Anda di halaman 1dari 14

Sindrom Kleinfelter dan Sindrom

Turner

Pembimbing :
dr. Sonny Kusuma Yuliarso, Sp. A

Disusun Oleh :
Chrissa Maichel Kainama
( 112017139 )

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT BAKTI YUDHA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Syndrom Klinefelter adalah kelainan genetik yang biasanya banyak terjadi pria. Laporan
pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter danrekannya di
Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki yang
memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan
ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan
bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki
sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan
bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia.
Pria dengan kelainan ini, tidak mengalami perkembangan seks sekunder yang normal
seperti penis dan testis yang tidak berkembang, perubahan suara (suara lebih berat tidak
terjadi), bulu-bulu di tubuh tidak tumbuh; biasanya tidak dapat membuahkan (tidak subur)
tanpa menggunakan metoda-metoda penyuburan khusus. Mereka mungkin mempunyai
masalah-masalah lain, seperti sedikit dibawah kemampuan inteligensia, perkembangan bicara
yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalah-masalah emosional dan tingkah
laku. Meskipun demikian ada juga yang memiliki intelegensia diatas rata-rata dan tidak ada
perkembangan emosional atau masalah-masalah tingkah laku. Sekitar 1 pada 500 sampai 1
pada 1000 bayi-bayi laki-laki yang dilahirkan mengidap sindrom Klinefelter.

Sedangkan Sindroma Turner adalah suatu sindroma pada perempuan yang terdiri dari
gejala seperti postur tubuh yang pendek, ‘disgenesis gonad’ dan anomali kongenital mayor dan
minor yang disebabkan kelainan pada kromosom seks. Keluhan utama yang menyebabkan
penderita datang berobat ke poliklinik kandungan adalah amenore dan infertilitas. Sindrom
Turner disebabkan oleh hilangnya salah satu kromosom X. Kondisi ini hanya mengenai anak
perempuan. Mereka cenderung akan berperawakan pendek dan tidak memiliki indung telur
yang dapat berfungsi dengan baik. Selain itu dapat ditemukan gambaran fisik yang lain yang
umum terjadi pada kondisi ini, tetapi seluruh karakter ini jarang muncul seluruhnya pada satu
anak.
Di seluruh dunia diperkirakan satu di antara 2000-2500 kelahiran hidup bayi perempuan
menderita Syndroma Turner. Sebanyak 15 % penyebab dari abortus spontan setelah diperiksa
kromosomnya mempunyai karyotype 45, X.
2. Isi dan Pembahasan Sindrom Kleinfelter
2.1 Defenisi dan Sejarah
Sindrom Klinefelter (SK) merupakan kelainan akibat adanya kromosom seks tambahan
(47,XXY) yang menyebabkan hipergonadotropik hipogonadisme, dan infertilitas. Penampilan
pasien SK hampir tidak berbeda dengan mereka yang berkariotip normal, tanpa gejala klinis
yang khas selama masa anak, sehingga diagnosis ditegakkan setelah usia remaja atau dewasa
muda. Keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan hilangnya kesempatan
tata laksana untuk memperbaiki hipogonadisme, gangguan kognitif, dan faktor-faktor
psikososial. Dilaporkan kasus anak laki-laki 13 tahun dengan keluhan ginekomastia. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan bentuk tubuh eunokoid, volume testis yang kecil dan teraba keras.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar LH dan FSH, dengan kadar
testosteron yang masih dalam rentang normal. Diagnosis SK ditegakkan melalui pemeriksaan
analisis kromosom dengan hasil 47, XXY.
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter
dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki
yangmemiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil,
danketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan
menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasien tersebut dikarenakan kromosom X
tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para
ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang
ditemui pada manusia,yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan
menderita sindrom ini.

