Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH KIMIA FISIKA III

“KINETIKA REAKSI”

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia fisika yang mempelajari tentang laju reaksi.
Laju reaksi biasanya membahas tentang cepat atau lambatnya suatu reaksi itu berlangsung.
Contohnya saja seberapa cepat suatu senyawa atau unsur kimia seperti pita Magnesium dapat
larut dalam suatu larutan.

Dalam makalah ini nantinya akan membahas apa saja yang menjadi pembeda antara kinetika
reaksi fasa gas dan fasa larutan, dan apa sebenarnya fungsi makna sangkar pada kinetika reaksi
fasa larutan, makna dari kemampuan difusi dan Energi aktivasi dari kinetika reaksi fasa larutan,
serta peranan kepolaran dalam mempengaruhi energitika dari mekanisme reaksinya yang
berhubungan dengan konstanta dielktrikum dan viskositasnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang membedakan kinetika reaksi fasa gas dan larutan?
2. Apa peranan “Sangkar” larutan terhadap kinetika reaksi?
3. Bagaimana hubungan anatara energi difusi dan energi aktivasi dari kinetika reaksi dari
larutan?
4. Bagaimana pengaruh kepolaran dari mekanisme reaksi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang membedakan kinetika reaksi fasa gas dan larutan.
2. Untuk mengetahui apa peranan “Sangkar” larutan terhadap kinetika reaksi.
3. Untuk mengetahui hubungan anatara energi difusi dan energi aktivasi dari kinetika reaksi
dari larutan.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kepolaran dari mekanisme reaksi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penertian Kinetika Reaksi

Laju reaksi adalah suatu proses berubahnya konsentrasi suatu reaktan atau produk per
satu satuan waktu. Untuk reaksi rekata A dan B menghasilkan produk C dan D seperti pada
rumus persamaan reaksi berikut ini, seiring waktu jumlah molekul reaktan A dan B akan
berkurang dan jumlah molekul produk C dan D akan bertambah, dan rumus laju reaksi (v)
sebagai berikut:

Tanda negatif pada laju perubahan konsentrasi reaktan A dan B ditunjukan agar nilainya positif,
sebagaimana laju reaksi adalah besaran yang nilainya harus selalu positif. Satuannya biasanya
adalah M s-1 atau mol L-1 s-1.

2.2 Perbedaan Kinetika Fase Gas dan Larutan

Ada beberapa hal yang membedakan kinetika fase gas dan larutan. Berdasarkan
penelitian yang mula – mula dilakukan oleh Wilhelmy terhadap kecepatan inversi sukrosa,
ternyata kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi / tekanan zat – zat yang bereaksi.
Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan
terhadap waktu. Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :
a. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi.
Contoh : N2O5 → N2O4 + ½ O2
b. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi.
Contoh : 2HI → H2 + I2
c. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi.
Contoh : 2NO + O2 → 2NO2
Berdasarkan banyaknya fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi :
a. Reaksi homogen : hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau larutan)
b. Reaksi heterogen : terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi
Secara kuantitatif, kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari
eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.
Sebagian besar hal dari kinetika proses laju reaksi dalam larutan muncul dari kepadatan
fase cair yang jauh lebih tinggi diabndingkan dengan fase gas. Dalam gas pada tekanan
atmosfer, molekul hanya mencapai 0,2 % volume ruang kosong 99,8 % lainnya. Dalam larutan,
molekul dapat mengambil lebih dari setengah volume, dan ruang kosong yang tidak teratur dan
selalu berubah karena molekul pelarut menjalani gerakan termal dari zat cair mereka sendiri.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kinetika reaksi fase larutan ini adalah:
1. Reaksi pelarut
2. Katalis
3. Reaksi intermolekul ( Ion dan reaksi kepolaran)
4. Tumbukan
5. Difusi dan energi aktifasi
6. Ikatan hidrogen
2.3 Pengaruh “Sangkar” pada Kinetika Fase Larutan
Dalam larutan molekul pelarut secara masif melebihi jumlah molekul terlarut reaktan,
yang cenderung mendapati zat sesamanya. Dimana terbatasi pada “sangkar” didalam larutan.
Sangkar ini menjadi sangat penting ketika pelarut berikatan kuat dengan hidrogen seperti halnya
dengan air atau alkohol.

