Turner
Pembimbing :
dr. Sonny Kusuma Yuliarso, Sp. A
Disusun Oleh :
Chrissa Maichel Kainama
( 112017139 )
Sedangkan Sindroma Turner adalah suatu sindroma pada perempuan yang terdiri dari
gejala seperti postur tubuh yang pendek, ‘disgenesis gonad’ dan anomali kongenital mayor dan
minor yang disebabkan kelainan pada kromosom seks. Keluhan utama yang menyebabkan
penderita datang berobat ke poliklinik kandungan adalah amenore dan infertilitas. Sindrom
Turner disebabkan oleh hilangnya salah satu kromosom X. Kondisi ini hanya mengenai anak
perempuan. Mereka cenderung akan berperawakan pendek dan tidak memiliki indung telur
yang dapat berfungsi dengan baik. Selain itu dapat ditemukan gambaran fisik yang lain yang
umum terjadi pada kondisi ini, tetapi seluruh karakter ini jarang muncul seluruhnya pada satu
anak.
Di seluruh dunia diperkirakan satu di antara 2000-2500 kelahiran hidup bayi perempuan
menderita Syndroma Turner. Sebanyak 15 % penyebab dari abortus spontan setelah diperiksa
kromosomnya mempunyai karyotype 45, X.
2. Isi dan Pembahasan Sindrom Kleinfelter
2.1 Defenisi dan Sejarah
Sindrom Klinefelter (SK) merupakan kelainan akibat adanya kromosom seks tambahan
(47,XXY) yang menyebabkan hipergonadotropik hipogonadisme, dan infertilitas. Penampilan
pasien SK hampir tidak berbeda dengan mereka yang berkariotip normal, tanpa gejala klinis
yang khas selama masa anak, sehingga diagnosis ditegakkan setelah usia remaja atau dewasa
muda. Keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan hilangnya kesempatan
tata laksana untuk memperbaiki hipogonadisme, gangguan kognitif, dan faktor-faktor
psikososial. Dilaporkan kasus anak laki-laki 13 tahun dengan keluhan ginekomastia. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan bentuk tubuh eunokoid, volume testis yang kecil dan teraba keras.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar LH dan FSH, dengan kadar
testosteron yang masih dalam rentang normal. Diagnosis SK ditegakkan melalui pemeriksaan
analisis kromosom dengan hasil 47, XXY.
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter
dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki
yangmemiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil,
danketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan
menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasien tersebut dikarenakan kromosom X
tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para
ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang
ditemui pada manusia,yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan
menderita sindrom ini.
Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 kromosom tubuh
dan 2 kromosom seks. Kromosom seks ini akan menentukan apakah anda laki-laki atau
perempuan. Normalnya laki-laki memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan wanita XX.
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah
46 menjadi 23. Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks, misalnya pada pria
XY berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika terjadi
pembuahan pria maupun wanita akan menyumbangkan satu kromosom seksnya begitupun
dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan 46 kromosom.
Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau wanita. Jika yang gagal
berpisah adalah kromosom seks dari pria maka gamet yang ia sumbangkan memiliki kromosom
seks XY yang nantinya akan menyatu dengan kromosom X dari wanita dalam proses
pembuahan sehingga yang terjadi adalah bentuk abnormal 47,XXY (bentuk ini adalah bentuk
yang umumnya terjadi pada sindrom klinefelter). Ataupun bila wanita menyumbangkan XX
dan pria menyumbangkan Y. Atau bentuk lain yang terjadi akibat pria menyumbangkan XY
dan wanita menyumbangkan XX sehingga yang terjadi adalah sindrom klinefelter berbentuk
48,XXXY.
Selain dapat terjadi akibat gagal berpisah pada saat pembentukan gamet, sindrom
klinefelter juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah pada tahap mitosis setelah terjadinya
pembuahan membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya bentuk gejala klinis pada
bentuk mosaik ini lebih ringan daripada bentuk klasiknya tetapi hal ini tergantung dari
sebanyak apa mosaiknya.
