2016
Dedi
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/473
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH PENGATURAN POSISI MIRING KANAN DAN
MIRING KIRI TERHADAP NYERI PUNGGUNG PADA PASIEN
POST KATETERISASI JANTUNG
TESIS
Oleh
DEDI
137046012/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
CATHETERIZATION PATIENTS
THESIS
DEDI
FACULTY OF NURSING
MEDAN
2016
TESIS
Oleh
DEDI
FAKULTAS KEPERAWATAN
MEDAN
2016
Jantung
Tahun : 2016
ABSTRAK
Kateterisasi jantung pasien diistirahatkan ditempat tidur dengan waktu yang lama
untuk meminimalkan komplikasi vascular, tetapi hal ini sering mengakibatkan nyeri
pada pasien post kateterisasi jantung sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi
dan kontrol pada pasien post kateterisasi jantung. Desain penelitian yang digunakan
adalah kuasi eksperimen pre dan post test kontrol grup. Penurunan intensitas nyeri
punggung dalam penelitian ini diukur berdasarkan pain numerical rating scale
posisi miring kanan dan posisi miring kiri yaitu t=6,071; p=0,000.
Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan terhadap nyeri punggung
disimpulkan bahwa pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri pasien post
Kata kunci : posisi, miring kanan, miring kiri, nyeri punggung, post kateterisasi
jantung
Name : Dedi
ABSTRACT
Patients with heart catheterization should be rested on their beds for a long time in
order to minimize vascular complication although it can cause back pain. The
objective of the research was to identify the difference in back pain in post-heart
catheterization patients before and after the intervention and control. The research
used quasi-experiment with pre and post group control test. The decrease in the
intensity of back pain in this research was measured according to Pain Numerical
group and 30 respondents in the control group. The result of the research showed that
there was the difference in the decrease in the intensity of back pain before and after
lying on the right and left side position arrangement in the intervention group (t =
6,071 and p = 0.000. Based on the difference in back pain before and after the
intervention of right and left position in the control group, it was found that there was
no significant difference between before and after the position arrangement on back
pain (r = -8.951 and p = 0.00) and there was the difference in back pain between the
of the research was that right and left position arrangement in the post-heart
catheterization patients could decrease the intensity of back pain so that they can be
back message in order to decrease back muscle tension or back pain intensity.
Keywords: position, lying on right side, lying on left side, back pain, post-heart
catheterization
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan berkat
Pengaturan Posisi Miring Kanan dan Miring Kiri Terhadap Nyeri Punggung Pada
Pasien Post Kateterisasi Jantung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar
Sumatera Utara.
2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
3. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SPJP, SPPD, selaku Pembimbing I yang selalu
tesis ini.
6. Yesi Ariani, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku penguji II yang telah memberikan
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah
tersebut.
8. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
9. Ayahanda OK. Syaiful Amri dan Ibunda Saniah beserta keluarga yang telah
10. Seluruh rekan-rekan program studi Magister Keperawatan angkatan III 2013
tesis ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi keperawatan.
Dedi
Nama : Dedi
Email : dediskepns@gmail.com
Riwayat Pendidikan:
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... i
Halaman
Tabel 4.2 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Pre Intervensi ..............................
64
Tabel 4.4 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Post Intervensi .............................
65
Tabel 4.5 Intensitas Nyeri Punggung pada Kelompok Post Kontrol .................................
65
Halaman
Halaman
PENDAHULUAN
merupakan standart emas untuk mengetahui berbagai bentuk dan struktural penyakit
jantung koroner (Edmont, Strange, & Baumbach, 2008). Kateterisasi jantung adalah
dilakukan apabila diduga terdapat penyakit jantung tertentu (Price & Wilson, 2006).
Sementara itu di Indonesia yaitu di RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 2011
terdapat 718 tindakan kateterisasi jantung (Junait & Rifki, 2013). Sedangkan di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada periode tahun 2012 hingga
2013 telah dilakukan tindakan kateterisasi jantung terhadap 378 orang pasien (Rekam
dan mengevaluasi penyakit arteri koroner (Woods, Froelicher, Motzer & Bridges
menyatakan bahwa ketidaknyamanan bagi pasien rawat inap yang dilakukan prosedur
diagnostik dan intervensi koroner adalah ketika pasien diharuskan berbaring pada
dibagi menjadi komplikasi mayor dan minor. Komplikasi mayor antara lain: reoklusi
minor antara lain: oklusi cabang pambuluh darah koroner, hipotensi, kehilangan
darah, thrombus arteri, emboli koroner dan sistemik, dan penurunan fungsi ginjal
atara lain: menimbulkan rasa tidak nyaman (nyeri pinggang, nyeri punggung dan
nyeri pada lipatan paha), perdarahan serta bertambahnya hari rawat dan
meningkatkan biaya perawatan (Patient Safety Advisory, 2007). Chen et al., (2013)
pada jam ke empat dan jam kelima setelah perubahan posisi post kateterisasi jantung.
Lebih lanjut Chen et al., (2013) mengungkapkan bahwa kateterisasi jantung melalui
arteri femoral dapat meringankan tingkat nyeri punggung dengan mengubah posisi
fisiologis dan komplikasi perdarahan. Mengubah posisi berbaring setiap dua jam pada
asuhan keperawatan.
Istirahat yang terlalu lama ditempat tidur juga akan menyebabkan kelemahan
otot dan kelelahan, karena tekanan terus menerus ke otot-otot yang sama, sementara
kelelahan menyebabkan spasme otot dan nyeri punggung (Pollard, Munks, Wales &
Crossman, 2003). Nyeri punggung sering dilaporkan setelah kateterisasi jantung yang
disebakan oleh istirahat yang lama setelah tindakan dilakukan (Neishabory, Torab, &
Majd, 2010).
punggung. Durasi waktu istirahat yang lama juga dapat meningkatkan nyeri
punggung pasien setelah kateterisasi jantung (Chair, Piliae, Lam & Chan, 2003).
Fowlow et al., (1995) menyatakan bahwa nyeri punggung sering terjadi pada pasien
posisi.
Mohammady et al., (2012) menyatakan bahwa pasien dapat ambulasi 3-4 jam
masalah umum yang dialami oleh pasien post kateterisasi jantung. Lebih lanjut,
Lunden dan koleganya menjelaskan bahwa nyeri punggung tersebut disebabkan oleh
Perubahan posisi miring kanan dan miring kiri ditempat tidur dapat
2003). Rezaei, Morteza, Ahmadi, Mohamadi & Jafarabadi (2008) menyatakan bahwa
jantung secara efektif dapat mengurangi rasa nyeri punggung dan menstabilkan
(2003) menyatakan bahwa pasien dapat mengubah posisi ditempat tidur dengan
waktu yang lebih awal setelah pasca angiography koroner. Yilmaz & Dramal (2006)
mengubah posisi pasien ditempat tidur membantu mengurangi intensitas nyeri untuk
mengurangi nyeri punggung, dimulai dari jam kedua mengubah posisi yaitu kepala
pasien dinaikan 30-45 derajat. Selanjutnya pada jam berikutnya pasien direposisikan
telentang, berbaring miring kanan dan miring kiri selama 1 jam setiap posisi selama 7
jam pertama. Selama berbaring, bantal diletakan dibagian lumbal untuk dukungan
yang menjalani tindakan kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis dengan
memakai kateter 5 french, setelah prosedur selesai, sheat dicabut 10 sampai 15 menit
jam istirahat ditempat tidur dan dilanjutkan ambulasi dini tanpa ada komplikasi dan
Menurut Gall et al., (2006) ambulasi dini dapat dilaksanakan bila tidak
dengan komplikasi pada pembuluh darah menurut Hamel (2009) adalah vesel
setelah angiografi koroner, terutama nyeri dan tidak mampu bergerak bebas
memiliki efek yang menguntungkan pada kenyamanana pasien, khususnya dalam hal
mengurangi nyeri punggung. Chair et al., (2003). Perbedaan nyeri punggung setelah 2
nyeri pada punggung, hipotensi ortostatik, serta masalah eliminasi. Sampai saat ini
belum dilakukan penelitian di rumah sakit terkait dampak komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien pasca kateterisasi jantung yang dilakukan pengaturan posisi
Setelah kateterisasi jantung pasien istirahat ditempat tidur dengan waktu yang
lama untuk meminimalkan komplikasi vascular, tetapi hal ini sering mengakibatkan
Dengan alasan tersebut pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri dilakukan
judul “Pengaruh Pengaturan Posisi Miring Kanan dan Miring Kiri Terhadap Nyeri
1.2 Permasalahan
punggung, akibat istirahat ditempat tidur pasca kateterisasi jantung dilakukan untuk
oleh ambulasi dini efektif dapat mencegah dan meminimalkan nyeri punggung
setelah kateterisasi jantung (Rezaei et al., 2008). Nyeri punggung disebabkan oleh
diminta untuk tetap di atas tempat tidur dengan posisi terlentang post kateterisasi
jantung, pengalaman pasien, selama istirahat ditempat tidur semakin tinggi intensitas
nyeri punggung. Manfaat dari pengaturan posisi yaitu untuk menurunkan nyeri
Pemberian posisi miring kanan dan miring kiri dengan pasien post kateterisasi
istirahat ditempat tidur yang sangat lama yaitu 6-8 jam setelah prosedur dilaksanakan.
ini apakah pemberian posisi miring kanan dan miring kiri menurunkan intensitas
1.4 Hipotesis
posisi miring kanan dan miring kiri pada pasien post kateterisasi jantung.
Ho: Posisi miring kanan dan miring kiri tidak dapat menurunkan nyeri punggung
Ha: Posisi miring kanan dan miring kiri dapat menurunkan nyeri punggung pasien
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai satu bukti (evidence
khususnya keperawatan medikal bedah dan hasil penelitian ini dapat memberi
informasi baru atau menunjang teori-teori yang sudah ada tentang pengaturan
pada pasien post kateterisasi jantung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Medan. Hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk pihak Rumah
Sakit sebagai prosedur dalam pelayanan kesehatan pada pasien post kateterisasi
jantung
TINJAUAN PUSTAKA
kateter kedalam sistem kardiovascular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi
jantung (Price & Wilson, 2006). Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostic
invasive dimana satu atau lebih kateter dimasukan kejantung dan pembuluh darah
untuk mengukur tekanan dalam ruang jantung untuk menentukan saturasi oksigen
didalam darah (Smeltzer & Bare, 2010). Kateterisasi jantung adalah teknik penting
untuk diagnosis penyakit arteri koroner dan yang paling umum dilakukan melalui
Angina yang tidak mudah dikontrol dengan obat-obatan, yang mengganggu kegiatan
aktifitas sehari-hari, terjadi saat istitrahat atau berulang setelah serangan jantung, 2)
Gagal jantung yang disebabkan penyakit arteri koroner, 3) Penyakit katub jantung
yang menyebabkan sesak napas, dan 4) Nyeri dada berulang penyebab teridentifikasi
Penentuan prognosis pada klien dengan penyakit arteri koroner, 3) Klien nyeri dada
stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan, 4) Klien dengan nyeri
dada tanpa etiologi yang jelas, 5) Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak
failure, alergi yang berat terhadap zat kontras, riwayat perdarahan yang tidak
Akses terhadap jantung dengan kateter melalui arteri femoralis atau arteri
radialis. Arteri femoralis lebih sering dilakukan karena diameternya lebih besar.
Kateter berbagai ukuran dari 4F sampai 10F. Ukuran yang digunakan tergantung pada
pembuluh darah dan anatomi jantung, kebutuhan untuk memadai opacify koroner
arteri dan bilik jantung, bagaimana banyak kateter harus dimanipulasi,dan keinginan
untuk membatasi pembuluh darah cedera dan komplikasi. Kateter dari 7F sampai 10F
baik, tetapi karena ukurannya yang besar, dapat menyebabkan komplikasi seperti
kateter merupakan hal yang sangat penting pada tindakan kateterisasi jantung agar
mampu mencapai sirkulasi (Kern, 2013). Pembuluh darah yang sering digunakan
sebagai akses kateterisasi adalah arteri dan vena. Arteri yang digunakan adalah arteri
femoralis, arteri brachialis, arteri axilaris, arteri radialis, arteri subclavian dan arteri
translumbal, sedangkan vena adalah vena femoral, vena brachial, vena jugularis
Ada empat tempat yang paling sering digunakan untuk angiografi selektif
adalah aorta, arteri koronaria, dan sisi kanan serta kiri jantung. 1) Aortografi
autogram adalah angiografi yang menggambarkan lumen aorta dan arteri utama yang
dimasukan ke arteri brakial kanan atau kiri atau arteri femoralis dan didorong ke aorta
asendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi,
memasukan kateter radiopak dari vena antekubital atau femoralis atau ke atrium
kanan, ventrikel kanan dan pembuluh darah paru. Digunakan untuk mendapatkan
tekanan jantung kanan, untuk mengevaluasi katup pulmonal dan trikuspid, untuk
kanan shunt, untuk menentukan CO, dan mengevaluasi katup mitral stenosis atau
insufisiensi katup mitral oleh transseptal tersebut, dan 4) Kateterisasi jantung kiri
biasanya dilakukan dengan teknik kateterisasi retrogad jantung kiri atau kateterisasi
transeptal atrium kiri (Smeltzer & Bare, 2010). Kateterisasi jantung kiri digunakan
tekanan untuk mengevaluasi fungsi mitral dan katup aorta, dan untuk melakukan
ventrikulografi kiri untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri (Woods et al., 2010).
sebelum prosedur. Setelah sampai dirumah sakit, beritahukan staf dosis terakhir yang
diminum, 3) Jika meminum Plavix atau Aspirin, dapat dilanjutkan sesuai dengan
anjuran, 4) Jika menderita diabetes, pagi hari sebelum prosedur jangan diberi insulin
atau obat oral, sampai prosedur selesai. Jika sedang dalam pengobatan glucophage
atau glucovance, obat harus dihentikan 48 jam sebelum prosedur, 5) Semua obat
selain yang tidak tercantum di atas dapat diminum pagi hari prosedur dengan air
sedikit, 6) Jangan makan atau minum apapun mulai tengah malam malam sampai
prosedur selesai, 7) Staf kateterisasi laboratorium akan menghubungi anda, sore hari
sebelum prosedur dimulai untuk memberitahu jam berapa datang kerumah sakit esok
harinya, dan membawa pakaian hangat, termasuk sepasang kaus kaki hangat. Harap
sebelum prosedur adalah complete blood count (CBC), basic metabolic panel (BMP)
2 minggu sebelum prosedur dimulai, jika tidak ada dapat diperiksa secepatnya
2) Menilai apakah ada riwayat alergi, terutama untuk yodium. Beberapa bahan
kontras mengandung yodium, alergi terhadap obat- obatan termasuk lidocaine. Puasa
selama 3 sampai 8 jam sebelum prosedur dilakukan. Memberikan obat sesuai dosis
3) Memasang Intra Venous (IV) line dan cairan infus untuk mencegah dehidrasi,
mengambil spesimen untuk tes laboratorium (hitung sel darah lengkap, elektrolit,
nitrogen urea darah, kreatinin, studi pembekuan, enzim jantung, dan urine) dan
melaksanakan sinar-X dada dan EKG, 4) Arteri femoralis dan brakialis adalah tempat
pemasangan kateter secara umum meskipun arteri radialis juga merupakan pilihan.
Berikan tanda pada lengan atau kaki pada arteri yang akan dilakukan puncture,
menganjurkan pasien melepaskan gigi palsu dan kacamata selama prosedur, dan 5)
Memberikan analgesik, sedatif, atau obat penenang sesuai dengan anjuran. Tes
jam.
komplikasi, kedua komplikasi akses vaskular dan komplikasi dari penutupan sayatan
arteriotomy sama seperti tindakan invasif, untuk mengakses jantung melalui arteri
femoral memiliki risiko. dari kasus trauma vaskular terjadi 2% sampai 10%,
yang berpengaruh termasuk ukuran lebih besar dari selubung 8F, tempat masuknya
Komplikasi vaskular juga dapat dipengaruhi salah satu pasien-tertentu oleh beberapa
perifer, usia, obesitas, antikoagulan dan gaya hidup (Exaire, 2005). komplikasi
lainnya dapat timbul dari penutupan sayatan arteriotomy. setelah pencabutan kateter,
Menurut Smeltzer & Bare (2010) tanggung jawab perawat pra kateterisasi
mengetahui apa yang akan dirasakan dapat membantu pasien untuk menghadapi yang
akan terjadi.
pelaksanaan kateterisasi jantung yaitu : 1) Memeriksa tempat tusukan atau irisan, bila
ada perdarahan, atau terjadi hematoma, kajilah denyut perifer pada ekstremitas
tersebut. Kaji setiap 15 menit untuk jam pertama, selanjutnya 30 menit pada jam
kedua, dan setiap jam pada jam ketiga, 2) Mengevaluasi suhu dan warna ekstremitas
yang bersangkutan dan setiap keluhan pasien mengenai rasa nyeri, kebas, atau
arteri. Laporkan segera bila terjadi perubahan, 3) Observasi bila ada disritmia dengan
memperhatikan monitor irama jantung atau mengkaji denyut apeks dan perifer
adakah perubahan kecepatan dan iramanya. Reaksi vasovagal yang meliputi baradi
kardi, hipotensi, dan nause, dapat dicetuskan oleh nyeri atau distensi kandung kemih,
terutama bila tusukan arteri melalui femoral. Intervensi segera sangat diperlukan yang
meliputi mengangkat kaki dan tungkai lebih tinggi dari kepala serta memberikan
cairan intravena dan kalau perlu atropin intravena, 4) Bila prosedur melalui perkutan
arteri femoral, pasien harus telentang dengan kaki lurus dan kepala ditinggikan tidak
lebih dari 30 derajat untuk beberapa jam. Penekanan manual diberikan sampai
perdarahan berhenti. Pasien diberikan posisi miring kanan dan miring kiri agar
Anjurkan pasien banyak minum untuk meningkatkan haluaran urin untuk membuang
semua bahan kontras keluar melalui urin, dan 7) Intruksikan pasien untuk meminta
bantuan saat pertama kali bangkit dari tempat tidur setelah berbaring lama.
leher, nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung
diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf (Medical-dictionary,
2009). Nyeri punggung biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa
kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan postur tubuh yang
tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang salah, atau
Menurut IASP (dalam Yulianan, 2011), yang termasuk dalam Back Pain
Adalah nyeri yang dibatasi :nsuperior oleh garis transversal imajiner yang
melalui ujung prosesus spinosus dari vertebera thorakalis terakhir, inferior oleh garis
transversal imajiner yang melalui ujung prosesus soinosus dari vertebra sakralis
lumbalis.
Nyeri yang dirasakan daerah yang dibatasi oleh garis transversal imajiner
yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis
transveral imajiner yang melalui sendi sakrokoksigel posterior dan lateral oleh garis
3. Lumbosacral pain
Nyeri didaerah sepertiga bawah daerah lumbar spinal pain dan sepertiga diatas
Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi bagian
anterior dan posterior. Tulang belakanh terdiri dati korpus vertebra yang silindris,
longitudinal anterior dan posterior. Bagian posterior lebih lunak dan terdiri dari
dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet (disebut juga sendi apofisial atau
zygoapofisial) superior dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang dilapisi
oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang elastic, yang
berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari tulang belakang
yang menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas tulang belakang tetap
vertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena
epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur ini
dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf. Nucleus
pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi yang
normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang paling
peka terhadap gerkana dan mudah mengalami trauma (Fauci AS, Kasper DL, Longo
Back pain bisa bersifat akut atau kronis. Back pain akut merupakan istilah
yang digunakan untuk kondisi yang bersifat sementara. Sedangkan back pain kronis
adalah kondisi dimana penderita mengalami nyeri punggung selama sisa hidupnya
Beberapa penyebab nyeri punggung diantaranya adalah posisi duduk atau tidur
yang salah, cedera, maupun masalah kesehatan tertentu. Nyeri punggung biasanya
bisa sembuh dengan sendirinya, sedangkan nyeri punggung kronis cukup persisten
pain) kronis: 1) Nyeri punggung yang persisten, 2) Sensasi nyeri bervariasi mulai dari
nyeri tajam hingga nyeri tumpul, namun ada terus menerus, 3) Nyeri menyebar dari
punggung tengah atau punggung bawah menjalar turun ke pinggul, paha, bahkan pada
otot-otot betis dan kaki, 4) Nyeri di punggung bagian atas juga bisa menyebar sampai
ke leher, 5) Gejala lainnya meliputi kekakuan konstan pada punggung dan mengalami
kesulitan saat duduk, berdiri lurus, atau mengangkat benda, 6) Pada kasus ekstrim,
nyeri punggung disertai dengan gejala tambahan seperti kelemahan, mati rasa, dan
kesemutan dan 7) Penderita juga bisa mengalami sensasi terbakar yang tajam
2.2.4. Klasifikasi
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus
menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat menyebar ke
area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, tajam atau tertusuk dan sensasi
terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki,
dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau
tersetrum, kelemahan, dan mati rasa. Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi,
yaitu: nyeri leher, nyeri punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan
nyeri pada tulang ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya,
yaitu: akut (±12 minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu) (6). Nyeri
mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat dengan bagian punggung yang
sakit, 2) nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral
abdomen atau pelvis. nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen atau
pelvis tetapi dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak terpengaruh dengan
posisi tubuh tertentu. Pasien dapat juga mempermasalahkan nyeri punggungnya saja,
3) nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau dialihkan
ke bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal
bagian atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal, pangkal paha, atau paha
bagian atas. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian bawah dapat
menimbulkan nyeri alih ke bagian bokong, paha bagian belakang, atau betis dan
tungkai (jarang). Injeksi provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang
sensitif terhadap nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti
distribusi dermatomal. Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian
punggung dan tungkai tanpa adanya bukti penekanan radix saraf, 4) Nyeri punggung
radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang punggung region lumbal
sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf. Batuk, bersin, atau kontraksi
volunteer dari otot abdomen (mengangkat barang berat atau pada saat mengejan)
dapat menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk dalam
posisi yang dapat meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3, dan
L4) melewati paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk.
Gambaran tentang nyeri saja biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri
walaupun tak jelas, biasanya dikaitkan dengan banyak gangguan tulang belakang.
Spasme otot biasanya dikaitkan dengan postur abnormal, otot paraspinal yang
(Pooler Lunseet al., 1996 dalam Chair et al., 2003). Nyeri didefinisikan sebagai nyeri
yang dirasakan sendiri kembali oleh pasien selama dan setelah istirahat, disebabkan
oleh Posisi supinasi di tempat tidur, diukur dengan Pain numerical rating scale.
merupakan salah satu keluhan yang paling sering dari pasien (Hoglund et al., 2011).
1) Usia
Hoglund et al., (2011) menyatakan tentang mobilisasi dini (1,5 jam vs 5 jam)
dari 104 peserta dan efek dari dua metode waktu yang berbeda pada tingkat nyeri
mengalami lebih banyak nyeri punggung sementara pada istirahat tapi ini tidak
signifikan. Namun, empat jam setelah mulai memobilisasi, ketika lebih dari 70 tahun,
pasien mengalami kembali merasakan sakit yang secara signifikan lebih tinggi secara
punggung tidak signifikan berhubungan dengan nyeri punggung dalam enam jam
sekitar istirahat dan mobilisasi berikut angiografi koroner. Namun, keluhan sakit
punggung keesokan harinya dari pasien yang di istirahat untuk antara delapan dan 24
jam semalam dan memiliki riwayat sakit punggung, secara signifikan lebih tinggi
daripada mereka yang tidak memiliki riwayat sakit punggung tetapi telah mengalami
kembali rasa nyeri sementara pada istirahat. Dari hasil penelitian ini, dapat
Semakin lama tidur waktu istirahat dan semakin tinggi BMI, rasa sakit lebih
kembali mungkin dialami. Dalam waktu yang lebih pendek untuk mobilisasi, nyeri
punggung mungkin dialami lebih banyak pada pasien dengan BMI yang lebih rendah
4) Jenis kelamin
mengalami tingkat nyeri punggung signifikan lebih tinggi daripada pria ketika
yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan actual (International
Association for the Study of Pain [IASP], dalam Potter & Perry, 2013). Nyeri adalah
sebuah fenomena multidimensional dan sangat sulit untuk mengartikan oleh karena
itu nyeri adalah suatu pengalaman yang subjektif dan personal (Black & Hawks,
2009).
Menurut Melzack & Casey dalam Ardinata (2007) nyeri bukan hanya suatu
pengalaman sensori belaka tetapi juga berkaitan dengan motivasi dan komponen
afektif individunya.
Teori gate control dari Melzack & Wall (1965) menjelaskan bahwa impuls
nyeri diatur oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengemukakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan terututup. Upaya penutupan dilakukan untuk
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik yang khusus mendeteksi kerusakan
jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin nyeri dana tekanan.
Reseptor yang menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor (Kozier, Berman &
Snyder, 2010).
nosisepsi Kozier, Berman & Snyder ( 2010). Terdapat empat proses yang terlibat
1) Transduksi
Transduksi terjadi saat konversi stimulus mekanik, termal atau kimia beracun
menjadi sinyal listrik yang disebut dengan potensial aksi. Stimulus berbahaya yang
timbul saat adanya kerusakan jaringan, suhu (misalnya, kulit terbakar), mekanik
menyebakan pelepasan berbagai bahan kimia ke dalam jarinagan yang rusak. Bahan
kimia lainnya dikeluarkan oleh sel mast (misalnya, serotonin, histamine, bradikinin,
Sifat-sifat reseptor sehingga yang intens berbeda dalam beberapa hal penting
mendeteksi baik intensitas rendah, stimuli normal atau rangsangan berbahaya (Kidd
2) Transmisi
Transmisi adalah proses dimana sinyal rasa sakit diteruskan dari bagian
perifer ke susum tulang belakang dan kemudian ke otak, dimana potensial aksi
impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf
aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang
Proses ini meliputi tiga segmen (McCaffery & Pasero, 1999 dalam Kozier,
Berman & Snyder, 2010) yaitu: 1) Segmen pertama Impuls nyeri berjalan dari serabut
primer ke neuron ordo ke dua di kornu dorsalis medulla spinalis. Dua tipe serabut
noiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medulla spinalis yaitu serabut
mentranmisikan nyeri tajam dan lokal, 2) Segmen kedua segmen ini meliputi
batang otak dan thalamus, dan 3) Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara
3) Persepsi
dan intensitas nyeri (Potter & Pery, 2013). Menurut Lewis et al., (2011) persepsi
Persepsi adalah ketika klien menjadi sadar rasa sakit. Persepsi nyeri adalah
jumlah kegiatan yang kompleks dalam sistem saraf pusat yang dapat membentuk
karakter dan intensitas nyeri yang dirasakan dan menganggap arti rasa sakit. Konteks
psikososial situasi dan makna rasa sakit berdasarkan pengalaman masa lalu dan
4) Modulasi
Penghambatan impuls ini nyeri adalah tahap keempat dan terakhir dari
nociceptive yang proses yang dikenal sebagai modulasi (Pasero & McCaffery, dalam
Potter & Perry, 2013). Sering digambarkan sebagai "sistem yang menurun" Proses ini
terjadi ketika neuron di thalamus dan batang otak mengirim sinyal kembali ke horn
dorsal sumsum tulang belakang (Kozier et al., 2010). Proses modulasi mengacu
kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut
1) Dimensi fisiologis
genetic,anatomi dan fisik dari pengaruh nyeri serta bagaimana stimulasi yang
kanker yang telah bermetastase ke tulang atau mungkin juga telah menginfiltrasi ke
system saraf (Ahles et al., 1983; Davis, 2003 dalam Ardinata 2007). Berdasarkan
dimensi fisiologis, terdapat dua karakteristik yang melekat dalam pengalaman nyeri,
yaitu: durasi dan pola nyeri. Durasi nyeri mengacu kepada apakah nyeri yang dialami
diidentifikasi sebagai nyeri singkat, sekejap, atau transient, ritmik, periodik, atau
2) Dimensi afektif
marah, takut, depresi dan cemas. Emosi yang negatif dapat mengurangi kualitas
hidup. Hubungan negatif antara depresi dan nyeri dapat menyebabkan kerusakan
dirasakanya. Menurut (McGuire dan Sheilder 1993 Dalam Ardinata, 2007), dimensi
afektif dari nyeri indentik dengan sifat personal tertentu dari individu. Pasien-pasien
yang mudah sekali mengalami kondisi depresi atau gangguan psikologis lainnya akan
lebih mudah mengalami nyeri yang sangat dibandingkan dengan pasien lainnya.
Buckelew, Parker, dan Keefe et al., (1994) menemukan bahwa keparahan nyeri
kronik. Mereka juga menyatakan bahwa semakin berat nyeri yang dialami, maka
Dimensi sensori pada nyeri berhubungan dengan lokasi dimana nyeri itu
timbul dan bagaimanan rasanya. Ahles et al., (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga
komponen spesifik dalam dimensi sensori, yaitu lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri.
Lokasi dari nyeri memberikan petunjuk penyebab nyeri bila ditinjau dari segi aspek
sensori. Lokasi nyeri ini sendiri dapat dilaporkan oleh pasien pada dua atau lebih
lokasi (McGuire & Sheidler, 1993 dalam Ardinata, 2007). Kondisi dimana
dimensi sensori. Semakin banyak lokasi nyeri yang dirasakan oleh pasien, maka akan
4) Dimensi kognitif
dalam berespon terhadap pengaruh nyeri. Penggunaan strategi koping kognitif dan
Dimensi kognitif dari nyeri menyangkut pengaruh nyeri yang dirasakan oleh
sendiri (Ahles et al., 1983) respon pikiran individu terhadap nyeri yang dirasakan
Barkwell (2005) melaporkan bahwa pasien yang berpendapat nyerinya sebagai suatu
tantangan melaporkan nyeri lebih rendah dengan tingkat depresi yang rendah juga
dan disertai dengan mekanisme koping yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pasien yang menganggap nyerinya adalah sebagai hukuman atau sebagai musuh.
Dimensi perilaku yang berkaitan dengan suatu perilaku yang dapat diamati
sebagai respon atau kotrol terahdap nyeri. Misalnya ekspresi wajah saat menahan
nyeri seperti meringis atau mudah tersinggung (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher
& Camera, 2011). Menurut fordce (dalam Ardinata, 2007) dimensi perilaku dari nyeri
meliputi serangkaian perilaku yang dapat diobservasi yang berhubungan dengan nyeri
seseorang tersebut mengalami atau merasakan nyeri. Tampilan perilaku nyeri yang
6) Dimensi sosiokultural
factor, usia dan jenis kelamin. Keluarga dan pendaping pasien saat merawat juga
demograpi, adapt istiadat, agama, dan faktor-faktor lain yang berhubungan yang
dapat mempengaruhi persepsi dan respon seseorang terhadap nyerinya (McGuire &
Nyeri menurut waktu adalah lamanya nyeri yang dialami oleh individu.
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang yang umumnya berlangsung dalam waktu
singkat atau kurang dari enam bulan (Black & Hawks, 2009) memiliki awitan
mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intesitasnya (Kozier, Berman & Snyder,
akut adalah nyeri yang biasanya berlangsung singkat, terjadi secara tiba-tiba dan
telokalisasi dimana pasien umumnya dapat menjelaskan tentang nyeri yang dirasakan.
b. Nyeri kronik
selama enam bulan atau lebih dan mengganggu fungsi tubuh (Kozier, Berman &
Snyder, 2010). Sedangkan menurut Ignatavicius & Workman (2010) nyeri kronik
merupakan nyeri yang berlangsung menetap atau nyeri yang berulang-ulang untuk
waktu periode tertentu dan biasanya berlangsung lebih dari tiga bulan.
Nyeri kronik menurut Ignatavicius & Workman (2010) terbagi dua, yaitu : 1)
Nyeri kronik kanker disebabkan oleh penyakit itu sendiri, sumber nyeri kanker adalah
kompresi pada saraf, pertumbuhan abnormal jaringan kanker, atau metastase tulang.
Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan pembedahan dan toksisitas dari terapi
kemoterapi atau radioterapi, dan 2) Nyeri kronik non kanker dapat disebabkan oleh
a. Nyeri kutaneus
Menurut Kozier et al., (2010) Nyeri yang berasal dari kulit atau jaringan
subkutan. Nyeri kutaneus dapat ditandai dengan onset mendadak dan tajam atau
kualitas tetap atau dengan onset lambat dan kualitas seperti rasa terbakar, tergantung
pada jenis serat saraf yang terlibat. Reseptor nyeri berakhir tepat dibawah kulit dan
karena konsentrasi tinggi dari ujung saraf, atau juga sering disebut nyeri lokal dengan
Nyeri yang berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah dan saraf.
c. Nyeri Viseral
Nyeri yang berasal dari stimulus reseptor nyeri rongga abdomen, cranium dan
toraks. Nyeri visceral cenderung menyebar dan seringkali terasa seperti nyeri somatic
profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri tumpul atau merasa tertekan. Nyeri sering
disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemic, spasme otot (Kozier, Berman &
Snyder, 2010).
Nyeri visceral sangat sulit untuk dilokalisasi, dan beberapa cedera pada
jaringan visceral terlihat seperti nyeri alih atau referred pain, dimana sensasi
telokalisir pada daerah yang tidak ada hubungannya dengan tempat terjadinya cedera
a. Nyeri menjalar
disekitarnya, misalnya nyeri jantung tidak hanya dapat dirasakan didada tetapi juga
dapat dirasakan dibahu kiri maupun kelengan (Kozier, Berman & Snyder, 2010).
b. Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh
dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya, nyeri yang berasal dari sebuah
bagian visera abdomen dapat dirasakan disuatu area kulit yang jauh dari oragan yang
Nyeri alih adalah bentuk nyeri visceral dan dirasakan di daerah yang jauh dari
tempat stimulus. Itu terjadi ketika serat syaraf yang melayani area tubuh yang jauh
dari tempat stimulus lewat di dekat stimulus. Sensasi nyeri alih mungkin intens, dan
mungkin ada sedikit atau tidak merasakan sakit pada titik stimulus berbahaya (Black
Nyeri tak tertahankan adalah nyeri ynag sangat sulit diredakan. Salah satu
contohnya adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut (Kozier, Berman & Snyder,
2010).
Nyeri neuropatik adalah neri akibat kerusakan system syaraf tepi atau syaraf
pusat dimasa kini atau masa lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah stimulus,
seperti kerusakan jaringan atau syaraf untuk rasa nyeri. Nyeri neuropatik berlangsung
lama, tidak menyenangkan, dan dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri
tumpul dan nyeri tumpul yang berkepanjangan (Kozier, Berman & Snyder, 2010).
Nyeri yang melibatkan sistem syaraf pusat atau system syaraf perifer (Gililland,
2008).
e. Nyeri bayangan
Nyeri bayangan adalah sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh
yang telah hilang missal pada kaki yang telah di amputasi. Nyeri bayangan disebut
mengalami atau merasakan sensasi di bagian tubuh yang sudah diamputasi seolah-
olah bagian tersebut masih ada atau melekat. Serabut syaraf yang melayani bagian ini
terus meluas ke bagian perifer, yang berakhir dilokasi sayatan (Blakc & Hawks,
2009).
f. Breakthrough pain
Breakthrough pain adalah nyeri yang datang tiba-tiba untuk jangka waktu
yang singkat serta tidak dapat diatasi dengan manajemen nyeri yang normal oleh
belakang nyeri yang di kendalikan oleh obat-obatan (Black & Hawks, 2009).
1) Intesitas nyeri
Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan skala intensitas nyeri numeric
(pain numerical rating scale atau PNRS) dimana 0 sama dengan tidak ada nyeri dan
10 sama dengan nyeri yang hebat yang dikembangkan oleh McCafeery & Beebe,
(1993).
Gambar 2.1. Pain numerical rating scale (McCaffery, M., Beebe, A., et al.,1989).
2) Karakteristik nyeri
Meliputi letak atau lokasi dimana nyeri dirasakan, durasi atau waktu nyeri
berlangsung.
Meliputi efek nyeri terhadap tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan
1) Farmakologi
Analgesic opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein opioid
meredakan nyeri dan memberi rasa euphoria lebih besar dengan meningkatkan
reseptor opiate dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab didalam tubuh)
Penekanan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap serta
perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan
Non opoid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid
(NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesic, dan
antipiretik. Obat-obatan ini menurunkan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi
c. Analgesic penyerta
analgesic tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut, selain
mengurangi ansietas, stress dan ketegangan sehingga pasien dapat tidur dengan baik
dimalam hari. Anti depresan digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau
gangguan alam perasaan yang mendasari tetapi dapat juga meningkatkan strategi
2) Non farmakologi
fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dingin, akupuntus dan
akupresure) serta kognitif dan behavioral terapi (latihan nafas dalam , relaksasi
distraksi, sentuhan teurapetik, meditasi, hipnosi humor dan magnet) (Black & Hawks,
2009).
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,
duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap
dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif
dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien
dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total
atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh
dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).
gerak fisik (Potter & Perry, 2010). Tirah baring merupakan suatu intervensi dimana
klien di batasi untuk tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik.
ditempat tidur meliputi perubahan posisi (posisi miring ke kiri maupun ke kanan
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan
pelaksanaan mobilisasi
Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau
dapat memenuhi kebutuhan gerak harian, dan 7) Memberi kesempatan perawat dan
1. Mobilisasi penuh
bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi pasien untuk memenuhi
kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran
2. Mobilisasi sebagian
syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat
dibedakan menjadi:
Pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode tidak
terlalu lama seperti pada pada kasus infark miokard akut, Disritmia jantung, atau syok
sepsis, kontraindikasi lai dapat di temukan pada kelemahan umum dengan tingkat
individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap,
gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Potter & Perry, 2010).
digerakkan pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka operasi
yang masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak
sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis
operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin asalkan rasa
pada masa pemulihan akan mempercepat pencapaian level kondisi seperti pra
serta juga dapat mengurangi stress psikis. Pada saat awal pergerakan fisik biasa
dilakukan diatas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa
dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan
(Kusmawan, 2008).
2.3.4. Definisi
Posisi miring kanan dan miring kiri merupakan posisi yang diberikan pada
pasien tirah baring untuk mengurangi tekanan yang terlalu lama dan gaya gesekan
pada kulit, di samping itu juga mencegah terbentuknya luka tekan, kemudian
Pasien yang mengalami gangguan fungsi sistem skeletal, saraf dan peningkatan
memperoleh kesejajaran tubuh yang tepat ketika selama berada di tempat tidur (Perry
Posisi diatur berbaring kesamping kanan / kiri. Lengan yang dibawah tubuh
diatur fleksi didepan kepala atau diatas bantal. Sebuah bantal dapat diletakkan
bantal di bawah tangan. Untuk mencegah lengan aduksi dan bahu beratasi ke dalam,
sebuah bantal dapat diletakkan dibawahnya. Untuk mencegah paha beraduksi dan
berotasi ke dalam, sebuah bantal dapat diletakkan di bawah kaki atas, sambil kaki atas
2) Posisi Terlentang
dorsal rekumben. Pada posisi terlentang hubungan antar-bagian tubuh pada dasarnya
sama dengan kesejajaran berdiri yang baik kecuali tubuh berada pada potongan
3) Posisi Miring
besar berat tubuh berada pada pinggul dan bahu. Kesejajaran tubuh harus sama ketika
sokong pada garis tengah tubuh, dan rotasi tulang belakang harus dihindari (Potter &
Perry, 2013).
4) Posisi Sims
Posisi sims berbeda dengan posisi miring pada distribusi berat badan klien.
Pada posisi sims berat badan berada pada tulang ilium anterior, humerus dan
klavikula.
menghadap ke bawah. Bantal kepala harus cukup tipis mencegah fleksi maupun
dibawah tungkai bagian bawah memungkinkan pergelangan kaki dorsifleksi dan lutut
menjadi fleksi yang menjadi relaksasi. Jika bantal tidak dipakai maka pergelangan
Tujuan mengatur posisi pasien adalah memberikan rasa nyaman pada pasien,
mempertahankan atau menjaga postur tubuh tetap baik, menghindari komplikasi yang
mungkin timbul akibat tirah baring. Posisi pasien sebaiknya dirubah setiap 2 jam bila
Para peserta dalam kelompok eksperimen Chair et al., (2003) memiliki posisi
bervariasi dari supinasi, sisi kanan-kiri berbaring dan sisi-berbaring per jam dari dua
supinasi untuk jangka waktu yang sama (8-24 jam tergantung pada ahli jantung).
Langkah-langkah nyeri punggung dua, empat dan enam jam dan keesokan paginya
kelompok kontrol (<0,001 pada semua jangka waktu di dan setelah dua jam).
pengangkatan selubung langsung sampai 45° dicapai dan kemudian sisi berbaring
dengan elevasi kepala 15° setelah jam kelima dicapai dengan total tirah baring
selama delapan jam. Salah satu kelompok eksperimen juga memiliki bantal tipis di
bawah satu sisi, yang berubah dari satu sisi ke sisi lain setiap setengah jam.
Kelompok kontrol tetap supinasi, dengan karung pasir di tempat pada titik akses
femoralis, selama delapan jam. Tingkat nyeri punggung yang berkurang secara
hematoma).
Teori keperawatan yang akan diaplikasikan pada penelitian ini adalah teori
Orem Self care menurut Orem (1991) yaitu kemampuan individu untuk
Menurut Marriner A., (2013) Orem menetapkan teori perawatan diri (self
care) sebagai teori secara umum. Orem membagi Self Care menjadi 3 (tiga) konsep
yang saling berhubungan, yaitu teori Self Care, teori self Care Deficit dan teori
Nursing System, yang mencakup enam konsep sentral yaitu, Self Care, Self Care
Agency, Therapeutik Self Care Demand, Self Care Deficit, Nursing Agency, Nursing
demand), dan individu yang memberikan bantuan (self care agency) Therapeutic Self
Care Demand merupakan totalitas dari tindakan perawatan diri yang terbentuk dalam
dirinya dengan menggunakan metode yang valid. Self Care Agency merupakan
sendiri. Terdapat tiga pengertian yang berhubungan, yaitu : Agent (seseorang yang
melakukan tindakan), Self care agent (penyedia perawatan diri) dan Dependent care
kebutuhannya secara mandiri, 3). Memberikan dorongan secara fisik dan psikologik
dan 5). Mengajarkan pasien tentang prosedur dan aspek-aspek tindakan agar pasien
disebabkan oleh posisi supinasi. Pengaruh dari perubahan posisi pasien di tempat
Pengaturan Posisi
dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai identifikasi
variabel yang diteliti. Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep atau
variabel yang akan diteliti. Variabel adalah yang melekat pada populasi, bervariasi
antara satu orang dengan yang lainya diteliti dalam suatu penelitian (Dharma, 2010).
nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung dan variabel independent adalah
pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri. Kerangka konsep dalam penelitian
ini mendeskripsikan bahwa nyeri pada pasien post kateterisasi jantung dengan self
care agency dalam bentuk yaitu dengan pengaturan posisi miring kanan dan miring
kiri.
posisi miring kanan dan miring kiri, sedangkan pada kelompok kontrol tidak
diberikan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri. Dimana pada tiap-tiap
kelompok yang tidak diberikan perlakuan pengukuran intesitas nyeri punggung yaitu
dilaksanakanpada saat pre kontrol dan post kontrol. Setelah melewati proses tersebut,
diharapkan terjadi perubahan intesitas nyeri punggung pada pasien post kateterisasi
jantung.
Intervensi
Observasi : Observasi :
Nyeri punggung sebelum Nyeri punggung
Intervensi
Kontrol
Diberikan posisi miring kanan dan miring kiri
dilakukan pada dua jam post kateterisasi jantung
selama 30 menit ( 15 menit posisi miring kanan
dan 15 menit posisi mirin kiri).dilakukan sebanyak
3 kali, dan prosedur evaluasi dilakukan pada jam
ke delapan post kateterisasi jantung.
Post intervensi
Observasi :
Observasi :
Nyeri punggung
Nyeri punggung sesudah
METODE PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan desain penelitian, waktu dan tempat penelitian,
Intervensi O1 X O2
Kontrol O3 O4
Keterangan
O1 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung sebelum posisi miring kanan
O2 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung setelah posisi miring kanan
O3 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung dimulai dari 0 sampai 8 jam
O4 = Observasi nyeri pasien post kateterisasi jantung dimulai dari 0 sampai 8 jam
Sakit Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan merupakan
rumah sakit Tipe A yang menjadi rujukan dari seluruh rumah sakit di Sumatera
mewakili populasi.
2015. Pengambilan data penelitian untuk kelompok intervensi dimulai pada tanggal 5
untuk kelompok kontrol dimulai pada tanggal 31 Agustus s/d 11 Setember 2015.
3.2.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan
tindakan kateterisasi jantung koroner diagnostik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
3.2.2 Sampel
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu pemilihan sampel dilakukan tanpa
sampling. Metode ini adalah suatu metode yang melibatkan semua populasi yang
memenuhi kriteria selama waktu tertentu untuk ukuran sampel yang diinginkan
Sampel penelitian yang diambil adalah pasien post kateterisasi jantung dengan
yang hebat
merupakan pendekatan berbasis bukti untuk merancang sebuah studi baru yaitu, studi
banyak anggota sampel akan diperlukan untuk mencapai efek yang sudah diketahui
dalam penghitungan uji dua mean yaitu perbedaan antara dua mean populasi sebelum
dan sudah, dibagi dengan rata-rata standar deviasi (Polit & Beck, 2012) yaitu:
Keterangan :
= Standar deviasi
Perolehan sampel dalam penelitian ini, yaitu berdasarkan studi literatur yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hoglund, Stenestrand, Todt, dan
Johansson (2011) yang berjudul pengaruh mobilisasi dini pasien menjalani angiografi
komplikasi pembuluh darah dan nyeri punggung. Berdasarkan artikel jurnal tersebut
diperoleh nilai mean maksimum nyeri punggung (µ1= 7,5) dan nilai mean minimum
nyeri punggung (µ2=3,8), kemudian dibagi dengan rata-rata standar deviasi yang
merupakan hasil penjumlahan dari nilai standar deviasi maksimum nyeri punggung
4,51 ditambah standar deviasi minimum nyeri punggung 3,8 kemudian dibagi dua
maka diperoleh rata-rata standar deviasi = 4,15 maka nilai effect size (d) = 0,89. Maka
responden. Penggunaan uji parametric akan lebih representative jika ukuran sampel
minimal 30 responden dan untuk mengurangi bias dari variable confounding sehingga
effect size dalam penelitian ini diturunkan menjadi 0,7. Kemudian disesuaikan
dengan tabel Cohens ‘d sehingga besar sampel sebanyak 30 orang responden. Jumlah
lembar isian penelitian dan lembar observasi. Lembar isian penelitian mencakup
usia, jenis kelamin, berat badan, dan riwayat nyeri. Lembar observasi diberikan untuk
memberikan posisi miring kanan dan miring kiri, dengan menggunakan pain
numerical rating scale (PNRS) yang dikembangkan oleh (McCaffery & Beebe et al.,
1989). Alasan penggunaan PNRS pada penelitian ini karena skala ini merupakan
skala pengukuran intensitas nyeri yang umum digunakan untuk mengukur intensitas
nyeri serta mudah untuk dilakukan atau untuk dinilai tingkat intensitas nyeri pasien
cardiovascular
2) Tahap penelitian
a. Pre test
nyeri yaitu menggunakan pain numerical rating scale (PNRS). Intesitas nyeri yang
terdapat pada rentang yaitu 0-10, dimana 0 (tidak ada nyeri), 1-3 (nyeri ringan), 4-6
(nyeri sedang), dan 7-10 (nyeri berat) dan selanjutnya menggunakan lembar observasi
yaitu yang digunakan skala pengukuran nyeri menggunakan pain numerical rating
scale (PNRS).
b. Intervensi
Pada tahap awal sebelum dilakukan tindakan pasien diukur intesitas nyeri
dua jam kateterisasi jantung pada kelompok intervensi diberikan tindakan yaitu
Tindakan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri dilakukan setelah dua jam
kateterisasi jantung yaitu selama 30 menit (15 menit posisi miring kanan dan 15
menit posisi miring kiri). Perlakuan tindakan pengaturan posisi miring kanan dan
miring kiri dilakukan sebanyak 3 kali, yang dilaksanakan pada jam kedua setelah
kateterisasi jantung yaitu dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri
selama 30 menit selanjutnya pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri
menit posisi miring kanan dan 15 menit posisi miring kiri) dan yang ketiga dilakukan
yaitu pada jam ke delapan setelah kateterisasi jantung yaitu selama 30 menit (15
menit posisi miring kanan dan 15 menit posisi miring kiri) dan prosedur evaluasi
c. Post Test
ke delapan dengan menggunakan pain numerical rating scale (PNRS). Intesitas nyeri
yang terdapat pada rentang yaitu 0-10, dimana 0 (tidak ada nyeri), 1-3 (nyeri ringan),
Independen
Dependen
Metode pengukuran data pada penelitian ini yaitu setiap responden dalam
penelitian ini akan diukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi.
Pengukuran intensitas nyeri pada penelitian ini menggunakan NPRS atau skala
intensitas nyeri numerik yang dimulai angka 0 tanpa rasa nyeri hingga 10 nyeri yang
sangat berat. Responden ditanyakan intesitas nyeri yang dirasakan dan responden
tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri berat (McCaffery
& Beebe, et al., 1989). Instrument ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas
Data yang telah terkumpul melalui lembar isian penelitian dan lembar
daftar lembar isian penelitian dan lembar observasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Hal ini dilakukan apabila terdapat data yang meragukan atau salah atau
tidak diisi maka dapat dilakukan klarifikasi kembali kepada responden, 2) Coding,
masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah
a. Analisa Univariat
distribusi frekuensi dan persentase data yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan,
body massa indeks, serta nyeri punggung sebelum diintervensi, sesudah diintervensi
dan selisih intesitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi setiap kelompok intervensi.
ukuran mean dan standart deviasi dari variable pengaturan posisi miring kanan dan
b. Analisa Bivariat
kelompok dengan menggunakan uji beda 2 mean. Sebelum dilakukan uji beda 2 mean
pada tiap-tiap kelompok intervensi, antara sebelum dan sesudah intervensi terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas data penelitian. Uji normalitas data yang digunakan
pada penelitian ini adalah uji normalitas data Shapiro-Wilk Test. Hasil uji normalitas
(Paired‐Samples t Test) digunakan untuk membandingkan selisih dua mean dari dua
kelompok kontrol.
etik penelitian yang meliputi beneficienci, respect for human diginyty dan justice
(Polit & Beck, 2012). Pertimbangan etik terkait penelitian dilakukan melalui
Salah satu prinsip etik yang paling mendasar adalah azas manfaat , dalam hal
kerugian dan ketidaknyamanan baik fisik maupun psikis pasien (Polit & Beck,
2012). Dalam penelitian yang dilakukan pada responden dari kelompok intervensi
dan kelompok kontrol, peneliti mengupayakan intervensi yang diberikan yaitu posisi
miring kanan dan kiri ketidaknyamanan pada responden dan diharapkan intervensi ini
dapat memberikan manfaat pada responden yaitu tecapainya proses pemulihan nyeri
sata atau informasi yang diberikan tidak akan meimbulkan kerugian bagi responden
dimasa yang akan datang (Polit & Beck, 2012). Peneliti disini menjelaskan tujuan
penelitian, manfaat dan prosedur penelitian serta hak dan kewajiban responden,
sehingga responden merasa dirinya tidak dieksploitasi. Selain, itu peneliti juga
3.7.2 Azas menghargai hak manusia (respect for human diginity) Asas ini meliputi :
aktivitas yang akan dilakukanya, dalam hal ini responden memiliki hak untuk
menentukan apakah dirinya akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak tanpa
khawatir akan mendapatkan sanksi atau tuntutan hukum (Polit & Beck, 2012).
merupakan dua faktor utama yang menjadi landasan dalam membuat informant
concent (Polit & Beck, 2012). Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan
Azas keadilan yaitu meliputi: 1) hak untuk mendapatkan tindakan yang adil
(the right to fair treatment) Prinsip memperlakukan secara adil berkaitan dalam
posisi tertentu (Polit & Beck, 2012). Selain itu peneliti harus menghargai perbedaan
baik dalam hal keyakinan, budaya dan sosial ekonomi responden (Polit & Beck,
namun tetap berlaku adil dalam memperlakukan setiap responden sesuai dengan
tujuan dan prosedur penelitian,2) Hak untuk mendapatkan privasi (the right to
privacy) Responden memiliki hak untuk mengajukan permintaan mengenai data atau
informasi yang berkaitan dengan dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit & Beck,
namanya dalam lembar pengumpulan data (anomimity). Semua data dan informasi
yang diberikan disimpan dan dijaga kerahasiannya serta hanya untuk kepentingan
penelitian semata.
HASIL PENELITIAN
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Instalasi cardiovaskular Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan yang dibentuk pada tahun 1993. Pelayanan yang
diberikan meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, ICCU, kateterisasi diagnostic,
dan operasi jantung. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah
rumah sakit umum milik pemerintah pusat yang secara teknis berada dibawah
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, berlokasi di Jl.
SK/VII/1990 tanggal 11 Juli 1990: Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
ditetapkan sebagai rumah sakit kelas A, dan ditetapkan sebagai rumah sakit
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan memiliki visi “Menjadi
Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian yang Mandiri dan
Unggul di Sumatera Pada tahun 2015”. Sedangkan misi Rumah Sakit Umum Pusat
mandiri.
dengan tabel distribusi frekuensi dan persentasi mencakup : usia, jenis kelamin,
dengan tabel distribusi frekuensi dan persentasi mencakup : usia, jenis kelamin,
responden (80%) berada pada kategori lansia awal (56-65 tahun) dengan rata-rata usia
61,53 tahun (SD=3,569). Sedangkan pada kelompok kontrol, lebih dari setengahnya
subjek penelitian responden (63,3%) berusia lansia awal (56-65 tahun) dengan rata-
rata usia 64,13 tahun (SD=4,321). Berdasarkan jenis kelamin responden pada kedua
kelompok peneliti lebih dari dua pertiga responden bekerja sebagai Pegawai negeri
massa tubuh subjek penelitian ini dikategorikan menurut WHO. Pada kelompok
kategori Indeks Masa Tubuh normal dengan rata-rata IMT 67,63 (SD= 8,168).
memiliki IMT normal dengan = 67,93 (SD =5,526). Sebaran data Usia, Jenis
Kelamin, Pekerjaan, dan Indeks Masa Tubuh subjek penelitian berdasarkan kelompok
Tabel 4.1 Distribusi jumlah dan persentasi subjek penelitian berdasarkan data
demografi (Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan, dan Indeks Masa Tubuh)
Usia (Tahun) f % f %
46 – 55 (Dewasa
2 6,7 0 0
Akhir)
25-29,9 1 6,7 0 0
berada rentang nyeri ringan (1-3) yaitu lebih dari setengahnya subjek penelitian
(56,6%). Data nilai nyeri punggung sebelum dilakukan pengaturan posisi miring
f %
rentang nyeri sedang (4-6) yaitu (76,6%). Data nilai nyeri punggung pengukuran
f %
berada pada rentang ringan (1-3) yaitu mayoritas subjek penelitian( 76,7%). Data
nilai nyeri punggung setelah intervensi pengaturan posisi miring kanan dan miring
f %
4 Berat (7-10) 0 0
berada pada rentang sedang (4-6) yaitu subjek penelitian mayoritas (86,6%). Data
nilai nyeri punggung setelah intervensi pengaturan posisi miring kanan dan miring
f %
miring kanan dan miring kiri pada responden kelompok intervensi dengan rata-rata
kontrol, rata-rata nyeri punggung awal atau data awal pada kelompok kontrol dengan
dilakukan intervensi miring kanan dan miring kiri pada kelompok intervensi
membandingkan nilai awal dan akhir nyeri punggung dengan menggunakan uji
analisa statistik paired t-test. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada subjek
kelompok intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung
(t=6,071; p<0.000). Hasil uji statistik pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah periode
Tabel 4.6 Perbedaan nyeri punggung sebelum dan sesudah intervensi posisi miring
kanan dan miring kiri pada kelompok intervensi dan kontrol
kontrol
Pengaruh pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung
pada penelitian ini diidentifikasi dengan membandingkan nilai akhir antara kelompok
Posisi miring kanan dan miring kiri dapat menurunkan nyeri punggung pasien post
kateterisasi jantung. Perbedaan nyeri punggung kedua kelompok terlihat pada tabel
4.7.
Tabel 4.7. Perbedaan nyeri punggung pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
Nyeri punggung Mean SD t P Value
PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian tentang pengaruh
pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung pada pasien
post kateterisasi jantung dan keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian yang
miring kiri data awal nyeri punggung subjek penelitian terlebih dahulu diukur dengan
nyeri ringan (1-3) yaitu lebih dari setengahnya subjek penelitian (56,6%). Pada
penelitian ini ditemukan bahwa nyeri punggung yang dirasakan responden pada
kelompok intervensi berada pada rata rata 3.30 (SD=1.489). Hasil penelitian nyeri
responden berada rentang nyeri sedang (4-6) yaitu (76,6%). Kelompok pre kontrol
rata rata 2.77 (SD=1.305). Keluhan nyeri punggung pada pasien post kateterisasi
punggung adalah pada kelompok intervensi rata-rata 1.5 (SD = 2.7), sedangkan
kelompok kontrol berada rata-rata 5.0 (SD = 4.2) (Chair et al., 2003).
Intensitas nyeri dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain usia, jenis kelamin,
Indek Massa Tubuh, pendidikan dan pekerjaan. Usia memiliki pengaruh respon
dengan usia, bahwa 60% dari kelompok kontrol maupun kelompok intervensi berada
di kelompok berusia 50-60 tahun (Mahgoub et al., 2013). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian (Mohammady et al, 2013), yaitu usia rata-rata nyeri punggung post
kateterisasi jantung adalah antara 57 sampai dengan 60 tahun, dan 60 sampai 82%
demikian dapat disimpulkan bahwa pada laki-laki lebih sering dilakukan tindakan
terjadinya Coranarya Arteri Desease, Price dan Wilson (2006); Woods, et al.,
(2005), yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki faktor resiko lebih tinggi
menderita CAD terkait dengan pola/gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan
Penelitian ini didukung oleh penelitian (Chair et al., 2003), pasien post kateterisasi
jantung lebih dominan laki-laki yaitu pada kelompok kontrol 19 (44,2%) dan pada
sampai lima kali dibandingkan perempuan. Namun untuk penyakit jantung koroner
secara umum, risiko penyakit menjadi sama untuk kedua jenis kelamin setelah usia
yang mengungkapkan bahwa 300 klien post kateterisasi jantung responden dan
Pain. Mekanisme yang pertama adalah terjadinya cidera secara tidak sengaja. Kedua
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan reaktan fase akut yang dapat
kurang dari tiga perempat (70,0%) berada kategori IMT normal, sedangkan pada
normal. Neishabory et al., (2009) menyatakan indeks masa tubuh salah satu factor
penyebab nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung ditunjukkan nilai p<0.001
ada hubungan yang significant. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hoglund et
al., (2011). Semakin lama waktu istirahat dan semakin tinggi indeks massa tubuh,
rasa nyeri yang dialami. Dalam waktu yang singkat untuk mobilisasi, nyeri punggung
yang dialami lebih banyak pada pasien dengan indeks massa tubuh yang lebih.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian secara signifikan meningkatnya rasa nyeri
punggung merupakan akibat dari proporsi berat badan dapat menimbulkan penekanan
pada punggung (Chair et al., 2004). Kern (2003) mengatakan bahwa individu yang
memiliki berat badan lebih dan obesitas memiliki risiko tinggi mengalami
Nyeri punggung sebelum dilakukan posisi miring kanan dan posisi miring kiri
pada responden kelompok intervensi dengan rata-rata 3,30 (SD= 1,489) dengan
awal sebelum dilakukan posisi miring kanan dan posisi miring kiri pada kelompok
lebih dari setengahnya mengalami nyeri ringan (56,7%). Sedangkan pada kelompok
pre kontrol intensitas nyeri menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya mengalami
Fowlow et al., (1995) menyatakan bahwa nyeri punggung sering terjadi pada
pembatasan posisi. Lunden & Lungren (2006) juga menyatakan bahwa nyeri
punggung merupakan masalah yang umum yang dialami oleh pasien post kateterisasi
jantung, lebih lanjut Lunden & Lungren et al., (2006) menjelaskan bahwa nyeri
punggung tersebut disebabkan oleh istirahat yang lama setelah prosedur koroner
dilakukan.
5.2. Nyeri punggung pasien post kateterisasi jantung pada kelompok intervensi
dan kontrol setelah perubahan posisi miring kanan dan miring kiri
Nyeri punggung merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien setelah
kateterisasi jantung terkait dengan imobilitas dan posisi terbatas. Istirahat yang terlalu
lama ditempat tidur menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan karena tekanan yang
diberikan terus menerus kepada otot yang sama, sementara kelelahan otot adalah
yang terlalu lama di tempat tidur akan menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan,
karena tekanan terus menerus pada otot yang sama sementara kelelahan
pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri pada responden kelompok intervensi
nyeri punggung sesudah dilakukan intervensi berada pada rentang ringan (1-3) yaitu
dengan rentang 0 sampai 5. Nyeri punggung pada kelompok post kontrol berada
pada rentang sedang (4-6) yaitu subjek penelitian mayoritas (86,6%) menunjukkan
menyatakan perubahan posisi miring kanan dan miring kiri di tempat tidur dapat
ahmadi, mohammadi & Jafarabadi (2008) juga menyatakan bahwa merubah posisi di
tempat tidur dengan menggunakan bantal setelah kateterisasi jantung secara efektif
intervensi berada pada rentang intensitas nyeri mayoritas responden nyeri ringan
(76,7%), pada kelompok kontrol pre intensitas nyeri bahwa lebih dari setengahnya
mengalami nyeri ringan (66,7%), post kontrol subjek penelitian menunjukan bahwa
pada pasien post kateterisasi jantung sebelum dan setelah dilakukan perubahan posisi
miring kanan dan miring kiri pada kelompok intervensi, Mean nyeri sebelum
intervensi 3,30 dan mean nyeri sesudah intervensi mengalami penurunan dengan rata-
rata 2,03, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan perubahan posisi miring kanan dan miring kiri pada pasien post
kateterisasi jantung.
Hasil analisa statistic uji paired t-test menunjukkan bahwa pada kelompok
intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan
pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung (t=6,071;
p=<0.000) tabel (4.5). Hal ini sejalan dengan penelitian Gurgun & Dramali (2006).
hasil penelitian ini menunjukkan penurunan nyeri punggung yang signifikan pada
kedua kelompok yaitu dengan memberikan posisi miring kanan dan posisi miring kiri
di Iran, dimana dalam dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Kelompok intervensi diberikan posisi miring kanan dan miring kiri yang
berubah dari satu sisi ke sisi yang lain setiap setengah jam sekali. Kelompok kontrol
tetap berada pada posisi supinasi, dengan kantung pasir ditempat pada penusukan
arteri femuralis selama delapan jam. Tingkat nyeri punggung yang berkurang secara
pada pasien post kateterisasi jantung sebelum dan setelah pada kelompok kontrol,
Mean nyeri sebelum 2,77 dan mean nyeri sesudah 4,40 ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol
pasien post kateterisasi jantung. Hasil statistic uji paired t-test menunjukkan bahwa
pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan
sesudah dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri
Neishabory, Torab & Majd (2010) juga menyatakan bahwa nyeri punggung
sering dilaporkan setelah kateterisasi jantung disebabkan oleh istirahat yang terlalu
lama ditempat tidur dengan posisi supinasi setelah tindakan dilakukan. Berdasarkan
miring kanan dan posisi miring kiri dan kelompok kontrol yang tidak dilakukan
pengaturan posisi miring kanan dan posisi miring kiri. Nilai mean pada kelompok
intervensi 2,03 sedangkan mean pada kelompok kontrol 4,40 ini menunjukkan bahwa
intensitas nyeri punggung pada kelompok intervensi pasien post kateterisasi jantung.
kelompok kontrol (t=-7,118; p=0,000). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan Chen et al, (2013) yang menyatakan bahwa intensitas nyeri punggung
memiliki perbedaan yang signifikan yaitu pada jam keempat dan jam kelima setelah
perubahan posisi miring kanan dan miring kiri post kateterisasi jantung. Lebih lanjut
Berbaring setiap dua jam pada pasien setelah kateterisasi jantung melalui
(2012) menyatakan bahwa pasien dapat ambulasi 3-4 jam setelah pencabutan sheat
punggung.
sampai jam keempat pasien yang posisinya telah berubah secara signifikan berbeda
dalam intensitas nyeri dengan pasien lain yang posisinya tidak berubah. Telah
mengurangi intensitas sakit punggung. Mengubah posisi adalah salah satu tugas
solusi untuk menghilangkan rasa sakit. Selain itu, sakit punggung disebabkan
ketegangan dari struktur nyeri-sensitif yang menekan atau merangsang ujung saraf
yang dapat langsung berhubungan dengan jangka waktu terus menerus imobilitas atau
ketegangan ligamen tulang belakang yang lebih rendah. Selain itu juga pengaturan
pada jam ke delapan kelompok intervensi dan kelompok kontrol diberikan analgetik,
tetapi kelompok kotrol tetap mengalami nyeri punggung sedangkan pada kelompok
penelitian ini ada beberapa kendala yang terjadi berkaitan dengan pemilihan
responden kelompok intervensi dan kontrol yaitu pada awalnya pemilihan responden
tindakan kateterisasi jantung dilakukan. Jika tindakan selesai sebelum pukul 12.00
wib, maka responden masuk kelompok Intervensi, dan jika tindakan selesai setelah
pukul 21.00 wib, maka responden masuk kelompok kontrol. Hal ini dilakukan
agar prosedur pengaturan posisi miring kanan dan posisi miring kiri pada kelompok
kontrol tidak dilakukan pada malam hari atau setelah pukul 20.00 wib.