Gambar gerakan Brown dalam pelarut


Dari gambar diatas dapat dilihat sebuat zat akan mencoba membuat polanya sendiri
dikarenakan betapa rapatnya jarak anatarmolekul yang ada. Hal itulah yang akan membentuk
sebuah sangkar itu sendiri. Melarutkan suatu molekul dalam pelarut akan membentuk suatu
sangkar, ia akan melompat ke lokasi baru. Lompatan atau perpindahannya sangat cepat dan
pendek serta mengikuti pola yang sepenuhnya acak seperti halnya dalam gerakan Brown.Bisa
dibayangkan proses biomolekul sederhana produk A+B. Molekul reaktan umumnya akan
melompat dari lubang ke lubang dalam matriks pelarut, hanya kadang kadang menemukan zat
mereka dalam sangkar pelarut yang sama dimana gerakan termal cenderung membawa mereka
kedalam kontak.

Gambar Proses Pembentukan dan Pelepasan Zat dalam Sangkar


Dengan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut A+B → AB dimana istilah AB mewakili
reaktan sangkar termasuk pasangan pertemuan kompleks yang diaktifkan. Bandingkan raksi
serupa ini yang terjadi pada fase gas, molekul yang bereaksi akan sering menjadi satu satunya
yang hadir. Hal ini sesuai dengan penjelasan tumbukan. Dimana dalam tumbukan fase gas yang
dapat terjadi adalah apabila reaksi berjalan sempurna maka terbentuk produk apabila tidak maka
akan terpisah begitu saja. Namun dalam proses kinetika fase larutan berbeda apabila terjadi
suatu reaksi sempurna maka dikatan berhasil dan membentuk produk namun bila tidak terjadi
sempurna dan tidak menghasilkan produk larutan itu tetap seperti itu tetap bercampur. Hal inilah
yang membuat susah untuk kita tau dan mengerti bagaimana ia terjadi atau tidak terjadi apabila
ia tidak menunjukan sifat fisika atau kimianya. Sehingga hal sebenarnya telah terjadi adalah
proporsi signifikan dari tumbukan akan menjadi pertemuan B-B.

Dalam fase gas, jika tumbukan terus gagal secara energik atau geometris molekul reaktan
terbang terpisah dan tidak mungkin bertemu lagi dalam waktu dekat. Namun dalam larutan,
molekul terlarut efektif dalam keadaan tabrakan yang konstan jika tidak dengan reaktan lain.
Kemudian dengan molekul pelarut yang dapat bertukar energi kinetik dengan reaktan. Jadi
begitu pasangan pertemuan A-B terbentuk, kedua reaktan tersebut mendapatkan banyak
tumbukan satu sama lain. Sangat meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan memperoleh
energi kinetik yang diperlukan untuk mendorong mereka selama punuk aktivasi sebelum
pasangan pertemuan hancur. Hal ini memiliki ketrkaitan kuat dengan energi aktivasi dimana ia
mempengaruhi cepat lambatnya suatu reaksi kimia. Seperti halnya katalis yang mampu
mempercepat reaksi tanpa merubah kondisi dari produk. Hal ini yang mempercepat reaksi
tersebut untuk terjadi. Tergambarkan seperti gambar dibawah ini:

Gambar reaksi menggunakan energi aktivasi

2.4 Difusi

Langkah pertama adalah keseimbangan antara reaktan di luar dan di dalam kandang
pelarut. Konstanta laju k dan ko mencerminkan konstanta yang berkaitan dengan difusi molekul
melalui pelarut nilainya sangat tergantung pada viskositas (dan juga suhu) pelarut. Difusi adalah
pengangkutan suatu zat melalui gradien konsentrasi yaitu, dari daerah konsentrasi tinggi ke
salah satu konsentrasi lebih rendah. Pernah tidak terpikirkan oleh kita bagaimana warna teh
menyebar ketika kantong teh direndam dalam air panas. Difusi terjadi karena gerakan termal
acak secara statistik lebih mungkin untuk memindahkan molekul keluar dari daerah dengan
konsentrasi lebih tinggi daripada di arah sebaliknya, hanya karena dalam kasus terakhir lebih
sedikit molekul yang tersedia untuk melakukan perjalanan sebaliknya. Akhirnya konsentrasi
menjadi seragam dan keseimbangan tercapai Ketika molekul berdifusi melalui cairan, mereka
harus mendorong molekul tetangga keluar dari jalan. Pekerjaan yang diperlukan untuk
melakukan ini berjumlah energi aktivasi, sehingga difusi dapat dianggap sebagai proses kinetik
dengan konstanta laju k sendiri dan energi aktivasi. Parameter ini tergantung pada ukuran
molekul terlarut dan pelarut dan pada seberapa kuat yang terakhir berinteraksi satu sama lain.
Ini menyarankan dua kasus pembatas penting untuk reaksi dalam larutan. Untuk air pada suhu
kamar, k biasanya 10-1010 dm mol dan k2 sekitar 10-10-10 dm mol s. Dengan nilai-nilai ini, ks
102 menyederhanakan kontrol difusi, sementara nilai <10s merupakan indikasi kontrol aktivasi.
Pengontrol Difusi (ks k2): Jika energi aktivasi dari reaksi A + B sangat kecil atau jika lolosnya
molekul dari AB) sangkar sulit, maka kinetika akan didominasi oleh k, dan dengan demikian
oleh energi aktivasi difusi. Proses seperti itu dikatakan dikendalikan secara difusi. Reaksi
dalam larutan berair di mana Eg 20 kJ / mol cenderung masuk dalam kategori ini. Aktivasi
Terkendali Secara alternatif, jika energi aktivasi dari reaksi A + B mendominasi kinetika, dan
reaksi tersebut dikendalikan oleh aktivasi. Beberapa jenis umum dari reaksi secara konsisten
sangat "cepat" dan dengan demikian umumnya ditemukan dikontrol-difusi di sebagian besar
pelarut.

Konstanta laju fase-gas biasanya dinyatakan dalam satuan mol, tetapi konstanta laju
reaksi dalam larutan secara konvensional diberikan dalam satuan mol / L, atau dm3 mol-s
Konversi di antara mereka tergantung pada sejumlah asumsi dan rekombinasi non-sepele atom
dan radikal Misalnya pembentukan I dari atom I dalam heksana pada 298 K memiliki k
1,3x1012 dm3 mol-s-reaksi asam-basa yang melibatkan pengangkutan ion H dan OH cenderung
sangat cepat. Yang paling terkenal adalah salah satu reaksi tercepat yang diketahui:

 H + OH H0 14x10 dm3 mol-15-1 298 K.

2.5 Faktor kepolaran

Pelarut polar seperti air dan alkohol berinteraksi dengan ion dan molekul polar melalui
interaksi dipol-dipol dan ion-dipol yang menarik, yang mengarah ke bentuk terlarut dengan
energi lebih rendah yang menstabilkan spesies ini. Dengan cara ini, pelarut polar dapat
mengubah baik termodinamika maupun kinetika (laju) reaksi. Sama halnya dengan apa yang
telah dijelaskan tadi kepolarang sangat mempengaruhi kinetika fase larutan ini dimana
contohnya apabila menggunakan air dengan tingkat kepolaran dia polar akan memungkinkan
terjadi ikatan hidrogen yang kuat yang mempengaruhi kuat atau lemahnya sangkar yang
terbentuk. Hal ini yang anntinya akan mempengaruhi ikatan antar molekul saat reaksi kimia
berjalan seperti biasanya.

2.6 Pengaruh Konstanta Dielektrik dan Viskositas

Dalam ilmu kimia, konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur relatif dari kepolaran
suatu pelarut. Misalnya air yang merupakan pelarut polar memiliki konstanta dielektrik 80,10
pada 20 °C sedangkan n-heksana (sangat non-polar) memiliki nilai 1,89 pada 20 °C. Hal ini
yang menyebabkan pengaruh kepolaran itu juga bergantuk pada besaran nilai konstanta
dielktriknya. Karena dari nilai konstanta dielektrik ini dapat kita ketahui kekuatan ikatan dengan
berdasarkan pada kepolarannya. Selain itu viskositas juga sangat mempengaruhi bagaimana
tidak jika suatu reaksi terjadi antara larutan yang memiliki nilai viskositas tinggi dan viskositas
rendah pasti berbeda dengan reaksisuatu larutan yang memiliki nilai viskositas yang sama sama
rendah atau sama sama tinggi. Kekentalan itu akan mempengaruhi sangkar yang terbentuk kan
kerapatan atau kepadatan masing masing molekul dalam larutan tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari apa yang telah kita bahas tadi, cukup banyak hal dan faktor yang mnejadi pembeda
natara kinetika fase gas dasn fase larutan. Dimana sama sama bis akita lihat dan pelajari bahwa
kinetika fase larutan memiliki lebih banyak faktor dalam reaksinya. Hal itu juga yang
menyebabkan reaksi kinetika reaksi fase larutan jauh lebih kompleks dan lebih susah
diabandingkan dengan kinetika fase gas.

DISUSUN OLEH :
NAMA : MOHAMAD WILDANE GANEVO
NIM : E1M017038
KELAS :B

Anda mungkin juga menyukai