2.2 Etiologi Sindrom Klinefelter

Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 kromosom tubuh
dan 2 kromosom seks. Kromosom seks ini akan menentukan apakah anda laki-laki atau
perempuan. Normalnya laki-laki memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan wanita XX.
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah
46 menjadi 23. Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks, misalnya pada pria
XY berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi
pembuahan pria maupun wanita akan menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun
dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan 46 kromosom.
Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau wanita. Jika yang gagal
berpisah adalah kromosom seks dari pria maka gamet yang ia sumbangkan memiliki kromosom
seks XY yang nantinya akan menyatu dengan kromosom X dari wanita dalam proses
pembuahan sehingga yang terjadi adalah bentuk abnormal 47,XXY (bentuk ini adalah bentuk
yang umumnya terjadi pada sindrom klinefelter). Ataupun bila wanita menyumbangkan XX
dan pria menyumbangkan Y. Atau bentuk lain yang terjadi akibat pria menyumbangkan XY
dan wanita menyumbangkan XX sehingga yang terjadi adalah sindrom klinefelter berbentuk
48,XXXY.

Selain dapat terjadi akibat gagal berpisah pada saat pembentukan gamet, sindrom
klinefelter juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah pada tahap mitosis setelah terjadinya
pembuahan membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya bentuk gejala klinis pada
bentuk mosaik ini lebih ringan daripada bentuk klasiknya tetapi hal ini tergantung dari
sebanyak apa mosaiknya.

2.3 Manifestasi Klinis Sindrom Kleinfelter


 Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual
IQ di bawahrata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian
yang kikuk, pemalu,kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan
dibawah level rata-rata (hipoaktivitas). Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi
autisme. Hal ini terjadi karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal.
Kecenderungan lain yang dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan
kekurangan kemampuan verbal, sertaketerlambatan kemampuan menulis. Sifat tangan
kidal juga lebih banyak ditemui pada penderita sindrom ini dibandingkan dengan
manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan seksualnya lebih tidak aktif
dibandingkan laki-laki normal.

 Fisik
Gejala perbesaran payudara (ginekomastia) salah satu ciri sindrom klinefelter.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual
yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis
(kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis
dan sel selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel
yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu,
penderita sindrom ini juga mengalamidefisiensi atau kekurangan hormon androgen,
badan tinggi, peningkatan level gonadotropin, danginekomastia. Penderita klinefelter
akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan, sepertikesulitan mengatur
keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat. Dilihatdari
penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun
mengalami perpanjangan kaki dan lengan.Mereka mungkin mempunyai masalah-
masalah lain, seperti sedikit dibawah kemampuaninteligensia, perkembangan bicara
yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang danmasalah-masalah emosional dan
tingkah laku. Meskipun demikian ada juga yang memiliki intelegensia diatas rata-rata
dan tidak ada perkembangan emosional atau masalah-masalahtingkah laku. Sekitar 1
pada 500 sampai 1 pada 1000 bayi-bayi laki-laki yang dilahirkan mengidap sindrom
Klinefelter.

2.4 Diagnosis Sindrom Klinefelter


Diagnosis Syndrom Klinefelter biasanya baru terlihat tanda-tandanya setelah penderita
memasuki masa pubertas, untuk mendiagnosis biasanya dokter menggunakan karyotipe
berdasarkan hasil analisisyang diambel dari sample darah. Hasil analisis akan menunjukkan
karyotipe kromosom penderitayang memiliki kelebihan kromosom seks X.
Syndrom Klinefelter juga dapat didiagnosis selama kehamilan seorang wanita. Dokter
dapat mencari kelainan kromosom dalam sel yang diambil dari cairan ketuban yang
mengelilingi janin (amniosentesis), atau dari plasenta (chorionic villus sampling (CVS)).
Walaupun gangguan ini biasa, banyak pria dengan sindrom Klinefelter tidak menyadari mereka
mengidapnya dan hidup secara normal. Mereka tidak menyadari kelainan tanda-tanda fisik,
emosional atau mental dari gangguan ini. Oleh karena itu banyak ahli kesehatan lebih suka
untuk menyebutkan pria dengan tambahan kromosom X ini sebagai ³pria XXY´. Ini
menghilangkan beberapa hal negatif yang menyangkut istilah ³sindrom´.
Tanda-tanda dari syndrom Klinefelter berbeda dari satu orang dengan orang lain.
Perbedaan tersebut umumnya bergantung pada jumlah dari tambahan kromosom X pada sel-
sel dan berapa banyak sel-sel yang telah terpengaruh. Mereka yang memiliki lebih dari satu
kromosom X umumnya mempunyai beberapa gejala-gejala berat, termasuk keterbelakangan
mental. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil analisa
kromosom (kariotip). Diagnosis bisa ditegakkan pada berbagai keadaan.
Anak laki-laki dengan XXY tampak lebiht inggi dan kurus, serta pasif dan pemalu.
Remaja laki-laki merasa malu ketika menyadari bahwa payudaranya agak membesar, karena
itu mereka berobat ke dokter. Untuk orang dewasa diagnosis biasanya merupakan akibat dari
adanya kemandulan. Pada pemeriksaan fisik, testis tampak lebih kecil. Untuk memperkuat
diagnosis sindroma ini, dilakukan pemeriksaan kadar hormon gonadotropin.

2.5 Patofisiologi Sindrom Klinefelter


Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 kromosom tubuh
dan 2 kromosom seks. Kromosom seks ini akan menentukan apakah anda laki-laki atau
perempuan. Normalnya laki-laki memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan wanita XX.
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah
46 menjadi 23.
Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks, misalnya pada pria XY
berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi
pembuahan pria maupun wanita akan menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun
dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan 46 kromosom.
Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau wanita. Jika yang gagal
berpisah adalah kromosom seks dari pria maka gamet yang dia sumbangkan memiliki
kromosom seks XY yang nantinya akan menyatu dengan kromosom X dari wanita dalam
proses pembuahan sehingga yang terjadi adalah bentuk abnormal 47,XXY (bentuk ini adalah
bentuk yang umumnya terjadi pada sindrom klinefelter).
Ataupun bila wanita menyumbangkan XX dan pria menyumbangkan Y. Atau bentuk
lain yang terjadi akibat pria menyumbangkan XY dan wanita menyumbangkan XX sehingga
yang terjadi adalah sindrom klinefelter berbentuk 48,XXXY.
Selain dapat terjadi akibat gagal berpisah pada saat pembentukan gamet, sindrom
klinefelter juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah pada tahap mitosis setelah terjadinya
pembuahan membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya bentuk gejala klinis pada
bentuk mosaik ini lebih ringan dari pada bentuk klasiknya tetapi hal ini tergantung dari
sebanyak apapun mosaiknya.
2.6 Pencegahan dan Pengobatan Syndrom Klinefelter
 Pencegahan
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan
deteksi sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat
diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan
deteksi sebelum-kelahiran. Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan
memiliki keturunan karena adanya mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel
normal dan sel klinelfelter sehingga sel normal tetap memiliki kemampuan untuk
berkembang biak. Semakin cepat dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat
ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum memasukidunia
sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan
mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan
keterlambatan bicara. Terapi hormon testoteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah
satu tindakan pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder
pada pria penderita klinefelter.

 Pengobatan
Sindrom Klienefelter biasanya tidak pernah terdiagnosa sebelum usia mendekati
remaja (sekitar usia 11 sampai 12 tahun), ketika pria mulai masuk masa puber. Pada tahap
ini, testis anak tersebut gagal berkembang seperti yang terlihat normal pada masa puber.
Testis tersebut tidak mencapai ukuran orang dewasa, tidak dapat untuk menghasilkan
testoteron yang cukup, dan tidak dapat menghasilkan sperma yang cukup bagi seseorang
untuk menjadi seorang ayah bagianaknya. Efek yang utama dari sindroma Klinefelter
adalah pada fungsi testis. Testis menghasilkan hormon pria testosteron dan jumlah
hormon ini pada penderita sindroma Klinefelter menurun.
Pada saat penderita berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan pengukuran testosteron
dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya rendah (sehingga
tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki pada masa
pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme hormon,
maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.Yang paling sering
digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosterone sintetis,
disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap
dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering. Hasil dari pengobatan adalah
perkembangan fisik dan seksual yang normal, yaitu berupa pertumbuhan rambut
kemaluan, penambahan ukuran penis dan skrotum (kantung zakar), pertumbuhan
janggut, suara menjadi lebih dalam serta otot lebih berisi dan lebih kuat.
Keuntungan lain yang diperoleh dari terapi testosteron adalah:
 Pikiran lebih jernih
 Lebih bertenaga
 Tremor tangan berkurang
 Pengendalian diri yang lebih baik
 Dorongan seksual lebih besar
 Lebih mudah menyesuaikan diri di sekolah dan tempat bekerja
 Lebih percaya diri.
Pria dewasa mampu menjalani fungsi seksual yang normal (ereksi dan ejakulasi),
tetapi tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang normal. Pembedahan : jika
ginekomastia mennyebabkan masalah kosmetik, dapat dilakukan masektomi.

