelamin Pekerjaan Badan TB Kategori Post Kategori
1. 58 Laki-laki Pegawai 68 165 3 Ringan 1 Ringan
Swasta
2. 62 Laki-laki Pegawai 70 169 2 Ringan 2 Ringan
Swasta
3. 60 Perempuan Tidak 58 158 3 Ringan 1 Ringan
Bekerja
4. 63 Perempuan Tidak 68 159 6 Sedang 5 Sedang
bekerja
5. 55 Laki-laki Pegawai 85 170 5 Sedang 3 Ringan
Swasta
6. 62 Laki-laki Pegawai 76 165 7 Berat 4 Sedang
Swasta
7. 67 Perempuan Tidak 56 156 4 Sedang 1 Ringan
bekerja
8. 63 Perempuan Tidak 64 156 4 Sedang 3 Ringan
bekerja
9. 60 Laki-laki PNS 85 165 3 Ringan 2 Ringan

10. 60 Laki-laki PNS 76 170 4 Sedang 2 Ringan

11. 61 Perempuan Tidak 62 160 3 Ringan 2 Ringan


bekerja
12. 62 Laki-laki Petani 72 168 4 Ringan 1 Ringan

13. 55 Laki-laki Pegawai 65 168 3 Ringan 2 Ringan


Swasta
14. 60 Laki-laki PNS 70 170 4 Sedang 3 Ringan

15. 61 Perempuan Tidak 65 168 3 Ringan 2 Ringan


bekerja
16. 56 Laki-laki Pegawai 59 167 4 Sedang 3 Ringan
Swasta
17. 61 Laki-laki PNS 65 160 3 Ringan 2 Ringan

18. 64 Perempuan Tidak 76 158 5 Sedang 3 Ringan


bekerja
19. 59 Perempuan Tidak 60 159 4 Sedang 1 Ringan
bekerja
20. 67 Laki-laki PNS 65 167 5 Sedang 4 Sedang

21. 63 Laki-laki PNS 63 169 1 Ringan 4 Sedang

22. 56 Laki-laki PNS 57 170 1 Ringan 0 Tidak


ada
23. 60 Perempuan Tidak 60 173 2 Ringan 1 Ringan

Universitas Sumatera Utara


bekerja
24. 65 Laki-laki PNS 60 157 3 Ringan 2 Ringan

25. 70 Laki-laki PNS 71 165 3 Ringan 2 Ringan

26. 67 Laki-laki Petani 72 168 4 Sedang 3 Ringan

27. 56 Perempuan Tidak 65 167 2 Ringan 0 Tidak


bekerja ada
28. 65 Perempuan Tidak 60 160 0 Tidak 0 Tidak
bekerja ada ada
29. 60 Laki-laki Petani 57 163 2 Ringan 1 Ringan

30. 59 Laki-laki Pegawai 70 169 2 Ringan 1 Ringan


Swasta

Universitas Sumatera Utara


HASIL PENGUKURAN INTESITAS NYERI PADA PASIEN POST
KATETERISASI JANTUNG PADA KELOMPOK KONTROL

No umur Perempuan Pekerjaan Berat TB Pre Kategori Post kategori


Badan
1. 65 Laki-laki Petani 62 161 5 Ringan 6 Sedang

2. 62 Perempuan PNS 72 167 3 Ringan 4 Sedang

3. 57 Perempuan PNS 63 160 4 Ringan 6 Sedang

4. 70 Perempuan Tidak 65 158 4 Sedang 6 Sedang


bekerja
5. 59 Laki-laki PNS 65 159 5 Sedang 5 Sedang

6. 66 Laki-laki PNS 70 167 4 Ringan 5 Sedang

7. 67 Laki-laki Petani 73 169 4 Ringan 4 Sedang

8. 58 Laki-laki PNS 65 170 3 Ringan 4 Sedang

9. 65 Perempuan Petani 63 173 3 Ringan 3 Sedang

10. 62 Laki-laki Tidak 60 157 2 Ringan 4 Sedang


bekerja
11. 64 Laki-laki Petani 63 165 2 Ringan 3 Sedang

12. 65 Laki-laki Pegawai 65 162 2 Ringan 3 Sedang


Swasta
13. 59 Perempuan Petani 66 167 1 Ringan 3 Sedang

14. 67 Perempuan Tidak 65 160 2 Ringan 4 Sedang


bekerja
15. 70 Laki-laki Tidak 60 163 0 Tidak 3 Sedang
bekerja ada
16. 67 Perempuan Pegawai 70 168 1 Ringan 4 Sedang
Swasta
17. 59 Laki-laki PNS 63 162 2 Ringan 3 Sedang

18. 61 Laki-laki Petani 70 166 2 Ringan 5 Sedang

19. 63 Laki-laki Pegawai 78 167 5 Ringan 6 Berat


Swasta
20. 60 Laki-laki Petani 75 165 2 Ringan 5 Sedang

21. 57 Laki-laki Pegawai 70 160 1 Tidak 4 Ringan


Swasta ada
22. 63 Perempuan PNS 75 168 3 Sedang 6 Sedang

23. 64 Laki-laki PNS 70 160 3 Ringan 5 Sedang

24. 68 Perempuan Pegawai 80 169 4 Sedang 6 Sedang


Swasta
25. 69 Perempuan Tidak 69 157 3 Ringan 5 Sedang

Universitas Sumatera Utara


bekerja
26. 59 Laki-laki PNS 70 163 3 Ringan 4 Sedang

27. 70 Laki-laki Pegawai 76 169 4 Sedang 7 Berat


Swasta
28. 71 Perempuan PNS 72 172 1 Ringan 2 Ringan

29. 69 Perempuan Pegawai 70 163 2 Ringan 2 Sedang


Swasta
30. 68 Perempuan Tidak 59 160 3 Ringan 5 Sedang
bekerja

Universitas Sumatera Utara


Statistics

Umur Kategori Umur

N Valid 30 30

Missing 0 0

Mean 61,53 2,07

Std. Deviation 3,569 ,450

Minimum 55 1

Maximum 70 3

Kategori Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 46 – 55 (Dewasa Akhir) 2 6,7 6,7 6,7