Fisik
Gejala perbesaran payudara (ginekomastia) salah satu ciri sindrom klinefelter.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual
yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis
(kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis
dan sel selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel
yang ada di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu,
penderita sindrom ini juga mengalamidefisiensi atau kekurangan hormon androgen,
badan tinggi, peningkatan level gonadotropin, danginekomastia. Penderita klinefelter
akan mengalami ganguan koordinasi gerak badan, sepertikesulitan mengatur
keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat. Dilihatdari
penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil, namun
mengalami perpanjangan kaki dan lengan.Mereka mungkin mempunyai masalah-
masalah lain, seperti sedikit dibawah kemampuaninteligensia, perkembangan bicara
yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang danmasalah-masalah emosional dan
tingkah laku. Meskipun demikian ada juga yang memiliki intelegensia diatas rata-rata
dan tidak ada perkembangan emosional atau masalah-masalahtingkah laku. Sekitar 1
pada 500 sampai 1 pada 1000 bayi-bayi laki-laki yang dilahirkan mengidap sindrom
Klinefelter.
Pengobatan
Sindrom Klienefelter biasanya tidak pernah terdiagnosa sebelum usia mendekati
remaja (sekitar usia 11 sampai 12 tahun), ketika pria mulai masuk masa puber. Pada tahap
ini, testis anak tersebut gagal berkembang seperti yang terlihat normal pada masa puber.
Testis tersebut tidak mencapai ukuran orang dewasa, tidak dapat untuk menghasilkan
testoteron yang cukup, dan tidak dapat menghasilkan sperma yang cukup bagi seseorang
untuk menjadi seorang ayah bagianaknya. Efek yang utama dari sindroma Klinefelter
adalah pada fungsi testis. Testis menghasilkan hormon pria testosteron dan jumlah
hormon ini pada penderita sindroma Klinefelter menurun.
Pada saat penderita berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan pengukuran testosteron
dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya rendah (sehingga
tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki pada masa
pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme hormon,
maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.Yang paling sering
digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosterone sintetis,
disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap
dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering. Hasil dari pengobatan adalah
perkembangan fisik dan seksual yang normal, yaitu berupa pertumbuhan rambut
kemaluan, penambahan ukuran penis dan skrotum (kantung zakar), pertumbuhan
janggut, suara menjadi lebih dalam serta otot lebih berisi dan lebih kuat.
Keuntungan lain yang diperoleh dari terapi testosteron adalah:
Pikiran lebih jernih
Lebih bertenaga
Tremor tangan berkurang
Pengendalian diri yang lebih baik
Dorongan seksual lebih besar
Lebih mudah menyesuaikan diri di sekolah dan tempat bekerja
Lebih percaya diri.
Pria dewasa mampu menjalani fungsi seksual yang normal (ereksi dan ejakulasi),
tetapi tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang normal. Pembedahan : jika
ginekomastia mennyebabkan masalah kosmetik, dapat dilakukan masektomi.
Satu kromosom: kehilangan satu kromosom X seluruhnya terjadi di dalam sperma ayah
atau sel telur ibu. Ini terjadi di setiap sel tubuh, semuanya hanya memiliki satu
kromosom X.
Mosaik: dalam beberapa kasus, kesalahan terjadi selama pembagian sel pada tahap awal
perkembangan janin. Ini menyebabkan beberapa sel di dalam tubuh memiliki salinan
kromosom X yang dimodifikasi. Yang lainnya bisa saja memiliki hanya satu salinan
kromosom X, atau satu yang lengkap dan satu yang diubah.
Material kromosom Y. Dalam beberapa kasus sindrom Turner, sejumlah sel memiliki
salinan kromosom X dan sel lainnya membawa salinan kromosom X dan Y. Individual
ini akan tumbuh secara biologis menjadi anak perempuan, tapi kehadiran material
kromosom Y meningkatkan risiko jenis kanker bernama tumor jaringan alat kelamin
primer.
3.3 Epidemiologi
Sindroma turner terdapat kira-kira satu dalam 3000 kelahiran hidup. Lebih dari 90%
mengalami abortus spontan. Perkiraan kasar untuk sindroma turner dewasa dalam populasi
umum adalah 1 tiap 5000.2
3.8 Komplikasi
Defek jantung congenital dapat menyertai monosomi kromosom seks, pengidap sindrom
turner beresiko tinggi mengalami fraktur tulang semasa kanak-kanak, dan osteoporosis pada
orang dewasa karena kurnagnya estrogen, dan sebagian individu mungkin memperlihatkan
ketidakmampuan belajar.