3. Isi dan Pembahasan Sindrom Turner


3.1 Defenisi dan Sejarah
Sindroma Turner (Disgenesis Gonad) adalah suatu keadaan pada anak perempuan,
dimana salah satu dari kromosom X hilang sebagian atau hilang seluruhnya. Sindrom turner,
yang ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe perempuan, terjadi akibat
monosomi parsial atau total lengan pendek kromosom X. Secara genetika telah kita ketahui
bahwa jumlah kromosom pada genom manusia adalah 2n=46, yang terdiri dari 22 pasang
autosom (22AA atau 44A) dan 2 kromosom seks (XX atau XY).
Seorang perempuan mempunyai pasangan khromosom sex yang sama, yaitu khromosom
X dan secara genetika ditulis 46,XX atau lebih singkat XX. Sebaliknya khromosom sex pada
laki-laki merupakan pasangan tidak sejenis yaitu khromosom X dan Y dan ditulis 46,XY atau
XY. Kadang terjadi gagal berpisah yaitu peristiwa tidak memisahnya kromosom selama
pembalahan sel atau pada saat pembentukan gamet sehingga terbentuk mutan. Salah satu
contoh peristiwa gagal berpisah yaitu Sindrom Turner (45, XO atau 44A + X). Penderita
mempunyai 44 autosom dan hanya 1 kromosom X. Oleh karena itu kariotipenya menjadi 45,
XO atau 44A + X. Kelainan ini ditemukan pertama kali oleh H.H.Turner pada tahun 1938.
3.2 Etiologi
Ini terjadi ketika salah satu kromosom X pada wanita sebagian atau seluruhnya hilang.
Inilah alasan mengapa cacat kromosom ini belum ditemukan. Perubahan genetik pada sindrom
Turner mungkin merupakan tipe berikut:

 Satu kromosom: kehilangan satu kromosom X seluruhnya terjadi di dalam sperma ayah
atau sel telur ibu. Ini terjadi di setiap sel tubuh, semuanya hanya memiliki satu
kromosom X.
 Mosaik: dalam beberapa kasus, kesalahan terjadi selama pembagian sel pada tahap awal
perkembangan janin. Ini menyebabkan beberapa sel di dalam tubuh memiliki salinan
kromosom X yang dimodifikasi. Yang lainnya bisa saja memiliki hanya satu salinan
kromosom X, atau satu yang lengkap dan satu yang diubah.
 Material kromosom Y. Dalam beberapa kasus sindrom Turner, sejumlah sel memiliki
salinan kromosom X dan sel lainnya membawa salinan kromosom X dan Y. Individual
ini akan tumbuh secara biologis menjadi anak perempuan, tapi kehadiran material
kromosom Y meningkatkan risiko jenis kanker bernama tumor jaringan alat kelamin
primer.

3.3 Epidemiologi
Sindroma turner terdapat kira-kira satu dalam 3000 kelahiran hidup. Lebih dari 90%
mengalami abortus spontan. Perkiraan kasar untuk sindroma turner dewasa dalam populasi
umum adalah 1 tiap 5000.2

3.4 Manifestasi Klinis Sindrom Turner


Bayi dengan sindrom Turner sering berkembang dengan lambat dan bermasalah pada
pencernaan. Perwujudan fisik yang umum termasuk lipatan leher yang pendek, kerdil, dada
datar, telinga besar atau rendah, atau garis rambut di bawah tengkuk. Ovarium biasanya tidak
berkembang sehingga payudara tidak dapat tumbuh. Pada usia yang lebih tua, mereka baru
mengalami menstruasi pertama lebih lama lagi atau malah sama sekali tidak mengalaminya.
Kebanyakan wanita dengan kondisi ini tidak dapat hamil. Masalah jantung dan ginjal, serta
kehilangan pendengaran dan sikap kikuk mungkin muncul. Umumnya, anak perempuan dan
wanita yang mengidap penyakit ini memiliki kecerdasan yang normal tapi mereka kadang‐
kadang memiliki masalah dalam pembelajaran.Mungkin masih ada gejala lain yang tidak
tercantum diatas. Jika ingin bertanya tentang tanda ini, konsultasikanlah kepada dokter.
3.5 Diagnosis Sindrom Turner
Deteksi sindrom Turner dilakukan dengan tes genetik dari sampel darah penderita.
Penderita juga perlu melakukan pemeriksaan fungsi organ reproduksi, jantung, dan ginjal
untuk melihat ada-tidaknya gangguan pada fungsi organ-organ tersebut. Tes genetik juga bisa
dilakukan sejak dalam kandungan melalui sampel cairan ketuban atau ari-ari.

3.6 Patofisiologi Sindrom Turner


Sindrom turner, yang ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe perempuan,
terjadi akibat monosomi parsial atau total lengan pendek kromosom X. Pada sekitar 57%
pasien, kromosom X utuh hilang sehingga terbentuk kariotipe 45,X. Pasien ini mengidap
penyakit paling parah, dan diagnosis sering dapat ditegakkan saat lahir atau pada awal masa
anak. Gambaran klinis khas pada Sindrom Turner 45,X adalah retardasi pertumbuhan yang
mencolok sehingga tubuh pendek (kurang dari persentil ketiga), membengkakknya tungkai
akibat pelebaran saluran limfatik (pada masa bayi yang tampak sebagai leher bersayap pada
anak yang lebih tua, garis rambut posterior yang rendah, kubitus valgus (meningkatnya sudut
angkat lengan ), dada mirip tameng dengan puting payudara terpisah jauh, lengkung langit-
langit yang tinggi, limfedema tangan dan kaki, serta berbagai kelainan kongenital, seperti ginjal
tapal- kusa, katup aorta bikuspid, dan koarktasio aorta.
Anak perempuan yang terkena gagal membentuk tanda-tanda seks sekunder, genetalia
tetap infertil, perkembangan payudara minimal, dan rambut pubis tipis. Sebagian besar
mengalami amenorea primer, dan pemeriksaan morfologik memperlihatkan transformasi
ovarium menjadi jaringan putih stroma fibroid tanpa tetapi folikel. Status mental para pasien
ini biasanya normal, tetapi pernah dilaporkan kelaianan ringan pada proses pengolahan
informasi visual-spasial nonverbal. Yang menarik, pada 25% sampai 30% pasien ditemukan
hipotiroidisme akibat autoantivodi, terutama pada perempuan dengan isokromosom Xp. Pada
pasien dewasa, kombinasi tubuh pendek dan amenorea primer seyogianya menjadi tanda kuat
adanya sindrom turner. Diagnosis dipastikan dengan penentuan karioptipe.
Sekitar 43% pasien dengan sindrom turner bersifat mosaik ( salah satu turunan sel
memiliki genoitipe 45,X) atau memperlihatkan kelainan struktural di kromosom X. Yang
sering adalah delesi lengan pendek sehingga terbentuk sebuah isokromosom lengan panjang,
46,X,i(x)(10). Efek akhir kelaianan struktural terkait adalah terbentuknya monosomi parsial
kromosm X. Kombinasi delesi dan mosaikisme juga pernah dilaporkan. Kita perlu menyadari
adanya heterogenitas kariotipe pada sindrom turnear karena hal tersebut merupakan penyebab
perbedaan fenotipe yang signifikan. Berbeda dengan pasien manosomi X, meareka yang
bersifat mosaik atau mengidap variasi delesi mungkin memiliki penampakan yang hampir
normal dan hanya bergejala amenorea primer.
Kita perlu mengingat kembali hipotesis Lyon dalam konteks sindrom turner. Apabila
diperlukan hanya satu kromosom X aktif untuk perkembangan normal perempuan, pasien yang
kehilangan secara parsial atau total satu kromosom X tidak akan memperlihatkan stigmata
sindrom turner. Berdasarkan inkosistensi ini dan pengalaman lain, hipotesi Lyon kemudian
dimodifikasi. Sekarang diketahui inaktivitasi disemua sel sewaktu embriogenesis, kromosom
tersebut mengalami reaktivitasi secara selektif pada sel germinativum sebelum pembelahan
meiotik pertama. Selain itu, gen tertentu kromosom X tampaknya tetap aktif di kedua
kromosom X pada banyak sel somatik perempuan normal. Oleh karena itu, untuk
gametogenesis normal dan perkembangan perempauan, diperlukan dua salinan dari sebagian
gen yang terletak di kromosom X. Sebagian gen ini yang terletak kromosom X. Sebagian gen
ini telah mulai teridentifikasi. Sebagai contoh, sebuah gen homeobox yang secara tepat diberi
nama short stature homeobox (SHOX), terletak di Xp 22.332, tampaknya berperan dalam
pertumbuhan vertikel. Ini adalah satu gen yang tetap aktif pada dua salinan kromosom X.
Homolog gen SHOX juga ditemukan di kromosm Y, yang memastikan bahwa laki- laki dengan
hanya satu salinan kromosom X dapat berkembang dengan normal.