56 – 65 (Lansia Awal) 24 80,0 80,0 86,7

>65 (Lansia Lanjut) 4 13,3 13,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 11 36,7 36,7 36,7

Laki-laki 19 63,3 63,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Pegawai Negeri Sipil 10 33,3 33,3 33,3

Pegawai Swasta 7 23,3 23,3 56,7

Petani 4 13,3 13,3 70,0

Tidak Bekerja 9 30,0 30,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Kategori pre Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak ada 1 3,3 3,3 3,3

Ringan (1-3) 17 56,7 56,7 60,0

Sedang (4-6) 11 36,7 36,7 96,7

Berat (7-10) 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Kategori Post Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak ada 3 10,0 10,0 10,0

Ringan (1-3) 23 76,7 76,7 86,7

Sedang (4-6) 4 13,3 13,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

atistics

Pre Intervensi Post Intervensi

N Valid 30 30

Missing 0 0

Mean 3,30 2,03

Std. Deviation 1,489 1,273

Minimum 0 0

Maximum 7 5

Universitas Sumatera Utara


Pre Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 1 3,3 3,3 3,3

1 2 6,7 6,7 10,0

2 5 16,7 16,7 26,7

3 9 30,0 30,0 56,7

4 8 26,7 26,7 83,3

5 3 10,0 10,0 93,3

6 1 3,3 3,3 96,7

7 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Post Intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 3 10,0 10,0 10,0

1 8 26,7 26,7 36,7

2 9 30,0 30,0 66,7

3 6 20,0 20,0 86,7

4 3 10,0 10,0 96,7

5 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Frequencies

Statistics

Umur

N Valid 30

Missing 0

Mean 64,13

Std. Deviation 4,321

Minimum 57

Maximum 71

Statistics

Indeks Masa
Jenis kelamin Pekerjaan Tubuh

N Valid 30 30 30

Missing 0 0 0

Mean 1,57 2,30 2,00

Std. Deviation ,504 1,149 ,263

Minimum 1 1 1

Maximum 2 4 3

Universitas Sumatera Utara


Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 13 43,3 43,3 43,3

Laki-laki 17 56,7 56,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Pegawai Negeri Sipil 10 33,3 33,3 33,3

Pegawai Swasta 7 23,3 23,3 56,7

Petani 7 23,3 23,3 80,0

Tidak Bekerja 6 20,0 20,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Indeks Masa Tubuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <18,5 1 3,3 3,3 3,3

18,5 – 22,9 28 93,3 93,3 96,7

23 – 24,9 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Statistics

Kategori Pre Kategori Post

N Valid 30 30

Missing 0 0

Kategori Pre

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak ada 2 6,7 6,7 6,7

Ringan (1-3) 23 76,6 76,6 83,3

Sedang (4-6) 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Kategori Post

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ringan (1-3) 2 6,7 6,7 6,7

Sedang (4-6) 26 86,6 86,6 93,3

Berat (7-10) 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Statistics

Pre kontrol postkontrol

N Valid 30 30

Missing 0 0

Mean 2,77 4,40

Std. Deviation 1,305 1,303

Minimum 0 2

Maximum 5 7

Pre kontrol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 1 3,3 3,3 3,3

1 4 13,3 13,3 16,7

2 8 26,7 26,7 43,3

3 8 26,7 26,7 70,0

4 6 20,0 20,0 90,0

5 3 10,0 10,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


postkontrol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 2 2 6,7 6,7 6,7

3 6 20,0 20,0 26,7

4 8 26,7 26,7 53,3

5 7 23,3 23,3 76,7

6 6 20,0 20,0 96,7

7 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pre Intervensi 3,30 30 1,489 ,272

Post Intervensi 2,03 30 1,273 ,232

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pre Intervensi & Post 30 ,668 ,000


Intervensi

Universitas Sumatera Utara


Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of the


Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 Pre Intervensi - Post 1,267 1,143 ,209 ,840 1,693 6,071 29 ,000
Intervensi

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pre kontrol 2,77 30 1,305 ,238

postkontrol 4,40 30 1,303 ,238

Universitas Sumatera Utara


Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pre kontrol & postkontrol 30 ,706 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of


the Difference
Std. Sig. (2-
Mean Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 Pre -1,633 ,999 ,182 -2,007 -1,260 -8,951 29 ,000


kontrol -
postkontr
ol

Universitas Sumatera Utara


T-Test

Group Statistics

post N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Intervensi dan Kontrol 0 30 2,03 1,273 ,232

1 30 4,40 1,303 ,238

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference


Sig. (2- Std. Error
F Sig. t df tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

Intervensi dan Kontrol Equal ,367 ,547 -7,118 58 ,000 -2,367 ,332 -3,032 -1,701
variances
assumed

Universitas Sumatera Utara


Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference


Sig. (2- Std. Error
F Sig. t df tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

Intervensi dan Kontrol Equal ,367 ,547 -7,118 58 ,000 -2,367 ,332 -3,032 -1,701
variances
assumed

Equal -7,118 57,969 ,000 -2,367 ,332 -3,032 -1,701


variances not
assumed

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai