Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam mempelajari
sirkulasi dan asal usul massa air. Kedua parameter ini serta tekanan menentukan
densitas antara dua tempat akan menghasilkan perbedaan tekanan yang kemudian
memicu aliran massa air dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat bertekanan
rendah.
Di samping itu, dengan menggabungkan suhu dan salinitas dalam suatu diagram
(dikenal sebagai diagram T-S) kita dapat melacak asal usul massa air tersebut.
Berdasarkan sebaran suhu secara vertikal, perairan terbagi atas tiga lapisan yaitu
(Steward, 2006):
Temperatur Lautan
Dua properti air laut yang terpenting adalah temperatur dan salinitas (konsentrasi
garam terlarut), karena keduanya mempengaruhi densitas yang merupakan faktor utama yang
membangkitkan pergerakan vertikal air laut. Densitas air laut normal akan bertambah terhadap
kedalaman. Jika densitas permukaan air lebih tinggi daripada densitas air di bawahnya maka
terjadi kondisi gravitasi tidak stabil dan air permukaan akan turun/tenggelam. Di daerah kutub,
densitas permukaan air dapat bertambah dengan dua cara: pertama dengan pendinginan
langsung baik jika es bersentuhan dengan air atau jika angin dingin melewati es; kedua dengan
pembentukan es laut yang mengekstrak air dan melepaskan air laut dengan salinitas tinggi
dan densitas yang bertambah. Arus dingin yang berat pada sirkulasi dalam terjadi akibat
turunnya air yang berat di daerah kutub. Di lintang rendah, air asin yang berat dihasilkan oleh
penguapan yang berlebihan yang mendapat bantuan dari angin yang kuat seperti pada musim
dingin di Mediterranean.
Radiasi Matahari
Radiasi yang benar-benar sampai ke permukaan bumi, yang disebut insolasi, tidak semuanya
diserap. Persentasi insolasi yang dikembalikan oleh permukaan disebut albedo permukaan
tersebut. Gelombang dan ripple dapat meningkatkan albedo air, tetapi umumnya lebih sedikit
dari pada permukaan daratan. Waktu dalam hari juga mempengaruhi albedo (terutama air, es
atau salju) karena semakin pendek sudut datang radiasi maka semakin besar jumlah yang akan
dikembalikan. Beberapa radiasi yang dikembalikan dari permukaan bumi diserap atmosfer dan
kemudian memanaskannya. Permukaan juga dipanaskan oleh radiasi yang diserap dan
sebaliknya membalikkan kembali radiasi infra merah dan gelombang panjang (mikrowave).
Variasi diurnal (harian) temperatur di darat biasanya diukur dalam derajat tetapi di lautan
jumlahnya tidak lebih dari beberapa derajat kecuali di perairan yang sangat dangkal
Intensitas insolasi tergantung terutama pada sudut dimana sinar matahari mengenai
permukaan dan distribusi temperatur di permukaan bumi yang bervariasi terhadap lintang dan
musim karena sumbu bumi mengikuti orbitnya mengitari Matahari. Insolasi tetap tinggi di
daerah ekuator untuk bulanbulan yang lain pada tahun tersebut. Pada tengah hari matahari
berada tepat di atas kepala di sepanjang Tropis Cancer dan Capricorn pada soltice Juni dan
Desember, sehingga lintang menengah menerima insolasi maksimum pada musim panas dan
insolasi minimum pada musim dingin. Di kutub terdapat insolasi hanya selama setengah tahun,
dimana cerah seharian penuh pada musim panas dan gelap seharian penuh pada musim dingin.
Sebelum perkembangan teknologi satelit, sulit untuk mengamati perubahan temperatur
permukaan laut suatu daerah yang luas secara musiman. Dengan adanya satelit dengan sensor
infra merah, memungkinkan pengukuran perubahan temperatur permukaan laut musiman dan
tahunan dalam skala global. Sensitivitas dan ketepatan pada sensor adalah dalam orde ±0,1 oC
atau lebih baik dan ketepatannya bertambah tiap waktu dengan adanya koreksi untuk faktor-
faktor seperti kondisi permukaan laut (halus atau kasar) dan jumlah air yang menguap ke
atmosfer (uap air diserap radiasi infra merah). Informasi dapat diperoleh dengan berbagai cara
dan untuk bermacam tujuan oseanografi yang penting seperti variasi temperatur permukaan
laut dan bukannya harga absolutnya. Hal yang perlu diingat adalah bahwa informasi ini hanya
untuk permukaan laut. Peralatan yang berbasis satelit tidak atau belum dapat
menemukan hubungan struktur temperatur dengan kedalaman lautan.