3.9 Pencegahan
Untuk pencegahan sendiri dapat dilakukan konseling untuk mengetahui lebih jelas dan
lebih dini, tapi hingga sekarang belum ada metode khusus yang dapat mencegah sindroma
Turner. Namun, kelainan ini dapat dideteksi, bahkan sejak dalam kandungan, atau saat anak-
anak, sehingga dapat ditangani lebih dini dan lebih baik, untuk mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Syndrom Klinefelter (SK) dan Sindrom Turner merupakan kelainan akibat adanya
kromosom seks tambahan (47,XXY) pada laki – laki dan hilangnya sebagian atau seluruh
kromosom X yang menyebabkan hipergonadotropik hipogonadisme, dan infertilitas.
Penampilan pasien SK hampir tidak berbeda dengan mereka yang berkariotip normal,
tanpa gejala klinis yang khas selama masa anak, sehingga diagnosis ditegakkan setelah usia
remaja atau dewasa muda. Keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan
hilangnya kesempatan tata laksana untuk memperbaiki hipogonadisme, gangguan kognitif, dan
faktor-faktor psikososial. Laki-laki biasanya mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom
Y; mereka yang mengidapsindrom Klinefelter mempunyai kurang lebih satu tambahan
kromosom X.
Pada saat penderita sindrom kleinfelter berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan
pengukuran testosteron dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya
rendah (sehingga tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki
pada masa pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme
hormon, maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.Yang paling
sering digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosterone sintetis,
disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap
dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering.Hasil dari pengobatan adalah
perkembangan fisik dan seksual yang normal.
Sedangkan Sindroma Turner (Disgenesis Gonad) adalah suatu keadaan pada anak
perempuan, dimana salah satu dari kromosom X hilang sebagian atau hilang seluruhnya.
Sindrom turner, yang ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe perempuan, terjadi
akibat monosomi parsial atau total lengan pendek kromosom X. Secara genetika telah kita
ketahui bahwa jumlah kromosom pada genom manusia adalah 2n=46, yang terdiri dari 22
pasang autosom (22AA atau 44A) dan 2 kromosom seks (XX atau XY).
Dimulai kalau sudah akil-balik. Sebaiknya lebih dahulu dilakukan pemeriksaan kadar
gonodotropin penderita. Diberikan hormon estrogen terus menerus selama 6-9 bulan sehingga
timbul pertumbuhan payudara, vagina dan uterus. Sesudah masa ini, estrogen dapat diberikan
secara siklik, yaitu selama 21hari dan 2-5 hari kemudian akan timbul menstruasi. Kalau respons
terhadap estrogen kurang baik, dapat ditambahkan progesteron selama minggu ketiga dari
siklus tersebut.
Daftar Pustaka
1. Bojesen A, Juul S, Gravholt CH. Prenatal and postnatal prevalence of Klinefelter
syndrome: a national registry study. J Clin Endocrinol Metab 2016
2. Nielsen J, Wohlert M. Sex chromosome abnormalities found among 34,910 newborn
children: results from a 13-year incidence study in Arthus, Denmark; 2017.
3. Wattendorf DJ, Muenke M. Klinefelter Syndrome. Am Fam Physician 2005.
4. Doenges, E. Marilynn. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
5. Rudolph, Abraham M. 2006. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH Volum 2. Jakarta : EGC
6. Warburton, D., Kline, J. dan Stein. Sindrom turner, Jakarta: EGC, 2009.
7. Behrman E. Richard, Kliegman E. Robert, Arvin M. Ann. Ilmu kesehatan anak Nelson.
15ed. Patogenitas Sindrom turner. Jakarta: EGC, 2000 hal 1992.
8. Hull David, Johnston I. Derek. Dasar-dasar pediatric. 3ed. Sindrom Turner. Jakarta:
EGC, 2008.
9. Robert J. Gorlin, Meyer Michael Cohen, Raoul C. M. Hennekam (2001). Syndromes
of the head and neck. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-511861-2.Page.57-61.
10. Frank J. Domino. The 5-Minute Clinical Consult. Lippincott Williams & Wilkins;
2014.
11. Phil Foreman. Education of Students with an Intellectual Disability: Research and
Practice. Information Age Publishing; 2016.