3.7 Penatalaksanaan Sindrom Turner


1. Segi psikologi
Terhadap anak harus diyakinin sedemikian rupa sehingga ia mempunyai perasaan
seperti anak wanita lainnya yang seumur. Untuk itu perlu diberikan hormon kelamin
dan terhadap orangtua perlu diberikan keyakinan bahwa terapi hormonal ini di
perlukan.
2. Terapi hormon
Dimulai kalau sudah akil-balik. Sebaiknya lebih dahulu dilakukan pemeriksaan kadar
gonodotropin penderita. Diberikan hormon estrogen terus menerus selama 6-9 bulan
sehingga timbul pertumbuhan payudara, vagina dan uterus. Sesudah masa ini, estrogen
dapat diberikan secara siklik, yaitu selama 21 hari dan 2-5 hari kemudian akan timbul
menstruasi. Kalau respons terhadap estrogen kurang baik, dapat ditambahkan
progesteron selama minggu ketiga dari siklus tersebut.

Data menunjukan pengobatan dengan hormone pertumbuhan rekombinan saja atau


bersama dengan steroid anabolik meningkatkan kecepatan tinggi badan.Banyak gadis dapat
mencapai tinggi badan 150 cm atau lebih dengan memulai pengobatan dini. Terapi yang
dibutuhkan untuk penderita sindrom turner adalah terapi hormon, dimana diberikan hormon
pertumbuhan (Growth hormon) untuk pertumbuhan tinggi badan maksimal sebelum usia
puber, yang diberikan beberapa kali dalam seminggu melalui suntikan. Selain itu juga
diberikan hormon estrogen untuk perkembangan seksualnya, biasanya diberikan saat usia
puber dan diteruskan sampai usia menopause. Terapi pergantian dengan estrogen terindikasi
tetapi ada sedikit kesepakatan tentang usia optimal memulai pengobatan.
Kesiapan psikologis penderita harus diperhitungkan. Pertumbuhan yang baik yang
dicapai oleh gadis yang diobati dengan hormone pertumbuhan, memungkinkan memulai
pergantian estrogen pada usia 12-13 tahun. Premarin 0,3-0625 mg yang diberikan setiap hari
selama 3-6 bulan biasanya efektif untuk menginduksi pubertas. Dukungan psikologis pada
gadis-gadis penderita ini merupakan komponen penting pada penanganan.
Sindrom turner yang memiliki cabang di Amerika dan Canada dengan Negara-negara
lain memberikan isitem dukungan yang berharga pada penderita-penderita ini dan keluarganya
disamping yang diberikan oleh dokternya. NELSON hal 1993. Untuk memastikan diagnosa
pasti, maka harus dilakukan pemeriksaan kromosom, yang diambil dari darah. Pemeriksaan ini
bisa dilakukan di laboratorium yang menyediakan pemeriksaan kromosom. Kelainan ini juga
dpaat diketahui saat dalam kandungan, jika gejalanya sangat nyata, dan dokter kandungna
mungkin akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti mengambil sedikit jariangan
plasenta atau cairan amnion.

3.8 Komplikasi
Defek jantung congenital dapat menyertai monosomi kromosom seks, pengidap sindrom
turner beresiko tinggi mengalami fraktur tulang semasa kanak-kanak, dan osteoporosis pada
orang dewasa karena kurnagnya estrogen, dan sebagian individu mungkin memperlihatkan
ketidakmampuan belajar.