Temperatur permukaan laut tergantung pada insolasi, dan penentuan jumlah panas yang
kembali diradiasikan ke atmosfer: Semakin panas permukaan maka semakin banyak radiasi
baliknya. Panas juga ditransfer di sepanjang permukaan laut melalui konduksi dan konveksi
serta pengaruh penguapan.
Jika permukaan laut lebih panas dari udara di atasnya maka panas dapat ditransfer dari
laut ke udara. Biasanya permukaan laut lebih panas dari udara diatasnya sehingga terdapat
sejumlah panas yang hilang dari laut melalui konduksi. Kehilangan tersebut relatif tidak penting
untuk total panas lautan dan pengaruhnya dapat diabaikan kecuali untuk pencampuran
konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat dari permukaan laut.
Penguapan
Penguapan (transfer air ke atmosfer sebagai uap air) adalah mekanisme utama dimana
laut kehilangan panasnya yaitu sekitar beberapa magnitud dibandingkan yang hilang melalui
konduksi dan pencampuran konvektif. Persamaan pengaturnya adalah: (laju kehilangan panas)
= (panas laten penguapan) x (laju penguapan)
Pengukuran temperatur di permukaan laut dan di bawahnya tidak dapat dilakukan sebelum
adanya termometer di awal abad ke-17. Pertama kali pengukuran temperatur, dilakukan pada
sampel air yang diambil dalam wadah besi atau kanvas dari air permukaan. Diketahui bahwa
temperatur berkurang terhadap kedalaman tetapi pengukuran yang tepat untuk temperatur
bawah permukaan hanya dapat dilakukan bila termometer dilindungi dari tekanan permukaan
dan mampu merekam temperatur in situ yang diciptakan pada pertengahan abad ke-19, tidak
lama sebelum pelayaran HMS Challenger. Sekarang, temperatur air laut diukur
dengan termistor dan rekaman yang kontinu secara vertikal dan lateral sudah menjadi prosedur
rutin dalam oseanografi.
Panjang gelombang yang lebih pendek/rendah yang dekat warna biru dalamn spektrum visibel,
menembus lebih dalam dibandingkan panjang gelombang yang lebih tinggi/jauh. Radiasi infra
merah adalah yang pertama diserap diikuti merah dst. Energi total yang diterima pada
kedalaman yang tertentu diwakili oleh daerah di bawah kurva pada perbandingan daerah di
bawah kurva untuk 100 m dan air permukaan menunjukkan hanya 1/50 dari energi datang yang
mencapai 100 m. Semua radiasi infra merah diserap dalam daerah satu meter dari permukaan
dan hampir setengah total energi matahari tersebut diserap dalam 10 cm daerah permukaan.
Penetrasi juga tergantung pada transparansi air yang tergantung pada jumlah materi yang
tersuspensi.
Konduksi terjadi sangat lambat sehingga hanya sebagian kecil panas yang dipindahkan ke
bawah melalui proses ini. Mekanisme utama adalah pencampuran olakan (turbulen) oleh angin
dan gelombang yang menghasilkan lapisan permukaan tercampur (atau disebut juga
lapisan campur) dengan ketebalan 200-300 m atau lebih di lintang tengah, di laut terbuka pada
musim dingin dan minimum setebal 10 m atau kurang di daerah perairan pantai yang
terlindung di musim panas.
Pada kedalamann antara 200-300 m dan 1000 m, temperatur akan turun dengan cepat. Daerah
ini dikenal sebagai termoklin permanen, dibawah 1000 m menuju lantai (dasar) laut tidak
mengalami variasi musiman dan temperatur turun perlahan antara 0oC dan 3oC. Kisaran yang
kecil tersebut tidak berubah di laut dalam baik terhadap geografi dan musiman karena
dipengaruhi oleh temperatur dingin, air berat yang tenggelam dari kutub dan mengalir ke
Ekuator.
Termoklin permanen ditemukan hampir di semua lautan dan di lintang rendah terdapat
perbedaan temperatur sebesar 20 oC dan kadangkadang lebih. Masalah tapping energi dari
gradien temperatur di air laut adalah skala. Prinsip Ocean Thermal Energy Conversion
(OTEC) sama dengan yang digunakan dalam alat pendingin, air conditioner dan pompa panas.