6.1. Kesimpulan
Terdapat pengaruh posisi miring kanan dan miring kiri terhadap proses
penurunan intesitas nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung, hal ini
3. Nyeri punggung setelah dilakukan pengaturan posisi miring kanan dan miring
5. Terdapat perbedaan nyeri punggung yang antara kelompok intervensi dan kontrol
(t=-7,118; p<0.000).
6.2. Saran
Rumah sakit pada pasien post kateterisasi jantung yaitu memberikan pengaturan
diruangan rawat inap. Hasil penelitian ini membuktikan dapat menurunkan intensitas
posisi miring kanan dan posisi miring kiri dapat dilakukan dalam praktik keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal sekaligus motivasi
Ahles, T. A., Blanchard, E. B,. & Ruckdescchel, J.C (1983). The Multidimensional
nature of cancer related pain, Pain 17, 272-282
Alligood, Raile Martha. (2014). Nursing theorists and their work. Eighth Edition. St.
Louis: Mosby Elsevier, Inc.
Barkwell, D. (2005). Cancer pain: Voice ofOjibway people. Journal of Pain and
Symptom Management, 30, 454-464.
Chair S.Y, Taylor-Piliae R.E. Lam G., & Chan S. (2003). Effect of positioning on
back pain after coronary angiography. Journal of Advanced Nursing 42, 470–
478.
Chair S.Y, Li K.M., & Wong S.W. (2004). Factors that affect back pain among Hong
Kong Chinese patients after cardiac catheterization. European Journal of
Cardiovascular Nursing 3, 279– 285.
Chair, Sek Ying., & Thompson. (2007). The effect of ambulation after cardiac
catheterization on patient outcomes Blackwell Publishing Ltd, Journal of
Clinical Nursing, 16, 212–214 213.
Chen, Hui, Li, Fang,Chiung., & Huey (2013). The Effect of Body Positioning in
Patients after Femoral Artery Cardiac Catheterization. Wung Shin-huey, No.
201, Sec. 2, Shih-Pai Rd., Taipei
Fowlow B., Price P., & Fung T. (1995). Ambulation after sheath removal: a
comparison of 6 and 8 hours of bedrest after sheath removal in patients
following a PTCA procedure. Heart and Lung 24, 28–37.
Hoglund & Stenestrand. (2011). The effect of early mobilsation for patient
undergoing coronary angiography : A pilot study with focus on vascular
complications an back pain. European Journal of Cardiovascular Nursing, 10,
130–136
Kidd L.B., & Urban A.L. (2001). Mechanisms of in ammatory pain. British Journal
of Anaesthesia 87 (1): 3-11.
Lunde´n M.H., Bengtson A. & Lundgren S.M. (2006). Hours During and After
Coronary Intervention and Angiography. Clinical Nursing Research 15(4),
274–289.
McCafferey, M., & Beebe, A. (1989). Pain clinical manual for nursing. Baltimore:
V.V. Mosby Company.
Melzack, R., & Wall, P. D. (1965). Pain mechanisms: A new theory. Science, New
Series, 150 (3699), 971-979.
Mohammady, Mina, Atoof, Fatemeh, Akbari Ali., & Zolfaghari, Mitra. (2013). Bed
rest duration after sheath removal following percutaneous coronary
interventions: a systematic review and meta-analysis Journal of Clinical
Nursing, doi: 10.1111/jocn.12313.
Nuray, E., Umman, S., Arbal, M., Altok, M. G., Enuzun, F., Uysal, H., Ncekara, E.,
Ulusoy, S., & Baran, A. E. (2007). Nursing Care Guidelines in Percutaneous
Coronary and Valvular Intervention. Turkish Society of Cardiology ISBN
9944-5914-2-4.
Polit, D. F., & Beck, C.T. (2006). Essentials of Nursing Research: Methods,
Appraisal, and Utilization sixth edition, Philadelphia: Lippincot Williams &
Walkins.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing reseach: Generating and assessing
evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Pollard S.D., Munks K., Wales C., Crossman D.C., Cumberland D.C., Oakley G.D.G.
& Gunn J. (2003). Position and MobilisationPost-Angiography Study
(PAMPAS): a comparison of 4.5 hoursand 2.5 hours bed rest. Heart 89, 447–
448.
Rezaei., Ahmadi., & Jafarabadi, M. (2008). The effect of changing position and early
ambulation after cardiac catheterization on patients' outcomes: a single-blind
randomized controlled trial. International Journal Of Nursing Studies, 46(8),
1047-1053.
Schiks, Ingrid, E. J. M., et al. (2008). Ambulation after femoral sheat removal in
percutaneus coronary intervention: a prospective comparison of early vs. Late
ambulation. Journal of Clinical Nursing, 18, 1862-1870.
Shiri R., Karppinen J., Leino-Arjas P., Solovieva S., Viikari-Juntura E. 2009. The
Association Between Obesity and Low Back Pain: A Meta-Analysis, AJE Vol :
171 No : 2. pp : 135-151.
Smeltzer & Bare, (2010). Textboox of medical surgical nursing. 12th ed. Lippincott
Williams& Wilkins.
Tagney, J., & Lackie, D. (2005). Bed-rest post-femoral arterial sheath removal – what
is safe practice? A clinical audit. Nursing in Critical Care, 10(4), 167-173.
Timmins, Fiona, & Horan, Paul. (2007). A critical analysis of the potential
contribution of Orem’s (2001) self-care deficit nursing theory to
contemporary coronary care nursing practice. European Journal of
Cardiovascular Nursing 6 (2007) 32 – 39.
Wijpkema, J.S., Vleuten, P.A., Jessurun, G.A.J., Jasper, S., & Tio, R.A. (2005).
Long-term safety of intracoronary haemodynamic assessment for deferral
of angioplasty in intermediate coronary stenosis: A 5-year follow-up. Acta
Cardiol, 60 (5), 207–211.
Woods, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. U., & Bridge, E. J. (2005). Cardiac
Nursing . 5th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams and Walkins.
Woods, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. U., & Bridge, E. J. (2010). Cardiac
Nursing. Sixth edition Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams &
Wilkins.
Sumatera Utara, saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul pengaruh
pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung pada pasien
pengaturan posisi miring kanan dan miring kiri terhadap nyeri punggung pada pasien
post kateterisasi jantung. Tindakan yang diberikan yaitu dengan memberikan posisi
miring kanan dan miring kiri. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan
Bapak/Ibu/Saudara/i akan diberikan tindakan posisi miring kanan dan miring kiri
selama 15 menit. Peneliti menjamin penelitian ini tidak akan menimbulkan efek
Dedi
Petunjuk Pengisian
Isilah kuisioner dengan jawaban langsung mengikuti salah satu nomor jawaban yang
tersedia
2. TNI 6. Petani
3. POLRI 7. Nelayan
4. BUMN
Tinggi Badan : Cm
Jenis Berat
No Pre
umur kelamin Pekerjaan Badan TB Kategori Post Kategori
1. 58 Laki-laki Pegawai 68 165 3 Ringan 1 Ringan
Swasta
2. 62 Laki-laki Pegawai 70 169 2 Ringan 2 Ringan
Swasta
3. 60 Perempuan Tidak 58 158 3 Ringan 1 Ringan
Bekerja
4. 63 Perempuan Tidak 68 159 6 Sedang 5 Sedang
bekerja
5. 55 Laki-laki Pegawai 85 170 5 Sedang 3 Ringan
Swasta
6. 62 Laki-laki Pegawai 76 165 7 Berat 4 Sedang
Swasta
7. 67 Perempuan Tidak 56 156 4 Sedang 1 Ringan
bekerja
8. 63 Perempuan Tidak 64 156 4 Sedang 3 Ringan
bekerja
9. 60 Laki-laki PNS 85 165 3 Ringan 2 Ringan
N Valid 30 30
Missing 0 0
Minimum 55 1
Maximum 70 3
Kategori Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
atistics
N Valid 30 30
Missing 0 0
Minimum 0 0
Maximum 7 5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Post Intervensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Umur
N Valid 30
Missing 0
Mean 64,13
Minimum 57
Maximum 71
Statistics
Indeks Masa
Jenis kelamin Pekerjaan Tubuh
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Minimum 1 1 1
Maximum 2 4 3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
N Valid 30 30
Missing 0 0
Kategori Pre
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kategori Post
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
N Valid 30 30
Missing 0 0
Minimum 0 2
Maximum 5 7
Pre kontrol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
N Correlation Sig.
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Pre Intervensi - Post 1,267 1,143 ,209 ,840 1,693 6,071 29 ,000
Intervensi
T-Test
N Correlation Sig.
Paired Differences
Group Statistics
Intervensi dan Kontrol Equal ,367 ,547 -7,118 58 ,000 -2,367 ,332 -3,032 -1,701
variances
assumed
Intervensi dan Kontrol Equal ,367 ,547 -7,118 58 ,000 -2,367 ,332 -3,032 -1,701
variances
assumed