3.9 Pencegahan
Untuk pencegahan sendiri dapat dilakukan konseling untuk mengetahui lebih jelas dan
lebih dini, tapi hingga sekarang belum ada metode khusus yang dapat mencegah sindroma
Turner. Namun, kelainan ini dapat dideteksi, bahkan sejak dalam kandungan, atau saat anak-
anak, sehingga dapat ditangani lebih dini dan lebih baik, untuk mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Syndrom Klinefelter (SK) dan Sindrom Turner merupakan kelainan akibat adanya
kromosom seks tambahan (47,XXY) pada laki – laki dan hilangnya sebagian atau seluruh
kromosom X yang menyebabkan hipergonadotropik hipogonadisme, dan infertilitas.
Penampilan pasien SK hampir tidak berbeda dengan mereka yang berkariotip normal,
tanpa gejala klinis yang khas selama masa anak, sehingga diagnosis ditegakkan setelah usia
remaja atau dewasa muda. Keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan
hilangnya kesempatan tata laksana untuk memperbaiki hipogonadisme, gangguan kognitif, dan
faktor-faktor psikososial. Laki-laki biasanya mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom
Y; mereka yang mengidapsindrom Klinefelter mempunyai kurang lebih satu tambahan
kromosom X.
Pada saat penderita sindrom kleinfelter berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan
pengukuran testosteron dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya
rendah (sehingga tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki
pada masa pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme
hormon, maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.Yang paling
sering digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosterone sintetis,
disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap
dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering.Hasil dari pengobatan adalah
perkembangan fisik dan seksual yang normal.

Sedangkan Sindroma Turner (Disgenesis Gonad) adalah suatu keadaan pada anak
perempuan, dimana salah satu dari kromosom X hilang sebagian atau hilang seluruhnya.
Sindrom turner, yang ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe perempuan, terjadi
akibat monosomi parsial atau total lengan pendek kromosom X. Secara genetika telah kita
ketahui bahwa jumlah kromosom pada genom manusia adalah 2n=46, yang terdiri dari 22
pasang autosom (22AA atau 44A) dan 2 kromosom seks (XX atau XY).
Dimulai kalau sudah akil-balik. Sebaiknya lebih dahulu dilakukan pemeriksaan kadar
gonodotropin penderita. Diberikan hormon estrogen terus menerus selama 6-9 bulan sehingga
timbul pertumbuhan payudara, vagina dan uterus. Sesudah masa ini, estrogen dapat diberikan
secara siklik, yaitu selama 21hari dan 2-5 hari kemudian akan timbul menstruasi. Kalau respons
terhadap estrogen kurang baik, dapat ditambahkan progesteron selama minggu ketiga dari
siklus tersebut.
Daftar Pustaka
1. Bojesen A, Juul S, Gravholt CH. Prenatal and postnatal prevalence of Klinefelter
syndrome: a national registry study. J Clin Endocrinol Metab 2016
2. Nielsen J, Wohlert M. Sex chromosome abnormalities found among 34,910 newborn
children: results from a 13-year incidence study in Arthus, Denmark; 2017.
3. Wattendorf DJ, Muenke M. Klinefelter Syndrome. Am Fam Physician 2005.
4. Doenges, E. Marilynn. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
5. Rudolph, Abraham M. 2006. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH Volum 2. Jakarta : EGC
6. Warburton, D., Kline, J. dan Stein. Sindrom turner, Jakarta: EGC, 2009.
7. Behrman E. Richard, Kliegman E. Robert, Arvin M. Ann. Ilmu kesehatan anak Nelson.
15ed. Patogenitas Sindrom turner. Jakarta: EGC, 2000 hal 1992.
8. Hull David, Johnston I. Derek. Dasar-dasar pediatric. 3ed. Sindrom Turner. Jakarta:
EGC, 2008.
9. Robert J. Gorlin, Meyer Michael Cohen, Raoul C. M. Hennekam (2001). Syndromes
of the head and neck. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-511861-2.Page.57-61.
10. Frank J. Domino. The 5-Minute Clinical Consult. Lippincott Williams & Wilkins;
2014.
11. Phil Foreman. Education of Students with an Intellectual Disability: Research and
Practice. Information Age Publishing; 2016.

Anda mungkin juga menyukai