Konsep awalnya adalah dengan memompa air permukaan yang hangat pada temperatur 25 oC
ke dalam peubah panas untuk menguapkan cairan volatil (seperti amonia) yang akan
mengembang dan menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik. Dalam waktu yang sama air
dingin dengan temperatur 4 oC dari bawah termoklin akan dipompa ke atas supaya uap
terkondensasi dalam peubah panas yang terpisah dan memulai siklus lagi. Di beberapa pusat
tenaga (Gambar 2.10(a)), air laut yang hangat akan menguap sendiri dalam kondisi hampa dan
uapnya digunakan untuk menggerakkan turbin. Pusat tenaga paling baik dibangun di daerah
lintang rendah dimana terdapat kontras termal antara permukaan dan air-dalam besar dan
sedikit perubahan musiman. Orang Jepang dan Amerika telah memajukan teknologi ini dan
membangun pusat tenaga kecil yang menggerakkan 50-100 kW. Dengan skala ini, daerah yang
sesuai adalah pulau-pulau kecil di Pasifik Selatan.
Sebaran suhu secara vertikal di perairan Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga
lapisan yakni, lapisan hangat di bagian permukaan dimana pada lapisan ini gradien
suhu berubah secara perlahan, lapisan termoklin di tengah dimana suhu gradien suhu
berubah secara cepat terhadap kedalaman, dan lapisan dingin di bagian bawah lapisan
termoklin dimana suhu air laut konstan sebesar 4°C (Nontji, 1987).
Suhu permukaan laut di Indonesia umumnya berkisar antara 28 - 31 ºC yang
merupakan ciri perairan tropis. Variasi suhu tahunan rata-rata cenderung kurang dari
2 ºC. Soegiarto dan Birowo (1975), mengemukakan bahwa suhu permukaan di perairan
Indonesia berkisar antara 28-30 oC dan di daerah upwelling suhunya dapat turun
memiliki variasi tahunan yang rendah, namun variasi tersebut masih menunjukkan
perubahan musiman. Perubahan ini dipengaruhi oleh posisi matahari dan pengaruh
Suhu air laut dipengaruhi oleh cuaca, kedalaman air, gelombang, waktu pengukuran,
pergerakan konveksi, letak ketinggian dari muka laut (altitude), upwelling, musim,
besarnya intensitas cahaya yang diterima perairan. Suhu suatu perairan dipengaruhi
oleh radiasi matahari; posisi sinar matahari; letak geografis; musim; kondisi awan;
serta proses interaksi antara air dan udara, seperti aliran panas (heat), penguapan,
King (1963) menyatakan bahwa perubahan suhu terhadap kedalaman bergantung pada
empat faktor, yaitu variasi jumlah panas yang diserap, efek konduksi panas,
perpindahan massa air oleh arus, dan pergerakan vertikal dari air. Variasi dari
keempat faktor ini menyebabkan sulit untuk menyeragamkan perubahan suhu tahunan
terhadap kedalaman.
Menurut Nontji (2005), adanya radiasi matahari yang tinggi pada siang hari,
menyebabkan lapisan permukaan perairan memiliki suhu dengan massa air hangat,
sedangkan berdasarkan pada kedalaman suhu akan semakin menurun dan akan
mengalami penurunan yang sangat cepat pada kisaran kedalaman antara 50-300
meter.
intensitas cahaya matahari. Massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya
curah hujan yang menyebabkan turunnya suhu permukaan laut), evaporasi (akibat
aliran bahang dari udara menyebabkan naiknya suhu permukaan), kecepatan angin,
intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom
perairan.
Cahaya matahari terdiri dari tujuh warna (merah, oranye, kuning, hijau, biru, nila, violet). Masing-masing
warna memiliki panjang gelombang masing-masing. Hal ini berpengaruh pada kemampuan cahaya untuk
menembus air.
Cahaya warna merah mampu terserap pada kedalam kurang dari 20 meter, lebih dari itu warna merah
tidak lagi nampak. Disinilah muncul kegelapan warna merah. Sebagai contoh, ada seorang penyelam
yang terluka dan berdarah di kedalaman 25 meter maka darah yang terlihat bukan lagi berwarna merah
melaikan warna hitam. Ini dikarenakan warna merah sudah tidak mampu menembus kedalaman
tersebut.
Cahaya warna oranye terserap pada kedalaman sekitar 30 meter, setelah ada kegelapan warna merah
maka dibawahnya ada kegelapan warna oranye. Cahaya warna kuning dapat terserap pada kedalam
sekitar 50 meter. Cahaya warna hijau dapat terserap pada kedalaman sekitar 100 meter. Pada
kedalaman 200 meter cahaya warna biru terserap dan begitu seterusnya.
gambar : kedalaman cahaya menembus air laut
sumber : http://wong168.wordpress.com
Dengan demikian, terciptalah kegelapan warna cahaya matahari di lautan secara berlapis-lapis, yang
disebabkan air menyerap warna pada kedalaman yang berbeda-beda. Kegelapan di laut dalam semakin
bertambah seiring kedalaman laut, hingga didominasi kegelapan pekat yang dimulai dari kedalaman
lebih dari 200 meter. Lalu cahaya tidak dapat masuk sama sekali pada kedalaman mulai dari 1000 meter
dan kegelapannya berlapis-lapis. Tembusan cahaya berbanding terbalik dengan bertambahnya
kedalaman.
Plankton, biota laut lainnya serta zat organic terlarut yang dalam istilah Jerman disebut gelbstoff. Materi
– materi inilah yang menyebabkan penyerapan cahaya matahari sehingga hanya menyisakan warna
“dark blue” pada lautan. Selain penyerapan atau adsorpsi cahaya, warna laut juga disebabkan oleh
penghamburan cahaya oleh makhluk – makhluk mikro di laut seperti fitoplankton (tumbuhan sangat
kecil) dan zooplankton (hewan sangat kecil). Semua faktor tersebutlah yang menyebabkan warna laut
menjadi biru cerah kehijauan di daerah perairan laut tropis termasuk di Indonesia. Cahaya matahari
yang berlimpah dan iklim panas sangat baik bagi pertumbuhan plankton, dan hal ini lebih menguatkan
lagi untuk pembentukan warna cerah kehijauan di laut. Pantulan dari langit sebenarnya juga berperan
tetapi hanya berperan kecil.
Air yang jernih tampak berwarna biru karena, panjang gelombang yang pendek (seperti biru) lebih
sedikit diserap dan lebih banyak dihamburkan. Tetapi kita tidak dapat melihat warna biru pad air di
dalam gelas karena lapisan air yang terdapat di segelas air tidak cukup untuk untuk menyerap warna
cahaya yang diterima.
Lapisan Kedalaman Laut
Zona ini membentang dari dasar zona euphotic hingga 200 m. Walaupun terdapat cahaya pada zona ini
namun cahaya yang masuk tidak cukup untuk fotosintesis. Zona euphotic dan zona disphotic bertepatan
dengan zona epipelagis.
Zona ini merupakan zona terdalam di laut. Pada lapisan ini cahaya tidak dapat masuk sama sekali.
Lapisan laut yang gelap ini disebut juga zona tengah malam. Zona aphotic sendiri berasal dari bahasa
Yunani yang berarti tidak ada cahaya. Kedalaman zona ini dipengaruhi oleh kekeruhan atau kejernihan
air. Pada air yang jernih kedalamannya bisa lebih panjang dibandingkan dengan air yang keruh. Rata-rata
kedalaman laut sekitar 13000 kaki atau 4000 meter. Pada zona ini setiap meningkatnya kedalaman
tekanan semakin bertambah dan suhu semakin menurun mendekati beku. Zona aphotic dibagi menjadi
dua yaitu bathyal dan abyssal. Zona bathyal memanjang dari kedalaman 1000 hingga 4000 meter
dibawah permukaan laut. Terletak diantara mesopelagic dan abyssopelagic. Suhu rata-rata pada
kedalaman ini sekitar 4 derajat celcius. contoh mahluk yang hidup di zona bathyal yaitu, cumi-cumi, paus
besar, gurita, spons, branchiopoda, bintang laut.
Zona abyssal meluas dari 2000 meter kebawah. Pada zona ini tidak terdapat cahaya, sehingga tidak
dapat berlangsung fotosintesis sehingga tidak terdapat tanaman dan organismefotosintesis lainnya.
Contoh makhluk yang hidup di zona ini yaitu cumi-cumi raksasa, black swallower, tripod fish, angeler
fish. Pada zona ini suhu bisa mencapai 2 – 3 derajat celcius dan miskin nutrisi.
Dibawah zona abyssal adalah zona hadal jarang dihuni dan diatas abysal adalah bathyal ketiganya
termasuk pada wilayah laut dalam. Di atas kontinental masing-masing ada zona euphotic dan disphotic.
Zona bathyal sebagian terletak pada disphotic dan sebagian di aphotic.